Anda di halaman 1dari 199

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT YANG HIDUP:


BELAJAR DARI BUKU “BATU-BATU YANG HIDUP”
KARYA Dr. P.G. VAN HOOIJDONK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Disusun oleh:
Fernandus Yongki Januardi
NIM : 101124059

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Allah Bapa di surga lewat perantaraan Putera-Nya

dan

Ayahanda serta Ibunda yang selalu memberi dukungan baik secara moral,

spiritual maupun finansial.

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MOTTO

“Perhatikanlah orang yang tulus dan lihatlah kepada orang yang jujur, sebab

pada orang yang suka damai akan ada masa depan”

(Mzm 37:37)

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT


YANG HIDUP: BELAJAR DARI BUKU “BATU-BATU YANG HIDUP”
KARYA Dr. P.G. VAN HOOIJDONK. Judul ini dipilih berdasarkan
pengalaman nyata di lingkungan tempat penulis berasal di Paroki Santo Fidelis
Sejiram, Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat, dimana Pembangunan Jemaat
dirasa masih perlu dikembangkan dan ditingkatkan sesuai dengan perkembangan
zaman. Penulis juga terinspirasi oleh buku Batu-batu yang Hidup karya Dr. P.G.
Van Hooijdonk yang memaparkan pemikiran mengenai Pembangunan Jemaat.
Penulis mempunyai kesan bahwa Pembangunan Jemaat di paroki tempat asal
penulis masih banyak kekurangan di antaranya sumber daya manusia dan juga
keterlambatan dalam menanggapi situasi zaman yang semakin modern, karena
berada di daerah pedalaman yang jauh dari kota.
Persoalan pokok pada skripsi ini adalah bagaimana umat beriman
Kristiani dapat menemukan dan menghayati Pembangunan Jemaat sebagai dasar
dalam membangun sebuah komunitas utuh yang berpusat pada Kristus dalam
hidup menggereja. Pembangunan Jemaat bukan semata-mata membangun
sebuah gedung melainkan lebih kepada sebuah pemikiran yang dituangkan ke
dalam tindakan konkret. Oleh karena itu, untuk mengkaji persoalan yang
dihadapi umat tersebut dibutuhkan pemecahan masalah lewat pemikiran-
pemikiran yang tertuang di dalam Pembangunan Jemaat oleh para ahli teologi.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan studi pustaka sebagai
metode, yang bersumber dari Kitab Suci, Dokumen-dokumen Gereja,
pandangan para ahli, dan sumber utama buku Batu-batu yang Hidup karya Dr.
P.G. Van Hooijdonk yang membahas pengantar ke dalam Pembangunan Jemaat.
Penulis menemukan bahwa Pembangunan Jemaat perlu dipahami sebagai teologi
praktis yang memperhatikan setiap prosesnya, sehingga umat menyadari tingkat
kedewasaan imannya, mau mengikuti Kristus, serta terbuka pada perkembangan
zaman.
Penulis dalam skripsi ini mengusulkan suatu program rekoleksi bagi
orang dewasa khususnya katekis sebagai usaha menumbuhkembangkan iman
umat untuk meningkatkan penghayatan dalam komunitas kristiani. Umat melalui
program ini diharapkan dapat semakin menemukan, mendalami dan menghayati
Kristus sebagai pedoman hidup menggereja, sehingga jemaat semakin
berkembang dan terarah pada perkembangan zaman.

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

This thesis entitled FATHOMING A LIVING COMMUNITY


BUILDING: LEARNING FROM A BOOK “LIVING STONES”
WRITTEN BY Dr. P. G. VAN HOOIJDONK. This title is chosen based on an
empiric experience from the author‟s homeland at Santo Fidelis Parish Sejiram,
Diocese of Sintang, West Kalimantan, where the Community Building seems
necessary to be developed and improved in line with the ages. The author is also
inspired from a book Living Stones written by Dr. P. G. Van Hooijdonk which
exposes the thought about Community Building. The author has an impression
that Community Building at his homeland is still many shortcomings, especially
human resources and also a retardment in responding the modern age, because is
located in hinterland area that far from the city.
The main subject in this thesis is how the Christians may finding and
living the Community Building as a foundation in build a whole community
which Chistocentric in religious life. Community Building is not merely to build
a building but rather to a thought which is implemented into a concrete action.
Therefore, to assess the matter, which is faced by the people, is required a
problem solving through the thoughts about Community Building by the
theologians. In making this thesis, the author use a literature study as a method,
which sourced ftom the Bible, Church Documents, the experts reviews, and the
main source a book Living Stones written by Dr. P. G. Van Hooijdonk which
discusses about Community Building. The author find that Community Building
is need to be understood as a praxis theology which concerning every process, so
that the people realize their faith maturity level, will to follow the Christ, and
also open to the developing era.
In this thesis, the author is suggesting a recollection program for mature
people especially catechists as a faith growing and developing effort for
increasing appreciation in Christian community. Through this program, people is
expected may find more, fathom more, and live more in Christ as a religious life
role, so that they develop more and directed to the developing era.

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria

atas segala cinta dan berkat, serta kasih setia-Nya yang senantiasa membimbing

dan menyertai penulis setiap waktu, sehingga penulis dapat menyusun dan

menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul “MENDALAMI

PEMBANGUNAN JEMAAT YANG HIDUP: BELAJAR DARI BUKU

“BATU-BATU YANG HIDUP” KARYA Dr. P.G. VAN HOOIJDONK”.

Skripsi ini ditulis berdasarkan kesan pribadi penulis ketika selama tinggal di

lingkungan umat dalam rangka mata kuliah Karya Bakti Paroki selama lima puluh

hari, membuat penulis tergugah dan tergerak untuk membuat sebuah karya tulis

skripsi ini. Situasi umat setempat sangat mencerminkan jemaat yang dibangun

dengan baik oleh pihak paroki maupun pihak awam yang terlibat dalam hidup

menggereja. Berdasarkan pengalaman tersebut penulis mengharapkan situasi yang

serupa di tempat tinggal penulis khususnya daerah Paroki Santo Fidelis Sejiram,

Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat. Skripsi ini merupakan sumbangan

pemikiran bagi umat katolik khususnya umat Paroki tempat tinggal penulis supaya

Pembangunan Jemaat dapat tumbuh dan berkembang seturut perkembangan

zaman.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari banyak dukungan dan perhatian

berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dari

hati yang paling dalam penulis mengucapkan terima kasih kepada:

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung SJ, M.Ed., selaku Kaprodi Pendidikan

Agama Katolik yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

2. Dr. C Putranto SJ, selaku dosen pembimbing utama sekaligus sebagai dosen

pendamping akademik yang selalu mendampingi, membimbing serta

memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. B Agus Rukiyanto SJ, selaku dosen penguji kedua yang telah

mendorong penulis untuk menyusun skripsi ini.

4. P. Banyu Dewa, H.S. S.Ag., M.Si, selaku dosen penguji ketiga yang telah

bersedia menjadi dosen penguji pada pertanggungjawaban skripsi ini.

5. Bapak Fiktorianus Hellarius dan Ibu Genoveva Katarina yang telah

membesarkan, mendidik dan mendoakan penulis hingga sampai pada tahap

ini.

6. Teman-teman De‟kill serta keluarga Longginus angkatan 2010 yang dengan

caranya masing-masing telah mendukung serta memotivasi penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

7. Semua pihak yang telah berperan dalam proses studi, khususnya dalam

penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari segala

macam kekurangan. Oleh karena itu, dengan rendah hati dan terbuka penulis

menerima kritik maupun saran yang membangun demi penyempurnaan

penulisan skripsi ini. Penulis berharap kiranya skripsi ini dapat memberikan

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................... iv
MOTTO........................................................................................................ v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...................................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......................................... vii
ABSTRAK.................................................................................................... viii
ABSTRACT................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR.................................................................................. x
DAFTAR ISI................................................................................................ xiii
DAFTAR SINGKATAN............................................................................. xxii
DAFTAR ISTILAH xxiv
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan........................................................................ 5
D. Manfaat Penulisan...................................................................... 6
E. Metode Penulisan....................................................................... 6
F. Sistematika Penulisan................................................................. 6
BAB II. PEMBANGUNAN JEMAAT DAN TEOLOGI PRAKTIS..... 9
A. Pembangunan Jemaat adalah Paham Teologis........................... 9
1. Pembangunan Jemaat adalah masalah Iman....................... 9
2. Pembangunan Jemaat paham inti dalam Teologi Praktis.... 13
a. Allah, subjek Pembangunan Jemaat............................. 14

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

b. Gereja Lokal Menjadi Subjek Pembangunan Jemaat.. 15


1) Sesama subjek itu tersusun secara hierarkis......... 15
2) Sesama subjek ini dimotivasi secara spiritual...... 16
c. Jemaat Lokal adalah Objek Pembangunan Jemaat..... 16
d. Tujuan Pembangunan Jemaat ialah Kedatangan 22
Kerajaan Allah.............................................................
1) Tujuan Pembangunan Jemaat ditentukan secara 24
historis dan kultural...............................................
2) Tujuan Pembangunan Jemaat adalah 24
pertumbuhan paroki..............................................
3) Tujuan Pembangunan Jemaat: memberi ruang 25
bagi pertumbuhan, terarah kepada
penyempurnaan.....................................................
3. Pembangunan Jemaat adalah Jawaban Terhadap 26
Perubahan-perubahan di Masa Kini....................................
a. Pokok Pembangunan Jemaat itu bersifat aktual........... 26
b. Pembangunan Jemaat itu bersifat kontekstual.............. 27
c. Pembangunan Jemaat bertolak dari keadaan jemaat 29
(de facto).......................................................................
B. Pembatasan Masalah Pembangunan Jemaat.............................. 30
1. Mengapa Pembangunan Jemaat penting?........................... 31
a. Pembaharuan di seluruh dunia..................................... 31
b. Ekklesiologi dari bawah tidak berkembang dengan 32
sendirinya.....................................................................
c. Pembangunan Jemaat merefleksikan dan mendorong 33
pemikiran teologis........................................................
d. Sinode Jerman tahun 1976............................................ 35
e. Mengapa Pembangunan Jemaat itu penting?............... 37
2. Apa Pembangunan Jemaat itu?........................................... 37
a. Jemaat sebagai Paroki................................................... 37

xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

b. Pembangunan............................................................... 39
1) Pertumbuhan dan perkembangan.......................... 39
2) Pendalaman secara spiritual.................................. 39
3) Pembaharuan......................................................... 40
4) Cita-cita................................................................. 40
c. Pembangunan Jemaat................................................... 40
3. Kepada siapa Pembangunan akan diajarkan?................... 43
BAB III PENGETAHUAN PRAKTEK DALAM PEMBANGUNAN 46
JEMAAT....................................................................................
A. Pengetahuan Praktek dalam Pembangunan Jemaat.................... 46
1. Asosiasi Bebas mengenai Paham Pembangunan Jemaat.... 46
2. Pengetahuan Praktek Pembangunan Jemaat yang Diatur 48
dan Dideskripsikan..............................................................
3. Pengetahuan Praktek Ditata Menurut Teologi Praktis........ 49
a. Praktek Pastoral dalam Bagian Disiplin Vertikal dan 49
Horisontal.....................................................................
b. Pembangunan Jemaat sebagai Susunan Disiplin 52
Pastoral yang Vertikal..................................................
1) Katekese................................................................ 52
2) Liturgi................................................................... 53
3) Poimenik (penggembalaan), pastorat perorangan, 53
pastorat kelompok, bimbingan rohani...................
4) Diakonia................................................................ 54
5) Pembangunan Jemaat............................................ 55
a) Koinonia........................................................ 55
(1) Koinonia dalam grup/kelompok 56
sosial.....................................................
(2) Koinonia lewat partisipasi dalam 56
hidup paroki..........................................

xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(3) Koinonia sebagai organisasi oleh 57


paroki....................................................
b) Sibermatika atau ilmu pengendalian/ 57
kepengurusan.................................................
c. Pembangunan Jemaat sebagai Disiplin Pastoral yang 58
Diatur Secara Horisontal..............................................
1) Kaderisasi.............................................................. 59
2) Dewan-dewan....................................................... 60
4. Kerja Sama: Pengetahuan Praktek Tentang Pembangunan 61
Jemaat dan Teologi Praktis.................................................
B. Aspek Dasar Pembangunan Jemaat............................................ 61
1. Pembangunan Jemaat sebagai Teori atau Ajaran................ 61
2. Lima Aspek Dasar Pembangunan Jemaat........................... 62
a. Bertindak Imani dan Rasional...................................... 63
b. Bertindak Fungsional, Terarah pada Tujuan dan 63
Hasil..............................................................................
1) Fungsional............................................................. 63
2) Terarah pada tujuan dan hasil............................... 63
c. Bertindak Menurut Tata Waktu atau Secara Proses..... 64
d. Bertindak Menurut Tata Ruang atau Pengembangan 65
Organisasi.....................................................................
e. Mengaktifkan partisipasi.............................................. 66
3. Sebuah Model..................................................................... 67
C. Pembangunan Jemaat sebagai Proses......................................... 67
1. Pengantar............................................................................. 67
a. Aspek Metodik............................................................. 67
b. Pembangunan Jemaat sebagai Proses........................... 68
2. Dua Polaritas dalam Proses................................................. 69
3. Polaritas dan Pengembangan............................................... 70

xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem.............................. 71


a. Perspektif Aktor........................................................... 71
1) Perspektif Aktor Horisontal.................................. 71
a) Tahap orientasi............................................... 72
b) Tahap penelitian............................................. 72
c) Tahap perencanaan......................................... 72
d) Tahap pelaksanaan......................................... 73
e) Tahap pemantapan......................................... 73
2) Perspektif Aktor Vertikal...................................... 73
a) Orientasi......................................................... 74
b) Penelitian........................................................ 74
c) Perencanaan................................................... 74
d) Pelaksanaan.................................................... 75
e) Pemantapan.................................................... 75
3) Polaritas dalam Perspektif Aktor.......................... 76
b. Perspektif Sistem.......................................................... 76
1) Perspektif sistem dalam lima tahap....................... 76
c. Aktor dan Perspektif Sistem Terpadu dalam Satu 78
Proses Pengembangan..................................................
5. Umpan Balik dan Evaluasi.................................................. 79
a. Evaluasi produk dan proses.......................................... 79
b. Evaluasi Formatif......................................................... 79
c. Evaluasi Sumatif........................................................... 80
6. Kelompok Pendamping...................................................... 80
D. Masing-masing Tahap dalam Proses......................................... 79
1. Tahap Orientasi: Pengamatan Pertama............................... 81
a. Inisiatif.......................................................................... 81

xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

b. Kontak.......................................................................... 81
c. Menciptakan Kesediaan Membantu............................. 82
d. Pilihan Strategi............................................................. 82
e. Perjanjian...................................................................... 82
2. Tahap Penelitian.................................................................. 83
a. Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem........................ 83
b. Diagnosis...................................................................... 84
c. Prognosis...................................................................... 85
d. Petunjuk yang Membantu Prognosis............................ 85
3. Tahap Perencanaan.............................................................. 86
a. Faktor Penghambat dan Pelancar dalam Proses 87
Pengembangan..............................................................
b. Metode Kerja................................................................ 88
1) Model pakar.......................................................... 88
2) Model kerja sama.................................................. 89
3) Model aksi............................................................. 89
4) Model belajar........................................................ 89
c. Membuat Program........................................................ 89
d. Proses Pengambilan Keputusan.................................... 90
e. Catatan Tambahan: Manajemen Proyek...................... 91
4. Tahap Pelaksanaan.............................................................. 92
5 Tahap Pemantapan.............................................................. 92
BAB IV PEMBANGUNAN JEMAAT SEBAGAI TEORI ILMIAH 94
DAN REKOLEKSI UNTUK MENINGKATKAN
SEMANGAT PEMBANGUNAN JEMAAT.............................
A. Pembangunan Jemaat adalah Tindak-tanduk Religius dan 94
Imani...........................................................................................
1. Catatan Pendahuluan Pertama............................................. 94

xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Catatan Pendahuluan Kedua............................................... 94


3. Kenyataan yang Lebih Tinggi Dari Pada Gereja................ 95
4. Kenyataan yang Lebih Jauh Dari Pada Gereja.................... 97
B. Pembangunan Jemaat adalah Tindakan Komunikatif................ 98
C. Pembangunan Jemaat adalah Pengembangan Organisme 100
Gerejawi.....................................................................................
1. Pengembangan.................................................................... 100
a Oikodomè dan istilah agogis pengembangan............... 100
b. Pembangunan serta pengembangan jemaat, pelayanan 100
demi terwujudnya keadilan Allah.................................
c. Pembangunan Jemaat, pengembangan dan 101
pertobatan.....................................................................
d. Pengembangan: campuran dinamika dan struktur........ 103
e. Kesinambungan dan diskontinuitas.............................. 104
f. Percepatan frekuensi perubahan dan keraguan untuk 104
memutuskan..................................................................
g. Realisasi tujuan yang sistematis................................... 104
h. Keterbukaan akan hari depan....................................... 105
2. Pengembangan Organisasi Gereja....................................... 106
a. Oikodomè dan pengembangan organisasi gerejawi..... 106
D. Pengamatan Situasi Sekarang dan Pengalaman Masa Depan.... 107
1. Catatan Pendahuluan Pertama: Polaritas antara Situasi 107
Sekarang dan Hari Depan...................................................
2. Catatan Pendahuluan Kedua: Dinamika Ganda dalam 107
Pembangunan Jemaat..........................................................
3. Kontekstualisasi dalam Pengamatan Situasi dan Masa 108
Depan..................................................................................
a. Apa yang dimaksud dengan kontekstualisasi?............. 109
b. Nivo makrososial.......................................................... 111

xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. Konteks dan Kebenaran...................................................... 111


5. Bersama Mengamati Kebenaran dalam Situasi Konkret 112
dan Masa Depan..................................................................
6. Pengamatan Situasi dalam Terang Injil............................... 113
a. Pengamatan Situasi: Modernisasi............................... 113
b. Dalam Terang Injil....................................................... 114
E. Rekoleksi dalam Rangka Meningkatkan Semangat 115
Pembangunan Jemaat................................................................
1. Program Rekoleksi Sebagai Usaha Meningkatkan 116
Semangat Katekis Dalam Pembangunan Jemaat di Paroki
Santo Fidelis Sejiram, Keuskupan Sintang, Kalimantan
Barat....................................................................................
a. Pengertian Program Rekoleksi..................................... 116
b. Latar Belakang Program Rekoleksi untuk 117
Meningkatkan Semangat Hidup dalam Pembangunan
Jemaat...........................................................................
c. Tujuan dan Tema Rekoleksi......................................... 119
d. Gambaran Pelaksanaan Program.................................. 121
e. Matrik Program............................................................ 122
f. Jadwal Rekoleksi.......................................................... 128
g. Contoh Satuan Persiapan Rekoleksi............................. 129
1) Identitas Kegiatan................................................. 129
2) Pengembangan Langkah-langkah......................... 130
BAB V. PENUTUP.................................................................................. 160
A. Kesimpulan................................................................................. 160
1. Bertindak imani dan rasional............................................... 163
2. Bertindak fungsional, terarah kepada tujuan dan hasil....... 164
a. Fungsional.................................................................... 164
b. Terarah pada tujuan dan hasil....................................... 165

xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Bertindak menurut tata waktu atau secara proses............... 165


4. Bertindak menurut tata ruang atau pengembangan 166
organisasi.............................................................................
5. Mengaktifkan partisipasi..................................................... 166
B. Refleksi Pribadi.......................................................................... 167
C. Saran........................................................................................... 170
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 171

xxi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR SINGKATAN

A. Daftar Singkatan

Dalam skripsi ini daftar singkatan Kitab Suci mengikuti Lembaga

Alkitab Indonesia (1993).

B. Daftar singkatan Dokumen Resmi Gereja

AA : Apostolicam Actuositatem (Dekrit Konsili


Vatikan II Tentang Kerasulan Awam), 18
November 1965.

AG Ad Gentes (Dekrit Konsili Vatikan II tentang


Kegiatan Misioner Gereja), 7 Desember 1965.

DV : Dei Verbum (Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu


Ilahi), 18 November 1965.

GS : Gaudium et Spes (Konstitusi Pastoral tentang


Gereja di Dunia Dewasa Ini), 7 Desember 1965.

LG : Lumen Gentium (Konstitusi Dogmatis tentang


Gereja), 21 November 1964.

C. Daftar Singkatan Lain

Bdk : Bandingkan

DPP : Dewan Pastoral Paroki

xxii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kan : Kanon

Ket : Keterangan

KOMKAT : KOMISI KATEKETIK

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

LCD : Liquid Crystal Display

MB : Madah Bakti

PJ : Pembangunan Jemaat

S1 : Strata 1

SDM : Sumber Daya Manusia

xxiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISTILAH

1. Aggiornamento : Pembaruan Gereja


2. Agogi : Aktivitas memimpin/membimbing
3. Agogis : Bersifat menuntun
4. Apokalipsis : Kitab Wahyu, termasuk kitab deuterokanonika
5. Apostolat : Jabatan atau tugas seorang Rasul
6. Apostolis : Di utus Kristus
7. As : Poros
8. Asosiasi bebas : Membuat pertalian antara gagasan, ingatan, atau
kegiatan panca indera yang bersifat terbuka (bebas)
9. Chaos : Kekalutan
10. Community : Membangun komunitas (kelompok)
development
11. Community and : Komunitas (masyarakat) dan pengembangan
Organization- organisasi
Development
12. Diagnosis : Pemeriksaan terhadap suatu hal
13. Diakonia : Bidang pelayanan pastoral: meliputi semua bidang
Gereja dan masyarakat
14. Didaktik : Ilmu dalam mendidik
15. De facto : Pada kenyataannya
16. Ekklesia : Menjadi Gereja/jemaat
17. Ekklesiologi : Teologi tentang Gereja
18. Emansipasi : Persamaan hak
19. Empiris : Berdasarkan pengalaman, penemuan, percobaan,
pengamatan dan penelitian
20. Empiris : Ahli dalam pengalaman berorganisasi
organisatoris
21. Entitas : Wujud

xxiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22. Eskatologis : Berhubungan dengan tujuan akhir (eskaton)


manusia dan mengenai penyudahan sejarah,
kedatangan definitif Kerajaan Allah
23. Etos : Semangat kerja
24. Evangelistik : Usaha/tugas perutusan penginjilan seperti yang
apostolat dilakukan para Rasul
25. Fundamental : Bersifat dasar (pokok); mendasar
26. Feedback : Umpan balik
27. Guidance and : Bimbingan dan konseling
counseling
28. Hermeneuse : Penafsiran
29. Homiletik : Teori mengenai khotbah atau homili
30. Inkulturasi : Sebagai proses pengintegrasian pengalaman iman
Gereja lokal kedalam kebudayaan setempat
31. Inkulturisasi : Kegiatan penyatuan budaya kedalam badan Gereja
sehingga menjadi Gereja yang kental dengan aspek
budaya lokal
32. Interdisipliner : Kerjasama antara ilmu atau disiplin yang berbeda-
beda
33. Intermedier : Tingkat menengah
34. Intervensi : Tindakan untuk menolong proses pastoral
35. Job hunting : Berburu pekerjaan
36. Karakteristik : Sebuah karakter yang berubah-ubah sesuai konteks
gramatikal
37. Kategorial : Memiliki kategori
38. Kateketik : Teori tentang katekese
39. Koinonia : Persekutuan dalam kasih Kristus
40. Kolektivitas : Perihal/keadaan
41. Kolonialisasi : Masa penjajahan
42. Konservatif : Tertutup dengan hal baru, bertahan dengan ajaran
lama yang sudah ada

xxv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43. Konstelasi : Kumpulan orang


44. Kristologis : Dasar yang kuat berkaitan ilmu tentang Kristus
45. Legimitas : Keabsahan
46. Liturgik : Teori mengenai liturgi
47. Nepotisme : Kecendrungan mengutamakan atau menguntungkan
orang terdekat yaitu keluarganya
48. Nivo : Tataran/tingkatan
49. Oikodome : Pembangunan
50. Oikodomein : Membangun
51. Oikodomene : Pembangunan/mendirikan Jemaat
52. Oriented : Berorientasi
53. Passivum : Bersifat/hal pasif
54. Pastoral care : Pendampingan pastoral
55. Pastorat : Penggembalaan
56. Pedagogi : Ilmu pendidikan/pengajaran
57. Pelik : Tidak biasa
58. Pengetahuan : Pengetahuan (nyata dilaksanakan) yang diperoleh
praktek dari dan dalam Pembangunan Jemaat
59. Person-oriented : Orang-yang berorientasi
60. Person-person : Orang-orang
61. Perspektif aktor : Tindak-tanduk pastoral dilihat dari sudut
(perspektif) mereka yang menjalankannya
62. Perspektif sistem : Tindak-tanduk pastoral dilihat dari sudut
(perspektif) kenyataan/entitas tertentu (misalnya
paroki atau jemaat)
63. Planning : Perencanaan
64. Pluriform : Ruang
65. Pneumatologis : Teologi mengenai Roh Kudus
66. Polaritas : Hal atau situasi yang memperlihatkan dua unsur

xxvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang menyebabkan adanya keteganggan atau


dinamika
67. Poimenik : Penggembalaan
68. Prognosis : Perkiraan mengenai jalannya proses
69. Proteksionistis : Perlindungan maksimal dari berbagai sektor
70. Quo : Mempertahankan keadaan seperti itu saja (tidak
boleh di ubah)
71. Rasional : Menurut pikiran dengan pertimbangan yangg logis
dan masuk akal
72. Relatio auctifica : Meningkatkan hubungan
73. Retorika : Keterampilan dalam berbahasa secara efektif
74. See-judge-act : Melihat-menilai-bertindak
75. Sekularisasi : Ideologi yang menganggap bahwa hidup ini adalah
semata-mata untuk kepentingan duniawi
76. Sibernetika : Ilmu mengenai sistem pengendalian
77. Sôma : Badan/tubuh
78. Teologi exodus : Teologi tentang keluarnya bangsa bangsa Yahudi
dari Mesir (teologi pembebasan umat Yahudi)
79. Teologi : Teologi yang mempelajari tentang proses
penciptaan penciptaan didasari oleh Allah itu sendiri
80. Teologi praktis : Refleksi atas praksis Gereja baik dari segi teologis
maupun dari segi ilmu-ilmu manusia.
81. Teritorial : Keseluruhan dalam sebuah wilayah
82. Teritorium : Cakupan wilayah
83. Tindak-tanduk : Campur tangan (ikut terlibat dalam suatu pekerjaan)
84. Tindak-tanduk : Campur tangan seseorang atau kelompok yang
komunikatif mengutamakan komunikasi
85. Transformasi : Perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi dan
sebagainya)
86. Vak : Bagian

xxvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87. Verbal : Secara lisan


88. Yuridis : Secara hukum

xxviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konteks yang paling menentukan Gereja dapat dirangkum dalam satu

kata yaitu “Modernisasi”. Baik posisi Gereja dalam masyarakat sekarang

maupun kemungkinan bagi iman untuk berkembang, tergantung pada sikap yang

kita ambil terhadap modernisasi. Modernisasi itu tidak datang dari dunia Barat,

akan tetapi merupakan proses transisi yang digerakkan oleh pemerintah kita

sendiri lewat program pembangunan. Transisi itu merupakan proses perubahan

dari kebudayaan agraris menuju kebudayaan industrial, teknologis dan elektronis

(van Kessel, 1997: 87).

Proses transisi atau perubahan tersebut memerlukan pendampingan

pastoral yang berbeda dengan pendampingan tradisional yang kita alami sampai

sekarang, karena modernisasi mempunyai banyak efek sampingan. Teologi

Pastoral Tradisional kita sedang berkembang menjadi Teologi Praktis yang

memayungi sejumlah subdisiplin yang diantaranya ialah Pembangunan Jemaat.

Pembangunan Jemaat adalah disiplin yang membangun Paroki.

Pembangunan Jemaat merupakan disiplin pastoral yang paling muda.

Katekese, Liturgi dan Penggembalaan atau Poimenik sudah lebih lama

mendapatkan status yang jelas dalam dunia Pastoral. Akhir-akhir ini dalam

waktu yang relatif singkat Pembangunan Jemaat sedang mengejar

ketinggalannya (van Hooijdonk, 1996: ix). Paroki dan Jemaat-jemaat sebagai


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

persekutuan Allah yang berhimpun sangat pegang peranan dalam pengembangan

hidup beriman. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengembangan Paroki dan

Jemaat-jemaat perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Memang, untuk

mengelola, apalagi mengembangkan paroki dan jemaat-jemaat tidaklah mudah,

banyak kendala yang dihadapi. Salah satunya adalah kurangnya buku pegangan

ataupun pengajaran mengenai Pembangunan Jemaat.

Di dalam Pembangunan Jemaat dibutuhkan tenaga penggembalaan selain

para Imam dan Biarawan/Biarawati yaitu sosok penggembala yang sekaligus

berada dalam lingkungan awam yaitu katekis. Katekis adalah orang dipanggil

atau terpanggil untuk mewartakan ajaran Yesus. Kata katekis berasal dari kata

dasar katechein yang mempunyai beberapa arti: mengkomunikasikan,

membagikan informasi, mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan iman

(Sanjaya, 2011:16).

Saat ini sebutan katekis dialamatkan kepada awam yang memiliki tugas

pewartaan dalam bidang pengajaran dan pembinaan iman. Katekis memiliki

peran penting pada perkembangan Gereja dari masa ke masa. Awal

perkembangan Gereja Perdana, katekis yang terlibat dalam pewartaan adalah

Para Rasul yang dibantu murid-murid lain. Perkembangan selanjutnya, Uskup

merupakan pengganti Para Rasul meneruskan tugas sebagai katekis. Para Uskup

tidak dapat bekerja sendiri maka dibantu oleh para Imam dalam wilayah

keuskupannya. Dikarenakan jumlah yang banyak, cakupan wilayah yang luas

dan Imam yang sedikit, para Imam melibatkan awam untuk membantu tugasnya

dalam hal pengajaran dan pembinaan iman umat. Para awam inilah yang disebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

katekis. para katekis awam tidak berdiri sendiri dalam hierarki Gereja karena

sifatnya yang membantu tugas Imam. Katekis yang utama dalam sebuah

keuskupan/paroki adalah Uskup/Imam.

Jiwa dan raga, rohani dan jasmani, harus seimbang, seperti halnya antara

pembangunan gedung gereja dan pengembangan Gereja sebagai jemaat. Namun,

mana lebih penting dalam membangun Gereja? Meskipun membangun gedung

gereja penting, namun lebih penting dan utama adalah membangun jemaat atau

umat. Gereja adalah umat beriman yang berkumpul sebagai komunitas. Gereja

bukanlah sekumpulan orang tapi suatu komunitas yang disatukan oleh Kristus,

maka Gereja atau umat Allah harus memiliki tujuan, visi dan gerakan yang

sama.

Gereja adalah orang-orang yang dipilih Yesus untuk melanjutkan karya

dan misi-Nya. Mereka perlu dirangkul, didampingi dan dibangun, karena

umatlah yang perlu diutamakan untuk menjadi paroki. Membangun gereja tidak

terlalu susah, yang paling susah adalah membangun umatnya. Di Eropa, banyak

gereja kosong bahkan dijual untuk menjadi mall atau masjid, karena jemaatnya

tidak dibangun. Maka yang paling utama dalam Pembangunan Gereja adalah

Pembangunan Jemaat.

Agar pembangunan Gereja terkoordinasi dengan baik dan memiliki visi

dan misi yang sejalan, perlu diorganisasi. Maka Gereja memiliki Dewan Pastoral

Paroki (DPP). “Mengapa ada DPP?”. Sebelum Konsili Vatikan II, umat paroki

hidup tanpa ikatan, hanya tergantung pada pastor. Mereka datang ke gereja,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menerima pengajaran dan petunjuk pastor dan pulang ke rumah sendiri-sendiri.

Suasana itu dikenal dengan istilah “Pastor Sentris”. Jelasnya, umat hanya

menunggu perintah pastor, bergerak kalau pastor memberikan dorongan. Bukan

Gereja itu yang mau dibangun, tetapi Gereja sebagai komunitas. Gereja saat ini

dilihat sebagai persekutuan atau komunitas umat beriman dengan semangat

Ekaristi. Selesai Perayaan Ekaristi umat keluar sebagai komunitas. Gereja

sebagai komunitas tidak lagi ketergantungan pada pastor. Yang terlibat dalam

kepemimpinan komunitas adalah umat sendiri. Model ini tidak mungkin bisa

bergantung kepada pastor. Gereja sebagai komunitas hanya mungkin dirasakan

di komunitas basis atau lingkungan.

Dengan melihat kenyataan di atas maka penulis mencoba mendalami

tulisan ini dengan judul: MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT YANG

HIDUP: BELAJAR DARI BUKU “BATU-BATU YANG HIDUP” KARYA

Dr. P.G. VAN HOOIJDONK. Adapun maksud dari penulisan ini adalah untuk

membantu para katekis menggali dan menghayati Pembangunan Jemaat sebagai

dasar merangkul dan mengajak umat berhimpun menjadi satu demi memuliakan

nama Allah di tengah kehidupannya sehari-hari di tengah umat, selain itu juga

dimaksudkan untuk menyemangati dan mendorong para katekis dalam

pelayanannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Pembangunan Jemaat dan teologis

praktis?

2. Pengetahuan praktek dalam Pembangunan Jemaat apa saja yang

dibutuhkan?

3. Apakah teori praktek Pembangunan Jemaat dapat menjadi bahan

pegangan katekis?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk menghidupkan kembali Pembangunan

Jemaat oleh katekis dalam buku “Pengantar ke Dalam Pembangunan Jemaat”

yang menjadi sumber semangat katekis dalam melayani dengan rumusan sebagai

berikut:

1. Mengetahui dan memahami maksud-maksud Pembangunan Jemaat serta

hubungannya dengan teologis praktis.

2. Mengetahui dan memahami apa saja pengetahuan praktek dalam

Pembangunan Jemaat.

3. Mengetahui dan memahami teori praktek Pembangunan Jemaat sebagai

pegangan katekis dalam tugas pelayanannya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi katekis, menjadi pengetahuan dan masukan baru, untuk membantu

katekis menumbuhkan semangat pelayanan dalam Pembangunan Jemaat.

2. Membantu katekis menghayati makna Pembangunan Jemaat sebagai

sumber dan semangat mereka dalam melayani.

3. Menjadi masukan untuk para katekis dan calon katekis.

E. Metode Penulisan

Penulisan ini menggunakan metode deskriptif analitis. Pada tulisan ini,

penulis akan memaparkan dan menganalisis permasalahan dengan bantuan

kepustakaan untuk memecahkan permasalahan. Penulis akan mengupas sebuah

buku Pembangunan Jemaat dari buku “Batu-batu yang Hidup” karya Dr. P.G.

Van Hooijdonk dengan bantuan sumber-sumber tertulis. Metode ini

membutuhkan banyak sumber kepustakaan sebagai dasar ilmu untuk

memecahkan permasalahan yang tertulis dalam tulisan ini.

F. Sistematika Penulisan

Tulisan ini mengambil judul Mendalami Pembangunan Jemaat yang

Hidup, Belajar dari Buku “Batu-batu yang Hidup” karya Dr. P.G. Van

Hooijdonk yang dikembangkan dalam lima bab yakni:


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bab I. Bab Pendahuluan ini merupakan bagian pendahuluan yang terdiri

dari latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II. Pembangunan Jemaat dan Teologis Praktis. Pada bab ini akan

menguraikan Pembangunan Jemaat dan hubungannya dengan Teologi Praktis.

Untuk menguraikan materi ini penulis sebelumnya mengemukakan hal-hal yang

berkaitan dengan Pembangunan Jemaat dan Teologi Praktis yakni;

Pembangunan Jemaat adalah Paham Teologis yang berisi: Pembangunan Jemaat

adalah masalah Iman, Pembangunan Jemaat paham inti dalam Teologi Praktis

dan Pembangunan Jemaat adalah jawaban terhadap perubahan-perubahan di

masa kini. Kemudian penulis akan melanjutkan bagian kedua dengan

pembahasan: Pembatasan Masalah Pembangunan Jemaat dengan menjawab

pertanyaan yakni; Mengapa Pembangunan Jemaat itu penting? Apa

Pembangunan Jemaat itu? Kepada siapa Pembangunan Akan diajarkan?

Bab III. Pengetahuan Praktek dalam Pembangunan Jemaat sebagai

sumber pengetahuan bagi katekis di lapangan berisi tentang: bagian pertama

yaitu Pengetahuan Praktek dalam Pembangunan Jemaat yakni; Asosiasi Bebas

mengenai Paham Pembangunan Jemaat, Pengetahuan Praktek Pembangunan

Jemaat yang Diatur dan Dideskripsikan, Pengetahuan Praktek Ditata Menurut

Teologi Praktis dan Kerjasama: Pengetahuan Praktek tentang Pembangunan

Jemaat dan Teologi Praktis. Bagian kedua yaitu Aspek Dasar Pembangunan

Jemaat yakni; Pembangunan Jemaat sebagai Teori atau Ajaran, Lima Aspek

Dasar Pembangunan Jemaat dan Sebuah Model. Bagian ketiga yaitu


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pembangunan Jemaat sebagai Proses: Pengantar, Dua Polaritas dalam Proses,

Polaritas dan Pengembangan, Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem, Umpan

Balik dan Evaluasi dan Kelompok Pendamping. Bagian terakhir bab ini yaitu

Masing-masing Tahap dalam Proses: Tahap Orientasi: Pengamatan Pertama,

Tahap Penelitian, Tahap Perencanaan, Tahap Pelaksanaan dan Tahap

Pemantapan.

