DISUSUN OLEH:
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa
menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang
perkembangan Budaya.
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
kita sekalian.
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Bahasa ..................................................................................
B. Sistem Pengetahuan .............................................................
C. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi ................................
D. Sistem Religi ........................................................................
E. Kesenian ...............................................................................
A. Bahasa ..................................................................................
B. Sistem Pengetahuan .............................................................
C. Organisasi Sosial ..................................................................
D. Sistem Peralatan Hidup Dan Teknologi ...............................
E. Sistem Religi ........................................................................
F. Kesenian ...............................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................
B. Saran-saran ...........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui bahasa daerah yang sehari-hari digunakan.
2. Mengetahui system pengetahuan masyarakat di daerah
tersebut.
3. Mengetahui sistem kekerabatan dan organisasi sosial yang
ada di kebudayaan tersebut.
4. Mengetahui peralatan hidup dan teknologi yang digunakan
oleh kebudayaan tersebut untuk bertahan hidup.
5. Mengetahui sistem mata pencahariannya.
6. Mengetahui kesenian dan religi atau sistem kepercayaan
yang dianut oleh kebudayaan tersebut.
C. Sistematika Penulisan
Secara linguistik, bahasa Biak adalah salah satu bahasa di Papua yang
dikategorikan dalam keluarga bahasa Austronesia (Muller 1876-1888;
Wurm & Hattori 1982) dan khususnya termasuk pada subgrup
SouthHalmahera-West New Guinea (Blust 1978). Oleh karena bahasa
tersebut digunakan oleh para migran Biak di daerah-daerah perantauan,
maka ia berfungsi di tempat-tempat itu sebagai bahasa pergaulan antara
orang-orang asal Biak dengan penduduk asli., maka bahasa Biak termasuk
dalam kelompok bahasa-bahasa daerah di Papua yang jumlah penuturnya
lebih dari 10.000 orang. Kecuali itu, jika dilihat dari segi luas wilayah
pesebarannya maka bahasa Biak merupakan bahasa yang paling luas
wilayah pesebarannya di seluruh Papua.
B. Sistem Pengetahuan
Alat-alat rumah tangga, misalnya sendok kayu yang disebut adwar atau
asisus, piring untuk makan sagu atau aibar. Pakaian orang Biak terbuat dari
kulit kayu berupa cawat yang disebut sarare. Alat kesenian adalah songer
berupa kecapi kecil yang dibunyikan dengan gigi, dan karobow yang berupa
gerincing yang terbuat dari rangkaian kulit kerang. Untuk transportasi atau
perhubungan digunakan perahu bercadik satu, sedangkan perahu perang
diberi bercadik dua buah.
Hasil suatu kebun dipanen setelah kurang lebih 8 bulan sejak ditanami.
Sesudah panen pertama kebun masih digunakan lagi sekali, sesudah itu
ditinggalkan dan pindah untuk membuka kebun baru di lahan lain.
Pembukaan kebun baru dengan melakukan pekerjaan yang sama menurut
tahap-tahap tersebut di atas terjadi tidak lama sesudah hasil pada kebun
pertama dipanen. Setelah kurang lebih 10 tahun, lahan yang telah digunakan
pertama itu dibuka lagi dan oleh karena telah ditinggalkan sekian lama maka
secara alamiah kesuburan tanah pulih kembali sehingga dapat memberikan
hasil yang cukup baik seperti halnya pada penggunaan pertama.
Sistem manibob adalah suatu sistem dimana dua individu yang berasal
dari dua kampung atau dua tempat yang berbeda lokasi saling bertemu
melalui hubungan dagang. Pertemuan antara dua individu yang berbeda itu
dapat tumbuh dan membawa dua individu bersangkutan pada hubungan
yang lebih akrab dan berlangsung lama.
Hal ini menunjukkan bahwa orang biak numfor percaya adanya makhluk
supranatural. Agama tradisional mereka mempunyai hubungan erat
dengan mitologi mereka.
F. Kesenian
A. Bahasa
Bahasa mereka tergolong bahasa Papua, terbagi dalam sejumlah
dialek, seperti : Dialek Ariom, Bo'o, Dwar, Fairi, Korim, Mandusir, Mofu,
Opif, Padoa, Penasifu, Samberi, Sor, Sorendidori, Sundei, Wari, Wadibu
dan sebagainya.
B. Sistem Pengetahuan
C. Organisasi Sosial
1. Kelompok Kekerabatan
Suku Biak memiliki kelompok kekerabatan berdasarkan marga atau
disebut keret (famili). Sistem kekerabatannya luas berdasarkan pertalian
darah. Berlaku adat menetap (virilokal).
