Anda di halaman 1dari 10

TUGAS PENDIDIKAN KARAKTER

MAKALAH BUDAYA MALUKU TENGAH

KELOMPOK 1

1. JEKSON. F. IPAPOTO
2. DEVVIK. M. SAPPA
3. SAMUEL. J. WAIRATA
4. IRENG. WAEMESE
5. LIAN. MATITAL
6. KRISLEWITA. SIBU
7. FEBRIYANTI. ASOMATE

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI(IAKN) AMBON

FAKULTAS ILMMU PENDIDIKAN KRISTEN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN AMBOON

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami hanturkan kepada Tuhan yang maha esa atas segala
rahmatnya sehingga makalah dapat tersusun sampai dengan selesai. Yang mana makalah ini di
buat untuk memenuhi tugas kelompok kami dengan judul ‘’Budaya Maluku Tengah”. Tidak lupa
kami ucapkan terima kasih kepada dosen dan teman yang senangtiasa memberi dukungan dan
arahan terkait makalah yang kami buat. Penulis menyadari ada kekurangan pada penulisan
makalah ini. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun yang kami harapkan, karena bagi
kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………….

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………..

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah…………………………………………………………..


1.2 Rumusan masalah…………………………………………………………………..
1.3 Tujuan penulisan…………………………………………………………………….
1.4 Manfaat penulisan………………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN

A. Kondisi geoografis……………………………………………………………………
B. Kondisi penduduk, mata pencaharian dan social budaya…………
C. Sistem perintahan desa…………………………………………………………..
D. Pemahaman masyarakat tentang budaya lahatol……………………

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………………………….
B. Saran………………………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Masyarakat Maluku merupakan suatu masyarakat yang seluruh tatanan kehidupan
sosialnya didasari oleh adat-istiadat atau tradisi yang terwariskan dari leluhur mereka.
Haria, yang merupakan salah satu desa adat dipulau saparua-maluku, dalam kehidupan
masyarakat mengembangkan pola hidup kekeluargaan atau dengan kata lain tatanan
masyarakat didasarkan pada asas kekeluargaan. Pola hidup ini nampak dalam bentuk SOA
(kumpulan beberapa marga yang memiliki hubungan saudara.) bagi masyarakat harih, sikap
hidup kekeluargaan ini dikenal dengan nama lahatol yang berarti “ persekutuan yang
terjalin berdasarkan hubungan darah atau garis keturunan” yang memiliki prinsip satu rasa
sehingga kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok lebih banyak diletakan pada
kepentingan bersama dalam satu matarumah.

1.2 Rumusan masalah

Dari latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan beberapa pertanyaan sebagai
berikut.A

1. Apa makna budaya lahatol bagi masyarakat haria


2. Bagaimna pelaksanaan budaya lahatol didesa haria saat ini
3. Mendeskripsiakan pemahaman anggota masyarakat didesa haria tentang budaya
lahatol
4. Mendeskripsikan pelaksanaan budya lahatol didesa haria

1.3 Tujuan penulisan

1. Untuk mengetahui makna budaya lahatol bagi masyarakat haria


2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan budaya lahatol didesa haria
3. Untuk mengetahui pemahaman anggota masyarakat desa haria tentang budaya lahatol
4. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan budaya lahatol

1.4 manfaat penulisan


Dari penyajian makalah ini tentunya diharapkan dapat membantu kelompok kami untuk
menyelesaikan tugas kami dan juga dapat memberikan pemahanman kepada teman-teman
untuk mengetahui budaya orang Maluku tengah (desa haria).
BAB II PEMBAHASAN

A. Kondisi geografis

Desa haria merupakan salah satu desa diantara 17 desa dipulau saparua dan
berada dalam wilayah pelayanan klasis GPM pulau-pulau lease. Desa haria terletak sebelah
barat dari saparua yang merupakan kota kecamatan. Berdasarkan data yang tercatat dalam
buku register desa haria, diketahui luas wilayah desa haria adalah 1.900 hektar, dengan batas-
batas desa sebagai berikut: sebelah timur berbatasan dengan desa booy dan desa paperu,
sebelah barat berbatan dengan desa porto dan laut, sebelah utara berbatasan dengan desa
tiouw dan desa portho, dan sebelah selatan berbatasan dengan laut banda.

Keadaan iklim desa haria yang umumnya berlaku pada daerah Maluku yaitu beriklim tropis.
Sebagai sebuah daerah tropis, desa haria dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim barat/utara
berlangsung dari bulan desember sampai bulan maret dan musim timur/tenggara yang
berlangsung dari bulan mei sampai oktober. Kedua musim ini silih berganti yang diselingi oleh
musim pancaroba yaitu peralihan yang terjadi pada bulan april (peralihan musim barat ke
musim timur) dan bulan November (peralihan musim timur ke musim barat).

