Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ANTROPOLOGI BUDAYA PAPUA (BIAK NUMFOR)


Dosen Pengampuh : Y.Maryen,MPH

DISUSUN OLEH:

 MARIA ANI WARIKAR :11430117025


 TIARA AYU SUKMASARI :11430117047

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN

SUMBER DAYA MANUSIA DAN KESEHATAN

POLTEKKES KEMENKES SORONG

JURUSAN D.IV KEPERAWATAN

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat

menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang

Antropologi Budaya Papua (Biak Numfor) dalam kaitannya dengan

perkembangan Budaya.

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan

hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa

teratasi. Olehnya itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan

makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari

Tuhan Yang Maha Esa.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan

baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari

pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada

kita sekalian.

Sorong, 27 maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................

KATA PENGANTAR .....................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .....................................................................


B. Tujuan Penulisan ..................................................................
C. Sistematika Penulisan ..........................................................

BAB II KEBUDAYAAN SUKU BIAK DI KABUPATEN BIAK


NUMFOR (kehidupan zaman dahulu kala)

A. Bahasa ..................................................................................
B. Sistem Pengetahuan .............................................................
C. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi ................................
D. Sistem Religi ........................................................................
E. Kesenian ...............................................................................

BAB III POLA HIDUP MASYARAKAT SUKU BIAK DI KABUPATEN


BIAK NUMFOR (kehidupan zaman sekarang)

A. Bahasa ..................................................................................
B. Sistem Pengetahuan .............................................................
C. Organisasi Sosial ..................................................................
D. Sistem Peralatan Hidup Dan Teknologi ...............................
E. Sistem Religi ........................................................................
F. Kesenian ...............................................................................

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ..........................................................................
B. Saran-saran ...........................................................................
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam kehidupan berbudaya, tentunya Indonesia sebagai


Negara kepulauan yang begitu luas, dengan jumlah penduduk terbesar
ke-4 didunia, yang dibatasi oleh lautan, memiliki keragaman kebudayaan
yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini tentu tak mesti menjadi sebuah
perbedaan yang akhirnya menjadi konflik diantara sesama bangsa Indonesia.
Justru hal tersebut harus dianggap khazanah kekayaan kebudayaan di
Indonesia yang akan menjadi pemersatu bangsa, seperti halnya semboyan
Negara kita, “ Bhineka Tunggal Ika “ yang berarti berbeda-beda tetapi tetap
satu.

Salah satu daerah di Indonesia yang memilki kebudayaan yang cukup


terkenal serta memiliki kebudayaan yang sangat kaya serta masih memiliki
keasliannya di tengah aliran globalisasi adalah salah satunya di provinsi
Papua Kaupaten Biak Numfor. Seperti yang kita tahu bagaimana begitu
kayanya daerah ini. Ditambah lagi dengan kekayaan kebudayaan begitu
beragam serta jauh berbeda dengan kebudayaan yang ada didaerah
Indonesia lainya, bagaimana mereka masih berpegang teguh terhadap ajaran
nenek moyang mereka serta masih tertutup dari budaya luar.

B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui bahasa daerah yang sehari-hari digunakan.
2. Mengetahui system pengetahuan masyarakat di daerah
tersebut.
3. Mengetahui sistem kekerabatan dan organisasi sosial yang
ada di kebudayaan tersebut.
4. Mengetahui peralatan hidup dan teknologi yang digunakan
oleh kebudayaan tersebut untuk bertahan hidup.
5. Mengetahui sistem mata pencahariannya.
6. Mengetahui kesenian dan religi atau sistem kepercayaan
yang dianut oleh kebudayaan tersebut.

C. Sistematika Penulisan

Tugas Akhir ini nantinya disusun dengan sistematika penulisan yang


terdiri dari empat bab pokok bahasan sebagai berikut:

1) BAB I PENDAHULUAN: Bab ini berisi tentang Latar Belakang,


Tujuan Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
2) BAB II KEBUDAYAAN SUKU BIAK NUMFOR: Bab ini
membahas tentang Kebudayaan Suku Biak Numfor yang diulas
tentang kehidupan saat dahulu kala seperti, bahasa daerah yang
digunakan, sistem pengetahuan masyarakat, organisasi sosial, sistem
peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup,
sistem religi dan kesenian.
3) BAB III POLA HIDUP MASYARAKAT SUKU BIAK NUMFOR:
Bab ini membahas tentang Pola Hidup Masyarakat Suku Biak
Numfor diulas tentang keadaan saat sekarang seperti, bahasa daerah
ya ng digunakan saat ini, sistem pengetahuan masyarakat, organisasi
sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata
pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian.
4) BAB IV PENUTUP: Bab ini membahas tentang kesimpulan dari
materi diatas tentang Kebudayaan Suku Biak Numfor serta saran-
sarannya.
BAB II
KEBUDAYAAN SUKU BIAK DI KABUPATEN
BIAK NUMFOR
A. Bahasa Daerah Yang Digunakan Dahulu Kala

Orang Biak, baik yang bertempat tinggal di daerah Kepulauan Biak-


Numfor maupun yang berdomisili di tempat-tempat perantauan,
menggunakan satu bahasa yaitu bahasa Biak.

Walaupun mereka menggunakan satu bahasa yang sama juga, terdapat


perbedaan dialek antara penduduk pada satu daerah dengan daerah yang
lainnya. Namun, secara prinsip dialek-dialek yang berbeda itu tidak
menghalangi mereka untuk saling mengerti satu sama yang lain. Di
Kepulauan Biak-Numfor sendiri terdapat sepuluh dialek sedangkan di
daerah-daerah migrasi atau perantauan terdapat seumlah dialek, seperti :
Dialek Ariom, Bo”O, Dwar, Fairi, Korim, Mandusir, Mofu, Opif, Padoa,
Penasifu, Samberi, Sor, Sorendidori, Sundei, Wari, Wadibu, Dan
Sebagainya.

Secara linguistik, bahasa Biak adalah salah satu bahasa di Papua yang
dikategorikan dalam keluarga bahasa Austronesia (Muller 1876-1888;
Wurm & Hattori 1982) dan khususnya termasuk pada subgrup
SouthHalmahera-West New Guinea (Blust 1978). Oleh karena bahasa
tersebut digunakan oleh para migran Biak di daerah-daerah perantauan,
maka ia berfungsi di tempat-tempat itu sebagai bahasa pergaulan antara
orang-orang asal Biak dengan penduduk asli., maka bahasa Biak termasuk
dalam kelompok bahasa-bahasa daerah di Papua yang jumlah penuturnya
lebih dari 10.000 orang. Kecuali itu, jika dilihat dari segi luas wilayah
pesebarannya maka bahasa Biak merupakan bahasa yang paling luas
wilayah pesebarannya di seluruh Papua.
B. Sistem Pengetahuan

Pengetahuan dan kearifan masyarakat lokal sangat bermanfaat dalam


transpotasi di bidang kelautan, sehingga ini memberikan pedoman bagi
nelayan maupun para pelaut dalam berdagang maupun berperang. Orang
biak mengenal dua jenis perahu dagang mansusu) dan perahu perang (way
mamun).

C. Sistem Peralatan Hidup Dan Teknologi

Suku bangsa Biak Numfor yang bermata pencaharian berladang dan


juga melaut, menggunakan alat-alat pertanian berupa parang, kapak, tugal
atau tongkat kayu untuk mencocok tanah. Alat-alat untuk menangkap ikan
digunakan tangguk yang disebut pam atau riken, pukat yang disebut pam
papos,tombak ikan yang disebut manorra terbuat dari bamboo yang diberi
dua atau tiga peruncing dari besi. Sedangkan alat-alat untuk berburu banyak
digunakan tombak, selain digunakan pula untuk membunuh musuh.

Alat-alat rumah tangga, misalnya sendok kayu yang disebut adwar atau
asisus, piring untuk makan sagu atau aibar. Pakaian orang Biak terbuat dari
kulit kayu berupa cawat yang disebut sarare. Alat kesenian adalah songer
berupa kecapi kecil yang dibunyikan dengan gigi, dan karobow yang berupa
gerincing yang terbuat dari rangkaian kulit kerang. Untuk transportasi atau
perhubungan digunakan perahu bercadik satu, sedangkan perahu perang
diberi bercadik dua buah.