Bab IV. Pembangunan Jemaat sebagai Teori Ilmiah yang berisi tentang:

Pembangunan Jemaat adalah Tindak-tanduk Religius dan Imani, Pembangunan

Jemaat adalah Tindakan Komunikatif, Pembangunan Jemaat dalam

Pengembangan Organisme Gerejawi serta Pengamatan Situasi Sekarang dan

Pengamatan Masa Depan yakni; Catatan Pendahuluan Pertama: Polaritas antara

Situasi Sekarang dan Masa Depan, Catatan Pendahuluan Kedua berupa

Dinamika Ganda dalam Pembangunan Jemaat, Kontekstualisasi dalam

Pengamatan Situasi (sekarang) dan Masa depan, Konteks dan Kebenaran,

Bersama Mengamati Kebenaran dalam Situasi Konkret dan Masa Depan dan

Pengamatan Situasi dalam Terang Injil. Serta pada bagian akhir bab ini berisi

tentang Usulan Program.

Bab V. Kesimpulan, Refleksi Pribadi dan Saran. Bagian ini merupakan

bagian terakhir yang terdiri dari Kesimpulan, Refleksi Pribadi dan Saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

PEMBANGUNAN JEMAAT DAN TEOLOGI PRAKTIS

A. Pembangunan Jemat adalah Paham Teologis

Pembangunan Jemaat dewasa ini sangat aktual bagi situasi yang beraneka

ragam, terutama pada penurunan dan penambahan anggota ini dipengaruhi oleh

konteks kemasyarakatan yang aktual. Akan tetapi, sebab perubahan itu tidak

selalu jelas dan juga sulit untuk membuat prognosis mengenai nasib paroki di

kemudian hari. Pemikiran semacam ini melatarbelakangi ketiga bagian dalam

pembahasan ini; Pembangunan Jemaat adalah masalah iman, Pembangunan

Jemaat merupakan paham inti dalam Teologi Praktis dan Pembangunan Jemaat

merupakan jawaban atas perubahan masa kini.

1. Pembangunan Jemaat adalah masalah Iman

Iman, berasal dari kata pistis (Yunani), fides (Latin) secara umum artinya

adalah persetujuan pikiran kepada kebenaran akan sesuatu hal berdasarkan

perkataan orang lain, entah dari Tuhan atau dari manusia. Persetujuan ini

berbeda dengan persetujuan dalam hal ilmu pengetahuan, sebab dalam hal

pengetahuan, maka persetujuan diberikan atas dasar bukti nyata, bahkan dapat

diukur dan diraba, namun perihal iman, maka persetujuan diberikan atas dasar

perkataan orang lain. Maka iman yang ilahi (Divine Faith), adalah berpegang

pada suatu kebenaran sebagai sesuatu yang pasti, sebab Allah, yang tidak

mungkin berbohong dan tidak bisa dibohongi, telah mengatakannya. Dan jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

seseorang telah menerima/setuju akan kebenaran yang dinyatakan Allah ini,

maka selayaknya ia menaatinya.

Maka tepat jika Magisterium Gereja Katolik menghubungkan iman

dengan ketaatan dan mendefinisikannya sebagai berikut:

Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib menyatakan


“ketaatan iman” (Rm 16:26; lih. Rm 1:5 ; 2Kor 10:5-6). Demikianlah
manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan
mempersembahkan “kepatuhan akal budi serta kehendak yang
sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan”, dan dengan
secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan
oleh-Nya. Supaya orang dapat beriman seperti itu, diperlukan rahmat
Allah yang mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin Roh
Kudus, yang menggerakkan hati dan membalikkannya kepada Allah,
membuka mata budi, dan menimbulkan “pada semua orang rasa manis
dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran”. Supaya semakin
mendalamlah pengertian akan wahyu, Roh Kudus itu juga senantiasa
menyempurnakan iman melalui kurnia-kurnia-Nya. (Konsili Vatikan II
tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum 5)

Maka dalam hal ini iman tidak berupa perasaan atau pendapat, tetapi

merupakan sesuatu yang tegas, perlekatan akal budi dan pikiran yang tak

tergoyahkan kepada kebenaran yang dinyatakan oleh Tuhan. Maka motif sebuah

iman yang ilahi adalah otoritas Tuhan, yaitu berdasarkan atas Pengetahuan-Nya

dan Kebenaran-Nya. Jadi, manusia percaya akan kebenaran-kebenaran itu bukan

karena pikiran mampu sepenuhnya memahaminya atau dapat melihatnya, namun

karena Allah yang Maha Bijaksana dan Maha Benar menyatakan-Nya.

Kebenaran yang dinyatakan oleh Allah ini diberikan melalui Sabda-Nya, yaitu

yang disampaikan kepada kita umat beriman melalui Kitab Suci dan Tradisi

Suci, sesuai dengan yang diajarkan oleh Magisterium Gereja Katolik, yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

kepadanya Kristus telah memberikan kuasa untuk mengajar dalam nama-Nya.

Untuk menerima kebenaran yang dinyatakan Allah ini, diperlukan kasih karunia

dari Allah sendiri, dan untuk menanggapinya dengan ketaatan, diperlukan

kerjasama dari pihak kita manusia.

Iman mempunyai dimensi obyektif dan subyektif. Obyektif, karena dasar

kepatuhan akal budi dan kehendak kita adalah kebenaran dari Tuhan (dari Kitab

Suci dan Tradisi Suci), yang tidak mungkin salah; namun juga subyektif karena

berhubungan dengan kebajikan yang dimiliki oleh tiap-tiap orang, yang

melaluinya ia dapat menjadi taat beriman.

Pembangunan Jemaat adalah pengertian iman dan teologis. Dalam

karangan itu, mengutip dari Haarsma dalam buku Batu-batu yang Hidup karya

Dr. P.G. Van Hooijdonk, bicara mengenai “Gereja sebagai karya pembangunan

Roh Kudus” (Hooijdonk, 1996: 4). Tema ini diolahnya melalui pembangunan

istilah oikodome dan oikodomein dalam Perjanjian lama maupun Perjanjian

Baru. Makna harafiah kata oikodomein kita jumpai dalam kata Yesus yang

bersifat nabiah dan apokaliptis (menyingkap) seperti ditulis oleh Markus: Saya

sudah mendengar orang ini berkata: Aku akan merubuhkan Bait Suci buatan

tangan manusia ini dan dalam tiga hari akan Ku-dirikan (oikodomein) yang lain,

yang bukan buatan tangan manusia (Mrk. 14:58).

Dalam Perjanjian Lama terdengar suara kritis itu tentang kenisah sebagai

rumah Allah: Beginilah firman TUHAN: Langit adalah takhta-Ku dan bumi

adalah tumpuan kaki-Ku; rumah apakah yang akan kamu dirikan (oikodomein)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

bagiKu, dan tempat apakah yang akan menjadi perhentian-Ku? (Yes 66:1). Kata

kritis Nabi Yesaya ini dipakai oleh Stefanus sebelum kematiannya sebagai

martir, untuk memperkuat kesaksiannya di hadapan Mahkamah Tinggi dan

Imam-imam Kepala: Tetapi yang Mahatinggi tidak diam di dalam apa yang

dinuat (oikodomein) oleh tangan manusia (Kis 7:48)

Dalam tradisi religius Kisah Para Rasul, istilah oikodomein dihubungkan

dengan Gereja dan menjadi istilah inti. Jemaat itu dibangun (oikodomein) dan

hidup dalam takut akan Tuhan. Paulus mengatakan kepada para tua-tua Gereja di

efesus: “Dan sekarang aku menyerahkan kamu kepada Tuhan dan kepada firman

kasih karunia-Nya, yang berkuasa membangun (oikodomein) kamu dan

menganugerahkan kepada kamu bagian yang ditentukan bagi semua orang yang

telah dikuduskan-Nya” (Kis 20:32).

Oikodomein menunjuk kepada kegiatan apostolis, di mana Rasul sendiri

mendirikan, meletakkan dasar dan membangun. Namun, oikodomein juga

dikaitkan dengan kegiatan warga Gereja yang satu dengan yang lain; dengan

kegiatan yang bersifat meneguhkan, membangun, menegur hal atau orang yang

kurang baik, menguatkan mereka yang kecil hatinya, mendukung mereka yang

lemah dan bersabar dengan semua orang (1Tes 5:11-14).

Dengan tajam Paulus mengatakan: “siapa yang berkata-kata dengan

bahasa roh, ia membangun (oikodomein) dirinya sendiri, tetapi siapa yang

bernubuat, ia membangun (oikodomein) Jemaat” (1Kor 14:4). Cinta satu sama

lain menjadi perioritas Paulus karena “kasih itu membangun (oikodomein)”

(1Kor 8:1). Secara eksplisit, Paulus memakai istilah “membangun jmaat” karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

bagi Paulus oikodomein bukan untuk kepentingan perorangan melainkan

kepentingan jemaat seluruhnya. Untuk memperkuat bahwa Gereja adalah karya

pembangunan Roh Kudus maka menurut Haarsma menunjuk pada karakteristik

gramatikal (sebuah karakter yang berubah-ubah sesuai konteks) yang ada pada

kata oikodomein. Oikodomein (membangun) adalah passivum (hal pasif). Jemaat

itu aktif satu dengan yang lain, namun pembangunan itu adalah karya Roh

Kudus (Hooijdonk, 1996: 6).

dalam Kitab Suci oikodomein mendorong kita untuk memandang

Pembangunan Jemaat pertama-tama sebagai hal iman dan sebagai paham

teologis. Paham ini mendahului semua arti yang diperoleh istilah itu dalam teori

dan praktek Pembangunan Jemaat sampai kini. Pembangunan Jemaat menantang

iman kita, hingga kita dalam kegiatan manusia melihat berkaryanya Roh Allah.

2. Pembangunan Jemaat paham inti dalam Teologi Praktis

Teologi Praktis membawa hal baru yaitu kaitannya dengan ilmu sosial.

Maka dalam Teologi Praktis perwujudan diri Gereja mendapat makna empiris

yang lebih luas. Lagi ada hal yang baru: dibandingkan dengan paham

keuskupanlah sebagai Gereja lokal, Teologi Praktis memandang paroki, jemaat

dan warganya sebagai Gereja lokal. “Gereja, Sarana dan Tanda Keselamatan”

dengan jelas memperlihatkan hubungan antara beberapa pokok. Pokok yang

paling penting ialah Keselamatan, yaitu keselamatan Allah bagi manusia


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

a. Allah, subjek Pembangunan Jemaat

Pembangunan Jemaat sebagai pengertian pokok dalam Teologi Praktis.

Pengertian itu mengandung polaritas antara karya Allah dengan karya manusia.

Ilmu sosial menyediakan banyak sarana komunikatif dan efektif bagi

perwujudan diri Gereja. Kemungkinan baru bagi manusiauntuk bekerja dalam

Gereja dihargai dan diselidiki oleh Teologi Praktis. Kata oikodome dalam

Perjanjian Lama mempunyai arti kiasan yaitu membangun rumah Israel, umat

Allah. Dalam Perjanjian Baru, istilah ini mendapat warna gerejawi. Maka

oikodome boleh diterjemahkan sebagai Pembangunan Jemaat.

Oikodome secara gramatikal merupakan „passivum‟ maka arti pertama

Pembangunan Jemaat bukanlah bahwa jemaat dibangun oleh manusia,

melainkan oleh Roh Kudus. Kalau oikodomein boleh diterjemahkan sebagai

Pembangunan Jemaat maka dalam kesadaran beriman kita memberi ruang

kepada berkaryanya Allah dan kita mengakui Allah sebagai asal dari

Pembangunan Jemaat. Dalam hal ini, ada perbedaan dengan teolog Barthian

Jerman yang juga mengatakan bahwa Allah membangun Gereja, namun kurang

mengindahkan sumbangan ilmu sosial (Hooijdonk, 1996: 9). Disiplin

Pembangunan Jemaat memprofilkan diri sebagai disiplin teologis di negara yang

lain juga. Akan tetapi, Pembangunan Jemaat harus bertolak dari pertanyaan

teologis, menekankan bahwa Pembangunan Jemaat tidak boleh diidentikkan

dengan ilmu “Community and Organization-Development”.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

b. Gereja Lokal ikut Menjadi Subjek Pembangunan Jemaat

Serentak dengan mengakui berkaryanya Allah dalam Pembangunan

Jemaat kita pun harus mengakui berkaryanya manusia di dalamnya. Dalam

Pembangunan Jemaat manusia adalah sesama subjek dengan Allah. Masih ada

pemikiran lain yang mengarahkan pandangan kita, yakni: emansipasi

(persamaan hak) orang beriman dalam Gereja Katolik. Konsili Vatikan II

memutuskan hubungan dengan struktur grejawi yang feodal vatikan II memilih

struktur dimana persamaan dan kesetaraan warga Gereja dijadikan pusatnya

(Hoiijdonk, 1996: 9).

Dalam tata Gereja yang baik, jabatan berfungsi sebagai pelayanan. Akan

tetapi, sebagaimana yang dialami sesudah Konsili Vatikan II, Umat Allah masih

harus menempuh jalan panjang sebelum cita-cita emansipasi itu terwujud pada

segala jemaat beriman Gereja. Emansipasi orang beriman paling mungkin

terjangkau pada jemaat beriman lokal yaitu jemaat dan paroki. Pada jemaat

beriman itulah Pembanguunan Jemaat sering mendorong kesadaran, rasa

tanggung jawab, dan inisiatif orang beriman.

1) Sesama subjek itu tersusun secara hierarkis

Pengakuan akan adanya karunia-karunia Roh dalam Gereja tidak boleh

menghambat pengakuan akan kepemimpinan dan tindakan pejabat Gereja.

Masih sering diidentifikasikan dengan uskup dan para imam. Akan tetapi, hal itu

mendapat kritik banyak juga. Struktur hierarkis yang sehat tidak usah

menghalangi Pembangunan Jemaat. Paulus menyadari juga bahwa tidak


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

seorangpun dapat meletakkan dasar pembangunan selain dasar yang sudah ada

yakni Yesus Kristus.

2) Sesama subjek ini dimotivasi secara spiritual

Kesadaran akan panggilan Allah diperluas: bukan hanya seorang

melainkan banyak orang telah terpanggil; bukan hanya mereka yang

meninggalkan ayah ibunya termasuk Yesus akan tetapi, juga mereka yang

tinggal di rumah, seperti kawan-kawan Yesus di Betani. Spiritualitas adalah

dasar Pembangunan Jemaat. Banyak aktivis duduk di dewan paroki, di

kelompok kerja dan lain badan paroki. Partisipasi yang aktif itu merupakan

ungkapan keterlibatan mereka dalam Gereja. Pastisipasi itu juga mengaktifkan

hidup beriman dan orientasi iman mereka.

Ungkapan iman kiranya merupakan titik tolak bagi perkembangan

spiritualitas sebagai sumber kekuatan bagi Pembangunan Jemaat. Spiritualitas

bersama mrenjadi kekuatan bagi Gereja Perdana juga.

c. Jemaat Lokal adalah Objek Pembangunan Jemaat

Jemaat sebagai objek sudah kita jumpai dalam Perjanjian Lama: “aku

akan memulihkan keadaan Yehuda dan Israel dan akan membangun mereka

seperti dahulu” (Kis 9:31). Membangun jemaat berarti membangun umat Allah.

Dalam Perjanjian Baru Umat Allah ini mendapat wujud sebagai Gereja setempat

dan diberi nama provinsi:

Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan


kawan sewarga dari orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

yang dibangun di atas para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus
sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi
tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam
Tuhan kamu juga ikut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di
dalam Roh (Ef 2:19-22).

Objek ini adalah Jemaat orang beriman lokal. Tetapi orang perorangan secara

pribadi disapa juga seperti kita baca dalam surat Petrus (1Ptr 2:4-5a).

Jemaat lokal berdiri atas kehendak ilahi dan adalah persekutuan orang-

orang kudus yang dipanggil dari dunia, untuk menyatakan kesetiaannya kepada

Tuhan Yesus Kristus, dan yang bersama-sama dipanggil untuk suatu tujuan.

'Bersama-sama dipanggil untuk suatu tujuan'. Hal ini jelas menunjukkan, bahwa

jemaat lokal dipanggil untuk melaksanakan kehendak Allah. Dengan perkataan

lain, jemaat lokal adalah jemaat yang bermisi.

Untuk memahami misi jemaat lokal, kita harus ingat bahwa misinya itu

adalah bagian dari misi Gereja. Misi jemaat lokal di Yogyakarta tidak berbeda

dengan misi jemaat lokal di Medan atau di Bangkok atau di Amerika. Perintah

dan isi misi itu sama. Namun cara setiap jemaat lokal menanggapi mandat ini

bisa berbeda sesuai kondisi dan situasi setempat.

Betapapun pentingnya pembebasan sosial, politik, dan ekonomi, misi

jemaat tidaklah dimaksudkan terutama untuk hal itu. Tentu kesadaran orang

Kristiani terhadap masalah sosial, politik, dan ekonomi menjadi pelik (tidak

biasa) dan bangkit oleh ajaran dan pemberitaan Injil, sehingga mereka peka

terhadap situasi nasional dan internasional (Matius 5:13). Garam berfungsi

mencegah pembusukan. Kita juga, sebagai murid Kristus, harus bersikap tegas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

menentang kejahatan perseorangan, kejahatan sosial, dan struktural. Kita tidak

dapat tinggal diam menyaksikan kejahatan dan ketidakadilan.

Tapi hal ini sekali-kali tidak berarti bahwa jemaat lokal harus

mengorganisasi dirinya menjadi organisasi massa yang terlibat dalam gerakan

sosio-politik praktis. Kendati Tuhan Yesus sendiri mengajar para murid-Nya

menentang kejahatan dalam bentuk apa pun, Ia tidak pernah mengarahkan atau

merekayasa mereka untuk terjun ke dalam gerakan praktis politik pembebasan

untuk menentang pemerintah Roma, atau ke dalam gerakan sosial melawan para

tokoh agama Yahudi. Menjadi garam dunia adalah bagian dari pemuridan

Kristen yang dituntut dari setiap warga jemaat lokal. Namun menggarami dunia

bukan merupakan bagian dari Amanat Agung yang Kristus berikan kepada

seluruh gereja-Nya.

Jemaat harus peka terhadap masalah kelaparan, kemiskinan, dan

penderitaan di dunia ini. Dan jemaat wajib terlibat berkorban untuk melayani

masyarakat yang membutuhkan pertolongan. Tuhan Yesus berkata, 'Kasihilah

sesamamu manusia seperti dirimu sendiri' (Matius 22:39). Untuk mematuhi

perintah ini, setiap warga jemaat lokal wajib memperhatikan kebutuhan jasmani

masyarakat sekitarnya. Jemaat sebagai satu kesatuan yang utuh wajib terlibat

dalam upaya mencukupi kebutuhan mereka. Hanya melalui pelayanan nyata dan

dengan kerendahan hati, kesaksian verbal dari jemaat memperoleh pengakuan.

Namun pelayanan demikian pada dirinya bukanlah penggenapan misi jemaat

lokal. Jemaat lokal harus memberikan kesaksian verbal, yakni memberitakan

Injil kepada masyarakat sekitarnya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

Penginjilan bukanlah kegiatan yang setara dengan keprihatinan sosial.

Memang ada penginjil yang menyatakan bahwa penginjilan dan keprihatinan

sosial adalah sama. Hal itu tidak benar dan tidak alkitabiah. Alkitab mengajarkan

betapa hal yang rohani jauh lebih penting dari pada yang jasmani dan yang

sosial. Keselamatan yang Yesus berikan kepada manusia seperti yang

dibicarakan dalam Alkitab adalah keselamatan rohani. Keselamatan dari dosa

dan yang menuntut kita kepada hidup persekutuan dengan Allah dan taat kepada

kehendak-Nya. Justru kewajiban memberitakan Injil untuk menghimbau orang

supaya percaya kepada Kristus, menjadi murid-Nya dan bergabung dalam

jemaat-Nya adalah yang terpenting. Hal itu sekali-kali tidak dapat dianggap

sama dengan bantuan dana dan pembangunan atau pelayanan sosial.

Pendapat umum mengatakan, bahwa tuntas sudah kewajiban seorang

Kristiani bila ia aktif terlibat dalam kegiatan penginjilan terhadap masyarakat di

sekitarnya. Tidak perlu lagi terlibat dalam upaya penginjilan terhadap

masyarakat yang berbeda budaya, bahasa dan negeri. Konsep pemikiran

demikian adalah keliru.

Mengamati Amanat Agung Kristus, kita temukan ungkapan-ungkapan:

'semua bangsa' (Matius 28:19); 'segala makhluk' (Markus 16:15); 'segala bangsa'

(Lukas 24:47); 'ke dalam dunia' (Yohanes 17:18); 'ke ujung bumi' (Kisah 1:8).

Tuhan Yesus tidak mengatakan bahwa murid-murid-Nya harus menuntaskan

dulu penginjilan di Yerusalem baru kemudian bergerak ke Yudea, Samaria, dan

sampai ke ujung bumi. Kata penghubung 'dan' menunjukkan bahwa kesaksian

Kristen itu harus serentak dilakukan di Yerusalem, Yudea, Samaria, dan di ujung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

bumi. Jemaat yang punya kemampuan tapi tidak melibatkan diri dalam upaya

penginjilan lintas budaya (setidak-tidaknya melalui dukungan doa), belum

menggenapi misinya sebagaimana mestinya.

Konstitusi Gereja India Selatan mengemukakan hal ini dengan tepat

sekali. 'Setiap warga jemaat Allah wajib menunaikan misinya di lingkungannya,

bahkan sampai ke ujung bumi'. Warga yang ideal dari suatu jemaat lokal peka

terhadap isu politik, ketidakadilan sosial-ekonomi, dan penindasan. Mereka

bangkit menentang sekaligus memperbaiki kebobrokan demikian, sesuai

tanggung jawab moral kristianinya. Jemaat wajib terlibat melayani kebutuhan

masyarakat. Dalam rangka pemuridan yang bertanggung jawab dan pelayanan,

jemaat memproklamirkan Injil kepada lingkungannya dan terlibat dalam

penyebaran Injil kepada segala bangsa di bumi.

Kita tidak menganggap keprihatinan sosial berbeda dan terpisah sama

sekali dari penginjilan. Penginjilan yang efektif dan yang mendampakkan

kemuliaan bagi Kristus, dapat terjadi hanya di tengah-tengah pelayanan sosial

yang tulus. Kendati demikian keprihatinan sosial dan penginjilan tidaklah setara

dan sama. Dalam misi jemaat lokal, penginjilan (yakni penginjilan pada

masyarakat sekitar) adalah yang utama. 'Pelayanan penginjilan adalah misi

utama jemaat yang penuh pengorbanan. Penginjilan dunia menuntut seluruh

gereja untuk memberitakan Injil seutuhnya kepada dunia. Gereja adalah pusat

tujuan Allah dan sarana yang dipilih Allah untuk menyebar-luaskan Injil'.

Misi jemaat lokal tidaklah melulu pemberitaan Injil. Dalam misi itu tentu

termasuk rencana mendirikan jemaat-jemaat di tengah-tengah permukiman


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

masyarakat, kepada siapa Injil itu diberitakan. Misi jemat lokal ialah penginjilan

dengan rencana mendirikan jemaat-jemaat di wilayah sekelilingnya dan di dunia.

Jemaat lokal menghadirkan dirinya di wilayah sekelilingnya dan di lapangan

misinya. Tokoh-tokoh jemaat Yerusalem berpencar akibat penganiayaan.

Beberapa di antara mereka berasal dari Kirene dan Siprus. Mereka ke Antiokhia,

mengabarkan Injil dan mendirikan jemaat di sana. Inilah pola misi yang

alkitabiah. Tujuan misi ialah mendirikan jemaat Yesus Kristus di tempat-tempat

di mana belum ada jemaat. Jemaat adalah pusat tujuan misi Allah. 'Supaya

sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada

pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga.' (Efesus 3:10)

Jemaat adalah tanda dan 'panjar rasa' dari Kerajaan Allah, yang menjadi

tujuan akhir dan harapan kita. Kerajaan Allah bukanlah kerajaan Utopia yang

didirikan oleh kemelut pertarungan manusia melawan pemerintah-pemerintah

yang lazim. Kerajaan Allah adalah Kerajaan rohani, yang bertumbuh bila jemaat

didirikan di antara bangsa-bangsa di dunia ini, dan bangsa-bangsa serta suku-

suku bangsa tunduk di bawah kedaulatan pemerintahan Allah. Selanjutnya,

melalui campur tangan Allah yang supra-alami, Kerajaan Allah dalam ujudnya

yang terpadu seutuhnya akan dinyatakan di dunia ini.

Dalam hal ini kita hanya membicarakan penginjilan lintas budaya, dan

menyebutnya 'misi'. Misi ini selalu menghadapi kendala-kendala baru.

Sekelompok masyarakat dengan bahasa, budaya, etnis atau sosial yang berbeda,

bukan saja ada di daerah pegunungan, hutan dan lembah terpencil, tapi juga di

kota-kota besar dan kecil. Misalnya, orang Sindhis di kota-kota India. Mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

masyarakat minoritas yang erat ikatan kekeluargaannya, dan umumnya hidup

berdagang. Memang, beberapa orang Sindhi telah menjadi Kristen, tapi sampai

sekarang, di manapun di dunia ini, belum ditemukan satu pun jemaat Kristen

Sindhi. Hal yang sama terjadi pula di Indonesia. Masyarakat Suku Sakai, Suku

Sasak, misalnya, masih belum terjangkau Injil. Demikian juga pedagang Cina di

kota-kota di Riau kepulauan dan di pulau-pulau lain di Indonesia Timur. Padahal

di kota-kota itu ada gereja.

Pengertian yang benar dan alkitabiah akan menolong kita mengerti misi

alkitabiah. Jemaat lokal merupakan sarana untuk memasuki misi lintas budaya.

Tujuan seluruh tugas misi adalah untuk mendirikan dan membina jemaat. Tugas

misi lahir dari keprihatinan orang percaya akan pertumbuhan dan kesempurnaan

gereja universal milik Kristus. Untuk mencapai pelayanan misi yang efektif,

maka misi harus berpusat pada jemaat. Tujuan utama misi adalah untuk

membangun jemaat. Tujuan akhir pelayanan misi harus mengarah pada

pembangunan dan penyempurnaan masyarakat sorgawi yang baru, warga baru

Kerajaan Allah yang mandiri.

d. Tujuan Pembangunan Jemaat ialah Kedatangan Kerajaan Allah

Jemaat lokal adalah objek Pembangunan Gereja, artinya Pembangunan

Jemaat – melalui dan melewati jemaat lokal ini – mengarahkan diri kepada

perwujudan Karya Penyelamatan Allah sebagaimana dikatakan dalam Perjanjian

Lama dan Perjanjian Baru. Karya penyelamatan itu tertuju kepada manusia.

Menurut E. Schillebeeckx, jemaat Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sangat


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

sadar akan pernyataan kasih Allah kepada dunia itu dan sering

mengungkapkannya. Kepada jemaat Perjanjian Lama, Allah menyatakan

keterikatan-Nya yang merupakan dedikasi-Nya terhadap kehidupan manusia.

Dedikasi itu terutama dinyatakan-Nya lewat kepedulian dan pemeliharaan-Nya

terhadap yang lemah, yang tertindas, yang ada dalam keadaan bahaya

(Hooijdonk, 1996: 13). Bagi jemaat Perjanjian Baru, keadilan Allah dan

persekutuan Allah dengan manusia dalam Yesus Kristus mendapat wujud yang

serba baru dan unik. Tidak hanya dalam diri Yesus Kristus, tetapi juga dalam

diri manusia sendiri. Dalam Yesus Kristus telah datang Hidup baru di dunia ini.

Bagi jemaat Perjanjian Baru, peristiwa eskatologis (hal-hal mengenai

kedatangan Kerajaan Allah) ini mendapat wujud definitif dalam kebangkitan

Yesus. Para pengikut Yesus yang dipersatukan dalam jemaat lokal, telah belajar

melihat diri sebagai awal peristiwa eskatologis tadi yang dimaklumkan oleh

Yesus (Hooijdonk, 1996: 13). Teologi Vatikan II menggaris bawahi rencana

keselamatan Allah untuk semua orang. Vatikan II menghasilkan Konstitusi

Lumen Gentium, mengenai Gereja sebagai „Sacramentum Mundi‟, tanda

keselamatan bagi dunia dan juga “Gaudium et Spes” yang menekankan bahwa

keprihatinan terhadap dunia adalah keprihatinan Gereja.

Dapat dirumuskan tujuan umum Pembangunan Jemaat, yaitu:

mengantarai terjadinya keadilan Allah sebagai peristiwa eskatologis dalam dan

lewat jemaat lokal dan dalam serta lewat sejarah manusia yang aktual.

Pembangunan Jemaat menjangkau tujuan akhirnya bukan dalam Gereja

melainkan di dunia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

1) Tujuan Pembangunan Jemaat ditentukan secara historis dan kultural

Pembangunan Jemaat mendapat wajah baru karena kedewasaan orang

beriman, pendapat-pendapat mereka tentang apa saja yang sekarang ini

membawa keselamatan bagi dunia: usaha mencari hermeneuse (penafsiran) yang

aktual mengenai Kabar Penyelamatan Allah. Pembangunan Jemaat seharusnya

bertujuan: mengantarai peristiwa (eskatologis) dalam mana keadilan Allah

diwujudkan di sini dan sekarang, dalam jemaat paroki. Tujuan umumnya – yaitu

mengantarai keadilan dan kasih Allah – paling sedikit secara historis dan

kultural perlu dirumuskan kembali dengan lebih seksama. Perlu juga membuat

kriteria yang jelas untuk dapat menguji dapat tidaknya paroki menjangkau

tujuannya.

2) Tujuan Pembangunan Jemaat adalah pertumbuhan paroki

Gereja Katolik mengatur Jemaat setempat lewat sistem paroki. Maka

dapat dikatakan juga bahwa tujuan Pembangunan Jemaat adalah pertumbuhan

paroki. Tujuan umum Pembangunan Jemaat ialah menjadi perantara bagi

keadilan dan kasih Allah. Maka tolok ukur bagi pertumbuhan jemaat ialah kalau

jemaat diperkuat sebagai tanda dan sarana keadilan serta kasih bagi dunia. Kalau

Pembangunan Jemaat mengejar tujuan umum itu, maka terulanglah polaritas

antara berkarya manusia dan berkarya Allah.

Kenyataan paroki sebagai tanda dan keefektifan paroki sebagai alat

akhirnya disebabkan oleh kedatangan Allah di dunia ini. Tujuan akhir

Pembangunan Jemaat tidak hanya dihasilkan oleh karya pembangunan manusia.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

Tujuan itu eskatologis. Maka tujuan akhir Pembangunan Jemaat tidak saja

merupakan hasil serangkaian tindakan, melainkan juga merupakan kepenuhan

yang dihadiahkan Allah kepada kita seperti diungkapkan oleh Kitab Suci Wahyu

21:2.

3) Tujuan Pembangunan Jemaat: memberi ruang bagi pertumbuhan,

terarah kepada penyempurnaan

Gambaran menanam dan pertumbuhan serta melandaskan dan

membangun, menunjukkan pada proses yaitu tindakan manusia yang

berkelanjutaan: : “Aku menanam, Apolos menyiram tetapi Allah yang memberi

pertumbuhan” (1Kor 3:6). Gambaran mengenai tahap-tahap demi membangun

Tubuh Kristus menunjukkan proses kehidupan juga, namun sekarang diperkuat

dan dikendalikan oleh Roh Kudus: “Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh”

(1Kor 12:4).

Roh Allah berkarya melintasi tindak-tanduk jemaat secara perorangan

maupun bersama. Roh melintasi tindak-tanduk seperti meneguhkan dan

menasehati, mendukung dan menghibur, melintasi tindakan bersabar dan juga

tindakan menantang dengan bernubuat. “Janganlah padamkan Roh, dan

janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah

yang baik. Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan” (1Tes 5:19-22)

Dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari Pembangunan Jemaat adalah

pemberdayaan kaum awam. Hal ini harus dimulai dengan memberikan

pemahaman yang benar, apa makna awam secara Alkitabiah, warga Gereja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

sebagai umat pilihan Allah sendiri. Dengan demikian sebenarnya baik awam

maupun pelayan yang ditahbiskan di hadapan Tuhan adalah sama, tidak ada

yang lebih tinggi atau rendah. Warga Gereja haruslah menyadari pangilannya

sebagai awam. Apapun pekerjaan dan profesinya haruslah dipahami dan dijalani

sebagai pannggilan Tuhan atas dirinya. Oleh sebab itu sudah sewajarnya

menjalani keseharian dengan etos yang berbeda, ia melakukan pekerjaan

sekulernya sebagai penghayatan imannya kepada Allah.

Dengan demikian ia haruslah mewujudkan kebenaran Tuhan dalam

profesinya, tidak hanya berorientasi pada keuntungan materi semata. Selain itu,

awam juga harus mewujudkan etos (semangat kerja) yang berorientasi pada

prestasi, kerja keras, dan sikap yang benar terhadap materi. Karena itu semua

merupakan ibadah kepada Tuhan, dengan demikian awam bisa menyampaikan

kesaksian hidup dan imannya bahkan menjadi garam dan terang dunia. Bagi

awam tidak ada pemisahan kegiatan dalam dunia sekuler maupun ibadah minggu

di gereja, karena semuanya itu harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab

dan kesungguhan yang dipersembahkan kepada Tuhan.

3. Pembangunan Jemaat adalah Jawaban Terhadap Perubahan-perubahan

di Masa Kini

a. Pokok Pembangunan Jemaat itu bersifat aktual

Pokok Pembangunan Jemaat bersifat aktual: aktual bagi situasi yang

beraneka ragam. Ada dua situasi: yang satu situasi dalam mana anggota jemaat

bertambah dan yang kedua dimana mereka berkurang. Di Indonesia merupakan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

tempat dimana jemaat bertambah dan di Eropa Barat terdapat penurunan anggota

jemaat. Kenaikan dan penurunan anggota Gereja ini merupakan permasalahan

yang kompleks, yang tidak begitu saja dapat dideskripsikan dengan kategori

kuantitatif seperti besar-kecil atau dengan kategori partisipasi oleh banyak atau

sedikit orang. Maka terlalu simplistis kalau kehidupan paroki di Indonesia kita

jadikan contoh bagi paroki di Eropa Barat. Akan tetapi terlalu simplistis juga

untuk mengatakan bahwa pembaharuan inspiratif dalam kehidupan paroki di

Eropa Barat dapat menjadi teladan bagi paroki di Indonesia.

Maka itu Pembangunan Jemaat senyatanya harus dimulai dari kultur atau

budaya Indonesia sendiri yang menyatu di dalam Gereja (inkulturisasi). Sebab

umat kristiani yang saat ini khususnya yang ada di Indonesia memiliki keunikan-

keunikan tersendiri yang tidak bisa disamakan dengan umat Kristiani di luar

Indonesia meskipun ajaran Kristianinya sama, namun di Indonesia sudah

mengalami sedikit perombakan dimana budaya menyatu di dalam ajaran dan

liturgi Kristiani. Hal ini merupakan sebuah keunikan dan pembaharuan umat

katolik Indonesia supaya semakin mendekatkan diri pada Allah lewat berbagai

macam budaya dan tradisi yang berbeda-beda ditiap suku atau ras.

b. Pembangunan Jemaat itu bersifat kontekstual

Kontekstual: Jemaat lokal merupakan situasi dimana teologi lokal

dibentuk. Menurut Schreiter tidak hanya mengamati kontekstual kultural,

melainkan juga persekutuan beriman dalam mana teologi lokal diciptakan. Oleh

karena itu, Pembangunan Jemaat memperlihatkan bermacam warna-warni yang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

tidak sama, misalnya di Jerman, Belanda dan Amerika. Hal itu disebabkan tidak

hanya karena Amerika berbeda dengan Jerman dan Jerman berbeda dengan

Belanda, melainkan juga karena masing-masing persekutuan Gereja atau jemaat

berbeda (Hooijdonk, 1996: 18).

Orang beriman Eropa Barat mengira bahwa mereka membawa iman

universal ke “daerah misi” dan tidak menyadari bahwa mereka membawa iman

Kristiani yang telah mendapat bentuk yang spesifik di Eropa Barat. Misalnya

dalam liturgi, katekese dan pelayanan pastoral yang seharusnya disesuaikan

dengan situasi setempat. Hal yang sama terjadi dengan organisasi jemaat

setempat menurut sistem paroki dari Eropa Barat.

Sebetulnya desa dan daerah merupakan kesatuan alami yang lebih cocok

bagi Pembangunan Jemaat; pemimpin lokal sering mempunyai pengaruh lebih

besar terhadap hidup Gereja dari pada seorang imam yang dikirim dan diangkat

oleh uskup. Namun nilai kebudayaan tradisional sedang mengilang dengan

cepat, kata para pakar di Indonesia; sedangkan nilai sosial yang baru belum

mendarah daging.

Dalam kanon 518 paroki teritorial dianggap sebagai aturan umum,

namun secara eksplisit dibuka kemungkinan – di mana dianggap bermanfaat –

untuk mendirikan paroki personal, atau dengan istilah kita paroki kategorial.