Berdasarakan posisinya kedudukan desa haria dapat dikatakan strategis sebab berada pada
jalur transportasi antar pulau, memiliki sarana penyebrangan, dan sekaligus berperan sebagai
jalur perdagangan yang menghubungkan pulau ambon dan pulau saparua. Waktu tempo yang
diperlukan dari kota ambon ke haria (pulau saparua) adalah sekitar 60 menit ( satu jam
perjalanan) dengan menggunakan angkutan laut. Jalur transportasi laut sangat lancar dan
sekaligus juga dimaknai sebagai jalur perdagangan atau perputaran uang.

B. Kondisi penduduk, mata pencaharian dan social budaya

Berdasarkan data kependudukan yang dihimpun dari kantor desa, jumlah penduduk desa
haria adalah sebanyak 6.520. Rasio perbandingan antara perempuan dan laki-laki adalah:
jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan adalah sebanyak 3.253 jiwa, dan laki-laki 3.267
jiwa. Apabila memperbandingkan jumlah penduduk dengan luas wilayah 1.900 ha, maka
kedapatan penduduk desa haria untuk setiap hektar ditempati oleh 3,4% jiwa. Dengan
demikian, dapat disimpulkan kepadatan penduduk didesa haria adalah jarang atau tidak padat.

Selain itu, jika mencermati jumlah penduduk berdasarkan tingkat usia, maka dapat dikatakan
bahwa usia produktif penduduk desa haria dan usia non produktif aggaknya berbanding lurus.
Artinya tidak terdapat beban demografis yang besar, jika usia produktif diandaikan antara
kisaran usia 18-60 tahun, maka jumlah usia produktif sebanyak 3.216 jiwa.
Apabila diperbandingkan dengan jumlah usia tingkat produktif (0-17 dan 61 tahun keatas),
maka satu orang usia produktif hanya akan menanggung satu orang usia tidak produktif.
Dengan demikian, terdapat bonus demografis yang cukup besar apabila masyarakat
diberdayakan dengan baik.

Mencermati posisi dan letak desa haria, maka dapat dikatakan bahwa masyarakat haria
merupakan masyarakat pesisir, namun aktifitas pekerjaan mereka tidak hanya bergantung pada
aktifitas dilaut (nelayan maupun petani tambak) tetapi juga sebagai petani perkebunan. Hal ini
sangat memungkinkan karena tersedianya lahan pertanian, baik untuk tanaman umur panjang
seperti cengkih, pala, maupun tanaman pangan, dan lain-lainnya. Karena itu ada musim
tertentu bagi mereka untuk berkebun dan ada musim untuk kembali melaut baik untuk
kebutuhan rumah tangga maupun untuk dijual. Pekerjaan rangkap seperti ini merupakan
bagian dari pola adaptasi masyarakat terhadap kondisi alam atau lingkungan hidup yang
mereka hadapi.

Berdasarkan hasil yang kami dapat bahwa, masyarakat dengan karakteristik sebagai
masyarakat pesisir umumnya memiliki watak yang keras atau tampak dalam keseharian “suka
rebut” begitu pula yang tampak ketika orang mengunjungi desa haria, maka kesan pertama kita
adalah masyarakatnya “tidak pernah mau diam” atau “suka ribut”. hal ini disebabkan karena
pada satu sisi mereka harus menghadapi kondisi alam laut yang keras. Alam yang menantang
dan yang menuntut mereka untuk harus menyesuaikan diri dengan kondisi alam tersebut.
Kesan masyarakat yang “suka rebut” ini selain diakibatkan oleh kondisi geografis (kewilayahan)
yang memang keras dan membentuk karakter mereka, juga mengkonfirmasikan nama horia
yang awalnya adalah harajia bagi desa/negeri ini. Secara harafiah, haria berarti “suka rebut”
atau “biasa rebut”. Walaupun demikian, suka ribuk bukan dalam artian suka bertengkar atau
berkonflik. “suka rebut” diartikan sebagai semangat ketika mendapatkan hasil tangkapan ikan
yang banyak. Artinya apabila mendapatkan hasil tangkapan ikan yang banyak maka ada
ungkapan kegembiraan yang disertai dengan nyanyian dan pantun dengan iringan tifa (alat
music tradisyonal). Guna mengundang orang beramai-ramai turun kelaut atau pesisir pantai,
menyambut para nelayan dan tangkapan mereka. Solidaritas seperti ini tampak sebagai pola
yang mampu mengeliminir anggapan umum masyarakat luas tentang masyarakat pesisir yang
berwatak keras, jadi watak kersas suatu masyarakat perlu di tempatkan pada konteks yang
mempengaruhinya.

