Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PERAWATAN LUKA DECUBITUS

OLEH :

VIKTORIA KURNIATI DANU

YUSTINA PRIMA MATUR

PRISKA WANGO

HENDRIKUS ABU

UNIVERSITAS KHATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan yang maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan ini tepat pada waktunya.

Tugas ini merupakan salah satu dari tugas matakuliah yaitu perawatan
luka. Dalam tugas ini akan dibahas tentang perawatan luka tekan (ulkus
decubitus) pada klien yang mobilisasinya terbatas. Tugas ini sangat membantu
pemahaman Penulis sebagai calon perawat nantinya.

Oleh karena itu, jika ada kekurangan dalam makalah ini, kami
mengharapkan saran yang dapat membantu membuat tulisan ini lebih bermanfaat.

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................1
B. TUJUAN PENULISAN................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
A. KONSEP LUKA DECUBITUS....................................................................3
1. Pengertian..................................................................................................3
2. Etiologi......................................................................................................4
3. Patofisiologi...............................................................................................8
4. Komplikasi................................................................................................9
5. Manifestasi Klinik.....................................................................................9
6. Penatalaksanaa.........................................................................................11
7. Cara pencegahan luka terjadinya decubitus............................................12
8. Cara perawatan luka decubitus................................................................14
B. REVIEW ARTIKEL...................................................................................15
BAB III PENUTUP...............................................................................................24
A. KESIMPULAN...........................................................................................24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena adanya cedera


atau proses pembedahan. Menurut Koyner dan Taylan, luka adalah
terganggunya integritas normal dari kulit dan jaringan di bawahnya, yang
secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka, bersih atau
terkontaminasi, superfisial atau dalam (Sriwiyati & Kristanto, 2020). Luka
dapat terbagi berdasarkan kategorinya. Salah satu jenis luka yang
seringkali terdapat pada pasien adalah ulkus decubitus. Luka ini sering
terjadi pada pasien yang imbobilisasinya terbatas akibat penurunan
kesadaran ataupun karena adanya hambatan pada mobilisasi. Dekubitus
atau sering dikenal dengan luka tekan adalah cedera yang terlokalisir pada
kulit dan atau jaringan di bawahnya biasanya di atas tonjolan tulang,
sebagai akibat adanya tekanan atau kombinasi dari tekanan dan gesekan
(Santiko & Faidah, 2020)
Terkait dengan peran perawat dalam upaya pencegahan luka tekan,
Potter and Perry (2005) menyatakan ada 3 (tiga) area intervensi
keperawatan utama dalam pencegahan luka tekan yakni (pertama)
perawatan kulit yang meliputi perawatan hygiene dan pemberian topikal,
(kedua) pencegahan mekanik dan dukungan permukaan yang meliputi
penggunaan tempat tidur, pemberian posisi dan kasur terapeutik dan
(ketiga) edukasi. Penanganan luka dekubitus biasanya melibatkan upaya
mengurangi tekanan pada bagian tubuh yang terlibat, merawat luka,
mengatasi rasa nyeri, mencegah terjadinya infeksi, dan menjaga asupan
nutrisi yang baik.
Pentingnya tindakan pencegahan yang dilakukan perawat untuk
pada klien agar meminimalkan terjadinya luka decubitus pada pasien

1
bedrest. Tindakan pencegahan tersebut diantaranya adalah dengan
mengubah posisi klien minimal 2-4 jam perhari. Dan bila terjadi luka
decubitus, dibutuhkan perawatan yang tepat agar mencegah terjadinya
keparahan pada luka dan juga menghindari terjadinya infeksi akibat luca
decubitus.

