Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah


Kosmetik pemutih merupakan suatu sediaan atau paduan bahan yang digunakan pada
bagian luar badan yang berfungsi untuk mencerahkan atau merubah warna kulit sehingga
menjadikan kulit putih bersih dan bersinar (Amalia, 2011). Kemajuan teknologi telah
memberikan asumsi kepada masyarakat bahwasanya kulit putih menjadi sebuah kulit
yang amat sangat diminati dan mengagumkan. Sehingga, produk serta perawatan pemutih
yang ditawarkan sangat laku di pasaran. Maraknya produk pemutih wajah yang muncul
di pasaran memicu tren di kalangan remaja untuk memiliki kulit yang putih agar
dianggap cantik. Hal tersebut dapat mempengaruhi konsep diri remaja, yaitu dengan
menggunakan kosmetik pemutih untuk tampil sempurna dihadapan umum (Azhara &
Khasanah, 2011).
Padahal kosmetik pemutih sekarang banyak terdapat zat bebahaya seperti
hydroquinone, mercury, tretinoin, rhodamin B. Dari tinjauan nyata yang dilakukan oleh
Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), kebanyakan produk kosmetik yang
beredar itu termasuk obat. Seperti zat hydroquinone yang dipakai untuk pemutih, hanya
boleh dipakai sebanyak 2% saja. Apabila ada produk kosmetik yang mengandung zat
hydroquinone lebih dari 2%, maka itu termasuk obat (Azhara & Khasanah, 2011).
Remaja saat ini tampaknya masih belum paham akan risiko penggunaan kosmetik
pemutih sehingga masih saja muncul kasus-kasus kelainan kulit karena penggunaan
kosmetik pemutih yang salah dan berlebihan. Kelainan kulit juga terjadi 2 akibat
penggunaan kosmetik pemutih yang tidak sesuai dengan jenis kulit pengguna sehingga
timbul alergi. Kejadian yang paling banyak adalah ingin mencerahkan wajah tapi
hasilnya malah menjadi hitam karena penggunaan kosmetik pemutih yang tidak tepat,
berberlebihan, serta penggunaan yang tidak sesuai dengan aturan pemakaian (Ratnadita,
2012).
Lebih dari 15.000 orang di Jepang mengalami bintik-bintik di kulit akibat bahan
kimia yang terkandung dalam krim pemutih. Sebuah produsen raksasa kosmetik di
Jepang menerima 15.192 keluhan dari pengguna jepang yang memakai 54 produk
mengandung bahan kimia pemutih “Rhododenol”. Sepertiga keluhan tersebut berasal dari
orang-orang dengan gejala serius seperti sedikitnya tiga bintik atau satu bercak yang
mengalami perubahaan warna kulit dengan diameter berukuran lima sentimeter. Lebih
dari 70 orang di luar negeri melaporkan reaksi yang serupa, 54 dari mereka di Taiwan
dan lainnya di Hong Kong, Korea Selatan dan Thailand (Antara, 2013). Sebuah data yang
saya peroleh dari salah satu klinik kecantikan yang berada di Ponorogo dalam satu bulan
pasien dengan keluhan kerusakan kulit akibat kosmetik pemutih kurang lebih sebanyak
60 pasien. Dari wawancara yang dilakukan pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Akuntansi semester 2 di Universitas Muhammadiyah Ponorogo tentang dampak
penggunaan kosmetik pemutih, ternyata 6 dari 10 mahasiswa pernah mengalami iritasi,
wajah terasa panas, kemerahan serta kulit mengelupas akibat penggunaan kosmetik
pemutih baik kosmetik yang banyak di jual dipasaran maupun produk perawatan dokter
kecantikan.
Banyaknya kosmetik pemutih yang berbahaya membuat kulit wajah menjadi
mengelupas dan tipis sehingga kulit menjadi lebih sensitif karena kulit yang tipis dekat
dengan saraf dan pembuluh darah, dalam penggunaan jangka pendek zat ini akan
memberikan reaksi kemerahan, iritasi dan rasa terbakar karena kulit kehilangan lapisan
demi lapiasan kulit akibat mengelupas. Sedangkan bila digunakan dalam jangka waktu
lama akan terakumulasi di dalam tubuh dan menjadi racun, karena 30%-60% akan
diserap tubuh. Zat ini juga bekerja dengan menghambat pembentukan melanin (zat
pigmen kulit), padahal melanin dibutuhkan untuk melindungi kulit dari pengaruh sinar
matahari yang berupa ultraviolet (UV) yang berbahaya bagi kesehatan kulit. Kulit yang
memiliki kadar melanin yang sedikit dan terus terpapar dengan sinar UV lama kelaman
akan muncul bintikbintik hitam atau kecoklatan sebagai tanda kulit mengalami kematian
jaringan dan bila meluas bisa menyebabkan kanker kulit (Azhara & Khasanah, 2011).
Bagi pengguna kosmetik, sebaiknya teliti dan berhati-hati dalam memilih kosmetik,
ciri-ciri kosmetik produk pemutih yang berbahan berbahaya seperti merkuri umum
tampak pearly (putih mengkilap). Oleh karena itu, dibutuhkan kecermatan yang lebih
dalam pemilihan kosmetik pemutih bagi para konsumen. Berikut tips agar tehindar dari
reaksi negatif penggunaan kosmetik pemutih : 1) Mengenal jenis kulit kita 2) Jangan
mudah tergiur dengan harga kosmetik yang murah dan menjanjikan kulit putih dalam
waktu singkat 3) Membaca label atau kandungan zat yang terdapat dalam produk
kosmetik pemutih 4) bertanya pada orang yang ahli dan mengetahui tentamg pemutih dan
efeknya. 5) Hati-hati dalam membeli dan memilih 4 produk kosmetik yang tampak
mengkilat, karena bisa saja mengandung bahan aktif pemutih seperti (HG) merkuri. 6)
Menghindari kosmetik yang memiliki bau harum yang berlebih. 7) Jangan membeli
kosmetik yang tidak ada nomor pendaftaran dari Depkes atau BPOM (Azhara &
Khasanah, 2011).
1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengetahuan remaja tentang dampak buruk
penggunan kosmetik pemutih di Universitas Muhammadiyah Ponorogo?”
1.3 Tujuan penelitian Mengetahui pengetahuan remaja tentang dampak buruk
penggunaan kosmetik pemutih di Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

http://eprints.umpo.ac.id/906/2/BAB%20I.pdf
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal

Muskuloskeletal terdiri atas :

  Muskuler/Otot             : Otot, tendon,dan ligamen

  Skeletal/Rangka          : Tulang dan sendi

1. Muskuler/Otot

    1.1 Otot

         Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi. Terdapat lebih
dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot tersebut dilekatkan pada tulang-
tulang kerangka tubuh oleh tendon, dan sebagian kecil ada yang melekat di bawah permukaan
kulit.

i. Fungsi sistem muskuler/otot:


a.  Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat dan
bergerak dalam bagian organ internal tubuh.
b. Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka dan
mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap
gaya gravitasi.
c. Produksi panas. Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan panas untuk
mepertahankan suhu tubuh normal.
ii. Ciri-ciri sistem muskuler/otot:
a. Kontrakstilitas. Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau tidak
melibatkan pemendekan otot.
b. Eksitabilitas. Serabut otot akan merespons dengan kuat jika distimulasi oleh impuls
saraf.
c. Ekstensibilitas. Serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang melebihi panjang
otot saat rileks.
d. Elastisitas. Serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah berkontraksi atau
meregang.

iii. Jenis-jenis otot

a) Otot rangka, merupakan otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka.

  - Serabut otot sangat panjang, sampai 30 cm, berbentuk silindris dengan lebar berkisar
antara 10 mikron sampai 100 mikron.

-  Setiap serabut memiliki banyak inti yang tersusun di bagian perifer.

-  Kontraksinya sangat cepat dan kuat.

Struktur Mikroskopis Otot Skelet/Rangka

b)    Otot skelet disusun oleh bundel-bundel paralel yang terdiri dari serabut-serabut
berbentuk silinder yang panjang, disebut myofiber /serabut otot.

-    Setiap serabut otot sesungguhnya adalah sebuah sel yang mempunyai banyak nukleus
ditepinya.

-      Cytoplasma dari sel otot disebut sarcoplasma yang penuh dengan bermacam-macam
organella, kebanyakan berbentuk silinder yang panjang disebut dengan myofibril.

-      Myofibril disusun oleh myofilament-myofilament yang berbeda-beda ukurannya :

-       yang kasar terdiri dari protein myosin

-       yang  halus terdiri dari protein aktin/actin.

c)     Otot Polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapat
ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba,
seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah.

 Serabut otot berbentuk spindel dengan nukleus sentral.


 Serabut ini berukuran kecil, berkisar antara 20 mikron (melapisi pembuluh darah) sampai
0,5 mm pada uterus wanita hamil.
 Kontraksinya kuat dan lamban.

Struktur Mikroskopis Otot Polos

•      Sarcoplasmanya terdiri dari myofibril yang disusun oleh myofilamen-myofilamen.

a. Jenis otot polos

Ada dua kategori otot polos berdasarkan cara serabut otot distimulasi untuk berkontraksi.

Otot polos unit ganda ditemukan pada dinding pembuluh darah besar, pada jalan udara besar
traktus respiratorik, pada otot mata yang memfokuskan lensa dan menyesuaikan ukuran pupil
dan pada otot erektor pili rambut.

b. Otot polos unit tunggal (viseral) ditemukan tersusun dalam lapisan dinding organ
berongga atau visera. Semua serabut dalam lapisan mampu berkontraksi sebagai satu unit
tunggal. Otot ini dapat bereksitasi sendiri atau miogenik dan tidak memerlukan stimulasi saraf
eksternal untuk hasil dari aktivitas listrik spontan.

c.  Otot Jantung

- Merupakan otot lurik

 Disebut juga otot seran lintang involunter

•       Otot ini hanya terdapat pada jantung

•       Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga mempunyai masa
istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.

Struktur Mikroskopis Otot Jantung

•       Mirip dengan otot skelet

Kerja Otot

-   Fleksor (bengkok) >< Ekstentor (meluruskan)

-   Supinasi(menengadah) >< Pronasi (tertelungkup)


-   Defresor(menurunkan) >< Lepator (menaikkan)

-   Sinergis (searah) >< Antagonis (berlawanan)

-   Dilatator(melebarkan) >< Konstriktor (menyempitkan)

-   Adduktor(dekat) >< Abduktor (jauh)

1.2 Tendon

Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, yang terbuat dari
fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulang dengan otot atau otot dengan
otot.

1.3 Ligamen

Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang merupakan jaringan elastis
penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkus tulang dengan tulang yang diikat
oleh sendi.Beberapa tipe ligamen :

-    Ligamen Tipis

      Ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan ligament kolateral yang ada di siku
dan lutut. Ligamen ini memungkinkan terjadinya pergerakan.

-    Ligamen jaringan elastik kuning.

Merupakan ligamen yang dipererat oleh jaringan yang membungkus dan memperkuat sendi,
seperti pada tulang bahu dengan tulang lengan atas

2. Skeletal

    2.1 Tulang/ Rangka

        Skeletal disebut juga sistem rangka, yang tersusun atas tulang-tulang. Tubuh kita memiliki
206 tulang yang membentuk rangka. Bagian terpenting adalah tulang belakang.

Fungsi Sistem Skeletal :


1.        Memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis.

2.        Membentuk kerangka yang yang berfungsi untuk menyangga tubuh dan otot-otot
yang.

3.        Melekat pada tulang

4.        Berisi dan melindungi sum-sum tulang merah yang merupakan salah satu jaringan
pembentuk darah.

5.        Merupakan tempat penyimpanan bagimineral seperti calcium daridalam darah


misalnya.

6. Hemopoesis

Struktur Tulang

- Tulang terdiri dari sel hidup yang tersebar diantara material tidak hidup (matriks).

- Matriks tersusun atas osteoblas (sel pembentuk tulang).

- Osteoblas membuat dan mensekresi protein kolagen dan garam mineral.

- Jika pembentukan tulang baru dibutuhkan, osteoblas baru akan dibentuk.

- Jika tulang telah dibentuk, osteoblas akan berubah menjadi osteosit (sel tulang dewasa).

- Sel tulang yang telah mati akan dirusak oleh osteoklas (sel perusakan tulang).