D. Sistem Mata Pencaharian Hidup

Orang Biak, terutama yang tinggal di pedesaan, hidup terutama dari


berladang dan menangkap ikan. Jenis mata pencaharian hidup yang disebut
pertama, berladang, dilakukan oleh sebagian besar penduduk, sedangkan
matapencaharian yang kedua, menangkap ikan.
Teknik berladang yang digunakan ialah berpindah-pindah. Suatu bidang
tanah yang hendak dijadikan ladang pertama-tama dibersihkan dari semak-
semak dan pohon-pohon kecil di dalamnya kemudian ditanami, biasanya
dengan talas dan keladi. Apabila kebun sudah siap ditanami, maka segera
pohon-pohon besar itu ditebang. Setelah itu, dahan-dahan dari pohon-pohon
besar yang sudah rubuh itu dipotong-potong dan diratakan tersebar dalam
kebun. Batang pohon, dahan dan daun dibiarkan membusuk menjadi
kompos penyubur bagi tanaman yang sudah ditanami itu. Jenis-jenis
tanaman lain berupa buah-buahan misalnya pepaya, pisang dan sayur-sayur
ditanam kemudian, dicelah-celah tanaman pokok. Pekerjaan berikut adalah
membuat pagar keliling. Fungsinya utama dari pagar ialah untuk mencegah
babi hutan yang merupakan hama utama bagi petani-petani di daerah ini.

Hasil suatu kebun dipanen setelah kurang lebih 8 bulan sejak ditanami.
Sesudah panen pertama kebun masih digunakan lagi sekali, sesudah itu
ditinggalkan dan pindah untuk membuka kebun baru di lahan lain.
Pembukaan kebun baru dengan melakukan pekerjaan yang sama menurut
tahap-tahap tersebut di atas terjadi tidak lama sesudah hasil pada kebun
pertama dipanen. Setelah kurang lebih 10 tahun, lahan yang telah digunakan
pertama itu dibuka lagi dan oleh karena telah ditinggalkan sekian lama maka
secara alamiah kesuburan tanah pulih kembali sehingga dapat memberikan
hasil yang cukup baik seperti halnya pada penggunaan pertama.

Pada umumnya penduduk yang melakukan pekerjaan berladang sebagai


pekerjaan pokok, juga melakukan penangkapan ikan sebagai mata
pencaharian tambahan. Hal ini terjadi karena belum ada pembagian kerja
yang bersifat spesialisasi. Seperti halnya di daerah Papua lainnya, di daerah
Biak-Numfor, terutama di daerah pedesaan, tiap keluarga inti berfungsi unit
produksi yang menghasilkan semua kebutuhan pokok bagi kehidupan
angngota keluarganya sendiri, tidak tergantung pada keluarga lain. Hasil
yang diperoleh dari berladang dipakai terutama untuk memenuhi kebutuhan
keluarga sendiri, jika ada kelebihan, maka dibagikan kepada anggota
keluarga yang lain (di waktu lalu).
Di masa lampau mata pencaharian lain yang sangat penting dalam
kehidupan orang Biak adalah perdagangan. Barang-barang perdagangan
utama pada waktu itu adalah hasil laut, piring, budak dan alat-alat kerja
yang dibuat dari besi seperti parang dan tombak. Perlu dicatat disini bahwa
kepandaian besi sudah dikenal orang Biak melalui penduduk Maluku jauh
sebelum orang Eropa pertama datang di daerah ini pada awal abad ke-16
sehingga peralatan kerja tersebut di atas merupakan hasil produksi sendiri
(Kamma & Kooijman 1974).

Sistem perdagangan yang dilakukan pada waktu lampau ialah melalui


cara tukar menukar barang atau barter (dalam bahasa Biak disebut farobek),
tanpa mata uang tertentu seperti halnya orang Me dan Muyu yang
menggunkan kulit kerang sebagai alat pertukaran yang terbaku dalam
kebudayaannya.. Sungguhpun demikian, melalui sistem barter, orang Biak
telah menciptakan suatu institusi yang disebut sistem manibob atau sistem
rekanan dagang di berbagai daerah pesisir Kepala Burung sampai ke
Kepulauan Raja Ampat. Oleh karena sistem manibob merupakan salah satu
media yang digunkan untuk mencapai kedudukan pemimpin dalam
masyarakat maka perlu diberikan penjelasan singkat tentang sistem tersebut.

Sistem manibob adalah suatu sistem dimana dua individu yang berasal
dari dua kampung atau dua tempat yang berbeda lokasi saling bertemu
melalui hubungan dagang. Pertemuan antara dua individu yang berbeda itu
dapat tumbuh dan membawa dua individu bersangkutan pada hubungan
yang lebih akrab dan berlangsung lama.