B. TUJUAN PENULISAN

1. Menjelaskan konsep luka decubitus


2. Menjelaskan konsep perawatan luka decubitus
3. Menganalisa jurnal tentang teknik perawatan luka decubitus

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP LUKA DECUBITUS

1. Pengertian
Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti
merebahkan diri yang didefinisikan sebagai suatu luka akibat posisi
penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih dari 6 jam (Suheri,
2009).
Dekubitus merupakan masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien
dengan penyakit kronis, pasien yang sangat lemah, dan pasien yang
lumpuh dalam waktu lama (Morison, 2004 : 91). Pasien luka dekubitus
membutuhkan pengetahuan tentang sebab terjadinya luka dekubitus dan
cara perawatannya.
Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit
normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan
tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu yang biasa. Selanjutnya
gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas kursi atau diatas
tempat tidur sering kali pada inkontinensia, malnutrisi, ataupun individu
yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan
tingkat kesadaran (potter & perry, 2005).
Dekubitus adalah kerusakan jaringan terlokalisir yang disebabkan
karena adanya penekanan jaringan lunak diatas tulang yang menonjol
(Bony Prominence) akibat adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu
lama yang menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang
tertekan Sehingga terjadi terjadi insufisiensi aliran darah, anoksia,
isckemic jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel (Sari,
2007). Pressure Ulcers (diketahui sebagai luka tekan, luka ranjang atau
luka dekubitus) adalah kerusakan jaringan yang terlokasi karena tekanan
yang berlebihan yang terjadi pada area tertentu yang tidak mengalami
reposisi (Moore & Cowman, 2009). Luka tekan telah lama dikenal di
kalangan perawatan kesehatan dan ini merupakan masalah cukup sulit
diatasi bagi para praktisi perawatan karena memang banyak faktor yang
terkait dengan upaya penyembuhan luka tekan (Fatmawati, 2007).

2. Etiologi
Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema
untuk menggambarkan faktor - faktor resiko untuk terjadinya luka tekan.
Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan,
yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi
durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah
imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori persepsi. Sedangkan faktor
yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua yaitu faktor
ekstrinsik dan faktor intrinsik.
a. Faktor intrinsik:
Penuaan (regenerasi sel lemah), sejumlah penyakit yang
menimbulkan seperti DM, status gizi, underweight atau kebalikannya
overweight, anemia, hipoalbuminemia, penyakit-penyakit neurologik
dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, Keadaan
hidrasi/cairan tubuh.
b. Faktor Ekstrinsik:
Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau
peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu
sikap tertentu, duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat, perubahan
posisi yang kurang. Di bawah ini adalah penjelasan dari masing
masing faktor diatas :
 Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol
posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk
berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur
tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena

4
luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam
kejadian luka tekan. Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003)
disalah satu rumah sakit di Pontianak juga menunjukan bahwa
mobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan
luka tekan.
 Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami
penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas
tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama,
pasien akan mudah terkena luka tekan.
 Kelembaban
Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat
mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan
yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu
kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan
(friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih
signifikan dalam perkembangan luka tekan dari pada inkontinensia
urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak
permukaan kulit.
 Tenaga yang merobek ( shear )
Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan
merobek jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan yang
lebih dalam yang berdekatan dengan tulang yang menonjol.
Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini adalah
ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi
30 derajad. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga
mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih
tertinggal. Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah,
serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun
hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit.
 Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan
arah yang
berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak
permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat
penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati.
 Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi
umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk
terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium
tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua berhubungan dengan
penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake
makanan yang tidak mencukupi.
 Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk
terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring
dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot,
penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori,
penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis
dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan
lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap
tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek.
 Tekanan arteriolar yang rendah
Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi
kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang
rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemia.
Studi yang dilakukan oleh Nancy Bergstrom ( 1992 menemukan
bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang rendah
berkontribusi pada perkembangan luka tekan.
 Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien
psikiatrik juga merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari
luka tekan.

6
 Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran
darah dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh
darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang
signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka
tekan.
 Temperatur kulit
Menurut hasil penelitian Sugama (2000) peningkatan
temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko
terjadinya luka tekan. Menurut hasil penelitian, faktor penting
lainnya yang juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya luka
tekan adalah tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan
antar muka adalah kekuatan perunit area antara tubuh dengan
permukaan matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar dari
pada tekanan kapiler rata-rata, maka pembuluh darah kapiler akan
mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk
terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah
sekitar 32 mmHg. Menurut penelitian Suriadi (2003) tekanan antar
muka yang tinggi merupakan faktor yang signifikan untuk
perkembangan luka tekan. Tekanan antar muka diukur dengan
menempatkan alat pengukur tekanan antar muka ( pressure pad
evaluator) diantara area yang tertekan dengan matras.

3. Patofisiologi
Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu:
a. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler.
b. Durasi dan besarnya tekanan.
c. Toleransi jaringan.

Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan


tekanan (Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan
durasinya,maka semakin besar pula insidensinya terbentuknya luka (Potter
& Perry, 2005). Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa
tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar
kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam
jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehinggan terjadi cedera
iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak dihilangkan
dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan
trombosis (Potter & Perry, 2005). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik
kritis maka sirkulasi pada jaringan akan pulih kembali melalui mekanisme
fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit mempunyai kemampuan yang
lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot, maka dekubitus dimulai di
tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan tekanan yang
akhirnya melebar ke epidermis (Potter & Perry, 2005). Pembentukan luka
dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi saat
menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan tumit
merupakan area yang paling rentan (Potter & Perry, 2005). Efek tekanan
juga dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang tidak merata.
Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan
tempatnya berada karena adanya gravitasi (Potter & Perry, 2005). Jika
tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien tekanan
jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat dan metabolisme sel
kulit di titik tekanan mengalami gangguan.

4. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV,
walaupun dapat terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar
(2008) komplikasi yang dap-at terjadi antara lain:
a. Infeksi Sering bersifat multibakterial, baik yang aerobic maupun
anaerobic.
b. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi, seperti : periostitis, osteitis,
osteomielitis.
c. Septicemia
d. Anemia

8
e. Hipoalbumin
f. Hiperalbumin
g. Kematian

5. Manifestasi Klinik
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida,
multipelsklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor
lain perlu diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat
pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya,
status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol,
merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem
termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku),
kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP ( National
Pressure Ulcers Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat
stadium ,yaitu :
a. Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan
eritema pada kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh
nyeri, stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10
hari.
b. Stadium 2 : Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke
jaringan adiposa terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit
partial (epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya lecet
dan lepuh . Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.
c. Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan
otot sudah mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi,
infeksi akan hilang struktur fibril. Kerusakan seluruh lapisan kulit
sampai subkutis, tidak melewati fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8
minggu.
d. Stadium 4 : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta
sendi. Dapat sembuh dalam 3-6 bulan.

Tanda dan Gejala dari masing-masing stadium :


a. Stadium 1 :
 Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila
dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah
satu tanda sebagai berikut:
 perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat)
 Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
 Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)
 Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai
kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap,
luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru
atau ungu.
b. Stadium 2 :
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau
keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh,
atau membentuk lubang yang dangkal.
c. Stadium 3 :
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau
nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai
pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam.
d. Stadium 4 :
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas,
nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya
lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium
IV dari luka tekan.

6. Penatalaksanaa
Penatalaksanaan dekubitus Penatalaksanaan klien dekubitus
memerlukan pendekatan holistik yang menggunakan keahlian pelaksana
yang berasal dari beberapa disiplin ilmu kesehatan. Selain perawat,
keahlian pelaksana termasuk dokter, ahli fisiotrapi, ahli terapi okupasi, ahli
gizi, dan ahli farmasi. Beberapa aspek dalam penatalaksanaan dekubitus
antara lain perawatan luka secara lokal dan tindakan pendukung seperti

10
gizi yang adekuat dan cara penghilang tekanan (Potter & Perry, 2005).
Selama penyembuhan dekubitus, maka luka harus dikaji untuk lokasi,
tahap, ukuran, traktusinus, kerusakan luka, luka menembus, eksudat,
jaringang nekrotik, dan keberadaan atau tidak adanya jaringan granulasi
maupun epitelialisasi. Dekubitus harus dikaji ulang minimal 1 kali per
hari. Pada perawatan rumah banyak pengkajian dimodifikasi karena
pengkajian mingguan tidak mungkin dilakukan oleh pemberi perawatan.
Dekubitus yang bersih harus menunjukkan proses penyembuhan dalam
waktu 2 sampai 4 minggu (Potter & Perry, 2005). Salah satu aspek utama
dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dekubitus adalah
mempertahankan integritas kulit.
Hal ini dapat tercapai dengan memberikan perawatan kulit yang
terencana dan konsisten. Perawatan kulit yang tidak terencana dan
konsisten dapat mengakibatkan gangguan integritas kulit (Potter & Perry,
2005). Salah satu intervensi dalam menjaga integritas kulit adalah dengan
cara memberikan olesan minyak zaitun karena integritas kulit yang normal
dapat dipertahankan dengan memberikan minyak zaitun. Minyak zaitun
mengaandung asam lemak yang dapat memelihara kelembapan,
kelenturan, serta kehalusan kulit (Khadijah, 2008). Minyak zaitun dengan
kandungan asam oleat hingga 80% dapat mengenyalkan kulit dan
melindungi elastis kulit dari kerusakan karena minyak zaitun yang
dioleskan dapat mempercepat penyembuhan kulit yang luka atau iritasi
(Surtiningsih, 2005).

