Anda di halaman 1dari 16

GERAKAN OIKUMENE

MENGATASI MASALAH-MASALAH MASYARAKAT


DI DALAM PERAN ”TEOLOGI SOSIAL”

Mata Kuliah : OIKUMENIKA


Dosen Pengampu : Dr. Tony Tedjo, M.Th
Nama : 1. Fandy Latif, NIM : 20.1.4.004
2. Ferry Irwanto, NIM: 20.1.4.005

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI “KHARISMA”


BANDUNG
JUNI 2022
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Daftar Isi
BAB.
I. PENDAHULUAN

Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Indentifikasi masalah

Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Tujuan Penulisan ....................................................

II. PEMBAHASAN

III. PENUTUP

Kesimpulan dan Saran . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

DAFTAR PUSTAKA
I. Pendahuluan
Latar belakang.
Pada awalnya hanya ada satu gereja, tetapi satu gereja itu menyebar ke

seluruh dunia dan menyatakan dirinya sebagai “gereja yang berdenominasi”.

Pembagian ini membuat struktur dasar kehidupan dan pelayanan gereja

berbeda. Meskipun demikian, perbedaan-perbedaan ini bukanlah alasan untuk saling

mendiskriminasi, tetapi karena perbedaan-perbedaan inilah kharisma yang diterima

dari Tuhan mewarnai kehidupan dan pelayanan gereja. Dalam hal ini lahir kesadaran

akan kesatuan, berkembang menuju kesadaran kesatuan gerejawi yang satu sebagai

tubuh Kristus. Jadi, yang disebut "oikumene" termasuk gereja, yang memandang dan

bertindak sebagai satu kesatuan.

Upaya ekumenis telah dijajaki oleh gereja-gereja anggota PGI untuk

mewujudkan satu-satunya gereja Kristen di Indonesia. Dan kata ekumenisme bukan

lagi kata asing, tetapi tampaknya sudah lazim di beberapa kegiatan gereja. Jiwa

Oikumenis sering diungkapkan dengan mengadakan suatu perayaan hari besar

Kristen, seperti: Paskah dan Natal bersama, doa Bersama dan sebagainya. Sehingga

ada sebagian orang mengidentikkan kegiatan secara bersama-sama yang dinamakan

gerakan Oikumene.

Bahkan, terjadi tumpang tindih antara berbagai gerakan ekumenis dan

antara gerakan ekumenis ini dengan sinode, terutama dalam kaitannya dengan

berbagai tempat pelayanan yang dimiliki oleh berbagai sinode. Baik wilayah layanan

maupun agenda dan program yang tumpang tindih.

Isu-isu di atas semakin rumit dengan mempertimbangkan, pertama-tama,

bahwa lembaga yang berbeda memiliki saluran pendanaannya sendiri. dari dalam dan

luar negeri. Untuk itu, setiap lembaga berupaya menjaga saluran pendanaan melalui
agenda dan program masing-masing. Akibatnya, kami melihat program yang berbeda

di lapangan yang sebenarnya serupa tetapi tampaknya berlebihan. Sebagai contoh,

menemukan bahwa suatu daerah memiliki banyak organisasi yang aktif tetapi tidak

memiliki struktur ekumenis yang terintegrasi.

Ini semua berdasarkan pengamatan dan sejumlah pembacaan di beberapa

artikel tentang kegiatan ouikumene, diketahui bahwa setiap gereja memiliki materi

tentang ekumenisme, tetapi dengan beberapa pemahaman.

Ada 2 (dua) Fenomena yang melatar belakangi penulis yaitu mengkaji

pemahaman gereja tentang ekumenisme dalam hubungan antar gereja dan antar

agama dan juga mengkaji teologi sosial dalam arti sempit yaitu sebagai teologi khusus

tentang keterlibatan umat di dalam masalah-masalah masyarakat misalnya dalam

menghadapi tantangan kemiskinan, kesehatan dan ketidakadilan. Kegiatan ini adalah

menjalankan teologi sosial dalam arti sempit atau sebagai teologi khusus, tetapi

dengan tetap memberi perhatian pada dimensi teologi sosial dalam arti luas, yaitu

sebagai teologi fundamental. Terlihat dengan jelas bahwa kehidupan keagamaan dan

tantangan kontemporer (ekonomi, sosial, politik, budaya) semakin kompleks. Di sini,

upaya revitalisasi ekumenisme tidak dapat dipisahkan dari semua kehidupan. Gereja

harus menerima dan berjuang dengan berbagai pihak untuk memperjuangkan

kehidupan seluruh ciptaan (bumi).

Gereja perlu mempertimbangkan kembali pandangan-pandangan yang

telah diajarkan dan dipraktikkannya tentang teologi sosial. Diharapkan pemikiran

ulang ini akan membawa pencerahan yang dibutuhkan untuk menciptakan teologi

yang seimbang. Teologi Mengajarkan Gereja untuk Mengasihi Tuhan dan juga

sesamanya.1 Dengan demikian penulis berharap, bahwa kegiatan ini bisa memberi
1
Ricardo Freedom Nanuru, Gereja Sosial, (Yogjakarta, pernebit Deepublish,2020), 9.
dampak dengan bersatunya gereja-gereja di dalam: “ GERAKAN OIKUMENE

MENGATASI MASALAH-MASALAH MASYARAKAT DI DALAM PERAN

”TEOLOGI SOSIAL”

Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka penulis memperinci

beberapa identifikasi masalah sebagai berikut, Yaitu:

Kesatu, Memahami gerakan oikumene sebagai kesatuan tubuh kristus

didalam keesaan dan keimanan.

Kedua, Paradigma gereja-gereja khususnya dan jemaat luas pada

umumnya di dalam melakukan kegiatan gerakan oikumene yang konsisten.

Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penulis membatasi masalah

sebagai berikut:

Kesatu, bagaimana pengertian gerakan oikumene baik dalam hubungan

antar gereja dan hubungan antar agama.

Kedua, bagaimana pengertian teologi sosial.

Ketiga, dilakukan suatu kegiatan yang dapat mengatasi masalah-masalah

masyarakat saat ini di dalam peran gerakan oikumene.

Tujuan Penulisan
Untuk memberikan pemahaman dan pengertian kepada gereja-gereja

khususnya dan jemaat luas pada umumnya, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan di

dalam gerakan oikumene, dalam menghadapi berbagai tantangan kemajuan zaman,

baik dalam kehidupan moral maupun dalam teologi sosial. Guna membangun

kehidupan rohani, gereja-gereja harus mulai bersatu kembali dengan ajaran Alkitab

yang benar berdasarkan keesaan dan iman sebagai tubuh kristus. Itu semangat
oikumene menjadi bangunan teologis dan mempengaruhi pemikiran gereja-gereja

antar denominasi.

II. PEMBAHASAN
1. Pengertian Oikumene
Agama merupakan kebutuhan dalam kehidupan manusia sebagai ciptaan

Tuhan. Sebagai makhluk yang homogen, setiap orang harus menerima agama tertentu.

Keberagaman umat beragama pada hakekatnya bersifat fanatik yang dalam

interaksinya dengan agama lain, kadang ini menimbulkan konflik dengan agama lain

yang memiliki fanatisme yang sama dalam doktrin dan praktik keagamaannya. Jadi,

mengingat hal itu, adakala agama melahirkan kekerasan atas nama agama!. “Dalam

hal ini agama Kristen tidak hidup menyendiri tetapi selalu bergaul dengan agama lain,

dan tanpa sikap dan toleransi yang baik tentunya konflik akan menjadi tantangan

yang sangat serius. Oleh karena itu, khususnya agama Kristen, perlu adanya

pendekatan yang tepat, demi kerukunan dan saling menghormati antar umat

beragama, guna meminimalisir konflik antar umat beragama.

Dalam hal ini, Keberadaan agama-agama, merupakan hasil penyataan

bersama tentang Tuhan yang menciptakan dan dalam roh manusia yang diciptakan

menurut gambar dan rupa Tuhan, dalam Kejadian. 1:26-27. Tetapi melalui

kehancuran total dari dosa, manusia tidak akan dapat kembali ke persekutuan yang

benar dengan Tuhan. Baik budaya maupun agama tidak dapat membawa manusia

kepada keselamatan.

Perpecahan dalam Gereja Kristus jelas bertentangan dengan kehendak

Yesus Kristus. Yesus ingin semua murid-Nya bersatu, jauh dari berbagai perpecahan

dan konflik seperti dalam doanya “Supaya semua bersatu, seperti kamu, di dalam

kamu, di dalam Aku dan anak-anak di dalam Bapa, supaya mereka juga dipersatukan
di dalam kita: biarlah dunia percaya, bahwa Engkau yang mengutus Aku” (Yohanes

17:21).

Di gereja di Korintus, Paulus dengan keras menegur perpecahan yang

terjadi di dalam jemaat. Rasul Paulus menghadapi jemaat di Korintus yang terbagi

menjadi gereja-gereja yang masing-masing disebut golongan Paulus, golongan

Apolos, golongan Kefas, dan golongan Kristus (1 Kor. 10-17). Bagi rasul Paulus,

situasi ini tidak sesuai dengan kehendak Kristus, karena Kristus tidak terbagi, tetapi

lengkap dan tidak terbagi.

Istilah Oikumene sebagian besar diartikan baik universal atau sementara,

adalah bumi yang dihuni oleh manusia. Kata Yunani oikos berarti “rumah” dan mene

berarti “bumi”. Pemahaman istilah Oikumene adalah istilah misionaris yang cocok

dengan dinamika konsep alkitabiah dan berfokus pada pesan iman.

Paulus merangkum pesan ini sebagai berikut: “Allah membangkitkan Dia

dari antara orang mati, dan kamu diselamatkan” (Roma 10:9). Jadi, Oikumene

sebenarnya adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan gerakan Oikumenis,

misi Kristen untuk mendiami bumi tempat Injil diberitakan. Ini adalah semacam

ungkapan untuk membaptis dan menjadikan murid semua bangsa-bangsa dan

penyertan Tuhan Yesus (Mat. 28:18-20), atau bagian pembukaan Kisah Para Rasul,

“Kamu akan menjadi saksi-Ku, sampai ke ujung bumi” (Kisah Para Rasul 1:8).

Oikumene juga yang berarti seluruh dunia atau kehidupan. Dalam

Perjanjian Baru, kata ini disebut ekumenisme. berarti lingkup kegiatan gereja, tempat

gereja hidup dan menjalankan fungsinya, menyebarkan kabar baik (Injil).

Setelah gereja menjadi agama resmi Kekaisaran Romawi, perubahan di

mana ekumenisme mulai didefinisikan sebagai gereja yang diterima secara umum dan
berhubungan dengan semua orang. Sama seperti Sinode melibatkan semua orang yang

disebut “Dewan” atau “Dewan Ekumenis” arti dari kata itu adalah nasihat yang

berasal dari akar bahasa Latin, yaitu concilium yang artinya bertemu untuk

merundingkan sesuatu. Kata yang juga digunakan adalah sinonim yang berasal dari

kata Yunani Synodus yang juga berarti menyatukan kembali, menyatukan kembali.

Pada abad kedua, dewan atau sinode ini digunakan untuk membahas isu-

isu yang mengancam kesatuan Gereja. sangat jelas bahwa “Dewan Ekumenis”

dimaksudkan untuk konsili semua Gereja. Pada abad ke-18, telah terjadi pergeseran

arah Protestan menuju apostolik. Di bawah pengaruh pemberlakuan gereja mulai

meninggalkan batasan pada negara atau wilayah beberapa kekuatan dan mulai

berpikir secara global atau seluruh dunia, mereka mulai berpikir misionaris.

- Fenomena Gerakan ekumenisme dalam hubungan antar gereja

Mengenai masalah iman, Dewan Gerakan Tatanan Iman Dunia di Lund

menyatakan bahwa mereka hanya akan menerima wahyu ilahi dalam Alkitab dan

iman kepada Yesus Kristus, dan mencapai kesepakatan tentang masalah persatuan

gereja. Rapat menegaskan: Dari kesimpulan ini sangat jelas bahwa Gereja harus

bersatu di dunia ini. Karena dasar gereja adalah satu dan itu adalah Yesus Kristus

sendiri.”2

Gereja Ortodoks dan Gereja Anglikan menganggap ini sebagai persatuan

organik, yang berarti bersatu dalam pemecahan roti dan dalam aspek keagamaan

yang berbeda. Apa yang dapat dipelajari dari upaya pemersatu gereja adalah bahwa

kehidupan antar gereja hanya mewakili satu pribadi dalam kehidupan sehari-hari,

yaitu; pribadi Yesus. Kesatuan organik ini tidak dapat diterapkan oleh semua Gereja

2
https://id.wikipedia.org/wiki/Iman_dan_Tata_Gereja
karena ia tidak dapat menyatukan perbedaan-perbedaan yang ada di dalam Gereja-

Gereja tetapi hanya berkonsentrasi pada tentang Katolik.