Jaringan tulang terdiri atas :

a Kompak (sistem harvesian à matrik dan lacuna, lamella intersisialis)

b.Spongiosa (trabecula yang mengandung sumsum tulang dan pembuluh darah)

Klasifikasi Tulang berdasarkan penyusunnya

1.   Tulang Kompak

a.   Padat, halus dan homogen


b.   Pada bagian tengah terdapat medullary cavity yang mengandung ’yellow bone
marrow”.

c.   Tersusun atas unit : Osteon à Haversian System

d.   Pada pusat osteon mengandung saluran (Haversian Kanal) tempat  pembuluh darah
dan saraf yang dikelilingi oleh lapisan konsentrik (lamellae).

e.   Tulang kompak dan spongiosa dikelilingi oleh membran tipis yang disebut periosteur,
membran ini mengandung:

- Bagian luar percabangan pembuluh darah yang masuk ke dalam tulang

-  Osteoblas

2.   Tulang Spongiosa

a.   Tersusun atas ”honeycomb” network yang disebut trabekula.

b.   Struktur tersebut menyebabkan tulang dapat menahan tekanan.

c.   Rongga antara trebakula terisi ”red bone marrow” yang mengandung pembuluh darah
yang memberi nutrisi pada tulang.

d.   Contoh, tulang pelvis, rusuk,tulang belakang, tengkorak dan pada ujung tulang lengan
dan paha.

Klasifikasi Tulang berdasarkan Bentuknya

1.      Tulang panjang, contoh: humerus, femur, radius, ulna

2.      Tulang pendek, contoh: tulang pergelangan tangan dan pergelangan kaki

3.      Tulang pipih, contoh: tulang tengkorak kepala, tulang rusuk dan sternum

4.      Tulang tidak beraturan: contoh: vertebra, tulang muka, pelvis

Pembagian Sistem Skeletal

1.    Axial / rangka aksial, terdiri dari :


a. tengkorak kepala / cranium dan tulang-tulang muka

b.  columna vertebralis / batang tulang belakang

c. costae / tulang-tulang rusuk

d. sternum / tulang dada

2.    Appendicular / rangka tambahan, terdiri dari :

 Tulang extremitas superior

a.       korset pectoralis, terdiri dari scapula (tulang berbentuk segitiga) dan clavicula
(tulang berbentuk lengkung).

b.      lengan atas, mulai dari bahu sampai ke siku.

c.       lengan bawah, mulai dari siku sampai pergelangan tangan.

d.      tangan

Tulang extremitas inferior: korset pelvis, paha, tungkai bawah, kaki.

  2.2 Sendi

Persendian adalah hubungan antar dua tulang sedemikian rupa, sehingga dimaksudkan
untuk memudahkan terjadinya gerakan.

1.      Synarthrosis (suture)

Hubungan antara dua tulang yang tidak dapat digerakkan, strukturnya terdiri atas
fibrosa. Contoh: Hubungan antara tulang di tengkorak.

2.      Amphiarthrosis

Hubungan antara dua tulang yang sedikit dapat digerakkan, strukturnya adalah kartilago. Contoh:
Tulang belakang

3.      Diarthrosis
Hubungan antara dua tulang yang memungkinkan pergerakan, yang terdiri dari struktur sinovial.
Contoh: sendi peluru (tangan dengan bahu), sendi engsel (siku), sendi putar (kepala dan leher),
dan sendi pelana (jempol/ibu jari).

B. Konsep Penyakit (LP kasus)

1.    Definisi Alergi
a. Menurut KBBI3, alergi merupakan perubahan reaksi tubuh thd kuman-kuman
penyakit atau keadaan sangat peka terhadap penyebab tertentu (zat, makanan, serbuk, keadaan
udara, asap, dsb) yang dalam kadar tertentu tidak membahayakan untuk sebagian besar orang
b. Alergi adalah reaksi sistem kekebalan tubuh yang berlebihan terhadap benda asing
tertentu yang disebut alergen. Alergen sebenarnya adalah zat yang tidak berbahaya bagi tubuh.
Alergen masuk ke tubuh bisa melalui saluran pernapasan, dari makanan, melalui suntikan atau
bisa juga timbul akibat adanya kontak dengan kulit.
c.  Alergi adalah respon abnormal dari sistem kekebalan tubuh. Orang-orang yang memiliki
alergi memiliki sistem kekebalan tubuh yang bereaksi terhadap suatu zat biasanya tidak
berbahaya di lingkungan.
d. Hipersensitifitas atau alergi dapat didefinisikan sebagai setiap reaksi imunologi yang
menghasilkan kerusakan jaringan dalam individu.
e. Menurut Van Pirquet ( 1906 ) Hipersensitifitas atau alergi adalah suatu keadaan yang
disebabkan oleh reaksi imunologik spesifik yang ditimbulkan oleh alergen sehingga terjadi
gejala – gejala patologis.
f. Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang
menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya
nonimunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau
bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan
hipersensitivitas tersebut disebut allergen.
g. Alergi merupakan reaksi seseorang yang menyimpang terhadap kontak atau pajanan zat
asing (allergen), dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis. Allergen tersebut untuk
kebanyakan orang dengan kontak atau pajanan yang sama tidak menimbulkan reaksi dan tidak
menimbulkan penyakit
h. Penyakit alergi adalah golongan penyakit dengan ciri peradangan yang timbul akibat reaksi
imunologis terhadap lingkungan. Walaupun factor lingkungan merupakan factor penting, factor
genetik dalam manifestasi alergi tidak dapat di abaikan. Adanya alergi terhadap suatu allergen
tertentu menunjukan bahwa seseorang pernah terpajan dengan allergen tersebut sebelumnya.
i. Kesimpulannya suatu alergi merujuk pada suatu reaksi berlebihan oleh sistim imun kita
sebagai tanggapan pada kontak badan dengan bahan-bahan asing tertentu. Berlebihan karena
bahan-bahan asing ini umumnya dipandang oleh tubuh sebagai sessuatu yang tidak
membahayakan dan tidak terjadi tanggapan pada orang-orang yang tidak alergi. Tubuh-tubuh
dari orang-orang yang alergi mengenali bahan asing itu dan sebagian dari sistim imun diaktifkan.
Bahan-bahan alergi disebut "allergens".
2.    Epidemiologi
Tidak, tidak semua orang memiliki alergi. Orang-orang mewarisi kecenderungan untuk
menjadi alergi, meskipun tidak ke alergen tertentu. Bila salah satu orangtua alergi, anak mereka
memiliki kesempatan 50% memiliki alergi. Risiko itu melompat hingga 75% jika kedua orang
tua memiliki alergi.
Epidemilogi penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering di jumpai di masyarakat.
Diperkirakan 10-20% penduduk pernah atau sedang menderita penyakit tersebut alergi dapat
menyerang setiap organ tubuh tetapi organ yang sering terkena adalah saluran nafas,kulit,saluran
pencernaan (syamsuridjal,1994)

a.  Diperkirakan sekitar 50 juta penduduk Amerika dipengaruhi oleh kondisi-kondisi alergi.


b. Biaya dari alergi di Amerika adalah lebih dari US$ 10 milyar setiap tahunnya.
c. Alergi rhinitis (alergi hidung) mempengaruhi sekitar 35 juta penduduk Amerika, 6 juta
darinya adalah anak-anak.
d. Asma mempengaruhi 15 juta penduduk Amerika, 5 juta darinya adalah anak-anak.
e. Angka dari kasus-kasus asma berlipat ganda selama 20 tahun terakhir.