Cara menciptakan hubungan manibob atau rekanan dagang itu ialah


melalui bentuk pertukaran. Dalam satu transaksi orang yag menjual benda-
benda berharga tertentu kepada orang yag lain tidak menuntut pembayaran
penuh, melainkan mengharapkan pihak pembeli memberikan bantuan
kepadanya di Antropologi Papua Volume 1. No. 3 Agustus 2003 saat
memerlukan pertolongan. Relasi manibob atau partner dagang antara dua
orang yang mengikat diri dalam waktu yang lama dapat meningkat erat
sedemikian rupa sehingga relasi tersebut bukan terbatas hanya pada segi
perdagangan saja melainkan pada bidang yang lebih luas. Wujud nyata
dalam hubungan yang bersifat lebih luas itu dapat dilihat misalnya pada saat
mereka saling memperingatkan dalam keadaan bahaya perang atau mereka
saling membantu pada saat terjadi kelaparan karena musim kemarau yang
berkepanjangan. Biasanya untuk memperkuat dan melestarikan relasi yang
sudah ada, antara dua belah pihak terjadi perkawinan. Relasi pertemanan
yang mula-mula terdiri dari hubungan perdagangan dan kemudian diperkuat
dengan kepentingan-kepentingan lain yang mengikat dua individu untuk
jangka waktu yang tidak terbatas itulah yang disebut sistem manibob (cf.
Feuilletau de Bruyn 1920).

Melalui sistem manibob kaum kerbat dan kenalan-kenalan dari dua


belah pihak dapat saling tukar menukar barangnya dengan aman, mudah dan
lancar. Hal ini dapat terjadi karena adanya saling pengertian dan
kepercayaan antara mereka atas dasar hubungan pertemanan atau manibob
tadi. Demikianlah individu-individu yang mempunyai relasi tersebut dan
yang berhasil dengan baik memenuhi kepetingan-kepentingan kaum kerabat
dan kenalan-kenalannya dalam berbagai transaksi, di satu pihak dapat
meningkatkan prestise sendiri di muka mereka dan pada pihak yang lain
keberhasilan itu membawa pengakuan dari mereka terhadap
kepemimpinannyan. Atas dasar pengakuan inilah seseorang dapat tampil
sebagai pemimpin dalam masyarakatnya.

Dalam kaitannya dengan aktivitas perdagangan orang Biak dengan suku-


suku bangsa lain di daerah pantai utara Papua sampai ke daerah Kepala
Burung dan Kepulauan Raja Ampat, ialah dikembangkannya pengetahuan
pelayaran yang amat baik oleh orang-orang Biak. Sistem pengetahuan
pelayaran yang dimaksud di sini adalah pengetahuan tentang teknik
membuat perahu, pengetahuan astronomis, pengetahuan tentang gelombang
dan arus-arus laut. Pemilikan pengetahuan ini memungkinkan orang Biak
berhubungan dengan banyak suku-suku bangsa lainnya di berbagai tempat
di daerah pesisir Papua dan akhirnya sebagian orang-orang Biak menetap di
tempat-tempat itu seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya di atas.
E. Sistem Religi

Orang Biak Numfor memiliki kepercayaan terhadap para roh, yaitu


suatu kepercayaan yang telah dibentuk dari nenek moyang mereka. Mereka
percaya akan adanya penguasa yang melebihi kekuatan atau kekuasaan
manusia biasa yang menurut mereka penguasa tersebut mendiami Nanggi
(surga) yang berada di Mandep (langit). Selain itu mereka percaya akan
adanya penguasa-penguasa yang mendiami farsyos (jagad raya) da nada
juga yang menghuni abyab (gua), karui beba (batu besar), bon bekaki
(guung tinggi), soren (dasar laut), war besyad (sungai), ai beba (pohon
besar), dan lain-lainnya.

Penguasa yang mendiami Nanggi merupakan pusat kekuatan atau


kekuasaan yang mengatur alam semesta. Penguasa Nanggi (sang langit)
dikenal dengan sebutan Manggundi (Dia sendiri0. Penguasa-penguasa yang
mendiami farsyos, abyab, karui beba (baru besar), bon bekaki, dan lain-
lainnya yang disebutkan diatas adalah bersifat roh (spirit).

