Anda di halaman 1dari 3

GEREJA PURBA

Liturgi Gereja Purba (50-500 M) biasanya dianggap sebagai hal yang paling penting dalam sejarah liturgi.
Ahli-ahli yang bertugas menciptakan atau membarui liturgi masa kini, sering menggunakan sumber-
sumber liturgi dari abad-abad pertama sebagai patokan. Kalvin menghargai tinggi liturgi Gereja Purba. la
menyinambungkan dirinya pada liturgi ini. Memang, di sinilah terdapat akar-akar sejarah ibadah. Akar-
akar ini mempunyai arti untuk semua gereja di seluruh dunia. Kita boleh katakan: suatu arti oikumenis.
Jadi juga untuk Indonesia. Ahli-ahli itu berpendapat, bahwa tata ibadah yang dapat dilihat dalam abad-
abad pertama mirip dengan tata ibadah asli, yaitu dari PB, Walaupun demikian, untuk kita data-data ini
tidak mempunyai wewenang mutlak, karena "tradisi® tidak sama dengan Firman Allah. Firman Allah
adalah patokan utama dan asasi, untuk menentukan apa yang baik dan yang tidak baik dalam ibadah.

Tiga periode

Dalam zaman Gereja Purba (juga disebut Gereja Apostolis) secara garis besar dapat dibedakan 3 kurun
waktu:

50-150

Keterkaitan liturgi dengan liturgi sinagoge; karena perbedaan antara gereja dan sinagoge, maka liturgi
gereja makin berkembang berdasarkan ajaran Injil Kristus.

150-300

Gereja yang dianiaya terpaksa berdiaspora dan hidup di dunia kafir, yang senantiasa memusuhi gereja;
pergumulan ini mengakibatkan terbentuknya liturgi sesuai keadaan yang sulit itu.

300-500

Gereja dizinkan oleh Kaisar Konstantin Agung; setelah menjadi gereja negara, maka liturgi pun bebas
berkembang.

Sumber-sumber terpenting
Bagaimana kita dapat mengetahui sejarah Gereja Purba? Sampai sekarang tersimpan berbagai buku,
surat dan kitab ajaran (sebagai buku katekisasi) yang memberi informasi tentang liturgi pada masa itu,
diantaranya adalah:

1. Didakhè;

2.Surat dari Plinius;

3. Yustinus Martir;

4. Klemens Romanus;

5.Ignatius dari Antiokhia;

6. Hipolitus;

7. Ireneus.

1. Didakhè42 (ajaran ke-12 rasul)

Didakhè menyebut beberapa bagian liturgi, tapi kita belum mendapat suatu tata cara kebaktian yang
utuh. Kita menemui antara lain naskah 'Doa Bapak Kami’, pengucapan syukur ('ekaristi), yang berkaitan
dengan 'agapè', cawan dan roti perjamuan.

Didakhè (dari istilah Yunani didache, artinya "pengajaran” Kata pertama dari kalimat pertama kitab inI,
yaitu ‘Pengajaran Tuhan oleh ke-12 Rasul kepada orang kafir ) kr dikarang pada bag ke-2 abad pertama;
kitab kecil ini sudah memakai kitab-kitab PB. Kita tidak tahu pengarangnya. Maksud kitab ini ialah
mengajar orang kafir peri ajaran Tuhan. Jadi semacam buku katekismus. Didakhè mengandung 15 pasal,
dan besarnya mirip dengan Surat Paulus ke Galatia. Bahasanya sederhana, dan ajarannya tentang
baptisan dan Perjamuan Kudus belum berkembang, masih sederhana. Didakhe terkenal pada zaman
pertama ini. Ditulis kr 100 M, barangkali di Siria. Tulisan ini terdiri atas 3 bagian:

bagian pertama (1-6) mengandung ajaran tentang ke-2 jalan, yaitu jalan menuju kehidupan dan jalan
menuju maut. Masuk jalan kehidupan berarti juga mengangkat “kuk Tuhan”. Bagian ke-2 (7-10) tentang
baptisan, hal puasa, doa, ibadah, Perjamuan Kudus, Dan bagian ke-3 mengenai tata gereja dan
kehidupan jemaat.

Tentang Perjamuan Kudus 'Didakhè' mengajarkan yang berikut:

 hanya orang Kristen yang sudah sidi boleh datang ke meja Tuhan;
 harus ada pertobatan sebelumnya, sehingga meja Tuhan tidak cemar (menunjuk kepada Mal
1:10-12);
 harus ada 'ekaristi' (pengucapan syukur) untuk roti dan cawan;
 pertama kali disebut: perjamuan sebagai korban suci.
Mengingat perkembangan Perjamuan Kudus ke misa Roma sebagai korban pendamaian yang nyata,
melalui "transubstansiasi”, artinya perubahan roti dan anggur menjadi daging dan darah Kristus yang
sungguh. Didakhè belum menggunakan kata korban dalam arti itu, tapi sebagai korban orang Kristen
sendiri: kehidupan Kristen yang harus menjadi korban syukur kepada Tuhan, sesuai Ibr 13:15.

Anda mungkin juga menyukai