Denominasi tidak boleh diabaikan karena mewakili iman Kristen secara

khusus dan tegas. Meski begitu, setiap denominasi tidak boleh gegabah dengan

karakteristiknya, tetapi dalam kesatuan perbedaan. Karena perbedaan mereka, mereka

juga harus saling belajar lainnya.

Gerakan kehidupan ekumenis adalah gerakan yang berusaha menyatukan

gereja yang pada dasarnya satu tetapi dipisahkan oleh Denominasi yang berbeda.

- Fenomena Gerakan ekumenisme dalam hubungan antar agama

Banyak gereja-gereja dari berbagai denominasi memiliki pengalaman

serupa dalam bertemu agama-agama lainnya. Dalam “Kebenaran dan kesaksian”,

Dewan Gereja Dunia memiliki sub-unit “Dialog dengan Orang-Orang yang Berbeda

Keyakinan dan Pandangan Dunia”. Di lembaga ini, Sekretariat Non-Kristen

memelihara kontak, konsultasi dan kerja sama secara teratur dalam suasana

persaudaraan.

Begitu pula di dalam menjalankan misi, banyak teladan yang dapat

diambil dari sejarah misi kristiani, norma-norma yang diberikan Santo Fransiskus dari

Asisi, dalam Regola non bollata dari tahun 1221, adalah signifikan ”Para saudara

yang melalui ilham ilahi ingin pergi kepada orang-orang Sarasen...dapat mengadakan

kontak spiritual dengan mereka (kaum Sarasen) dengan dua cara: cara yang tak

menimbulkan pertentangan atau perselisihan, melainkan tunduk pada semua ciptaan

demi kasih Tuhan dan akui bahwa Anda adalah seorang Kristen. Cara lain adalah

membiarkan mereka memberitakan firman Tuhan, jika Tuhan berkenan kepada

mereka.”
Dan juga pengalaman Charles de Foucauld, yang melaksanakan misi

dengan rendah hati dan sikap hening dalam persatuan dengan Allah, dalam

persekutuan dengan kaum miskin, dan dalam persaudaraan universal.3

Dari pengalamanan Charles de Founcauld ini penulis membangun

semangat ekumenis atau kesatuan Gereja di antara denominasi-denominasinya di

dalam peran teologi sosial.

Masalah teologi merupakan masalah utama dalam kehidupan umat

beragama. Hal ini justru karena persoalan teologis erat kaitannya dengan sistem

kepercayaan yang memberikan value atau nilai bagi perilaku sehari-hari setiap umat

beragama.

Kata “teologi” berasal dari kata Yunani theos, yang berarti Allah, dan

logos, yang berarti bahasa, pemikiran, dan ucapan. Oleh karena itu, pemahaman yang

sempit tentang teologi adalah berpikir dan berbicara tentang Allah.4 Dalam

pengertian yang lebih luas (aktual), “teologi” pada dasarnya berarti bahwa orang-

orang-orang yang beriman kepada Allah, mendengarkan petunjuk-petunjuk-Nya yang

diwahyukan oleh Tuhan dalam sejarah, menyerap pengetahuan tentang-Nya secara

ilmiah, ini adalah upaya sadar untuk mencerminkan tuntutan yang bergerak ke dalam

Tindakan.5 Ini sesuai dengan firman Tuhan yang terdapat di dalam Yakobus. 2:14-26,

perikop “Iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati”

Dari pengertian ini sangat jelas bahwa teologi tidak hanya berbicara

tentang yang vertikal (hubungan manusia dengan Allah), yaitu ibadah yang

berhubungan dengan Tuhan, tetapi juga tentang horizontal (hubungan antar manusia),

3
R.P. Piet Go, O.Carm, HUBUNGAN ANTARAGAMA DAN KEPERCAYAAN,( Jakarta,
Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2017),11.
4
Paul Avis, Ambang Pintu Teologi, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1998), 2.
5
Wahono Nitiprawiro, Teologi Pembebasan: Sejarah, Metode, Praksis, dan Isinya,
(Yogyakarta: LKiS, 2000), 6.
seperti memerangi kemiskinan, penindasan, eksploitasi, dll. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Julius Riyadi Kardinal Darmaatmadja: Iman diwujudkan dalam dua aspek

yang tidak dapat dipisahkan. Pertama, tuntutan hidup sebagai umat beriman, dan

kedua, tuntutan hidup sebagai umat beriman yang hidup sebagai bagian dari

masyarakat.6 Teologi tidak hanya memandang iman secara abstrak, tetapi baginya

sikap dasar iman adalah iman dalam solidaritas dengan orang miskin.

Ini berarti bahwa esensi keyakinan, ketika disempurnakan, adalah

keyakinan yang berhubungan dengan masalah-masalah masyarakat (sosial) seperti

kemiskinan, kesehatan, HAM, ketidakadilan, Korupsi, dsb. Oleh sebab itu, menurut

Giyana Banawiratma menjadikan masalah agama bukan semata- mata sebagai

masalah beriman akan kebenaran Allah saja, tetapi sebagai masalah berbuat secara

nyata di dunia. Kenyataan historis maupun normativitas dari agama menunjukkan

bahwa semangat awal di dunia ini adalah untuk “membebaskan” manusia dari

berbagai bentuk penindasan sosial-kultural maupun kesesatan pikir mengenai

ketuhanan.7

Di kalangan Kristen Protestan Indonesia, istilah teologi sosial tidak

banyak digunakan dalam wacana akademis dan publik, karena semakin populer,

istilah itu semakin sering digunakan. Sekitar tahun 2000, menjadi topik hangat di

kalangan Kristen Protestan di Indonesia.8 Namun dalam praktiknya, di antara umat

Kristen Protestan, teologi sosial dimasukkan dalam dokumen dan lembaga resmi

gereja. Hal ini dapat dilihat dalam dokumen resmi dan tulisan teologis dari para

teolog yang menggambarkan reaksi umat Kristen Protestan Indonesia terhadap situasi

6
Giyana Banawiratma (ed.), Panggilan Gereja Indonesia dan Teologi, (Yogyakarta:
Kanisius,1986), 13.
7
Giyana Banawiratma, Iman Pendidikan dan Perubatan Sosial (Yogyakarta Kanisius,1991), 9
8
Julianus Mojau, Meniadakan atau Merangkul : Pergulatan Teologis Protestan dengan Islam
Politik di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 8-11.
sosial, politik dan ekonomi yang dinamis dan perekonomian negara.

Dalam studi sejarahnya tentang keterlibatan Kristen Barat dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan sosial masyarakat, Nicolas Placido

menulis bahwa keterlibatan ini tercermin dalam narasi Perjanjian Lama tentang kasih

dan kepedulian terhadap sesama manusia.9

Jadi kesimpulan ini didasarkan pada makna istilah teologi social menurut

Banawaritma dan Muller mengartikulasikan teologi sosial sebagai upaya orang

percaya untuk menghidupi iman mereka dalam konteks sosial yang paling konkret

dari masyarakat tempat mereka tinggal.10 Oleh karena itu, teologi sosial selalu berakar

pada pengalaman dan masalah manusia dalam konteks sosial yang nyata dengan

berbagai aspek kehidupan, yang mengarah pada apresiasi misionaris yang lebih

dalam pada situasi yang berbeda. Dengan demikian, teologi sosial di satu sisi dapat

disebut teologi kontekstual, dan juga teologi khusus. tentang partisipasi orang

percaya dalam isu-isu sosial.11 Berdasarkan kerangka pemahaman tersebut, teologi

sosial dalam artikel ini dipahami sebagai refleksi teologi yang menggambarkan

pemahaman gereja tentang iman Kristen dalam rangka memecahkan masalah sosial

ekonomi, terutama realitas kemiskinan dan ketidakadilan sosial di masyarakat.

Maka berdasarkan pemaparan diatas penulis merencanakan suatu kegiatan

bersama dengan mengandeng semua komponen aras gereja nasional di dalam “

GERAKAN OIKUMENE MENGATASI MASALAH-MASALAH MASYARAKAT

DI DALAM PERAN ”TEOLOGI SOSIAL” dengan program 4 (empat) Pilar : kesatu,

9
Nicholas Placido, “A History of Charity and The Church”, (Makalah yang dipresentasikan
pada pertemuan North American Association of Christians in Social Work Convention November
2015), diakses 15 Februari 2017, http://www.nacsw.org/Convention/PlacidoNAHistoryFINAL.pdf.
10
J. B. Banawiratma dan J. P. Müller, Berteologi Sosial Lintas Ilmu: Kemiskinan Sebagai
Tantangan Hidup Beriman (Yogyakarta: Kanisius, 1993), 23.
11
Julianus Mojau, Meniadakan atau Merangkul : Pergulatan Teologis Protestan dengan Islam
Politik di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 9.
Pilar kerohanian, kedua, Pilar Kesehatan, ketiga, Pilar Ekonomi, keempat pilar.