Rumusan Hukum Gereja sangat luas. Maka paham paroki bisa dikenakan pada

bermacam-macam entitas (wujud) atau kenyataan sosial. Paham paroki


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

merupakan paham dasar: jemaat, umat atau sebagian dari umat. Tambahan

teritorial atau kategorial atau personal menyatakan konteks tertentu.

c. Pembangunan Jemaat bertolak dari keadaan jemaat (de facto)

Orang beriman semakin menyadari dwi kewajiban mereka untuk

menangani yang pertama; kabar penyelamatan, yang kedua; masalah dan

kebutuhan para orang beriman disekitarnya. Dari antara orang beriman, di

seluruh dunia timbul gerakan dan kelompok-kelompok untuk mewujudkan

kesadaran baru itu. Dewasa ini, misalnya lebih mementingkan “paroki

kategorial” dari pada dulu. Pembangunan adalah istilah yang digunakan untuk

pembangunan paroki, teritorial maupun kategorial, Pembangunan Jemaat,

pembangunan Gereja.

Di Indonesia istilah oikodome diungkapkan pula kerinduan akan

ekumene antara orang beriman Protestan dan Katolik. Dengan istilah ini juga

mau digaris bawahi keimanan para warga jemaat serta partisipasi semua orang

beriman dalam Pemabngunan Jemaat. Gereja yang mengimani imamat orang

beriman itu dan mendorong partisipasi semua umat pada reksa pastoral, perlu

dicari gaya kepemimpinan baru bagi imamat khusus, yaitu gaya kepemimpinan

suportif yang melayani. Akhirnya dengan istilah Pembangunan Jemaat

diteguhkan juga sifat kelembagaan Gereja setempat.

Keadaan jemaat Kristiani di Indonesia juga dipengaruhi oleh beberapa

faktor terutama yang paling jelas terlihat adalah menjadi umat beragama dalam

kategori minoritas. Sebagai minoritas tentunya banyak tekanan yang menjadikan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

umat katolik terkadang merasa canggung dan ragu untuk berkembang. Maka itu

dibutuhkan peran besar dalam Pembangunan Jemaat sebagai motor penggerak

kemajuan umat dan keberanian umat untuk menyatakan imannya. Tidak harus

menjadi berbesar diri karena harus menyatakan imannya ditengah umat

beragama lainnya, namun cukup dengan bisa membaur dan menjadi satu sebagai

umat katolik yang toleransi namun bangga dengan berbagai macam perbedaan

beragama yang ada di Indonesia. Senyatanya Pembangunan Jemaat harus bisa

melihat segi nyatanya keadaan umat katolik sebagi minoritas kemudian baru

membangunnya, dimulai dari yang paling bawah hingga mencapai pada

puncaknya.

B. Pembatasan Masalah Pembangunan Jemaat

Menurut Dr. P.G. van Hooijdonk ada tiga pertanyaan yang memenuhi

pemikirannya mengenai pembatasan masalah Pembangunan Jemaat: mengapa

Pembangunan Jemaat itu penting? Apa Pembangunan Jemaat itu? Kepada siapa

Pembangunan Jemaat akan diajarkan? (Hooijdonk 1996:21).

Dari ketiga pertanyaan itu serta jawabannya dipandang perlu untuk

membatasi subjek dan tujuan Pembangunan Jemaat. Dalam pembahasan ini

Hooijdonk mengikuti pendekatan Kardinal Kardjin yang juga digunakan dalam

Teologi Praktis, antara lain oleh majalah Concilium dan oleh Institut untuk

Teologi Praktis di VU (Vrije Universiteit), Amsterdam, yaitu „see-judge-act‟

(melihat-menilai-bertindak). Melihat: mendeskripsikan dan menganalisis situasi,

menilai: berefleksi dalam terang teologis dan ilmu sosisal, bertindak:


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

mengadakan perbaikan yang nyata. Formula „seejudge-act‟ yang padat ini

merupakan pedoman yang baik untuk menangani permasalahan Pembangunan

Gereja.

1. Mengapa Pembangunan Jemaat itu penting?

a. Pembaharuan di seluruh dunia

Banyaklah prakarsa yang dikerjakan orang diberbagai situasi masyarakat

dan kebudayaan contohnya di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Yang dicari

ialah penyesuaian hidup orang kristiani dibasis dengan kebutuhan jaman ini.

Dalam dunia ketiga, prakarsa itu mempunyai kesamaan karakteristik.

1) Di masa lalu, kolonialisasi dan evangelisasi membawa masuk sistem paroki

yang berasal dari Eropa Barat.

2) Di masa sekarang sistem paroki itu, sebagai sistem organisasi grejawi,

kurang memenuhi kebutuhan jemaat setempat, yang jumlahnya besar dan

imamnya kurang.

3) Di masa sesudah kolonialisasi dan Vatikan II, penyadaran awam

berkembang dengan pesat; yang dicari ialah bentuk baru bagi hidup

menggereja dalam unit sosial yang kecil.

4) Bersamaan dengan penyadaran awam, kebudayaan religius lokal

mempengaruhi wujud gerejawi hidup kristiani. Gereja-Gereja di Afrika dan

Asia mendapat tempat tersendiri di dalam Gereja sedunia.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

Unsur kedekatan menjadi prnsip dasar bagi Komunitas Basis Kristiani di

Brasil; demikian pula bagi sistem lingkungan atau wilayah sebagai subbagian

paroki di Indonesia. Kedekatan itu mendinamiskan kehidupan Gereja. Namun,

proses pendinamisan itu tidak bertumbuh begitu saja, melainkan mengandaikan

proses belajar dan pendampingan yang panjang.

Walaupun banyak negara dan Gereja lokal konteksnya berbeda-beda,

namun, dimana-mana nyatanya penyebaran tanggung jawab dn tugas pastoral

menuntut waktu dan kesabaran dari yang bersangkutan. Di Eropa Barat terjadi

pembaharuan, namun, bersamaan dengan itu terjadi penurunan tajam dalam

partisipasi gerejawi: pendinamisan hidup Gereja yang telah terjadi dalam

kelompok dan persekutuan kecil hampir tidak kelihatan pengaruhnya terhadap

orang banyak.

b. Eklesiologi dari bawah tidak berkembang dengan sendirinya

Literatur mengenai pembaharuan Gereja lokal berkali-kali menyebut

pengaruh Konsili Vatikan II. Konsili itu mempunyai arti besar bagi

pembangunan intern Gereja Katolik Roma. Kiranya teks Konsili diseleksi sesuai

dengan selera, kebutuhan, dan keiginan pribadi para teolog, pemimpin Gereja,

dan orang beriman yang aktif. Diantara interpretasi yang berbeda itu ada yang

menerima Vatikan II dengan gembira. Mereka terbuka akan aggiornamento

(pembaruan Gereja): penyesuaian Gereja masa kini; orang awam ikut

bertanggung jawab; Konstitusi tentang Gereja terbuka terhadap nilai hidup yang

modern. Mereka mengalami Konstitusi tentang Gereja sebagai pendobrakkan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

dan berharap akan adanya orang yang berani merumuskan opsi-opsi sesuai

dengan pendobrakkan itu.

c. Pembangunan Jemaat merefleksikan dan mendorong pemikiran

teologis

Eklesiologi Konsili Vatikan II oleh banyak teolog disebut eklesiologi dari

bawah. Mengutip dari Jacobs, hal yang sama dapat dibaca: “Konsili Vatikan II

tidak mau berbicara dari atas, melainkan ingin menyuarakan iman yang hidup di

kalangan umat”. Konsili membuat Gereja lebih terbuka dengan membuka

kemungkinan untuk menyatakan pandangannya sendiri-sendiri di kalangan

Gereja sendiri (Hooijdonk, 1996: 24).

Dengan Konsili Vatikan ke II mulai ada kebebasan berbicara dan

kebebasan berdikusi dalam Gereja. Kebenaran yang mutlak dan kebenaran yang

tidak bisa diganggu gugat, sedikit banyak ditinggalkan. Perhatian untuk Kitab

Suci dan ajaran para bapa Gereja menjadi lebih besar. Yang paling penting

adalah kesadaran Konsili bahwa Gereja tidak terpisah dari dunia, melainkan

merupakan kesatuan dengan dunia. Gereja adalah komunikasi iman yang

dibangun dari bawah.; “Inspirasi baru, dari bawah lebih dipentingkan dari pada

ajaran yang diwariskan”; “Panggilan biblis-historis terhadap gereja dengan

sendirinya berarti paham Gereja sebagai misteri yang berkembang dari bawah,

dari kalangan umat sendiri” (Hooijdonk, 1996: 24).

Eklesiologi berkeyakinan bahwa iman yang hidup dan aktif lebih

terjamin dalam konsensus bersama dari pada dalam gaya kepemimpinan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

otoriter. Eklesiologi mengimani bahwa Roh Allah tidak hanya bekerja dalam

Gereja melalui para pejabat gerejawi, tetapi juga melalui karisma yang ia

bagikan kepada siapa saja Ia berkenan. Tanpa mendalami hubungan antara

eklesiologi dari bawah dan ungkapan ajaran Gereja yang resmi, secara empiris

dapat dikatakan bahwa kedua faktor tersebut merupakan kondisi bagi

Pembangunan Jemaat. Hal yang sama dapat dikatakan mengenai peraturan

yuridis Gereja. Dinamika Pembangunan Jemaat tidak tergantung pada peraturan-

peraturan yuridis itu namun, peraturan tersebut menggariskan batas gerak

dinamika itu.

Menurut Huysmans, secara tajam dapat dirumuskan bahwa, Kodeks yang

baru tidak mendukung eklesiologi dari bawah. Memang persamaan fundamental

orang awam dengan pejabat dalam gereja diatur dalam Kanon 208. Partisipasi

tiap orang beriman dalam tritugas Kristus diutamakan. Akan tetapi, kewajiban

mereka lebih berat dari haknya. Orang beriman wajib menghormati dan menaati

pimpinan Gereja, sedangkan tidak nyata bahwa pimpinan Gereja mempunyai

kewajiban terhadap orang beriman. Seharusnya diolah secara yuridis sifat khas

jabatan itu ialah pelayanan sebagaimana dikatakan dalam Konstitusi mengenai

Gereja (LG 24). Harapan yang ditimbulkan oleh teks Konsili hilang dalam

rumusan yuridis Kodeks yang baru (Hooijdonk, 1996: 25).

Dari sudut lain, Kodeks mencermikan perkembangan dalam Gereja juga.

Betapa besar kritik terhadap Kodeks, namun harus diakui bahwa melalui dan

sejak Konsili Vatikan II hukum Gereja diperkaya dengan hukum awam

(Hooijdonk, 1996: 26). Pembangunan Jemaat, kalau secara teologis berfungsi


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

dengan baik akan mengikut sertakan teologi dalam berfikir serta bertindak-

tanduk tidak hanya secara retrospektif melainkan juga secara prospektif. Dengan

demikian, Pembangunan Jemaat dapat menjadi motor yang penting bagi

perkembangan pemikiran teologis dan penataan yuridis dalam Gereja.

d. Sinode Jerman tahun 1976

Sumber yang tak terduga bagi perkembangan eklesiologi dari bawah

dalam Gereja Kotolik ialah Sinode Bersama Para Diosis di Republik Federasi

Jerman Barat tahun 1976 yang bertemakan: “Harapan Kita – Pengakuan Iman

untuk Masa Kini”:

Semua orang beriman harus terlibat atau dilibatkan dalam pembaharuan


hidup Gereja. Pembaharuan ini tidak dapat diperintahkan dan tidak akan
jadi oleh karena ada beberapa peraturan pembaharuan sinodal. Pengikut
yang satu harus melahirkan banyak pengikut, saksi yang satu harus
mendorong banyak saksi harapan yang satu diemban banyak pendukung.
Hanya dengan demikian upaya pembaharuan demi gereja dapat menjadi
upaya pembaharuan oleh Gereja. Hanya dengan demikian dapat terjadi,
bahwa dalam situasi transisi kita ini Gereja yang rupanaya proteksionistis
terhadap umat menjadi Gereja yang hidup milik umatnya. Dalam Gereja
yang diperbaharui itu semua orang beriman akan bertanggung jawab atas
keadaan Gereja serta kesaksiannya tentang harapan (Hooijdonk, 1996:
26).

Menurut Haarsma, dokumen yang diedarkan oleh Sinode Jerman ini

dengan berbagai cara merombak dasar teologi yang mempertahankan

monopolisasi jabatan imamat, yang memusatkan karya Roh dalam jabatan uskup

dan imam. Pendapat itu bertentangan dengan ajaran Vatikan I dan II (Hooijdonk,

1996: 27). Lumen Gentium mengatakan:


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

Dikatakan sepanjang waktu, Roh Kuduslah yang menyatukan segenap


Gereja dalam persekutuan dan pelayanan, melengkapinya dengan
pelbagai kurnia hierarkis dan karismatis (Ad Gentes 4), dengan
menghidupkan lembaga gerejawi bagaikan jiwanya, dan dengan
meresapkan semangat misioner, yang juga mendorong Kristus sendiri,
kedalam hati umat beriman (LG 1).

Dari kedua pasan di atas terlihat jelas akan adanya kedua perbedaan yang

mencolok. Dari sinode Jerman menekankan seluruh orang beriman untuk ikut dan

ambil bagian harus terlibat atau dilibatkan dalam pembaharuan hidup Gereja,

artinya tanpa terkecuali harus ambil bagian dengan segala kekuatan dan

kemampuannya untuk pembaharuan secara gerak cepat karena dalam pernyataan

tersebut juga terkandung bahwa Gereja yang “proteksionistis” atau berarti

menutup diri. Sedangkan dari ajaran Vatikan I dan II lebih menekankan Roh

Kudus sebagai penggerak lewat jabatan imamat dan berharap dengan adanya

kaum hierarkis dapat menjadi pembaharuan bagi umat Allah. Jelas hal ini sungguh

menjadi sebuah pertentangan, sinode Jerman menekankan semuanya (secara

keseluruhan) yang percaya kepada Allah tanpa terkecuali bisa membuat

pembaharuan sedangkan Vatikan I dan II hanya lewat kaum hierarkis.

Dari kedua hal tersebut tidak baik jika hanya mengandalkan satu sumber

saja sebagai cara untuk pembaharuaan jemaat Gereja, tetapi dapat diambil

kesimpulan bahwa semua yang percaya kepada Allah akan membuat sebuah

pembaharuan kearah yang lebih baik. Tetapi para kaum hierarkis juga harus

berada di tengah umatnya untuk jadi penggerak bukan lagi sebagai monopoli

seperti yang ada dalam pembahasan di atas namun sebagai yang utama menjadi

contoh dan pendorong bagi umat untuk sebuah pembaharuan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

e. Mengapa Pembangunan Jemaat itu penting?

Pembangunan Jemaat digerakkan oleh kuasa Roh Kudus yang berdiam

dalam diri orang beriman. Dinamikanya tergantung pada keterbukaan jemaat dan

pemimpinya dalam hal mendengarkan dan membaca. Dipandang dari dinamika

itu, Pembangunan Jemaat penting sebagai tempat dimana orang beriman dapat

belajar.

2. Apa Pembangunan Jemaat itu?

a. Jemaat sebagai Paroki

Di antara berbagai macam meso-sosial Gereja memusatkan perhatian

pada paroki. Istilah paroki dipakai pertama-tama untuk paroki teritorial, namun

selanjutnya untuk setiap bentuk reksa pastoral personal bagi kelompok sosial

atau institusi kemasyarakatan. Rumusan yuridis tentang paroki merupakan titik

tolak paroki teritorial meliputi semua orang beriman dalam teritorium (cakupan

wilayah) tertentu; paroki personal meliputi kategori sosial seperti mahasiswa,

pemuda, buruh, orang miskin. Atas dasar ini paham paroki masih bisa diperlebar

lagi.

Pembatasan Pembangunan Jemaat pada paroki dapat memberi kesan

seakan-akan hanya aspek kelembagaan dan yuridis saja yang menjadi penting.

Menurut Kodeks lama, paroki adalah daerah pemeliharaan jiwa yang diserahkan

kepada pastor. Menurut Kodeks baru paroki adalah jemaat orang beriman

tertentu. Pergeseran makna dari daerah ke jemaat sangat penting artinya. Paroki

sekarang diakui sebagai jemaat, sebagai umat Allah lokal.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

Paroki itu mempunyai kekhasan sendiri yaitu merupakan badan hukum.

Dalam keuskupan, paroki diakui sebagai semacam kesatuan umat yang khas juga

(sui iuris) dan tidak merupakan cabang keuskupan. Akan tetapi, sekalipun paroki

disebut jemaat, namun menurut ketentuan hukum Gereja, paroki tidaklah

merupakan jemaat yang demokratis. Kepemimpinan dan staf pastoralnya yang

dibawah wewenang seorang uskup dipercayakan kepada seorang pastor. Kitab

Hukum baru membuka kemungkinan untuk membentuk dewan paroki. Akan

tetapi, pembentukannya tergantung pada penilaian uskup. Selain itu dewan

paroki hanya mempunyai hak konsultatif dan ketuanya adalah pastor. paroki

mencakup aturan yuridis mengenai personel, keuangan serta sarana untuk

memelihara paroki. Kebiasaan setempat dapat menjamin pengaruh warga paroki

terhadap susunan personel serta penggunaan sarana fisik.

Sekalipun banyak kritik, namun paroki teritoriallah yang paling banyak

dipakai pada jemaat beriman lokal sebagai bentuk yuridis (secara hukum) dan

empiris organisatoris (ahli dalam pengalaman berorganisasi) untuk hidup sosial

gereja. Namun demikian, paroki teritorial, karena bersifat global tidak bisa

memenuhi semua tuntutan dan tantangan dari kelompok dan orang dalam

masyarakat modern. Tujuan Pembangunan Jemaat baru tercapai kalau jemaat

setempat secara efektif memperhatikan kebutuhan dan keprihatinan orang

sekitarnya. Paroki teritorial saya lihat sebagai kenyataan yuridis dan empiris

yang mendapat arti teologis dalam hubungan dengan Pembangunan Jemaat.

Istilah jemaat lebih teologis dan lebih dekat pada pengertian paguyuban,

persekutuan orang beriman, kerukunan, orang beriman yang bertanggung jawab


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

atas pembentukan jemaat (Hooijdonk, 1996: 29). Dalam proses penyadaran

orang beriman terjadilah ekklesia (menjadi jemaat), dalam arti kata sepenuhmya:

kalau orang menyadari adanya struktur hierarkis gereja, justru timbullah istilah

seperti basis atau jemaat basis. Jemaat mendapat nada kritis: jemaat lebih cocok

dengan teologi dari bawah (basis) dari pada kata paroki.

b. Pembangunan

pembangunan dalam bahsa sehari-hari dan dalam tulisan teologis serta

ilmu sosial mempunyai skala arti yang luas yang pada intinya berarti membuat

sebuah atau segala sesuatu dari awal hingga tahap akhir yaitu finishing.

1) Pertumbuhan dan perkembangan

Perkembangan ke tahap berdikari yang tinggi dan perkembangan ke visi

yang luas dan mendalam; menuju keterbukaan kedalam dan keluar terhadap

kebutuhan manusia; ke jemaat beriman yang lebih tinggi dalam relasi antar

manusia; ke profesionalitas lebih tinggi dalam hal memimpin. Perkembangan

dan pertumbuhan semacam ini dapat ditingkatkan melaui proses pembinaan dan

pendidikan.

2) Pendalaman secara spiritual

Pertumbuhan kearah identitas spiritual dalam kepengikutan Kristus.

Pendalaman spiritual jemaat sebagai sekutuan orang beriman, bukanlah

spiritualitas pribadi. Melainkan spiritualitas untuk sebuah dasar pembangunan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

3) Pembaharuan

Menurut Baumler-Mette, bicara tentang jemaat sebagai program yaitu

program pembaharuan; sebagai Leitbegriff, pengertian pokok, yang

mengarahkan tindakan Gereja menuju masa depan; sebagai tolak ukur dan arah

bagi Gereja. Pembangunan mengimplisitkan perubahan yang efektif menuju

perwujudan masa depan (Hooijdonk, 1996: 30).

4) Cita-cita

Jemaat dapat dilihat juga sebagai cita-cita yang dirumuskan secara

teologis sedangkan pembangunan dapat dilihat sebagai tindakan untuk

mendekatkan cita-cita dan mewujudkannya. Dengan adanya cita-cita maka dapat

ditegaskan bahwa cita-cita menjadi sebuah semangat untuk menuju sebuah

keberhasilan dalam Pembangunan Jemaat.

c. Pembangunan Jemaat

Jemaat adalah persekutuan orang beriman setempat, persekutuan orang

beriman berarti paroki teritorial. Pembangunan ialah campur tangan aktif atau

intervensi dalam tindak-tanduk jemaat setempat yakni paroki. Pembangunan

mempunyai arti banyak: baik empiris maupun teologis. Berdasarkan pengertian

ilmu sosial dipakai istilah intervensi, pembentukan edukatif, dan perubahan

paroki secara sistematis metodis. Dari sudut teologis saya pandang proses

pembentukan jemaat sebagai cita-cita. Menurut aspek ilmu sosialnya

Pembangunan Jemaat di paroki dapat dibandingkan dengan pembangunan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

masyarakat atau community development dengan pengembangan organisasi dan

dengan pendidikan orang dewasa.

Pembangunan Jemaat dipandang sebagai disiplin teologis. Disiplin itu

mengikuti norma yang berlaku bagi jemaat lokal yaitu: perantaraan kedatangan

eskatologis Kerajaan Allah dalam keadilan dan cinta kasih. Mengingat aspek

empiris dan normatif ini, Pembangunan Jemaat dirumuskan sebagai berikut:

Pembangunan Jemaat adalah intervensi sistematis dan metodis dalam


tindak-tanduk jemaat beriman setempat. Pembangunan Jemaat menolong
jemaat beriman lokal untuk – dengan bertanggung jawab penuh –
berkembang menuju persekutuan iman, yang mengantarai keadilan dan
kasih Allah, dan yang terbuka terhadap masalah manusia di masa kini
(Hooijdonk, 1996:32).

Dalam upaya menangani perwujudan Gereja sesuai dengan kehendak

Kristus, Pembangunan Jemaat melihat Gereja baik dari perspektif orang-orang

dengan keseluruhan aktivitas yang dijalankannya, maupun dari perspektif sistem

(unsur-unsur yang saling kait-mengait menyatu) yang ada dan berlaku dalam

Gereja. Itulah sebabnya, Pembangunan Jemaat tidak sama dengan tugas

menggembalakan, membina dan mengader Warga Gereja, yang perhatian

utamanya tertuju kepada anggota dan pemimpin Gereja dengan segala

aktivitasnya. Pembangunan Jemaat juga bukan merupakan tambahan dari tugas-

tugas yang sudah ada sebelumnya, karena Pembangunan Jemaat berupaya

memadukan tugas-tugas yang telah ada itu agar menjadi satu kesatuan gerak.

Pembangunan Jemaat lebih luas dari itu semua, juga lebih luas dari membangun

organisasi dan struktur Gereja. Pembangunan Jemaat menyangkut keseluruhan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

Gereja, baik orang-orangnya dengan berbagai kemampuan yang ada di

dalamnya, kegiatan-kegiatannya, serta unsur-unsur yang saling kait-mengkait

atau sistem yang berlaku dan dijalani dalam kehidupannya.

Kecuali itu, dalam rangka menangani Gereja, Pembangunan Jemaat juga

melihat Gereja dari dua sisi, sisi masa kini sebagai suatu kenyataan apa adanya,

dan sisi masa depan yang dicita-citakan sebagai suatu harapan. Hal ini dilakukan

agar Gereja semakin setia menjalani kehidupan dan karyanya sesuai dengan

kehendak Kristus. Untuk itu, dalam rangka Pembangunan Jemaat diperlukan

adanya upaya merumuskan visi dan misinya berdasarkan keyakinan imannya,

serta dibutuhkan adanya pengenalan yang memadai terhadap situasi masyarakat

di mana Gereja hidup dan berkarya, sehingga visi dan misinya itu menjadi visi

dan misi yang aktual. Pembangunan Jemaat mengintegrasikan kenyataan dengan

cita-cita menjadi Gereja Yesus Kristus, berangkat dari Gereja secara konkret,

apa adanya, menuju Gereja yang dicita-citakan sesuai kehendak Kristus dalam

relasi timbal-balik dengan situasi masyarakat yang ada di sekitarnya.

Dalam rangka mengupayakan perwujudan Gereja sesuai dengan

kehendak Kristus itu, upaya ini merupakan upaya perubahan (transformasi).

Pembangunan Jemaat mengolah sumber daya yang dimiliki oleh Gereja (orang-

orangnya, pengetahuannya, kemampuan dananya, serta peluang-peluang yang

dimilikinya) supaya menghasilkan sumber daya yang menjadi berkat bagi

masyarakat di sekitarnya, seperti misalnya : cinta kasih, pertobatan, kerelaan

saling berbagi, semangat persaudaraan dan sebagainya. Dalam melakukan

perubahan itu kecuali didasari oleh penghayatan iman dan pengetahuan teologis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

yang mendalam, juga menggunakan cara-cara dan sarana-sarana yang tepat

seperti dikembangkan dalam ilmu Manajemen Gereja. Perubahan itu juga tidak

berlangsung sesaat, namun dilakukan secara bertahap secara sinambung dan

terus menerus : tahap penyadaran terhadap perlunya perubahan, tahap penelitian

terhadap hal-hal yang perlu diperbaiki, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan,

dan tahap pemantapan. Lebih lanjut upaya perubahan itu tidak hanya dilakukan

oleh para pemimpin Gereja atau orang-orang tertentu dalam Gereja, melainkan

dilaksanakan oleh segenap warga Gereja. Pemimpin beserta segenap warga

Gereja merupakan subyek sekaligus obyek Pembangunan Jemaat. Dengan

demikian Pembangunan Jemaat merupakan keseluruhan usaha perubahan yang

dilakukan oleh Gereja secara terencana, sinambung, dan terus menerus.

Mempertimbangkan apa yang telah dikemukakan ini, secara singkat

dapat dirumuskan bahwa Pembangunan Jemaat adalah keseluruhan usaha yang

dilakukan oleh Gereja untuk merencanakan dan melaksanakan proses-proses

perubahan secara menyeluruh, terpadu, terarah dan sinambung dalam hubungan

timbal balik dengan masyarakat di mana Gereja hidup dan berkarya, agar Gereja

mampu mewujudkan hidup dan karyanya sebagai Gereja Yesus Kristus di dunia

ini.

3. Kepada siapa Pembangunan Akan di Ajarkan?

Semua orang beriman – tanpa kecuali – ikut menjadi subjek dalam

Pembangunan Jemaat dan tidak mengkhususkan orang beriman tertentu sebagai

sesama subjek itu. Orang beriman hanya dibedakan menurut kharisma yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

dibagi-bagi oleh Roh dan menurut jabatan serta pelayanan kepemimpinan yang

dibagikan kepada mereka.

Menangani proses Pembangunan jemaat dalam aspek yang beraneka

ragam mengandaikan kualitas-kualitas kepemimpinan dalam arti tadi, yaitu

kualitas kepemimpinan yang mencakup bakat refleksi dan bakat pelaksanaan.

Perlu dilihat dan mengakui bahwa dalam kenyataan dewasa ini tidak hanya

pejabat Gereja melainkan juga orang awam mempunyai kualifikasi sebagai

pemimpin. Kodek baru mengakui realitas itu:

Orang awam yang diketahui cakap, dapat diangkat oleh Gemabala rohani
untuk mengemban tugas dan jabatan grejawi, yang menurut ketentuan
hukum dapat mereka pegang (228, 1). Orang yang unggul dalam
pengetahuan, kearifan dan peri hidupnya, dapat berperan sebagai ahli
atau penasiha, juga dalam dewan-dewan menurut norma hukum, untuk
membantu para Gembala Gereja (228, 2)

Menurut norma teologis makin banyak orang beriman diharapkan berpartisipasi

dalam Pembangunan Jemaat.

Pembangunan Jemaat dalam hal ini akan diarahkan kepada katekis

karena katekis memiliki ruang gerak yang lebih luas dan selain itu pula katekis

juga memiliki pendidikan yang mumpuni dalam bidangnya, karena katekis

berbeda dari pada prodiakon yang lebih besar pada pelayanan berdasarkan

pengalaman. Katekis mendapatkan cukup ilmu tentang kekatolikkan beserta

prakteknya yang nantinya memiliki ruang gerak menjadi seorang katekis di

keuskupan, paroki maupun lingkungan dan merambah juga dalam

pendidikanyaitu menjadi seorang guru. Dengan ruang gerak yang cukup luas ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

diharapkan pula katekis dapat menjangkau hingga kedalam plosok-plosok

penjuru negeri untuk mewartakan Kerajaaan Allah dan mengajarkan

Pembaharuan bagi umat-umat katolik yang tidak mampu di jangkau oleh kaum

hierarkis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

BAB III

PENGETAHUAN PRAKTEK DALAM PEMBANGUNAN JEMAAT

A. Pengetahuan Praktek dalam Pembangunan Jemaat

Pengetahuan praktek ialah pengetahuan yang diperoleh dari dan dalam

praktek Pembangunan Jemaat. Yang dapat menjadi subjek pengetahuan ini ialah

mereka yang secara aktif dan sebagai pemimpin menjalankan Pembangunan

Jemaat sendiri, mereka yang dilibatkan dalam Pembangunan Jemaat, walaupun

pasif dan ilmuan yang mengatur kesan-kesan mengenai praktek – walaupun dari

agak jauh. Dalam pengetahuan praktek dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu:

pertama, asosiasi bebas yang timbul pada orang beriman kalau mendengar istilah

Pembangunan Jemaat. Kedua, pengetahuan mengenai praktek Pembangunan

Jemaat yang diatur dan dideskripsikan. Ketiga, pengetahuan prakter yang diatur

menurut Teologi Praktis.

1. Asosiasi Bebas mengenai Paham Pembangunan Jemaat

Ada cukup banyak orang mengasosiasikan Pembangunan Jemaat

dengan kegiatan para warga paroki sendiri. Kemudian dirangkum beberapa

asosiasi yang berasal dari orang beriman di tempat yang berbeda-beda seperti,

asosiasi yang berkaitan dengan paroki: Pembangunan Jemaat ialah mengadakan

dan memperbaiki dewan paroki dan kelompok kerja, memperbaiki komunikasi

antar anggota dewan paroki sendiri, memperbaiki komunikasi antara dewan,

serta kelompok kerja dengan kelompok lain di luarnya. Dari asosiasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

terkumpul ini jelaslah bahwa struktur mendapat perhatian lebih besar dari pada

hal berfungsinya paroki.

Ada asosiasi yang menyangkut penanganan dan perluasan tugas

pastoral di paroki: Pembangunan Jemaat ialah tugas yang bertujuan

memperdalam iman pribadi seperti katekese, pengembalaan terhadap pribadi dan

kelompok, bimbingan rohani. Ada asosiasi yang menyebut sejumlah kegiatan

serentak secara bersama untuk memperlihatkan bahwa paroki itu hidup.

Pembangunan Jemaat disini berarti: meningkatkan mutu kegiatan itu dan

menolong jemaat menjadi orang beriman yang lebih insaf dan dewasa. Ada

asosiasi yang menunjukan hanya satu macam kegiatan, yang biasanya kita sebut

dengan pendidikan kader. Dan ada asosiasi yang berbicara tentang jemaat yang

terbuka; terbuka dalam macam-macam arti: membangun jemaat di daerah yang

tidak mengenal Injil, mengembangkan hubungan dengan agama lain,

mempersiapkan jemaat untuk hidup diera sekularisasi.

Asosiasi dengan membangun gedung Gereja makin berkurang. Tidak

berarti bahwa gedung Gereja tidak lagi dianggap perlu. Orang beriman tetap

mencari ruang untuk berkumpul dan mendengarkan Firman sekaligus merayakan

kebersamaannya dengan Kristus. Gedung itu adalah tanda perkenalan, simbol

yang mempersatukan orang beriman satu dengan yang lainnya. Partisipasi awam

pada tanggung jawab atas Gereja serta kegiatannya makin dianggap perlu dan

layak. Layak, oleh karena kesadaran diri dan kedewasaan awam makin

bertumbuh. Perlu, karena jumlah pastor, kini dan di masa depan, tidak

mencukupi untuk menjalankan reksa pastoral jemaat secara intensif.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

Pembangunan Jemaat tidak terutama mereka asosiasikan dengan relasi

interen antara pastor dan para aktivis awam (misalnya dalam hal hak dan

kewajiban, hal wewenang, hal keuangan), melainkan lebih dengan penyadaran

iman mereka sendiri, pembentuka kader dan dengan tugas yang perlu mereka

laksanakan di Gereja dan dunia.

2. Pengetahuan Praktek Pembangunan Jemaat yang Diatur dan

Dideskripsikan

Pengetahuan praktek menolong mengerti mengapa dan bagaimana

Pembangunan Jemaat dapat menggerakkan orang, apa yang menjadi inti

Pembangunan Jemaat, apa cara kerjanya dan hasil mana yang dapat diharapkan

dari padanya. Pengetahuan praktek ini bersal dari praktek dan diuji dalam

praktek, pengetahuan ini tidak hanya bermanfaat bagi mereka yang sudah

mempunyai pengalaman praktek, melainkan juga bagi yang dengan cara lain

terlibat dalam Pembangunan Jemaat.

Tidak hanya dikumpulkan laporan praktek Pembangunan Jemaat

dilapangan, melainkan juga artikel mengenai Pembangunan Jemaat yang populer

atau dipopulerkan. Sering juga artikel itu sudah membuktikan manfaatnya untuk

dan di dalam praktek. Manfaatnya menentukan nilai pengetahuan praktek ini.

Para pemakailah yang menjadi penilai definitif. Mereka menentukan apakah ada

efek bagi “Pembangunan Jemaat” di lapangan? Jika kiranya bahwa Pengetahuan

Praktek, betapapun diperlukan, memiliki nilai keterbatasan untuk mendapat

pengertian tentang Pembangunan Jemaat. Kalau situasi paroki menjadi rumit


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

sedangkan percobaan untuk memecahkan persoalan terus-menerus gagal, maka

pengetahuan praktek tidak memadai.

Dengan bertolak dengan pada praktek, perlu memanggil bantuan dari

nivo pembentukan teori yang lebih tinggi. Diperlukan insight (wawasan) lebih

mendalam mengenai: latar belakang problematik, hubungan antara bermacam-

macam segi problematik, problem yang membutuhkan intervensi dan problem

yang tidak dan unsur yang menentukan tindak-tanduk pembangunan. Atau

dengan kata lain: perlu masuk nivo (tantaran/jenjang) berpikir yang lebih tinggi,

dengan mengolah dan mendalami pengetahuan praktek itu sendiri, serta

mengolah teori-teori yang diperoleh dari ilmu teologi dan ilmu sosial untuk

dapat menjawab pertanyaan tentang latar belakan problem-problem dalam

praksis dan tentang hubungan antar problematik.

3. Pengetahuan Praktek Ditata Menurut Teologi Praktis

a. Praktek Pastoral dalam Bagan Disiplin Vertikal dan Horisontal

Pembangunan Jemaat mencakup sejumlah disiplin praktis Teologis.

Pengetahuan Praktek ini dapat menjadi titik tolak yang penting bagi

pembentukan teori teologisnya. Pembangunan Jemaat diharapkan dapat

mendorong vak seperti homiletik, diakonia dan koinonia untuk menampilkan

Gereja sebagai kenyataan sosial dinamis dan institusional; dan menampilkan

Gereja dalam berfungsinya sebagai jemaat partisipatif karismatis sebagai jemaat

yang mengaku adanya jembatan dan sebagai jemaat yang menangani

perkembangannya secara profesional. Pembangunan Jemaat dapat berfungsi


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

secara kritis dan mencegah agar: homiletik tidak menjadi retorika saja, kateketik

tidak menjadi didaktik saja, poimenik tidak menjadi pisikologi pastoral saja,

diakonia tidak menjadi urusan masyarakat saja, koinonia tidak menjadi

pengembangan organisasi saja dan sibernetika (ilmu mengenai sistem

pengendalian) tidak menjadi ilmu manajemen perusahaan saja.

Menurut Firet, kesamaan semua dalam disiplin teologi praktis ialah

bahwa disiplin itu berfungsi sebagai Gereja dan berperan secara pastoral, atau

berfungsi dan berperan dalam setting gerejawi. Kesamaan itu tidak lagi ekslusif

dihubungkan dengan setting gerejawi, melainkan dengan komunikasi dan

organisasi atau struktur praktis teologis. Maka Firet mau menekankan sifat

gerejawinya disiplin pastoral. Tidak lagi melulu bertindaknya Gereja dan

parokilah yang merupakan garis horisontal antara disiplin teologis praktis.

Semua cara dalam nama Allah mengkomunikasikan diri dalam Sabda-Nya dan

semua cara dalam mana orang berkumpul sebagai ekklesia (Gereja/jemaat)

untuk mengantarai Sabda itu dapat menjadi garis horisontal (Hooijdonk, 1996:

51).

Teologi Praktis tidak lagi dimengerti sebagai teori teologis tentang pastor

saja. Juga tidak lagi sebagai teori tentang perantaraan Kabar Keselamatan oleh

Gereja saja. Maka Pembangunan Jemaat dapat berfungsi sebagai garis horisontal

yang menghubungkan beberapa disiplin patoral. Dalam arti ini, Firet bicara

tentang Pembangunan Jemaat sebagai vak (bagian) horisontal. Dulu dalam


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

Teologi Praktis hanya ada disiplin pastoral sebagai vak (bagian) vertikal. Namun

pada tahun 1973, Firet menulis:

Teologi Praktis dapat bekerja lebih efektif dan memberi sumbangan


teologis yang lebih khas kalau gerakannya tidak lagi dibatasi oleh bagan
subdisiplin yang vertikal melulu, seperti homiletik, kateketik, poimenik,
tetapi juga menghubungkan vak-vak (bagian-bagian) itu secara
horisontal, yaitu: melalui garis komunikasi dan struktur teologis praktis
(Hooijdonk, 1996: 52).