3.    Etiologi
Alergi menunjuk pada reaksi berlebihan oleh sistem imun kita sebagai tanda penolakan
dari bahan-bahan asing tertentu. Tubuh dari orang-orang yang alergi mengenali bahan asing itu
dan sebagian dari sistem imun diaktifkan. Bahan-bahan alergi tersebut disebut allergens. Contoh
allergens yaitu serbuk sari, tungau, jamur-jamur, dan makanan-makanan.
Zat yang paling sering menyebabkan alergi adalah serbuk tanaman (jenis rumput tertentu, jenis
pohon yang berkulit halus dan tipis, serbuk spora, penisilin), seafood, telur, kacang (kacang
panjang, kacang tanah, kacang kedelai dan kacang-kacangan lainnya), susu, jagung dan tepung
jagung, sengatan serangga (bulu binatang kecoa dan kutu) dan debu dan kutu. Yang juga tidak
kalah sering adalah zat aditif pada makanan, penyedap, pewarna dan pengawet.
Selain bahan-bahan tersebut penyebab alergi yang sering dijumpai yaitu penggunaanobat-
obatan dan zat-zat kimia.
Secara umum penyebab dari terjadinya alergi belum dapat dijabarkan secara jelas namun adapun
beberapa factor yang menyebabkan adalah:
a.   Jenis makanan tertentu, vaksin dan obat-obatan, bahan berbahan dasar karet, aspirin, debu,
bulu binatang, dan lain sebagainya.
b.   Sengatan lebah, gigitan semut api, penisilin’ kacang-kacangan. Biasanya reaksi yang
ditimbulkan akan berlebihan dan bisa mengakibatkan rius di sekujur tubuh.
c.   Penyebab minor; suhu udara panas ataupun dingin, dan kadar emosi yang berlebihan.
Sering kali, allergen secara spesifik sukar untuk diidentifikasi meskipun di masa lampau
pernah mengalami gejala serupa.
Cara lain pengelompokan jenis allergen dapat sebagai berikut:
a.    Didalam Udara Yang Kita Napas
i. Serbuk sari: pohon-pohon, rumput-rumput, dan/atau rumput-rumput liar
ii. Tungau
iii.Protein-protein binatang: dander, kulit, dan/atau urin
iv  Spora-spora jamur
v.  Bagian-bagian serangga: kacoa-kacoa
b.    Didalam Apa Yang Kita Makan
i. Makanan: Makanan yang paling umum yang menyebabkan reaksi-reaksi alergi adalah
susu sapi, ikan, kerang-kerangan, telur-telur, kacang-kacangan, kacang-kacang tumbuhan,
kedele, dan gandum.
ii. Obat-obatan (ketika diminum): contohnya, antibiotik-antibiotik dan aspirin
c.    Menyentuh kulit Kita
i. Latex (menyebabkan reaksi-reaksi IgE dan non-IgE)
ii. Tumbuh-tumbuhan (poison ivy and oak)
iii. Zat pewarna (Dyes)
iv.Bahan-bahan kimia
v .Logam-logam (nickel)
vi.  Kosmetik-Kosmetik
d.    Yang Disuntikkan Kedalam Tubuh
i. Racun serangga
ii. Obat-obatan
iii. Vaksin-vaksin (termasuk suntikan alergi)
iv. Hormon-hormon (contohnya, insulin)
4.    Klasifikasi
Terdapat empat jenis reaksi alergi atau yang biasa disebut dengan reaksi hipersensitifitas.
Berikut jenis – jenis Reaksi Hipersensitifitas :
a.    Reaksi Hipersensitifitas tipe I ( reaksi atopik atau anafilatik )
Ini merupakan reaksi alergi yang diperantarai oleh antibodi IgE. Pada reaksi tipe I, antigen
terikat ke antibodi IgE. Kompleks IgE – Antigen menyebabkan degranulasi sel mast dan
pelepasan histamin, serta mediator peradangan lainnya. Mediator ini menyebabkan vasodilatasi
perifer dan pembengkakan ruang interstisium. Gejala – gejala bersifat spesifik bergantung pada
dimana respon alergi tersebut berlangsung. Pengikatan antigen di saluran hidung
menyebabkan  rinitis alergi disertai kongesti hidung dan peradangan jaringan, sementara
pengikatan antigen disaluran cerna mungkin menimbulkan diare atau muntah.
Suatu reaksi hipersnsitivitas tipe I yang parah adalah reaksi anafilaktik. Anafilaktik
melibatkan respon cepat IgE. Sel mast setelah perjalanan ke suatu antigen dimana individu
sangat peka terhadapnya. Dapat terjadi dilatasi seluruh sistem pembuluh akibat histamin
sehingga tekanan darah kolaps. Penurunan hebat tekanan darah selama reaksi anafilaktik disebut
syok anafilaktik. Karena histamin adalah konstriktor kuat bagi otot polos bronkiolus, maka
anafilaksisjuga merupakan penutupan saluran napas. Anafilaksis sebagai respon terhadap obat
misalnya penisilin atau sebagi respon terhadap sengatan lebah dan bersifat fatal pada orang yang
sangat peka.
b.    Reaksi Hipersensitifitas tipe II ( reaksi sitotoksik atau sitolitik )
Hal ini terjadi sewaktu antibodi IgG atau IgM menyerang antigen – antigen jaringan. Reaksi
tipe II terjadi akibat hilangnya toleransi diri dan dianggap suatu reaksi autoimun, sel – sel sasaran
biasanya dihancurkan. Pada reaksi tipe II, pengikatan antibodi – antigen menyebabkan
pengaktifan komplemen, degranulasi sel mast, oedema, kerusakan jaringan, dan lisis sel. Reaksi
tipe II menyebabkan fagositosis sel – sel penjamu oleh makrofag.
Contoh – contoh penyakit autoimun tipe II :
i. Penyakit grave dimana terjadi pembentukan antibodi terhadap kelenjar tiroid.
ii. Anemia hemolitik autoimun dimana antibodi dibentuk terhadap sel darah merah.
iii. Reaksi tranfusi yang melibatkan pembentukan antibodi terhadap sel darah kotor.
iv. Purpura trombositopenik autoimun dimana terjadi pembentukan antibodi terhadap
trombosit.
c.    Reaksi Hipersensitifitas tipe III ( reaksi Arthus atau komplek toksik )
Terjadi sewaktu komplek antigen – antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap di
pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi disini biasanya jenis IgG. Antibodi tidak
ditunjukan kepada jaringan tersebut tetapi terperangkap di dalam jaringan kapilernya. Reaksi tipe
III mengaktifkan komplemen yang kemudian melepaskan macrophage chemotaktik factor.
Macrophage yang dikerahkan ke tempat tersebut akan merusak jaringan sekitar tempat tersebut.
Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel – sel yang rusak sehingga
terjadi pelepasan enzim – enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus
peradangan berlanjut.
Antigen dapat berasal dari infeksi kuman patogen yang persisten ( malaria ), bahan yang
terhirup ( spora jamur yang menimbulkan alveolitis ekstrinsik alergi ) atau dari jaringan sendiri
( penyakit autoimun ) infeksi tersebut disertai dengan antigen dalam jumlah yang berlebihan
tetapi tidak disertai dengan respon antibodi yang efektif.
Pembentukan kompleks imun dalam pembuluh darah menjadikan antigen ( Ag ) dan antibodi
( Ab ) bersatu membentuk komplek imun mengaktifkan komplemen ( C ) dan melepas C3a dan
C5a yang merangsang leukosit basofil dan trombosit untuk melepas berbagai mediator antara
lain histamin yang menimbulkan pengerutan sel endotil sehingga permeabilitas vaskuler
meninggi.
Dalam keadaan normal komplek imun dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear
terutama dalam hati, limpa, paru tanpa bantuan komplemen. Dalam proses tersebut ukuran
kompleks merupakan faktor penting. Pada umumnya kompleks yang besar, mudah dan cepat
dimusnahkan dalam hati, kompleks kecil sulit untuk dimusnahkan, oleh karena itu dapat lebih
lama ada dalam sirkulasi. Diduga bahwa gangguan fungsi fagosit merupakan sebab mengapa
komleks sulit dimusnahkan. Kompleks imun yang ada dalam sirkulasi meskipun untuk jangka
waktu lama, biasanya tidak berbahaya. Permasalahan akan timbul bila kompleks imun
mengendap di jaringan.
Contoh – contoh reajsi hipersensitifitas tipe III :
i. Penyakit Serum dimana terbentuknya antibodi terhadap darah asing, seiring sebagai
respon terhadap penggunaan obat IV, kompleks antigen – antibodi mengendap di
sistem pembuluh, sendi, ginjal, dan lain – lain.
ii. Glomerulonefritis dimana terbentuk kompleks antigen – antibodi sebagai respon
terhadap suatu infeksi, sering oleh bakteri streptokokus dan mengendap di kapiler
glomerolus ginjal.
iii. Lupus Eritematosus Sistemik dimana terbentuk kompleks antigen – antibodi terhadap
kolagen dan DNA sel dan mengendap di berbagai tempat di seluruh tubuh.
d.    Reaksi Hipersensitifitas tipe IV ( reaksi seluler atau hipersensitifitas tipe lambat )
Reaksi tipe IV yang juga disebut reaksi hipersensitifitas lambat, timbul lebih dari 24 jam
setelah tubuh terpapar oleh antigen. Reaksi terjadi karena respon sel T yang sudah disensitasi
bereaksi spesifik dengan suatu antigen tertentu sehingga menimbulkan reaksi makrofag. Serta
membentuk indurasi jaringan pada daerah tempat antigen tersebut. Reaksi ini sama sekali tidak
memerlukan antibodi seperti pada ketiga tipe terdahulu, bahkan tidak memerlukan aktivasi
komplemen.
Oleh karena itu itu reaksi ini timbulnya agak lambat, sekitar 24 – 48 jam, maka secara klinis
reaksi dikenal dengan istilah hipersensitifitas tipe lambat. Ada dua macam mekanisme yang turut
berperan di dalam terbentuknya hipersensitifitas tipe lambat lambat ini, yakni mekanisme aferen
dan eferen. Mekanisme aferen merupakan mekanisme spesifik dan timbul pada waktu sensitized
lymphocyte cells dengan resptor yang spesifik ; bereaksi dengan antigen tertentu sehingga sel
tersebut mengeluarkan mediator limfokin. Kemudian zat tersebut akan bekerja secara non
spesifik pada mekanisme aferen dan mempengaruhi limfosit, makrofag, monosit.
Contoh – contoh reaksi hipersensitifitas tipe IV :
i. Tiroiditis autoimun dimana terbentuknya sel T terhadap jaringan, tiroid, penolakan
tandur dan tumor.
ii. Reaksi alergi tipe lambat, misal alergi terhadap poison IVX.
iii. Uji kulit tuberkulin, mengisyaratkan adanya imunitas selular terhadap hasil
tuberkulosis.
5.    Patofisiologi
Alergi merupakan suatu reaksi abnormal dalam tubuh yang disebabkan oleh zat-zat yang tidak
berbahaya, namun berbahaya bagi orang yang menderita alergi. Alergi timbul bila ada kontak
terhadap zat tertentu yang biasanya tidak menimbulkan reaksi pada orang normal. 
Zat penyebab alergi ini disebut allergen. Allergen bisa berasal dari berbagai jenis dan masuk
ke tubuh dengan berbagai cara. Bisa melalui saluran pernapasan, berasal dari makanan, melalui
suntikan atau bisa juga timbul akibat adanya kontak dengan kulit seperti kosmetik, logam
perhiasan dan jam tangan, dll. 
Alergi merujuk pada reaksi berlebihan oleh sistim imun kita sebagai tanggapan pada kontak
badan dengan bahan-bahan asing tertentu. Berlebihan karena bahan-bahan asing ini umumnya
dipandang oleh tubuh sebagai sessuatu yang tidak membahayakan dan tidak terjadi tanggapan
pada orang-orang yang tidak alergi. Tubuh-tubuh dari orang-orang yang alergi mengenali bahan
asing itu dan sebagian dari sistim imun diaktifkan.
Terjadinya alergi:
1)   Pada paparan awal, alergen dikenali oleh sel penyaji antigen untuk selanjutnya
mengekspresikan pada sel-T. Sel-T tersensitisasi dan akan merangsang sel-B menghasilkan
antibodi dari berbagai subtipe.
2)   Alergen yang intak diserap oleh usus dalam jumlah cukup banyak dan mencapai sel-sel
pembentuk antibodi di dalam mukosa usus dan organ limfoid usus,yang pada anak atopi
cenderung terbentuk IgE lebih banyak.Selanjutnya terjadi sensitisai sel mast pada saluran cerna,
saluran nafas dan kulit. Kombinasi alergen dengan IgE pada sel mast bisa terjadi pada IgE yang
telah melekat pada sel mast atau komplek IgE-Alergen terjadi ketika IgE masih belum melekat
pada sel mast atau IgE yang telah melekat pada sel mast diaktifasi oleh pasangan non spesifik,
akan menimbulkan degranulasi mediator. Pembuatan antibodi IgE dimulai sejak paparan awal
dan berlanjut walaupun dilakukan diet eliminasi. Komplemen akan mulai mengalami aktivasi
oleh kompleks antigen antibodi.
3)   Pada paparan selanjutnya mulai terjadi produksi sitokin oleh sel-T. Sitokin mempunyai
