Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam kebudayaan orang Biak perkawinan ialah hal yang penting

bagi orang Biak. “Karena perkawinan adalah bagian dari harga diri orang

Biak dan bukan semata-mata untuk memperoleh keturunan saja”.1 Dalam

sebuah Perkawinan selalu dilakukuan dengan adanya berbagai tahapan yang

diberikan sebagai suatu syarat, yaitu Pembayaran Maskawin. Praktek

pembayan Maskawin yang terjadi secara umum pada suku-suku bangsa

yang ada di seluruh Papua, dewasa ini dipandang sebagai sesuatu yang tida

relevan lagi dengan perkembangan zaman. Bahkan ada kecenderungan

untuk menghilangkannya sama sekali. Hal ini dimaksudkan bukan tanpa

alasan melainkan justru menurut orang-orang yang mempunyai sisi

pendidikan yang cukup tinggi itu memandangnya sebagai sesuatu yang

merugikan, dan juga sebagi hal penindasan hak asasi manusia, secara khusu

pada kaum perempuan.“Hukum Adat perkawinan bagi orang Biak

memberikan tuntutan tanggungjawab yang besar bagi setiap orang yang

melaksanakan pernikahan guna membentuk satu rumah tangga baru,


2
tuntutan itu ialah maskawin”. “Perkawinan harus dilakukan melalui

tahapan-tahapan yang sudah ditetapkan dalam hukum Adat. Tahapan-

tahapan yang dilakukan ialah diawali dengan peminangan, pembayaran

1
Heni V Rerey. Ketika Perempuan Papua Harus Memilih, Yogyakarta: Ombak, 2014. hl. 50
2
Lamek Ap. Budaya Masyarakat Suku Bangsa Biak di Kabupaten Biak Numfor, Jayapura: Balai
Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Irian Jaya, 2000. hl. 16

1
maskawin, sahnya perkawinan, akibat hukum perkawinan seperti kedudukan

suami isteri, dan kedudukan anak-anak yang dilahirkan”.3

“Maskawin menjadi sarana yang melegalkan suatu relasi perkawinan

secara budaya serta masyarakat Biak. Dan maskawin juga menjadi

factor yang menunjukan jati diri seorang perempuan Biak serta status

social laki-laki dengan pihaknya”.4

Suatu perkawinan bisa terjadi itu karena keinginan dari orang tua anak

laki-laki yang pergi untuk meminta anak perempuan dari keret/marga lain.

Dan orang tua dari pihak laki-laki yang harus membayar besar atau kecil

maskawin sesuai dengan yang diminta oleh keluarga pihak perempuan

untuk memenuhi permintaan dari keluarga perempuan. “Tanggung jawab

yang berat untuk membayar maskawin dan kewajiban-kewajiban lainnya

yang dipikul oleh keluarga laki-laki tidak dianggap sebagai beban yang

perlu dihindarkan karena tujuan penting dari perkawinan itu sendiri’’.5

Pembayaran Makawin ini dapat dilakukan pada saat orang ingin

melaksanakan pernikahan, guna membentuk suatu rumah tangga baru. Akan

tetapi jika pembayaran maskawin itu sudah dilakukan, tapi seorang

perempuan menolak untuk menikah, maka maskawin itu akan

dikembalikan.

“Pada zaman dulu jumlah besar dan kecilnya maskawin ini dilihat dari

keadaan keluarga laki-laki, pada zaman sekarang persoalan maskawin

mengalami pergeseran, maskawin yang diminta dilihat dari pendidikan dan

3
Endang Sumiarni. Hukum Adat Biak, Yogyakarta: Biro Hukum Sekretariat Daerah Propinsi
Papua, 2010. hl. 101
4
Anthon Rumbewas. Berteologi Menjawab Permasalahan Konteks, Jayapura: Sub Bagian Hukum
dan KUB Kanwil Kementerian agama Provinsi Papua, 2016. hl. 257
5
Ibid.,hl. 15

2
pekerjaan seorang anak perempuan”.6 Jika seorang anak perempuan ini

sudah mendapatkan pekerjaan (dosen, guru, suster pendeta dll) maka

maskawin yang minta akan besar jumlahnya. Ini bisa membuat terjadi

konflik dalam kehidupan berumah tangga kedua anak tersebut, bisa terjadi

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), perselingkuhan dan perceraian,

meskipun hal ini melanggar undang-undang dan hukum Tuhan, karena laki-

laki menganggap bahwa ia sudah membeli anak perempuan itu.

Namun sebaliknya jika maskawin yang diminta itu tidak terlalu besar

jumlahnya, dan ia dapat memberikan keturunan yang banyak bagi kelurga

laki-laki, maka perempuan itu akan di hargai dan di sayangi dalam keluarga

laki-laki, terutama suaminya. Hal ini telah terjadi di lingkungan hidup

orang Biak yang sekarang ini, yang mana orang Biak mulai memandang

Adat itu seperti hal yang biasa-biasa saja

Hal ini menjadi suatu masalah bagi keluarga Kristen dan berpengaruh pada

generasi-generasi muda saat ini.

Untuk itu penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul di atas.

1.2. Rumusan dan Pembatasan Masalah

2.1 Rumusan Masalah

1. Apa itu adat Pembayaran Maskawin ?

2. Apa dampak dari besarnya jumlah maskawin dalam kehidupan rumah

tangga orang Biak ?

3. Bagaimana pandangan Teologi terhadap Adat Pembayaran Maskawin

dan dampaknya bagi Kehidupan Rumah Tangga ?


6
Ibid ., hl. 104

3
2.2 Pembatasan Masalah

Berbicara mengenai Adat Pembayaran Maskawin, ini sangat luas

pengertiannya, karena setian suku bangsa memiliki Adat pembayaran

maskawin yang berbeda-beda sesuai dengan adatnya sendiri. Maka itu

penulis membatasi pembahasan mengenai Adat Pembayaran Maskawin

Dalam Suku Biak.

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan dilatar belakang, maka tujuan

yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah:

1) Mengetahui arti pembayaran Maskawin

2) Memahami proses pembayaran Maskawin yang dilakukan secara adat

3) Mengetahui masalah-masalah apa saja yang terjadi dalam kehidupan

rumah tangga Kristen, bila jumlah maskawin itu besar.

1.4 Manfaat Penulisan

1.3.1 Manfaat Teoritis

1) Dengan penulisan ini, sebagai salah satu syarat akademis untuk

mengakhiri studi dan memperoleh gelar sarjana di bidang Teologi.

1.3.2 Manfaat Praktis

1) Sebagai pemikiran yang baik kepada para orangtua dan kepala-kepala

kampung (mananwir) mengenai besar jumlah pembayaran maskawin

dan dampaknya bagi kehiudpan rumah tangga

4
1.5 Metodologi Penulisan

1.5.1 Metode Penelitian

Metode yang penulis gunakan ialah metode penelitian

Kualitatif.penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian yang

berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fakta sosial dan

masalah manusia.

1.5.2 Tekni Pengumpulan data

Teknik pengumpulan yang penulis gunakan yaitu;

1) Interview

Interview yaitu wawancara, penulis mengadakan percakapan tatap

muka dengan responden atau informan dengan tujuan untuk

mengetahui tanggapan mereka mengenai Adat Pembayaran

Maskawin.7

2) Studi Pustaka

Tujuan studi pustaka adalah memperoleh data yang bersifat teori,

karena itu dalam studi pustaka penulis memusatkan perhatian dengan

mempelajari buku-buku yang ada kaitan dengan masalah dan tujuan

penulis.

3) Menganalisis Data

Menganalisis data adalah suatu upaya atau cara untuk mengolah

data yang ada atau didapatkan menjadi suatu informasi, sehingga data

7
S. Winarno. Teknik-Teknik Penelitian, Jakarta: PT Gramedia, 1972. hl. 172

5
tersebut bisa dipahami dan bermanfaat untuk menjadi solusi suatu

permasalaha, terutama masalah yang berkaitan dengan penelitian.

1.5.3 Populasi dan Sampel

“Populasi adalah semua kelompok manusia, binatang, peristiwa atau

benda yang tinggal bersama dalam satu tempat”.8 Untuk itu populasi

yang penulis ambil adalah dari masyarakat suku biak. Dan “Sampel

ialah sebagian dari jumlah populasi yang ada untuk diambil datanya”. 9

Untuk itu sampel yang penulis ambil ialah beberapa orangtua Biak,

Pendeta dan Mananwir (kepala atau pemimpin kampung) yang ada di

Biak dan di Jayapura.

1.6 Penjelasan Judul

Judul Skrips ini adalah “Adat Pembayaran Maskawin dalam Suku

Biak” penulis akan menjelaskan inti judul ini adalah;

Adat merupakan suatu Kebiasaan-kebiasaan yang diturunkan dari

nenek moyang orang Biak sejak jaman dahulu tentang

pembayaran/pemberian barang dan uang dari keluarga laki-laki kepada

pihak perempuan yang sebagai kewajiban sebelum melakukan pernikahan

untuk membentuk kelurga baru, yang sesuai dengan budaya suku Biak.

8
Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan Kopetensi dan Praktiknya, Jakarta: Bumi Aksara.
2003. hl.53 -54
9
Loc ,cit.

6
1.7 Sistematika Penulisan.

Dalam penulisan ini penulis buat secara sitesis agar supaya mencapai

tujuan yang diharapkan, maka tersusun dalam (5) BAB sebagai berikut:

Bab I: PENDAHULUAN.

1.1. Latar Belakang Masalah.

1.2. Perumusan dan Pembatasan Masalah.

1.3. Manfaat Penulisan.

1.4. Tujuian Penulisan.

1.5. Metodologi Penulisan.

1.6. Penjelasan Judul.

1.7. Sistematika Penulisan.

Bab II. ADAT PEMBAYARAN MASKAWIN.

Bab III. PENELITIAN DAN ANALISA DATA.

Bab IV. ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGIS TENTANG

MASKAWIN.

Bab V. KESIMPULAN DAN SARAN.

7
BAB II

ADAT PEMBAYARAN MASKAWIN

2.1 Pengertian Dan Makna

2.1.1 Adat dalam Konteks Suku Byak

Adat merupakan sesuatu yang mengatur dan memberi arah kepada

perbuatan dan karya manusia, dan juga sebagai kebiasaan perilaku yang

dijumpai secara turun-temurun, kebiasaan yang dilakukan nenek moyang

orang Biak sejak zaman dahulu kala.

Adapun istilah Adat yang berasal dari bahasa arab “Adah” yang artinya
adalah kebiasaan, yaitu sesuatu yang sering berulang. Tetapi kebiasaan
dalam arti adat adalah kebiasaan yang normative yang telah berwujud
aturan tingkahlaku yang berlaku di dalam masyarakat dan dipertahankan
dalam masyarakat.10

Oleh karena itu adat adalah kebiasaan yang normative dan

dipertahankan oleh masyarakat, maka walaupun ia tidak terus berulang,

pada saat-saat tertentu akan ulang dan harus dilaksanakan, apabila tidak

dilaksanakan maka masyarakat akan mengadakan reaksi. Adat dan

kebiasaan memiliki perbedaan ialah; dilihat dari pemakaiannya, adat

dipakai secara turun-temurun sedangkan kebiasaan mudah berubah dan

tidak turun-temurun.

Adat itu aturan yang dibuat untuk mengatur orang Biak supaya

hidup syowi11. Dalam lingkungan hidup orang Biak dimana saja dia
10
Hilman Hadikusumah. Pokok-Pokok Pengertian Hukum Adat, Bandung: Alumni, 1980. hl .16-
17
11
Hasil wawancara. Bapak. Frans Rumbrawer. Tanggal 23 Mei 2019, kel Rumbrawer, perumahan
Uncen Abepura

8
berada, baik dalam keluarga yaitu: di dalam rumah tangga, keret

(marga), kampung.

Dalam rumah tangga aturan adat ini di buat supaya syowi itu dapat

dilaksanakan. Sehingga dalam keluarga hidup aman dan tentram

sehingga keluarga mendapatkan kebahagiaan. Dalam keret (marga),

aturan dibuat agar keret tidak saling membenci, tidak saling menjatuhkan

keret satu dengan keret yang lain. Di dalam kampung aturan di buat agar

masyarakat kampung hidup saling membantu, yaitu dengan bekerja sama

atau gotong royong sehingga syowi itu dapat terlihat dalam kampung.