7. Cara pencegahan luka terjadinya decubitus


a. Umum
Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis,
penderita dan keluarganya serta pemeliharaan keadaan umum dan
higiene penderita. Meningkatkan keadaan umum penderita, misalnya
anemia diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutrisi dan hidrasi yang
cukup, vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn) ditambahkan. Coba
mengendalikan penyakit-penyakit yang ada pada penderita, misalnya
DM, PPOK, hipertensi, dll.
b. Khusus
 Mengurangi/meratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran
darah, yaitu : Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama
tiap dua jam. Kelemahan pada cara ini adalah ketergantungan pada
tenaga perawat yang kadang-kadang sudah sangat kurang, dan
kadang-kadang mengganggu istirahat penderita bahkan menyakitkan.
 Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekan yang terjadi pada tubuh
penderita, misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik
turun, kasur air yang temperatur airnya dapat diatur(keterbatasan alat
canggih ini adalah harganya mahal, perawatannya sendiri harus baik
dan dapat rusak).
 Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah
setempat terganggu, dapat dikurangi antara lain dengan enjaga posisi
penderita, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya, atau sudah
memungkinkan untuk duduk dikursi.
 Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan
sore), tetapi dapat lebih sering pada daerah yang potensial terjadi
ulkus dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri, dengan
bantuan penderita lain ataupun keluarganya. Perawatan kulit
termasuk pembersihan dengan memandikan setiap hari. Sesudah
mandi keringkan dengan baik lalu digosok dengan lotion yang
mengandung emolien, terutama dibagian kulit yang ada pada
tonjolan-tonjolan tulang. Sebaiknya diberikan massase untuk
melancarkan sirkulasi darah, semua ekskreta/sekreta harus
dibersihkan dengan hati-hati agar tidak menyebabkan lecet pada kulit
penderita. Menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin dan feces.
Kulit yang kemerahan dan daerah di atas tulang yang menonjol
seharusnya tidak dipijat karena pijatan yang keras dapat mengganggu
perfusi ke jaringan.
 Mengkaji status mobilitas
Untuk pasien yang lemah, lakukanlah perubahan posisi. Ketika
menggunakan posisi lateral, hindari tekanan secara langsung pada

12
daerah trochanter. Untuk menghindari luka tekan di daerah tumit,
gunakanlah bantal yang diletakkan dibawah kaki bawah. Bantal juga
dapat digunakan pada daerah berikut untuk mengurangi kejadian luka
tekan yaitu di antara lutut kanan dan lutut kiri, di antara mata kaki,
dibelakang punggung, dan dibawah kepala.
 Meminimalkan terjadinya tekanan
Hindari menggunakan kassa yang berbentuk donat di tumit. Perawat
rumah sakit diIndonesia masih sering menggunakan donat yang
dibuat dari kasa atau balon untukmencegah luka tekan. Menurut hasil
penelitian Sanada (1998) ini justru dapat mengakibatkan region yang
kontak dengan kasa donat menjadi iskemia. Mengkaji dan
meminimalkan terhadap pergesekan (friction) dan tenaga yang
merobek (shear).
 Mengkaji inkontinensia
Kelembaban yang disebabkan oleh inkontinensia dapat menyebabkan
maserasi. Lakukanlah latihan untuk melatih kandung kemih (bladder
training) pada pasien yang mengalami inkontinesia. Untuk mencegah
luka tekan tekan pada pasien dengan inkontinensia adalah :
bersihkanlah setiap kali lembab dengan pembersih dengan PH
seimbang, hindari menggosok kulit dengan keras karena dapat
mengakibatkan trauma pada kulit, pembersih perianal yang
mengandung antimikroba topikal dapat digunakan untuk mengurangi
jumlah mikroba didaerah kulit perianal, gunakanlah air yang hangat
atau sabun yang lembut untuk mencegah kekeringan pada kulit,
berikanlah pelembab pada pasien setelah dimandikan untuk
mengembalikan kelembaban kulit, pilihlah diaper yang memiliki
daya serap yang baik,untuk mengurangi kelembapan kulit akibat
inkontinensia.
 Memberikan klien pendidikan kesehatan berupa penyebab dan faktor
risiko untuk luka dekubitus dan cara untuk meminimalkannya.
Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode dan pendekatan. Salah satunya dengan melakukan bed side
teaching dimana hanya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit
sambil perawat atau keluarga melakukan tugas keperawatannya
seperti saat membantu mobilisasi, memberi makan atau saat
memandikan klien (Mahmuda, 2019).