Sebagai sebuah masyarakat adat-umumnya yang terdapat dimaluku, maka sistem atau
tatanan kehidupan masyarakat diatur berdasarkan sistem kekerabatan menurut perspektif adat
yang dimiliki. Begitu juga dengan haria sebagai sebuah tatanan masyarakat adat, maka sistem
kekerabatan yang dikenal dalam masyarakat ini adalah sistem kekerabatan berdasarkan
hubungan perkawinan, hubungan geneologis atau pertalian darah, yang “diikat” semangat
kekeluargaan dalam bentuk (hubungan mata rumah). Model sistem kekerabatan ini juga
dikenal sebagai istilah lahatol yakni hubungan kekerabatan berdasarkan garis keturunan.

Situasi hidup dalam keluarga interaksi social dibangun proses pewarisan nilai. Waktu yang
dianggap sangat baik untuk percakapan dalam keluarga adalah pada saat “makan” dan semua
anggota keluarga duduk pada satu meja makan. Karena diyakini apa yang dipercakapkan dan
nasehat-nasehat yang diberikan kepada semua anggota keluarga khusus kepada anak-anak
akan masuk tertelan bersama-sama dengan makanan yang mereka makan. Sebagai orang tua
merasa berkewajiban membina anak-anak yang baik dan sukses dalam hidup mereka.
Hubungan social antara keluarga juga terbina dalam kehidupan bermasyarakat dan wujud
masohi atau gotong- royong dan sebuah” proses kerja sama”yaitu kembali kepada sistem asli
yakni lahatol.

Interaksi social dalam lingkup yang lebih luas berlangsung juga dengan desa-desa lain baik
dipulau saparua maupun diluar pulau saparua. Baik didesa Kristen maupun desa islam. Interaksi
social ini sejak dulu sudah dibangun secara turun-temurun oleh para leluhur yang dikenal
dengan sebutan pelagandong. Masyarakat yang diikat dengan sistem pelagandong tersebut.
Memunculkan sikap bahwa semua masyarakat Maluku adalah satu keluarga besar, Dengan
sistem pemerintahan adatnya. Karena itu, desa-desa atau negeri yang ada juga tampak kuat
persaudaraan sebagai pengikat, dengan dasar pemikiran bahwa mereka semua adalah keluarga
(gandong). Masyarakat des haria dalam turunan sejarahnya, tercangkup dalam satu
persekutuan hukum adat yang rumpun masyarakat adat, yaitu : uku toru dan rumu toru.
Masing-masing rumpun terdiri dari 3 (tiga) soa, masing-masing soa membawahi beberapa
marga, dan hampir setiap marga memiliki mata rumah tersendiri.

C. Sistem pemerintahan desa

Sistem pemerintahan desa haria termasuk semua desa dimaluku pada awalnya sangat
berpengaruh kuat pada adat-istiadat pada sistem pemerintahan adat yang dikenal dengan
sistem negeri. Negeri dikepalai oleh seorang raja dan raja dilegitimasi oleh warganya untuk
berkuasa atas wilayah (petuanan) komunitas adatnya sistem ini kemudian mengalami
perubahan akibat politik penyeragaman oleh pemerintah orde baru lewat UU no 5 tahun 1979
tentang pemerintahan desa akibat politk peyeragaman ini semua wilayah Indonesia harus
mengikuti pola “desa” jawa dan “meninggalkan” tatanan (sistem pemerintahan) pemerintahan
adat yang diwarisis leluhur mereka, Indonesia memasuku “babak baru” sistem pemerintahan
adat haria akhirnya tercabut dari akar kurtural pemerintahan adat mereka. Kondisi ini
mengalami pembalikan setelah sekian lama kehilangan cinta kulturalnya ketika UU no 32 tahun
2004 tentang pemerintahan daerah atau lebih dikenal dengan UU otonomi daerah diberlakukan
UU nomor 32/2004 itu dengan mengeluarkan peraturan daerah (PERDA) no 14 tahun 2005
tentang penetapan kembali negeri sebagai kesatuan masyarakat adat dan masyarakat hukum
adat dalam wilayah pemerintahan provinsi Maluku dengan penetapan perda ini, maka sistem
pemerintahan Maluku kembali mendapatkan dasarnya sebagai pemerintahan adat, atau dapat
dikatakan sebagai” kembali kenegeri”. Apabila dengan ditetapkannya UU nomor. 6 tahun 2014
tentang desa, ada pengakuan lebih, yang secara konstitusional sitem pemerintahan adat diakui
keberadaannya diindonesia.

Dengan ditetapkan UU no 6 tahun 2014, maka sistem pemerintahan adat secara


konstitusional diakui keberadaanya. Konsekuensinya adalah kembali pada sistem pemerintahan
yang “diwariskan”, atau dengan kata lain berdasarkan garis keturunan, dan dalam
pemerintahan adat haria, marga latupelisa yang berhak menduduki jabatan tersebut. Artinya
proses untuk menuju kearah itu telah terbuka lebar, memang kelihatannya tidak demokratis,
namun apakah yang demokratis selalu baik? Fareed zakaria dalam “masa depan kebebasan”
mencatat bahwa demokrasi hanya merubahkan salah satu nilai kebaikan yang ada didunia, jadi
bukan satu-satunya nilai kebaikan.

Karena itu, sistem pemerintahan didesa haria, diyakini dalam perjalanan waktu akan kembali
pada sistem pemerintahan yang mengakomodir pemerintahan adat: kepala desa atau raja
“dipilih” masyarakat berdasarkan garis keturunan. Saat ini memang masih mengadopsi sistem
pemerintahan formal (yang demokrasi), namun ruang untuk kembali pada sistem adat itu sudah
terbuka lebar, dan keinginan untuk itu memang mulai nampak dalam sebutan “raja” dalam
sistem pemerintahan desa, itu berarti pengaruh budaya masih sangat kuat dirasakan
masyarakat.

Secara administratif pemerintahan, desa haria terbagi atas 9 (Sembilan) Dusun, dan setiap
dusun dikepalai oleh seorang kepala Dusun (kadus), yang bertanggung jawab penuh terhadap
anggota dusunnya dan wajib melaporkan setiap perkembangan dusunnya kepada kepala desa
atau raja. Masa jabatatan kepala dusun tidak menentu, dan jika terjadi kesenjangan dalam masa
kepemimpinannya maka anngota dusun dapat menilih orang lain yang dianggap mampu lewat
musyawarah bersama.

Sedangkan kepala desa haria atau dalam terminology adat disebut kepala pemerintaha negri :
Raja saat ini adalah J.M. Manuhutu, dan sekretaris negeri adalah F.J. Manuhutu, yang bantu oleh
3 (tiga) kepala urusan, yakni: Kaur Pemerintahan J. Leuwol, Kaur Pembangunan S. Sahuleka,
dan Kaur Umum L. Manuhutu. Selain pemerintahan negeri, terdapat juga saniri negeri yang
berfungsi sebagai “Dewan Adat”.
D. Pemahaman masyarakat tentang budaya lahatol

Menelusuri lebih jelas tentang kehidupan masyarakat haria tidak akan lengkap tanpa terlebih
dahulu mengenal dengan apa yang menjadi identitas dengan apa yang menjadi idenditas khas
dari daerah tersebut, yang biasanya dikenal dengan sebutan lahatol. Lahatol secara umum
dipahami sebagai acara kumpul keluarga. Lahatol yang dilakukan sejak dahulu oleh para leluhur
menjadi sangat bermakna bagi kehidupan masyarakat haria saat itu. Lahatol pada prinsipnya
memiliki makna saling memiliki atau tolong menolong. Lahatol biasanya difungsikan pada
beberapa kegiatan misalnya acara perkawinan, bangun rumah, cuci kabong, orang sakit, dan juga
pada acara kematian.

Pemahaman masyarakat yang terbatas tentang budaya lahatol dikarenakan tidak ada dokumen
tertulis, hanya saja lahatol diwariskan oleh para leluhur secara lisan, sehingga bagi orang tua
diatas 30 tahun saat ini masih memiliki gambaran tentang budaya lahatol sedangkan bagi
generasi penerus dibawah 30 tahun, lahatol tidak lagi dipahami secara baik. Walaupun lahatol
secara umum mulai surut identitasnya tetapi memiliki tujuan posistif yang menyangkut masalah
kekeluargaan. Oleh karena itu pemaknaan tentang lahatol tetap harus diwariskan turun temurun
oleh orang tua.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari materi ini kami dapat sajikan, kami mengangkat beberapa kesimpulan yaitu sebagai
berikut:

1. Desa haria merupakan salah satu desa di antara 17 desa dipulau saparua dan berada pada
wilayah pelayanan klasis GPM pulau-pulau lease.
2. Berdasarkan data kependudukan yang dihimpun dari kantor desa, tercatat pada tahun
2011 jumlah penduduk didesa haria adalah sebanyak 6.520.
3. Sistem pemerintahan desa haria termasuk semua desa di Maluku pada awalnya sangat
berpegang kuat pada adat istiadat atau sistem pemerintahan adat yang dikenal dengan
sistem negeri.
4. Menelusuri lebih jauh tentang kehidupan masyarakat haria tidak akan lengkap tanpa
terlebih dahulu mengenal dengan apa yang menjadi identitas khas dari daerah tersebut,
yang biasanya dikenal dengan sebutan lahatol.

B. Saran

Dari materi yang telah kami paparkan, bahwa budaya lahatol sangatlah penting bagi kita
dalam memperlancar budaya tersebut bagaimana kita mengambil budaya tersebut untuk
budidayakan budaya tersebut di dalam lingngan kampus ini.

Anda mungkin juga menyukai