Dan juga sebagai ketetapan leluhur, yaitu ketetapan yang dibuat oleh

pemuka adat dizaman purba, dimasa nenek moyang. Jadi ini merupakan

aturan-aturan dasar yang tidak mudah berubah kecuali masyarakatnya

berubah.

Adat ini juga merupakan bagian dari kebudayaan. Adat berfungsi

sebagai pengatur kelakuan. Adat dapat di bagi dalam empat tingkat,

yaitu; (a) tingkat nilai-budaya, (b) tingkat norma-norma, (c) tingkat

hukum, (d) tingkat aturan khusus.

Tingkat pertama adalah lapisan yang paling abstrak dan luas ruang

lingkupnya, karena ini merupakan ide-ide yang mengkonsepsikan hal-hal

yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat. Contohnya; nilai

gotong royong (manusia bekerja). Tingkat kedua adalah niali-nilai

budaya yang sudah terkait kepada peranan-peranan tertentu dari manusia

dalam masyarakat. Tiap peranan membawah sejumlah norma yang

menjaadi pedoman bagi kelakuannya. Tingkat ketiga adalah sistem

9
hukum (hukum adat dan tertulis) hukum sudah jelas mengenai

bermacam-macam sector hidup yang sudah terang batas-batas ruang

lingkupnya. Jumlah undang-undang dalam hukum adalah suatu

masyarakat yang sudah jauh lebih banyak dari pada jumlah norma yang

menjadi pedoman. Tingkat adat keempat adalah aturn-aturan khusus yang

mengatur aktifitas sehari-hari dalam kehidupan masyarakat manusia yang

amat jelas dan terbatas ruang lingkupnya.12

Adat itu bersifat mutlak dan mengikat, terutama bagi manusia

dalam keseluruhan hidupnya diliputi oleh adat yang menentukan dan

mengatur segala sesuatu termasuk daya-daya kekuasaan yang

mempengaruhi hidupnya. Adat ini dilakukan oleh orang Biak saat ada hal

yang harus dilangsung dengan adat, seperti menggunting rambut, tusuk

telinga, perkawinan/pernikahan dan lain-lain. Adat juga merupaka satu

undang-undang Allah yang mengikat manusia, karena adat itu kudus dan

sacral, yang menjadi tahapan kehidupan yang penting.

Adat adalah nilai dari kehidupan orang biak itu sendiri. Nilai adat

itu sendiri memiliki dua macam; 1. Nilai yang berhudungan dengan

Tuhan dan pribadi manusia, 2. Nilai yang berhubungan dengan alam,

ciptaan.13

2.1.2 Maskawin

Istilah Maskawin merupakan perpaduan dari kata emas atau mas

dan kawin. Kata emas atau mas mempunyai beberapa arti antara lain”

12
Koentjaraningrat.Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 1975, hl. 11-
12
13
Halis wawancara. Bapa Galvin Mofu. Pada tanggal 30 Desember 2018. Rumah, Kel. Mofu, Biak
Barat Kampung Ampombukor

10
logam mulia berwarna kuning yang dapat ditempa, dibentuk menjadi

perhiasan( cincin, anting, kalung), uang, harta duniawi, sesuatu yang

tertinggi mutunya (berharga, bernilai)14. Kemudian kata kawin berarti,

membentuk keluarga dengan lawan jenis, bersuami, beristeri atau

menikah.

Kini Maskawin yang dimaksudkan dalam bahasa Biak disebut

Ararem artinya suatu harta benda atau barang yang bernilai adat yang

diberikan dari pihak suami kepada pihak istri sebagi ganti rugi dan juga

sebagai pengganti posisi wanita yang bisa berupa harta dan juga berupa

wanita. Maskawin juga sebagai alat pengikat, tetapi sekaligus juga

sebagai prasyarat bagi perkenan pihak perempuan untuk merestui

perkawinan dan anak dari hasil perkawinan. Maskawin merupakan

pembuka jalan untuk memperoleh kebahagiaan, keselamatan, dan

kesejahteraan lahir dan batin bagi sebuah keluarga.15

Maskawin adalah symbol dari citra Allah dan nilai budaya dari

kehidupan orang Biak itu sendiri, ini maksudnya ialah maskawin yang

sesungguhnya adalah perilaku, sikap syowi yang ditunjukkan dari sang

anak laki-laki itu16.

Jadi jika maskawin itu tinggi nilainya, tetapi anak laki-laki telah

menunjukkan sikap hormat dan sayangnya kepada perempuan dan juga

keluarga perempuan maka itu ia sudah memotong nilai maskawin itu,

14
Sigit Suryanto. Kamus lengkap bahasa Indonesia, Karisma Publishing Group, 2006. hl.155
15
Lamek Ap . Budaya Masyarakat Suku Bangsa Biak di Kabupaten Biak Numfor, Jayapura: Balai
Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional Irian Jaya. 2000. hl. 15
16
Hasil wawancara. Bapak Galvein Mofu. Tanggal 30 Desember 2018. Rumah, Kel. Mofu, Biak-
Barat Kampung Ampombukor.

11
karena itu maskawin yang sesunggunya itu ialah perilaku orang Biak

yang baik atau Syowi.

Pandangan orang Biak mengenai orang yang dianggap mampu dan

tahu adat adalah mereka yang mampu membayar Ararem dan memberi

fanfan (memberi makan orang banyak) kepada sanak saudara keluarga

asal dari perempuan yang menjadi pasangan kawin. Maka Menurut

hukum adat perkawinan pada orang Biak memberikan tuntutan tanggung

jawab yang besar bagi setiap orang yang akan melakukan suatu

pernikahan untuk membentuk rumah tangga baru. Salah satu tuntutan

yang berat ialah adanya sejumlah maskawin yang besar17.

Menurut orang Biak pada umumnya, Maskawin merupakan hal yang

sangat penting dalam kehidupan mereka. Pembayaran maskawin harus

dilakukan karena itu bagian dari harga diri perempuan Biak dan bukan

semata-mata kerana nilai uang atau materialnya..

Fanfan merupakan praktek yang menunjukkan gengsi keret atau

seseorang tetapi juga tuntutan adat berkenan dengan restu yang di

berikan oleh keluarga asal perempuan. Sejarah fanfan adalah ararem.

Ararem adalah pembayaran atau pemberian benda-benda berharga baik

sebagai maskawin maupun sebagai pemberian biasa oleh suami-istri

kepada sanak keluarga dari si istri. Pandangan orang Biak mengenai

orang yang mampu dan tahu adat adalah mereka yang yang mampu

membayar maskawin dan fanfan kepada sanak keluarga perempuan. Di

balik fan-fan dan ararem adalah harapan akan adanya restu dan rahmat

17
Lamek Ap. Budaya Masyarakat Suku Bangsa Biak di Kabupaten Biak Numfor, Jayapura: Balai
Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional Irian Jaya, 2000. hl. 16.

12
dari sanak keluarga perempuan, terutama untuk tumbuh kembang dari

anak-anak yang mereka lahirkan.18

Maskawin adalah sebagian harta benda yang diserahkan dari pihak

laki-laki kepada pihak perempuan untuk memintanya dari dalam

keluarganya atau keretnya. Untuk membentuk rumah tangga bersama

laki-laki. Maskawin ini ada dalam adat, sebab adat ialah wujud ideal dari

kebudayaan orang Biak.

2.1.3 Pembayaran Maskawin

Maskawin yang diberikan oleh pihak keluarga laki-laki sesuai

dengan permintaan pihak keluarga perempuan. Pada umumnya besarnya

maskawin di sesuaikan deengan maskawin yang pernah diterima oleh

mama (ibu) si gadis dan tidak lebih dari itu. Misalnya gelang 5 buah,

piring antik 10 buah, samfar (gelang kulit kerang), babi, perahu itu harus

diminta. Mulai tahun 60-an baru muncul maskawin berupa uang. Mulai

tahun 1990-an maskawin ada yang sampai jutaan. Pada jaman dulu

maskawin berupa benda saja, seperti kulit penyu sisik, dan kulit penyu

kuning. Pada jaman dahulu besarnya maskawin di sesuaikan dengan

keadaan pihak keluarga laki-laki. Pada jaman sekarang persoalan

maskwain mengalami pergeseran. Sebagai contoh apabila anak

perempuan mempunyai pekerjaan sebagai dosen yang dikategorikan

sebagai orang besar (amber), maka permintaan maskawin bisa tinggi dan

bernilai ekonomi19.

18
Ibid,.hl. 58
19
Endang Sumiarni. Hukum Adat Biak, Yogyakarta: Biro Hukum Sekretariat Daerah Propinsi
Papua, 2010. hl. 103-104

13
Penulis melihat bahwa pembayaran maskawin adalah sebuah

tradisi yang mengikat masyarakat tertentu dan yang telah menjadi

kebiasaan masyarakat setempat. Harta benda yang diberikan dari, pihak

suami kepada pihak istri sebagai ganti rugi dan juga sebagai pengganti

posisi perempuan, yang biasa berupa harta dan juga berupa perempuan.

Hal ini merupakan budaya bagi masyarakat Biak yang berada di Papua,

karena telah diturunkan oleh generasi ke generasi dan telah menjadi

sebuah kebiasaan maka disebut sebagai suatu tradisi, untuk itu harus

dijaga dan terus dipelihara.

Maskawin muncul sebagai perkembangan dari apa yang disebut

dengan Farbuk Indaduwer yang artinya nikah gadis kembali. Pada zaman

dulu orang Biak mengenal ini sebagai suatu cara perkawinan berdasarkan

pembalasan dengan orang. Artinya mereka menukar perempuan dengan

perempuan. Dari sisi yang mengambil perempuan juga harus

menyerahkan seorang anak perempuan untuk di kawinkan. Pertukaran ini

berlaku hanya di dua keret tersebut, dan tidak memerlukan maskawin.20

Dan yang paling terutama adalah melalui maskawin terbentuklah

suatu relasi persekutuan yang baru antara individu dan komunitas yang

berbeda secara etnis, budaya dan berlangsung dari keturunan, generasi ke

generasi tanpa diputuskn atau di tiadakan21.

Perkawinan menuntut tanggung jawab yang besar bagi setiap orang

yang menyelenggarakannya. Kemampuan untuk membayar maskawin ini

20
B. S. Nanlohi Dilemsa Adat Pembayaran Maskawin. dalam
Papualiberationtheologe. Blogspot. com/2010/11/dilema adat pembayaran maskawin_21.html
diundu pada tanggal 28 meI 2019 pukul 11:23 WIB
21
Hasil wawancara Galvein Mofu. Tanggal 30 Desember 2018. Rumah, Kel. Mofu, Biak Barat
Kampung Ampombukor.

14
merupakan salah satu syarat yang penting dan pantang dilarang oleh

pihak laki-laki. Calon mempelai laki-laki dan keluarganya harus sanggup

memenuhi kewajiban membayar atau menyerahkan sejumlah benda

berharga yang diminta atau diinginkan oleh pihak perempuan. Tanggung

jawab yang berat untuk membayar maskawin dan kewajiban-kewajiban

lainnya dipikul oleh keluarga laki-laki tidak dianggap sebagai beban yang

perlu dihindarkan karena tujuan penting dari perkawinan itu sendiri22.

2.1.4 Adat Pembayaran Maskawin

Berbicara tentang adat dari pembayaran maskawin itu menujukkan

pada arti dari sesuatu yang mempunyai maksud tertentu. Mengenai adat

pembayaran Maskawin itu berarti berbicara tentang arti nilai, harga

maupun kualitas mengenai maskawin. Jadi makna sebuah maskawin

menggambarkan realitas dari sesuatu yang bernilai atau berkualitas. Isi

kualitas itu tidak terdapat pada benda, barang material, tetapi pada

konsep filisofi yang ada dibaliknya atau memaknai maskawin itu.