berbagai efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel-sel radang misalnya netrofil dan
eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan. Aktifasi komplemen dan terjadinya
komplek imun akan menarik netrofil.
4)   Gejala klinis yang timbul adalah hasil interaksi mediator, sitokin dan kerusakan jaringan
yang ditimbulkannya
Faktor yang berperan dalam alergi  :
a. Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung,
enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA
sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi
kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.
b. Genetik berperan dalam alergi . Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa bayi
dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat.
c. Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau
beban latihan (lari, olah raga).
6.    Manifestasi klinis
Gejala klinis alergi biasanya mengenai berbagai organ sasaran seperti kulit, saluran nafas,
saluran cerna, mata, telinga, saluran vaskuler. Organ sasaran bisa berpindah-pindah, gejala sering
kali sudah dijumpai pada masa bayi. Makanan dan obat-obatan tertentu bisa menyebabkan gejala
tertentu pada seseorang anak, tetapi pada anak lain bisa menimbulkan gejala lain. Pada seseorang
makanan atau obat yang satu bisa mempunyai organ sasaran yang lain dengan factor  yang lain,
misalnya udang menyebabkan urtikaria, sedangkan kacang tanah menyebabkan sesak nafas. Susu
sapi bisa menimbulkan gejala alergi pada saluran nafas, saluran cerna, kulit dan anafilaksis.
Bischop (1990) mendapatkan pada penderita yang alergi susu sapi : 40% dengan gejala asma,
21% eksema, 43% dengan rinitis. Peneliti lain mendapatkan gejala alergi susu sapi berupa :
urtikaria, angionerotik udema, pucat, muntah, diare, eksema dan asma.
Berikut gejala umum dari suatu reaksi alergi terhadap alergen yang terhirup atau kulit
meliputi:
a. Gatal
b. mata berair
c. Bersin
d. hidung beringus
e. Ruam
f. Merasa lelah atau sakit
g. Hives (gatal-gatal dengan bercak merah dibangkitkan)
h. Eksposur lainnya dapat menyebabkan reaksi alergi yang berbeda:
i. Alergi makanan : Reaksi alergi terhadap alergen makanan juga bisa menyebabkan
kram perut, muntah, atau diare.
j. Sengatan serangga. Reaksi alergi terhadap sengatan dari lebah atau serangga lain
menyebabkan pembengkakan lokal, kemerahan, dan nyeri
k. Kerasnya reaksi alergi, gejala dapat sangat bervariasi:
l. Gejala ringan mungkin tidak begitu kentara, hanya membuat Anda merasa sedikit,
m. Sedang gejala dapat membuat Anda merasa sakit, seolah-olah Anda, mendapat flu atau
bahkan dingin.
n. Parah reaksi alergi sangat tidak nyaman, bahkan melumpuhkan.
o. Reaksi alergi yang paling parah disebut anafilaksis. Dalam anafilaksis, alergen
menyebabkan reaksi alergi seluruh tubuh yang dapat mencakup:
p. Gatal-gatal dan gatal-gatal di seluruh (bukan hanya di daerah terbuka)
q. Mengi atau sesak napas
r. Suara serak atau sesak di tenggorokan
s. Kesemutan di tangan, kaki, bibir, atau kulit kepala
7.    Kelainan – kelainan umum alergi
a. Alergi Rhinitis
b. Alergi Rhinitis ("hay fever") adalah yang paling umum dari penyakit-penyakit alergi
dan merujuk pada gejala-gejala hidung musiman yang disebabkan oleh serbuk sari.
Alergi rhinitis sepanjang tahun atau alergi rhinitis abadi (perennial) umumnya
disebabkan oleh allergen-allergen didalam rumah/ruangan, seperti tungau (dust mites),
dander binatang, atau jamur-jamur. Juga dapat disebabkanoleh serbuk sari. Gejala-
gejala berasal dari peradangan dari jaringan yang melapisi bagian dalam hidung
(mucus lining or membranes) setelah allergens dihirup. Area-area yang berdekatan,
seperti telinga-telinga, sinus-sinus, dan tenggorokan dapat juga terlibat. Gejala-gejala
yang paling umum termasuk:
i. Hidung meler
ii. Hidung mampet
iii. Bersin
iv. Hidung gatal
v. Telinga-telinga dan tenggorokan yang gatal
vi. Post nasal drip (throat clearing)
Pada tahun 1819, seorang dokter inggris, John Bostock, pertama kali menggambarkan hay
fever dengan merinci gejala-gejala hidung musiman sendirinya, yang dia sebut "summer
catarrh". Kondisi disebut hay fever karena diperkirakan disebabkan oleh "new hay".
b.    Asma
Asma adalah suatu persoalan pernapasan yang berasal dari peradangan dan kekejangan
(spasm) dari saluran udara paru-paru (bronchial tubes). Peradangan menyebabkan suatu
penyempitan dari saluran-saluran udara, yang mana membatasi aliran udara kedalam dan keluar
dari paru-paru. Asma paling sering, namun tidak selalu, dihubungkan dengan alergi-alergi.
Gejala-gejala umum termasuk:
i. Sesak Napas
ii. Mencuit-cuit (Wheezing)
iii. Batuk
iv. Sesak Dada
c.    Alergi Mata-Mata
Alergi mata-mata (allergic conjunctivitis) adalah peradangan dari lapisan-lapisan jaringan
(membranes) yang menutupi permukaan dari bola mata dan permukaan bawah dari kelopak
mata. Peradangan terjadi sebagai hasil dari suatu reaksi alergi dan mungkin dapat menghasilkan
gejala-gejala berikut:
i. Kemerahan dibawah kelopak dan mata keseluruhannya
ii. Mata-mata yang berair dan gatal
iii. Pembengkakkan dari membran-membran
d.    Allergic Eczema
Allergic eczema (atopic dermatitis) adalah suatu alergi ruam yang umumnya tidak disebabkan
oleh kontak kulit dengan suatu allergen. Kondisi ini umumnya dihubungkan dengan alergi
rhinitis atau asma dan menonjolkan gejala-gejala berikut:
i. Gatal, kemerahan, dan atau kekeringan dari kulit
ii. Ruam (Rash) pada muka, terutama anak-anak
iii. Ruam sekeliling mata-mata, pada lipatan-lipatan sikut, dan dibelakang lutut-lutut,
terutama pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa
e.    HIVES
Hives (urticaria) adalah reaksi-reaksi kulit yang timbul sebagai pembengkakkan-