Lewat perluasan kearah komunikasi dan struktur inilah maka Firet

membuka juga kemungkinan bagi interdisiplinaritas yang luas antara Teologi

Praktis dan Ilmu Sosial. Diagram berikut dapat menolong untuk lebih

memahami apa yang dikatakan Firet:

Pembangunan Jemaat
evangelistik
Homiletik

Kateketik

Poimenik

apostolat
diakonia
Liturgik

b. sibernetika
a. koinonia

OIKODOME ATAU PEMBANGUNAN JEMAAT

Pada diagram di atas Pembangunan Jemaat atau Oikodome tidak hanya

digambarkan secara vertikal saja melainkan juga secara horisontal. Hal itu

berarti bahwa: dimensi spiritual, yang termaktub dalam paham oikodome, mau

ditekankan dalam semua disiplin teologi praktis. Kemudian digaris bawahi

bahwa semua kegiatan pastoral mengikuti patokan dan tatanan komunikasi serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

struktur bersama. Hanya Pembangunan Jemaatlah yang digambarkan sebagai

vak horisontal. Homilitik dan kateketik memiliki garis horisontal juga, tetapi

dibatasi pada Pembangunan Jemaat saja.

b. Pembangunan Jemaat sebagai Susunan Disiplin Pastoral yang Vertikal

1) Katekese

Katekese umat makin berperan oleh karena umat semakin dipandang

sebagai pembawa utama katekese itu. Itulah sebabnya juga semakin pentinglah

kalau warga paroki diaktifkan dalam proses sosialisasi Gereja. Katekese Dewasa

atau Pendalaman Iman atau Aksi Puasa dipakai untuk kelompok dalam mana

umat disadarkan akan arti keanggotaannya dalam Gereja, akan tanggung

jawabnya sebagai Gereja bagi masyarakat yang dekat dan jauh. Bentuk katekese

yang sangat dibutuhkah ialah katekese diakonal, bersamaan dengan katekese

audio visual yang mempergunakan kemajuan di dunia elektronika dan

menyediakan banyak material katekis kemasyarakatan dengan media video.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa katekese lebih membutuhkan

bantuan ahli-ahli dari pada dulu, karena era modernisasi masuk kedalam bidang

kateketik pula. Namun, tetap ada kelompok yang dibentuk dari bawah oleh

pemimpin lokal karismatis. Oleh pusat diosesan, religius dan ekumenis

diterbitkan banyak bahan dan diadakan banyak kursus serta pekan studi untuk

membantu kelompok di lapangan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

2) Liturgi

Pada jaman dahulu, hanya pastor saja yang bertugas dalam liturgi,

menurut ritual yang ditentukan dari atas sampai yang terkecil sekalipun.

Sekarang ini, orang awam mendahului dalam doa, berfungsi sebagai lektor,

pemberi bahan meditasi dan pembagi komuni. Perubahan tersebut dengan

banyaknya aktivis serta kreativitas mereka menuntut kualitas baru pada

pemimpin. Mereka membutuhkan bimbingan juga, agar panitia masing-masing

dapat mencocokkan diri satu sama lain dan dapat bekerja sama. Tidak semua

warga paroki siap untuk menerima perubahan, betapapun bagusnya. Hal ini

menuntut banyak dari kemampuan pemimpin.

3) Poimenik (penggembalaan), pastorat perorangan, pastorat kelompok,

bimbingan rohani.

Poimenik berwajah banyak yang paling dikenal ialah penggembalaan.

Penggembalaan atau pastoral care (pendampingan pastoral) sudah berkembang

menjadi suatu ilmu tersendiri yang dijalankan secara internasional.

Penggembalaan merupakan disiplin teologis praktis yang dijalankan dalam

hubungan timbal balik dengan guidance and counseling (bimbingan dan

konseling). Disiplin ini kiranya lebih dikenal dikalangan Protestan dari pada

kalangan Katolik. Di kalangan Katolik kiranya lebih dikenal bimbingan rohani.

Dewasa ini dikembangan spiritualitas awam. Spiritualitas awam itu

mencari bagaimana dalam sekularitas yang menjadi cirikhas awam. Dewasa ini

dicari juga spiritualitas jemaat. Maksudnya ialah mengembangkan inspirasi


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

rohani bagi jemaat sebagai keseluruhan dalam masing-masing anggota umat

berbagi pengalaman mereka sebagai umat dan saling menginspirasikan untuk

membangun komunitas mereka.

Aspek saling makin menjadi ciri pastorat kelompok. Kelompok makin

dibentuk berdasarkan situasi hidup yang problematik tertentu. Bentuk pastorat

(penggembalaan) yang terkenal juga ialah pendampingan orang sakit terminal.

Tidak lagi ada banyak pastor yang dapat mengunjungi umatnya dari rumah ke

rumah secara sistematis dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Namun,

sedang berkembang sistem orang kontak atau kelompok kontak. Mereka ingin

membawa paroki dekat pada warga paroki di lingkungan.

4) Diakonia

Diakonia adalah pelayanan Gereja kepada dunia tau realisasi Kerajaan

Allah di dunia. Diakonia ialah fungsi Gereja yang bertujuan semakin

mewujudkan nilai Injil dalam hidup bermasyarakat disegala bidang: pendidikan,

kesehatan, politik, kebudayaan, sosial, kenegaraan dan lain-lain. Dalam

dokumen Konsili Vatikan II, pelayanan ini dipandang sebagai bidang kerja

khusus kaum awam. Akan tetapi, kerja sama dan hubungan timbal balik antara

awam dan imam sangat dibutuhkan. Awam tidak hanya memohon

pendampingan diberi inspirasi dan harapan, diteguhkan dan diberi penjelasan,

melainkan juga mengharapkan agar ada imam dan religius yang mendahului

karena faktor resiko bagi mereka yang tidak berkeluarga lebih kecil dari pada

bagi kebanyakan awam yang harus memikirkan keluarga mereka.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

Diakonia merupakan kegiatan vertikal. Namun sudah jelas juga bahwa

diakonia merupakan unsur dalam semua kegiatan vertikal yang lain. Maka

diakonia merupakan juga garis horisontal: baik dalam liturgi maupun dalam

katekese, poimenik dan Pembangunan Jemaat ada dimensi diakonal. Diakonia

mengikuti Injil. Yang paling pokok dalam Kerajaan Allah ialah orang miskin.

Diakonia adalah panggilan setiap orang beriman terhadap semua orang di dunia.

Diakonia tidak menggiatakan terlalu banyak warga paroki. Namun, ada faktor

yang menyebabkan hal itu : (i) kalau sifat minoritas terlalu ditekankan, sehingga

umat terlalu defensif; (ii) kalau dalam negara, etatisme (paham yang lebih

mementingkan negara dari pada rakyatnya) sangat kuat dan pihak penguasa

terlalu mengontrol segala kegiatan jemaat terhadap masyarakat; (iii) kalau

perjuangan demi keadilan dianggap kritik terhadap penguasa.

5) Pembangunan Jemaat

Pembangunan Jemaat dapat dimengerti sebagai vak (bagian) vertikal dan

sebagai dimensi horisontal. Pembangunan Jemaat sebagai vak (bagian) vertikal

dibagi atass dua bagian: pertama, koinonia atau pembangunan persekutuan dan

yang kedua sibernetika atau ilmu pengendalian.

a) Koinonia

Koinonia ingin menumbuhkan kedekatan, kebersamaan dan dukungan

satu sama lain. Di atas, dibicarakan orang kontak, fungsi itu sering dijalankan

oleh ketua lingkungan. Mereka ingin membawa paroki dekat kepada umat.

Mengembangkan sistem yang membagi paroki atas bagian-bagian yang lebih


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

kecil. Perlu memperkecil skala: tidak hanya agar jemaat dapat mendekat dan

rukun, melainkan juga agar mereka dapat berpastoral dengan lebih efektif. Baik

secara teologis maupun secara sosiologis, keluarga merupakan dasar untuk

perkembangan hidup manusia. Keluarga dewasa ini diancam dengan berbagai

macam-macam cara. Maka pastoral keluarga mendapat perhatian besar.

Koinonia dapat juga diwujudkan dalam bentuk sosial-manusiawi yang

ditentukan secara sosiologis.

(1) Koinonia dalam grup/kelompok sosial

Kelompok/grup merupakan bentuk pertama untuk kedekatan dan

keakraban. Di dalamnya ada rumusan tujuan bersama dan pembagian tugas yang

disepakati bersama atas dasar kebutuhan yang langsung dirasakan. Proses awal

bagi kelompok yang mulai dibentuk biasanya berlangsung lama, penuh keragu-

raguan dan kesulitan. Dalam rangka pengembangan organisasi paroki,

pembentukan kelompok ini merupakan unsur yang esensial dalam dinamika

paroki.

(2) Koinonia lewat partisipasi dalam hidup paroki

Koinonia berarti bahwa warga paroki merasa semakin akarab dan dekat

sebagai warga paroki. Usaha melibatkan semakin banyak jemaat dalam hidup

paroki dapat merupakan „policy‟ paroki sehingga partisipasi jemaat itu menjadi

tujuan. Koinonia lebih mudah tercapai pada nivo makro (kring, blok, kelompok

basis dan lain sebagainya). Dalam skala kecil lebih mudah bagi orang beriman

merasakan keakraban sebagai orang beriman bersama jemaat lain.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

(3) Koinonia sebagai organisasi oleh paroki

Paroki adalah organisasi hidup gerejawi pada nivo meso sosial. Hampir

tidak mungkin melestarikan kelompok atau organisasi kalau ada kekurangan

anggota. Namun, selama paroki memiliki sarana finansial yang cukup dan

pemimpin yang baik, hal itu dapat berlangsung terus walaupun anggota hampir

tidak ada lagi. Penting membangun struktur paroki, dimana terus-menerus dijaga

tidak hanya relasi formal melainkan juga relasi koinonial antara nivo

(tantaran/tingkatan) makro, meso, dan makro, dan antara sekian banyak

kelompok sosial yang ada.

b) Sibernetika atau ilmu pengendalian/kepengurusan

Dalam paroki dibedakan struktur kerja dan struktur pengendalian/

kepengurusan. Dalam struktur kerja ada tiga unsur yang diolah yaitu pembagian

tugas, pembagian wewenang dan penyesuaian pelaksanaan tugas. Menurut

mengutip R.G. Scholten, dalam struktur pengendalian/kepengurusan yang

dianggap paling penting: pengembalian keputusan. Pengembalian keputusan

memperhatikan: relasi tujuan paroki, mengatur relasi antara orang dan badan

dewan (dewan dan sebagainya), serta mengatur prosedur-prosedur (Hooijdonk,

1996: 60).

Orang lebih memperhatikan supaya keputusan diambil dari pada supaya

keputusan dilaksanakan. Kemudian dalam struktur kerja biasanya lebih

memperhatikan organisasi kegiatan yang rutin seperti liturgi, katekese dan

pastorat (penggembalaan) dari pada tujuan dan kegiatan yang ada hubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

dengan kebutuhan kemasyarakatan yang memerlukan kreativitas yang selalu

segar dan baru.

c. Pembangunan Jemaat sebagai Disiplin Pastoral yang Diatur Secara

Horisontal

Pembangunan Jemaat adalah disiplin yang ditemukan kembali di dalam

tiap-tiap disiplin pastoral yang lain. Kegiatan pastoral sebelumnya diatur secara

vertikal dan kemudian dihubungkan secara horisontal. Dengan demikian

diperoleh gambaran kehidupan paroki yang beraneka warna. Aspeknya sebagai

berikut: pertama, kontak antara anggota jemaat, peneguhan dan pendampingan

satu sama lain dalam saat hidup yang sulit. Kedua, penyadaran dan pendalaman

yang pribadi dan religius lewat pelbagai proses instruksi serta pembagian

pengalaman (proses sosialisasi). Ketiga, solidaritas dengan orang beriman. Dan

yang keempat, kesaksian bersama dan perayaan bersama tentang Kabar Gembira

yang dianugerahkan kepada kita dalam Yesus Kristus.

Supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah


kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di surga, sesua
dengan maksud abadi, yang telah dilaksanakan-Nya dalam Kristus
Yesus, Tuhan kita. Di dalam Dia, kita beroleh keberanian dan jalan
masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-
Nya. (Efesus 3:10-12)

Bekerja sama mengandung dan menuntut perundingan serta

pembentukan kebijakan dan keputusan. Kerja sama dan organisasi itu terjadi

pada garis horisontal. Namun, akan terjadi juga pada masing-masing garis

vertikal. Yang mengatur kegiatan pastoral secara vertikal saja kurang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

mencerminkan realitas yang sesungguhnya. Hubungan horisontal antara liturgi

dan katekese jelas dalam perayaan Ekaristi. Dalam perayaan sakramen selalu ada

ruang untuk katekese.

De facto hubungan horisontal tidak selalu disadari umat. Perayaan di

Gereja pada hari Minggu masih sering merupakan oasis bagi jemaat, yang

merasa berat berjuang di dunia. Hubungan horisontal baru dapat berkembang

jika ada pandangan menyeluruh: terhadap kegiatan pastoral yang mungkin

diadakan dalam situasi tertentu, terhadap kebutuhan jemaat dan terhadap konteks

masyarakat dan penugasan Gereja setempat. Dalam kenyataan sosial jemaat

dapat dilihat bahwa komunikasi dan organisasi itu sedang mencari jalan baru

lewat pembentukan kader dan pembentukan dewan-dewan.

1) Kaderisasi

Jemaat menerima tanggung jawab baru serta diajak mempertanggung

jawabkannya. Hubungan dengan pastor yang diangkat uskup sering kabur dan

menjadi sumber ketegangan konflik. Persyaratan yang jelas untuk pengkaderan

sering belum ada, seleksi belum ada atau belum ada kriteria seleksi. Sering

hubungan baik lebih dipentingkan dari pada kemampuan. Perkembangan kader

awam di Gereja setempat telah mengubah baik peran pastor maupun peran

warga paroki. Pastor tidak lagi orang yang memegang segala-galanya dalam

tangannya. Ia berbagi tanggung jawab dan kegiatan pastoralnya dengan petugas

awam di paroki.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

Jika lebih banyak orang beriman menjalankan fungsi pastoral (dan tidak

selalu tersedia) maka dari pastor diharapkan tugas baru yang dahulu tidak

dikerjakannya yaitu: menginspirasikan, mengkomunikasikan, mendukung,

mengadakan evaluasi, mengkader dan memberi training; dan barangkali juga

merencanakan, memprogramkan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan.

Peran warga paroki juga: berubah tidak hanya oleh karena warga paroki menjadi

anggota dewan dan klompok kerja atau oleh karena ia menjalankan salah satu

fungsi yang resmi gerejawi. Disamping itu ia pun diharapkan dapat

menginspirasikan sesama orang beriman demi kesinambungan dan perluasan

hidup berparoki.

2) Dewan-dewan

Dengan makin berkembangnya tanggung jawab pastoral awam di paroki,

di samping dan dalam hubungannya dengan tanggung jawab pastor yang sampai

saat itu sering dipikul oleh pastor sendiri, berkembanglah badan atau dewan

yang menjamin adanya perundingan dan sumbangan jemaat terhadap kebijakan

paroki. Anggota dewan diharapkan mempunyai atau memperoleh pandangan

menyeluruh tentang keadaan di dalam paroki dan masyarakat. Menentukan

kebijakan berarti bahwa warga dewan itu harus memikirkan hari depan,

mendahului apa yang dipikirkan oleh orang banyak; harus mengambil keputusan

di mana ada banyak keinginan tetapi ada sedikit kemungkinan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

4. Kerja Sama: Pengetahuan Praktek Tentang Pembangunan Jemaat dan

Teologi Praktis

Asosiasi bebas mengidentifikasikan Pembangunan Jemaat dengan

penyadaran beriman, pengkaderan, dan munculnya tugas baru. Asosiasi itu

cocok sekali dengan pandangan para ahli Teologi Praktis; mereka membedakan

garis horisontal yang melintasi semua garis pastoral vertikal. Garis horisontal itu

ialah garis Pembangunan Jemaat. Diciptakan kemungkinan bagi hubungan

timbal balik antara teori dan praktek. Asosiasi adalah membuat pertalian antara

gagasan, ingatan, atau kegiatan panca indera.

B. Aspek Dasar Pembangunan Jemaat

1. Pembangunan Jemaat sebagai Teori atau Ajaran

Pembangunan Jemaat sebagai teori atau ajaran merupakan hasil refleksi

atas pengetahuan praktek dan pengolahan teori fundamental ilmiah. Walaupun

masih dalam bentuk yang sederhana, namun hasil ini sudah merupakan ajaran

mengenai Pembangunan Jemaat. Ajaran itu merupakan sistem pengertian dan

norma teologis dan sosial ilmiah yang dirumuskan demi tindak-tanduk

Pembangunan Jemaat. Dapat dikatakan juga bahwa pengertian dan norma itu

memberikan arah dalam pemecahan problematik Pembangunan Jemaat.

Pengertian teologis dan sosial ilmiah tadi dapat diungkapkan: lewat

pengertian yang lebih bersifat sosial ilmiah seperti bertindak fungsional,

bertindak terarah pada tujuan dan hasil serta bertindak secara proses,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

pengembangan organisasi, peningkatan partisipasi atau lewat pengertian yang

lebih bersifat teologis seperti: bertindak tanduk imani, jemaat beriman lokal,

umat Allah.

Sistem atau ajaran itu harus bersifat kontekstual, artinya

memperhitungkan aspek berikut: wujud dan kaidah empiris jemaat-jemaat

gerejawi, situasi aktual dan lokal di tempat jemaat berada, sifat dan kaidah

intervensi yang mau diadakan sehingga jemaat beriman dengan lebih baik

menjalankan penugasannya dan menjawab permintaan orang. Ajaran

Pembangunan Jemaat itu harus dapat diuji dengan apakah legitim menurut

norma dan pengertian teologis dan apakah efektif menurut penelitian empiris

tentang berfungsinya intervensi-intervensi yang termasuk metode Pembangunan

Jemaat.

2. Lima Aspek Dasar Pembangunan Jemaat

Ada lima aspek dasar Pembangunan Jemaat yaitu bertindak imani dan

rasional, bertindak fungsional terarah kepada tujuan dan hasil, bertindak menurut

tata ruang atau pengembangan organisasi dan mengaktifkan partisipasi. Dalam

bertindak rasional, tersirat aspek bertindak fungsional dan terarah pada tujuan

serta hasil dan sebagainya. Bertindak fungsional mencakup penataan waktu dan

sebaliknya. Demikian pula unsur lain dapat dikaitkan dengan keseluruhan dan

antar mereka sendiri. dalam Pembangunan Jemaat sekarang, kelima aspek inilah

yang selalu menjadi bahan refleksi.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

a. Bertindak Imani dan Rasional

Dalam Pembangunan Jemaat senantiasa terjadi kombinasi: antara

bertindak imani dan bertindak rasional, antara bertindak mengimani karya Roh

Kudus dalam Gereja dan yang merasa diteguhkan oleh tradisi yang diwariskan

serta bertindak yang secara rasional mengatur sumbangan jemaat serta

mengarahkannya kepada tujuan yang dapat terjangkau dan disamping itu

merancang dan menguji metode serta sarana untuk mencapai hasil yang sebaik

mungkin.

b. Bertindak Fungsional, Terarah pada Tujuan dan Hasil

1) Fungsional

Gereja adalah sarana manusiawi, lembaga manusia, organisasi sosial

yang dapat dituntut kualitas manusiawi tertentu dibidang kepemimpinan dan

manajemen. Cara berpikir itu legitim karena di dalamnya dirumuskan

keprihatinan agar: Gereja setia pada panggilannya dan mengadakan perbuatan

efektif yang merealisasikan panggilan itu

2) Terarah pada tujuan dan hasil

Untuk dapat merumuskan Tujuan dan hasil perlu mengadakan diagnosis

yang baik tentang pertanyaan dan kebutuhan masa kini. Tidak dapat berbuat

sesuatu untuk masa depan kalau tidak bertolak pada masa kini. Masa depan itu

penuh makna, jika apa yang menjadi pertanyaan dan kebutuhan sekarang akan

terpenuhi nanti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

Gerak dalam Gereja lokal terarah pada terpenuhnya janji Injil kini dan di

sini dalam Kristus. Hal itu menuntut bahwa Gereja memahami dengan baik

situasi masyarakat dan situasi religius gerejawi di mana manusia berada saat ini.

Pembangunan Jemaat ingin meningkatkan pelayanan Gereja, jemaat lokal agar

dapat bergerak secara efektif dalam situasi ini. Jemaat lokal perlu juga secara

berkala menyesuaikan tujuan serta tindak-tanduknya. Malah kadang perlu

mencari jalan serta sarana pastoral yang baru untuk melaksanakan tujuan baru,

memperluas usahanya kepada kelompok baru, dan memenuhi kebutuhan baru.

c. Bertindak Menurut Tata Waktu atau Secara Proses

Orang dapat memandang proses Pembangunan Jemaat dari dua segi:

orang dapat meninjau kembali sejarah dan melihat Pembangunan Jemaat sebagai

proses historis yang berlangsung sampai hari ini, juga dapat melihat keadaan

sekarang dan hari depan serta memandang Pembangunan Jemaat sebagai

tindakan intervensi untuk mempersiapkan, melaksanakan dan menstabilisasikan.

Pembangunan Jemaat dimengerti juga sebagai tindakan intervensi:

intervensi itu didasarkan pada kekurangan yang dilihat, kebutuhan yang tidak

terpenuhi dan cita-cita yang tidak terealisasi. Intervensi itu terarah pada

perubahan dan pembaharuan agar kekurangan di atasi dan cita-cita

terealisasikan. Pada hakikatnya dan secara sederhana, proses itu berlangsung

lewat tiga tahap yaitu, pertama: membuka orang akan perubahan atau start

(unfreezing), kedua: orang mulai bekerja atau pelaksanaan (moving) dan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

ketiga: menciptakan kondisi agar hasil yang tercapai dilestarikan, dimantapkan

atau penyelesaian.

d. Bertindak Menurut Tata Ruang atau Pengembangan Organisasi

Bagi cukup banyak orang beiman, istilah “organisasi” bertentangan

dengan “bertindak sebagai komunitas beriman”. Kalau organisasi diadakan maka

terjadilah “keterpaksaan”. Perlawanan terhadap organisasi dalam jemaat beriman

dapat dibandingkan dengan perlawanan terhadap rasionalitas serta bertindak

fungsional dan terarah pada hasil.

Organisasi tidak boleh disamakan dengan menata dan mendesak agar

hukum serta petunjuk gerejawi dipatuhi; juga tidak dengan mewajibkan orang

beriman agar berfikir sesuai dengan katekismus dan dogmatik. Organisasi tidak

hanya dan malahan tidak terutama menciptakan struktur. Atas dasar penelitian

yang seksama, pakar ilmu sosial seperti Hendriks dan Likert, menekankan

bahwa yang vital dan yang menjadi perioritas bagi jemaat adalah usaha usaha

menciptakan relasi yang baik antar manusia; menciptakan komunikasi terbuka

yang memungkinkan orang dapat berkembang menurut apa adanya (Hooijdonk,

1996: 72).

Dinamika sosial merupakan syarat bagi organisasi gerejawi agar dapat

berfungsi dan terarah kepada tujuan dan tugas Pembangunan Jemaat kiranya

dapat belajar banyak dari teori sosial dinamis ini; dan juga dari praktek dalam

hidup organisasi, ekonomi dan kemasyarakatan yang diinspirasikan oleh teori

itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

e. Mengaktifkan partisipasi

Metode ilmu sosial seperti pembangunan masyarakat dan pengembangan

organisasi mendorong dan menumbuhkan partisipasi yang aktif dalam proses

perubahan. Teologi bersifat normatif tetapi ilmu sosial mempunyai banyak

pertanyaan mengenai keadaan jemaat yang baru diaktifkan: sampai seberapa

jauhkah jemaat atau kelompok dalam jemaat sudah berkembang. Mengutip Jan

Hendriks, menunjukkan faktor-faktor yang merupakan prasyarat dalam jemaat

untuk merealisasikan cita-cita. Ia juga menekankan bahwa realisasi harus

berlangsung sebagai proses dan secara bertahap (Hooijdonk, 1996: 73).

Untuk membantu mengaktifkan jemaat diterbitkannya buku yang kedua

mengenai Pembangunan Jemaat dalam mana fokus diletakkan kembali pada

paroki yang menarik dan vital. Dari pihak sosiologi dan agama, perhatian ilmiah

justru diarahkan kepada yang disebut paroki biasa. Mereka mencari

kemungkinan bagi Pembangunan Jemaat untuk memperbaiki dan mengubah

paroki biasa itu: “oleh karena di situ masih terjadi bagian terbesar karya

pastoral” (Hooijdonk, 1996: 73). Sebagai proses agogsis (bersifat menuntun),

Pembangunan Jemaat harus dan mau bekerja dengan manusia yang beriman.

Agogi itu tidak mau memaksa atau menekan, melainkan mau mengadakan relasi

kerjasama yang fungsional untuk mencapai sesuatu. Agogi (aktivitas

memimpin/membimbing) mau bekerja sama sebagai rekan, dengan empati

terhadap orang lain dan sekaligus penuh perhatian terhadap perasaannya sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

3. Sebuah Model

Masih ada cara lain untuk memandang keseluruhan yaitu dengan bertolak

pada satu aspek fundamental saja. Cara memandang keseluruhan itu juga disebut

model. Aspek proses sebagai titik tolak untuk melihat keseluruhan. Hal itu

berarti bahwa Pembangunan Jemaat dikembangkan lewat fase-fase waktu. Maka

Pembangunan Jemaat secara proses: bersifat imani dan rasional, bersifat

fungsional dan tujuan serta hasil „oriented‟, menata ruang bertindak dalam

pengembangan organisasi, dan menggiatkan partisipasi jemaat pada proses.

Bertindak secara intervensi mempunyai waktunya sendiri, ada fase-fase

dalam proses. Masing-masing fase terdiri atas sejumlah (set) tindakan yang

memberi sumbangan karakteristik kepada proses. Dalam paragraf sebelumnya

sudah disebutkan tiga macam set tindakan, sesuai dengan teori Kurt Lewin: start

atau unfreezing, pelaksanaan atau moving, dan pemantapan atau freezing

(Hooijdonk, 1996: 60).

C. Pembangunan Jemaat sebagai Proses

1. Pengantar

a. Aspek Metodik

Manusia biasanya bertindak secara proses namun ia tidak selalu

menyadarinya. Dalam jemaat yang sedang mengembangkan diri sudah

berlangsung sejumlah proses, akan tetapi biasanya secara spontan, artinya

kurang disadari dan tidak sengaja. Dari tindakan proses secara spontan dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

dibeda-bedakan bertindak secara proses diatur secara sistematis dan terarah pada

tujuan. Bertindaknya yang demikian, sebagai intervensi dan merupakan aspek

metodik Pembangunan Jemaat.

b. Pembangunan Jemaat sebagai Proses

Proses adalah gerak dan perubahan, penataan waktu, pengembangan

dimana dapat dibedakan saat atau fase, tahap tertentu. Tahap-tahap itu

merupakan deretan situasi atau rangkaian tindakan (yaitu intervensi) yang

menyebabkan “situasi” tertentu. Secara global dapat dikatakan bahwa proses

mulai bergerak dari situasi awal yang kurang diinginkan menuju ke situasi akhir

yang kurang dikehendaki: melalui serangkaian tindakan yang membawa proses

menuju tujuan yang dikehendaki.

Pembangunan Jemaat dengan sadar mengatur waktu, mendeskripsikan

rangkaian tindakan yang termasuk satu fase, kemudian memulai fase itu dengan

memakai pengertian teoritis; tindakan selanjutnya akan disesuaikan dengan

tujuan yang mau dicapai, demgan konteks yang de Facto ada dan dengan

tercapai tidaknya hasil. Proses yang mementingkan unsur belajar dan dalam

mana pimpinan paroki berperan sebagai guru berbeda dengan proses dimana

inisiatif orang yang bersangkutan menjadi fokus pokok. Kemudian rantaian

tindakan atau fase ditentukan juga oleh pertimbangan kemungkinan atau taktik

yang dipakai. Tambahan pula dalam masing-masing fase dapat dibedakan teknik

dan sarana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

2. Dua Polaritas dalam Proses

Dalam studinya mengenai perkembangan organisasi C. Zwart, menyebut

dua polaritas yang fundamental: masa lalu ↔ masa depan dan cita-cita /

konsepsi ↔ kenyataan. Berfikir tentang masa depan jemaat lokal yang

membandingkan masa lalu dan masa kini dibedakan dengan berfikir tentang

cita-cita, konsep Gereja jemaat lokal itu yang membandingkan kenyataan

jemaat. Maka berpikir tentang teori masa depan tidaklah identik dengan berpikir

tentang realisasi cita-cita (Hooijdonk, 1996: 77).

Mencari jalan itu berarti mengatur kemungkinan-kemungkinan secara

sistematis, memikirkan untung ruginya, kalau perlu mengadakan eksperimen

dengan alternatif-alternatif sehingga akhirnya sampai pada pilihan yang paling

memungkinkan menuju hari depan yang dibayangkan. Polaritas kedua itu, yaitu

polaritas antara cita-cita dan kenyataan, dianggap unsur khas Pembangunan

Jemaat. Rasa tidak puas dengan situasi kini harus mendorong untuk berefleksi

atas asal usul Gereja. Kalau tidak maka tindakan pastoral kita yang sistematis

akan menjadi teknik yang kosong.

Dalam sejarah Gereja, khususnya pada masa kemunduran, gerakan

spiritualitaslah yang biasanya membawa pembaharuan. Sebagai contoh dapat

disebut gerakan spiritual Fransiskan dan Dominikan di abad pertengahan.

Berpikir tentang masa depan, pada dasarnya merupakan perbuatan iman. Karena

di dalamnya ada kesadaran bahwa Kerajaan Allah akan datang dan sudah

datang. Lagi pula kesadaran bahwa Kerajaan Allah dipercayakan kepada kita,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

sebagai bendahara. Oleh sebab itu, kita harus memeliharanya sehingga dapat

berubah seratus kali lipat (Luk 8:8).

3. Polaritas dan Pengembangan

Berpikir dalam polaritas adalah berpikir dalam dua pola yang saling

mengisi: masa lalu dan masa depan sebagai awal dan akhir proses, cita-cita dan

kenyataan sebagai ketegangan antara cita-cita dan relasi cita-cita itu. Ketegangan

itu mendorong ke perubahan aktif. C. Zwart lebih suka berbicara mengenai

perkembangan dari pada mengenai perubahan: masa depan berkembang dari

masa lalu sedangkan kenyataan sekarang berkembang dari citta-cita.

Pengembangan adalah pengembangan bertahap yang menghormati irama hidup

manusia (Hooijdonk, 1996: 79).

Pengembangan adalah campur tangan, intervensi, dalam perjalanan

historis paroki. Pengurus paroki dan para warganya harus bersedia menerima

serta membantu. Pengembangan merupakan rangkaian intervensi yang bersifat

cukup eksperimen. Pengembangan paroki tidak pernah selesai. Situasi dan

manusia senantiasa meminta orientasi ulang, eksperimen baru dan banyak

proyek baru. Kedua polaritas masa lalu ↔ masa depan dan cita-cita ↔

kenyataan dapat digambarkan dengan dua garis yang tegak lurus yang satu pada

lain sebagai berikut:


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

cita-cita

tahap-tahap PJ

masa lalu masa depan

ket:
PJ = Pembangunan Jemaat

kenyataan

Dari bagan tersebut tampak bahwa masa lalu mendahului dan

mempengaruhi fase-fase dalam proses Pembangunan Jemaat. Hal itu perlu

diperhitungkan dalam proses. Setiap fase horisontal mesti ada ketegangan

vertikal antara cita-cita dan kenyataan. Maju dalam perjalanan proses berarti:

bawa jarak antara cita-cita dan kenyataan makin kecil, atau bahwa cita-cita

makin dekat satu sama lain. Dapat dikatakan juga bahwa tujuan semakin

konkret, secara realistis dan semakin dapat terjangkau. Lagi pula dalam

berlangsungnya proses, kita mempelajari cita-cita manakah yang dapat menjadi

kenyataan.

4. Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem

a. Perspektif Aktor

1) Perspektif Aktor Horisontal

Perspektif aktor dapat kita gambarkan pada suhu horisontal yang

menghubungkan polaritas masa lalu dan masa depan. Kalau perkembangan

paroki mau terlaksana maka: para anggota paroki sendiri, secara aktif, harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

menangani proses perubahan dan demi itu, mereka sendiri juga harus mengalami

proses perubahan. Dari sudut perspektif aktor – para anggota paroki dan menurut

keterlibatan mereka dalam proses – dapat dibedakan dalam lima tahap yaitu

tahap orientasi, penelitian, perencanaan, pelaksanaan, dan pemantapan.

a) Tahap orientasi

Para anggota kelompok paroki semakin sadar bahwa perubahan

diperlukan. Kelompok kecil mempelopori proses perubahan. Pengamatan

pertama: permasalahan apa yang muncul; apakah para warga paroki mulai

menyadari bahwa perubahan itu penting bagi hari depan paroki serta merupakan

kepentingan mereka sendiri? apakah persetujuan terhadap proses perubahan iu

sudah meluas?

b) Tahap penelitian

Permasalahan yang sudah diamati diperdalam via diagnosis sistematis.

Untuk itu tersedia macam-macam model analisis. Bagi proses perkembangan

perlu sekali bahwa paroki memfasihkan diri dengan diagnosis dan prognosis.

Alangkah baiknya kalau paroki berhasil membuat diagnosis dan pragnosis diri.

c) Tahap perencanaan

Menurut teori proses, motivasi untuk menangani proses perubahan secara

efektif diransang, kalau umat paroki sendiri merumuskan tujuan yang dapat

terjangkau. Mereka perlu memilih apa ynag perlu dibuat sekarang, perlu juga

mengambil keputusan sehingga pelaksanaan perubahan terjamin: yaitu tentang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

pembentukan kelompok kerja, mengenai pengadakan eksperimen-eksperimen,

mengenai pencarian fasilitas personal dan material .

d) Tahap pelaksanaan

Pelaksanaan tergantung pada pembagian tugas serta tanggung jawab

yang baik; juga pada jelas tidaknya penugasan pimpinan yang akan

mengendalikan, mengkoordinasikan, dan mengontrol pelaksanaan.

e) Tahap pemantapan

Tujuan yang terjangkau serta tujuan kualitas itu perlu diidentifikasikan

dan diuji sehingga para pelaku proses merasa bahwa jerih payah mereka

menghasilkan buah.

2) Perspektif Aktor Vertikal

Menurut pendapat C. Zwart, bahawa perspektif aktor juga dapat

digariskan pada poros vertikal yang menghubungkan polaritas kedua: cita-cita

↔ kenyataan. Pembangunan Jemaat merupakan kegiatan ynag dikendalikan oleh

konsep teologis. Berpikir teologis, sebagai orang beriman mengenai masa depan

jemaat bersifat eskatologis. Kesadaran bahwa dalam Yesus dan Gereja-Nya,

keselamatan sudah ada ditengah kita dan sekaligus bahwa kedatangannya harus

mencapai kesudahannya, mengarahkan refleksi teologis dalam masing-masing

tahap proses. Pada setiap tahap diharapkan melihat dimensi iman dalam konsep

teologis itu (Hooijdonk, 1996: 82-83).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

a) Orientasi

Menjadi sadar berarti menjadi sadar sebagai orang beriman: apakah karya

gerejawi yang kita jalankan dalam praktek menjawab penugasan oleh jemaat

Gereja? Dari antara permasalahan yang kita alami, manakah yang penting dalam

rangka masa depan Gereja?

b) Penelitian

Teologi Praktis pertama-tama melihat kenyataan jemaat dan menentukan

apa yang menjadi batas bagi keterjangkauan. Kemudian Teologi Praktis

merumuskan permasalahan yang ada dalam konteks kemasyarakatan dan

gerejawi disitu. Teologi Praktis memberikan gambaran tentang faktor yang

menentukan pembangunan intern jemaat. Lewat hasil penelitian empiris, dapat

dimengerti apa yang sebenarnya terjadi dijemaat. Yang penting ialah bagaimana

kita sebagai gereja memandang perkembangan masyarakat dan Gereja.