Maskawin menjadi sarana yang melegalkan suatu relasi perkawinan

secara budaya serta melibatkan berbagai pihak, yang dapat ditinjau dari

sudut adat-istiadat masyarakat Biak. Karena itu, makna sebuah maskawin

tidak terbatas atau melibatkan kepentingang laki-laki dan perempuan

yang hendak membentuk keluarga baru, tetapi juga sebagai tanda

penghormatan dan penghargaan kepada orangtua (bapa ibu) yang telah

melahirkan, membesarkan, mendidik, dan membiayai anak itu sejak kecil

hingga dewasa, beserta pihaknya. Maskawin menjadi factor yang

22
Lamek Ap. Budaya Masyarakat Suku Bangsa Biak di Kabupaten Biak Numfor, Jayapura: Balai
Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional Irian Jaya, 2000. hl. 13,15

15
menunjukkan jati diri seorang perempuan Byak serta status social laki-

laki dengan pihaknya. Itulah sebabnya, apabila suatu perkawinan sejak

awal belum diikuti pembayaran maskawin, maka secara adat antar kedua

belah pihak menganggap perkawinan itu berlangsung di atas utang jika

dipandang drai siis adat. utang yang dimaksud di sini tidak idantik

dengan pembelian, penjualan atau pembayran sesuatu benda pada

umumnya. Sebab utang itu berhubunga dengan makna filosofi sebuah

maskawin, yakni dapat dikatakan sebagai alat penebus yang sah secara

adat. jadi seorang perempuan Byak sebenarnya tidak diposisikan dibeli,

di jual atau di barter ibarat barang, melainkan maskawin menujuk pada

sikap penghormatan dan penghargaan bagi seorang perempuan, maupun

status social laki-laki. Berdasarkan konteks pemahaman ini, maka

maskawin menjadi sarana perekat suatu perkawinan secara adat. itu

berarti maskawin bermakna dan berfungsi membangun, mengikat,

memperkokoh dan menhidupkan kekerabatan, relasi social yang baru

antar kedua marga yang berbeda (marga laki-laki dan perempuan).23

2.2. Barang-Barang Material Yang Dijadikan Maskawin

Sebelumnya ada harta benda, orang Biak itu dulunya kawin dengan
cara menukar perempuan dengan perempuan.
“Akan tetapi dari catatan historis yang didapati sendiri oleh
Kamma pada orang Biak Numfor, seperti yang dikutip oleh L.
Jenbise dalam tulisannya bahwa sekitar abad 15, orang-orang Biak
pernah mengunjungi Tidore, Halmahera dan Seram Utara. Selaku
souvenir dari perjalanannya yang jauh itu mereka membawa pulang
harta benda berupa: piring - piring batu (porselin cina) yang mereka
23
Anthon Rumbewas. Berteologi Menjawab Permasalahan Konteks. Jayapura: sub Bagian
Hukum dan KUB Kanwil Kementrian Agama Prov. Papua, 2016. hl. 256-258

16
sebut;benbepon {piring dulu}, tekstil (kain timur-) dan sebagainya
yang kemungkinan besar ditukar (barter) atau dirampok. Lama
kelamaan barang-barang ini merupakan syarat pokok harta
Maskawin dan alat dagangan barter.”

Dari kutipan tersebut L. Jenbise menyimpulkan bahwa

kemungkinan besar setelah masuknya barang-barang berharga dari luar dan

diterima maka terjadilah pergeseran nilai perkawinan yang didasarkan atas

tukar menukar perempuan. Dalam perkembangan selanjutnya pengaruh

penggunaan barang-barang dari luar ini lama kelamaan mendesak peraturan

asali para leluhur tersebut. Akibatnya pemakaian barang pecah-belah, tekstil

dan sebagainya di dalam siklus hidup perkawinan orang Biak-Numfor

dianggap dan dijadikan sebagai harta pusaka turun temurun yang dinamakan

harta maskawin24.

Namun benda atau barang yang digunakan pada jaman sekarang ini

sebagai harta untuk melakukan pembayaran maskawin terdiri dari:

2.2.1 Barang Berupa Piring

Maskawin dalam masyarakat suku Biak, salah satunya ialah Piring

yang disebut dalam bahasa Biak yaitu “Ben Bepon”. Piring-piring yang

dijadikan maskawin ini ada terdiri dari berapa bentuk yaitu:

a. Ben bepon,(piring jaman dulu)

b. Ben beyores (piring yang berdiri seperti guci bergambar naga di

bagian luar)
24
B. S. Nanlohi Dilemsa Adat Pembayaran Maskawin. dalam
Papualiberationtheologe. Blogspot. com/2010/11/dilema adat pembayaran maskawin_21.html
Diundu pada tanggal 28 meI 2019 pukul 11:30 WIB

17
c. Saramspa (piring rata pinggiran tebal)

d. More-more (guci)

e. Ahemer (piring gantung)

f. Resa-resa (piring besar yang mengandung nilai tinggi )

g. Faramasi (campuran)

h. Manorkur (piring kuah)

i. Ben Koknan (Piring makan)

j. Ben Ampek (piring ketimun)

k. Samjuru (mangkuk dari kuningan)

l. Kesiram (piring dengan ada damar di dalam piring)

Sejumlah piring-piring ini akan diberikan sesuai dengan jumlah

maskawin yang diminta oleh pihak kelurga. Dan harus sesuai dengan

permintaan kelurga perempuan25.

2.2.2 Barang Berupa Gelang

1. Sarak

Gelang atau Sarak yaitu gelang yang terbuat dari logam perak

yang berbentuk seperti huruf C. Gelang ini sering digunakkan oleh

orang Biak dengan maksud menunjukkan jati diri mereka sebagai

orang Biak. Dan gelang ini juga merupakan barang atau harta orang

Biak yang juga dipakai untuk membayar maskawin dan gelang ini

25
Endang Sumiarni. Hukum Adat Biak, Yogyakarta: Biro Hukum Sekretariat Daerah Propinsi
Papua, 2010. hl. 117

18
juga berfungsi sebagai suatu pengikat bagi kedua calon mempelai

yang akan menikah atau membentuk satu rumah tangga. 26

2. Samfar

Samfar adalah gelang yang terbuat dari kulit kerang yang

dilicinkan. Samfar terbagi

1. Samfar Snonbor (gelang lelaki). Gelang ini berukuran besar, kalau

dipakai lewat siku ke pangkal lengan.

2. Samfar Bin (gelang perempuan). gelang ini berukuran kecil, kalau

dipakai di lengan hanya sampai pada batas siku.

3. Samfar Momgor (gelang yang bermata). Ini menyangkut samfar

snonbos dan Samfar Bin, hanya diukir.27

2.2.3 Barang Berupa Uang

Uang adalah alat tukar atau standar pengukur nilai (kesatuan

hitungan) yang sah, yang dikeluarkan oleh pemerintah suatu Negara

berupa kertas, emas, perak, atau logam lain yang dicetak dengan bentuk

dan gambar tertentu.28 Untuk itu uang selalu di pakai untuk membeli

barang-barang yang dijual. Uang memiiki nilai satuan dalam rupiah,

yaitu dari puluhan, ratusan, jutaan dan milyaran. Uang ini juga digunakan

oleh orang Biak untuk melakukan pembayaran maskawin. Namun

biasanya orang tua-orang tua mengutamahkan benda-benda adat dari

pada uang. Sebab katanya uang kertas itu muda tercecer dan dapat

dibenlanjakan.
26
Hasil Wawancara. Bapak Yafet Bonggoibo. Tanggal 27 Mei 2019, Kel. Bonggoibo,Biak Barat
Kampung Mandender
27
Y Kapisa. Adat Istiadat Irian Jaya, Jayapura: Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Propinsi Daerah
Tingkat I Irian Jaya, 1978. hl. 3-4
28
Sigit Suryanto . Kamus lengkap bahasa Indonesia, Karisma Publishing Group,2006. hl. 621

19
Akan tetapi pada jaman dulu sebelum Pekabaran Injil (PI) ini

masuk dan Amber (orang cina) masuk ke papua, maskawin itu belum

menggunakan uang untuk membayar maskawin, hanya benda-benda

budaya, seperti triton (benda tiup yang dari kulit bia besar), tiva, gelang,

dan piring. Begitu juga dengan bendera merah putih, namun bendera

bukanlah benda adat melainkan benda atau alat Negara. Namun yang

jelas dalam budaya papua khususnya pulai Biak tradisi membawa

bendera merah putih itu tidak ada. Bendera ini digunakan hanya sebagai

factor keamanan saja, dan tidak memiliki nilai sama sekali untuk

maskawin yang dimaksudkan. Untuk itu benderah itu ketika dibawah,

maka janganlah dibayar dengan piring, melainan dengan makanan,

minuman atau uang. Karena didalam adat orang Biak tidak ada istilah

bayar Benderah.

2.2.4 Barang-Barang Berupa Alat Kerja

Kapak dan parang ini adalah sebuah alat yang tajam yang

kegunaannya itu untuk memotong. Kapak dalam bahasa Biak disebut

Mgan dan parang disebut Sumber ini terbuat dari besi yang dibuat dengan

ukuran yang diinginkan dan bentuk yang tipis dan panjang. Kapak dan

parang ini juga dapat diberikan sebagai barang atau harta yang

diserahkan sebagai maskawin, dengan tujuan, agar kegunaannya dapat di

manfaatkan dalam keluarga, yaitu; untuk memotong dan membelah kayu

bakar, untuk menbabat rumput, memotong daging dan lain sebagainya.29

2.3. Fungsi Maskawin

29
Endang Sumiarni. Hukum Adat Biak, Yogyakarta Biro Hukum Sekretariat Daerah Propinsi
Papua, 2010. hl. 115

20
2.3.1 Ekonomi

Ekonomi keluarga merupakan tanggung jawab bersama antara

suami dan isteri, karena itu mereka mesti bersama-sama merencanakan

bagaimana mendayagunakan penghasilan mereka sebaik mungkin.

Dalam hal uang pun, suami-isteri perlu berterus terang satu sama lain,

juga terhadap anak-anak hendaknya sejak kecil itu dilibatkan dalam

pengelolaan ekonomi.30 Untuk itu Maskawin pun juga dapat berfungsi

bagi kehidupan rumah tangga. dan dapat digunakan untuk membeli

keperluan rumah tangga lainnya. Maskawin ini juga dapat digunakan

dalam rumah tangga tersebut untuk memenuhi seluruh keperluan yang di

butuhkan dalam rumah tangga itu sendiri.

2.3.2 Sosial

Maskawin menciptakan relasi social yang terbuka, kekerabatan

tidak terbatas pada marga/kampung, melainkan menembus batas-batas

wilayah, kepentingan kelompok dan etnis.31 Dalam kehidupan

masyarakat sederhana masih memiliki sejuta pranatasosial yang

mengatur tatacara hidup yang dianggap sebagai adat-istiadatnya. Adat

istiadat ini sebagian besar berhubungan erat dengan sistem kekerabatan

yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Orang Biak sebagai salah

satu kelompok masyarakat yang menganut sistem kekerabatan

Patrilinial, maka sangat ketat dalam memperhitungkan hubungan

kekerabatan melalui garis keturunan pria (ayah/bapa). Bagi orang Biak

30
T. Gilarso. Membangun keluarga Kristen pembinaan Persiapan Berkeluarga, Yogyakarta:
Kanisius,1995. hl. 150
31
Anthon Rumbewas. Berteologi Transformatif Bebeoser: Desertasi Doktor Teologi UKIT, 2013.
hl. 59

21
apabila tidak memeiliki anak laki-laki, maka tidak akan mempunyai

keturunan dalam keret. Karena anak laki-laki dianggap sebagai pewaris

harta pusaka keret yang berupa tanah keret, dusun dan piring porselin

China (ben benpon) dan lain-lainnya. 32

Kekerabatan adalah acuan penting untuk mengetahui kedudukan

dan peranan seseorang dalam konteks hubungan social yang dibangun

atas prinsip-prinsip kekerabatan yang berlaku.33 Pada dasarnya orang

Biak mengenal tiga kelompok Kekerabatan, yaitu (a) Sim (keluarga

batih/inti yaitu; suami, istri, dan anak-anak yang belum kawin), Rum

(keluarga luas yaitu; gabungan dari beberapa Sim yang merupakan suatu

kesatuan social yang sangat erat dan hidup tinggal bersama-sama dalam

satu rumah), dan (c) Klen yang disebut “keret” atau “er”34. Keret adalah

sebuah satuan sosial yang penting yang terdiri atas keluarga-keluarga inti

yang memiliki ikatan batin yang kuat satu sama lain. Keret juga sberarti

menarik garis keturunan menurut pihak laki-laki (Bapa) dan mengambil

isteri dari luar keret sendiri.35 Pada orang Biak perasaan kekerabatan ini

begitu erat, sehinggah orang mendapat kesan bahwa orang Biak itu

merasa dirinya lebih mendahulukan anggota keret kemudian baru

perorangan ini, berarti hubungan saudara laki-laki dan saudara

perempuan begitu erat Maskawin diberikan dari pihak keret laki-laki

kepada keret perempuan untuk mempersatukan kedua keret tersebut.