pembengkakkan yang gatal dan dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja. Hives dapat
disebabkan oleh suatu reaksi alergi, seperti pada makanan atau obat-obatan, namun mereka juga
dapat terjadi pada orang-orang yang tidakalergi. Gejala-gejala hives yang khas adalah:
i. Raised red welts
ii. Gatal yang hebat
f.     Allergic Shock
Allergic shock (anaphylaxis atau anaphylactic shock) adalah suatu reaksi alergi yang
mengancam nyawa yang dapat mempengaruhi sejumlah organ-organ pada waktu yang
bersamaan. Tanggapan ini secara khas terjadi ketika allergen dimakan (contohnya, makanan)
atau disuntikakan (contohnya suatu sengatan lebah). Beberapa atau seluruh dari gejala-gejala
berikut dapat terjadi:
i. Hives atau perubahan warna kemerahan dari kulit
ii. Hidung mampet
iii. Pembengkakkan dari tenggorokan
iv. Sakit perut, mual, muntah
v. Napas pendek, mencuit-cuit (wheezing)
vi. Tekanan darah rendah atau shock
vii. Shock merujuk pada sirkulasi darah yang tidak mencukupi kepada jaringan-jaringan
tubuh. Shock paling umum disebabkan oleh kehilangan darah atau suatu infeksi.
Allergic shock disebabkan oleh pembuluh-pembuluh yang membesar dan "bocor",
yang berakibat pada merosotnya tekanan darah.
8.    Pemeriksaan fisik
i. Pemeriksaan fisik yang biasa dilakukan pada kasus alergi yaitu:
ii. Inspeksi : liha adanya kemerahan, terdapat bentol-bentol
iii. Palpasi : ada nyeri pada kemerahan
iv. Perkusi : mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan
v. Auskultasi : mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus.
9.    Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan secara akademis dipastikan dengan ”Double Blind Placebo
Controlled Food Challenge”. Secara klinis bisa dilakukan uji eliminasi dan provokasi
terbuka ”Open Challenge”. Pertama-tama dilakukan eliminasi dengan makanan yang
dikemukakan sendiri oleh penderita atau orangtuanya atau dari hasil uji kulit. Kalau tidak ada
perbaikan maka dipakai regimem diet tertentu.
 pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk, debu rumah,
bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
i. Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit
5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
ii. IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun.
Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah
atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
iii. Tes IgE spesifik dengan RAST (radio immunosorbent test) atau ELISA(enzyme
linked immuno assay).
iv. Secara in vivo dengan uji intrakutan yang tunggal atau berseri, uji tusuk (prick test),
uji provokasi hidung/ uji inhalasi, dan uji gores. Dilakukan diet eliminasi dan
provokasi untuk alergi makanan.
10.  Diagnosa banding
Berikut beberapa diagnose yang dapat menjadi pembanding kasus alergi:
a.   Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah, misalnya : stenosis pilorik,
Hirschsprung, defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan dengan obstruksi, cystic fibrosis, peptic
disease dan sebagainya.
b.   Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna dan
pengawet, sodium metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine, toksin, fungi
(aflatoxin), fish related (scombroid, ciguatera), bakteri (Salmonella, Escherichia coli, Shigella),
virus (rotavirus, enterovirus), parasit (Giardia, Akis simplex), logam berat, pestisida, kafein,
glycosidal alkaloid solanine, histamin (pada ikan), serotonin (pisang, tomat), triptamin (tomat),
tiramin (keju) dan sebagainya.
c.   Reaksi psikologis.
11.  Penatalaksanaan
a) Terapi ideal adalah menghindari kontak dengan allergen penyebab dan eliminasi.
b) Terapi simtomatis dilakukan melalui pemberian antihistamin dengan atau tanpa
vasokonstriktor atau kortikosteroid per oral atau local.
c) Untuk gejala yang berat dan lama, bila terapi lain tidak memuaskan dilakukan
imunoterapi melalui desensitisasi dan hiposensitisasi atau netralisasi
d) Ada beberapa cara untuk mengobati reaksi alergi. Piliha tentang pengobatan dan
bagaimana cara pemberian disesuaikan dengan gejala yang dirasakan.
a. Untuk jenis alergi biasa, seperti reaksi terhadap debu atau bulu binatang,
pengobatan yang di lakukan dilakukan disarankan adalah:Prescription
anthistamines, seperti cetirizine (Zyrtec), fexofenadine (allerga), dan loratadine
(Claritin), dapat mengurangi gejala tanpa menyebabkan rasa ngantuk.
Pengobatan ini dilakuan sesaat si penderita mengalami reaksi alergi. Jangka
waktu pemakaian hanya dalam satu hari, 24 jam. Nasal corticosteroid semprot.
Cara pengobatan ini di masukan ke dalam mulut melalui injeksi. Berkerja
cukup ampuh dan aman dalam penggunaan, pengobatan ini tidak menyebabkan
efek samping. Alat semprot bias digunakan beberapa hari untuk meredakan
reaksi alergi, dan harus dipakai setiap hari. Contoh: fluticasone (Flonase),
mometasone (Nasonex), dan triamcinolone (Nasacort).
b. Untuk  reaksi alergi spesifik. Beberapa jenis pengobatan yang dapat dilakukan untuk
menekan gejala yang mengikuti : Epinephrine, Antihistamines, seperti
diphenhydramine (Benadryl), Corticosteroids.
c. Pengobatan lain yang bisa diberikan jika dibutuhkan :
d. Pada orang tertentu, cromolyn sodium semprot mencegah alergi rhinitis, inflamasi di
hidung. Decongestan dapat menghilangkan ingus pada sinus. Tersedia dalam bentuk
cairan yang dimasukan ke mulut dan semprot. Digunakan hanya beberapa hari, namun
terjadi efeksmping tekanan darah yang meningkat, detang jantung yang menguat , dan
gemetaran.
12.  Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan dari reaksi alergi yaitu:
a. Polip hidung
b. Otitis media
c. Sinusitis paranasal
d. Anafilaksi
e. Pruritus
f. Mengi
g. Edema