2. Kepemimpinan
Tipe Kepemimpinan yang dimiliki suku biak itu ada 3 yaitu :
Mambri, adalah orang yang biasa memimpin perang,
pandai diplomasi, badan besar/tubuh kekar, suara besar dan juga
kaya.
Mananwir Mnu (kepala kampung) merupakan seseorang yang
berkuasa berdasarkan hak yang diwariskan.
Mananwir Keret (kepala marga) biasa bertugas mengurus marga
(keret) berdasarkan silsilah keluarga.
Rumah Adat
a. Rum Som
Rum Som merupakan rumah kehuarga luas yang didiami
ayah dan ibu senior dengan anak laki-laki mereka yang sudah
kawin. Disebut Rumsom sebab atapnya yang berbentuk kulit
penyu, bagian depannya yang menjulur keluar memberi
kesan “mengambang” karena tidak ditopang oleh tiang
penyangga.
b. Rum Sram
Rum Sram adalah rumah pemuda. Rumah ini dibangun untuk
menampung anak-anak lelaki yang sudah saatnya tidak boleh
tidur bersama orang tuanya di dalam bilik keluarga di Rum
Sram(rumah keluarga). Perahu Tradisional Biak Terdapat 2
(dua) jenis perahu besar yang cukup terkenal di Biak Numfor
yaitu “Manjur” (perahu dagang) dan “Wai roon” (perahu
perang). Dengan perahu Mansusu orang Biak mengadakan
penjelajahan jauh sampai ke Tidore dan Ternate serta
Negara-negara asing lainnya. Dengan perahu Wai roon orang
Biak mengadakan perang suku dengan suku-suku lain dan
menangkap budak-budak.
F. Sistem religi
Orang Biak sebagian besar telah menganut agama Kristen. Tetapi,
orang Biak masih banyak memiliki kepercayaan terhadap para roh, yaitu
suatu kepercayaan yaang telah terbentuk dari nenek moyang mereka.
Mereka percaya akan adanya penguasa yang melebihi kekuatan atau
kekuasaaan manusia biasa yang menurut mereka penguasa tersebut
mendiami Nanggi (surga) yang berada di Mandep (langit).
Selain itu, mereka percaya akan adanya penguasa-penguasa yang
mendiami Farsyos (Jagad raya) dan ada juga yang menghuni abyab (gua),
karui beba (batu besar), bon bekaki (gunung tinggi), soren (dasar laut), war
besyab (sungai), ai beba (pohon besar), dan lain-lainnya. Penguasa yang
mendiami Nanggi merupakan pusat kekuatan atau kekuasaan yang mengatur
alam semesta. Penguasa Nanggi (Sang Langit) dikenal dengan sebutan
Manggundi (Dia sendiri). Penguasa-penguasa yang mendiami Farsyos,
abyab, karui beba (batu besar), bon bekaki, dan lain-lainnya yang
disebutkan di atas adalah bersifat roh (spirit).
Roh-roh ini diklasifikasikan menjadi dua, yaitu roh-roh/arwah-arwah
nenek moyang dan kerabat mereka yang telah meninggal dunia yang dikenal
dengan istilah bahasa Biak yaitu Karwar. Karwar ini mendiami Farsyos
(jagad raya), sup/meos aibui (wilayah/tempat atau pulau yang merupakan
tempat berkumpulnya arwah-arwah itu) dan juga Amfyanir. Selain itu, roh-
roh itu mendiami wilayah-wilayah yang tidak ada penghuninya (sup
bebewursba), seperti lautan luas atau hutan-hutan belan-tara.
Kedua, roh-roh halus jin. Roh-roh ini dibagi menjadi tiga, yaitu :
roh-roh halus/jin yang mendiami pohon-pohon besar yang dalam
istilah bahasa Biak disebut Arbur;
roh-roh halus/jin yang mendiami gua, gunung, batu, hutan rimba,
sungai disebut dabyor, yang dikenal juga dengan sebutan Manggun
(pemilik); dan roh-roh halu /jin yang mendiami laut atau lautan
disebut Faknik.
Hal ini menunjukkan bahwa orang Biak percaya adanya makhluk
supranatural. Agama tradisional mereka mempunyai hubungan erat dengan
mitologi mereka. Tokoh mitologi mereka adalah Manarmakeri yang telah
pergi ke sebelah barat dan dia akan datang kembali untuk memberikan
kebahagian atau kekayaan bagi mereka yang telah lama ditinggalkan.
