Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem integumen adalah sistem pelindung yang melapisi
tubuh dan terdiri atas kuku, rambut, kulit beserta unsur yang terkait
seperti kelenjar minyak dan keringat. Mengingat besarnya bagian
yang dilindungi, sebagian besar ilmuwan kerap menyebut bahwa
sistem ini merupakan sistem terbesar dalam tubuh manusia.
Penyakit kulit yang sering ditemukan namun tidak fatal,
tetapi cukup merisaukan karena berhubungan dengan menurunnya
kepercayaan diri akibat berkurangnya keindahan wajah penderita
yaitu acne atau jerawat.
Jerawat adalah istilah awam untuk acne vulgaris, yang biasa
terjadi pada usia remaja ketika terjadi perubahan hormon sehingga
menghasilkan lebih banyak minyak. Keadaan ini cenderung
diturunkan dalam keluarga dan sama sekali tidak berbahaya. Tetapi
beberapa orang yang mengalami kasus yang berat mungkin merasa
sangat tertekan dan kehilangan kepercayaan diri sendiri. Sayang
sekali, sampai saat ini belom ada penyembuh yang tuntas, meskipun
ada beberapa cara yang sangat menolong. Untungnya, kondisi ini
akan mengalami perbaikan dengan bertambahnya usia.
Akne vulgaris umumnya sembuh sebelum mencapai usia 30-
40an. Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap sampai tua atau
mencapai gradasi sangat berat hingga perlu dirawat inap di rumah
sakit. (Wasitaatmadja, 2007)
Kita sebagai perawat dengan berbekal pengetahuan mengenai
Acne sangat penting untuk menentukan intervensi yang tepat pada
masalah tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan berbagai hal di atas,
maka penulis akan menyusun makalah mengenai asuhan
keperawatan klien dengan Acne.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Acne?
2. Apa klasifikasi dari Acne?
3. Apa saja etiologi dari Acne?
4. Bagaimana patofisiologi dari Acne?
5. Apa saja manifestasi klinis yang muncul dari Acne?
6. Bagaimana WOC Acne?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada Acne?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada Acne?
9. Apa saja komplikasi dari Acne?
10. Bagaimana prognosis dari Acne?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien Acne?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah agar
mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan pada klien
dengan Acne secara komprehensif.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah agar
mahasiswa dapat mengembangkan teori yang sudah ada
dengan berbagai riset mahasiswa, mengenai hal-hal berikut
ini:
1. Mengetahui definisi dan klasifikasi dari Acne
2. Mengetahui etiologi Acne.
3. Mengetahui patofisiologi klinis dari Acne.
4. Mengetahui manifestasi Acne.
5. Mengetahui WOC Acne.
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Acne.
7. Mengetahui penatalaksanaan pada Acne.
8. Mengetahui komplikasi dari Acne.
9. Mengetahui prognosis dari Acne.

2
10. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan
Acne.
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami konsep tentang Acne serta
mengetahui asuhan keperawatan yang harus diterapkan pada klien
dengan Acne secara komprehensif.

3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan
luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh.
Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa
sekitar 2,7–3,6 kg danluasnya sekitar 1,5–1,9 meter persegi.

Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm


tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak
pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial
lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan,
telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.

Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda,


lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal
dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm
adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan
ikat (Perdana kusuma 2007). Lapisankulitmeliputi :

Gambar 1 StrukturKulit (Djuada,2010)

5
1. Epidermis (Perdana kususma, 2007)
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan
avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk,
mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal
epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh,
paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan
epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan
kulit.Terjadi regenerasisetiap 4-6 minggu.

Gambar 2 Struktur Epidermis Kulit (Graw Hill,2010)

Epidermis terdiri atas lima lapisan, dari lapisan yang


paling atas sampai yang terdalam, meliputi:
1. Stratum Korneum
Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan
berganti.
2. Stratum Lusidum
Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit
tipis.
3. Stratum Granulosum
Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya
ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar

6
yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung
protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
4. Stratum Spinosum
Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan
tonofibril, dianggap filament – filament tersebut
memegang peranan penting untuk mempertahankan
kohesisel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis
pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan
mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak
tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum
disebutsebagailapisan Malpighi.Terdapatsel Langerhans.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum)
Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan
bertanggungjawab dalam pembaharuan sel epidermis
secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari
untuk migrasi kepermukaan, hal ini tergantung letak, usia
dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang
mengandung melanosit. Fungsi Epidermis :Proteksibarier,
organisasisel, sintesis vitamin D dansitokin, pembelahan
dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan
alergen (sel Langerhans).
2. Dermis (Perdanakususma, 2007)
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang
sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan
ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya
dengan jaringan subkutis. Tebalnyabervariasi, yang paling
tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua
lapisan:
a. Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
b. Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.

7
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen
berkurang dengan bertambahnya usia. Serabut elastin
jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan elastin
kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai
dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam
jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan
kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak
mempunyai banyak keriput.
Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah.
Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu
folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis
di dalam dermis. Fungsi Dermis : struktur penunjang,
mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces
dan respon inflamasi.
3. Subkutis (Perdanakususma, 2007)
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis
yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan
ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan
jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda
menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu.
Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk
regenerasi, melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan
kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

2.1.2 Fisiologi Kulit


Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh
(termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.

8
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari
elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi
mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu
fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran
saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari.
Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan
elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur
perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible
loss dari kulit, paru-paru dan mukosabukal. Temperatur kulit dikontrol
dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperature
meningkat terjadi vasodilatasi pembuluhdarah, kemudian tubuh akan
mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara
mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit.
Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan
vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas
(Perdanakususma, 2007).

2.2 Definisi

Acne adalah reaksi peradangan dalam folikel sebasea yang


pada umumnya dan biasanya disertai dengan pembentukan papula,
pustula, dan abses terutama di daerah yang banyak mengandung
kelenjar sebasea, seperti muka, dada, dan punggung bagian atas
(Brunner &Suddarth, 2002).

Acne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea


yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista,
pada daerah – daerah predileksi seperti muka, bahu bagian atas dari
ekstremitas superior, dada, dan punggung.

Acne vulgaris adalah peradangan folikel sebasea yang


ditandai oleh komedo, papula, pustula, kista dan nodulus ditempat

9
predileksinya, wajah, leher, badan atas, dan lengan atas. Ialah
terutama pada remaja yang biasanya berinvolusi sebelum usia 25
tahun namun bisa berlanjut sampai usia dewasa. Terutama timbul
pada kulit yang berminyak berlebihan akibat produksi sebum
berlebihan ditempat glandulasebasea nya banyak (Brunner
&Suddarth, 2002).