Walaupun di Indonesia dampak modernisasi menjadi kabur oleh karena masih

kelihatan adanya pertumbuhan, namun kiranya sudah sampai waktunya untuk

menanyakan, dengan pandangan teologis manakah jemaat beriman menangkap

dan mengalami perubahan dalam masyarakat masa kini.

c) Perencanaan

Dalam tahap perencanaan ini akan melihat cita-cita. Melihat ke tahap

(pelaksanaan) dalam mana cita-cita itu akan di tempatkan di dalam dimensi

waktu. Hal itu artinya bahwa cita-cita harus diterjemahkan kedalam tujuan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

dapat terjangkau. Inilah pilihan yang sangat prinsipal. Disamping itu harus

memilih strategi. Paroki, sampai kini terutama sangat memperhatika liturgi. Di

masa depan, paroki harus lebih prihatin terhadap kebutuhan problem yang besar

dalam masyarakat.

d) Pelaksanaan

Tidak terutama lewat diskusi yang panjang melainkan lewat pelaksanaan

perubahan akan menjadi jelas latar belakan ideologis mana yang menghalangi

proses perubahan. Kemahiran hermeneutis – komunikatif dapat membantu untuk

menangani hambatan tersebut.

e) Pemantapan

Operasionalisasi tujuan yang sudah dipilih dan penyesuaian tujuan secara

terus-menerus agar dapat semakin terjangkau merupakan dasar bagi

pembentukkan kriteria evaluasi. Perasaan warga paroki sendiri bahwa cita-cita

mereka sedikit demi sedikit terwujud merupakan syarat yang paling baik bagi

pemantapan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

3) Polaritas dalam Perspektif Aktor

Model proses Pembangunan Jemaat


dari sudut perspektif aktor

b. Perspektif Sistem

Menurut ilmu pengetahuan sosial, kenyataan sosial dapat bertumbuh

menjadi kenyataan sendiri yang relatif independen dari subjek yang

membawanya. Kenyataan sosial itu dapat mendukung tetapi juga menekan

subyek itu. Perhatian terhadap kenyataan sosial yang kurang lebih independen

ini disebut perspektif sistem. Perspektif sistem menggaris bawahi kompleksitas

dan iterdependensi gejala sosial itu.

1) Perspektif sistem dalam lima tahap

Pada as (poros) horisontal kita melihat perkembangan sistem sebagai

objek perubahan dari masa lalu ke masa depan. Pada as vertikal kita melihat

ketegangan antara cita-cita dan kenyataan dalam sistem. Proses perkembangan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

dalam lima tahap sudah diolah bagi perspektif aktor. Untuk perspektif sistem

perlu diberi petunjuk sebagai berikut:

a) Model Jan Hendriks, jemaat yang vital dan menarik menyebutkan lima

faktor yang menurut dia paling penting bagi jemaat. Kelima faktor itu sudah

diuji secara ilmiah. Sistem terbuka Paul Dietterich tidak hanya menyebut faktor

di dalam melainkan juga faktor di luar sistem – inilah faktor dalam konteks

jemaat lokal. Model mereka bermanfaat bagi tahap penelitian (Hooijdonk, 1996:

86).

b) Mulai dari tahap perencanaan perlu diadakan pilihan. Pendekatan yang

dipakai dalam fase „planning‟ ini ialah pendekatan menurut fase. Maka ilmu

sosial suka berbicara tentang manajemen proyek. Bidang permasalahan dan

kelompok sasaran diseleksi. Kemudian membentuk kelompok proyek khusus

yang mulai menangani proyeknya dengan sarana yang tersedia.

c) Pelaksanaan baru dapat dikatakan efektif kalau hasil yang diharapkan

sudah mulai nyata atau dibuat nyata. De facto dalam praktek sering terjadi

bahwa hasil yang dicapai bukanlah merupakan cermin dari tujuan yang kita

rumuskan pada awal proses.

d) Dapat terjadi bahwa proyek demi perbaikan kepemimpinan dalam paroki

tidak terutama menghasilkan pemimpin yang lebih baik, namun menghasilkan

pengertian akan kesulitan masing-masing anggota dewan dan macam kesulitan

yang terdapat dalam hal memimpin dan mendampingi.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

c. Aktor dan Perspektif Sistem Terpadu dalam Satu Proses

Pengembangan

Kalau ingin membawa paroki lebih dekat pada tujuannya, maka harus

menggerakkan dan membentuk „person-person‟ dalam jemaat. Karena itu,

model pengembangan ini adalah „person-oriented‟. Model perkembangan yang

kedua adalah pengembangan relasi-relasi di paroki. Model perkembangan ini

terarah pada komunikasi, kerjasama, kepemimpinan, dan ruang untuk

pengembangan grup. Mengutip dari sosiolog Jan Hendriks berkata pula bahwa

paroki merupakan kenyataan sosial dan organisme dengan struktur dan

dinamikanya sendiri; kenyataan sosial tersebut kemudian mempengaruhi

dinamika dan aspek struktural dalam relasi dan dalam pejabat, aktivis, serta

pelaku pastoral (Hooijdonk, 1996: 88).

Menurut para sosiolog organisasi paroki merupakan jaringan relasi yang

bekerja sama dan yang bertujuan „oriented‟. Kalau jaringan relasi itu tersusun

dengan rapi dan jelas maka tindak-tanduk organisatoris jemaat terpengaruh

olehnya.untuk itu pengembangan paroki tidak hanya mencakup: perilaku pribadi

dan kebiasaan, pemikiran pribadi dan pola pemikiran, mentalitas pribadi dan

sikap, hubungan antar pribadi dan pola komunikasi, serta pembagian tugas dan

tanggung jawab antar pribadi. Melainkan juga mencakup prilaku dan cara

berpikir umat paroki sebagai totalitas, sebagai mana menjadi nyata dalam:

kebijakan paroki dan relasi tujuan, pilihan dan penilaian fungsi pastoral, cara

bermusyawarah dan komunikasi, serta pembagian tugas dan tanggung jawab.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

Maka pengembangan paroki baru lengkap kalau di dalamnya paroki berfungsi

sebagai totalitas.

5. Umpan Balik dan Evaluasi

Menurut teori proses perlu juga mengadakan umpan balik (feedback).

Feedback itu bukan saja pada tahap akhir melainkan juga sesudah setiap tahap

agar dapat mengetahui apakah proses memang menuju ke tujuan melalui

intervensi yang sebelumnya direncanakan. Umpan balik disebut juga evaluasi.

Teori evaluasi membedakan beberapa bentuk evalusi:

a. Evaluasi produk dan proses

Evaluasi produk menilai apakah tujuan yang dietapkan tercapai. Evaluasi

produk mengandaikan bahwa tujuan dirumuskan atau dioperasionalkan

sedemikian rupa sehingga sesudahnya hasil yang tercapai dapat diuji sesuai

dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam evaluasi produk, perhatian ditujukan

juga kepada latar belakang tujuan, pada visi, dan penilaian situasi. Evaluasi

proses memperhatikan perspektif aktor, keterlibatan peserta dalam proses, dan

komunikasi antara peserta dalam proses.

b. Evaluasi formatif

Dalam proses perlu menoleh kebelakang, mengadakan umpan balik:

melihat kembali pada permulaan, melihat kembali beberapa tahap sebelum tahap

aktual sekarang, melihat kembali permulaan tahap yang sekarang dikerjakan.

Dari tahap perencanaan, harus kembali ketahap penelitian. Evaluasi formatif


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

mensinyalir – sambil proses berlangsung lewat evaluasi proses atau produk

dimana proses berada dan apakah perlu dilakukan penyesuaian.

c. Evaluasi sumatif

Evaluasi sumatif tidak merupakan sarana demi kepentingan pribadi saja.

Pembangunan Jemaat mengadakan juga perayaan bersama. Dalam hidup orang

beriman, berkaryanya Roh tidak hanya mendapat wujud dalam pengalaman

hidup sehari-hari melainkan juga lewat pertemuan liturgis yang khusus dimana

orang beriman mengungkapkan rasa syukur mereka satu sama lain dan terhadap

Tuhan

6. Kelompok Pendamping

Berdasarkan ilmu sosial harus berhati-hati karena tugas kelompok

pendamping sangat kompleks. Masalah yang muncul terutama sehubungan

dengan profesionalitas tugas, kewibawaan, relasi dengan dewan-dewan dan

kelompok kerja yang lain dan lamanya proyek. Pembangunan Jemaat adalah

aktivitas pastoral baru. Aktivitas itu sering disebut kegiatan awam dan

dipercayakan kepada pekerja pastoral, seakan-akan tidak ada problematik dalam

hubungan dengan jabatan, van Kessel (1989) malah merumuskan argumentasi

teologis agar Pembangunan Jemaat sebagai aktivitas koinonial mendapatkan

tempatnya pada jemaat: laos – laikal (Kessel, 1997:1). Kalau membutuhkan

kualitas profesional maka diharapkan memberi kesempatan kepada pejabat laikal

untuk mengikuti pendidikan profesional yang memadai.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

D. Masing-masing Tahap dalam Proses

1. Tahap Orientasi: Pengamatan Pertama

a. Inisisatif

Inisiatif akan pembaharuan dapat dilakukan berbagai orang atau

kelompok di dalam atau di luar paroki. Secara global dapat dibedakan:

pemimpin pusat, pastor, dewan paroki dan orang atau kelompok lain.

b. Kontak

Perlu mengadakan kontak untuk menggerakkan proses pembaharuan,

untuk itu tokoh atau kelompok yang berpengaruh harus didekati. Meski pastor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

atau dewan paroki atau tokoh-tokoh lain mendapat banyak kritik, namun tidak

boleh tidak melibatkan mereka dalam usaha pembharuan. Tanpa usaha

pembaharuan mereka akan gagal. Disamping itu, perlu mendekati orang kunci

yang lain tanpa memperhitungkan apakah sikap mereka terbuka, tidak perduli

atau tertutup.

c. Menciptakan Kesediaan Membantu

Harus ada rasa tidak puas dengan situasi dari sebagian besar umat dan

diungkapkan dengan jelas. Orang kunci harus mendukung pembaharuan secara

faktual: tidak hanya pastor, melainkan juga pemimpin informal yang penting.

Perlu juga persetujuan warga jemaat yang seluas mungkin dan dimana mungkin,

partisipasi mereka. Akhirnya perlu juga memperhatikan faktor yang menentang

pembaharuan.

d. Pilihan Strategi

Strategi dapat berarti bahwa kita mencari bantuan seorang pakar. Dapat

juga bahwa mau mengadakan proses pengembangan yang panjang. Di dalamnya

ada kemungkinan seperti: strategi kerjasama, strategi belajar dan strategi aksi.

e. Perjanjian

Pada khususnya perlu membuat perjanjian tentang masalah atau masalah-

masalah manakah yang akan ditangani terlebih dahulu. Hal itu mengandaikan

bahwa masalah-masalah akan diinventariskan dan diatur menurut bobot dan

urgensinya. Kualitas perjanjian dan konkretnya perjanjian akan diukur dengan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

jelas. Pokok fase orientasi ialah supaya diadakan janji-janji yang

memungkinkan proses dimulai. Diagnosis yang mendalam, rumusan tujuan,

perencanaan kegiatan yang akan diadakan dalam fase-fase berikut.

2. Tahap Penelitian

Penelitian bertolak pada fase orientasi. Dalam fase orientasi, masalah

sudah dilokalisasi dan diberi interpretasi sementara; dicoba mengadakan

prioritas; kemudian diadakan perjanjian mengenai kerelaan untuk bekerja sama

dan kemungkinan untuk menangani masalah. Fase penelitian akan mengadakan

diaknosis dan prognosis formal: Penelitian mengamati masa kini dan masa lalu

dan kemudian mengadakan diagnosis.

a. Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem

Dari sudut perspektif aktor penting sekali kalau jemaat lokal membuat

diagnosis dan prognosisnya; atau membuat diagnosis-diri dan prognosis-diri.

Dari sudut perspektif sistem diperlukan – sesudah seleksi problem yang mau

ditangani – gambaran ikhtisar untuk mengidentifikan masalah. Ikhtisar itu

diperoleh dari model analisis. Ada bermacam-macam model analisis, pertama

model analisis mengutip dari Jan Hendriks ialah lima faktor: identitas, tujuan

serta pembagian tugas, struktur, kepemimpinan, dan iklim. Kedua, model sistem

terbuka mengutip dari Paul Dietterich. Paul Dietterich menggaris bawahi

pentingnya tiga faktor dalam konteks jemaat yaitu: faktor gerejawi, faktor

kemasyarakatan, dan faktor pribadi (Hooijdonk, 1996: 95). Masing-masing

faktor (dalam model analisis) akan menolong operasionalisasi penugasan Injili


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

sesuai dengan kenyataan dan kemudian melihat kenyataan itu dalam terang

penugasan Injili tadi (cita-cita norma).

b. Diagnosis

Profil analitis dengan bantuan konsep identitas menjawab kedua

pertanyaan berikut ini: siapa kita dan misi serta panggilan kita. Analisis dapat

diadakan juga berdasarkan konsepsi teoritis. Identitas menjawab kedua

pertanyaan berikut ini: siapa kita dan apa misi serta panggilan kita. Analisis

dapat diadakan juga berdasarkan konsepsi teoritis seperti: Gereja sebagai

institut, sebagai institut, sebagai organisasi, sebagai organisme atau berdasarkan

konsepsi identitas, kepemimpinan, tujuan dan tugas, struktur, iklim atau

berdasarkan konteks jemaat lokal: gerejawi, kemasyarakatan, pribadi

(Hooijdonk, 1996: 96).

Penelitian tidak boleh berhenti pada lokalisasi teoritis saja. Perlu mencari

sebab mengapa semangat sampai macet. Perlu mencari garis penghubung antar

gejala. Kiranya pembirokrasian terlalu menekankan institusionalisasi yang

berlawanan dengan gerak-gerak non-institusional dalam paroki, yang merupakan

ungkapan semangat awal dan tanda kegiatan Roh dalam paroki. Faktor yang

ditemukan via model analisis sering mempunyai segi terang dan segi gelap.

Misalnya ada kekurangan tenaga namun ada juga tenaga yang tidak dipakai; ada

masalah yang dianggap terlalu besar bagi paroki, namun ada kelompok lain yang

sedang menghadapi problem yang sama, tanpa diketahui oleh semua kelompok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

c. Prognosis

Prognosis dalam hal ini diartikan sebagai ramalan tentang peristiwa yang

akan datang. Prognosis sering dimulai dengan situasi yang diinginkan agar

situasi yang tidak diinginkan berusaha terlebih dahulu menunjukkan arah

tindakan pastoral di masa depan, prognosis yang merumuskan situasi yang

diinginkan berusaha terlebih dahulu menunjukkan arah tindakkan pastoral di

masa depan. Arah itu berfungsi sebagai penunjuk jalan. Petunjuk jalan itu harus

sejajar dengan pertanyaan identitas dalam diagnosis seperti tersebut di atas.

d. Petunjuk yang Membantu Prognosis

Skenario juga merupakan sarana ilmu sosial dalam proses

pengembangan. Sarana menjadi stimulans untuk berfikir tentang hari depan.

Skenario mau menangani masa depan secara kreatif dan didapatkan dengan

mengkhayalkan masa depan secara konkret. Masa depan itu sering merupakan

ekstrapolasi masa kini; walaupun tidak mutlak, ada empat macam skenario:

skenario trend, skenario pesimistis, skenario optimistis dan skenario balans.

1) Skenario trend memperluas data di luar data yang tersedia di masa kini

tetapi tetap mengikuti pola kecendrungan data yang tersedia itu. Misalnya

skenario trend menggambarkan hari depan lima tahun mendatang sambil

bertolak pada perkembangan (trends) yang ada dalam situasi sekarang.

2) Skenario pesimistis mengkalkulasikan pukulan dengan mendadak dapat

terjadi dalam lima tahun mendatang. Ada misalnya beberapa pastor muda yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

mati mendadak maka pekerjaan menjadi terlalu berat bagi pastor tua. Maka para

pastor tidak mau melayani lebih dari satu gereja. Lalau ditengah malapetaka itu

dicari seseorang yang berani mengambil keputusan, lebih baik seorang atasan.

3) Skenario optimistis mengandaikan bahwa dalam lima tahun mendatang

jumlah orang awam, pria dan wanita, sudah mencukupi untuk memimpin jemaat

lokal secara inspiratif.

4) Skenario balans merupakan keseimbangan atau balans antara skenario

trend dan skenario optimistis. Skenario balans dianggap realistis karena situasi

trend tidak dibiarkan begitu saja. Skenario balans prihatin terhadap urgensi dan

secepatnya perubahan dalam Gereja.

Tahap penelitian penting dalam proses pembangunan dan penentuan

tahap-tahap berikutnya. Tahap perencanaan mengoprasionalkan tahap penelitian.

Tahap pelaksanaan dan tahap pemantapn mengevaluasi hasil atas dasar apa yang

ditemukan dalam penelitian, baik dalam diagnosis maupun dalam prognosis.

3. Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan merupakan transisi dari tahap penelitian ketahap

pelaksanaan. Diagnosis diharap menunjukkan bidang aksi. Prognosis tidak boleh

berhenti pada skenario yang tidak menentu. Tujuan yang dapat terjangkau

diperlukan kalau mau sampai aksi. Fase perencanaan dibulatkan dengan

pengambilan keputusan karena program menjadi pelaksanaan lewat keputusan

yang diambil oleh mereka yang terlibat.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

a. Faktor Penghambat dan Pelancar dalam Proses Pengembangan

Faktor penghambat dan faktor pelancar dapat ditemukan lewat

brainstroming atau lewat dua kolom saja yaitu kolom penghambat dan kolom

pelancar sebagai berikut:

FAKTOR PENGHAMBAT FAKTOR PELANCAR

- Orang mempunya kepentingan supaya - Orang mempunyai kepentingan


situasi sekarang tidak berubah kalau situasi berubah menjadi
situasi yang diinginkan

- Perubahan yang tidak dikenal hasilnya - Perubahan berarti bahwa perlu


menimbulkan rasa yang tidak enak mencari lagi dilain tempat
dan tidak aman

- Situasi sekarang memiliki segi - Orang yang hingga sekarang tidak


menarik yang akan hilang kalau turut serta mempunyai
perubahan terjadi kemungkinan untuk terlibat dalam
situasi yang baru

Faktor penghambat dan pelancar ini perlu dipertimbangkan:

1) Menurut efektivitasnya, yaitu faktor manakah yang paling berpengaruh

pada terjadi tidaknya situasi baru?

2) Menurut kemungkinan memakai pengaruh itu, yaitu kalau pastor tadi tidak

ikut mendorong perubahan maka hampir tidak mungkin perubahan itu akan

terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

3) Menurut legimitas (keabsahan) perubahan, yaitu apakah perubahan yang

hendak diadakan dapat dibenarkan? Apa yang baik, membawa selamat, syalom,

bagi Gereja atau jemaat setempat? Pertanyaan mengenai legitimitas itu

merupakan pertanyaan sentral yang erat hubungannya dengan diagnosis dan

prognosis: siapakah kita ini sebagai Gereja dan apa misi kita?

b. Metode Kerja

Metode adalah cara bertindak yang cepat dan dipikirkan dengan baik

untuk mencapai tujuan. Penelitian ilmiah menguji metode: efektivitas,

keabsahan serta relevansi teologisnya bagi masalah aktual gerejawi dan

manusiawi. Dalam metodik Pembangunan Jemaat dapat dibedakan tiga

komponen teoritis yaitu: konsep, strategi, dan sarana. Sebagai konsep teologis

dapat dipilih struktur karismatis jemaat setempat. Menurut konsep itu orang

beriman harus sebanyak mungkin dilibatkan dalam karya paroki dengan

memperhitungkan pendapat dan kemampuan mereka. Strategi mengantisipasi

reaksi-reaksi dari pihak lain. Model-model strategi yang paling dikenal ialah

berikut ini:

1) Model pakar

Untuk menentukan jalan menuju hari depan dimintakan nasihat seorang

pakar; relasi dengan pakar yang membantu itu berhenti sesudah ia memberikan

advisnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

2) Model kerja sama

Penentuan jalan menuju kehari depan dilakukan dalam perundingan

antara pembimbing dengan yang dibimbing. Penentuan itu makin disesuaikan

dalam hubungan timbal balik terus-menerus antara pembimbing dan yang

dibimbing. Pembimbing mendorong pengertian dan kemampuan orang yang

dibimbingnya.

3) Model aksi

Jemaat sendiri terlalu besar, kurang dinamis, dan terlalu apatis untuk

mencari jalan lain. Dewasa ini sering dipakai aksi-aksi yang disiapkan dan

dipimpin dengan baik oleh kelompok aksi yang khusus dibentuk untuk itu.

4) Model belajar

Model belajar mempunyai kesamaan dengan model kerjasama: tidak

hanya perencanaan melainkan juga pelaksanaan terjadi dalam kerja sama antara

pembimbing dan yang dibimbing. Perencanaan, pelaksanaan dan pengolahan

adalah hal yang perlu dipelajari. Model kerjasama dan model belajar

membutuhkan waktu yang lebih panjang walaupun keuntungannya ialah bahwa

kedua model terakhir lebih meransang partisipasi.

c. Membuat Program

Program merumuskan bidang dalam mana aksi bergerak, tujuan yang

mau dicapai, dan langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Program
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

mengkonkretkan strategi yang diikuti, sarana yang digunakan, orang yang

dilibatkan, material dan keuangan ynag diperlukan. Program yang baik

merupakan buah pikiran yang konkret dan berlandaskan pada

pengalaman.namun program yang baik perlu diuji supaya efektif dan efisien.

Pertanyaan berikut ini dapat dipakai menguji program: Apa program konsisten

dengan konteks atau situasi?, Apakah program sejalan dengan pedoman intern

jemaat, dengan gaya manajemennya, dengan pandangan jemaat mengenai tugas

dan misinya?, Apakah proyek sesuai dengan sumber dana dan daya yang

tersedia?, Apakah resiko yang terkait dengan program dapat diterima?, Apakah

timing untuk program ini tepat? Atau perlu ditunda dulu? Dan apakah ada hal

lain yang perlu dipertimbangkan?

d. Proses Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan itu merupakan langkah tersendiri dalam tahap

perencanaan tidak ada gunanya melaksanakan keputusan. Pembangunan Jemaat

dari sudut perspektif aktor meminta partisipasi dan persetujuan sebesar mungkin

dari para anggota jemaat dalam paroki. Suatu masalah dapat memerlukan

pemecahan lain yang lebih cepat. Akan tetapi, proses yang lebih cepat pun

memerlukan prosedur pengambilan keputusan dengan saksama. Untuk itu perlu

rumusan progmasi yang baik. Rumusan program itu harus dipresentasikan oleh

pengurus kepada masing-masing kelompok kerja dan dewan paroki agar

diketahui dan didukung seluas mungkin.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

e. Catatan Tambahan: Manajemen Proyek

Manajemen proyek sedang menjadi objek studi sendiri. Unsur-unsur

manajemen proyek adalah:

1) Proyek memerlukan kelompok proyek. Kelompok proyek itu diatus secara

intern dan ekstern: yaitu seorang pemimpin proyek dan staf proyek.

Kelompok proyek perlu dideskripsikan dan harus ada pembagian tanggung

jawab dan wewenang.

2) Proyek terarah pada tujuan tertentu: maka perlu konkretiasi tujuan, kelompok

sasaran dan akhirnya juga hasil yang mau dicapai.

3) Proyek harus di tempatkan di dalam keseluruhan aktivitas paroki. Bagi orang

lain dalam paroki, proyek harus mendukung dan tidak mengganggu.

4) Maksud dan arti proyek menjadi jelas lewat pilihan yang dilakukan dan

keputusan yang diambil.

5) Proyek mempunyai konsekuensi bagi perkembangan konsep dan cita-cita

dalam jemaat. Akan tetapi juga bagi investasi manusia dan uang dalam

paroki.

Paroki perlu menyediakan kemungkinan untuk belajar, kalau mau mulai

bekerja secara proyek.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

4. Tahap Pelaksanaan

Dalam tahap pelaksanaan segala aktivitas perlu diorganisasi dengan baik.

Disamping tujuan konkret dan jelas yang sudah dibicarakan, aharus ada:

pembagian tugas, deskripsi tanggung jawab, penugasan orang dan kelompok,

penyesuaian tugas serta orang yang berssangkutan satu dengan yang lain, serta

komunikasi yang diperlukan untuk itu semua. Pengambilan keputusan tidak

hanya mendahului pelaksanaan. Pelaksanaan mengandaikan pengambilan

keputusan yang continue selama konkretisasi tujuan, mengenai sumbangan

perorangan dan kelompok, dan mengenai sarana yang akan dipakai. Perlu

disadari bahwa pelaksanaan proses Pembangunan Jemaat, iklim positif antara

warga jemaat dan kepemimpinan yang suportif merupakan syarat mutlak.

5. Tahap Pemantapan

Fase freezing adalah fase pemantapan yaitu konsolidasi situasi baru atau

menciptakan syarat yang menjamin bahwa hasil yang tercapai tetap terpelihara.

Termasuk fase pemantapan ialah evaluasi sumantif. Evaluasi itu mengenai dua

perspektif: perspektif aktor dan sistem. Permasalahan yang muncul di masa lalu,

baru sungguh terpecahkan, kalau pimpinan paroki dan warga paroki sudah

terbiasa dengan cara kerja yang baru. Pemantapan menuntut juga persyaratan

berdasarkan sistem parokial. Tidak hanya pribadi tertentu yaitu orang paroki,

yang harus berubah, melainkan juga paroki sendiri atau aspek paroki.

Perlu adanya perhatian khusus untuk manajemen proyek. Bekerja dengan

proyek-proyek menuntut organisasi karya paroki yang lain. Bekerja sama


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

dengan kelompok kerja membuka jalan untuk struktur baru. Konsekuensi

manajemen proyek yang pokok ialah desentralisasi pembentukan kebijakan dan

pengambilan keputusan dalam paroki. Sentralisasi berarti bahwa kelompok-

kelompok kerja terkonsentrasi dan tergantung pada dewan paroki. Hal yang

sama berlaku bagi pengembangan kebijakan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

BAB IV

PEMBANGUNAN JEMAAT SEBAGAI TEORI ILMIAH DAN

REKOLEKSI UNTUK MENINGKATKAN SEMANGAT PEMBANGUNAN

JEMAAT

A. Pembangunan Jemaat adalah Tindak-tanduk Religius dan Imani

Pembangunan Jemaat itu bukan pertama-tama menjadi pekerjaan

manusia, melainkan pekerjaan Roh Kudus. Memang Pembangunan Jemaat

telah mendapat stimulans yang kuat dari ilmu sosial, namun Teologi Praktis

harus berusaha agar sifat religius dan imaninya terjaga dan diperdalam.

1. Catatan Pendahuluan Pertama

Tidak mengherankan bahwa akhir-akhir ini para teolog menempatkan

Pembangunan Jemaat dalam perspektif yang lebih luas dari pada eklesiologi

tradisional. Dalam usaha teologisnya tentang Pembangunan Jemaat Prof. R. Van

Kessel menempatkan teologi mengenai Gereja tidak pada halaman depan,

melainkan dibelakang. Karena lebih dahulu harus dimengerti masalah

fundamental masa kini dan pokok-pokok inti Kabar Injil yang dapat membalas

problem itu, karena pokok-pokok inti itu menyentuh tujuan Gereja sampai pada

hakikatnya (Hooijdonk, 1996: 142).

2. Catatan Pendahuluan Kedua

Pembangunan Jemaat bersandar pada pengertian religius dan imani.

Manusia harus meraba-raba serta mencari-cari juga bahwa Allah mempunyai


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

Pesan, Firman pembebasan dan penebusan bagi masalah fundamental masa kini,

dan bahwa Pesan itu dapat diwujudkan dan dimengerti di tempat ini, dalam

jemaat ini. Paul Zulehner berkata:

Fungsi dasar setiap jemaat ialah hidup di tempat tinggalnya (maka dalam
ruang dan waktu) dan dengan demikian bagi orang lain memperagakan
apa maksud Allah untuk semua manusia: yakni supaya manusia itu luput
dari lingkaran ketakutan yang mematikan dan dibawah kuasa Kerajaan-
Nya dan dalam suasana penuh kepercayaan akan menjadi manusia seperti
Yesus – yang menjadi manusia seperti kita – dalam mana Allah sendiri
menjadi manusia (Hooijdonk, 1996: 143).

Maka Zulehner mengaitkan Kabar Allah mengenai pembebasan dengan

perwujudan Kerajaan Allah di dunia ini. Bertindak religius dan imani harus

dihubungkan dengan pengertian dasar bertindak komunikatif dan pembangunan

organisme gerejawi. Kaitan itu didasarkan pada keyakinan bahwa akan terjadi

eklesiogenesis jikalau komunikasi religius dan hubungan kerja sama religius

komunikatif yang baru mulai berakar di dalam umat Allah paroki dan lahir serta

disuburkan oleh iman sendiri (Hooijdonk, 1996: 143).

3. Kenyataan yang Lebih Tinggi Dari Pada Gereja

Schillebeeckx, menyebut Gereja penampakan – Sôma (badan)

kejasmanian Yesus yang telah dimuliakan. Akan tetapi pencurahan Roh Kudus

pada Pentakosta merupakan asal dan sumber kehidupan Gereja (Hooijdonk,

1996: 144). Menurut L. Boff:

Kesatuan antara kedua unsur ini kita temukan dalan Yesus sendiri. Dia
yang mati dan dibangkitkan menjadi kehadiran Roh Kudus yang terkuat
di dunia; dan Roh Kudus di dalam Gereja sudah menjadi kehadiran
Kristus yang bangkit dalam sejarah (Hooijdonk, 1996: 144).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

Pandangan Kristologis lebih menekankan Pembangunan Jemaat lokal

yang organis. Antara pandangan oganis itu ada yang mengaku adanya beraneka

ragam karisma dan fungsi dalam Gereja. Gert Schneider melihat model Tubuh

Kristus tidak sebagai model yang statis, melainkan dinamis. Katanya:

Jemaat baru dapat disebut jemaat dan baru terbentuk sebagai jemaat,
kalau orang perorangan berpartisipasi pada keseluruhan yang dianggap
sebagai organisme. Kesatuan terjadi dari praksis warga jemaat yang
masing-masing mempunyai identitasnya sendiri (Hooijdonk, 1996: 145).

Gert Schneider berpendapat juga bahwa pandangan organis tentang

Gereja tidak mengimplisitkan struktur hierarkis. Yesus Kristus adalah kepala,

Tuhan Gereja. Maka di dalam jemaat tidak ada perbedaan antara yang menjadi

Tuhan dan bawahan (Hooijdonk, 1996: 145). Pandangan hierarkis tidak bisa

begitu saja dikaitkan dengan pandangan kristologis yang organis. Pandangan

Pneumatologis (teologi mengenai Roh Kudus) menekankan Pembangunan

Jemaat lokal menurut karisma. Pandangan pneumatologis tentang jemaat lokal

bertolak pada kesamaan fundamental antara semua orang yang termasuk jemaat

lokal itu. Kesamaan fundamental ini mengimani bahwa semua orang menerima

Roh Kudus, yaitu dalam bentuk karisma yang berbeda satu sama lain.

Pandangan pneumatologis itu mencakup unsur hierarkis: ada karisma

kepemimpinan dan kepengurusan, ada karisma untuk merintis dan menunjukkan

jalan, ada karisma yang memprihatinkan kesatuan. Namun, Leonardo Boff,

karisma ini tidak menempatkan seseorang beriman di atas atau di luar jemaat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

melainkan justru di dalam jemaat dan demi kesejahteraan jemaat (Hooijdonk,

1996: 146).

Sejak Konsili Vatikan II terjadilah perubahan yang fundamental dalam

Gereja Katolik karena pelbagai gerakan dan cara berfikir terutama penyebaran

teologi Umat Allah. Namun, mengenai paham Umat Allah pun ada tafsir yang

berbeda-beda yaitu dari yang sangat konservatif (mempertahankan ajaran lama)

terhadap status quo (mempertahankan keadaan seperti itu saja) sampai

pendombrakkan dalam relasi antara imam dan awam (Hooijdonk, 1996: 146).

4. Kenyataan yang Lebih Jauh Dari Pada Gereja

Dalam jemaat lokal, orang beriman tidak diajak berkumpul hanya untuk

saling mengingatkan akan tindakan Yesus, melainkan juga untuk melestarikan

dan mengintensifkan keprihatinan dan pelayanan Yesus terhadap dunia.

Berkenaan dengan hal itu ada dua cara pendekatan:

a. yang dikendaki dan dilakukan oleh Yesus dianggap sebagai norma bagi

tindak-tanduk jemaat lokal. Sebaliknya, tindak-tanduk jemaat yang faktual

dinilai dengan norma dan kriteria yang diambil dari cerita hidup Yesus (meniru

Yesus).

b. Pendekatan kedua memperhitungkan konteks. Pendekatan itu mau

mewujudkan kepengikutan (discipleship) Yesus kedalam konstelasi masyaakat

ini, dalam realitas jemaat ini – eklesia (Gereja/jemaat) manusia – dan dalam

konstelasi (kumpulan orang) masyarakat ini (mengikuti Yesus).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

Diungkapkan fondasi kristologis (dasar yang kuat berkaitan ilmu tentang

Kristus) dan pneumatologis (teologi tentang Roh Kudus) serta sifat apostolis

(diutus Kristus) jemaat lokal. Namun, ada juga beberapa unsur fundamental

(mendasar) baru:

a. Jemaat lokal sebagai subjek. Dalam teologi tentang jemaat yang baru

muncul pemikian bahwa warga jemaat bersama-sama menjadi penanggung

jawab dan pembawa tindak-tanduk jemaat lokal dalam hal mengajar,

memelihara, melayani dan merayakan. Di tengah-tengah kebersamaan itu ada

jabatan dalam jemaat lokal sebagai pelayanan kepada Pembangunan Jemaat

lokal.

b. Pembangunan Jemaat bukanlah bangunan atas mana kita dapat merasa puas,

seakan-akan sudah selesai. Pembangunan Jemaat merupakan tindak-tanduk yang

senantiasa harus ditinjau ulang dan merupakan proses belajar yang terus

menerus, agar bisa menjawab penugasannya dengan lebih baik: dalam

kepercayaan bahwa perjanjian akan semakin menjadi nyata.

B. Pembangunan Jemaat adalah Tindakan Komunikatif

Dalam hubungan timbal balik antara praksis pastoral dan ilmu-ilmu

komunikasi telah berkembang teori mengenai tindak-tanduk pastoral dan

komunikatif yang dari sudut pengetahuan praktek dapat menjadi penting bagi

teori tentang Pembangunan Jemaat sebagai tindak-tanduk komunikatif.

Mewartakan, mengajar, memelihara, menggembalakan, melayani, merayakan

dan juga membangun merupakan bentuk komunikasi.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

Apa yang akhirnya dikehendaki Allah dalam seluruh umat manusia, ialah

datangnya keadilan dan kedamaian bagi mereka yang berkekurangan, bagi orang

yang lemah, yang miskin dan yang tertindas (Kessel 1997, 80-81). Yang khas

bagi gambar penguji ialah bahwa Kerajaan Allah sejalan dengan kebutuhan asasi

orang yang lemah dan tertindas di masa kini. Itulah sebabnya van Kessel

mengawili studinya tentang Pembangunan Jemaat dengan analisis mengenai

penghayatan kenyataan manusia modern. Sekaligus ia melihat perlunya

mengubah bentuk hidup Gereja menjadi tindak-tanduk komunikatif dalam iman:

Kalau mengatakannya dengan tajam, hal ini berarti: Gereja mulai berada
dimana orang spontan dengan jujur dan sungguh-sungguh saling
menceritakan kisah perjumpaannya dengan Allah dan secara bersama-
sama sampai kepada doa dengan menggunakan kata-kata dan gambar-
gambar yang dipakai dalam kisah tersebut (Kessel, 1997: 74)

Kemudian Schneider melihat komunikasi sebagai struktur dasar jemaat

(Hooijdonk, 1996: 150). Struktur dasar mencakup dialog, komunikasi dan kerja

sama kooperatif mendasari tindakan Yesus dan pembentukan jemaat setempat

atau Gereja-Gereja. Stuktur dasar komunikatif ini, menurut Schneider membawa

komunikasi lebih lanjut. Dalam jemaat lokal, dialog dan komunikasi harus

memungkinkan adanya hak berbicara dan membela kepentingan diri bagi pribadi

atau kelompok. Jika demikian, memelihara kebutuhan menjadi tanggung jawab

sendiri.

Secara prinsipal dan dengan memakai model tindakan yang teruji dalam

praktek para ahli teologi tersebut mengolah pemikiran bahwa Pembangunan

Jemaat adalah tindak-tanduk komunikatif. Tindak-tanduk komunikatif yang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

dimaksud adalah campur tangan yang bertanggung jawab dalam berkomunikasi

membangun jemaat . Tindakan komunikatif ini mengandaikan bahwa para warga

gereja sendiri membawa kisah riwayat hidupnya dan mengungkapkan kebutuhan

hidup mereka. Dengan memakai istilah sosial teoritis: Pembangunan Jemaat

bersifat komunikatif dan intersubjektif. Atas dasar pengertian teoritis ini maka

hal jemaat sebagai sesama subjek dalam Pembangunan Jemaat.

C. Pembangunan Jemaat adalah Pengembangan Organisme Gerejawi


1. Pengembangan
a. Oikodomè dan istilah agogis pengembangan

“Pengembangan” menambahkan sesuatu pada pengertian biblis

oikodomè (pembangunan), yaitu aspek “bertindak” atau “bertindak-tanduk”.

Pengembangan adalah pengertian agogis yang mencakup perubahan dan

pendampingan menuju perubahan pada manusia. Ada hubungan dengan

“pedagogi”, namun tidak menyangkut anak melainkan orang dewasa. Agogi

mendampingi orang dewasa agar mereka bisa menentukan hidupnya sendiri

dengan semakin matang.

b. Pembangunan serta pengembangan jemaat, pelayanan demi

terwujudnya keadilan Allah

Pengembangan jemaat beriman berati bahwa jemaat itu sendiri

mengambil inisiatif akan perubahan. Dalam rangka Pembangunan Jemaat

seorrang lazim berbicara tentang mengaktifkan jemaat dan tentang

meningkatkan patisipasi dalam segala bentuk, termasuk diciptakannya serta


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

berfungsinya dewan perunding dan pengurus. Dalam bahasa tindakan dapat

dikatakan: jemaat merupakan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan dalam bidang

personal, bidang meso-sosial gerejawi dan kemasyarakatan.