Roh-roh yang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu roh-roh/arwah-arwah


nenek moyang dan kerabat mereka yang telah meninggal dunia yang dikenal
dengan istilah bahasa biak yaitu karwar. Kedua, roh-roh halus jin. Roh-roh
ini dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Roh-roh halus/jin yang mendiami pohon-pohon besar yang


dalam istilah bahasa biak disebut Arbur.
b. Roh-roh halus/jin yang mendiami gua, gunung, batu, hutan
rimba, sungai disebut dabyor, yang dikenal juga dengan sebutan
Manggun pemilik).
c. Roh-roh halus/jin yang mendiami laut atau lautan disebut Faknik

Hal ini menunjukkan bahwa orang biak numfor percaya adanya makhluk
supranatural. Agama tradisional mereka mempunyai hubungan erat
dengan mitologi mereka.
F. Kesenian

Wor merupakan kebudayaan khas masyarakat adat biak numfor.


Wor memiliki 2 arti, yaitu sebagai upacara adat dan nyanyian adat. Wor
nyaris hilang ditahun 1940-an karena adanya gerakan pembaharuan yang
membuat orang biak meninggakan tradisi ini. Namun, kesenian sakral yang
sangat terkait dengan kepercayaan setempat ini mengakar pada masyarakat
biak numfor sebegitu kuatnya sehingga usaha yang dilakukan pemerintah
colonial untuk menghapus tradisi ini tak berhasil.

Menurut legenda biak numfor, Wor bernula ketika mansard mnuwon


yang sedang berburu di hutan mendengar orang menyanyi dan memukul tifa
di pohon yang tinggi. Ketika ia memeriksa dahan yang menjadi sumber
suara, ia tak melihat apa-apa. Ia kemudian beristirahat di bawah pohon. Saat
itu, musik terdengar semakin keras, menjangkau tumbuhan merambat di
pohon itu.musik kemudian terpecah menjadi paduan suara. Kumpulan
bunga pada tumbuhan merambat pun bernyanyi.

Wor sebagai nyanyian adat meresap disetiap aspek kehidupan orang


biak numfor. Sambil berkebun atau menganyam, kaum wanita menyanyi
mengingat kekasihnya. Kelompok laki-laki menyanyikan wor di laut untuk
menenteramkan roh-roh atau saat mereka sedang mempersiapkan diri untuk
berperang. Keluarga dari segala umur menyanyikan wor di pesta, menandai
peralihan dalam kehidupan seorang anak.

Sebagai wahana utama pengungkapan jati dirisosial, wor berfungsi


mengesahkan pernyataan hak wilayah, menyampaikan tuntutan hadiah
makanan dan minuman, serta menimbulkan rasa simpati, dukungan,
kemarahan, atau kesedihan. Ahli wor mendapat kedudukan layaknya sang
petualang yang dipuji-puji oleh masyarakat.
BAB III

POLA HIDUP MASYARAKAT SUKU BIAK NUMFOR

A. Bahasa
Bahasa mereka tergolong bahasa Papua, terbagi dalam sejumlah
dialek, seperti : Dialek Ariom, Bo'o, Dwar, Fairi, Korim, Mandusir, Mofu,
Opif, Padoa, Penasifu, Samberi, Sor, Sorendidori, Sundei, Wari, Wadibu
dan sebagainya.

Adapun bahasa yang digunakan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat


yang tersebar di 19 (sembilan belas) wilayah kecamatan/distrik di
Kabupaten Biak Numfor adalah Bahasa Indonesia. Bahasa Biak digunakan
penduduk asli di 19 (sembilan belas) kecamatan/distrik yang sama, hanya
dibedakan oleh dialek bahasa. Masyarakat Biak Numfor mempunyai potensi
yang besar dalam sosial budaya seperti seni suara, seni ukir, adat-istiadat
dan objek wisata yang dapati kembangkan sebagai daya tarik wisata bagi
wisatawan domestik dan mancanegara.

B. Sistem Pengetahuan

Adapun pengetahuan yang dimiliki Suku Biak, yaitu mengetahui


jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat yang dapat
menyembuhkan sakit penyakit atau luka bakar, luka sayatan, maupun dapat
digunakan untuk membunuh ikan, dalam jumlah sedikit. Jenis tumbuhan
yang digunakan untuk membunuh ikan seperti Akar Tuba.