2.3 Etiologi

Berbagai faktor penyebab acne sangat banyak (multi


faktorial), antara lain :genetik, endokrin (androgen, pituitary
sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar
sebasea sendiri, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propioni
bacterium acnes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya (Brunner
&Suddarth, 2002).

Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi banyak faktor yang


berpengaruh:

1. Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya acne. Acne


yang keras selalu disertai pengeluaran sebore yang banyak.
2. Bakteria dan Mikroba yang terlibat pada terbentuknya acne adalah
corynebacterium acnes, Stafilococcus epidermidis, dan
pityrosporumovale.
3. Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas
kelenjar palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua
mempunyai parut bekas acne, kemungkinan besar anaknya akan
menderita acne.
4. Hormon androgen. Hormon ini memegang peranan yang penting
karena kelenjar palit sangat sensitif terhadap hormon ini. Hormon
androgen berasal dari testes dan kelenjar anak ginjal (adrenal).
Hormon ini menyebabkan kelenjar palit bertamabah besar dan

10
produksi sebum meningkat. Pada penyelidikan Pochi, Frorstrom
dkk.& Lim James di dapatkan bahwa konsentrasi testosteron dalam
plasma penderita acne pria tidak berbeda dengan yang tidak
menderita acne. Berbeda dengan wanita, pada testosteron plasma
sangat meningkat pada penderita acne.
5. Estrogen. Pada keadaan fisiologi, estrogen tidak berpengaruh
terhadap produksi sebum. Estrogen dapat menurunkan kadar
gonadotropin yang berasal dari kelenjar hipofisis. Hormon
gonadotropin mempunyai efek menurunkan produksi sebum.
6. Progesteron.Progesteron, dalam jumlah fisiologik tak mempunyai
efek terhadap efektivitas terhadap kelenjar lemak. Produksi sebum
tetap selama siklus menstruasi, akan tetapi kadang-kadang
progesteron dapat menyebabkan acne premenstrual.
7. Hormon-hormon dari kelenjar hipofisis. Pada tikus,
hormontirotropin, gonadotropin, dan kortikotropin dari kelenjar
hipofisis diperlukan untuk aktivitas kelenjar palit. Pada kegagalan
dari kelenjar hiopofisis, sekresi sebum lebih rendah dibandingkan
dengan orang normal. Penurunan sebum diduga disebabkan oleh
adanya suatu hormon sebotropik yang berasal dari bagian tengah
(lobus intermediate) kelenjar hipofisis.
8. Diet. Beberapa pengarang terlalu membesar-besarkan pengaruh
makanan terhadap acne, akan tetapi dari penyidikan terakhir ternyata
diet sedikit atau tidak berpengaruh terhadap acne. Pada penderita
yang makan banyak karbohidrat dan zat lemak, tidak dapat
dipastikan akan terjadi perubahan pada pengeluaran sebum atau
komposisinya karena kelenjar lemak bukan alat pengeluaran lemak
yang kita makan.
9. Iklim. Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya acne
bertambah hebat pada musim dingin, sebaliknya kebanyakan
membaik pada musim panas. Sinar ultraviolet (UV) mempunyai efek
membunuh bakteri pada permukaan kulit. Selainitu, sinar ini juga

11
dapat menembus epidermis bagian bawah dan bagian atas dermis
sehingga berpengaruh pada bakteri yang berada dibagian dalam
kelenjar palit. Sinar UV juga dapat mengadakan pengelupasan kulit
yang dapat membantu menghilangkan sumbatan saluran pilosebasea.
10. Psikis. Pada beberapa penderita, stress dangan gangguan emosi
dapat menyebabkan eksaserbasi acne. Mekanisme yang pasti
mengenai hal ini belum diketahui. Kecemasan menyebabkan
penderita memanipulasi acnenya secara mekanis, sehingga terjadi
kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi yang beradang yang
baru, teori lain mengatakan bahwa eksaserbasi ini disebabkan oleh
meningkatnya produksi hormon androgen dari kelenjar anak ginjal
dan sebum, bahkan asam lemak dalam sebum pun meningkat.
11. Kosmetika. Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu, secara terus
menerus dalam waktu lama, dapat menyebabkan suatu bentuk acne
ringan yang terutama terdiri dari komedo tertutup dan beberapa lesi
papulo pustularpada pipi dan dagu. Bahan yang sering menyebabkan
acne ini terdapat pada berbagai krem muka seperti bedak dasar
(faundation), pelembab (moisturiser), krem penahan sinar matahari
(sunscreen), dan krem malam. Yang mengandung bahan-bahan,
seperti lanolin, pektrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan dan bahan-
bahan kimia murni (butilstearat, lauril alcohol, dan bahan pewarna
merah D &C dan asam oleic).
12. Bahan-bahan Kimia. Beberapa macam bahan kimia dapat
menyebabkan erosi yang mirip dengan acne (akneform eruption),
seperti yodida, kortikosteroid, INH, obat anti konvulsan
(difenilhidantoin, fenobarbital dan trimetandion), tetrasiklin, vitamin
B 12.
13. Reaktivitas. Disamping faktor-faktor diatas masih ada factor “X”
pada kulit yang merupakan factor penting yang menentukan
hebatnya acne.

12
2.4 Patofisiologi

Acne terjadi ketika lubang kecil dipermukaan kulit yang


disebut pori-pori tersumbat. Secara normal, kelenjar minyak
membantu melumasi kulit dan menyingkirkan sel kulit mati. Namun,
ketika kelenjar tersebut menghasilkan minyak yang berlebihan, pori-
pori menjadi tersumbat oleh penumpukan kotoran dan bakteri.
Penyumbatan ini disebut sebagai komedo (Webster, 2007).

Pembentukan komedo dimulai dari bagian tengah folikel


akibat masuknya bahan keratin sehingga dinding folikel menjadi
tipis dan menggelembung, secara bertahap akan terjadi penumpukan
keratin sehingga dinding folikel menjadi bertambah tipis dan
dilatasi. Pada waktu yang bersamaan kelenjar sebasea menjadi atropi
dan diganti dengan sel epitel yang tidak berdiferensiasi. Komedo
yang telah terbentuk sempurna mempunyai dinding yang tipis.
Komedo terbuka (blackheads) mempunyai keratin yang tersusun
dalam bentuk lamelar yang konsentris dengan rambut pusatnya dan
jarang mengalami inflamasi kecuali bila terkena trauma. Komedo
tertutup (whiteheads) mempunyai keratin yang tidak padat, lubang
folikelnya sempit dan sumber timbulnya lesi yang inflamasi
(Webster, 2007).