Dengan memberikan jumlah maskawin kepada pihak keret perempuan itu

32
Enos. Rumansara. Tradisi Wor, Jakarta: Konsultan Media, 2012. hl. 36
33
Lamek Ap. Budaya Masyarakat Bangsa Biak di Kabupaten Biak Numfor,Jayapura: Balai Kajian
Sejarah dan Nialai Tradisional Irian Jaya, 2000. hl. 19
34
Ibid., hl. 37
35
Ibid.,hl .10

22
akan membangun kekerabatan yang baik bagi kedua keret. 36 Jadi

maskawin berfungsi sebagai pemersatu anggota keret (klen) dan sebagai

pengganti kerugian. Dan maskawin memainkan peranan didalam

memelihara kebutuhan dari suatu perkawinan, karena melalui maskawin

terbangun relasi persekutuan yang baru antar individu dan komunitas

yang berbeda secara etnis, budaya dan ini berlangsung dari dari

keturunan, generasi ke generasi tanpa dapat diputuskan atau ditiadakan.

Untuk itu maskawin juga memiliki peran dalam kehidupan social atau

lingkungan tempat tinggal.

2.3.3 Politis

Dalam perkawinan orang Biak ada wanita yang dikawinkan untuk

mengikat hubungan antara keret atau kampung, yang dikenal dengan

sebutan ”Binggon”. Kedudukan Binggon pada keret atau kampung lain

adalah sebagai duta atau perwakilan keret asalnya, dimana pada suatu

saat akan memasukkan harta kepada keret pihak suami dan sebaliknya

mendatangkan makanan untuk pihak keret asalnya. 37 Maskawin

memulihkan hubungan anatar marga, suatu ketegangan dan sebagai

jembatan bagi relasi kekerabatan, tetapi juga menimbulkan konflik.38

2.3.4 Keagamaan atau Religius

Menurut pandangan dan penghayatan tradisional orang Biak maka,

sebagai pusat kekuatan dan kekuasaan yang mengatur alam semesta ini

adalah Nanggi (Sang Langit). Orang Biak memiliki pengetahuan bahwa

36
Enos Rumansara. Manggundi Sistem Religi Orang Biak, Jayapura: UNCEN Press, 2013. hl. 166
37
Ibid., hl. 40
38
Ibid., hl. 58-59

23
yang berkuasa itu keberadaannya lebih tinggi dari langit. Maksudnya

semenjak orang Biak mengenal sistem kepercayaan kepada Dewa

tertinggi yang dalam bahasa Biak disebut Manggundi (Dia Sendiri).

Orang Biak yakin bahwa Manggundi bersemayang dilangit, sehingga

mereka menyebutnya Manseren Manggundi (Tuhan atau sang penghuni

langit). Dalam perspekktif orang Biak, Manggundi di yakini sebagai

pencipta alam semesta serta segala isinya.39 Terkadang juga kekuatan

tersebut diidentifikasikan dengan matahari.

Kepercayaan yang dimiliki oleh orang Biak kini telah banyak

diketahui oleh setiap orang, baik orang Biak sendiri maupun yang bukan

orang Biak . ini diketahui karena banyaknya penulis yang menulis

tentang Mite (cerita suci) yang terkenal yaitu Manarmakeri. Manarmaker

sebagai tokoh sacral orang Biak yang berkenan pertemuan dan tawar

menawar mereka dengan Sang Bintang Timur (Kum/ Mak Mesri) yang

meminum Saguer . Manarmakeri bertujuan ingin menangkap Mak Mesri

tetapi sang Mak Mesri ini balik menawarkan apa yang diinginkan oleh

Manarmaker. Mak Mesri ini menawarkan keturunan kepada

Manarmaker. Bahwa ia akan memiliki keturunan jika ia mau. Penawaran

itu berupa Buah Bintanggor dalam bahasa Biak disebut Buah Mars jika ia

mengininkan seorang perempuan, ia cukup melempar Buah Masr ini ke

air atau kali dimana perempuan itu sedang mandi. Ketika buah itu

mengenai tubuh perempuan itu, ia akan mengandung anak buat

39
Noak. Bonggoibi. Makna Wor Dalam Budaya Suku Biak: Skripsi Sarjana Teologi STFT GKI I.S.
Kijne Jayapura, hl. 45

24
Manamakeri. Dan Manarmakeri menyetuji tawaran yang diberikan oeh
40
Sang Mak Mesri.

Untuk itu sebelum Injil itu ada Orang Biak sudah lebih dulu

mengenal Tuhan. Tuhan yang orang Biak percaya dan sembah adalah

Tuhan yang diutus oleh Allah Bapa. Dalam kitab Yesaya 66:19, Yawan

diutus untuk mengabarkan Kemuliaah Bapa ke bagian Pulau-pulau yang

jauh yang belum melihat kemualiaan Bapa.41

Disamping itu juga orang Biak percaya bahwa jika adat maskawin tidak

dilakukan, maka akan banyak masalah yang akan menimpah keluarga

tersebut, yaitu seperti anak akan sakit-sakit, suami sakit sampai

meninggal, dan menjadi kutukan untuk keluarga itu. Karena orang Biak

memandang adat itu sebagai Undang-Undang dari Allah.

2.3.5 Psikologi

Untuk dibidang Psikologi, psikologi memiliki arti yaitu, ilmu yang

berkaitan dengan mental atau jiwa manusia yang dapat mempengaruhi

perilaku manusia itu sendiri.42 Maskawin memiliki peran yang baik yang

mana akan mempengaruhi perilaku seseorang, dimana ada banyak sekali

dampak-dampak yang dapat mempengaruhi mental dari orang yang

melakukan maskawin dengan sewajarny, maksudnya; jika maskawin itu

tidak diberikan atau maskawin itu tinggi nilainya atau mahal jumlah akan

40
Lamek Ap. Budaya Masyarakat Suku Bangsa Biak di Kabupaten Biak Numfor, Jayapura: Balai
Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional Irian Jaya, 2000. hl. 41, 44
41
Hasil wawancara .Bapak Frans Awon, Tanggal 05 Mei 2019. Kel. Awon, di Jayapura Besgi Pantai
42
R Suyoto. Kamus lengkap bahasa Indonesia,Karisma Publishing Group, 2006. hl .463

25
menimbulkan berbagai masalah yang akan membuat seorang perempuan

atau laki-laki itu mendapat berbagai tekanan dalam keluarganya yang

membuat mentalnya bisa terganggu. Untuk itu maskawin harus diberikan

dan dilakukan dengan adat yang sebenarnya, agar nantinya dampaknya

tidak mempengaruhi mental dari orang yang berkeluarga itu.43

2.4. Makna Proses Pengumpulan dan Pembayaran Maskawin

Menurut orang Biak, bila seorang laki-laki telah meminang

seorang anak perempuan, dan pihak perempuan telah menerimah atau

menyetujuinya, maka selanjutnya pihak laki-laki akan mulai mengumpulkan

harta untuk membayar maskawin. Maskawin (Ararem) ini dapat

terkumpulkan melewati beberapa proses adat orang Biak dari sejak anak itu

masih dalam kandungan ibunya, lahir hingga menjelang dewasa.

Maksudnya ketika anak laki-laki itu masih dalam kandungan ibunya,

apalagi jika ia adalah anak pertama dalam keluarga, ia anak mendapat kasih

sayang dari keluarganya, ia akan diberi harta seperti piring sebagai hadia

untuk persiapan ia lahir; piring yang diberikan untuk ia dimandikan dan juga

saat ia sudah mulai makan makanan, saat anak keluar dari kamar atau

biasanya disebut mencuci kamar dalam bahasa Biak disebut Payas Syos

Sim, ini juga akan ada harta seperti piring dan uang yang diberikan sebagai

hadia untuk anak itu, saat memotong rambut anak yang pertama dalam

bahasa Biak disebut Kapapnik, juga saat anak itu dibawah kegereja atau

masuk Gereja untuk pertama kali (Kadadwer), saat anak itu mulai berjalan

keluarga anak membuat adat lepas kain gendong dalam bahasa biak dibilang

43
Hasil Wawamcara. Bapa simon Baab. Tanggal 21 Mei 2019, kel. Arwam, di Jayapura Besgi
Pantai

26
Awowes Kapar, saat anak Berulang Tahun (Ras Jadi) dan ada juga saat anak

itu dikunjungi atau dibawah untuk berkunjung kerumah keluarga, ia akan

diberi hadia, sebagai rasa kasih sayang dari keluarganya. Semua ini

dilakukan dengan pemberian Harta dari pihak marga. Ararem inilah yang

nantinya akan disimpan ditempat khusus yang disebut Arem.44

Saat semua harta benda yang dimiliki (pribadi) dari anak laki-laki

terkumpulkan akan ditambahkan dengan harta benda yang juga dikumpul

oleh pihak keluarganya sendiri, pertama keluarga dalam rumah sendiri yaitu

bapa, mama, dan saudara-saudara kandung yang ada dalam rumah dan jika

masi belum cukup maka akan ditamba dari keluarga marga itu sendiri dan

juga dari kampung. Dan juga dari teman-teman, kerabat atau seluru orang

yang ikut berpartisipasi dalam mengumpulkan maskawin terssebut.

Semuanya akan dikumpulkan sesuai dengan jumlah yang diminta dari pihak

keluarga perempuan, maka kedua bela pihak akan berkumpul untuk

membicarakan waktu, tempat dan kapan akan di antar atau di adakan

pembayaran masawin itu. Ketika sudah diputusan waktunya baru keuarga

laki-laki akan mengantar harta itu kepada keluarga perempuan. Ukuran

besar kecilnya maskawin ditentukan oleh jenisnya, seperti jumlah uang dan

piring, gelang yang diminta. Kedudukan atau status perempuan tidak

menentukan besar kecilnya maskawin, tetapi tergantung pada kemauan

keluarga pihak perempuan.45

Namun pada zaman dulu ada suatu benda yang dipakai untuk

menentukan besarnya maskawin itu. Orang Biak menggunakan sebatang


44
Hasil wawancara. Matius Adadikam, Tanggal 13 Mei 2019. di Jayapura Asrama Biak Padang
Bulan
45
Hasil Wawancara.Bapak Frans Awom. 07 Oktober 2018, kel. Awom, di Jayapura Besgi Pantai

27
gaba-gaba yang mana ditusuk dengan duri sagu. Dari banyaknya sagu yang

ditusuk itulah yang menentukan banyaknya maskawin itu. Dengan cara

setiap duri sagu itu akan dicabut satu pertsatu dan akan di perhitungkan

dengan jumlah piring (ben) yang dimintah. Dan dari pihak laki-laki harus

mampu untuk mencabut banyaknya duri itu dan taruh disetiap harta

maskawin yang disiapkan. Bagitu juga jika gelang/ sarak yang diminta,

maka pihak perempuan akan mengikat tali pada bambu, banyaknya gelang

yang minta itu sebanyak tali yang di ikat juga pada gaba-gaba itu. Jadi

maskawin itu diminta lewat tusukan duri sagu pada gaba-gaba.

Prosesi pembayaran maskawin, setiap suku bangsa yang ada dimuka

bumi ini memiliki keanekaragaman budaya begitu pun cara untuk

membayar maskawin pada setiap suku berbeda-beda. Sebagai anak

perempuan pada orang biak, bila proses peminangan telah berlangsung dan

kemudian jumlah maskawin ditetapkan. Setelah keluarga laki-laki

mengumpulkan maskawin sesuai dengan permintaan pihak perempuan maka

pihak laki-laki memberitahukan kepada pihak perempuan. Bila sudah

cukup, lalu diberitahukan pula kapan mau diantar kepada pihak perempuan.

Kemudian pelaksanaan maskawin ini dilakukan apabila pihak laki-laki

mengumpulkan harta maskawin sesuai dengan permintaan dari pihak

perempuan dan pihak perempuan telah menetapkan waktunya; barulah

pihak laki-laki mengantar harta maskawin dan pihak perempuan dapat

menerima maskawin itu. Dari pihak perempuan harus menyiapkan makan

dan minum untuk keluarga laki-laki yang mengantar maskawin itu.

28
Maskawin itu dibawah atau diantarkan kepada kepihak perempuan dengan

diadakan arak-arakkan dalam bentuk barisan besar yang terdiri dari tiga

kelompok;

Kelompok pertama adalah mereka yang diutamakandalam keluarga laki-laki

yaitu saudara perempuan dari mempelai laki-laki, kelompok pertama ini

selalu berada dibarisan paling terdepan. Dan kelompok ini harus

menggunakan pakaian adat Biak dan memegng piring-piring besar “Ben

Bepon”(yang memiliki nilai adat yang tinggi).

Kelompok kedua yaitu, terdiri dari kelompok campuran, baik laki-laki

maupun perempuan, mereka ini berperan sebagi pengantar yang memegang

piring-piring kecil dan harta benda yang lainnya dengan jumlah yang sudah

disediahkan.

Kelompok ketiga ialah kelompok musisi atau penyanyi yang terdiri dari

laki-laki dan perempuan, tua maupun muda. Kelompok ini membentuk

barisan yang disebut barusan pengantar.

Pada prosesi ini diwarnai dengan berbagai macam nyanyian-

nyanyian, alat musik serta tarian Yosim Pancar atau YOSPAN. Hal ini

memberikan suasana yang unik bagi kedua bela pihak yang akan

melangsungkan pernikahan.46 Sesudah pengantar tiba ditempat tujuan

selanjutnya dari pihak keluarga perempuan akan menyambut pihak laki-laki

yang mengantar maskawin itu, jadi laki-laki punya saudara perempuan tiga

yang memegang piring antic (Ben Bepon) sebagai piring-piring kepala, dan

pintu rumah tidak ditutup harus tetap terbuka. Karena tidak ada yang
46
B. S. Nanlohi Dilemsa Adat Pembayaran Maskawin. dalam
Papualiberationtheologe. Blogspot. com/2010/11/dilema adat pembayaran maskawin_21.html
diundu pada tanggal 28 meI 2019 pukul 11:30 WIB

29
namanya istilah ketuk pintu. Keluarga pihak laki-laki yang mengantar

maskawin ini mereka membawa piring yang dibawah sebagai maskawin itu

diantar kedalam rumah tetapi tidak langsung menaruhnya tetapi dibawah

lagi keluar dan masuk kembali lagi sebanyak tiga kali atau dari ketiga

saudara itu yang akan menggesek kakinya pada pintu rumah perempuan.

Dan pada kali yang ketiga itulah mereka akan menaruhnya di dalam rumah

keluarga perempuan, semua maskawin itu di taruh di dalam rumah keluarga

perempuan ini berhubungan dengan tiga nama yaitu (Bapa, Anak dan Roh

Kudus) ini hubungan yang sangat sacral. Dan yang akan menerimah

maskawin itu ialah tanta atau Om tua dari pihak perempuan yang

menerimah maskawin itu.

Setelah itu keluarga perempuan akan mengecek kembali maskawin

yang diantar itu apakah sesuai dengan permintaan yang sudah ditentukan,

dengan menggunakan duri sagu yang ditusuk pada gaba-gaba, yang sewaktu

pihak perempuan meminta maskawin, dan setelah itu dari kedua belah pihak

akan menandatangani berita acara pembayaran maskawin itu, dengan

adanya penandatanganan tersebut, maka berakhirlah prosesi penyerahan

atau pengantaran maskawin itu. Maka mereka keluar dan mengambil pinang

yang dikakes-kakes itu dan sambil makan-makan yang telah disiapkan oleh
47
kelurga perempuan itu selesai itu laki-laki dan sekeluarga itu pulang. cara

mengkakes juga tidak di kasih dengan piring, tetapi pinang itu di isi di

noken dan dari keluarga perempuan akan jalan membagi-bagi pinang itu.

47
Hasil wawancara Sumber , Bapak Frans Awom. Tanggal 07 Oktober 2018, Kel Awom di
Jayapura Besgi Pantai

30
Mengapa tidak di kasih dengan piring,? Karena dikasih dengan piring itu

berarti maskawin yang diatar kesana itu di kembalikan.

Dan bendera yang di bawah sebagai tanda keanaman itu tidak boleh

dibayar dengan piring, tetapi itu di bayar dengan makan atau minuman atau

uang, mengapa tidak boleh membayar dengan piring,,? Karena itu bendera

bukan benda adat, dan jika dibayar dengan piring berarti maskawin itu

dikembalikan.48 Yang lebih penting lagi ialah setiap melakukan adat

pembayaran Maskawin selalu di awali dengan Doa dan nyanyian-nyanyian

bahasa daerah dan berakhirpun juga dengan Doa.

2.5 Maskawin Melibatkan atau Menyatuhkan Kedua Bela Pihak

Pusat perhatian terhadap maskawin bukan hanya tertuju pada nilai

uang dan barang materialnya saja tetapi dilihat dari kebersamaan atau nilai

babe oser dari setiap orang atau keluarga yang ikut serta dalam

pengumpulan maskawin. Dalam proses pembayaran Maskawin disitu ada

dua Oknum yang berperan yaitu ada yang sebagi pihak yang membayar dan

ada yang sebagai pihak yang dibayar atau menerima.

Orang Biak yang setiap kali melakukan adat Maskawin ini berarti

melibatkan seluruh keluarga baik dari laki-laki maupun perempuan, karena

nilai dari perempuan biak itu sangat mahal. Semua keluarga yang merasa

punya kepedulian kepada anak itu, bahkan yang sudah janda, dudah, yatim-

piatu pun ikut serta karena nilai dari anak perempuan itu sangat mahal. Dari

keluarga mempelai laki-laki yaitu, saudara laki-laki dan perempuan dari

mempelai (kaka dan adik) dan orangtua laki-laki (bapa) serta semua saudara

48
Hasil Wawamcara. Bapa simon Baab. Tanggal 22 Mei 2019, kel. Arwam, di Jayapura Besgi
Pantai

31
laki-laki dan perempuan dari bapa yaitu; bapa ade, mama ade, bapa tua,

mama tua, tante/tanta, om, tete, nenek, family laki-laki, family perempuan,

keponakan. dan dari orangtua perempuan (mama) serta semua saudara laki-

laki atau perempuan dari mama yaitu: bapa ade, mama ade, bapa tua, mama

tua, tante, om, tete, nenek, family laki-laki, family perempuan, keponakan.

Begitu juga dari pihak mempelai perempuan semua keluarga dari kedua

orangtua dan saudara laki-laki dan perempuan sebagai mempelai, selain

kelurga yang ada hubungan keturunan, orang yang bukan keluarga tetapi dia

berada ditengah komunitas kita, ada hubungan persahabatan,ada

kebersamaan secara spontan turut berpartisipasi memberi maskawin.49

Perempuan sebagai istri pada orang Biak, bila keluarga suaminya akan

membayar maskawin untuk keluarganya, maka sebagai istri dia mesti

terlibat dalam pembayaran maskawin tersebut. Perempuan sebagai istri yang

tela dilepas dari keluar apa bila dalam kelurga asalnya akan membayar

maskawin maka diapun mesti telibat dalam pengumpulan harta benda itu.

Sebagai ibu perempuan pada orang Biak tidak mendapat apa-apa dari

maskawin anaknya karena maskawin itu bukan merupakan bagiannyatetapi

dalam posisinya sebagai warga keret, dalam proses pembayaran maskawin

untuk saudara laki-lakinya yang akan menikah, maka perempuanpun harus

terlibat dalam pengumpulan harta benda itu.

Yang berperan penting dalam pembayar maskawin ini ialah Nene,

Tanta dan Om tua. dan tiga orang saudara perempuan dari keluarga laki-

49
Lamek Ap . Budaya Masyarakat Suku Bangsa Biak di Kabupaten Biak Numfor, Jayapura: Balai
Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional Irian Jaya, 2000. hl. 20

32
laki, yang adalah saudara kandung dari anak laki-laki yang membayar

maskawin itu.

2.6. Harga Maskawin dan Pengaruhnya

Ukuran maskawin itu di ukur dan dilihat dari perilaku anak

perempuan dan laki-laki, karena maskawin yang sesungguhnya itu ialah

pelaku atau sikap syowi dari anak tersebut..50

Harga dari maskawin ini sangat mempengaruhi kehidupan keluarga

dimasa depan. Untuk orang Biak maskawin tidak boleh lebih dari 100 juta,

batasnya 50 juta kebawah, itu baru disebut maskawin. karena jika sudah

lebih di atas 50 juta keatas itu bukan manusiawi lagi. Itu sudah dibilang

dibeli, atau menjual anak perempuan. Perempuan Byak tidak bisa dibeli,

perempuan biak memiliki keistimewaan dari sikap dan perilaku mereka.

Untuk itu ada sebutan Binsyowi. Laki-laki dan perempuan Biak, memilliki

nilai istemewa jika ia terhormat, sopan dan berwibawah. Perempuan itu

disebut Binsyowi; karena ia adalah perempuan yang perilakunya sangat

baik, sopan dan penyayang.

Harga Maskawin juga sering dilihat dari pendidikan dari seorang anak

perempuan. Jika anak perempuan itu dia memiliki gelar sarja atau master

maka maskawin yang diminta dari keluarganya bias diatas seratu juta.

Karena dari keluarga perempuan melihat bahwa anak itu disekolahkan itu

dengan biaya yang cukup banyak mulai dari ia di sekolah dasar sampai

perguruan tinggi. Itu di perhitungkan, sebab mereka melihat bahwa ketia

50
Hasil Wawancara. Bapak Yafet Bonggoibo. Tanggal 27 Mei 2019, Kel. Bonggoibo, Biak Barat
Kampung Mandender

33
anak perempuan itu berkeluarga dan mempunyai pekerjaan ia akan

menghidupkan keluarganya dengan gaji yang ia dapatkan.

Dan ada juga yang melihat dari segi ekonomi laki-laki. Jika laki-laki itu

PNS (Pegawai Negeri Sipil), maka maskawin yang diminta akan besar, atau

jika laki-laki nya sebagai nelayan atau swasta makan akan diminta sesuai

dengan kemampuan laki-laki. Ini adalah sebuah pertimbagan-pertimbangan

yang sering dilihat dari kelarga pihak perempuan, untuk meminta besarnya

maskawin itu.

2.7. Pengaruhnya Jika Maskawin Tidak di Berikan

Maskawin memiliki pengaruh yang negatif bagi kedua belah pihak

yaitu jika maskawin ini tidak diberikan akan ada timbul persoalan dalam

keluarga mereka yaitu, ketika mereka sudah menikah dan hidup bersama,

seorang pemuda itu merasa malu kepada keluarga perempuan dan akan

selalu di tuntut oleh keluarga perempuan, dan keluraga perempuan bisa saja

menarik kembali dan menahan anak perempuan mereka bersama dengan

cucu-cucu atau anak-anak dari laki-laki yang sudah dilahirkan oleh

perempuan itu untuk menetap di rumah keluarga perempuan selama

maskawin itu belum diserahkan atau diberikan. Dan tidaka ada rasa

kebahagiaan dalam kehidupan rumah tangga mereka, ketika diberikan baru

anak perempuan itu dan anak-anaknya akan diserahkan lagi kepada laki-

laki untuk tinggal bersama dalam satu rumah.51

51
Hasil weawancara Bapak. Yason Arwam, Tanggal 22 Mei 2019. Kel Arwam di Jayapura: Besgi
Pantai

34
BAB III
PEMBAYARAN MASKAWIN DAN DAMPAKNYA
DALAM KEHIDUPAN RUMAH TANGGA

3.1. Persiapan

Persiapa penelitian ini penulis langsung berada dilapangan dan

memulai melaksanakan penelitian dengan menggunakan metode

pengamatan dan wawancara. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih

empat hari, di mulai kamis 27 - 30 Desember 2018.

35
Berkelanjutan pada tanggal 21-23 Mei 2019
3.2. Pengumpulan Data
Melaksanakan Pengamatan dan Wawancara dengan Responden

Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan yaitu penulis mencoba lihat bagaimana

cara orang Biak melakukan Adat Pembayaran Maskawin. Yang saat itu di

lakukan oleh keluarga besar orang Biak di distrik Swandiwe Biak Barat

kampung Ampombukor dan Yomdori, oleh pihak pertama atau laki-laki

keluarga Mofu dan pihak kedua atau perempuan keluarga Rumbiak pada

tanggal 28 Deesember 2018

Dari hasil pengamatan dimana di situ penulis melihat bahwa

maskawin yang di minta dari pihak keluarga perempuan itu tidak lebih dari

50 juta. Dan yang mana keluarga pihak perempuan hanya menginginklan

agar anak perempuan mereka mendapatkan kebahagiaan, pengargaan, dan

juga kasih sayang dari keluarga laki-laki. Harta benda bukanlah hal yang

diinginkan oleh keluarga perempuan, hanyalah kasih sayang dan juga

kebahagiaan dari seorang anak perempuan itu saja. Karena kebahagiaan

adalah hal yang sangat berarti dalam sebuah keluarga, dan setiap manusia.

Wawancara

Wawancara yaitu, penulis melakukan tanya jawab dengan nara sumber

yaitu: Ibu. Lina Adadikam, Bapak. Galvein Mofu sebagai Ketua Dewan

Adat Bar Swandiwe pada tanggal 30 Desember 2018, Bapak Frans

Rumbrawer, Bapak Simon Baab, dan Bapa Yason Arwam sebagai

Mananwir di tanah Tabi Jayapura, 21-23 Mei 2019 untuk mendapatkan

keterangan atau informasi dan pendapat tentang:

36
o Apakah sampai saat ini orang Biak masih melestarikan adat

pembayaran maskawin?

Sampai sekarang ini orang Biak masih melakukan atau melestarikan

perkawinan itu dengan melakukan adat pembayaran maskawin. Orang Biak

yang melakukan adat ini, adalah orang Biak yang mengerti adat, mengerti

akan nilai adat yang sesunggunya dan yang memandang bahwa adat itu

adalah suatu hal yang harus dilakukan. Karena kita tidak bisa mengubah apa

yang sudah menjadi kebudayaan kita sendiri Samapai saat ini Orang Biak

masih melakukan adat pembayaran maskawin supaya dalam keluarga yang

baru mau dibentuk itu hidup Syowi (menghargai) 52.

o Apakah ada dampak yang terjadi dalam rumah tangga, bila


maskawin itu besar jumlahnya.?

Maskawin mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan

orang Biak, baik positif maupun negatif yang sudah berkembang bersama-

sama dengan kekristenan orang biak, karena itu harus dikajikan secara

cermat kemudian kemudian diberikan penelitian. Dari penelitian penulis,

penulis mendapatkan banyak informasi dari beberapa orangtua-orangtua

bahwa ada dampak negative yang sering terjadi apabila maskawin tidak

diberikan dan jumlah maskawin itu Besar, misalnya di atas 100 juta akan

mendatangi masalah dalam keluarga. Masalah dalam keluarga yang penulis

maksudkan disini adalah jika maskawin tidak dapat diberikan kepada pihak

perempuan selalu akan menjadi tuntutan dari pihak perempuan kepada pihak

52
Hasil Wawancara, Bapa Frans Rumbrawer. Tanggal 23 Mei 2019, Kel. Rumbrawer, di Jayapura
Perumahan UNCEN Padang Bulan

37
laki-laki. Karena maskawin merupakan pembayaran yang dapat

membayarkan harga diri dari seorang perempuan Byak.

Yang sering terjadi oleh kedua bela pihak yaitu perempuan dan pihak laki-

laki Byak, ketika tuntutun maskawin dari pihak perempuan sangat mahal

atau besar jumlahnya dan diberikan tanggun jawab kepada pihak laki-laki

dan jika pihak laki-laki melunasi tanggun jawab itu maka pihak perempuan

harus mengahargai (syowi) keluarga dari pihak laki-laki. Jika peran syowi

tidak dinyatakan didalam keluarga terjadilah masalah yaitu perselingkuan,

kekerasan dalam rumah tangga antara suami kepada istri.53

o Apakah maskawin berdampak pernikahan

Di lihat saat jaman dulu sesudah tahun 1990-an maskawin sangat

mempengaruhi pernikahan, karena maskawin ini berfungsi untuk

menyatukan dua pasangan atau kedua mempelai. Maka maskawin ini harus

diberikan dulu, karena jika maskawin belum diberika maka pernikahan akan

ditundah54. Namun kini maskawin tidak ada pengaruh yang buruk pada

pernikaha, karena sekarang ini orang Biak bisa menikah dulu baru

maskawin di diberikan. Ini sudah membuat bahwa orang Biak sudah ada

yang tidak melakukan atau mengerti adat dengan betul.

o Apakah maskawin berdampak perceraian?

Ini tergantung pada perilaku suami isteri. maskawin itu adalah nilai yang

tidak bisa di ingkari atau kita menganggap bahwa hal yang biasa saja.

Karena maskawin itu ada jati diri kita. Sebenarnya nilai maskawin itu

53
Sumber. Ibu. Lina Adadikam. Tanggal 17 September 2018, Kel. Awom, di Jayapura Besgi Pantai
54
Hasil Wawancara, Bapak Yason Arwam. Tanggal 22 Mei 2019, kel. Arwam. Di Jayapura Besgi
Pantai

38
secara agama maskawin itu kudus. Maskawin secara adat itu merupakan

nilai pembasuan. Jadi maskawin tidak menjadi dampak terhadap perceraian,

hanya itu tergantung pada suami dan irti itu sendiri.

o Apakah maskawin berdampak pada kekerasan dalam rumah

tangga (KDRT) ?

Dulu maskawin kalau dilunasi atau diberikankan dengan baik itu tidak

ada dampak perselisian dan lainnya. Maka saling menghormati. Tapi

sekarang tidak, kalau pihak perempuan maskawin terlalu tinggi itu juga

mempengaruhi tatanan kehidupan dalam keluarga lalu keluarga tidak hidup

aman. Karena jamam ini kadang-kadang orang minta maskawin itu tinggi

akhirnya pihak laki-laki dengan perempuan kalau duduk sampai mereka

bertengkar dalam kadan suami tidak pahami itu laki-laki lemparkan bahasa

bilang ko punya maskawin itu terlalu tinggi baru kelakuan kamu itu tidak

baik, ini kebali ke perilaku. Orang Biak bilang kalau perempuan mempunyai

maskawin mahal berarti perempuan memiliki nilai keistimewaan di jaga.

Tetapi juga kalau nilai maskawin itu tinggi perempuan selalu menjadi

omongan bagi orang lain. Padahal kalau perempuan baik dalam berbagai

aspek menjamin maskawin itu sangat baik. Tetapi maskawin itu tinggi lalu

sifat perempuan tidak baik itu mempengaruhi perempuan itu sendri. Tetapi

kalau sifat perempuan itu baik berarti dianggap bahwa perempuan itu

mempunyai keistimewaan atau di sanjung dan menjandi contoh untuk

semua orang55.

o Apakah maskawin berdampak pada mental atau psikologi?


55
Hasil Wawancara Dengan Bapa Galvein Mofu. Tanggal 21 Mei 2019, Kel. Mofu,Biak Barat
Kampung Ampombukor

39
Dampak dari sisi negatif.

Ada dampak negatif yang terjadi jika laki-laki itu merasa bahwa ia sudah

membayar maskwin itu sampai lunas, maka semaunya laki-laki

memperlakukan perempuan (isteri) dengan semena-mena56.

Ketika laki-laki membayar maskawin lunas maka perempuan di anggap

sebagai budak. dan juga tidak ada pembelaan dari pihak keluarga laki-laki,

karena pihak laki-laki sudah melunasi maskawin57.

Dampa dari sisi positif.

Seorang laki-laki harus menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai dari

maskwin yang telah diberikan dari orang tuanya kepada perempuan (isteri)

dan juga sebaliknya perempuan sehingga sifat saling menghargai itu dapat

dinyatakan dalam keluarga walaupun ada terjadi kesalah pahaman dalam

keluarga58.

Mereka saling menjaga nilai dari maskawin itu, karena jika tidak

menghargai maka dalam kehidupan berumah tangga mereka akan saling

bertengkar. Sehingga sifat syowi (menghargai) itu dapat di rasakan dalam

keluarga59.

Dari hasil wawancara yang penulis dapat ada kesamaan antara dua sumber

(Bapa Galvein Mofu, dan Bapa Frans Rumbrawer) tentang dampak

maskawin pada mental psikologi.

56
Hasil Wawancara Dengan Bapa Galvein Mofu. Tanggal 21 Mei 2019, Kel, Mofu. Biak Barat
Kampung Ampombukor
57
Hasil Wawancara Dengan Bapa Frans Rumbrawer. Tanggal 23 Mei 2019, Kel. Rumbrawer di
Jayapura Perumahan UNCEN Padang Bulan
58
Hasil Wawancara Dengan Bapa Galvein Mofu. Tanggal 21 Mei 2019, Kel. Mofu, Baik Barat
Kampung Am pombukor
59
Hasil Wawancara Dengan Bapa Frans Rumbrawer. Tanggal 23 Mei 2019, Kel. Rumbrawer, di
Jayapura perumaan UNCEN Padang Bulan

40
o Apakah maskawin berdampak pada pertumbuhan anak?

Maskawin itu memberikan pertumbuhan, memberikan jaminan kedua

insan tidak ada persoalan ketika menyatukan diri untuk memberikan

keturunan itu aman. Maskawin itu merupakan jaminan keutuhan suami

isteri, itu menjadi jaminan pertumbuhan keturunan. Anak itu hidup dalam

kekudusan pertumbuhan yang memberikan jaminan baik dari gereja atau

dari adat itu sendiri.

3.3. Analisa Data

Menurut pengamatan dan analisa penulis adat orang Biak ini mulai

terkikis karena adanya pengaruh dari suku budaya dari luar atau dari suku-

suku yang ada di papua, karena sudah banyak orang Biak yang hidup

merantau, atau sudah tidak di tanah Biak lagi. Akan tetapi walaupun orang

Biak itu sudah hidupnya di tanah rantau, seharusnya itu bukan menjadi

suatu alasan untuk melupakan atau menghiraukan adat itu. Karena adat ini

sudah ada lebih duluh sebelum manusia itu ada atau di ciptakan.

Orang Byak sekarang mencampurkan adat yang sebenarnya dengan adat

dari luar Budaya Byak, seperti uang susu, dalam adat suku Biak tidak ada

yang namanya uang susu, maskawin yang diantar itu cukup untuk maskawin

itu saja tidak perlu di bagi lagi untuk di bilang uang susu, untuk itu

maskwin pun sekarang meninggkat tinggi atau besar jumlahnya. Dan tanpa

mengerti apa arti sesungguhnya dari maskawin itu sendiri. Padahal

maskawin untuk suku Budaya Biak itu tidak lebih di atas 50 juta, Jika

seluruh orang Biak dapat atau bisa mengerti dan memahami arti maskawin

yang sebenarnya, maka jumlah maskawin itu tidak akan besar jumlahnya

41
dan tidak akan menjadi dampak dalam kehidupan rumah tangga nantinya

saat sudah hidup bersama dalam satu rumah.

Dampak yang terjadi karena Maskawin ini, menjadi sesuatu yang

seharusnya tidak boleh terjadi, apalagi dalam kehidupan berumah tangga

bagi Orang Biak. karena sebenarnya kehidupan orang Biak itu adalah salah

satu ciri dimana kita harus melihat nilai SYOWI nya kepada sesama

manusia, baik kepada sesama suku maupun kepada suku yang lain.

Perempuan akan dipukul, ada tindakan kekerasan dalam rumah tangga

tersebut dari suami kepada istri, istri akan dicemaarkan. Perempuan itu bisa

dibenci oleh keluarga laki-laki atau bapa dan mama mantu, ipar-iparnya.

Dan juga bisa saja perempuan itu di tinggalkan atau diceraikan atau di

duakan, kecewa, jatuh sakit bahka strees. Anak-anaknya pun tidak berhasil

dalam pendidikan, tidak dapat diijinkan untuk baptis dan banyak masalah

lain yang akan terus ia hadapi dalam kehidupan rumah tangganya. Hal ini

yang sedang terjadi khususnya di distrik Swandiwe ini. Ada banyak

perempuan-perempuan yang di pukul oleh suami mereka, karena waktu

laki-laki membayar maskawin itu sangat besar harganya. Bahkan banyak

yang ditinggalkan suaminya dan mencari perempuan lain. Dan ada banyak

anak-anak yang juga menjadi korban, akibat masalah yang terjadi dalam

rumah tangga.

Masalah-masalah seperti ini juga membuat pelayanan dalam gereja

disetempat kurang berjalan dengan baik.

Masalah ini sedang terjadi untuk zaman sekarang ini, banyak perempuan

Biak yang ketika dibayar maskawinnya dan berumah tangga kehidupan

42
rumah tangganya tidak bahagia dan utuh, rumah tangganya terpecah,

terkenah masalah yang tidak perna ada habisnya. Dan masalah ini yang

sekarang membuat orang Biak kehilangan jati dirinya sebagai orang Byak

lagi. Dan lupa akan adatnya yang sebenarnya, dan sudah mulai terpengaruh

dengan adat-adat dari suku budaya lain.

Kekerasan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga ini merupkan

suatu pelanggaran besar yang melanggar Hukum Tuhan dan juga Hukum

Negara. Akan tetapi hal ini sudah selalu terjadi dalam kehidupan rumah

tangga dan sering ditemuai di mana-mana atau di setiap daerah-daerah yang

ada di papua dan Indonesia.

BAB IV

ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGIS

4.1. Makna dan Fungsi Maskawin dalam Budaya Biak

Mengenai makna dan fungsi maskawin itu berarti kita berbicara

tentang arti, nilai atau harga diri dari seorang perempuan. Maskawin ini

menggambarkan realitas hidup manusia dari suku Biak yang bernilai.

Maskawin membuat legalitas orang Biak sebagai masyarakat atau suku

bangsa dilingkungan budayanya sendiri. Corak maskawin disetiap suku itu

berbeda-beda, maskawin memperkuat hubungan kemanusiaan orang Biak.

Maskawin menyatuhkan kedua belah pihak yang berbeda menjadi satu, dan

menimbulkan rasa kekeluargaan yang sangat kuat, walaupun berbeda suku

43
atau ras. Maskawin menjadi faktor yang menunjukkan jati diri seorang

perempuan Byak. Untuk itu maskawin harus diberikan atau dilakukan saat

ada yang hendak membentuk keluarga yang baru. Karena itu sebagai tanda

penghargaan dan pengikat dengan seorang perempuan Byak yang dijadikan

calon istri. Sebab perempuan itu yang akan memberikan keturunan bagi

keluarga laki-laki.

Namun jika maskawin tidak dilakukan, maka akan ada pengaruh yang

kurang baik dalam keluarga itu.

Berdasarkan pemahaman ini, maka maskawin ini menjadi sarana yang

mengikat suatu perkawinan secara adat. Ini berarti maskawin bermakna dan

berfungsi untuk membangun, mengikat, memperkokoh dan menghidupkan

kekerabatan yang baru antara kedua belah pihak, yaitu antar marga baik

marga laki-laki maupun marga perempuan. Karena perkawinan bukan

semata-mata untuk menyatuhkan dan memfasilitasi hubungan biologis antaa

seorang laki-laki dan seorang perempuan saja, tetapi merupakan pranata

penerus keturunan dan pranata pertukaran ekonomi dan social yang penting.

Dan semuanya itu bermuara kepada harapan akan kesejahteraan lahir dan

batin dalam keluarga inti dan keret. Maskawin ini merupaka jaminan demi

keutuhan suami dan isrti dalam satu rumah tangga.

4.2. Adat dan Maskawin dalam Perspektif Alkitab

4.2.1 Adat dari Sudut Pandang Alkitab

Adat dalam arti kata Yunani”paradosis dan didomi (yang berurut

dipakai 4 dan 6 kali) ialah: sesuatu yang disampaikan atau diteruskan dari

seseorang kepada yang lain, khususnya dari seorang guru kepada murid-

44
muridnya. Dengan maksud ‘ajaran Yahudi’ kata itu diterjemahkan’adat’

dalam Terjemahan Bahasa Indonesia (TBI). Bila mana dikenakan kepada

orang Kristen, kata Yunani biasanya diterjemahkan dengan ‘ajaran’,

misalnya 1 korintus 11:2, ‘ajaran yang kuteruskan kepadamu’.60

Kata itu tidak terdapat dalam PL, tapi pada zaman antar-Perjanjian.

Ajaran ini diteruskan dari Guru kepada murid, dan menjelang Zaman

Tuhan Yesus Tradisi Yahudi ini sudah dianggap sederajat dengan Kitab

suci. Hal menyamakan ulasan manusia ini dengan penyataan Allah dicela

oleh Yesus. Dengan Adat istiadat seperti itu Firman Allah “dilanggar”,

atau dinyatakan “tidak berlaku”, dikesampingkan dan ditolak ( Matius 15

:3,6; Markus 7:8,9.13) ajaran adat itu ialah Perintah Manusia. Dimana

yang bagi kita “adat- istiadat nenek moyang” berarti kebiasaan yang

sudah lama berlaku dalam masyarakat, dan yang asal usulnya tidak

diketahui betul, dan yang mungkin berasal dari Zaman nenek moyang

yang orang kafir. Namun bagi orang Israel. Adat istiadat itu ialah

peraturan-peraturan tambahan yang ditambahkan kepada hukum-hukum

yang ditulis dalam perjanjian Lama. Peraturan-peraturan itu pada

permulaan tidak ditulis, melainkan merupakan suatu Tradisi Lisan.61

Walaupun kata “adat-istiadat” dalam kitab-kitab Injil dipakai hanya

untuk tradisi Yahudi, namun pikiran itu ada dalam ajaran Tuhan Yesus.

Ia menempatkan ajaran-Nya dengan Firman Allah sebagai ulasan yang

mempunyai kekuasaan, yang disampingkan-Nya kedapa murid-murid-

Nya.
60
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid I A-L. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2011.
hl. 10
61
J.J Heer. Tafsiran Matius pasal 1-22. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000. hl. 39

45
4.2.2 Maskawin dari Sudut Pandang Alkitab

Maskawin itu adalah harta benda yang hendak diberikan kepada

keluarga seorang perempuan sebagai rasa sayang dan juga tanda

penghargaan kepada keluarga perempuan yang hendak memberikan anak

perempuannya untuk dijadikan istri dan menantu bagi pihak keluarga

laki-laki.

Dalam Alkitab tidak menuliskan tentang maskawin namun ada

yang menulis tentang harta benda, seperti dalam kitab Matius 2:11b “

Mereka pun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan

persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur”. Ini

menceritakan tentang adanya tiga orang majus yang membawa harta

benda mereka untuk di persembahkan kepada Yesus sebagai hadia dan

juga sebagai tanda penghargaan dan penghormatan mereka kepada

Yesus, harta benda itu ialah; Emas, Kemenyan dan Mur.

Emas artinya adalah logam yang pertama disebut dalam Alkitab (kej

2:11) sesudah itu dihubungkan secara erat dengan perak yaitu, logam

mulia yang satu lagi zaman kuno. Perak sering didapai dicampur dengan

emas, ini dipakai sebagai hiasan. Emaas sangat lunak muda ditempa dan

dibentuk dan tidak bias kegilangan kilauannya. Sifta ini yang membuat

emas sangat digemari sebagi perhiasan. Emas dipakai pada alat-alat yang

paling utama di Kemah Suci (kel 25) dan di Bait Suci bangunan

Salomo(1 Raj 6). 62

Kemenyan, ini merupakan getah putih yang dihasilkan dari beberapa

macam pohon tertentu yang tumbuh di Arab. Bubuk bernilai tinggi yang
62
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid 2 M-Z. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2011. hl. 443

46
diproduksi dari getah tersebut berbauh harum dan biasa digunakan dalam

ibadat orang Yahudi yang menjadi salah satu ukupan yang Kudus (Kel

30:34-38) dan dibakar pada saat korban sajian dipersembahkan (Im

6:15).63 Kemenyan menjadi sumber kekayaan para pedangan yang

menempuh jalan perdagangan kuno dari Arabia Selatan ke Gaza dan

Damsyik. kemenyan yang menyenangkan pancaindra (Kid 3:6, 4:6, 14)

juga merupakan lambang kegiatan agamawi.64

Mur adalah getah berwarna merah tua , berasal dari sejenis semak yang

tumbuh di Arab dan Afrika. Bauhnya sangat kuat dan rasanya pahit.

Karet itu kemudian duhancurkan menjadi bubuk dan digunakan sebagai

bahan baku wewangian dan balsam yang mahal harganya.65

Jika melihat dari sudut pandang Alkitab bahwa yang pertama

membentuk suatu persatuan antara laki-laki dan perempuan adalah Allah

Bapa yang menciptakan manusia itu sendiri. Dapat dilihat dalam

Kejadian 2:23-24, Allah tidak menghendaki laki-laki hidup seorang diri,

karena itu Allah menempatkan perempuan disisi laki-laki sebagai

penolong yang sepadan dengan laki-laki. Allah merupakan saksi di

antara perkawinan (kej 2 : 14).66

Maka untuk itu mengenai aturan yang sebagaimana sebelum

keluarga itu membentuk satu Rumah tangga sendiri, ada aturan secara

adat yang harus dilakukan untuk memenuhi syarat sebelum menikah,

63
Lembaga Alkitab Indonesia. Alkitab Edsisi Studi. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia 2012. Hl.
1564
64
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid 1 A-L. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2011. hl. 543
65
Loc. Cit.
66
Regina Samon. Maskawin sebagai tantangan dalam Pernikahan . Skripsi Sarjana Teologi STT
GKI I.S. Kijne Jayapura, hl. 9

47
atau seorang laki-laki yang ingin untuk mengambil seorang perempuan

untuk menjadi istrinya, dimana dapat dilihat dalam cerita Alkitab dari

Perjanjian Lama (kejadian 29:15-28) tetang bagaimana Yakub

mengambil istri dari anak-anak Laban Pamannya, yakni Yakub di minta

oleh Pamannya bekerja tujuh tahun lamanya barulah ia biasa memberikan

anaknya menjadi istrinya, Yakub berbuat seperti yang di perintahkan

oleh Laban sampai tujuh tahun lalu Laban memberikan anaknya yang

tertua yakni Lea kepada Yakub akan tetapi Yakub tidak suka kepada Lea,

karena ia lebih suka kepada Rahel adiknya Lea, untuk Itu Laban

meminta untuk Yakub bekerja lagi kepadanya selama tujuh tahun

lamanya lagi barulah ia akan memberikan Rahel anaknya itu kepada

Yakub sebagai istri yakub, Maka Yakub pun lalukan seperti yang

diperintahkan oleh Laban Pamannya itu, agar ia bisa menjadikan Rahel

sebagai istrinya. Jadi Yakub memiliki dua istri dari anak-anak laban,

dengan bekerja pada Laban selama 14 tahun lamanya. Dan Yakub pun

menyayangi kedua istrenya, walaupun ia lebih mencintai Rahel istri

keduanya itu.

Dalam Alkitab tidak menuliskan tentang adat maskawin, akan

tetapi ada beberapa bagian dari Alkitab yang menuliskan tetang cerita

yang ada keterkaitannya dengan adat Maskawin, seperti dalam Perjanjian

Lama di mana Seorang laki-laki harus bekerja selama 14 tahun untuk

mendapatkan seorang perempuan untuk di ambil sebagai pendamping

hidupnya (Kej 29:15-28),”Yakub bekerja keras kepada laban pamannya

Untuk mendapakan Lea dan Rahel”. Disini Yakub bekerja kepada Laban

48
dengan menunjukkan rasa Hormat dan Baik juga kepada Laban. Ini juga

merupaka suatu syarat yang diberikan oleh Laban kepada Yakub,

sebelum ia memberikan anak-anaknya sebai Isteri untuk Yakub

keponakanny itu.

Laban pun memberikan hadia sebagai maskawin untuk Lea dan Rahel

yaitu kedua budak perempuan yaitu zipla dan Bilha.

Dalam Alkitab Perjanjian Baru di kitab Matius 19:5-6 di mana

perkawinan yang dilembagakan oleh Allah sendiri, Allah yang mengatur

maka semuanya terjadi, ketika perkawinan berlangsung maka keduanya

harus saling menghormati dalam segala hal (Ibrani 13 : 4). Peraturan

tentang perkawinan ini harus ada agar manusia itu terhindar dari pada

percabulan dan hawa nafsu (1 korintus 7:1-9). Namun perkawinan ini

dilakukan dengan berbagai syarat atau aturan yang harus di lakukan

sebelum perkawinan itu terjadi. Seperti harus melamar terlebih dahulu

dan pembayaran maskawin. Dimana suatu adat itu yang harus dilakukan,

adat ini lebih dulu dilakukan karena sebelum ada Injil, adat sudah lebih

dulu ada, dan adat ini merupaka undang-undang yang Tuhan berikan

kepada manusia, yang sebagaimana bangsa Israel semenjak mereka telah

ditebus oleh Allah, mereka masih memegangnya (Ny. Mazmur no 81:4).

Maka itu setiap manusia sebagai ciptaan Allah yang Mulia tidak dapat

mengubah atau menambahkan adat yang sudah ada.

4.3 Dimensi Etis dari Adat Maskawin

Maskawin menjadi suatu syarat dari sebuah perkawinan dan menjadi

dasar tatanan kehidupan rumah tangga dalam budaya. Dari sudut isi adat,

49
maskawin juga mengsahkan perkawinan yang sama halnya atau artinya

dengan, ketika pasangan yang akan berkeluarga atau mau menikah, mereka

hendak melakukan beberapa hal sebagi suatu syarat atau aturan yang akan

melindungi keluarga mereka, baik secara aturan pemerintah, gereja dan juga

adat. Secara pemerintah kedua mempelai harus mendandatangai suatu surat

yang disebut catatan sipil sebagai tanda bahwa kedua mempelai adalah

warga Negara, yang nantinya dapat difungsikan untuk membuat kartu

keluarga. Secara gereja mereka harus diteguhkan dalam Pernikahan Kudus

di gereja dan ditengah-tengah jemaat, dan menandatangai surat nikah yang

diberikah dari Jemaat atau Gereja sebagai warga jemaat GKI, dan juga

secara adat yaitu pihak laki-laki harus membayar maskawin kepada pihak

perempuan. Peraturan ini harus dilakukan agar manusia itu dapat

mengendalikan dirinya dari pada percabulan dan hawa nafsu (1Korintus 7:1-

9). Karena inti dari maskawin yang dilihat dari sisi Alkitab itu sakral atau

suci yang dimensinya sama sama dengan nikah kudus, yang artinya

mempersatuhkan hubungan laki-laki dan perempuan yang nantinya akan

membangkitkan kebahagiaan dalam rumah tangga.

Ada pun juga aturan yang biasanya disebut dengan kata nikah

dinas. Nikah dinas ini harus dilakukan yaitu bagi orang yang memiliki

pekerjaan atau profesinya sebagai Polisi dan Tentara. Ini juga mereupakan

salah satu syarat dari pemerintah. Ini juga sebagi tanda pengikat yang Sah

dalam perkawinan. Atuaran-aturan ini semua sama pentingnya dalam

sebuah perkawinan yang dinyatakan secara sah.

50
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian serta kajian dari hasil penelitian yang penulis

lakukan bab-bab sebelumnya kemudian penulis memperlihatkan bagian dari

makna atau arti sebenarnya dari adat pembayaran maskawin sebagai penopang

kehidupan berumah tangga Kristen yang bahagia, maka berikut ini merupakan

kesimpulan dan saran yang dapat penulis berikan.

5.1. Kesimpulan

Berbicara mengenai pembayaran maskawin, berarti berbicara tentang

suatu kehidupan yang lengkap atau seutuhnya karena pembayaran

maskawin ini merupaka salah satu syarat yang harus dilakukan oleh setiap

orang Biak yang ini membentuk suatu kehidupan yang baru atau berumah

tangga sendiri. Untuk itu di setiap suku bangsa yang ada di muka bumi ini

51
memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Pembayaran maskawin adalah

sebuah tradisi yang mengikat masyarakat, dalam suku budaya orang Biak,

antar klen atau marga yang menjalin hubungan kekerabatan. Setiap anak

laki-laki yang ingin mengambil seorang perempuan untuk menjadikan

istrinya. Maka pihak laki-laki akan membayar maskawin kepada pihak

perempuan apabila perempuan tersebut telah memberikan keturunan bagi

pihak laki-laki. Hal ini merupakan budaya bagi masyarakat Biak. karena ini

telah diturunkan oleh generasi-ke generasi yang merupaka adat Biak itu

sendiri. Untuk itu harus dijaga dan terus dilestarikan.

Untuk itu prsoses pembayaran maskawin juga berbeda-beda pada

setiap suku yang ada di papua. Harta maskawin mempunyai peran penting

dalam kehidupan kekristenan orang Biak, baik positif maupun negatif yang

sudah dikembangkan bersama-sama, karena peran ini sangat penting dalam

kehidupan orang Biak, maka perlu di kajikan dan diberika penilaian,

sehingga yang positif tetap dilestarikan dan dikembangkan sebagi pembeian

Allah yang bermakna. Meskipun Maskawin mempunyai nilai positif,

namun seringkali diinterpretasikan secara negatif sehingga merugikan

kedudukan dan pengembangan peran perempuan. maskawin sering

dijadikan alasan mengabaikan sikap penghormatan, penghargaan dan

perlindungan yang sepantasnya bagi perempuan Biak. Seorang perempuan

Biak di nilai dari sudut kepentingan ekonomi yang ekstrim berdasarkan

maskawin. Kenyataan ini tyerbukti di mana perempuan dilihat sebagai

sumber yang mendatangkan barang dan uang bagi pihak keluarganya. Jadi

ada kecenderungan bahwa perempuan dilihat sebagai sumber yang

52
mendatangkan harta benda. Kenyataan ini sebenarnya mengabaikan prinsip-

prinsip hak azasi manusia yang dikaruniakan Tuhan dalam diri seorang

Perempuan. Laki-laki bukan penguasah atas perempuan, tetapi laki-laki

adalah penolonh yang sepadan denga perempuan. perempuan tidak boleh di

perlakukan sewenang-wenang karena alasan maskawin. Sebab nilai

kemanusiaan perempuan jauh lebih besar dari nilai sebuah maskawin. Ini

tidak bererti maskawin di abaikan. Maskawin harus tetap di dipertahankan

kapanpun dan dimanapun.

Maskakwin orang Biak tidak bisa lebih dari seratus juta, batasnya lima

puluh juta kebawah, karena maskawin yang sebenarnya adalah peliraku

syowi dalam diri orang Biak itu sendiri, dan bila maskawinnya sudah di atas

seratus, maka itu sudah bukan manusiawi lagi. Itu berarti ia membeli

perempuan Byak. Dan nampak sekali bahwa tidak ada kesadaran dari para

orang tua untuk berpikir bagaimana cara untuk mengatasi masalah ini dan

mencari jalan keluar dan mencoba untuk mengembalikan adat orang Biak

yang sesungguhnya itu.

5.2. Saran
Dari skripsi yang penulis sudah uraikan di atas sesuai dengan hasil

penelitan yang penulis lakukan, ini menjadi sesuatu yang sangat

memperhatinkan bagi orang Biak.

Penulis menyarankan setiap kita manusia memerlukan perubahan

dalam hidup. Dimana kita ada kita hendak melihat kembali adat-istiadat

kita, bukan saja suku budaya orang Biak, tetapi disetiap suku yang ada di

muka bumi ini Khusunya di Indonesia bagian Papua. Ketika kita ingin untuk

membentuk kehidupan yang baru atau berkeluarga (berumah tangga)

53
hedaknya kit melakukannya dengan adat yang kita punya. Dan jangan kita

memandang adat itu sebagi hal yang negatif, tetapi kita harus pandang

bagian yang positifnya, karena Allah mencipta kan manusia itu untuk hidup

saling berdampingan, dan saling menolong.

Untuk itu maskawin merupakan bagian dari adat itu, maka jangan kita

memandang bahwa perempuan selalu dirugikan dalam banyak hal akibat

doktrin atau cara pandang yang berakar pada budaya. tetapi kita

memandangnya sebagai hal yang mengikat, membangun dan mendamaikan

kehidupan setiap keluar. Dengan ini penulis memberikan masukan atau

saran kepada;

1. Kepada keluarga masyarakat suku Biak

Sebagai orang tua, Adat harus diterapkan, diajarkan kepada anak-anak

sehingga nilai-nilai kebersamaan dalam kekerabatan orang Biak dapat

dipertahankan dan dipelihara.

2. Kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Biak Numfor.

Diharuskan dan mempercepatt adanya sebuah Universitas di Kabupaten

Biak Numfor, yang di dalamnya mengajarkan tentang Ilmu Lokal, agar

budaya yang menyangkut dengan harga diri orang Biak itu tidak hilang.

3. Kepada Gereja Kristen Injili di Tanah Papua

Sebagai Hamba-Hamba Tuhan dapat melihat nilai-nilai dari adat

Maskawin itu agar di setiap cobaan-cobaan yang di hadapi oleh Umat

Allah, mereka mampu melakukan pelayanan bagi mereka.

54
4. Kepada Gereja Kristen Injili di Tanah Papua, agar Perlu adanya

pembinaan yang serius kepada warga jemaat kristen untuk

memahami sahnya perkawinan berdasarkan Hukum Adat.

Dan juga benar benar dapat berkembang sambil berakar dalam

masyarakat biak, mutlak penuhnya GKI mempelajari metalitas agama

suku yang melatar belakangi Hukum Adat Perkawinan, sehingga

tradisi perkawinan ini diterangi dalam pernikahan kristen

DAFTAR PUSTAKA

A. ALKITAB
Lembaga Alkitab Indonesia . 2000. Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab
Indonesia (LAI)
Lembaga Alkitab Indonesia. 2012. Alkitab Edisi Studi. Jakarta: Lembaga
Alkitab Indonesia (LAI)

B. BUKU-BUKU TEKS

Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid 1 A-L. 2011 Jakarta: Yayasan


Komunikasi Bina Kasih

Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid 2 M-Z. 2011 Jakarta: Yayasan


Komunikasi Bina Kasih
Suryanto Sigit. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Karisma
Publishing Group.

55
Ap Lamek. 2000. Budaya Masyarakat Suku Bangsa Biak di Kabupaten
Numfor. Jayapura.
Rerey V. Heni. 2014. Ketika Perempuan Papua Harus Memilih.
Yogyakarta: Ombak.
Sumiarni Endang. 2010. Hukum Adat Biak. Yogyakarta; Biro Hukum
Sekretariatan Daerah Provinsi Papua.
Sumanto. 1990. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta;
Andi Offset
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan kompetensi dan
praktiknya. Jakarta; Bumi Aksara
Winarno. S. 1972. Teknik-Telnik Penelitian. Jakarta: Gramedia
Rumbewas Anthon. 2016. Berteologi Menjawab Permasalahan Konteks.
Jayapura; Sub Bagian Hukumdan KUB Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Papua
Gilarso T. 1995. Membangun Keluarga Kristen Pembinaan Persiapan
Berkeluarga. Yogyakarta; Kanisius
Heer de J. J.. 2000. Tafsiran Injil Matius pasal 1-22. Jakarta; BPK Gunung
Mulia
Kapisa Y. 1978. Adat Istiadat Irian Jaya. Jayapura: Dinas Pendidikan Dan
Kebudayaan Propinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya

Mampioper A. Mitologi Pengharapan Masyarakat Biak Numfor. Jayapura.

Rumansara Enos. 2013. Manggundi Sistem Religi Orang Biak. Jayapura:


UNCEN Press

C. SKRIPSI/DESERTASI

Samon Regina, 2005. Maskawin Sebagai Tantangan Dalam Pernikahan.


Skipsi Sarjana Teologi STT GKI I.S. Kijne Jayapura
Bonggoibo Noak 2018. Makna Wor Dalam Budaya Suku Biak. Skripsi
Sarjana Teologi STFT GKI I.S. Kijne Jayapura
Anthon Rumbewas. 2013. Berteologi Transformatif Babeoser. Disertasi
Doktor Teologi UKIT.

56
Internet.

B. S. Nanlohi Dilemsa Adat Pembayaran Maskawin. dalam


Papualiberationtheologe. Blogspot. com/2010/11/dilema adat pembayaran
maskawin_21.html diundu pada tanggal 28 meI 2019 pukul 11:30 WIB

D. DAFTAR NAMA RESPONDEN

N INISIA NAMA HARI/TANGGAL STATUS/JABATAN


O L LENGKAP TEMPAT
1 LA Lina Senin 17-9-2018 Ibu Rumah Tangga
Adadikam Besgi Pantai
2 FA Frans Awom Minggu 7-10-2019 Ketua RT
Besgi Pantai
3 GM Galvein Mofu Minggu 30-12- Ketua Dewan Adat
2018 Biak-Barat Bar Swandiwe
Ampombukor
4 YA Matius Senin 13-05-2019 Kepala Rumah
Adadikam Tangga
5 SB Simon Baab Rabu 22-05-2019 Kepala Rumah
Besgi Pantai Tangga
6 YA Yason Arwam Rabu 22-05-2019 Ketua Dewan Adat
Besgi Pantai Tanah Tabi
7 FR Fran Kamis 23-05-2019 Dosen Uncen
Rumbrawer Perumahan Uncen
padang Bulan
8 YB Yafet Senin 27-05-2019 Kepala Rumah
Bonggoibo Kampung Tangga
Mandender

57

Anda mungkin juga menyukai