C. Organisasi Sosial
1. Kelompok Kekerabatan
Suku Biak memiliki kelompok kekerabatan berdasarkan marga atau
disebut keret (famili). Sistem kekerabatannya luas berdasarkan pertalian
darah. Berlaku adat menetap (virilokal).
2. Kepemimpinan
Tipe Kepemimpinan yang dimiliki suku biak itu ada 3 yaitu :
 Mambri, adalah orang yang biasa memimpin perang,
pandai diplomasi, badan besar/tubuh kekar, suara besar dan juga
kaya.
 Mananwir Mnu (kepala kampung) merupakan seseorang yang
berkuasa berdasarkan hak yang diwariskan.
 Mananwir Keret (kepala marga) biasa bertugas mengurus marga
(keret) berdasarkan silsilah keluarga.

D. Sistem peralatan hidup dan teknologi


Alat-alat rumah tangga, misalnya sendok kayu yang disebut adwar
atau asius, piring untuk makan sagu atau aibar. Pakaian orang Biar terbuat
dari kulit kayu berupa cawat yang disebut sarare. Alat kesenian adalah
songer berupa kecapi kecil yang dibunyikan dengan gigi, dan korobow yang
berupa gerincing yang terbuat dari rangkaian kulit kerang. Untuk
transportasi atau perhubungan digunakan perahu bercadik satu, sedangkan
perahu perang diberi bercadik dua buah.

 Rumah Adat
a. Rum Som
Rum Som merupakan rumah kehuarga luas yang didiami
ayah dan ibu senior dengan anak laki-laki mereka yang sudah
kawin. Disebut Rumsom sebab atapnya yang berbentuk kulit
penyu, bagian depannya yang menjulur keluar memberi
kesan “mengambang” karena tidak ditopang oleh tiang
penyangga.
b. Rum Sram
Rum Sram adalah rumah pemuda. Rumah ini dibangun untuk
menampung anak-anak lelaki yang sudah saatnya tidak boleh
tidur bersama orang tuanya di dalam bilik keluarga di Rum
Sram(rumah keluarga). Perahu Tradisional Biak Terdapat 2
(dua) jenis perahu besar yang cukup terkenal di Biak Numfor
yaitu “Manjur” (perahu dagang) dan “Wai roon” (perahu
perang). Dengan perahu Mansusu orang Biak mengadakan
penjelajahan jauh sampai ke Tidore dan Ternate serta
Negara-negara asing lainnya. Dengan perahu Wai roon orang
Biak mengadakan perang suku dengan suku-suku lain dan
menangkap budak-budak.

E. Sistem mata pencaharian hidup


Daratan kepulauan ini amat tandus dan tidak baik untuk bercocok
tanam dengan leluasa, karena itu sebagian besar mengandalkan mata
pencahariannya kepada kegiatan menangkap ikan di laut dan sungai. Hanya
di beberapa tempat mereka bisa menanam sayur, pisang, dan buah-buahan
lainnya. Mereka banyak juga yang mengembangkan usaha perdagangan
tradisional dengan masyarakat di daratan Irian Jaya. Barang dagangan
mereka adalah ikan, garam, sagu, ubi, keladi, tembakau, damar, kayu besi,
rotan, barang kelontong, beras.