Pada awalnya lemak keluar melalui dinding komedo yang


edema dan kemudian timbul reaksi seluler pada dermis, ketika pecah
seluruh isi komedo masuk ke dalam dermis yang menimbulkan
reaksi lebih hebat dan terdapat sel raksasa sebagai akibat keluarnya
bahan keratin. Pada infiltrat ditemukan bakteri difteroid garm positif
dengan bentukan khas Proprionibacterium acnes diluar dan didalam
lekosit. Lesi yang nampak sebagai pustul, nodul, dengan nodul
diatasnya, tergantung letak dan luasnya inflamasi. Selanjutnya
kontraksi jaringan fibrus yang terbentuk dapat menimbulkan
jaringan parut (Webster, 2007).

13
Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi
banyak faktor dan kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat
hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne, yakni
peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan
peradangan (Zaenglein AL, 2007 dan Boxton PK, 2003).

1). Peningkatan sekresi sebum


Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah
peningkatan produksi sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan
akne akan memproduksi lebih banyak sebum dibanding yang tidak
terkena akne meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok
tersebut adalah sama.
Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida mungkin
berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi asam
lemak bebas oleh P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit
pilosebacea. Asam lemak bebasini kemudian menyebabkan
kolonisasi P.aknes, mendorong terjadinyainflamasi dan dapat
menjadi komedogenik.
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum.
Serupadengan aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular,
hormon androgen berikatan dan mempengaruhi aktifitas sebosit.
Orang-orang dengan aknememiliki kadar serum androgen yang lebih
tinggi dibanding dengan orangyang tidak terkena akne. 5α-
reduktase, enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah
testosteron menjadi DHT poten memiliki aktifitas yang meningkat
pada bagian tubuh yang menjadi predileksi timbulnya akne yaitu
pada wajah,dada, dan punggung.
Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui
secara pasti.Dosis estrogen yang diperlukan untuk menurunkan
produksi sebum jauh lebih besar jika dibandingkan dengan dosis
yang diperlukan untuk menghambatovulasi. Mekanisme dimana
estrogen mungkin berperan ialah dengan secaralangsung melawan

14
efek androgen dalam glandula sebacea, menghambat produksi
androgen dalam jaringan gonad melalui umpan balik negatif
pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang
menekan pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid.
2). Keratinisasi folike
Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan
pembentukan lesi primer akne yaitu mikrokomedo. Epitel folikel
rambut paling atas, yaituinfundibulum menjadi hiperkeratosis
dengan meningkatnya kohesi darikeratinosit. Kelebihan sel dan
kekuatan kohesinya menyebabkan pembentukan plug pada ostium
follikular. Plug ini kemudian menyebabkankonsentrasi keratin,
sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Haltersebut
kemudian menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas,
yangkemudian membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap
proliferasi keratinositdan peningkatan daya adhesi masih belum
diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga
menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitustimulasi androgen,
penurunan asam linoleat, dan peningkatan aktifitasinterleukin (IL)-
1α.
Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular
untuk menyebabkan hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT)
merupakanandrogen yang poten yang memegang peranan terhadap
timbulnya akne. 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-reduktase
merupakan enzim yang berperan untuk mengubah
dehidroepiandrosteron (DHEAS) menjadi DHT.Jika dibandingkan
dengan keratinosit epidermal, keratinosit follikular menunjukkan
peningkatan aktifitas 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan5α-
reduktase yang pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT
dapatmenstimulasi proliferasi keratinosit follikular. Hal lain yang
mendukung peranan androgen dalam patogenesis akne ialah bahwa

15
pada orang denganinsensitivitas androgen komplet tidak terkena
akne.
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya
asamlinoleic. Asam linoleic merupakan asam lemak esensial pada
kulit yang akanmenurun pada orang-orang yang terkena akne.
Kuantitas asam linolic akankembali normal setelah penanganan
dengan isotretinoin. Kadar asam linoleicyang tidak normal dapat
menyebabkan hiperproliferasi keratinosit follikular dan
memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa asam
linoleicdiproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan
mengalami dilusi seiringdengan meningkatnya produksi sebum.
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi
keratinosit.Keratinosit follikular pada manusia menunjukkan adanya
hiperproliferasi dan pembentukan mikrokomedoe ketika diberika IL-
1. Antagonis reseptor IL-1dapat menghambat pembentukan
mikrokome.
3). Bakteri

Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga


memiliki peranan aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes
merupakan bakterigram-positif, anaerobik, dan mikroaerobik yang
terdapat pada folikel sebacea.Remaja dengan akne memiliki
konsentrasi P.aknes yang lebih tinggidibanding orang yang normal.
Bagaimanapun tidak terdapat korelasi antara jumlah P.aknes yang
terdapat pada glandula sebacea dan beratnya penyakityang diderita.

Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat


yangmenstimulasi perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang
paling beratmemiliki titer antibodi yang paling tinggi pula. Antibodi
propionibacteriummeningkatkan respon inflamasi dengan
mengaktifkan komplemen, yang padaakhirnya mengawali kaskade
proses pro-inflamasi. P.aknes juga memfalisitasiinflamasi dengan

16
merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat dengnamemproduksi
lipase, protease, hyaluronidase, dan faktor kemotaktik.Disamping
itu, P.aknes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan berikatan
dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear
yang mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-
like receptor 2, sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan
TNF-α dilepaskan.

4). Inflamasi

Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses


pembentukan komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi
dermalsesungguhnya mendahului pembentukan komedo. Biopsi
yang diambil padakulit yang tidak memiliki komedo dan cenderung
menjadi akne menunjukkan peningkatan inflamasi dermal
dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulitdari komedo yang
baru terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauhlebih
hebat.

Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan


bakteri yanglebih terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan
menyebabkan distensi yangmengakibatkan ruptur dinding follikular.
Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis
mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe selyang dominan
pada 24 jam pertama ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit
ditemukan di sekitar unit pilosebacea dimana sel CD8+ ditemukan
pada daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah ruptur
komedo,neutrofil menjadi sel yang predominan yang mengelilingi
mikorkomedo.

Keempat elemen dari patogenesis akne yaitu hiperprofliferasi


keratinositfollikular, seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan langkah-
langkah yangsaling berkaitan dalam pembentukan akne.

17
2.5 WOC (Terlampir)

2.6 Manifestasi klinis

Akan terbentuk lesi (polimorf). Lesi yang khas adalah komedo.