Pendidikan. Adapun kegiatan yang di lakuakan sebagai berikut:

Kesatu, Pilar kerohanian

Mengadakan kegiatan World Prayer Assembly kota Bandung

Hari / Tanggal : Selasa-Kamis / 17-19 Mei 2022

Tempat : GBI Mekarwangi, GBI Rock dan GBI Aruna

Tujuan :

 Terjadinya kesatuan Umat Tuhan secara global dan berdirinya mezbah global

untuk dan yang dapat menyatukan umat Tuhan diseluruh dunia.

 Terjadinya kebangkitan generasi muda gereja yang membawa harapan bagi

masa depan bangsa -bangsa

 Menyatakan kasih Kristus yang diwujudkan dengan tindakan kasih dan

perwataan kabat baik dalam masyarakat.

Kedua, Pilar Kesehatan

Mengadakan kegiatan Vaksinasi Covid 19

Hari / tanggal : Senin-Selasa / 11-12 Oktober 2021

Tempat : Grand Eastern Ballroom

Jalan Pasirkaliki Bandung

Target : 1000 peserta

Panitia : PGPK Kota Bandung


Ketiga Pilar Ekonomi

Mengadakan pelatihan fasilitator bank sampah

Hari / tanggal : Senin / 8 Agustus 2022

Tempat : GUP jalan Kalipahapo 41

Pukul : 17.30

Tujuan :

 Memberikan pelatihan mengenai bank sampah

 Diharapkan mampu meningkatkan daya ekonomi masyarakat dengan

mengumpulkan sampah

 Meningkatkan pendapatan masyarakat kecil

Keenpat, Pilar Pendidikan

Mengadakan pelatihan pembelajaran sehari di kota Bandung

Hari / tanggal : Selasa / 6 September 2022

Tempat : GKI Kebonjati

Pukul : 07.30-16.00

Tujuan :

 Memberikan suatu momentum tentang pentingnya Pendidikan

 Menjadikan kota Bandung sebagai contoh kesatuan gereja dalam sisi


Pendidikan masyarakat kecil.

III. Kesimpulan :

Dalam hal ini sebagai agama orang Kristen yang turut membangun masyarakat yang adil dan

sejahtera, mendasari apresiasi gereja-gereja di dalam gerakan oikumene terhadap

perjuangan mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan membebaskan rakyat dari

kemiskinan, ketinggalan di dalam pendidikan dan ketidakadilan sosial. Adanya

ketentuan tentang pelayanan kasih, keutuhan ciptaan, perdamaian, kebenaran dan

keadilan sebagai bagian dari panggilan dan misi utama gereja-gereja fungsinya sebagai

“garam dan terang” dunia. Dengan tujuannya adalah untuk menciptakan kebersamaan antara

umat beragama di negeri ini yang kita cintai bersama.

Daftar Pustaka
1. Avis, Paul, Ambang Pintu Teologi, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1998.
2. Banawiratma, Giyana (ed.), Panggilan Gereja Indonesia dan Teologi,
Yogyakarta: Kanisius,1986.
3. Banawiratma, Giyana, Iman Pendidikan dan Perubatan Sosial, Yogyakarta:
Kanisius,1991.
4. Banawiratma, J. B. dan Muller, J. P. Berteologi Sosial Lintas Ilmu:
Kemiskinan Sebagai Tantangan Hidup Beriman, Yogyakarta: Kanisius, 1993.
5. Go, R.P. Piet, Carm, O, Hubungan Antar Agaman dan Kepercayaan, Jakarta:
Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2017.
6. https://id.wikipedia.org/wiki/Iman_dan_Tata_Gereja.
7. Mojau, Julianus, Meniadakan atau Merangkul : Pergulatan Teologis
Protestan dengan Islam Politik di Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2012.
8. Nanuru, Ricardo Freedom, Gereja Sosial, Yogjakarta: pernebit Deepublish,
2020.
9. Nitiprawiro, Wahono, Teologi Pembebasan: Sejarah, Metode, Praksis, dan
Isinya, Yogyakarta: LKiS, 2000.
10. Placido, Nicholas, “A History of Charity and The Church”, (Makalah yang
dipresentasikan pada pertemuan North American Association of Christians in
Social Work Convention November 2015), diakses 15 Februari 2017, 9
http://www.nacsw.org/Convention/PlacidoNAHistoryFINAL.pdf.

Anda mungkin juga menyukai