F. Sistem religi
Orang Biak sebagian besar telah menganut agama Kristen. Tetapi,
orang Biak masih banyak memiliki kepercayaan terhadap para roh, yaitu
suatu kepercayaan yaang telah terbentuk dari nenek moyang mereka.
Mereka percaya akan adanya penguasa yang melebihi kekuatan atau
kekuasaaan manusia biasa yang menurut mereka penguasa tersebut
mendiami Nanggi (surga) yang berada di Mandep (langit).
Selain itu, mereka percaya akan adanya penguasa-penguasa yang
mendiami Farsyos (Jagad raya) dan ada juga yang menghuni abyab (gua),
karui beba (batu besar), bon bekaki (gunung tinggi), soren (dasar laut), war
besyab (sungai), ai beba (pohon besar), dan lain-lainnya. Penguasa yang
mendiami Nanggi merupakan pusat kekuatan atau kekuasaan yang mengatur
alam semesta. Penguasa Nanggi (Sang Langit) dikenal dengan sebutan
Manggundi (Dia sendiri). Penguasa-penguasa yang mendiami Farsyos,
abyab, karui beba (batu besar), bon bekaki, dan lain-lainnya yang
disebutkan di atas adalah bersifat roh (spirit).
Roh-roh ini diklasifikasikan menjadi dua, yaitu roh-roh/arwah-arwah
nenek moyang dan kerabat mereka yang telah meninggal dunia yang dikenal
dengan istilah bahasa Biak yaitu Karwar. Karwar ini mendiami Farsyos
(jagad raya), sup/meos aibui (wilayah/tempat atau pulau yang merupakan
tempat berkumpulnya arwah-arwah itu) dan juga Amfyanir. Selain itu, roh-
roh itu mendiami wilayah-wilayah yang tidak ada penghuninya (sup
bebewursba), seperti lautan luas atau hutan-hutan belan-tara.
Kedua, roh-roh halus jin. Roh-roh ini dibagi menjadi tiga, yaitu :
 roh-roh halus/jin yang mendiami pohon-pohon besar yang dalam
istilah bahasa Biak disebut Arbur;
 roh-roh halus/jin yang mendiami gua, gunung, batu, hutan rimba,
sungai disebut dabyor, yang dikenal juga dengan sebutan Manggun
(pemilik); dan roh-roh halu /jin yang mendiami laut atau lautan
disebut Faknik.
Hal ini menunjukkan bahwa orang Biak percaya adanya makhluk
supranatural. Agama tradisional mereka mempunyai hubungan erat dengan
mitologi mereka. Tokoh mitologi mereka adalah Manarmakeri yang telah
pergi ke sebelah barat dan dia akan datang kembali untuk memberikan
kebahagian atau kekayaan bagi mereka yang telah lama ditinggalkan.
Mereka percaya bahwa Manggundi yang menjelma sebagai manusia biasa,
yaitu Manarmakeri yang pernah melakukan karya Koreri di Meokbundi
(salah satu pulau di Biak Timur).
Namun, ia tidak diterima oleh masyarakatnya (Orang Biak),
sehingga ia pergi ke bagian barat yaitu Eropa, dan Ia akan kembali kepada
mereka dengan membawa kembali koreri, yaitu dunia Kando Mob Oser,
artinya dunia yang tidak ada kesusahan lagi/dunia bahagia. Selain itu, Wor
merupakan unsur penting dalam agama tradisonal mereka. Dengan demikian
mempunyai sifat religius cukup tinggi.
Oleh karena itu, Wor merupakan suatu perwujudan dari kehidupan
religius yang menurut mereka sangat penting. Dikatakan sangat penting
karena Wor mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas
orang Biak dan merupakan simbol hubungan mereka dengan Penguasa
(Manggundi) dan kerabat-kerabat mereka yang meninggal (Arwah-arwah
nenek moyang).
Dalam kehidupan beragama orang Biak, Wor merupakan suatu
kewajiban yang diatur berdasarkan sistem kekerabatan (patrilineal) dan
sistem perkawinan mereka, sehingga apabila ada keluarga batih yang lalai
melakukannya, maka keluarga tersebut akan mendapat sanksi dari
Manggundi atau arwah-arwah nenek moyang mereka.

G. Kesenian
a. Seni Musik Daerah
Musik tradisional Biak Numfor disebut Wor yaitu puisi Biak
yang dinyanyikan dengan tangga nada pentatonik 1 (do), 2
(re), 3 (mi), 5 (sol) dan 6 (la). Wor Biak tidak mengenal 4
(fa) dan 7 (si). Struktur puisi Wor terdiri dari 2 bait yang
disebut Kadwor (puncak) dan Fuar (pangkal).
Tercatat sekitar 18 jenis lagu Wor Biak antara lain
Kankarem, Moringkin, Kansyaru, Wonggei, Disner,
Nambojaren, Erisam, Dow Arbur, Dow Mamun, Armis,
Aurak, Dow Beyor Warn, Dow Bemun Warn, Kawop, Urere,
Randan dan Beyuser. Nyanyian Wor biasanya diiringi alat
music” Sireb” atau Sandip yakni alat musik Tifa.
b. Seni Ukir Daerah
Seni ukir daerah yang dengan gaya Karwamya, selama ini
hanya menjadi penghuni museum luar negeri. Dengan
munculnya seni ukir Asmat yang terkenal di dunia
internasional, mendorong pengukir muda berbakat asal Biak
kembali mengabdikan karya seni nenek moyang dalam
seluruh aspek kehidupan masyarakat adat Biak Numfor.
c. Seni Kerajinan Rakyat
Beberapa seni kerajinan rakyat Biak yang menonjol antara
lain:
 Kerajinan kerang hias
 Kerajinan anyam-anyaman
 Pengrajinan lainnya.
Di Kabupaten Biak Numfor, terdapat aneka tari daerah yang menarik
dan memikat. Tari-tarian tersebut berupa Tari Kankarem (Tari Pembukaan),
Tari Mamun (Tari Perang), Tari Akyaker (Tari Perkawinan) dan lain-lain
yang diiringi dengan lagu-lagu wor Biak. Disamping tari tradisional diatas,
terdapat pula dua jenis tarian Biak versi baru yakni Tari Pancar dan Tari
Mapia. Tari Pancar yang saat ini popular dengan nama Yospan
(Yosimpancar) diciptakan sekitar awal tahun 1960-an oleh seniman Biak.
Tarian ini tidak dikenal disaat terjadinya konfrotasi antara Belanda dan
Indonesia soal Irian Barat ( Papua). Tarian ini diiringi oleh lagu-lagu pancar
diantonis yang menggunakan alat musik Gitar, Stringbass, dan Ukulele. Tari
Mapia merupakan tari kreasi baru yang berasal dari pulau-pulau Mapia.
Tarian ini diciptakan sekitar tahun 1920-an dan diperkenalkan ke Biak oleh
orang-orang Kinmon, Saruf, dan Bariasba.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Menanggapi semua hal yang sudah di bahas pada bab bab


sebelumnya, dapat di simpulkan bahwa suku bangsa biak numfor, irian jaya
mengalami proses alkurturasi pengaruh dari budaya luar yang masuk ke
wilayah biak numfor, maka muncuk kebudayaan baru akibat alkurturasi
tersebut. Berdasarkan penelitian terhadap beberapa data dan fakta mengenai
suku biak di irian jaya, kebudayaan suku tersebut masih menyimpan benda
benda yang mengandung unsur mistis.

Dari berbagai unsur unsur krbudayaan, antara lain dalam sistem


ekonomi, sistem organisasi sosial, sistem reliji, dan kesenian. Perubahan di
sistem ekonomi inilah, masyarakat suku biak numfor mengalami perubahan
yang cukup signifikan. Karena di masa lampau mata pencaharian yang
sangat penting dalam kehidupan orang biak adalah perdagangan. Barang
barang perdagangan utama pada waktu itu adalah hsil laut, piring, budak
dan alat alat kerja yang di buat dari besi seperti parang dan tombak dan
mereka menggunakan sistem perdagangan yang berupa barter ( tukar
menukar barang ). Kemudian masyarakat biak tersebut mengalami
perubahan dalam sistem perdagangan seiring perkembangan zaman. Namun
ciri khas orang biak khususnya daerah pedesaan serta pesisir pantai, maka
mata pencaharian untuk bertahan hidup ialah dengan berladang dan
menangkap ikan karena sulitnya mencari pekerjaan disekitar wilayah
mereka.

Satu hal yang patut di sesalkan dari suku biak ini adalah bahwa
persaingan antar organisasi-organisasi tersebut telah mempengaruhi para
pengikutnya, sehingga timbul permusuhan antara penduduk serta emosi
yang dimiliki tiap individual pun ketika hak mereka diusik maka tempramen
dari mereka pun cepat meningkat tanpa peduli siapa. Namun sistem
kekerabatandari suku itu sendiri sangat kental dalam mengayomi satu sama
lain.

Setiap kebudayaan suku suatu bangsa seiring perkembangan jaman


sudah pasti pula mengalami perubahan dalam setiap suku bangsa di
Indonesia mau itu berdampak buruk maupun baik, hal tersebut yang akan
mempengaruhi perkembangan Negara indonesiaitu sendiri dalam ha
pemerintahan dan kesejahteraan rakyat. Patut kita sadari dari berbagai
macam suku bangsa yang Negara kita miliki, Negara kita termasuk Negara
berhasil menyatu padukan berbagai suku diseluruh peosok wilayah
Indonesia menjadi sutu kesatuan di tanah air Indonesia kita yang
dipersatukan dan sering kita kenal dengan Bhinneka Tunggal Ika.

Anda mungkin juga menyukai