Bila terjadi peradangan akan terbentuk papula, pustula, nodul, dan kista.
Bila sembuh, lesi dapat meninggalkan eritema dan hiperpigmentasi
pasca inflamasi, bahkan dapat terbentuk sikatrik seperti cetakan es yang
atrofik dan keloid. Lesi terutama timbul di daerah yang banyak
mempunyai kelenjar palit, seperti muka, punggung, leher, dada, bahu,
dan telinga (Goldstein, 1998).
Lesi Acne :
a. Komedo
Adanya komedo sangat membantu diagnosis. Ada dua
tipe komedo, yaitu :tertutup (whitehead) dan terbuka
(blackhead). Komedo tertutup lebih mudah diraba dan dilihat.
Komedo ini berupa papula yang sangat kecil dengan titik atau
penonjolan di tengah. Lesi ini paling banyak terdapat di
dahidan pipi. Sedikit sekali terjadi peradangan atau bahkan
tidak ada. Sedangkan komedo tertutup adalah folikel rambut
yang tertutup dan melebar, tetapi tidak jelas apa penyebab
bercak-bercak hitam yang khasitu (Graham, 2005).

b. Papula dan Pustula


Pada sebagian besar pasien acne, timbul papula dan
pustula. Papula dan pustula dikenal baik sebagai bintik-bintik
merah atau pustula dengan dasar yang kemerahan. Keluhannya
adalah rasa gatal atau sampai terasa sakit sekali. Papula jarang
sekali timbul, sering hanya dalam beberapa jam, dan kemudian

18
biasanya berkembang menjadi pustula. Sesudah beberapa hari
akan menghilang (Graham, 2005).

Gambar 3. Papula dan pustula(Graham, 2010)

c. Nodul dan Kista


Dengan makin bertambah parahnya keadaan, maka
makin betambah besarlah lesi yang dapat dilihat dan diraba,
yang berakibat pada terbentuknya nodul dan kista yang sangat
dalam. Pada kebanyakan pasien hanya timbul beberapa saja,
tetapi pada beberapa orang bisa sangat banyak (Graham,
2005).

Gambar 4. Nodul dan kista(Graham,2010)

2.7 Pencegahan
Pencegahan acne dapat dilakukan dengan menghindari faktor-faktor
pemicunya. Melakukan perawatan kulit wajah dengan benar.
Menerapkan pola hidup sehat mulai dari makanan, olah raga dan
manajemen emosi dengan baik.2 Merokok dilaporkan berkontribusi

19
terhadap prevalensi acne dan derajat acne. Rokok mengandung banyak
asam arakhidonat dan hidrokarbon aromatik polisiklik yang
menginduksi jalur inflamasi melalui fosfolipaseA2, dan selanjutnya
merangsang sintesis asam arakhidonat lebih banyak. Selain itu, diduga
terdapat reseptor asetilkolin nikotinik keratinosit yang menginduksi
hiperkeratinisasi sehingga terjadi komedo.
Perokok pada umumnya mengkonsumsi makanan yangbanyak
mengandung lemak jenuh dan sedikit lemak tidak jenuh sehingga asupan
asam linoleat lebih sedikit dibandingkan dengan bukan perokok. Banyak
penelitian belum dapat menyimpulkan peranan diet terhadapacne dan
membutuhkan penelitian lebihlanjut. American Academy of
Dermatology mengeluarkan rekomendasi pada tahun2007 bahwa
restriksi kalori tidak memiliki dampak pada pengobatan acne dan bukti
bukti yang ada belum cukup kuat untuk menghubungkan konsumsi
makanan tertentu dengan acne. Akan tetapi, beberapa penelitian
menemukan bahwa produk olahan susu memperberat acne.
American Academy of Dermatology mengeluarkan rekomendasi
pada tahun 2007 bahwa restriksi kalori memiliki dampak pada
pengobatan acne dan bukti-bukti yang cukup kuat untuk
menghubungkan konsumsi makanan tertentu dengan kejadian acne
vulgaris. Beberapa penelitian menemukan bahwa produk olahan susu
memperburuk acne vulgaris. Produk olahan susu dan makanan lainnya,
mengandung hormon 5 α reduktase dan prekursor DHT lain yang
merangsang kelenjar sebasea. Selain itu, acne vulgaris dipengaruhi oleh
hormon dan growth factors, terutama insulin-like growth factor (IGF-1)
yang bekerja pada kelenjar sebasea dan keratinosit folikel rambut.
Produk olahan susu mengandung enam puluh growth factors, salah
satunya akan meningkatkan IGF-1 langsung melalui ketidakseimbangan
peningkatan gula darah dan kadar insulin serum. Makanan dengan
indeks glikemik tinggi juga meningkatkan konsentrasi insulin serum

20
melalui IGF-1 dan meningkatkan DHT sehingga merangsang proliferasi
sebosit dan produksi sebum.
Bersama dengan terapi antiacne standar,semua produk olahan susu
dan makanandengan indeks glikemik tinggi, sebaiknyadihentikan
minimal 6 bulan. Suplementasivitamin A dapat mengurangi
sumbatanpori pada individu yang kekurangan asupanvitamin A.
Makanan mengandung asamlemak esensial omega 3 dapat mengurang
iinflamasi.3 Terdapat hubungan antara penggunaan pembersih wajah
yang digunakan dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan sedang
dan berat yaitu jenis bahan pembersih wajah sebagai faktor pelindung
(protektor) dalam pembentukan derajat akne. Berdasarkan teori,
pembersih yang digunakan harus dapat menghilangkan kelebihan lipid
barier kulit, menghindari pengikisan yang berlebihan karena akan
merangsang hiperaktifitas kelenjar sebasea untuk meningkatkan
produksinya sebagai mekanisme terhadap kehilangan lipid kulit.
Sebaiknya menggunakan bahan yang tidak iritatif. Membersihkan kulit
tidak menggunakan bahan yang kasar, cukup menggunakan ujung-ujung
jari.
Penderita acne, terutama wanita sering merasa sulit untuk
meninggalkan kebiasaannya dalam memakai produk kosmetik. Oleh
karena itu, perlu diberikan edukasi yang baik mengenai bahaya
pengunaan kosmetik yang berganti– ganti berupa cara efektif, mudah
dilaksanakan dan murah dengan memakai pembersih dan pelembab
yang non-abrasif dan menghindari pemakaian produk kosmetik yang
meyebabkan timbulnya acne terut.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


Diagnosis akne vulgaris dibuat atas dasar klinis dan pemeriksaan
ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo
ekstraktor (sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak

21
sebagai massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang
ujungnya kadang berwarna hitam (Wasitaatmadja,2008).
Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak
spesifik berupa serbukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea
dengan massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah
menghilangdiganti dengan jaringan ikat pembatas massa cair sebum
bercampur dengan darah, jaringan mati, dan keratin yang lepas
(Wasitaatmadja,2008).
Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai
peran pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan
laboratorium mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian, namun
hasilnya sering tidak memuaskan (Wasitaatmadja,2008). Pemeriksaan
susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surfacelipids) dapat pula
dilakukan untuk tujuanserupa. Pada akne vulgaris kadar asam lemak
bebas (freefatty acid) meningkat dan karena itu pada pencegahan dan
pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya
(Wasitaatmadja,2008).

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Acne vulgaris bervariasi. Beberapa penelitian
secara klinis telah dilakukan untuk mencari penatalaksanaan yang
sesuai. Penatalasanaan Acne vulgaris terbagi menjadi 2 yaitu
penatalaksanaan secara umum dan secara medikamentosa. Secara umum
yaitu dengan menhindari pemencetan lesi dengan non higienis, memilih
kosmetik yang non komedogenik, dan lakukan perawatan kulit wajah.
Sedangkan secara medikamentosa dibagi menurut derajat keparahan dari
Acne vulgaris itu sendiri.11 Secara teori manajemen Acne vulgaris
yang efektif adalah menurunkan atau mengeliminasi lesi primer secara
klinik yaitu mikrokomedo yang merupakan prekursor untuk semua lesi
Acne vulgaris.

22
Tabel Algoritme Internasional untuk pengobatan AV 4 Derajat
ringan

Derajat ringan Derajat sedang Derajat berat Maintance


Retinoid topikal Retinoid topikal Isotretinoin Retinoid topikal
Benzoil Benzoil Atau retinoid Benzoil
peroksida atau peroksida atau topikal, peroksida atau
antibiotik topikal antibiotik topikal Antibiotik oral antibiotik topikal
Antibiotik oral Terapi hormon
Terapi hormon

Sebagian besar acne ringan sampai sedang membutuhkan terapi


topikal. Acne sedang sampai berat menggunakan kombinasi terapi
topikal dan oral. Terapi acne dimulai dari pembersihan wajah
menggunakan sabun. Beberapa sabun sudah mengandung antibakteri,
misalnya triclosan yang menghambat kokus positif gram. Selainitu juga
banyak sabun mengandung benzoil peroksida atau asam salisilat.

Bahan topikal untuk pengobatan acnesangat beragam. Sulfur,


sodium sulfasetamid,resorsinol, dan asam salisilat, sering ditemukan
sebagai obat bebas. Asam azaleat dengan konsentrasi krim 20 persen
atau gel 15% , memiliki efek antimikroba dankomedolitik, selain
mengurangi pigmentasi dengan berfungsi sebagai inhibitor kompetitif
tirosinase. Benzoil peroksida merupakan antimikroba kuat, tetapi bukan
antibiotik, sehingga tidak menimbulkan resistensi.
Retinoid topikal secara umum bersifat komedolitik dan menghambat
pembentukkan mikrokomedo yang merupakan awal dari AV. Target
kerja retinoid yaitu pada proliferasi abnormal dan diferensiasi keratinosit
serta mempunyai efek antiinflamasi.Retinoid merupakan turunan
vitamin A yang mencegah pembentukan komedo dengan menormalkan
deskuamasi epitel folikular. Retinoid topikal yang utama adalah
tretinoin, tazaroten, dan adapalene.Tretinoin palingbanyak digunakan,

23
bersifat komedolitik dan antiinflamasi poten. Secara umum, semua
retinoid dapat menimbulkan dermatitis kontak iritan. Pasien dapat
disarankan menggunakan tretinoin dua malam sekalipada beberapa
minggu pertama untuk mengurangi efek iritasi. Tretinoin bersifat
photolabile sehingga disarankan aplikasipada malam hari.
Antibiotik spektrum luas banyak digunakan dalam pengobatan akne
vulgaris inflamatori. Pada Akne vulgaris inflamatori dapat ditemukan
papul eritem, pustul, nodul dan kista sedangkan akne vulgaris non
inflamatori hanya terdiri dari komedo. Antibiotik sistemik diberikan
pada akne derajat sedang sampai dengan berat, pada pasien akne
vulgaris yang gagal atau tidak respon terhadap pemberian antibiotik
topikal, dan pada pasien dengan akne vulgaris luas yang mengenai
permukaan tubuh selain wajah.1 Antibiotik sistemik pada akne vulgaris
bekerja sebagai antibakteri, antiinflamasi, dan imunomodulator.
Antibiotik ini terbukti dapat menghambat lipase bakteri dan menurunkan
produksi asam lemak bebas. Terapi antibiotik yang efektif dapat
mengurangi populasi P.acnes sebesar <90%.

Tetrasiklin banyak digunakan untuk acne inflamasi. Meskipun tidak


mengurangi produksi sebum tetapi dapat menurunkan konsentrasi asam
lemak bebasdan menekan pertumbuhan P .acnes. Akantetapi tetrasiklin
tidak banyak digunakan lagi karena angka resistensi P.acnes yang cukup
tinggi. Turunan tetrasiklin yaitu doksisiklin dan minosiklin
menggantikan tetrasiklin sebagai terapi antibiotik oral lini pertama untuk
acne dengan dosis 50-100 mg dua kali sehari. Eritromisin dibatasi
penggunaannya, yaitu hanya pada ibu hamil, karena mudah terjadi
resistensi P.acnes terhadap eritromisin. Resistensi dapat dicegah dengan
menghindari penggunaan antibiotik monoterapi, membatasi lama
penggunaan antibiotik, dan menggunakan antibiotik bersama benzoil
peroksida jika memungkinkan.
Secara in vitro, P. acnes sangat sensitif terhadap beberapa antibiotik
dari golongan yang berbeda, termasuk makrolida, tetrasiklin, penisilin,

24
klindamisin, sefalosporin, trimetoprin, dan sulfonamid. Azitromisin
merupakan antibakterial yang mengandung nitrogen dan merupakan
derivat metal dari eritromisin dengan mekanisme kerja dan penggunaan
yang mirip dengan eritromisin. Waktu paruh dan aktivitas azitromisin
lama karena itu azitromisin tidak membutuhkan dosis harian. Efek
samping azitromisin adalah gangguan gastrointestinal (3%), sakit kepala
(1- 2%), peningkatan enzim liver (<1%), dan penurunan leukosit (1%).

Tetrasiklin banyak digunakan untuk acne inflamasi. Meskipun tidak


mengurangi produksi sebum tetapi dapat menurunkan konsentrasi asam
lemak bebasdan menekan pertumbuhan P .acnes. Akantetapi tetrasiklin
tidak banyak digunakan lagi karena angka resistensi P.acnes yang cukup
tinggi. Turunan tetrasiklin yaitu doksisiklin dan minosiklin
menggantikan tetrasiklin sebagai terapi antibiotik oral lini pertama untuk
acne dengan dosis 50-100 mg dua kali sehari. Eritromisin dibatasi
penggunaannya, yaitu hanya pada ibu hamil, karena mudah terjadi
resistensi P.acnes terhadap eritromisin. Resistensi dapat dicegah dengan
menghindari penggunaan antibiotik monoterapi, membatasi lama
penggunaan antibiotik, dan menggunakan antibiotik bersama benzoil
peroksida jika memungkinkan.
Secara in vitro, P. acnes sangat sensitif terhadap beberapa antibiotik
dari golongan yang berbeda, termasuk makrolida, tetrasiklin, penisilin,
klindamisin, sefalosporin, trimetoprin, dan sulfonamid. Azitromisin
merupakan antibakterial yang mengandung nitrogen dan merupakan
derivat metal dari eritromisin dengan mekanisme kerja dan penggunaan
yang mirip dengan eritromisin. Waktu paruh dan aktivitas azitromisin
lama karena itu azitromisin tidak membutuhkan dosis harian. Efek
samping azitromisin adalah gangguan gastrointestinal (3%), sakit kepala
(1- 2%), peningkatan enzim liver (<1%), dan penurunan leukosit (1%).

Isotretinoin oral adalah obat yang palingefektif untuk acne. Dosis


isotretinoin yang dianjurkan adalah 0,5-1 mg/kg/hari dengan dosis

25
kumulatif 120-150 mg/kg berat badan. Obat ini langsung menekan
aktivitas kelenjar sebasea, menormalkan keratinisasi folikel kelenjar
sebasea, menghambat inflamasi,dan mengurangi pertumbuhan P. Acnes
secara tidak langsung. Isotretinoin paling efektif untuk acne nodulokistik
rekalsitran dan mencegah jaringan parut. Meskipun demikian,
isotretinoin tidak bersifat kuratif untuk acne. Penghentian obat ini tanpa
disertai terapi pemeliharaan yang memadai, akan menimbulkan
kekambuhan acne. Selain itu, penggunaan obat ini harus berhati-hati
pada perempuan usia reproduksi karena bersifat teratogenik.
Penggunaan isotretinoin dan tetrasiklin bersamaan sebaiknya dihindari
karena meningkatkan risiko pseudo tumor serebri.
Suntikan glukokortiokoid intralesi dapatdiberikan untuk lesi acne
nodular dan cepat mengurangi inflamasinya. Risiko tindakan ini adalah
hipopigmentasi dan atrofi. Modalitaslain yang dapat digunakan untuk
mengatasiacne adalah radiasi ultraviolet yang memiliki efek
antiinflamasi terhadap acne. Radiasi UVB atau kombinasi UVB dan
UVA dapat bermanfaat untuk acne inflamasi, tetapi perlu diwaspadai
potensi karsinogeniknya.

2.10 Komplikasi
Papula dan kista dari acne yang lebih dalam akan
meninggalkan parut permanen. Komplikasi berupa jaringan parut
banyak ditemukan pada penderita acne yang memanipulasi sendiri
lesi acne dengan membuka dan mengosongkan isi pustula. Rasa
percaya diri dapat terganggu meski kondisi tidak terlalu buruk.

Komplikasi akibat pengobatan (Price & Wilson, 2006)

a. Agen keratolitik seperti Benzoil peroksida dapat


mengakibatkan kekeringan dan iritasi yang berat jika salah
dalam dosis pemberian

26
b. Tetrasiklin pada anak-anak dibawah 12 tahun
mengakibatkan gigi kuning permanen.
c. Tetrasiklin pada ibu hamil dapat menimbulkan hipoplasia
enamel dan warna gigi kuning pada bayi
d. Pada beberapa orang yang menerima terapi tetrasiklin
muncul gejala fotosensitifitas, candidiasis dan mual.
e. Minosiklin dosis tinggi dapat menimbulkan pusing dan
perubahan warna kulit menjadi kebiruan yang reversibel.
f. Isotretinoin memiliki dampak buruk seperti membuat
depresi, keilitis, sirosis, konjungtivitis dan pengeringan
mukosa hidung dengan perdarahan pada hidung
sertamialgia, artalgia sementara dan penepisan rambut
kepala.
Dermabrasi dapat menimbulkan komplikasi berupa jaringan
parut, hiperpigmentasi dan hipopigmentasi.

2.11 Prognosis
Umumnya prognosis penyakit baik. Akne vulgaris umumnya
sembuh sebelum mencapai usia 30-40an. Jarang terjadi akne vulgaris
yang menetap sampai tua atau mencapai gradasi sangat berat hingga
perlu dirawat inap di rumah sakit. (Wasitaatmadja, 2007)
Prognosis untuk sebagian besar kasus jerawat sangat baik.
Kebanyakan orang mengalami jerawat terburuk mereka selama masa
remaja. Tujuan di semua pengobatan jerawat adalah untuk mencegah
jaringan parut. jerawat parah dibiarkan tidak diobati untuk waktu yang
lama dapat mengakibatkan jaringan parut. Bekas luka dapat muncul
sebagai lubang (biasanya di wajah) atau sebagai besar, bekas luka
bergelombang (biasanya di dada dan punggung). Parut jerawat juga
dapat diobati (Cole, 2014).

27
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Identitas klien
Acne sering dijumpai pada remaja dan dewasa muda, dan
berawal pada masa pubertas. Acne biasanya lebih sering dan parah
pada anak laki-laki. Orang dewasa, terutama wanita, dapat
mengalami acne rekuren.
Acne umum terjadi pada masa remaja, sebanyak 1% pria dan 5%
wanita membutuhkan terapi sampai berusia 40 tahun.
Onset biasanya terjadi saat menginjak remaja. Puncak keparahan
acne terjadi lebih dini pada anak perempuan daripada anak laki-laki.
Pada beberapa orang gangguan ini bisa berlangsung lebih lama,
dengan lesi yang terus berkembang hingga usia dewasa.
Identitas meliputi:
a. Nama
b. Jenis kelamin
c. Usia
d. Pekerjaan
e. Alamat, dan lain-lain

2. Keluhan utama
Seborea, komedo, papula, pustule, nodul, kista, dan jaringan
parut yang tersebar pada muka, leher, punggung, dan dada.
Komedo, papula dan pustule pada bahu, hidung, dagu, dada
bagian atas dan punggung. Dalam kasus yang berat, seluruh wajah
mungkin terlibat dan lesi mungkin menyembuh dengan
pembentukan jaringan parut. Kulit biasanya berminyak.

28
Biasanya keluhan yang dirasa paling mengganggu yaitu adanya
rasa nyeri dan kurangnya rasa percaya diri.

3. Riwayat penyakit sekarang


Klien menceritakan tanda atau gejala atau perubahan yang
dialami dan sejak kapan munculnya acne itu sendiri.
Lesi acne bervariasi tergantung pada waktu. Sebagian besar
pesien menyadari adanya fluktuasi yang besar baik dalam hal jumlah
maupun tingkat keparahan bintik-bintik, sedangkan pada gadis
remaja, hal itu seringkali berhubungan dengan siklus menstruasi.
Keadaan ini sering manjadi bertambah buruk karena adanya tekanan
psikologis.

4. Riwayat penyakit dahulu


Perlu ditanyakan pernah menderita acne atau tidak pada saat
anak-anak. Acne yang khas kadang-kadang timbul pada bayi dan
anak-anak (terutama laki-laki), biasanya usia 3-12 bulan. Walaupun
lesi ini mengihilang sesudah 4-5 tahun, anak remaja sering kembali
mendapatkan gangguan acne yang sangat parah.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Sebagian individu mungkin secara genetis rentan terhadap acne,
yang mungkin berkaitan dengan sensitivitas berlebihan kelenjar
sebasea terhadap androgen.

6. Pola hidup (Life style)


Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu, secara terus-
menerus dalam waktu yang lama dapat menyebabkan suatu bentuk
acne ringan yang terutama terdiri dari komedo tertutup dengan
beberapa lesi pada pipi dan dagu.
Kebiasaan jarang menjaga kebersihan kulit juga dapat memicu
timbulnya acne.

29
7. Pengkajian psikososial
Dalam bukunya, Graham-Rowbin (2005) menjelaskan bahwa
adanya acne dapat membuat hidup menjadi tidak menyenangkan,
dan acne sering sekali terjadi pada orang-orang yang berusia belasan
dan dua puluhan tahun, yang merupakan kelompok umur yang
paling tidak siap menghadapi dampak psikologis acne.

Bagian wajahlah yang paling sering terkena, dan bagi remaja


wajah bernilai penting, yang berkaitan dengan pengembangan citra
dirinya. Dampak psikologis dari acne tidak selalu berhubungan
dengan derajat keparahan sebagaimana yang dianggap orang-orang.
Seorang anak muda bisa menghabiskan waktunya merengungi
nasibnya dengan berlama-lama di depan cermin, tidak peduli apakah
yang tampak di sana hanya beberapa bintik atau ratusan.

8. Pemeriksaan fisik
a. Warna
Bila muncul komedo, warnanya tergantung dari tipenya,
yaitu tertutup (whitehead) dan terbuka (blackhead). Komedo
tertutup lebih mudah diraba dan dilihat. Sedangkan komedo
tertutup adalah folikel rambut yang tertutup dan melebar, tetapi
tidak jelas apa penyebab bercak-bercak hitam yang khas itu.

Pada sebagian besar klien acne, timbul papula dan pustula.


Papula dan pustula dikenal baik sebagai bintik-bintik merah atau
pustula dengan dasar yang kemerahan.

Bila sembuh, lesi dapat meninggalkan eritema dan


hiperpigmentasi pasca inflamasi.

b. Moisture

30
Kelembapan kulit yang dikaji adalah tingkat hidrasi kulit
terhadap basah dan minyak. Tanda fisik pertama yang perlu
diperhatikan adalah wajah dan tubuh bagian atas menjadi sangat
berminyak akibat peningkatan produksi sebum

Walaupun hal ini normal terjadi pada masa pubertas, tetapi


pada akne produksi sebum sangat berlebihan.

c. Temperatur
Dikaji dengan dorsal tangan. Pada area yang terdapat lesi,
suhunya lebih tinggi daripada area kulit yang lainnya. Hal ini
disebabkan karena adanya proses inflamasi pada lesi tersebut.

d. Texture
Palpasi tekstur kulit dengan menekan secara lembut dengan
ujung jari . Pada acne, ada lesi superficial yang biasanya muncul
5 sampai 10 hari dan tidak menimbulkan bekas, tapi lesi yang
lebih besar biasanya sampai berminggu-minggu dan
menimbulkan bekas.

e. Turgor
Cara mengkajinya adalah dengan mengukur seberapa lama
kulit dan jaringan dibawahnya kembali ke bentuk awal setelah
ditarik. Biasanya pada kasus acne, turgor kulit normal yaitu < 3
detik.

f. Edema
Edema adalah penumpukan cairan yang berlebihan dalam
jaringan. Area edema dipalpasi untuk menentukan konsistensi,
temperature, bentuk, mobilisasi. Biasanya pada kasus acne, tidak
ditemukan edema.

g. Odor

31
Biasanya apabila lesi acne dipencet, akan mengeluarkan
cairan yang berbau.

h. Lesi
Akan terbentuk lesi (polimorf). Lesi yang khas adalah
komedo. Bila terjadi peradangan akan terbentuk papula, pustula,
nodul, dan kista. Bila sembuh, lesi dapat meninggalkan eritema
dan hiperpigmentasi pasca inflamasi, bahan dapat terbentuk
sikatrik seperti cetakan es yang atrofik dan keloid. Lesi terutama
timbul di daerah yang banyak mempunyai kelenjar palit, seperti
muka, punggung, leher, dada, bahu, dan telinga.

4.2 Analisa Data


Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DS: Klien mengeluh Androgen merangsang Nyeri akut
nyeri pada area acne. prosuksi sebum
Wajah klien tampak
meringis. Folikel rambut
terutama yang
DO: mengandung kelenjar
P: Nyeri dirasakan sebasea besar (pada
saat acne telah wajah, leher, dada, dan
memerah. punggung) menjadi
Q: Tumpul tersumbat
R: Pada area
terbentuknya acne. Di dalam folikel ini,
S: 5 (1-10) bakteri anaerob obligat
T: Sewaktu-waktu (Propionibacterium
acnes) mengadakan

32
proliferasi

Organisme ini bereaksi


pada sebum,
mengeluarkan zat-zat
kimia yang
menyebabkan
peradangan

Zat-zat kimia tersebut


bocor ke dermis di
sekitarnya

Tubuh memberikan
respon inflamasi yang
intensif

Nyeri akut

DS: Klien Terbentuknya seborea, Kerusakan integritas


mengatakan adanya komedo, papula, kulit
komedo dan kulit pustule, nodul
tidak rata
DO: Tampak ada Setelahsembuh
jaringan sikatrik
seperti cetakan es Terbentuk sikatrik
yang atrofik dan seperti cetakan es yang
keloid. atrofik dan keloid

Kerusakan integritas
kulit

33
DS: Klien Terbentuknya seborea, Risiko infeksi
mengatakan adanya komedo, papula,
kemerahan pada kulit pustule, nodul
DO: Tampak
kemerahan pada kulit Inflamasi
disekitar acne
Klien cenderung
memanipulasi lesi

Risiko infeksi

DS: Klien mengeluh Acne Gangguan citra tubuh


tidak percaya diri
dengan Perubahan tampilan
penampilannya saat wajah
ini.
Rasa percaya diri
DO: Seorang anak terganggu
muda bisa
menghabiskan Gangguan citra tubuh
waktunya merenungi
nasibnya dengan
berlama-lama di
depan cermin

4.3 Diagnosa
a. Nyeri akut b.d terbentuknya seborea, komedo, papula, pustule,
nodul, inflamasi secara sekunder.
b. Kerusakan integritas kulit b.d terbentuknya sikatrik seperti
cetakan es yang atrofik dan keloid.

34
c. Risiko infeksi b.d peradangan akut akibat manipulasi lesi.
d. Gangguan citra tubuh b.d rasa malu dan frustrasi terhadap
tampilan diri.

4.4 Intervensi
a. Nyeri akut b.d terbentuknya seborea, komedo, papula, pustule,
nodul, inflamasi secara sekunder.
Tujuan : Dalam jangka waktu 3x24 jam setelah
dilakukan
perawatan, rasa nyeri berkurang.
Kriteria hasil :
- Klien bebas nyeri
- Skala nyeri 0
- Tidak ada tanda-tanda peradangan
Intervensi:

Intervensi Rasional
Kaji tipe, lokasi nyeri perhatikan Berguna dalam intervensi
intensitas pada akala 0-10 selanjutnya
Berikan waktu untuk ekspresi Ekspresi masalah atau rasa takut
perasaan dalam tingkat menurunkan ansietas atau siklus
kemampuan berkomunikasi nyeri
Dorong menggunakan teknik Meningkatkan relaksasi,
manajemen stress. memfokuskan kembali perhatian
dan dapat meningkatakan
kembali kemampuan koping
menghilangkan nyeri

b. Kerusakan integritas kulit b.d terbentuknya sikatrik seperti


cetakan es yang atrofik dan keloid.

35
Tujuan : Dalam jangka waktu 2x24 jam setelah
dilakukan
perawatan, lesi sembuh dengan pembentukan
jaringan parut minimal.

Kriteria hasil : Jaringan parut tidak ada/minimal.

Intervensi :

Intervensi Rasional

Bersihkan kulit dengan cermat Dapat mengurangi sebum dan


menggunakan sabun untuk kulit kontaminasi bakteri di kulit.
berminyak/sabun antibakteri dan
air bersih.

Beritahukan klien untuk tidak Manipulasi lesi akan


memanipulasi pada lesi. memunculkan jaringan parut
yang lebih parah.

Kolaborasi: pemberian obat Untuk mengeliminasi dan


secara topical mengurangi proliferasi P. acnes.

c. Risiko infeksi b.d peradangan akut akibat manipulasi lesi.


Tujuan : Selama dilakukan perawatan, tidak terjadi
tanda-tanda infeksi.
Kriteria hasil :
- Tanda-tanda infeksi tidak ada
- TTV dalam batas normal
Intervensi :
Intervensi Rasional
Kaji tanda-tanda infeksi. Untuk menentukan intervensi
selanjutnya yang akan dilakukan.
Pertahankan teknik aseptic saat Untuk meminimalkan risiko

36
perawatan luka. terjadinya infeksi.
Berikan HE kepada klien untuk Manipulasi acne dapat
tidak memanipulasi acne. menimbulkan lesi bertambah
parah.

d. Gangguan citra tubuh b.d rasa malu dan frustrasi terhadap


tampilan diri.
Tujuan : Dalam jangka waktu 2x 24 jam setelah
dilakukan
perawatan, klien tidak merasa malu dengan
tampilan diri, dapat berinteraksi yang normal
dengan orang lain
Kriteria hasil :
- Dapat berinteraksi dengan orang lain.
- Dapat menerima kondisi penyakitnya.

Intervensi :
Intervensi Rasional
Kaji persepsi klien dan Klien yang memandang acne
pandangannya terhadap acne sebagai cacat kulit biasanya tidak
toleransi terhadap tampilan diri,
sedangkan klien yang
memandang acne sebagai
penyakit yang normal dan
fisiologis dapat menerima konsep
diri dan tidak beresiko terganggu
konsep diri.
Perhatikan perilaku menarik diri, Mengidentifikasi kebutuhan
membicarakan diri tertang hal untuk interfensi
negatif
Tanyakan nama panggilan klien Menunjukan penghargaan dan

37
pengakuan personal
Dorong pengungkapan perasaan, Orang terdekat memulai
merima apa yang dikatakan penerimaan perubahan dan
mengurangi ansietas mengenai
perubahan citra diri

38
BAB IV
PENUTUP
1.1 Simpulan
Acne adalah reaksi peradangan dalam folikel sebasea yang pada
umumnya dan biasanya disertai dengan pembentukan papula, pustula,
dan abses terutama di daerah yang banyak mengandung kelenjar
sebasea, seperti muka, dada, dan punggung bagian atas. Penyebab dari
acne adalah perubahan hormon, perubahan iklim dan cuaca, serta
herediter. Manifestasi acne adalah terbentuknya lesi yang sering disebut
komedo. Komplikasi yang muncul adalah banyak jaringan parut yang
ditimbulkan. Prognosis akan sembuh ketika usia 30-40 tahun.

1.2 Saran
Mahasiswa dapat melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik
pada pasien dengan acne.

39
DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, P., danSukardi, E., 1988, Kapita Selekta Dermato-Venerologi,


Akne Vulgaris, EGC, Jakarta, Hal : 132-135.

Arndt, Kenneth A. 2002. Manual of Dermatologic Therapeutics. USA:


Lippincott.

Goldberg, David J & Berlin, Alexander L. 2012. Acne and


RosaceaEpidemiology, Diagnosis, and Treatment. London: Manson
Publishing.

Brown Graham & Burns Tony, (2005).Dermatologiedisi 8.Jakarta :Erlangga

Brunner &Suddarth, (2002).Buku ajar keperawatanmedikalbedahedisi 8 vol.


3.Jakarta : EGC
Brown, RG dan Tony Burns. 2005. Dermatologied 8. Jakarta: EMS.

Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-9.

Djuanda, Adhi. 2005. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin.
Edisi4. Jakarta :FKI

Strauss, J. S., 1991, Acne & Rosacea, Dermathology, Ed. Milton Orkin,
dkk., firs edition, Alarge Medical Book, Hall International Inc.,
Minnesota, Hal : 332-339.
Wasitaatmadja, S., 2002, Akne, ErupsiAkneiformis, Rosasea, Rinofema,
IlmuPenyakitkulit Dan Kelamin, Ed. AdhiDjuanda, Edisi ke-3,
Cetakulang 2002 denganperbaikan, FKUI, Hal :235-241.

40

Anda mungkin juga menyukai