8. Cara perawatan luka decubitus


Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal,
sistemik ataupun dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar
reaksi penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada pengobatan ulkus
dekubitus ada beberapa hal yang perlu diperhatikan Antara lain sebagai
berikut (Syapitri, 2017).
a. Mengurangi tekanan.
pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak akan sembuh
Selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
b. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya.
Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih
cepat dan baik. Untuk hal tersebut akan menyebabkan proses
penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat
dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan
pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaCl 0,9 %, larutan
H202 3% dan NaCl 0,9% , larutan plasma dan larutan Burowi serta
larutan antiseptic lainya.
c. Mengangkat Jaringan nekrotik.
Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas
dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat
pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu
pegangkat jaringan nekrotik akan mempercepat proses penyembuhan
ulkus.

14
B. REVIEW ARTIKEL

Critical Appraisal

1. Judul Artikel : Pengaruh Massage Efflurage Dengan Virgin Coconut Oil


(Vco) Terhadap Pencegahan Dekubitus Pada Pasien Bedrest Di Ruang
Instalasi Rawat Intensive (Irin) Rs Mardi Rahayu Kudus
2. Jurnal : Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat STIKES
Cendekia Utama Vol. 9, No. 2 – Oktober, 2020
3. Peneliti : Santiko , Noor Faidah
4. Tahun Terbit : 2020

YA/
KOMPONEN YANG DI NILAI PENJELASAN
TIDAK
1. Judul a. Apakah judul ya Dalam artikel dibahas sesuai
dan sesuai dengan dengan yang judul yakni terkait
abstrak isi pengaruh massage efflurage dengan
Virgin Coconut Oil (VCO)
terhadap pencegahan dekubitus
pada pasien bedrest
b. Apakah tujuan ya Penelitian bertujuan untuk
penelitian mengetahui pengaruh massage
disebutkan? efflurage dengan Virgin Coconut
Apa? Oil (VCO) terhadap pencegahan
dekubitus pada pasien bedrest di
Ruang Instalasi Rawat Intensive
(IRIN) RS Mardi Rahayu.
c. Apakah ya Latar belakang : Salah satu faktor
abstrak eksternal yang dapat menyebabkan
memberikan gangguan integritas kulit adalah
informasi imobilisasi. Dampak buruk dari
yang lengkap: imobilisasi yaitu gangguan
latar belakang, integritas kulit yang dapat
tujuan, mengakibatkan terjadinya iritasi
metode, hasil? dan luka tekan. Salah satu terapi
pijat yang telah disebutkan diatas
yaitu teknik massage efflurage
dengan Virgin Coconut Oil (VCO)
yang mana merupakan teknik
mengusap sekali atau dua kali
sehari efektif dalam mencegah luka
teka
Tujuan : Penelitian bertujuan untuk
mengetahui pengaruh massage
efflurage dengan Virgin Coconut
Oil (VCO) terhadap pencegahan
dekubitus pada pasien bedrest di
Ruang Instalasi Rawat Intensive
(IRIN) RS Mardi Rahayu.
Metode : Jenis penelitian Quasi
experimental design dengan
rancangan control grup design
pretest dan posstest. Populasi dalam
penelitian ini yaitu semua pasien
Bedrest yang dirawat di ruang
Instalasi Rawat Intensive (IRIN).
Teknik sampling menggunakan
Purposive Sampling sehingga besar
sampel 46 responden. Teknik
analisa data menggunakan Chi
Square.
Hasil : Sebelum dilakukan massage
efflurage dengan VCO pada
kelompok kontrol dan intervensi
hasilnya sama tidak ada yang

16
dekubitus dikarenakan responden
yang dipilih sesuai dengan kriteria
eklusi yaitu pasien tidak terjadi
dekubitus. Sesudah dilakukan
massage efflurage dengan VCO
hasil menggunakan uji Chi Square
menggunakan Fisher Exact
diperoleh p-value 0,022. Terdapat
pengaruh secara signifikan massage
efflurage dengan Virgin Coconut
Oil (VCO) terhadap pencegahan
dekubitus pada pasien bedrest di
Ruang Instalasi Rawat Intensive
(IRIN) RS Mardi Rahayu Kudus.
2. Justifik a. Apakah ya Berdasarkan latar belakang artikel,
asi, dijelaskan penulis menjelaskan bahwa untuk
metodo alasan pencegahan decubitus di RS Mardi
logi, melakukan Rahayu intervensi yang diterapkan
dan penelitian (di adalah perubahan posisi setiap 2-4
desain latar belakang jam. Untuk penerapan Virgin
dan tinjauan Coconut Oil (VCO) belum pernah
pustaka) dilakukan untuk mencegah luka
decubitus
b. Apakah tidak Teori-teori mengenai teknik
tinjauan message efflurage dijelaskan secara
pustakanya singkat dan efektifitas virgin
lengkap/cukup coconut oil terhadap decubitus
belum dijelaskan, mengapa VCO
ini dapat mencegah decubitus
c. Apakah tidak Referensi yang digunakan 10 tahun
menggunakan terakhir
referensi baru
(maks 5
tahun)
d. Apakah tidak Tidak dijelaskan dalam artikel
hipotesisnya terkait hipotesis
disebutkan?
e. Jika ya Peneliti menjelaskan dari 46
eksperimen, responden, 23 sebagai kelompok
apakah intervensi dan 23 responden lainnya
kelompok sebagai kelompok kontrol. pada
intervensi dan kedua kelompok ini dilakukan
kontrol di pretest dan postest, namun hanya
jelaskan pada kelompok intervensi yang
diberikan perlakuan.
f. Apakah Tidak Pada kelompok intervensi diberikan
kelompok perlakuan berupa message efllurage
intervensi dan dengan virgin coconut oil.
kontrol di Sedangkan pada kelompok control
matchingkan tidak diberikan intervensi.
atau tidak
3. Sampli a. Bagaimana Populasi dalam penelitian ini
ng populasi di dipilih dari semua pasien Bedrest
pilih yang dirawat diruang Instalasi
Rawat Intensive (IRIN) didapatkan
data dari bulan Oktober –
Desember 2018 sejumlah 52 pasien
b. apakah ukuran Teknik pengambilan sampel pada
sampel cukup penelitian ini akan menggunakan
purposive sampling. Berdasarkan
penghitungan slovin bahwa besar
sample sebanyak 46 orang,
dibedakan 23 responden merupakan
kelompok perlakuan dan 23
kelompok kontrol.
5. Pengu a. bagaimana Tidak dijelaskan di artikel
mpulan cara

18
data pengumpulan
datanya
b. siapa yang Tidak dijelaskan di artikel
mengumpulk
an data
c. apakah Tidak dijelaskan di artikel
instrumen
pengumpulan
data
dijelaskan
d. apakah Tidak dijelaskan di artikel
instrumen
diuji dulu
e. apakah Tidak dijelaskan di artikel
counfouding
factors
diidentifikasi
?
f. apakah ada Tidak dijelaskan di artikel
penjelasan
validitas dan
reabilitas
instrumen
11. Perti a. apakah Tidak dijelaskan di artikel
mbang penelitian
an etik menggunaka
n ethical
approved dari
komite etik?
b. apakah Tidak dijelaskan di artikel
informed
consent
dalam
penelitian ?
13. Anal a. apakah hasil ya Berdasarkan artikel, hasil penelitian
isa data disampaikan dijelaskan secara rinci, yakni
dan dengan jelas distribusi frekuensi responden
hasil berdasarkan usia dan jenis kelamin,
distribusi frekuensi kejadian
decubitus sebelum dan sesudah
diberikan massage efflurage VCO.
Dari hasil analisis bivariat
diperoleh hasil bahwa pasien
kelompok intervensi yang diberikan
massage efflurage dengan Virgin
Coconut Oil, yang mengalami
kejadian dekubitus hanya sejumlah
1 orang (4,3%). Kejadian jauh ini
lebih rendah dibandingkan pada
kelompok kontrol yang tidak
diberikan massage efflurage dengan
Virgin Coconut Oil, yang
mengalami kejadian dekubitus
sejumlah 8 orang (34,8%). Hasil uji
Chi Square menggunakan Fisher
Exact diperoleh p-value 0,022.
Oleh karena p-value (0,022) < α
(0,05), , maka dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh secara
signifikan massage efflurage
dengan Virgin Coconut Oil (VCO)
terhadap pencegahan dekubitus
pada pasien bedrest di Ruang
Instalasi Rawat Intensive (IRIN)
RS Mardi Rahayu Kudus.
b. apakah p- ya Hasil uji Chi Square menggunakan
value dan Fisher Exact diperoleh p-value
confience 0,022. Oleh karena p-value (0,022)

20
interval < α (0,05),
dilaporkan ?
c. apakah ya disimpulkan bahwa ada pengaruh
hasilnya secara signifikan massage efflurage
significant ? dengan Virgin Coconut Oil (VCO)
terhadap pencegahan dekubitus
pada pasien bedrest di Ruang
Instalasi Rawat Intensive (IRIN)
RS Mardi Rahayu Kudus.
d. apakah ya Simpulan
kesimpulan 1. Usia Responden sebagian
penelitian ini besar usianya > 60 tahun
di jelaskan? sebanyak 25 orang
sedangkan jenis kelamin
responden paling banyak
adalah perempuan 25 orang.
2. Sebelum diberikan terapi
massage efflurage dengan
virgin coconut oil pada
kelompok intervensi dan
kontrol semuanya tidak
mengalami kejadian
dekubitus.
3. Sesudah diberikan terapi
massage efflurage dengan
virgin coconut oil (VCO)
pada kelompok intervensi
terjadi dekubitus sebanyak 1
pasien. sedangkan pasien
pada kelompok kontrol
yang tidak diberikan
massage efflurage dengan
Virgin Coconut Oil (VCO)
sebanyak 8 pasien.
4. Ada pengaruh secara
signifikan massage
efflurage dengan Virgin
Coconut Oil (VCO)
terhadap pencegahan
dekubitus pada pasien
bedrest di Ruang Instalasi
Rawat Intensive (IRIN) RS
Mardi Rahayu Kudus.

17. Hasi a. Apakah hasil ya Adanya pengaruh massage


l dan bisa efflurage dengan Virgin Coconut
keterba digeneralisasi Oil (VCO) terhadap pencegahan
tasan kan ? dekubitus pada pasien bedrest
b. Apakah Tidak dijelaskan dalam artikel
peneliti
keterbatasan
an
penelitian
disebutkan ?
c. Apakah saran Membandingkan efektivitas
untuk penggunaan VCO dengan bahan
penelitian topikal atau pelembab lain seperti
selanjutnya ? lotion atau sediaan krim lain.
Peneliti lain mempertimbangkan
menambah sampel dan lama
penelitian.
d. Apakah Pengunaan teknik massage
implikasi efflurage dengan VCO ini dapat
penelitian digunakan sebagai salah satu
tersebut intervensi bagi perawat untuk
mencegah luka decubitus pada
pasien bedrest

Analisis aplikasi hasil penelitian pada kasus:

22
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Santiko, & Faidah, N. (2020). Pengaruh Massage Efflurage Dengan Virgin


Coconut Oil ( Vco ) Terhadap Pencegahan Dekubitus Pada Pasien Bedrest Di
Ruang Instalasi Rawat Intensive ( Irin ) Rs Mardi Rahayu Kudus. Jurnal
Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat, 9(2), 191–202.

Sriwiyati, L., & Kristanto, B. (2020). Karakteristik Luka Dan Penggunaan Balutan
Luka Modern. Adi Husada Nursing Journal, 6(1), 8.
https://doi.org/10.37036/ahnj.v6i1.161

24
Mahmuda Nurhidyati Novita Lin (2019). Pencegahan Dan Tatalaksana Dekubitus
Pada Geriatri. Biomedika. 11 (1). 11-17.

Syapitri Henny, et, al. (2017). Metode Pencegahan Luka Decubitus Pada Pasien
Bedrest Total Melalui Perawatan Kulit. Idea Nursing. VIII (2). 15-22.

Anda mungkin juga menyukai