Pembangunan Jemaat sebagai pengertian agogis yang mencakup

perubahan harus mengakui kenyataan bahwa orang beriman dan kelompok

orrang beriman tidak hanya dapat menjadi subjek melainkan juga produk

perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Pembangunan Jemaat sebagai

tindak-tanduk agogis terarah pada pengaktifan jemaat lokal, agar jemaat itu bisa

menjalankan kebijakannya sendiri dalam situasi mereka. Menurut Firet,

menempatkan momen agogis ini dalam Teologis Praktis tentang tindakan

pastoral dalam arti luas. Tindakan pastoral didefinisikan sebagai tindakan

intermedier bagi kedatangan Allah dalam Firman (Hooijdonk, 1996: 155).

Tindakan pastoral dan tindakan agogis mempunyai kaitan makna yang

sama yaitu, “mengadakan hidup” serta “membuatnya bertumbuh” (Hooijdonk,

1996: 155). Dalam arti ini dapat kita katakan bahwa antara Pembangunan Jemaat

dan bertindak agogis ada kaitan makna yang sama yaitu: mendorong terjadinya

keadilan, berusaha agar orang (kecil) bisa “menjadi orang” dalam sejarah

manusia yang aktual ditengah relasi-relasi masyarakat lokal.

c. Pembangunan Jemaat, pengembangan dan pertobatan

Jemaat beriman berada dalam dunia sekular dimana manusia telah

menemukan kemungkinan rasional serta moralnya. Van Kessel mengatakan

bahwa Gereja-Gereja kurang mengerti arti kristiani proses sekularisasi (Kessel,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

1997: 16). Gereja-Gereja terlalu lama hanya menekankan efek sampingan

negatif dalam proses sekularisasi sebagai usaha legitim oleh manusia untuk

mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan yang diberikan Tuhan

kepadanya.

Dari sudut pandan teologis perubahan tidak sama dengan perkembangan

atau pengadaan hidup. Kadang-kadang manusia justru menentang apa yang

membawa hidup dan apa yang mendekatkannya kepada dirinya sendiri dan

kepada Tuhan. Hal itu tidak hanya terjadi dalam masyarakat, melainkan juga

dalam jemaat itu sendiri. hal itu tidak hanya terjadi dalam masyarakat,

melainkan juga dalam jemaat itu sendiri. Untuk perubahan yang sebenarnya,

perlu pertobatan dalam arti teologis penuh (Hooijdonk, 1996: 156).

Maka istilah pengembangan (dalam Pembangunan Jemaat) tidak hanya

berarti “menghidupkan dan mengaktifkan jemaat” melainkan juga dan terutama

menghidupkan jemaat sampai hidup baru, sampai metanoia, yaitu “pembalikan

hati”. Maka pertobatan berarti perubahan arah sebagai mana wajar bagi jemaat

yang telah masuk kedalam Tubuh Kristus, yang bangkit.

Metanoia mempunyai arti yang lebih luas. Dalam bahahasa Yunani

berarti perubahan pikiran, dalam konteks teologis ditafsirkan sebagai pertobatan.

Singkatnya, kita diajak mempererat hubungan satu sama lain sebagai

persekutuan iman; bersama-sama kita menemukan inti pokok sebagai jemaat

yaitu panggilan wahyu Allah dalam Kristus; jawaban kita ialah mengikuti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

Kristus dalam Roh-Nya. Salib yang dimuliakan adalah simbol yang

menghimpun kita dan menginspirasikan kehidupan kita secara mendalam.

d. Pengembangan: campuran dinamika dan struktur

Waktu menunjukkan dinamika bagi jemaat setempat; ruang menunjukkan

struktur. Dinamika dalam hal ini merupakan sebuah interarksi dan struktur

merupakan unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain yang mempunyai sifat

totalitas dan transformatif. Zwart, memakai istilah “pengembangan” agar kita

dapat berpikir secara bertentangan: putih atau hitam, dinamika atau struktur,

mempertahankan dan membuang. Paham pengembangan mencegah bahwa

perubahan dalam jemaat berarti hubungan dengan masa lalu putus. Masa lalu

dan masa depan jemaat harus dikaitkan dengan pengembangan masa kini. Yang

baru terjadi oleh metamorfose bertahap dari yang lama (Hooijdonk, 1996: 157-

158). Pembaharuan akan bertahan lama kalau terintegrasi dalam apa yang sudah

ada.

Kesinambungan didasarkan pada iman akan apostolistas (tugas

perutusan) jemaat. Kesinambungan didasarkan pula pada paham historis

sosiologis bahwa jemaat beriman secara konsisten membawa diri sebagai paroki

dalam arti gerejawi institusional, walaupun realitas sosial tidak selalu cocok

dengan apa yang oleh hukum secara tertulis ditentukan. Diskontinuitas

didasarkan pada paham historis sosiologis dan hermeneutis bahwa situasi

kemasyarakatan dalam mana manusia hidup berubah terus-menerus.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

e. Kesinambungan dan diskontinuitas

Zwart memperingatkan kita agar tidak mengira bahwa terjadinya

perubahan besar merupakan tanda khas untuk masa kini. Perubahan merupakan

tanda khas bagi keseluruhan sejarah manusia. Maka adanya perubahan adalah

hal yang biasa dalam sejarah (Hooijdonk, 1996: 159).

f. Percepatan frekuensi perubahan dan keraguan untuk memutuskan

Zwart memakai istilah percepatan perubahan: dalam arti bahwa interval

waktu antara perubahan yang satu dengan perubahan yang lain makin pendek.

Bersamaan dengan percepatan perubahan ini bertambahlah jumlah keputusan

untuk mengadakan perubahan dan pembaharuan (Hooijdonk, 1996: 159).

Pengembangan ingin memperkuat kemampuan orang beriman serta

jemaat lokal untuk mengambil keputusan mengenai masa depannya sendiri.

Tetapi kesulitannya ialah bahwa keputusan mengenai masa depan itu harus

diambil dalam konteks percepatan interval antara perubahan-perubahan. Akibat

dari itu, bertambahlah ketidak pastian mengena masa depan. Dapat dikatakan

bahwa secara global, dicukup banyak tempat di dunia sekarang, percepatan dan

ketidak pastian tadi merupakan karakteristik yang mempengaruhi organisme

sosial pada umumnya dan Gereja-Gereja pada khususnya.

g. Realisasi tujuan yang sistematis

Zwart bependapat bahwa perubahan organisme sosial terlaksana lewat

pengembangan realisasi tujuan yang sistematis. Realisasi tujuan yang sistematis


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

itu tidak sama dengan planing. Planing merupakan fase awal saja dalam proses.

Bertindak sistematis lebih dari melaksanakan rencana (Hooijdonk, 1996: 160).

Proses penahapan berarti bekerja selangkah demi selangkah. Memperhitungkan

kemampuan manusiawi, maka langkah itu harus bisa terjangkau.

Penahapan sistematis berarti bahwa langkah harus dapat dibedakan

sebagai stadia; dan bahwa stadia itu mengikuti urutan waktu yang tidak bisa

dibalik, kecuali kalau proses macet. Namun kalau macet maka proses juga tidak

begitu saja dimulai dari permulaan. Memfasekan proses hanya lewat fase

planing dan pelaksanaan tampak terlalu simplistis. Realisasi tujuan baru menjadi

sistematis kalau manusia didinamisir dan penahapan distrukturkan. Hal ini tidak

sama dengan planing.

h. Keterbukaan akan hari depan

Keuntungan konsep Pembangunan Jemaat sebagai pengembangan ialah

bahwa hari depan jemaat lokal pada dasarnya terbuka. Pelayanan tindakan

agogis (memimpin/membimbing) terhadap relatio auctifica (meningkatkan

hubungan) dengan Allah menginplisitkan juga keterbukaan terhadap kedatangan

Roh Allah sebagai subjek Pembangunan Jemaat dan juga keterbukaan terhadap

kedatangan keadilan Allah dalam dunia sebagai tindakan eskatologis; tentu saja

di dalam dan oleh aktivitas jemaat lokal.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

2. Pengembangan Organisme Gereja

a. Oikodomè dan pengembangan organisasi gerejawi

Firet, menunjuk pada diskusi yang pernah diadakan diantara teolog-

teolog protestan, mengenai pertanyaan apakah Gereja Perdana merupakan

kolektivitas (perihal/keadaan), yang dibangun dari bawah tanpa kaitan yang

sangat ketat; ataukah kenyataan sosial yang sudah terbentuk dahulu (Hooijdonk,

1996: 162). Diskusi itu mencapai konsensus bahwa sejak masa awal Gereja, para

orang beriman diterima dalam jemaat yang sudah terbentuk. Diskusi itu

memperkuat pengertian historis orang Katolik tentang kenyataan jemaatnya

sendiri.

Pembangunan Jemaat sebagai pengembangan agogis (memimpin/

membimbing) ditujukan kepada jemaat secara keseluruhan. Dari sudut

keseluruhan ini ditentukan arah proses dan siapa, orang dan kelompok, yang

menjadi sasaran. Tanggung jawab sendiri, penentuan diri, dan relasi tujuan

secara sistematis didekati dari totalitas jemaat lokal sebagai kenyataan sosial

yang sungguh-sungguh berbeda.

Yang ingin dihindari ialah bahwa organisme dipakai secara psikologis


yang menimbulkan kesan seakan-akan jemaat bertindak sebagai person
individual, dengan pandangan, sikap dan kelakuan perorangannya.
Jemaat orang beriman sebagai organisme adalah realitas sosial. Sebagai
organisme jemaat itu merupakan kenyataan manusiawi dan spiritual.
Oleh karena itu, perlu berbicara tentang identitasnya yang khas, norma
serta nilainya yang khas dan spiritualitasnya yang khas (Hooijdonk,
1996:163).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

D. Pengamatan Situasi Sekarang dan Pengalaman Masa Depan

1. Catatan Pendahuluan Pertama: Polaritas antara Situasi Sekarang dan


Hari Depan

Pada umumnya dalam proses perubahan dibedakan antara masa kini dan

masa depan. Demikian pula halnya dalam proses Pembangunan Jemaat. Kedua

waktu itu dibedakan, agar perubahan yang terjadi dapat diamati dengan jelas.

Dalam kutipan Jürgen Moltmann diungkapkan bahwa pengharapan menjadi

penghubung antara kedua waktu tersebut.

Hanya pengharapan dapat disebut realistis, karena pengharapan sajalah


secara serius memperhitungkan segala kemungkinan yang teresap dalam
realitas. Kejadian dalam situasi oleh pengharapan tidak dianggap sebagai
hal statis, melainkan sebagai hal yang bergerak dan berjalan dan yang
mempunyai kemungkinan untuk berubah. Itulah sebabnya pengharapan
serta antisipasi terhadap masa depan merupakan pengamatan yang
realistis tentang apa yang mungkin demi masa depan. Pengharapan itulah
yang menyebabkan semuanya bergerak dan bertahan dalam perubahan
(Hooijdonk, 1996: 164)

Mengingat sifat komunikatif dan agogis (memimpin/membimbing) yang

ada pada Pembangunan Jemaat perlu ditambahkan satu kata yaitu bersama.

Maka dibicarakan tentang pengamatan situasi konkret bersama dan tentang

pengamatan masa depan bersama.

2. Catatan Pendahuluan Kedua: Dinamika Ganda dalam Pembangunan

Jemaat

Pembangunan Jemaat digerakkan oleh dinamika ganda:

a. Allah menugaskan jemaat untuk menggerakkan tindakan penyelamatan-Nya

dan memperlihatkan bahwa ia bermaksud baik dengan manusia; penugasan ini


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

harus dijalankan dalam dunia masa kini, yaitu dalam konteks masyarakat yang

historis (waktu) dan pluriform (ruang).

b. Dari pihak lain, manusiaa sendiri harus mengungkapkan kebutuhan dan

kerinduan kita yang terdalam. Pembangunan Jemaat adalah tindakan

komunikatif. Di dalam persekutuan jemaat, mengkomunikasikan bagaimana

manusia sendiri mengalami tindak-tanduk Allah terhadap sesama dan

membandingkannya dengan kebutuhan hidup pribadi sendiri yang paling

fundamental.

Agar perantaraan penyelamatan serta relasi tujuan berhasil, perlu

memperhatikan kebutuhan dan keinginan warga jemaat serta kemampuan

mereka untuk menjalankannya. Itulah sebabnya, Pembangunan Jemaat berada

dalam polaritas antara pengamatan situasi sekarang dan pengamatan masa

depan. Intersubjektivitas dan komunikasi merupakan karakteristik bagi usaha

berteologi. Berfikir secara teologis tidak merupakan privilise elite universiter

(hak istimewa kaum terpilih di perguruan tinggi). Pengamatan kebenaran

mengenai maksud Tuhan dalam situasi jemaat yang konkret adalah urusan

semua anggota jemaat dan bukanlah urusan pakar teologi belaka.

3. Kontekstualisasi dalam Pengamatan Situasi dan Masa Depan

Kontekstualisasi tidak terutama berarti bahwa kita memperhatikan

kebudayaan-kebudayaan dalam mana kristianitas dan Gereja memperoleh

bentuknya. Yang disebut konteks ialah situasi sekarang yang ditentukan oleh

banyak faktor: masa lalu, sekarang dan masa depan, termasuk faktor perubahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

nilai dan segala kekaburan yang menjadi akibatnya. Perlu menggaris bawahi

bahwa kontekstualisasi itu merupakan aspek penting dalam Pembangunan

Jemaat. Kontekstualisasi itu merupakan aspek penting dalam Pembangunan

Jemaat. Kontekstualisasi membuat Pembangunan Jemaat menjadi proses yang

relevan.

a. Apa yang dimaksudkan dengan kontekstualisasi?

Kontekstualisasi berarti bahwa lingkungan masyarakat, tempat jemaat

berada akan mengungkapkan diri dan ikut berbicara; bahwa terjadi hubungan

timbal balik antara pengertian tentang kenyataan manusia yang diberikan oleh

masyarakat dan pengartian yang diberikan oleh tradisi kristiani dan gerejawi.

Hubungan timbal balik itu tidak begitu saja terjadi oleh karena kedua pengartian

itu dapat berbeda secara fundamental.

Konteks jemaat lokal dapat berbeda-beda coraknya kalau dipandang dari

segi sosiologis. Yang spesifik bagi kebanyakan paroki dan jemaat ialah

organisasinya yang mensosial, maka konteks jemaat lokal pun terutama

berpengaruh pada nivo mesososial. Ada aspek konteks yang main peranan atau

yang seharusnya main peranan, misalnya:

1) Konteks katolik dan ekumenis; hal itu berarti bahwa paroki dan jemaat

mebagi-bagi katolisitasnya dengan paroki dan jemaat yang lain, serta dengan

kelompok kristiani yang punya (atau tidak punya) hubungan dengan salah satu

Gereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

2) Konteks politik; politik itu ialah politik lokal atau efek politik provinsi

terhadap situasi lokal, misalnya: politik transmigrasi, politik mengenai lokasi

industri.

3) Konteks ekonomi; yang dimaksud ialah kegiatan lokal. Hal pengangguran

dan kemungkinan untuk berhasil dalam „job hunting‟ (berburu pekerjaan) dinilai

berdasarkan situasi lokal. Sejauh manakah paroki bisa mengembangkan

wiraswasta kecil.

4) Konteks sosio agama; apakah pernah diselidiki sejauh manakah proses

industrialisasi mempengaruhi religiositas jemaat kita?

Masih banyak lagi aspek konteks mesososial, yaitu: Konteks keadilan;

makin banyak berita dalam surat-surat kabar mengenai orang kecil yang

diperlakukan secara tidak adil oleh orang kuat. Jemaat dan paroki bergerak pada

nivo mesososial. Maka memperhatikan hidup bermasyarakat dan hidup

menggereja pada nivo mesososial pula. Hal yang paling inti itu ialah sikap

terhadap orang yang tidak kuat, tidak berkuasa, yang lemah, kecil dan miskin.

Terhadap konteks lokal dengan banyak aspeknya, jemaat dipanggil untuk

membenarkan diri sebagai umat Allah atau memperlihatkan identitas di atas.

Maka jemaat diajak mendengarkan apa yang terjadi dalam konteks itu dan

mempertimbangkanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

b. Nivo makrososial

Dalam Gereja Katolik, paroki lokal tidak bisa dilihat lepas dari nivo

(tantaran/tingkatan) makrososialnya seperti keuskupan, kepengurusan

keuskupan, uskup sendiri. De facto pernyataan dan ungkapan uskup

mempengaruhi pernyataan di jemaat. Kata van Kessel:

Apa saja yang berlaku bagi Gereja sebagai Gereja (makrososial), berlaku
pula bagi semua perwujudan serta penampilannya yang lokal (meso dan
makro). Diferensisasi dalam perwujudan lokal ini tidak tergantung pada
keputusan kebijakan yang diambil pada nivo makro, melainkan pada
seluk-beluk situasi lokal itu sendiri – ruang dan waktunya – dimana
jemaat dipanggil untuk mewujudkan identitasnya (Hooijdonk, 1996:
169).

Kontekstualisasi ingin memperhitungkan unsur yang disebut van Kessel

itu: seluk-beluk situasi menurut waktu dan ruang, sejarah lokal, organisasi

politik, ekonomis, sosial dan gerejawi setempat. Dalam aspek inilah jemaat

diminta menampilkan diri sesuai dengan identitasnya. Gereja lokal tidak bisa

mengerti dan menjalankan tugasnya mengenai Kabar Penyelamatan dalam dunia

jika tidak berhubungan dengan konteksnya. Untuk itu perlu menciptakan ruang

organisatoris sehingga mereka yang menjadi subjek aktivitas pastoral dilibatkan

dalam kontekstualisasi itu. Liturgi, pewartaan, katekese, pastorat, koinonia

menentukan bersama identitas jemaat lokal.

4. Konteks dan Kebenaran

Dalam pengamatan situasi sekarang dan masa depan, konteks dan

kebenaran terkait satu sama lain, seperti subjek dan objek terkait satu sama lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

Dalam kontektualitas Pembangunan Jemaat lokal itu masyarakatlah yang diberi

ruang untuk mengungkapkan diri. Nivo (tantaran/tingkatan) sosial (meso) dan

sektor-sektor masyarakat digambarkan secara ringkas. Dalam Pembangunan

Jemaat, nivo dan sektor itu perlu dipelajari lebih lanjut agar sumbangan

masyarakat sebagai konteks jemaat betul-betul terjamin.

Sektor-sektor masyarakat yang termasuk konteks jemaat lokal,

ditemukan yang disebut subjek yang mengartikan realitas manusia dalam

masyarakat. Interpretasi dan pengartian hidup itu dalam masyarakat sendiri

sering berbeda-beda. Perbedaan itu disebabkan oleh kepentingan yang berbeda

pada orang atau kelompok tertentu.

5. Bersama Mengamati Kebenaran dalam Situasi Konkret dan Masa


Depan

Perubahan dalam hidup bermasyarakat dan beragama diinterpretasikan

secara berbeda-beda. Akibat perbedaan interpretasi itu diusulkan pemecahan

yang sangat berbeda pula. Yang kurang dalam jemaat ialah komunikasi tentang

latar belakang fundamen itu; sehingga untuk mencapai konsensus lebih sulit lagi.

Pembangunan Jemaat membutuhkan konsensus mengenai apa yang sedang

berlangsung dalam konteks, maka perlu dicari bersama pengartian hidup

manakah yang ditekankan dalam konteks dan kepentingan-kepentingan manakah

yang diperjuangkan oleh kelompok tertentu. Usaha disebut pengamatan bersama

tentang kebenaran. Pentinglah bahwa semua warga boleh berbicara dan

menyumbangkan pemikirannya, tetapi tidak boleh terjadi bahwa satu pemikiran

menguasai yang lain.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

6. Pengamatan Situasi dalam Terang Injil

a. Pengamatan Situasi: Modernisasi

Modernisasi dimungkinkan oleh kemajuan teknologi yang pesat yang

berlangsung di dunia masa kini di mana-mana, namun tidak secara merata.

Seluruh proses ini di Indonesia dirangkum dengan istilah pembangunan.

Menurut sosiologi gejala industrialisasi biasanya disertai oleh proses urbanisasi,

artinya bahwa makin banyak orang pindah dari desa ke kota. Modernisasi

membawa perubahan dalam skala nilai. Nilai yang penting dalam kebudayaan

agraris lama-kelamaan tidak berlaku lagi dalam kebudayaan industri. Dalam

kebudayaan agraris, relasi manusia dengan alam merupakan nilai sentral.

Dalam rangka modernisasi dan sehubungan dengan perubahan dalam

skala nilai, Paus Yohanes Paulus II mendesak supaya menciptakan bahasa

pewartaan baru yang dapat dimengerti oleh orang beriman dan manusia jaman

ini. Suasana modernisasi memperkuat individualisme (paham yang menganggap

diri sendiri lebih penting dari orang lain). Salah satu gejala individualisme ialah

nepotisme (kecendrungan mengutamakan atau menguntungkan orang terdekat

yaitu keluarganya) . Dalam rangka ini muncul juga yang disebut sekularisasi.

Sekularisasi adalah proses dimana manusia makin mengerti dunianya –


yang berdimensi ruang dan waktu – sebagai tempat yang dimaksud untuk
diciptakan kembali; sebagai „chaos‟ (kekalutan) yang oleh manusia harus
dijadikan „kosmos‟, yaitu tempat yang penuh makna dan layak didiami
(van Kessel, 1997: 16)

Sikap negatif Gereja terhadap sekularisasi sudah ada sejak jaman

Pencerahan. Sering Gereja secara berat sebelah menekankan dampak negatif


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

114

sekularisasi. Sebetulnya, proses sekularisasi merupakan proses emansipasi bagi

manusia kearah kebebasan dan tanggung jawab. Dengan melibatkan diri

kedalam dunia serta berusaha memperbaikinya maka manusia membebaskan diri

dan dunia. Yang mulai sebagai penugasan dalam “teologi penciptaan” menjadi

pembebasan dalam “teologi exodus”. Sekularisasi menolong untuk mengamati

kebenaran tentang manusia.

Dunia harus dibangun dengan kebebasan dan tanggung jawab sehingga

menjadi dunia di mana manusia Indonesia dapat mengembangkan diri sesuai

dengan kebutuhan dasar serta cita-citanya yang luhur. Jelaslah, bahwa arah

pembangunan atau perubahan, melalui penguasaan teknik serta kebebasan yang

lebih besar untuk bergerak dan berkembang tak dapat dielakkan lagi.

b. Dalam Terang Injil

Melalui proses sekularisasi manusia belajar mengenai kebenaran

disekitar keberadaan manusia, yaitu manusia dengan kebebasan serta tanggung

jawabnya dipanggil untuk mengolah dunia lebih lanjut secara baru sesuai dengan

perkembangannya yang tidak pernah berhenti. Pengamatan kenyataan manusia

dalam jemaat kristiani dilaksanakan dalam terang Injil. Van Kessel dalam

bukunya Enam Tempayan Air menulis bahwa Injil adalah berita kesukaan bagi

dan dari orang miskin. Injil adalah berita pembebasan. Penebusan berarti

pembebasan dari penindasan, keadaan tidak berdaya dan tidak kuat

Pembebasan berarti menjaadi merdeka dan berada pada taraf yang sama

dengan sesama manusia; menjadi bertanggung jawab sendiri terhadap hidup


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115

pribadi dan sosial. Dalam bukunya Enam Tempayan Air, van Kessel

menerangkan bahwa dewasa ini dalam jemaat ada krisis rohani yaitu krisis

dalam iman akan Allah. Kebenaran tentang Allah kadang-kadang kurang jelas

atau malahan kurang tepat.

Dalam pengamatan proses sekularisasi, tidak hanya bertemu dengan

Allah sebagai Pencipta melainkan juga dengan Allah sebagai Pembebas. Allah

yang menciptakan adalah Allah yang membebaskan kita dari sengsara yang tak

terelakkan. Manusia dapat mengambil bagian dalam pembebasan dengan

kebebasan serta tanggung jawabnya sendiri. Situasi politik, ekonomi dan sosial

dapat berubah. Orang yang miskin dan tertindas dapat menjadi bebas dan

sederajat dalam relasi-relasi kemasyarakatan. Asal mengimani Allah juga

sebagai Pembebas yang mengantar umat-Nya keluar dari Mesir. Namun de facto

selalu ada bahaya bahwa umat katolik kurang mengerti Injil orang miskin.

E. Rekoleksi dalam Rangka Meningkatkan Semangat Pembangunan

Jemaat

Dalam setiap bab sebelumnya membahas berbagai macam topik mengenai

Pembangunan Jemaat. Dari kenyataan yang ada, masih terkendala banyak faktor

SDM, kesadaran para katekis untuk melayani Gereja dan Pembangunan Jemaat

hanya cukup dimengerti artinya saja tanpa ada niat untuk tindak lanjutnya. oleh

karena itu pada bagian ini dibahas mengenai usulan rekoleksi yang dapat

diberikan pada katekis di paroki Santo Fidelis Sejiram. Rekoleksi ini dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

116

tujuan membantu katekis untuk lebih semangat lagi dalam berperan aktif

memberikan pelayanannya lewat Pemembangun jemaat.

Dalam bab ini diusulkanlah program rekoleksi yang nantinya akan

membantu membangkitkan dan menghidupkan semangat pelayanan dalam

Pembangunan Jemaat di Paroki Santo Fidelis Sejiram. Pada bagian ini akan

diuraikan mengenai rekoleksi dalam rangka meningkatkan semangat. Dengan

tema besar rekoleksi adalah “Bersama Yesus Menjadi Misionaris Sejati”. Tema

utama dibagi lagi menjadi tiga sub tema yaitu: Meneladani Yesus dalam

Tanggung Jawab Sebagai Katekis, Pembangunan Jemaat Sebagai Tugas

Misioner dan Semakin Mantap Menjalani Tugas Perutusan.

1. Program Rekoleksi Sebagai Usaha Meningkatkan Semangat Katekis

Dalam Pembangunan Jemaat Di Paroki Santo Fidelis Sejiram,

Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat

a. Pengertian Program Rekoleksi

Dalam bahasa Inggris terdapat istilah re-co-llect yang berarti

mengumpulkan kembali. Dalam buku “Membimbing Rekoleksi”, dijelaskan

pengertian rekoleksi yaitu sebagai usaha untuk memperkembangkan kehidupan

iman atau rohani (Mangunhardjana, 1984: 7).

Terdapat berbagai macam rekoleksi berdasarkan waktu

penyelenggaraannya yang ditulis berdasarkan inspirasi dari buku Membimbing

Rekoleksi (Mangunhardjana, 1984: 17), yaitu: periodik selama sepanjang tahun,

seperti rekoleksi imam dan biarawan-biarawati yang dilakukan satu bulan satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

117

kali; periodik bukan selama sepanjang tahun, melainkan hanya dalam masa-masa

liturgis tertentu, seperti rekoleksi dikalangan umat selama masa Adven atau

Prapaskah yang diadakan setiap minggu, Aksidentil tidak tetap, karena

berhubungan dengan peristiwa penting tertentu, seperti pelantikan pengurus

Mudika, terpecahkannya masalah dalam sebuah keluarga, dan sebagainya;

Aksidentil tanpa ada hubungan dengan peristiwa atau peringatan tertentu,

melainkan karena sedang ada minat, biaya, waktu dan ada pendampingannya

seperti rekoleksi keluarga Katolik lingkungan.

b. Latar Belakang Program Rekoleksi untuk Meningkatkan Semangat

Hidup dalam Pembangunan Jemaat

Pembangunan Jemaat terutama di lokasi dimana penulis berasal yaitu di

paroki Santo Fidelis Sejiram masih menemui berbagai macam hambatan baik

dari faktor SDM sampai faktor lokasi yang sulit dijangkau oleh transportasi.

Selain itu pula sering dijumpai bahwa SDM katekis cukup banyak tersebar di

desa-desa sekitar paroki namun tidak banyak yang bergerak sebagai tenaga

gereja untuk membantu pewartaan dan pelayaan di tengah jemaat. Bahkan

banyak katekis yang kenyataannya hanya menganggap dirinya guru agama

memiliki berbagai macam alasan untuk tidak ikut dalam setiap kegiatan

menggereja. Seperti halnya beralasan banyak kesibukan sehubungan dengan

tugasnya sebagai guru disebuah sekolah, kemudian beralasan masih banyak

pekerjan lain di ladang atau perkebunan yang harus diselesaikan. Sehingga

tenaga katekis yang seharusnya cukup banyak dan memadai untuk melanjutkan

Pembanggunan Jemaat terhalang oleh kurangnya kesadaran melayani Gereja.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

118

Katekis memang sebagai pelayan Gereja, namun dalam hal ini sosok

seorang katekis yang dicerminkan oleh Yesus masih kurang tampak di dalam

diri katekis itu sendiri. Contohnya: hanya ingin menjadi seorang katekis dan

menuntut bayaran mahal sedangkan jika tidak dituruti niatnya maka katekis

tersebut akan menolak setiap tawaran dari gereja jika tidak mendapatkan

bayaran yang besar. Hal ini tidaklah mencerminkan seorang katekis yang penuh

pelayanan tetapi katekis yang penuh dengan hal duniawi berupa materi.

Kemudian dalam tugas pelayanan masih banyak katekis yang hanya

melayani jika dipanggil saja oleh pihak hierarki untuk melayani. Namun pada

kenyataannya tidak mau untuk melayani sesama yang ada disekitarnya.

Contohnya: Pembangunann Jemaat adalah tanggung jawab bersama, baik kaum

hierarki maupun awam, tetapi awam (katekis) biasanya cenderung ikut saja alur

membangun jemaat, tidak mau ikut ambil bagian melihat dan memecahkan

masalah, hanya dalam artian ikut tampil saja dalam rapat-rapat mengenai

Pembangunan Jemaat. Padahal katekis sangat dituntut untuk bisa secara

langsung melihat dan memecahkan masalah. Katekis adalah orang awam yang

tinggal bersamaan ditengah-tengah umat dan nantinya setiap permasalahan bisa

disampaikan ke pastor paroki dan dipecahkan bersama. Dengan permasalahan

ini tidak terlihat adanya jiwa misioner dari seorang katekis yang memiliki misi

untuk menjadi kaki-tangan kristus ditengah umat dalam pelayanannya.

Dengan adanya pengetahuan lebih tentang tugas misionernya sebagai

orang yang terlibat aktif ambil bagian dalam Pembangunan Jemaat, maka katekis

bisa semakin bersemangat dan lebih berilmu dalam mengemban tugasnya


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

119

sebagai awam pelayan Gereja. Keaktifan dan kemantapan dalam menjalani tugas

pelayanan akan semakin mendorong seorang katekis untuk semakin bangga dan

mencintai setiap tugas perutusan yang diembannya. Maka itu sangat penting

dibutuhkan semangat dan kemantapan dalam pelayanan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rekoleksi ini

akan menjadi usaha untuk meningkatkan semangat hidup Pembangunan Jemaat.

Dalam proses rekoleksi ini diusahakan komunikasi yang baik antara pemandu

dan peserta, sehingga peserta dapat terlibat aktif dalam rekoleksi. Untuk

melaksanakan rekoleksi dibutuhkan waktu yang cukup luang, karena

membutuhkan waktu selama tiga hari. Kiranya waktu khusus tersebut dapat

diambil bertepatan pada waktu libur lebaran. Sebab pada waktu tersebut, baik

para katekis yang juga berprofesi sebagai guru maupun katekis gereja dapat

meluangkan tiga hari waktu yang efektif untuk mengikuti rekoleksi. Penulis

berharap dengan adanya usulan rekoleksi ini diharapkan dapat meningkatkan

kembali dan menyadarkan para katekis betapa pentingnya peran awam dalam

ambil bagian untuk ikut serta membangun jemaat Gereja dalam pelayanannya.

c. Tujuan dan Tema Rekoleksi

Menurut hasil pengamatan yang terjadi dilapangan, terlihat masih

kurangnya niat dan kesadaran katekis untuk mengabdikan diri kepada Gereja

dalam pelayanannya. Tujuan dari rekoleksi yang dibuat untuk para katekis

adalah untuk memberikan semangat kepada katekis supaya lebih terlibat dalam

menggabdikan diri kepada Gereja khususnya dalam Pembangunan Jemaat.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

120

Tema Umum : Bersama Yesus Menjadi Misionaris Sejati

Tujuan Umum : Pendamping dan peserta semakin mendalami

panggilan dan tugas perutusannya sebagai katekis

dalam Pembangunan Jemaat sehingga umat semakin

maju dan berkembang dalam mengimani Kristus

Tema bersama Yesus menjadi misionaris sejati ini berisi tentang materi-

materi dan kegiatan yang akan membantu katekis semakin menghayati panggilan

dan perutusannya serta semakin mantab mengikuti Kristus dalam tugas

Pembangunan Jemaat. Bersama Yesus menjadi misionaris sejati, mengajak

katekis meneladani pelayanan Yesus kepada jemaat lewat kerasulannya ditengah

hidup menggereja. Tema umum ini dibagi menjadi tiga tema beserta tujuannya

masing-masing, yaitu:

Tema 1 : Meneladani Yesus dalam Tanggung Jawab Sebagai

Katekis.

Tujuan : Pendamping dan peserta diharapkan mampu

meneladani Yesus dalam pelayanan-Nya sebagai

seorang katekis dan melaksanakan tanggung jawab

membina iman umat.

Tema 2 : Pembangunan Jemaat Sebagai Tugas Misioner.

Tujuan : Pendamping dan peserta menjiwai panggilan katekis

yang membangun jemaat, membina iman umat agar


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

121

umat semakin berkembang dalam iman serta

mengimani Kristus sebagai tugas misioner.

Tema 3 : Semakin Mantap Menjalani Tugas Perutusan

Tujuan : Pendamping dan peserta semakin mantap untuk

aktif dan terlibat penuh dalam tugas perutusan

membangun jemaat.

d. Gambaran Pelaksanaan Program

Kegiatan rekoleksi ini akan dilaksanakan selama tiga hari. Rekoleksi

akan dilaksanakan pada hari jum‟at, sabtu dan minggu. Rekoleksi dapat

dilaksanakan di paroki, rumah ret-ret atau di tempat lain yang sekiranya

mendukung. Susana rekoleksi dibuat semenari mungkin agar peserta tidak

merasa bosan. Dinamika kelompok diberikan dalam rekoleksi agar peserta dapat

berbagi pengalaman dengan sesama.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

122

e. Matrik Program

Tema Umum : Bersama Yesus Menjadi Misionaris Sejati

Tujuan Umum : Pendamping dan peserta semakin mendalami panggilan dan tugas perutusannya sebagai katekis
dalam Pembangunan Jemaat sehingga umat semakin maju dan berkembang dalam mengimani
Kristus

1) Rekoleksi Pertama

Tema : Meneladani Yesus dalam Tanggung Jawab Sebagai Katekis

Tujuan : Pendamping dan peserta diharapkan mampu meneladani Yesus dalam pelayanan-Nya sebagai
seorang katekis dan melaksanakan tanggung jawab membina iman umat.

No Judul Pertemuan Tujuan Pertemuan Materi Metode Sarana Sumber Bahan


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Salam pembuka Membuka pertemuan  Doa pembuka  Informasi  Teks lagu  Madah
dan pengantar rekoleksi dengan  Ucapan selamat  Gerak dan “Tingkatkan Bakti no.
semangat dan saling datang lagu karya serta 533
mengenal, sehingga  Lagu pembuka karsa”
menjalin keakraban  LCD
antara peserta selama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

123

mengikuti rekoleksi  Laptop


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
2 Yesus teladan dan Pendamping dan  Yesus Sang  Informasi  Laptop  Sanjaya,
penuntunku peserta mampu Katekis  Sharing  LCD 2011, Belajar
meneladani Yesus  Yesus teladanku  Diskusi  Hand out dari Yesus
dalam pelayanan-Nya kelompok  Kitab Suci “Sang
sebagai seorang  Lembar Katekis”: 21
katekis. diskusi  Yohanes
21:15-19
3 Istirahat snack - - - - -
dan minum
4 Tanggung jawab Pendamping dan  Tanggung jawab  Informasi  Laptop  KWI, 1996,
sebagai katekis peserta menyadari katekis dalam  Sharing  LCD Iman Katolik
tanggung jawabnya membina iman  Tanya  Hand out :448
sebagai katekis untuk umat jawab  KWI,
membina iman umat Pedoman
Untuk
Katekis, 1993
5 Penutup Mengakhiri rekoleksi  Doa penutup  Informasi  Laptop  Madah Bakti
I  Lagu penutup  Gerak dan  LCD no. 301
“Tuhanku lagu
Gembalaku”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

124

2) Rekoleksi Kedua

Tema : Pembangunan Jemaat Sebagai Tugas Misioner

Tujuan : Pendamping dan peserta menjiwai panggilan katekis yang membangun jemaat, membina iman
umat agar umat semakin berkembang dalam iman serta mengimani Kristus sebagai tugas misioner.