Mereka percaya bahwa Manggundi yang menjelma sebagai manusia biasa,
yaitu Manarmakeri yang pernah melakukan karya Koreri di Meokbundi
(salah satu pulau di Biak Timur).
Namun, ia tidak diterima oleh masyarakatnya (Orang Biak),
sehingga ia pergi ke bagian barat yaitu Eropa, dan Ia akan kembali kepada
mereka dengan membawa kembali koreri, yaitu dunia Kando Mob Oser,
artinya dunia yang tidak ada kesusahan lagi/dunia bahagia. Selain itu, Wor
merupakan unsur penting dalam agama tradisonal mereka. Dengan demikian
mempunyai sifat religius cukup tinggi.
Oleh karena itu, Wor merupakan suatu perwujudan dari kehidupan
religius yang menurut mereka sangat penting. Dikatakan sangat penting
karena Wor mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas
orang Biak dan merupakan simbol hubungan mereka dengan Penguasa
(Manggundi) dan kerabat-kerabat mereka yang meninggal (Arwah-arwah
nenek moyang).
Dalam kehidupan beragama orang Biak, Wor merupakan suatu
kewajiban yang diatur berdasarkan sistem kekerabatan (patrilineal) dan
sistem perkawinan mereka, sehingga apabila ada keluarga batih yang lalai
melakukannya, maka keluarga tersebut akan mendapat sanksi dari
Manggundi atau arwah-arwah nenek moyang mereka.
G. Kesenian
a. Seni Musik Daerah
Musik tradisional Biak Numfor disebut Wor yaitu puisi Biak
yang dinyanyikan dengan tangga nada pentatonik 1 (do), 2
(re), 3 (mi), 5 (sol) dan 6 (la). Wor Biak tidak mengenal 4
(fa) dan 7 (si). Struktur puisi Wor terdiri dari 2 bait yang
disebut Kadwor (puncak) dan Fuar (pangkal).
Tercatat sekitar 18 jenis lagu Wor Biak antara lain
Kankarem, Moringkin, Kansyaru, Wonggei, Disner,
Nambojaren, Erisam, Dow Arbur, Dow Mamun, Armis,
Aurak, Dow Beyor Warn, Dow Bemun Warn, Kawop, Urere,
Randan dan Beyuser. Nyanyian Wor biasanya diiringi alat
music” Sireb” atau Sandip yakni alat musik Tifa.
b. Seni Ukir Daerah
Seni ukir daerah yang dengan gaya Karwamya, selama ini
hanya menjadi penghuni museum luar negeri. Dengan
munculnya seni ukir Asmat yang terkenal di dunia
internasional, mendorong pengukir muda berbakat asal Biak
kembali mengabdikan karya seni nenek moyang dalam
seluruh aspek kehidupan masyarakat adat Biak Numfor.
c. Seni Kerajinan Rakyat
Beberapa seni kerajinan rakyat Biak yang menonjol antara
lain:
Kerajinan kerang hias
Kerajinan anyam-anyaman
Pengrajinan lainnya.
Di Kabupaten Biak Numfor, terdapat aneka tari daerah yang menarik
dan memikat. Tari-tarian tersebut berupa Tari Kankarem (Tari Pembukaan),
Tari Mamun (Tari Perang), Tari Akyaker (Tari Perkawinan) dan lain-lain
yang diiringi dengan lagu-lagu wor Biak. Disamping tari tradisional diatas,
terdapat pula dua jenis tarian Biak versi baru yakni Tari Pancar dan Tari
Mapia. Tari Pancar yang saat ini popular dengan nama Yospan
(Yosimpancar) diciptakan sekitar awal tahun 1960-an oleh seniman Biak.
Tarian ini tidak dikenal disaat terjadinya konfrotasi antara Belanda dan
Indonesia soal Irian Barat ( Papua). Tarian ini diiringi oleh lagu-lagu pancar
diantonis yang menggunakan alat musik Gitar, Stringbass, dan Ukulele. Tari
Mapia merupakan tari kreasi baru yang berasal dari pulau-pulau Mapia.
Tarian ini diciptakan sekitar tahun 1920-an dan diperkenalkan ke Biak oleh
orang-orang Kinmon, Saruf, dan Bariasba.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Satu hal yang patut di sesalkan dari suku biak ini adalah bahwa
persaingan antar organisasi-organisasi tersebut telah mempengaruhi para
pengikutnya, sehingga timbul permusuhan antara penduduk serta emosi
yang dimiliki tiap individual pun ketika hak mereka diusik maka tempramen
dari mereka pun cepat meningkat tanpa peduli siapa. Namun sistem
kekerabatandari suku itu sendiri sangat kental dalam mengayomi satu sama
lain.