B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Alergi


1.   Pengkajian
a.    Data Subjektif
a) Riwayat psikososial ; factor pencetus ; stress, kebiasaan dan rutinitas, perawatan
sebelumnya,
b) Kaji riwayat alergi terdahulu, dan alergi sekarang
c) Kaji riwayat alergi keluarga
d) Kaji keluhan pasien:
i. Pasien mengatakan merasa gatal
ii. Pasien mengatakan merasa sesak dan susah untuk bernafas
iii. Pasien mengatakan merasa mual-mual
b.    Data Objektif
a) Kaji tanda-tanda vital
b) Kaji status neurology, perubahan kesadaran, meningkatnya fatigue, perubahan tingkah
laku
c) Kulit kemerahan
d) Ada bentol-bentol
e) Pasien muntah-muntah
f) Pasien terlihat susah bernapas
g) Pasien terlihat pucat
2.   Diagnosa
Masalah keperawatan :
a) Respon alergi terhadap latex
b) Risiko respon alergi terhadap latex
c) Bersihan jalan nafas tidak efektif
d) Kurang pengetahuan
e) Gangguan citra tubuh
f) Kerusakan integritas kulit
g) Gg.rasa nyaman
h) Kerusakan integritas jaringan
i) Gangguan pola tidur
j) Risiko infeksi
k) PK Pruritus
l) Risiko cedera
m) Risiko deficit volume cairan
n) Nyeri akut
C. Konsep Askep

A.Pengkajian
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan
anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya.
Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah
kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik
dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit,
pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter
maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru,
sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis
umum dan mungkin faktor psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan
pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi
pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke
daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi
dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan
sangat membantu penegakan diagnosis.
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :
1.Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau
satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
2.Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
3.Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa
dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya
setelah pada tempat kontak.
4.Rasa gatal
5.Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.
Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis
banding adalah :
1.Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat
tertentu seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau
keluarganya. Penderita dermatitis atopik mengalami efek pada sisitem imunitas seluler,
dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk memproduksi
IgE, dan IL-5 yang merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam
sirkulasi menurun dan kepekaan terhadap alergen kontak menurun.
2.Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi
berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
3.Dermatitis dishidrotik : erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada telapak
tangan dan telapak kaki, dengan efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam.
4.Dermatomikosis : infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur dengan efloresensi kulit
bersifat polimorf, berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktif.
5.Dermatitis seboroik : bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada
muka terdapat di sekitar alae nasi, alis mata dan di belakang
6.telinga.
7.Liken simplek kronikus : bersifat kronis dan redisif, sering mengalami iritasi atau
sensitisasi. Harus dibedakan dengan dermatitis kontak alergik bentuk kronik.

B.Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit
seperti dermatitis kontak adalah sebagai berikut :
1.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
2.Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
3.Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4.Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6.Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi

C.Intervensi Keperawatan
Diagnosa :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
Tujuan :
Kulit klien dapat kembali normal.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya
peradangan, ditandai dengan mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit,
berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet
karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak
Intervensi:
Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim
yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala
meningkat. 
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim
pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.
Gunakan air hangat jangan panas. 
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari
mandi busa. 
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak
membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.
Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari. 
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.

Diagnosa :
Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari alergen
Intervensi
Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah
diketahui. 
Rasional : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi
Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen
Hindari binatang peliharaan. 
Rasional : jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau
batasi keberadaan binatang di sekitar area rumah
Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan. 
Rasional : AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di
lingkungan.

Diagnosa :
Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
Tujuan :
Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria hasil :
Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat
garukan, klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien mengungkapkan adanya
peningkatan rasa nyaman
Intervensi
Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan
prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.
Rasional : dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta
penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.
Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan
kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik. 
Rasional : pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia
atau komponen pelembut pakaian.
Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun
yang tertinggal. 
Rasional : bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan
iritas

Diagnosa :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
Tujuan :
Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.
Kriteria Hasil :
1.Mencapai tidur yang nyenyak.
2.Melaporkan gatal mereda.
3.Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4.Menghindari konsumsi kafein.
5.Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
6.Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Intervensi :
Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban
yang baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman
meningkatkan relaksasi.
Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya
tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional:   memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.
Diagnosa :
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Tujuan :
Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai
Kriteria Hasil :
1.Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2.Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
3.Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
4.Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5.Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6.Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
7.Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk
meningkatkan penampilan
Intervensi :
1.Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri
sendiri).
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak
nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
2.Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta
pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
3.Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional:   klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4.Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan
kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang
tidak perlu  terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
5.Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6.Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
Diagnosa :
Kurang pengetahuan tentang program terapi
Tujuan :
Terapi dapat dipahami dan dijalankan
Kriteria Hasil :
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi :
1.Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
2.Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan
konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat,
kebanyakan klien merasakan manfaat.
3.Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.
4.Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan..
Rasional: Dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh kembali

D.Evaluasi
Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
D. Simulasi Penkes Pada Kasus
a. Primer
b. Sekunder
c. Tersier
Identifikasi Masalah

A. Masalah Penelitian yang berhubungan dengan Kasus


B. Fungsi advokasi

Anda mungkin juga menyukai