No Judul Pertemuan Tujuan Pertemuan Materi Metode Sarana Sumber Bahan


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Salam pembuka Membuka pertemuan  Doa pembuka  Informasi  Teks lagu  Youtube
dan pengantar rekoleksi dengan  Ucapan selamat  Gerak dan “Srengenge video
semangat, sehingga datang lagu Nyunar”
terjalin keakraban  Lagu pembuka  LCD  LCD
antara peserta selama  Laptop  Video
mengikuti rekoleksi
2 Pembanguanan Pendamping dan  Pembangunan  Informasi  Laptop  Kessel, 1997,
Jemaat peserta mampu Jemaat  Sharing  LCD 6 Tempayan
menjiwai panggilan  Diskusi  Hand out Air: 74
katekis yang kelompok  Kitab Suci  Kisah Para
membangun jemaat  Lembar rasul 2:41-47
dan membina iman diskusi
umat
3 Istirahat snack - - - - -
dan minum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

125

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)


4 Tugas misioner Pendamping dan  Tugas misioner  Informasi  Laptop  Sanjaya,
katekis peserta menyadari dan katekis  Sharing  LCD 2011, Belajar
menjiwai tugas  Tanya  Hand out dari Yesus
misioner sebagai jawab “Sang
katekis Katekis”: 61
5 Penutup Mengakhiri rekoleksi  Doa penutup  Informasi  Laptop  Madah Bakti
II  Lagu penutup  Menyanyi  LCD no. 829
“Hidup Dalam
Kristus”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

126

3) Rekoleksi Ketiga

Tema : Semakin Mantap Menjalani Tugas Perutusan

Tujuan : Pendamping dan peserta semakin mantap untuk aktif dan terlibat penuh dalam tugas perutusan
membangun jemaat.

No Judul Tujuan Pertemuan Materi Metode Sarana Sumber Bahan


Pertemuan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Salam Membuka pertemuan  Doa pembuka  Informasi  Teks lagu  Youtube
pembuka dan rekoleksi dengan  Ucapan  Gerak dan “Srengenge video
pengantar semangat, sehingga selamat datang lagu Nyunar”
terjalin keakraban  Lagu pembuka  LCD  LCD
antara peserta selama  Laptop  Video
mengikuti rekoleksi
2 Katekis Pendamping dan  Kita Ini  Informasi  Laptop  Drs. FX.
pelayaan Allah peserta mampu Pelayan Allah  Sharing  LCD Kamari, 1985,
memaparkan diri Yang  Diskusi  Hand out Pradnyawidya
dengan mantap Memaparkan kelompok 13:
sebagai pelayan Allah Diri Kepribadian
Seorang
Katekis: 13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

127

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

3 Istirahat snack - - - - -
dan minum
4 Keterlibatan Pendamping dan  Identitas,  Informasi  Laptop  Iman Katolik
katekis dalam peserta dapat Panggilan dan  Sharing  LCD  KWI,
hidup menyadari dan Spiritualitas  Tanya jawab  Hand out Pedoman
menggereja menjiwai panggilan Katekis Untuk Katekis,
serta spiritualitas 1993
sebagai katekis
5 Makan siang - - - - -
dan istirahat
6 Ice breaking - - - - -
7 Katekis di era Pendamping dan  Eksistensi  Informasi  Laptop  KOMKAT
globalisasi peserta semakin Katekis Dalam  Sharing  LCD KWI, 2005
menyadari pentingnya Meningkatkan  Tanya jawab  Hand out
kemajuan era Pewartaan
globalisasi sebagai
pintu masuk
Pembangunan Jemaat
8 Penutup pendamping dan  Pengantar  Informasi  Teks lagu:
peserta diteguhkan  Doa penutup  Laptop
untuk siap  Lagu penutup  LCD
mengemban tugas
membangun jemaat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

128

f. JADWAL REKOLEKSI

No Hari Lama Acara


kegiatan
1 Jum‟at 08.00-08.30 Registrasi peserta
08.30-09.00 Salam pembuka dan pengantar
09.00-10.30 Materi I (Yesus Teladan dan Penuntunku)
10.30-11.00 Istirahat (minum dan snack)
11.30-13.00 Materi II (Tanggung Jawab Sebagai Katekis)
13.00-13.15 Ice breaking
13.15-13.30 Penutup (pulang)

2 Sabtu 08.00-08.40 Salam pembuka dan pengantar


08.40-09.00 Ice breaking
09.00-10.30 Materi I (Pembangunan Jemaat)
10.30-11.00 Istirahat (minum dan snack)
11.30-13.00 Materi II (Tugas Misioner Katekis)
13.00-13.10 Ice breaking
13.10-13.30 Penutup

3 Minggu 08.00-08.30 Salam pembuka dan pengantar


08.30-09.00 Ice breaking
09.00-10.30 Materi I (Katekis Pelayan Allah)
10.30-11.00 Istirahat (minum dan snack)
11.30-13.00 Materi II (Keterlibatan Katekis Dalam
Menggereja)
13.00-13.30 Istirahat (makan siang)
13.30-15.00 Materi III (Katekis Era Globalisasi)
15.00-15.15 Ice breaking
15.15-15.45 Penutup dan sayonara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

129

g. Contoh Satuan Persiapan Rekoleksi

1) Identitas Kegiatan

a) Tema : Meneladani Yesus dalam Tanggung Jawab


Sebagai Katekis.
b) Tujuan : Pendamping dan peserta diharapkan mampu
meneladani Yesus dalam pelayanan-Nya
sebagai seorang katekis dan melaksanakan
tanggung jawab membina iman umat.
c) Peserta : Katekis

d) Tempat : Aula paroki

e) Waktu : 08.00 – 13.30

f) Metode : - Informasi
- Diskusi
- Sharing
- Tanya jawab
- Gerak dan lagu
g) Sarana : - Teks lagu
- LCD
- Laptop
- Hand out
- Lembar diskusi
h) Sumber bahan : - Madah Bakti no. 533
- Sanjaya, 2011, Belajar dari Yesus “Sang
Katekis”: 21
- Yohanes 21:15-19
- KWI, 1996, Iman Katolik :448
- KWI, Pedoman Untuk Katekis, 1993
- Madah Bakti no. 312
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

130

2) Pengembangan Langkah-langkah

a) Registrasi peserta (08.00-08.30)

Tujuan diberlakukannya registrasi peserta ini adalah untuk memasukkan

data-data berupa nama lengkap, pekerjaan, pendidikan serta nomor kontak

peserta yang dapat dihubungi kembali jika ada kegiatan sehubungan dengan

katekis. selain itu pula registrasi peserta ini juga dimaksudkan untuk melihat

seberapa banyak SDM (sumber daya manusia) katekis yang ada di paroki baik

yang aktif maupun baru terlibat.

b) Salam pembuka dan pengantar rekoleksi (08.30-08-40)

Bapak-ibu yang terkasih dalam Yesus Kristus, pertama-tama kita

bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan karena kita diberi kesempatan

untuk bertemu dan berkumpul bersama hari ini. Kita berkumpul bersama sebagai

satu keluarga besar yang mengimani Kristus sebagai Juru selamat. Bapak-ibu

yang terkasih, pada hari ini kita telah berkumpul bersama untuk mengikuti

kegiatan rekoleksi dengan tema umum: Bersama Yesus Menjadi Misonaris

Sejati. Melalui pertemuan ini, kita diajak untuk semakin mendalami panggilan

dan tugas perutusan sebagai katekis dalam Pembangunan Jemaat. Semoga

pertemuan ini kita semakin menghayati panggilan dan perutusan serta semakin

mantab mengikuti Kristus dalam tugas Pembangunan Jemaat. Bersama Yesus

menjadi misionaris sejati, mengajak kita meneladani pelayanan Yesus kepada

jemaat lewat kerasulannya ditengah hidup menggereja.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

131

c) Doa (08.40-08.50)

Bapa yang Maha-baik, kami bersyukur dan berterima kasih atas rahmat

yang telah Engkau berikan kepada kami sampai saat ini. Secara khusus, kami

juga mengucapkan banyak terima kasih karena pada kesempatan ini, kami juga

Kau kumpulkan dalam satu ikatan keluarga yang mengimani Kristus. Saat ini

kami akan bersama-sama menggali, merefleksikan sejauh mana kami sungguh

menyadari akan pentingnya tugas misioner sebagai katekis dalam membangun

jemaat dibawah genggaman tangan Kristus. Bimbinglah dan hantarlah kami agar

semakin mampu untuk menjadi katekis yang mampu melayani umat dalam

perlindungan mu dan menjadi katekis sejati dalam setiap pelayaan dengan

rendah hati. Kami persembahkan segala pembicaraan kami saat ini kepada-Mu,

semoga Engkau berkenan memberkati dan menyemangati usaha pendalaman

iman kami ini. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin.

d) Lagu pembukaan (08.50-09.00)

Tingkatkan karya serta karsa membangun dunia.

Walaupun rintangan menghadang di jalan,

majulah terus kita 'kan menang,

jangan bimbang.

Walau penuh pengorbanan,

namun penuh pengharapan,

jangan kita putus asa. (Madah Bakti 533

e) Sesi I: Yesus Teladan dan Penuntunku (09.00-10.30)


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

132

(1) Pengantar (09.00-09.10)

Bapak-ibu yang yang terkasih dalam Kristus, memasuki sesi pertama ini,

bapak-ibu akan mendapatkan pengetahuan dan materi dengan tema: “Yesus

Teladan dan Penuntunku”. Dalam sesi ini nanti akan dibi lagi menjadi dua

bagian materi yaitu Yesus Sang Katekis dan Yesus Teladanku. Materi ini

berkaitan dengan tujuan yang akan kita capai untuk meneladani Yesus dalam

pelayanan-Nya sebagai seorang katekis. Dalam sesi pertama ini bapak-ibu

nantinya akan sharing berbagi pengalaman, diskusi dan tanya jawab.

(2) Materi (09.10-10.30)

(a) Yesus Sang Katekis (09.10-09.50)

Gereja merupakan Umat Allah yang saat ini sedang berziarah menuju

kebahagiaan abadi bersama Allah. Setiap anggota Gereja memiliki peranan

masing-masing dalam kehidupannya. Namun secara sederhana bahwa mereka

merupakan umat yang dipanggil oleh Allah. Panggilan mereka berdasar pada

sakramen permandian dan penguatan yang diterimanya. Dengan hal ini mereka

dipanggil dan diutus untuk memberitakan Kabar Keselamatan kepada semua

orang. Yesus merupakan teladan bagi kita semua. Selama kehidupanNya, Yesus

telah mewartakan Karya Keselamatan. Yesus juga memberi perutusan kepada

kita untuk mewartakan Injil kepada semua orang sebelum kenaikanNya ke surga.

Perutusan inilah yang kemudian terus dihidupi oleh Gereja sebagai penerus

karya keselamatan dari Yesus.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

133

Perintah yang diberikan oleh Yesus membuat Gereja semakin

menggiatkan dirinya untuk memberitakan Karya Keselamatan. Secara langsung

perutusan ini diterima oleh semua anggota Gereja, sehingga Gereja

mengeluarkan dekrit Apostolicam Actuositatem yang pada intinya mengajak

semua anggota Gereja untuk terlibat aktif dalam mewartakan Kerajaan Allah,

yang secara khusus diberikan kepada kaum awam.

Setiap orang yang dibaptis telah diangkat menjadi Umat Allah. Hal ini

menyebabkan orang tersebut secara pribadi dipanggil oleh Allah untuk

memberikan pewartaan bagi kedatangan Kerajaan Allah. Saat menjadi awam ada

berbagai macam panggilan atau kerasulan yang berbeda-beda. Secara khusus

bagi katekis yang memiliki sumber panggilan dari sakramen pembaptisan dan

penguatan yang diterimanya.

Katekis adalah semua umat beriman kristiani, baik klerus maupun

awam yang dipanggil dan diutus oleh Allah menjadi pewarta SabdaNya. Profesi

kehidupan seorang katekis adalah mengajar dan mewartakan Sabda Allah

ditengah-tengah umat. Dari pengertian tentang katekis, kita dapat mengetahui

bahwa yang menjadi katekis tidak hanya kaum awam saja, para kleruspun adalah

katekis. Para pastor paroki merupakan katekis utama dalam parokinya yang

bertugas mengajar agama dan moral kristiani kepada umat yang dipercayakan

kepadanya. Panggilan menjadi katekis ialah panggilan yang luhur. Hal ini

disebabkan karena katekis mengambil bagian dalam tugas pengajaran Kristus di

dunia. Sehingga seorang katekis harus mempunyai sikap mengamalkan segala

hal yang telah diperolehnya kepada umat beriman. Dia menjadi batu penjuru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

134

bagi umat yang ingin mengetahui ajaran kristiani dan yang ingin mengenal

Yesus sebagai penyelamat.

 Tugas Pokok Katekis

“Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka

dalam Nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan

segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu” (Mat. 28:19-20). Inilah

perintah perutusan dari Yesus kepada semua Umat Allah, yang khususnya

kepada katekis. Perutusan harus selalu dihayati secara mendalam agar katekis

benar-benar menjadi pewarta yang tangguh. Dari perutusan Yesus tersebut kita

dapat melihat bahwa tugas pokok katekis ialah:

 Mewartakan Sabda Allah

Katekis mempunyai tugas untuk mewartakan Sabda Allah. Ini merupakan

tugas perutusan yang diberikan oleh Yesus. Hal ini berarti katekis dalam

kerasulannya bertugas untuk menghadirkan Sabda Allah kepada umat sesuai

dengan kebutuhan yang umat hadapi. Dengan maksud untuk menghantarkan

umat mencapai kepenuhan hidup Kristus.

 Memberi Kesaksian

Kesaksian hidup katekis memiliki peranan penting bagi umat beriman.

Sehingga dibutuhkan keselarasan rohani dan tindakan hidup. Untuk itu, sikap

yang dituntut seorang katekis adalah mengamalkan segala sesuatu yang

diajarkan kepada umat beriman. Katekis harus memberi contoh baik yang selaras

dengan pengajarannya. Dengan demikian, kesaksian katekis dapat mendorong


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

135

umat agar semakin menghayati kehidupannya agar selaras dengan ajaran

Kristus.

(b) Kerasulan Awam

Kerasulan awam sudah muncul dalam Gereja sejak zaman Tuhan Yesus

di Yerusalem. Zaman Gereja perdana dimana Yesus sang utusan Bapa

mengelilingi daerah Palestina untuk menyampaikan kasih Allah pada manusia

yang berdosa. Hal ini dapat dilihat dari istilah “awam” yang dipergunakan pada

zaman Perjanjian Baru, yakni “apostolos” yang berarti “yang diutus”. Namun

pemikiran mengenai kerasulan awam ini baru muncul pada Konsili Vatikan II.

Saat itu Konsili Vatikan II berhasil merumuskan dan memutuskan mengenai

kerasulan awam dalam suatu Dekrit Konsili yang disebut dengan Dekrit

Apostolicam Actuositatem atau Dekrit tentang Kerasulan Awam. Gambaran

kerasulan awam dalam Konsili Vatikan II yakni “Gereja diciptakan untuk

menyebarkan kerajaan Kristus di seluruh dunia demi kemuliaan Allah Bapa.

Dengan demikian semua manusia mengambil bagian dalam penebusan yang

menyelamatkan dan lewat mereka seluruh dunia benar-benar diarahkan kepada

Kristus. Semua usaha Tubuh Mistik yang mempunyai tujuan ini dinamakan

kerasulan. Kerasulan dijalankan Gereja melalui anggotanya, walaupun dengan

cara berbeda-beda. Panggilan Kristen dari kodratnya adalah panggilan untuk

kerasulan. Seperti dalam kesatuan badan yang hidup, tidak satu anggota pun

bersikap melulu pasif, tetapi serentak mengambil bagian dalam kehidupan tubuh

dan berperan dalam kegiatannya, demikian pula dalam Tubuh Kristus yakni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

136

Gereja, seluruh tubuh mengusahakan pengembangan tubuh menurut kegiatan

sesuai dengan takaran tiap anggotanya (Apostolicam Actuositatem 2).

Konsili Vatikan II memberi gambaran kerasulan awam secara luas dan

menyeluruh. Kerasulan mencakup setiap kegiatan Tubuh Mistik Kristus, baik

yang dilakukan di dalam Gereja maupun masyarakat atau dunia. Kata kerasulan

dapat dikatakan sebagai berikut: “Semua awam yang terhimpun dalam Umat

Allah dan berada dalam satu Tubuh Kristus dibawah satu kepala, tanpa

terkecuali, dipanggil untuk sebagai anggota yang hidup menyumbangkan

segenap tenaga yang mereka terima berkat kebaikan Sang Pencipta dan rahmat

Sang Penebus demi perkembangan Gereja serta pengudusan terus menerus. Oleh

karena itu, kerasulan awam disebut sebagai partisipasi dalam misi keselamatan

Gereja serta sebagai usaha menghadirkan dan mengaktifkan Gereja, khususnya

bilamana hanya melalui merekalah Gereja dapat hadir.

(c) Pendasaran Kerasulan Awam

Pendasaran kerasulan awam pada umumnya ialah dengan teologi

persekutuan (theologia communionis). Pendasaran ini menekankan pada posisi

dan status berbeda sambil bersamaan antara karisma imamat jabatan dan imamat

umum. Menurut Paus Joannes Paulus II dimensi-dimensi dalam pendasaran

teologi persekutuan ini ialah mencakup isi sentral misteri atau rencana ilahi

untuk keselamatan umat manusia (Joannes Paulus II, 1998d, 19). Hal-hal yang

terdapat dalam pendasaran ini yakni:


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

137

 Dimensi terdalam dari teologi persekutuan ialah mengenai kesatuan dan

perbedaan sehingga menjadi persekutuan antara manusia dengan Allah. Dalam

Yesus Kristus dan Roh Kudus, umat dijadikan satu dengan persekutuan Bapa,

Putera dan Roh Kudus.

 Persekutuan dengan Allah Putera yakni Yesus Kristus, yang dilihat lewat

pendasaran kristologi pokok anggur: penggabungan orang-orang kristiani

kedalam kehidupan Krsitus. Dan juga persekutuan umat dengan Roh Kudus

dalam pelbagai rahmat, yang memperbarui kehidupan jemaat.

 Persekutuan dengan orang kudus. Dalam Credo dan katekismus kita

percaya adanya persekutuan Orang Kudus dan kita bersekutu dengan mereka

dalam hal memohon bantuan kepada mereka untuk mendoakan kita.

 Persekutuan dengan para anggota Gereja. Persekutuan ini memungkinkan

komunikasi kehidupan dan cinta antara para anggota di dalam Gereja, yakni

persekutuan dengan semua orang beriman.

 Persekutuan antara umat awam dengan imam. Kesatuan ini sangat

mendalam dan bersifat hakiki yang diandaikan sebagai dasar asali: ada satu umat

Allah terpilih; satu Tuhan, satu iman, satu pembaptisan (Ef 4:5).

 Persekutuan kolegialitas dan solidaritas. Kolegialitas (kerekanan)

menunjuk kepada kesetaraan status dan posisi. Sedangkan segi solidaritas

dikembangkan kerjasama pada tingkat-tingkat yang sama dan berbeda-beda

dalam Keuskupan serta semangat subsidiaritas yang tetap mengakui hak-hak dan

kewajiban bawahan sebanding dan bertanggung jawab.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

138

(d) Panggilan Awam untuk Merasul

Kerasulan merupakan upaya Gereja menyebarluaskan Kerajaan Kristus

di dunia ini demi kemuliaan Allah Bapa. Setiap anggota Gereja dipanggil untuk

merasul dengan mewartakan Injil, supaya dapat menggarami semua orang agar

terarah pada Yesus Kristus untuk diselamatkan olehNya. Awam diserahi tugas

untuk menyucikan (imamat), mengajar (kenabian) dan memimpin (rajawi).

Awam memiliki ciri khas status hidup yaitu hidup di tengah masyarakat dengan

banyak urusan duniawi sehingga dijiwai semangat Kristiani untuk menunaikan

kerasulan mereka (Apostolicam Actuositatem 2).

Kaum awam memiliki hak untuk menerima perutusan merasul yang

didasarkan pada Kristus. Mereka dipanggil untuk merasul berkat baptisan,

Sakramen Krisma, dan Sakramen Ekaristi. Mereka menjalankan kerasulan dalam

iman, harapan dan kasih. Mereka menerima pencurahan Roh Kudus supaya jerih

payah dalam mewartakan Injil sungguh dapat diterima oleh semua orang

(Apostolicam Actuositatem 3). Meskipun demikian, karya kerasulan tidak bisa

dilepaskan dari Kristus sebagai sumber kehidupan Gereja. Awam perlu memiliki

spiritualitas yang baik sebagai bekal dalam kegiatan merasul. Spiritualitas ini

tampak dalam kehidupan rohani awam yang didorong oleh cinta kasih yang

berasal dari Allah. Dalam semangat cinta kasih, awam memiliki perutusan untuk

menyucikan sesamanya dengan mewartakan Kabar Keselamatan dan memanggil

sesama untuk masuk dalam kepenuhan hidup Kristus. Semuanya itu tidak bisa

dilepaskan dari teladan Bunda Maria, yang selalu memperhatikan semua umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

139

yang masih berziarah di dunia ini untuk menuju kebahagiaan kekal (Apostolicam

Actuositatem 4).

(e) Pelbagai Bidang Kerasulan Awam

Kerasulan awam memiliki bidang-bidang yang luas dalam lingkup

Gereja dan masyarakat umum. Aneka bidang kegiatan kerasulan seperti jemaat-

jemaat gerejawi, keluarga, kaum muda, lingkungan sosial, tata nasional dan

internasional (Apostolicam Actuositatem 9).

Dalam jemaat gerejawi, awam berperan serta dalam tugas sebagai imam,

nabi dan raja. Awam dapat membantu tugas hirarki dalam kegembalaan Gereja.

Sehingga awam perlu memiliki relasi yang dekat dengan hirarki. Selain itu,

relasi awam dengan Keuskupan dan Paroki menjadikan sebuah perutusan

pewartaan secara bersama-sama demi keselamatan semua manusia (Apostolicam

Actuositatem 10). Kegiatan kerasulan selanjutnya ialah di keluarga. Allah telah

menyatukan suami dan isteri menjadi satu keluarga dalam sakramen. Suami-

isteri memiliki peranan dalam pendidikan kerasulan bagi anak-anaknya.

Keluarga menjadi sel penting dalam kedidupan bermasyarakat dan bersemangat

untuk membantu sesama yang berkekurangan (Apostolicam Actuositatem 11).

Selain itu, kaum muda memiliki peranan penting dalam masyarakat dan Gereja.

Kaum muda menjadi aset dan kekuatan penting serta penerus dalam kegiatan

kerasulan. Kaum muda juga perlu dialog dengan kaum dewasa untuk saling

berbagi dalam perutusan merasul (Apostolicam Actuositatem 12).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

140

Awam terpanggil untuk menyampaikan nilai Kristiani, sehingga

meresapi masyarakat dalam segi-segi hidup bersamanya. Ini merupakan

kerasulan bidang lingkungan sosial. Kaum Awam membawa sesama kepada

Yesus Kristus dan Gereja-Nya, melalui hidup solidaritas dengan sesama warga

negara (Apostolicam Actuositatem 13). Perutusan kerasulan awam memiliki

peranan juga dalam kehidupan nasional dan internasional, dalam rangka menuju

kesejahteraan umum. Kaum Awam mengusahakan dirinya berbobot dan jangan

menolak untuk menjalankan urusan-urusan umum. Kaum awam perlu

berkerjasama dengan semua orang dalam setiap bangsa yang disemangati oleh

nilai-nilai Injili demi terwujudnya kesejahteraan bersama (Apostolicam

Actuositatem 14).

(f) Kesimpulan

Setiap orang dipanggil oleh Allah untuk karya pewartaan di dunia ini.

Hal ini merupakan sebuah anugerah bagi mereka yang dengan bahagia

menyadari dan menanggapi panggilan tersebut. Yesus memberi perintah kepada

kita untuk pergi ke seluruh dunia dan mewartakan Injil (Mat 28:19-20). Perintah

ini berarti kita semua memiliki hak untuk mewartakan Injil. Salah satu sikap

menerimanya ialah dalam kerasulan awam. Kerasulan awam menjadi upaya

untuk mewartakan Kerajaan Allah di tengah-tengah masyarakat.

Salah satu bidang kerasulan awam ialah katekis. Katekis yang dimaksud

disini ialah katekis dari kaum awam. Katekis ini memiliki peranan penting

dalam kegiatan kerasulan sebab berkat pembaptisan mereka dipersatukan dengan

Kristus. Mereka dipanggil untuk menjalankan tugas pewartaan Injil. Dekrit ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

141

memberi gambaran bahwa katekis merupakan sebuah kerasulan dalam Gereja

yang melaksanakan perutusan untuk mewartakan Injil dan menyucikan umat

manusia yang berkat pembaptisan yang menyatukannya menjadi anggota Gereja

dan berkat sakramen penguatan yang meneguhkannya dalam terang Roh Kudus

serta melalui Ekaristi yang memberi jiwa kerasulan untuk hidup dalam Yesus

Kristus. Hal ini berarti katekis sebenarnya ialah awam yang merasul. Mereka

menjalankan semangat kerasulan dalam terang Roh Kudus dan semuanya itu

merupakan anugerah dari Allah sendiri.

Dekrit Apostolicam Actuositatem mengatakan bahwa semangat kerasulan

sangat kuat zaman dulu, sedangkan saat ini mulai terpengaruhi oleh adanya

kemajuan teknologi dan bertambahnya manusia. Konsili menginginkan agar

semangat kerasulan tidak hilang melainkan terus dihidupi, sehinga konsili

mendorong supaya semua anggota Gereja (khususnya kaum awam) ikut terlibat

kegiatan kerasulan. Hal ini penting supaya semua manusia mengalami

keselamatan dalam Yesus Kristus. Kegiatan merasul pun memiliki pelbagai

bidang kehidupan dan semuanya mengarah pada karya pewartaan Injil di dunia

ini. Karena kerasulan memiliki bidang-bidangnnya maka cara untuk mewartakan

Karya Keselamatan pun beranekaragam sesuai dengan bidangnya masing-

masing. Dalam hal ini, dibutuhkan pembinaan tertentu bagi mereka yang

ikutserta dalam kegiatan merasul sehingga semangat kerasulannya tidak hilang,

bahkan selalu dihidupi untuk senantiasa mewartakan Injil agar semua manusia

bisa mengalami keselamatan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

142

Secara khusus bagi calon katekis yang saat sedang mempersiapkan diri.

Kehidupanya saat ini memang banyak dipenuhi tantangan yang terkadang

membuat mereka sering mengeluh. Meskipun demikian, dengan adanya dekrit

ini bisa memberikan semangat bagi calon katekis untuk tetap semangat untuk

tugas perutusan yakni mewartakan Karya Keselamatan Allah kepada semua

orang. Bagi semua umat beriman kristiani, dekrit ini memberi gambaran bahwa

mereka juga menerima perutusan untuk mewartakan Sabda Allah. Hal ini berarti

mereka memiliki hak untuk karya perutusan ini.

(g) Yesus Teladanku (09.50-10.30)

21:15. Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak
Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab
Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau."
Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."
21:16 Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes,
apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan,
Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya:
"Gembalakanlah domba-domba-Ku."
21:17 Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes,
apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata
untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-
Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi
Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku.
21:18 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau
mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki,
tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan
orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak
kaukehendaki."
21:19 Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati
dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus:
"Ikutlah Aku."
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

143

Teks ini sudah amat terkenal. Ini adalah dialog antara Yesus dengan

Petrus yang terdapat pada akhir Injil Yohanes. Pada pertemuan antara Yesus dan

Petrus yang terjadi sesuadah kebangkitan, terjadilah dialog yang diwarnai oleh

angka tiga. Tiga kali Yesus yang bangkit bertanya kepada murid-Nya, “Apakah

engkau mengasihi Aku?” (ayat 15.16.17). Tiga kali Petrus menjawab secaara

positif, dan tiga kali juga Yesus memberikan penugasannya, “Peliharalah

domba-domba-Ku” (ayat 15.16.17).

Dalam dialog itu, dengan jelas dikaitkan kesediaan mengasihi Yesus

dengan tanggung jawab menggembalakan domba-domba-Nya. Boleh dikatakan

bahwa “menggembalakan domba” merupakan perwujudan dari “mengasihi

Yesus”. Gagasan ini menarik dan muncul beberapa kali dalam Injil Yohanes.

Dalam Yoh 15, 12, Yesus mengatakan, “inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu

saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu”. Yesus tidak mengatakan

“Engkau mesti mengasihi Aku karena Aku telah mengasihi kamu” seperti pola

timbal balik yang biasanya dipraktikkan di antara kita. Yang diperintahkan

Yesus adalah “kalau kamu mengasihi Aku, maka kamu harus saling mengasihi

atau mengasihi sesama”. dalam konteks Yoh 21, perintah itu berarti demikian:

kalau para murid mengasihi Yesus, maka mereka mesti bersedia

menggembalakan domba-domba-Nya. Ukuran mengasihi Yesus adalah

kesediaan memelihara kawanan domba-Nya.

Bahwa sampai tiga kali Yesus bertanya hal yang sama kepada Petrus

sehingga Petrus merasa sedih, menunjukkan bahwa masalahnya merupakan soal

yang serius. Ini bukan soal main-main! Tampaknya untuk soal yang satu ini,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

144

Yesus sungguh-sungguh membutuhkan ketegasan dan komitmen yang jelas dari

pihak Petrus. Kalau ya, ya; kalau tidak, tidak!

Sering kali, teks perutusan seperti ini dianggap lebih tepat atau bahkan

hanya untuk perutusan para imam serta biarawan-biarawati. Di satu pihak

pandangan seperti itu tidak keliru. Di kalangan kita, kosa kata “gembala dan

domba” sering kali dikaitkan dengan para imam dan umat. Imam adalah sang

gembala, dan umat adalah posisi sebagai domba. Oleh karena itu, kita

mendengar ada yang disebut surat gembala, dan beberapa tahun yang lalu, ada

juga yang disebut surat domba. Akan tetapi dilain pihak, rasanya tidak perlu

membatasi penerapan teks seperti itu. Pada jaman Yesus, jelas belum ada

hierarki Gereja seperti yang di miliki sekarang. Paling-paling, yang ada hanyalah

dua belas rasul dengan Petrus sebagai “pemimpinnya”. Oleh karena itu, teks

perutsan seperti itu rasanya juga tepat jika diterapkan untuk para pemimpin

jemaat, termasuk di dalamnya para katekis. tambahan lagi, seperti yang sudah

disebutkan, para katekis ikut ambil bagian dalam tugas Gereja. Dengan

demikian, para katekis juga mendapatkan tugas perutsan dari Yesus yang

bangkit untuk “menggembalakan kawanan domba-Nya”

Lalu, apa artinya menggembalakan atau menjadi gembala? Pada zaman

Yesus-dan sebenarnya juga pada zaman jauh sebelumnya- setidak-tidaknya ada

2 (dua) tugas penting seorang gembala yang bertanggung jawab: yang pertama

adalah menjamin tersedianya makanan bagi kawanannya, yang kedua menjaga

kawanan dari ancaman yang ada. Justru karena seorang gembala bertanggung

jawab untuk menyediakan makanan bagi kawanannya, maka dia harus tahu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

145

diman tempat “padang yang berumput hijau dan air yang tenang” (bdk. Mazmur

23, 2). Kadang-kadang, dia harus pergi bersama kawanannya selama berhari-

hari, dari satu tempat ke tempat yang lain, untuk mencari padang rumput yang

hijau. Oleh karena itu, seorang gembala perlu mempunyai penguasaan medan

yang baik. Sejalan dengan itu, seorang gembala juga harus mempunyai

kemampuan dan keberanian untuk menjaga kawanannya. Seorang gembala

biasanya membawa “Gada atau Tongkat” gembala (bdk. Mazmur 23, 4). Untuk

mengarahkan kawanannya. Tetapi “Gada atau tongkat” juga bisa berfungsi

sebagai senjjata untuk menghadapi binatang buas atau pencuri yang mengancam

(bdk. Yohanes 10, 10).

Dari bacaan di atas, dua pokok rasanya perlu menjadi dasar hidup atau

boleh dikatakan spiritualitas seorang katekis. yang pertama ialah mengasihi

Yesus; dan yang kedua, kesediaan menggembalakan domba-domba-Nya sebagai

wujud dari kasih itu. Dua hal itu tidak bisa dipisahkan dan harus ada bersama.

Sebagai mana kasih perlu diwujudkan dalam tindakan kongkrit, maka rumusan

indah “mengasihi Yesus” juga perlu mendapatkan wujudnya. Yesus meminta

agar kasih kepada-Nya diarahkan kepada saudara-saudara-Nya.

Dalam hidup-Nya sendiri, Yesus sudah membuktikan hal tersebut dengan

memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya (bdk. Yohanes 10, 16).

Dengan demikian, hal yang iya minta kepada murid-Nya adalah hal yang Ia

sendiri sudah lakukan. Ini adalah satu keistimewaan dalam diri Yesus yang harus

juga menjadi pegangan hidup kita.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

146

f) Istirahat minum dan snack (10.30-13.00)

Diisi dengan menikmati hidangan dan sejenak bersantai dari beberapa

materi yang diberikan sekaligus untuk saling bercengkrama antara peserta agar

suasana rekoleksi semakin hangat danlebih rileks.

g) Sesi II: Tanggung Jawab Sebagai Katekis (13.00-15.30)

(1) Pengantar (13.00-13.10)

Bapak-ibu sekalian, setelah kita beristirahat sejenak dengan snack dan

minuman yang telah kita santab. Maka selanjutnya kita akan masuk pada sesi

selanjutnya mengenai apa saja tanggung jawab dan tugas sebagai seorang

katekis yang harus diemban dalam membina iman umat. Dari pertemuan ini

diharapkan bapak-ibu bisa mengambil manfaat ketika dalam pelayanannya nanti.

(2) Materi : Tanggung Jawab Katekis Dalam Membina Iman Umat (13.10-

15.00)

(a) Katekis: Kaum Beriman Awam yang Membimbing Orang untuk Beriman

Sebagai kaum beriman awam, identitas dan spiritualitas katekis mesti

mengalir pula dari jatidirinya sebagai kaum beriman awam. Berkat Sakramen

Baptis dan Krisma, dia mengemban tritugas imamat Kristus sebagai imam, nabi,

dan raja (LG 31). Tugas kenabian berarti turut mewartakan Injil kepada segala

makhluk (Mrk 16:15) dan menjadikan semua bangsa murid Kristus (Mat 28:19-

20a). Sebagai kaum beriman awam, tugas kenabian diwujudkan dengan cara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

147

memberikan kesaksian hidup Injili (LG 35; bdk. Mat 5:16) dan mewartakan

dengan kata-kata (AA 6). Kerap poin kedua ini kurang mendapat perhatian,

padahal Konsili Vatikan II dengan tegas menyatakan, “Rasul yang sejati mencari

kesempatan-kesempatan untuk mewartakan Kristus dengan kata-kata, baik

kepada mereka yang tidak beriman untuk menghantar mereka kepada iman, baik

kepada kaum beriman untuk mengajar dan meneguhkan mereka, dan mengajak

mereka hidup dengan semangat lebih besar “ (AA 6).

Sementara katekis awam yang berkeluarga, kehidupan perkawinannya

merupakan bagian integral spiritualitasnya. Paus Yohanes Paulus II menulis,

“para katekis yang telah berkeluarga diharapkan menjadi saksi yang tetap bagi

nilai perkawinan Kristiani, yang menghidupi sakramen perkawinan dalam

kesetiaan penuh dan mendidik anak mereka dengan rasa tanggung jawab” .

Selanjutnya, para katekis awam ini mendapat panggilan tambahan.

“Kemudian Hierarki juga mempercayakan kepada kaum awam berbagai tugas,

yang lebih erat berhubungan dengan tugas-tugas gembala, misalnya di bidang

pengajaran Kristiani, dalam berbagai upacara liturgi, dalam reksa pastoral.

Berdasarkan perutusan itu dalam pelaksanaan tugas mereka para awam wajib

mematuhi sepenuhnya Pimpinan Gereja yang lebih tinggi” (AA 24). Secara

eksplisit juga dikatakan, “Secara intensif mereka menyumbangkan tenaga

dengan menyampaikan sabda Allah, terutama melalui katekese” (AA 10).

Keterlibatan kaum awam dalam pewartaan Injil ini bukanlah hal yang

baru. Dalam Perjanjian Baru juga dinyatakan banyak pria dan wanita yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

148

membantu Paulus dalam pewartaan Injil dengan berjerih lelah dalam Tuhan (lih.

Flp 4:3; Rom 16:3). Demikian pula pasutri Priskila-Akwila membimbing

Apolos, seorang yang fasih tentang Kitab Suci dari Aleksandria, untuk mengenal

Jalan Tuhan sehingga kemudian menjadi pewarta Injil yang handal (lih. Kis

18:24-28).

(b) Membimbing dan Mengajar Katekumen

Tujuan katekese adalah persatuan dengan Kristus (GDC 80). Salah satu

kelompok yang dibimbing dan diajar oleh para katekis adalah para

katekumen/calon baptis. Para calon murid Tuhan ini harus diajar melakukan

semua perintah-Nya (Mat 28:20a). Mereka perlu dibimbing untuk menanggalkan

manusia lama dan mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui

dalam kebenaran dan kekudusan (Ef 4:22). Mereka mesti dimotivasi

meninggalkan perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata

terang (Rom 13:12). Mereka mesti dibimbing pada kepenuhan pengetahuan akan

Allah (lih. 2 Tim 2:4; Ef 4:13). Hukum Gereja memberikan rambu-rambu

pengajaran bagi mereka sbb: “Para katekumen, melalui pengajaran dan masa

percobaan hidup kristiani, hendaknya diperkenalkan dengan tepat kepada misteri

keselamatan serta diantar masuk ke dalam kehidupan iman, liturgi, cinta kasih

umat Allah serta hidup kerasulan” (Kan 788§2).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

149

(c) Belajar dari St. Paulus:

Perlunya Kerjasama Rahmat Tuhan dan Upaya Kateketis perlu disadari

bahwa penggerak utama karya pewartaan Injil adalah Roh Kudus sendiri (EN

75). Hanya oleh rahmat Tuhan seseorang dipanggil menjadi murid Kristus.

“Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik

oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman, ”

demikian Sabda Yesus (Yoh 6:44.bdk. 6:65). Dan hanya oleh Roh Kudus

seseorang mampu berkata “Yesus adalah Tuhan” (1 Kor 12:3).

Maka dalam pewartaannya, Paulus tidak mengandalkan kata-katanya

sendiri, tetapi terlebih mengandalkan kekuatan Roh (1 Tes 1:5). Sebab dia

menyadari bahwa hanya Tuhan yang sanggup membuka pintu untuk

pewartaannya (lih. 2 Kor 2:12 dan Kol 4:3). Secara indah dalam Kis, dituturkan

bagaimana di tempat sembahyang Yahudi di kota Filipi, Tuhan membuka hati

Lidia (Kis 16:14; bdk. Kis 14:27) sehingga ia mendengarkan pewartaan Paulus

dan kemudian memberi diri dibaptis beserta keluarganya. Saat mengalami

tantangan pewartaan dan dalam perjuangan yang berat, Paulus tetap berani

mewartakan Injil semata-mata karena berkat pertolongan Tuhan (1 Tes 2:2).

Maka untuk keberhasilan karya misinya ini, tak segan-segan Paulus meminta

umat untuk turut mendoakannya. “Selanjutnya, saudara-saudara, berdoalah

untuk kami, supaya firman Tuhan beroleh kemajuan dan dimuliakan, sama

seperti yang telah terjadi di antara kamu, dan supaya kami terlepas dari para
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

150

pengacau dan orang-orang jahat, sebab bukan semua orang beroleh iman”

demikian pintanya(2 Tes 3:1-2; lih. Rom 15:30-32).

Kendati demikian, bukan berarti usaha dari pihak manusia tidak perlu.

Paulus yang dari kecil dididik dalam Taurat dan pernah menjadi murid Gamaliel

(Kis 22:3) memang dipersiapkan untuk menjadi alat pilihan di tangan Tuhan

untuk mewartakan nama-Nya (Lih. Kis 9:15). Maka penguasaan Paulus akan

Kitab Suci memberi andil dalam keberhasilan pewartaannya, sama seperti

Apolos (lih. Kis 18:27-28). Dalam mewartakan Injil di kota-kota Yunani, Paulus

pertama-tama akan mencari rumah ibadat Yahudi (sinagoga). Sebab di sana dia

bisa bertemu dengan orang-orang Yahudi maupun orang-orang yang takut akan

Tuhan (simpatisan Yahudi), terlebih di sana dia mendapat peluang untuk

memberikan kesaksian tentang Yesus seperti terjadi di Antiokhia Pisidia (Kis

13:14-16) maupun di Tesalonika (Kis 17:2-3). Ketika berada di Filipi dia tidak

menemukan rumah ibadat Yahudi, maka dia dan kawan-kawannya menyusuri

sungai, sebab tempat sembahyang Yahudi pasti tidak jauh dari sungai untuk

mengadakan ritual pembasuhan. Dugaannya tidak meleset (Kis 16:13).

Sementara ketika tiba di Areopagus kota Atena, dia mesti mencari pintu

masuk pewartaan. Saat menemukan adanya mezbah untuk “Allah yang tidak

dikenal” (Kis 17:23), dia pun menjadikannya sebagai pintu masuk pewartaan

Injil. Selanjutnya dengan lantang dia mewartakan bahwa Kristus yang tersalib

itu telah bangkit kembali. Suatu pewartaan yang tidak menarik bagi orang-orang

Yunani yang mengharapkan pembebasan jiwa dari penjara badan. Kendati tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

151

banyak membawa hasil (Kis 17:34), terobosan katekese kreatifnya ini patut

diapresiasi. Demikian pula aneka kesempatan dipakai oleh Paulus untuk

mewartakan Injil, termasuk saat dihadapkan ke sidang Mahkamah Agama

Yahudi (Kis 23:6), di hadapan Raja Herodes Agripa II (Kis 26:24-32), maupun

saat menjadi tahanan rumah di kota Roma (Kis 28:30-31).

Paulus melakukan apa yang kemudian dinasihatkannya sendiri kepada

Titus, “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya” (Tit

4:2a). Hal yang sama dilakukan oleh jemaat perdana, saat terjadi penganiayaan

di Yerusalem, mereka pun menyebar ke seluruh negeri Palestina. “Mereka yang

tersebar itu menjelajah ke seluruh negeri itu sambil memberitakan Injil” (Kis

8:2). Demikian pula Petrus dan Yohanes, dalam perjalanan pulang dari Samaria

ke Yerusalem mereka memberitakan Injil dalam banyak kampung di

Samaria(Kis 8:25).

Sebagai pewarta firman, Paulus berusaha menyesuaikan diri dengan

situasi pendengarnya agar dapat memenangkan mereka semua bagi Injil Tuhan

(lih. 1 Kor 9:19-22). Untuk mewartakan Injil ini, Paulus mesti bertekun dan siap

mengalami aneka rintangan dan penderitaan (lih. 2 Kor 11:23-28). Lebih dari

itu, Paulus berusaha menjadi saksi Injil melalui keteladanan hidupnya. “Dalam

hal apapun kami tidak memberi sebab orang tersandung, supaya pelayanan kami

jangan sampai dicela” (2 Kor 6:3).

Bagaimana pun juga, dalam pewartaan Injil diperlukan kerjasama rahmat

Tuhan dan kerja keras usaha kita. Menarik bahwa Gereja memiliki dua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

152

pelindung karya misi, yakni St. Fransiskus Xaverius yang gigih mewartakan Injil

kemana-mana (3 Des) dan St. Theresia Lisieux, seorang biarawati kontemplatif

yang banyak berdoa untuk para misionaris (1 Okt). Sebagai katekis, upaya

memperdalam sumber-sumber iman dan aneka metodenya memang penting,

namun juga harus disertai dengan doa yang mendalam.

(d) Tuntutan bagi Seorang Katekis

Mengingat tugas mewartakan Injil ini bukanlah perkara mudah, maka

dituntut dari seorang katekis hal-hal berikut ini. Pertama, yakin akan iman yang

hendak diwartakannya. Tulis Paulus, “Sebab aku mempunyai keyakinan yang

kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan

setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang

Yunani” (Rom 1:16).

Kedua, tuntutan belajar terus-menerus baik materi iman yang akan

diajarkan supaya terhindar dari hal yang menyesatkan (Luk 17:1-2) dan makin

jelas bagi pendengarnya, maupun metode yang lebih sesuai dengan subjek yang

dihadapi (lih. Kan 779). Dalam kaitannya semangat belajar ini tetap berlaku

prinsip, “Yang mempunyai akan ditambahkan” (bdk. Mat 25:29).

Ketiga, tuntutan menjadi saksi Injil, atas apa yang telah kita wartakan.

Tidak cukup bila kita hanya bernubuat dan berkata-kata, sementara perbuatan

kita tidak selaras dengan kehendak Tuhan (bdk. Mat 7:22). Kepada Timotius

Paulus berpesan, “Awasilah dirimu sendiri dan ajaranmu” (1 Tim 4:16). Dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

153

Paus Paulus VI menulis, “Dunia… membutuhkan pewarta yang berbicara

mengenai Tuhan yang mereka kenal dan yang akrab dengan mereka, seakan

mereka telah melihat yang Tak Kelihatan itu” (EN 75). Secara lugas

dokumenPedoman Katekis juga menyebut, “Sangat disayangkan kalau mereka

„tidak mempraktekkan apa yang mereka wartakan‟ dan berbicara tentang Tuhan

yang secara teoretis mereka tahu baik sekali, tetapi mereka sendiri tidak

mempunyai kontak dengan-Nya.”

Keempat, tuntutan terbuka kepada Gereja, dimana keterbukaan ini

diungkapkan dalam cinta, pengabdian terhadap pelayanannya, dan kesediaan

menderita. Gereja mengharapkan katekis-katekis yang memiliki rasa handarbeni

dan tanggung jawab mendalam sebagai anggota yang hidup dan aktif dari

Gereja. Secara konkret hal ini tampak dalam kesetiaan mengikuti Misa

Mingguan dan partisipasi di lingkungan setempat.

(e) Tantangan Bagi Para Katekis

Selain mesti memenuhi harapan dan tuntutan di atas, seorang katekis

akan dihadapkan pada pelbagai tantangan.

Pertama, dari diri kita sendiri. Kita menyadari aneka kelemahan dan

kerapuhan kita, ibarat bejana tanah liat, namun syukur pada Allah bahwa kita

dipercaya untuk ambil bagian mewartakan Injil. Menyadari kelemahan dan

keterbatasan diri, kiranya kita patut bersyukur bila dipercaya mengemban tugas

luhur ini. Dan di sinilah kita boleh berharap akan kekuatan dan bantuan Allah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

154

“Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa

kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2

Kor 4:7).

Kedua, kita akan dihadapkan pada aneka kondisi tanah batin pendengar

yang berbeda-beda, tidak selalu tanah yang subur (lih. Mat 13:1-23). Dibutuhkan

kesabaran dan ketekunan. Di lain pihak kita mesti mengimani bahwa para

pendengar itu adalah kawanan domba milik Kristus sendiri yang mesti diberi

santapan firman dan digembalakan. Cinta akan Kristus memotivasi kita untuk

menunaikan tanggungjawab ini (bdk. Yoh 21:15-17).

Ketiga, medan pewartaan yang kita hadapi tidak selalu mudah, sebab

dalam pewartaan Injil ini kita tidak memilih sendiri “kawanan domba yang

gemuk”, tetapi bersama yang lain kita mau peduli pada kawanan yang

dipercayakan kepada kita. Terkadang kita sungguh dituntut berkorban,

dihadapkan pada aneka kesulitan dan penganiayaan, kendati mungkin tidak

seberat yang dialami oleh St. Paulus (lih. 2 Kor 11:23-28). Sebagai katekis kita

tidak ingin seperti benih yang jatuh di tanah berbatu, yang cepat layu karena

penindasan dan penganiayaan (Mat 13:20-21). Semoga penderitaan itu justru

mematangkan iman kita (bdk. 2 Tim 3:10-13).

Tugas mewartakan Injil berarti mewartakan Kristus, bukan mewartakan

diri kita sendiri. Maka semangat kerendahan hati St. Yohanes Pemandi perlu kita

resapkan, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil “ (Yoh 3:30).

Kepada jemaat di Tesalonika Paulus menegaskan bahwa dia mewartakan Injil


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

155

bukan untuk mencari pujian manusia ataupun dengan maksud loba tersembunyi,

melainkan semata-mata ingin menyukakan hati Allah (1 Tes 2:4-6).

Paulus bisa menjadi pewarta Injil yang militan dan handal karena dia

telah berjumpa dan mengalami Kristus yang bangkit. Demikian pula orang

Gerasa yang kerasukan roh jahat, setelah disembuhkan oleh Yesus diutus

mewartakan pengalaman imannya kepada orang-orang sekampungnya (Mrk

5:19). Begitu pula wanita Kanaan (Yoh 4:28-30). Tugas pewartaan ini

mengandaikan adanya pengalaman kontak personal dengan Tuhan sendiri. Inilah

yang mesti senantiasa kita pupuk dan kembangkan. Bagaimana kita bisa

mewartakannya, kalau kita sendiri tidak duduk mendengarkan sabda-Nya? Kita

mesti tinggal bersama Yesus dalam doa. Dalam doa kita bisa mempersembahkan

suka-duka pewartaan kita. Hanya Tuhanlah yang sanggup membuka pintu hati

sehingga orang bertobat dan percaya. Dan di luar Dia, kita tidak akan bisa

berbuat apa-apa (Yoh 15:5).

Kita patut bersyukur mendapat kesempatan membimbing katekumen

menjadi murid Kristus. Dalam hal ini kita perlu belajar dari St. Andreas yang

termasuk di antara empat murid pertama Yesus. Bahkan dalam Injil Yohanes,

Andreas digambarkan sebagai pribadi “pengantar”. Dialah yang mengantar

Simon, kakaknya, kepada Yesus (Yoh 1:41-42). Dialah yang melaporkan anak

yang membawa lima roti jelai dan dua ikan sehingga Yesus mengadakan

mukjizat pergandaan (Yoh 6:8-9). Dan dia pula yang menyertai Filipus untuk

melaporkan kepada Yesus bahwa ada orang Yunani mau menemui-Nya (Yoh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

156

12:22). Kendati demikian, dalam aneka kesempatan istimewa, seperti Yesus

membangkitkan anak Yairus, Yesus menyatakan kemuliaan-Nya di gunung

tinggi, ataupun saat Yesus berdoa di Getsemani, Andreas tidak pernah diajak

serta. Andreas adalah sosok pribadi yang rendah hati dan bersyukur bahwa boleh

menjadi “pengantar” orang bertemu dan mengalami Kristus.

Sebagai katekis, kita akan dihadapkan pada aneka kesulitan dan derita.

Bahkan barangkali juga tiada jaminan bahwa kita akan terbebas dari penyakit.

Kalaupun kita mesti menanggung penderitaan karena Injil, baiklah kita

mengingat Sabda Bahagia Tuhan Yesus (Mat 5:10-12) dan nasihat Paulus

berikut ini, “Kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada

Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia” (Flp 1:29). Kepada

Timotius dia juga menasihatkan agar tabah dalam menanggung penderitaan

karena Injil (2 Tim 2:3.4.9).

Akhirnya, kita mesti menyadari bahwa kita bersama-sama ambil bagian

dalam pewartaan Kerajaan Allah, bukan “kerajaan-ku”, maka semangat

kerjasama, “pergi berdua-dua” , perlu dikembangkan. Maka gaya

pewartaan single fighter, perlu diganti dengan sinergi aneka potensi. Pengurus

mesti memberdayakan aneka potensi yang ada dan mensinergikannya. Yesus

mengutus dan mendelegasikan tugas perutusan kepada para murid. Paulus pun

menasihati Timotius untuk menunjuk pengajar-pengajar yang lain (lih. 1 Tim

2:2). Dalam hal ini „jabatan‟ pengurus hendaknya pertama-tama dilihat sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

157

tanggung jawab pelayanan dan pemberdayaan, bukan sekedar status, apalagi

untuk menguasai (bdk. Mat 20:28).

(f) Lantas, Apa Upahku?

Memang dalam pewartaan Injil, ada prinsip “Pekerja patut mendapatkan

upah” (Mat 10:10; bdk. 1 Kor 9:10). Namun, Paulus sengaja memilih tidak

menggunakan haknya. Dia bersyukur boleh mewartakan Injil tanpa upah (1 Kor

9:18). Dia bisa tetap hidup dari keringatnya sendiri karena bekerja sebagai

pembuat tenda (Kis 18:3). Maka selain membagikan Injil, Paulus juga

membagikan hidupnya sendiri (1 Tes 2:8). Hal yang sama terjadi di antara para

katekis. Maka pertanyaannya, lantas apa upahku?

Kepada para murid yang kembali dari tugas perutusannya, Yesus

berpesan, “Janganlah bersukacita karena roh-roh itu takhluk kepadamu, tetapi

bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga” (Luk 10:20). Inilah yang

membahagiakan. Daniel pun menuliskan penglihatannya, bahwa pada akhir

zaman “Orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan

yang telah menuntun kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk

selama-lamanya” (Dan 12:3). Inilah janji Tuhan bagi semua yang ambil bagian

dalam pewartaan Injil. Maka, kita boleh berseru bersama St. Paulus, “Celakalah

aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1 Kor 9:16b).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

158

h) Ice breaking (13.00-13.15)

Berisi gerak dan lagu untuk kembali menyegarkan suasana dan

menambah semangat para peserta yang hadir. Ice breaking diisi dengan lagu dan

video “chicken dance”. Ice breaking ini dipandu langsung oleh pemandu

rekoleksi. Diharapkan semua peserta bergoyang dan menari bersama dengan

mengikuti pembina dan alunan dari musik video “chicken dance”. Ice breaking

ini disesuaikan dengan waktu yang ada karena hanya sebatas pilihan untuk

mengisi kejenuhan setelah menerima banyak materi dari pendamping.

i) Penutup (13.15-13.30)

(1) Pengantar

Bapak ibu sekalian yang terkasih dalam Kristus, hari ini kita telah

melewati dan menyelesaikan rekoleksi pertama kita dengan dua sesi yang berisi

materi yang membantu bapak ibu untuk semakin mantap dalam pelayanannya

sebagai katekis. untuk pertuan hari ini kita cukupkan sampai disini. Dan semoga

bapak-ibu pada pertemuan selanjutnya dapat berkumpul kembali disini untuk

mengikuti kegiatan rekoleksi. Terimakasih atas perhatian bapak ibu semua. Jika

ada yang masih terarasa kurang untuk ditanyakan dapat ditanyakan dipertemuan

kedepan. Pertemuan hari ini kita tutup dengan doa dan lagu penutup.

(2) Doa penutup (13.15-13.20)

Allah yang maha baik kami berterima kasih kepada-Mu atas penyertaan-

Mu dalam rekoleksi hari ini sehingga rekoleksi ini berjalan dengan lancar. Ya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

159

Bapa semoga dengan apa yang kami dapat padai hari ini dapat berguna dalam

setiap pelayanan dan perutusan kami kedepan. Kami tahu sebagai manusia kami

memiliki banyak kekurangan. Tetapi kami akan berjanji dengan segenap hati

kami dapat menjadi pelayan-mu yang setia sehidup semati menjadi perantara

ditengah-tengah umat-Mu dalam membina iman mereka. Seluruh doa ini kami

haturkan lewat perantaraan Putera-Mu Yesus Kristus. Amin.

(3) Lagu penutup (13.20-13.30)


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

160

BAB V

PENUTUP

Pada bagian akhir dari karya tulis ini, penulis mencoba melihat kembali

secara keseluruhan uraian dari Bab I sampai IV dengan membuat kesimpulan.

Pada bagian pertama akan disampaikan kesimpulan, pada bagian kedua akan

disampaikan refleksi dari penulis untuk Pembangunan Jemaat di daerah tempat

tinggal penulis berkarya sebagai katekis nantinya dan pada bagian akhir akan

disampaikan saran bagi Gereja dalam arti luas.

A. Kesimpulan

Konsep van Hooijdonk mengenai Pembangunan Jemaat sebenarnya

merupakan sintesis dari istilah “pembangunan” dan “jemaat.” Sebelum sampai

pada penyimpulan mengenai definisi Pembangunan Jemaat, ia mula-mula

menerangkan arti “jemaat” dan “pembangunan”. Baginya jemaat adalah

persekutuan orang beriman setempat. Orang beriman setempat itu menunjuk

pada persekutuan orang beriman dalam suatu paroki teritorial. Sementara dengan

“pembangunan” dimaksudkan sebagai campur tangan aktif atau intervensi dalam

tindak-tanduk jemaat setempat, yaitu paroki. Hooijdonk kemudian

menyimpulkan kosep Pembangunan Jemaat itu sebagai “Intervensi sistematis

(campur tangan yang teratur menurut sistem) dan metodis (sesuai metode) dalam

tindak-tanduk jemaat setempat”. Baginya Pembangunan Jemaat menolong

jemaat beriman lokal untuk dengan bertanggung jawab penuh berkembang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

161

menuju persekutuan (paguyuban) iman, yang mengantarai keadilan dan kasih

Allah dan yang terbuka terhadap masalah manusia di masa kini.

Konsep di atas mengarah pada satu tujuan, yaitu persekutuan atau

paguyuban iman yang lebih sesuai dengan kepengikutan Yesus, yaitu

mengantarai keadilan dan kasih Allah, serta keterbukaan terhadap pertanyaan-

pertanyaan zaman kini menyangkut masalah-masalah manusia. Upaya untuk

sampai ke arah paguyuban iman yang baru tersebut terjadi dalam proses. Karena

itu dalam definisi di atas terdapat istilah “berkembang” yang menunjuk pada

proses. Hal ini dipertegas pula oleh pernyataan awal: “Intervensi sistematis dan

metodis dalam tindak-tanduk jemaat setempat”. Pernyataan ini mengandaikan

bahwa proses perubahan jemaat menuju suatu persekutuan iman yang baru

memerlukan pula suatu campur-tangan teoritis yang sistematis dan metodis.

Konsep Pembangunan Jemaat itu menjelma paling konkrit dalam jemaat

lokal yang oleh Hooijdonk disebut paroki teritorial di mana gereja ada, hidup

dan berkembang. Jemaat lokal dalam hal ini menjadi subyek maupun obyek.

Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa Allah tetap menjadi subyek utama

Pembangunan Jemaat. Arti pertama Pembangunan Jemaat bukanlah bahwa

jemaat dibangun oleh manusia, melainkan oleh Roh Kudus. Bersamaan dengan

Roh Kudus juga, Kristus disebut sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh

seluruh bangunan, rapi tersusun menjadi bait Allah yang kudus di dalam Tuhan.

Di dalam Dia kamu juga turut dibangun menjadi tempat kediaman Allah, di

dalam Roh. Allah-lah yang asal dari Pembangunan Jemaat.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

162

Serentak dengan mengakui berkaryanya Allah dalam Pembangunan

Jemaat harus diakui pula karya manusia dalam Pembangunan Jemaat. Tidak

mungkin mengakui berkaryanya Allah tanpa mengaitkannya dengan karya

manusia. Manusia dengan segala kesetaraannya, kesadaran, dan rasa tanggung-

jawab menjadi subyek Pembangunan Jemaat. Sesama subyek itu tersusun secara

hirarkis. Uskup dan imam harus menciptakan iklim positif di mana warga jemaat

biasa dipandang sebagai subyek, yakni sebagai manusia yang dipanggil untuk

memikul tanggung-jawab dengan bebas, dan mengusahakan kepemimpinan yang

inspiratif, kooperatif dan suportif terhadap umat.

Manusia sebagai subyek pembangun jemaat perlu mengerti juga bahwa

Allah-lah yang membangun Gereja, bahwa Roh Allah secara spiritual bekerja

bersama para anggota umat dan pejabat gereja. Jemaat dalam arti ini bukan saja

menjadi subyek melainkan obyek pembangunan. “Aku akan memulihkan

keadaan Yehuda dan Israel dan akan membangun mereka seperti dulu.” (Yer

33:7). Bukan Yehuda dan Israel saja, melainkan semua orang. Semuanya

menjadi subyek maupun obyek pembangunan, sambil memperhatikan apa

sebenarnya yang menjadi tujuan Pembangunan Jemaat.

Tujuan Pembangunan Jemaat adalah kedatangan Kerajaan Allah.

Kedatangan Kerajaan Allah adalah kehadiran keselamatan. Pembangunan

Jemaat terarah ke situ. Itulah yang dimaksudkan dengan persekutuan

(paguyuban) iman, yang mengantarai keadilan dan kasih Allah yang

mengejawanta secara konkrit dalam jemaat lokal dalam bentuk paroki, dan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

163

memberi ruang bagi semua orang untuk pertumbuhan yang terarah pada

penyempurnaan.

Menyatukan umat dalam pengertian penulis selaras pula dengan

pernyataan Hooijdonk yaitu mengantarai kasih dan keadilan Allah. Umat akan

mengerti tentang kasih dan keadilan Allah jika mereka merasakan kasih dan

keadilan secara nyata. Kasih yang kongkrit itu bisa ditularkan oleh pemimpin

umat. Hal ini juga terinspirasi dari kata-kata Paulus: “Kenakanlah kasih sebagai

perekat yang mempersatukan dan menyempurnakan.” Satu dalam kasih dan

terarah pada kesempurnaan. Kasih juga yang mengandaikan keadilan. Adanya

kasih pasti menciptakan situasi yang adil. Dalam arti itu umat beriman merasa

dirangkul, diperlakukan secara sama dan tidak ada yang terpinggirkan. Hadir,

tinggal dan merasakan kehidupan nyata umat sambil mempersatukan diri mereka

dalam keterikatan parochial dalam mana Allah terus berkarya dan umat beriman

juga tetap melaksanakan tanggung-jawab masing-masing sesuai keahlian dan

tugas yang dipercayakan.

Di atas disebut bahwa upaya menolong dan mengarahkan umat terjadi

dalam proses. Tujuannya adalah agar umat bertumbuh dalam persekutuan iman

yang baru. Proses ke arah persekutuan tersebut akan terlaksana dengan baik jika

ada dasar teoretis yang bisa dijadikan kerangka acuan untuk berproses. Berkaitan

dengan itu Hooijdonk memberikan aspek dasar Pembangunan Jemaat, yaitu:


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

164

1. Bertindak imani dan rasional

Dalam bertindak imani senantiasa terjadi kombinasi antara bertindak

imani dan bertindak rasional. Antara bertindak yang mengimani karya Roh

Kudus dalam Gereja dan yang merasa diteguhkan oleh tradisi yang diwariskan

kepada kita serta bertindak yang secara rasional mengatur sumbangan jemaat

serta mengarahkannya kepada tujuan yang dapat terjangkau dan di samping itu

merancang dan menguji metode serta sarana untuk mencapai hasil yang sebaik

mungkin. Di sini diandaikan bahwa Pembangunan Jemaat itu tidak boleh berat

sebelah. Misalnya penekanan pada usaha beriman saja. Harus ada kombinasi

antara keduanya. Berhadapan dengan hal ini maka menjadi tugas seorang

pemimpin untuk memberikan pengarahan. Iman memang yang utama. Akan

tetapi penanaman iman sampai menuju persekutuan iman yang baru memerlukan

pula sarana teoretis yang perlu bagi pengembangan, seperti penyediaan sarana

pastoral dalam bentuk kebijakan dan kemampuan kritis seorang pemimpin.

Penekanan berlebihan pada iman tanpa pertimbangan rasional justru akan

mengakibatkan kepicikan dan kebodohan. Pemimpin harus bisa

mengembangkan daya nalar dan kritis terhadap apa yang diimani sambil juga

mengajak umat untuk mampu mempertanggung-jawabkan iman mereka.

2. Bertindak fungsional, terarah kepada tujuan dan hasil

Berpikir dengan kategori fungsional, tujuan dan hasil rupanya belum

biasa bagi mereka yang menjalankan pastoral. Namun ada juga pakar teologi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

165

praktis yang berpendapat bahwa fungsionalitas merupakan kategori teologis

sejauh di dalamnya tersirat realisasi kerajaan Allah.

a. Fungsional

Adanya ilmu sosial memberikan sumbangan kepada gereja untuk berpikir

secara instrumental atau fungsional. Kualitas manusiawi dapat pula dituntut di

bidang kepemimpinan dan managemen. Intinya setiap tugas dan peran memang

harus efektif dan fungsional. Masing-masing pihak yang terkait perlu kesadaran

akan tugas dan fungsi kehadirannya dalam Pembangunan Jemaat.

b. Terarah pada tujuan dan hasil

Harus ada tujuan dan hasil yang hendak dicapai. Ada tujuan jangka

panjang dan ada tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang dalam hal

Pembangunan Jemaat adalah paguyuban iman yang baru yang memberi tempat

utama pada kasih dan keadilan Allah. Dalam rangka pencapaian tujuan akhir

tersebut perlu pula ada tujuan-tujuan antara yang mengarah ke sana. Tujuan

jangka panjang menunjuk pada kepemimpinan yang memiliki visi, sementara

untuk sampai ke situ ada tapakan-tapakan kegiatan yang diatur secara

managerial untuk memperoleh hasil maksimal lewat kerja keras dan

pemberdayaan umat.

3. Bertindak menurut tata waktu atau secara proses

Proses Pembangunan Jemaat dapat dipandang dari dua proses, yaitu:

peninjauan kembali sejarah dan melihat Pembangunan Jemaat sebagai proses

historis yang berlangsung sampai hari ini dan melihat keadaan sekarang dan hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

166

depan serta memandang Pembangunan Jemaat sebagai tindakan intervensi untuk

mempersiapkan, melaksanakan dan menstabilkan. Secara sederhana proses

Pembangunan Jemaat ini berlangsung lewat tiga tahap, yaitu:

 Membuka orang akan perubahan/start (unfreezing)

 Orang mulai bekerja/pelaksanaan (moving)

 Menciptakan kondisi agar hasil yang tercapai dilestarikan, dimantapkan, atau

diselesaikan.

Tahap-tahap ini berproses secara spiral. Itu berarti bahwa ada hilir mudik.

Kesalahan dalam fase tertentu kadangkala baru menjadi jelas dalam fase

berikutnya, sehingga harus ada perbaikan untuk melanjutkan suatu kegiatan

gereja atau kebijakan bersama lewat program-program yang ada.

4. Bertindak menurut tata ruang atau pengembangan organisasi

Dalam kaitan dengan Pembangunan Jemaat, istilah organisasi jemaat

dianggap sangat penting. Fungsi ini perlu ada. Perlawanan terhadap hal ini dapat

dibandingkan dengan perlawanan terhadap rasionalitas serta bertindak

fungsional dan terarah pada hasil. Yang penting sebenarnya adalah

memanfaatkan ilmu sosial untuk mencapai hasil. Bagi banyak orang, adanya

organisasi dianggap sebagai penciptaan struktur, seperti menciptakan dewan

paroki atau dewan pengurus. Organisasi sebetulnya bukan pertama-tama

penciptaan struktur, melainkan penciptaan relasi yang baik antarmanusia,

menciptakan komunikasi terbuka yang memberi kemungkinan perkembangan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

167

pribadi-pribadi di dalamnya. Ini menjadi syarat agar organisasi gereja dapat

terarah kepada tujuan dan tugas.

5. Mengaktifkan partisipasi

Untuk mencapai suatu paguyuban iman yang baru, maka penting kiranya

agar semua elemen umat terlibat di dalamnya, baik pemimpin maupun semua

anggota. Pengaktifan umat bukanlah hal yang mudah. Namun penciptaan

vitalisasi umat beriman bukan juga hal yang mustahil. Pembangunan Jemaat

harus dan mau bekerjasama dengan semua manusia yang beriman tanpa paksaan

atau penekanan, melainkan mau mengadakan relasi kerja sama yang fungsional

untuk mencapai persekutuan yang didambakan. Perlu ada kerjasama sebagai

rekan, ada empati terhadap orang lain dan sekaligus perhatian terhadap perasaan

sendiri. Dalam arti itu harapan akan keaktifan umat dalam Pembangunan Jemaat

boleh terwujud.

Aspek-aspek dasar Pembangunan Jemaat sebagaimana diungkapkan oleh

Hooijdonk di atas menjadi kerangka acuan untuk pencapaian hasil. Ia berbicara

tentang definisi Pembangunan Jemaat, dan memberikan pula beberapa pemikiran

dasar yang membantu jemaat untuk sampai pada tujuan yang semestinya, yaitu

paguyuban iman yang baru yang lebih sesuai dengan kepengikutan Yesus dan

terbuka bagi semua manusia zaman sekarang.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

168

B. Refleksi Pribadi

setelah memahami sekian banyak pengetahuan tentang Pembangunan

Jemaat dan kaitannya dengan Gereja, maka penulis akan merefleksikan

Pembangunan Jemaat tersebut dalam kaitannya dengan jemaat di tempat tinggal

penulis berkarya nantinya sebagai seorang katekis. Membangun jemaat di

tempat penulis berada nantinya pasti tidaklah semudah yang dibayangkan,

karena harus berhadapan dengan kondisi medan jalan yang rusak, penduduk

yang tinggal berjauhan hingga kepedalaman yang sulit dijangkau kendaraan

darat, cuaca, dan umat yang rata-rata berpendidikan maksimal tingkat SMA

(Sekolah Menengah Atas) yang berprofesi sebagai petani. Tantangan terberatnya

adalah membahasakan Pembangunan Jemaat sesederhana mungkin sesuai

dengan pengalaman dan budaya yang dipegang umat setempat. Semua hal itu

harus bisa saling berhubungan agar lebih mudah masuk dan secara pasti

membangun jemaat tahap demi tahap demi tercapainya Pembangunan Jemaat

yang tetap berpegang pada budaya yang berbaur dengan Gereja.

Seperti yang penulis alami selama menjadi umat di tempat penulis

berasal yakni desa Sejiram, kecamatan Seberuang, kabupaten Kapuas Hulu,

provinsi Kalimantan Barat, umat di sana begitu erat memegang adat istiadat dan

budaya. Hal ini harus dipertahankan jika ingin membangun jemaat Kristus.

Lewat budaya yang begitu kental tersebut, Pembangunan Jemaat diharapkan bisa

semakin mempererat antara Gereja dan budaya supaya bisa saling berdampingan

dalam strategi menyatukan jemaat. Jika umat merasa di dalam Gereja budaya

tetap tidak dilupakan maka secara otomatis ada rasa sangat dihargai unsur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

169

identitas diri dalam beragama dan timbal baliknya, umat berbudaya tersebut

akan menerima setiap Pembangunan Jemaat yang diberikan oleh Gereja Katolik.

Diharapkan dengan adanya Pembangunan Jemaat di tempat asal penulis

memberikan sumbangsih yang besar bagi perkembangan iman umat. Sebab di

dalam Pembangunan Jemaat mengandung banyak unsur pembaharuan contohnya

seperti paguyuban-paguyuban. Dengan adanya sebuah paguyuban, umat yang

biasanya hanya berkumpul untuk mengikuti sebuah perayaan Ekaristi atau ibadat

berupah menjadi pemberi sumbangsih besar dalam ide-ide untuk saling

memperkembangkan iman, berorganisasi, berbagi pendapat seputar kemajuan

Gereja dan lain sebagainya. Setidaknya dengan adanya Pembangunan Jemaat ini

diharapkan mampu membangkitkan semangat umat katolik berbudaya dayak

yang selama ini hanya sekedar mengikuti perayaan Ekaristi berubah menjadi

umat yang mampu mempelopori kegiatan-kegiatan gerejawi dalam sebuah

perkumpulan paguyuban dan terus melanjutkan Pembangunan Jemaat sampai ke

anak cucu nantinya.

Dan penulis sendiri yang kedepannya akan menjadi seorang katekis di

daerah asal memiliki cita-cita tidak hanya menjadikan setiap perkuliahan selama

ini hanya untuk mengejar ijasah sarjana (S1) yang bergerak dalam pendidikan

saja demi beberapa lembar uang, tetapi lebih kepada pelayanan dan tujuan utama

Pembangunan Jemaat dan pemberdayaan umat katolik menjadi umat yang maju

dalam segala bidang khususnya dalam pengetahuan hidup menggereja di

hadapan Allah. Dengan karya tulis mengenai Pembangunan Jemaat ini, penulis

mengerti arti pelayanan bukan sekedar menjadi katekis dalam arti pegawai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

170

sebuah instansi (guru) tetapi lebih kepada seluruh ilmu yang diperoleh harus bisa

dibagikan dan ditindak lanjuti di tengah masyarakat bukan hanya sekedar

menjadi seorang pengajar dan ketika di tengah umat tenggelam atau hilang tanpa

ada sumbangsih sebagai seseorang yang sedikit banyak memahami ilmu agama

dalam pelayanan di tengah umat.

C. Saran

Umat Paroki Santo Fidelis Sejiram, Keuskupan Sintang, Kalimantan

Barat sangat membutuhkan pendampingan agar mampu meningkatkan semangat

menggereja dalam misi Pembangunan Jemaat. Penulis sudah menyarankan

program rekoleksi pada bab sebelumnya yang bertujuan memberikan

pengetahuan dan semangat pelayanan bagi para katekis dalam menjalankan

tugasnya sebagai pelayan Kristus yang misioner. Melalui rekoleksi tersebut umat

diharapkan dapat semakin menemukan, mendalami, dan menghayati Kristus

sebagai pedoman hidup menggereja, sehingga iman semakin berkembang dan

terarah pada perkembangan zaman. Semoga dengan adanya pengetahuan lebih

tentang Pembangunan Jemaat, katekis tidak lagi mengira-ngira dan mencari-cari

apa saja tugas dan tanggug jawabnya karena dasarnya sudah terangkum dalam

Pembangunan Jemaat itu sendiri.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

171

DAFTAR PUSTAKA

Darmawijaya, Pr. (1990). Aneka Tema Rekoleksi. Yogyakarta: Kanisius.


van Hooijdonk, P.G. (1996). Batu-batu yang Hidup “Pengantar ke Dalam
Pembangunan Jemaat”. Yogyakarta: Kanisius.
Kamari, FX. (1985). Kepribadian Seorang Katekis (Pradnyawidya 13).
Yogyakarta: Sekolah Tinggi Filsafat Kateketik “Pradnyawidya”.
Katekese KOMKAT KWI. (1997). Pedoman Untuk Katekis. Yogyakarta:
Kanisius.
Rubiyatmoko, Editor. (2006). Kitab Hukum Kanonik. Bogor: Grafika Mardi
Yuana.
Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan
Referensi. Yogyakarta: Kanisius.
Mangunhardjana, A.M. (1985). Membimbing Rekoleksi. Yogyakarta: Kanisius.
Kessel, Rob van. (1989). 6 Tempayan Air “Pokok-pokok Pembangunan Jemaat”,
Seri Pembangunan Jemaat. Yogyakarta: Kanisius.
Sanjaya, V. Indra. (2011). Belajar dari Yesus “Sang Katekis” . Yogyakarta:
Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai