mengenai hal ini ada orang yang memiliki pemahaman bahwa ibadah adalah seberapa banyak
seseorang melakukan praktek keagamaa setiap harinya, ada juga yang mengatakan bahwa
ibadah adalah datang meluangkan waktu dan ruangan bagi kegiatan-kegiatan rohani, bahkan
ada yang mengatakan ibadah adalah melakukan kebaikan dan lain sebagainya. Namun yang
perlu dipahami adalah ibadah bukan hanya sekedar itu, tuntutan ibadah lebih dari sekedar
tindakan-tindakan tersebut.
Dalam KBBI “ibadah” adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah yang
didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dapat juga diartikan
sebagai segala usaha lahir dan batin sesuai dengan perintah Tuhan untuk mendapatkan
kebahagiaan dan keseimbangan hidup, baik untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, maupun
terhadap alam semesta. Kata ini juga dapat diartikan sebagai upacara keagamaan.1
Sedangkan dalam Kamus Salim’s Ninth Collegiate English-Indonesia Dictionary kata ini
adalah “Worship” the Worship of God yang berarti pemujaan kepada Tuhan.2 Namun penulis
sendiri.
Pentingnya ibadah dalam kitab Keluaran tidaklah dapat diabaikan begitu saja. Hal ini
dapat dilihat dari begitu banyak pasal dalam kitab Keluaran yang membahas perihal ibadah
dengan segala pernak-perniknya. Hal yang mendominasi pembahasan tentang ibadah dalam
bagian ini adalah Kemah Suci. Bagian yang memaparkan panjang lebar tentang petunjuk
pendirian Kemah Suci mengajarkan bahwa bangsa Israel dididik Allah untuk beribadah
sesuai dengan tata cara yang Allah tetapkan, dan bukan sesuai dengan keinginan mereka
1
Tim redaksi, KBBI (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), 415.
2
Peter Salim, Salim’s Ninth Collegiate English-Indonesia Dictionary (Jakarta: Modern English Perss, 2000),
1712.
STT Berea | 1
sendiri. Ibadah, dahulu juga sangat berhubungan dengan sabat karena orang-orang Israel akan
berhenti dari segala aktifitas mereka dan menguduskan hari itu sebagai hari ibadah yang
diberikan oleh Tuhan Allah mereka yaitu YHWH kepada mereka. Ibadah yang dilakukan
Dalam penulisan paper ini, penulis ingin melihat konsep tersebut berdasarkan sudut
pandang teologi biblika. Dimulai dengan penelitian terhadap kata-kata yang digunakan untuk
hubungan “Ibadah” dan Sabat, hubungan “Ibadah” dengan Kemah Suci, hubungan “Ibadah”
ibadah (bahasa Arab) yang secara harafiah berarti bakti, hormat, penghormatan (homage),
suatu “sikap dan aktivitas“ yang mengakui dan menghargai seseorang (atau yang ilahi).3
Atau dapat juga dikatakan suatu penghormatan hidup yang mencakup kesalehan (yang diatur
dalam suatu tatacara), yang implikasinya nampak dalam tingkah laku dan aktivitas kehidupan
sehari-hari.4 Jadi ibadah disini merupakan ekspresi dan sikap hidup yang penuh bakti
(penyerahan diri) kepada yang ilahi, yang pengaruhnya nampak dalam tingkah laku yang
benar.
Dalam kesaksian Alkitab ada beberapa kata atau ungkapan yang dipakai untuk ibadah.
Ibrani), “latria” (bahasa Yunani) berarti pelayan atau bisa juga berarti pemujaan dan
3
G. Johannes Botterweck Helmer Ringgren, Theological Dictionary of the Old Testament, vol 1
(Michigan: William B. Eerdmand Publishing Company Grand Rapids, 1997), 24
4
Ray C Stedman, Petualangan Menjelajari Perjanjian Lama Dari Tulisan Asli (Jakarta: Duta Harapan Dunia,
2010), 87.
STT Berea | 2
pemuliaan.5 Disamping itu juga dapat dilihat kata “histaaweh” (proskuneo, bahasa Yunani)
yang berarti sujud atau membungkuk atau meniarap dihadapan tuannya.6 Jadi sebenarnya ada
dua kata kunci dalam pengertian ibadah itu, yaitu sikap hormat (pemuliaan) dan pelayanan
(sikap hidup).
Dari pengertian di atas, menjadi jelas bahwa konsep dasar dari ibadah adalah
pelayanan atau pengabdian seutuhnya dari hidup manusia kepada Allah, yang dinyatakan baik
dalam bentuk penyembahan (kultus) maupun dalam tingkah laku mereka terhadap orang-
Pada waktu Allah memilih suatu bangsa bagi diri-Nya, Allah juga memberikan cara
bagaimana bangsa itu dapat bertemu dengan Tuhan, jadi Dia memberikan “ibadah
tabernakel” di mana Israel dapat menghadap Allah yang Maha Kudus. Di tempat ini Tuhan
akan bertemu dengan Israel (Kel. 25:22; 29:42, 43; 30:6, 36).7
Kemudian, ibadah itu berkembang menjadi ibadah umat. Musa adalah seorang tokoh
yang dianggap sebagai peletak dasar dari ibadah umat yang diorganisir, dan yang menjadikan
Yahwe sebagai alamat ibadah satu-satunya. Ibadah umat diorganisir di dalam Kemah
Pertemuan, dan upacaranya dipandang sebagai “pelayanan suci” dari pihak umat untuk
memuji Tuhan.8 Pada perkembangan selanjutnya, setelah Kemah Pertemuan, lahirlah Bait
Suci dan Sinagoge sebagai tempat ibadah bagi Israel. Perkembangan ini didasari oleh
pemahaman bahwa ibadah adalah merupakan faktor penting dalam kehidupan Nasional
5
Samuel J Schultz, the Old Testament Speaks (Wheaton: Illionis Publishing, 1960), 16.
6
Allan Cole, Exodus An Introduction and Old Testament Comentaries (Illinois: Inter Varsity Press,
1973), 66.
7
Alec Motyer, The Message of Exodus (Inter-Varsity Press, 1988),23.
8
Victor P Hamilton, Hand Book On The Pentateuch (Exodus) (Michigan : Baker Book House Grand
Rapids,1982),6.
STT Berea | 3
Yahudi. Bait Suci dihancurkan oleh Babel, dibentuk kebaktian Sinagoge karena pelaksanaan
Disamping tempat ibadah, orang Yahudi juga memiliki kalender tahunan untuk
upacara agamawi. Diantaranya yang amat penting adalah : Hari Raya Paskah (Kel. 12:23-27),
Hari Raya Perdamaian (Im. 16 : 29 – 34), Hari Raya Pentakosta (bd. Kis.2), Hari Raya
Pemimpin ibadah di Bait Suci dan Sinagoge adalah para Imam. Mereka adalah
keturunan Lewi yang telah dikhususkan untuk tugas pelayanan ibadah. Para imam memimpin
ibadah umat pada setiap hari Sabat dan pada Hari Raya agama lainnya. Ibadah di Sinagoge
Tuhan (Ul.11:8-11). Jadi, pada hakekatnya ibadah bukanlah hanya merupakan pelaksanaan
kewajiban agama, seperti : sunat, puasa, pemeliharaan Sabat, taurat dan doa. Dengan
Dalam Perjanjian Lama ada beberapa contoh ibadah pribadi (Kej.24:26; kel. 33:9-
34:8). Tapi tekanannya adalah pada ibadat dalam jemaat (Mzm 42:4; I Taw 29:20). Dalam
kemah pertemuan dan dalam Bait Suci tata upacara ibadah adalah yang utama. Terlepas dari
korban-korban harian setiap pagi atau sore, perayaan Paskah dan penghormatan Hari
Pendamaian merupakan hal penting dalam kalender tahunan Yahudi. Upacara agamawi
berupa pencurahan darah, pembakaran kemenyan, penyampaian berkat imamat dan lain lain,
cenderung menekankan segi upacaranya sehingga mengurangi segi rohaniah ibadahnya, dan
A. Cronbach, Worship in Old Testament, dalam The Interpreter’s Dictionary of the Bible. Editor by
9
10
Paul Basden, The Worship Maze, Downers Grove (Illionis Inter-Varsity Press, 1999), 17.
11
Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology: Buku Pegangan Teologi (Malang: SAAT, 2006), 54.
12
James F. White, Pengantar Ibadah Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 9.
STT Berea | 4
bahkan sering memperlihatkan pertentangan antara kedua sikap itu (Mzm 40:6, 50:7-15,
Mikha 6:6-8). Tapi banyak ibadah di Israel yang dapat mengikuti ibadah umum misalnya di
Mazmur 93, 95-100) dan doa –doa bersama misalnya Mazmur 60, 79, 80, dan
memanfaatkanya untuk mengungkapkan kasih dan syukur mereka kepada Allah (Ul 11:13)
Ekspresi ibadah dalam Perjanjian Lama dapat ditemukan dalam kisah pemanggilan
Abraham sebagai Bapak bangsa-bangsa. Panggilan Abraham disertai janji-janji berkat Allah
seperti kemasyuran, pengaruh, keturunan dan pemilik tanah. Sebagai respons Abraham
terhadap janji-janji ini, Abraham menyembah Allah dengan membuat mezbah (Kej. 12:7-8,
13:18). Dan mempersembahkan korban (Kej. 15:1-11, 22:13-14). Kemudian juga ketika Nuh
keluar dari bahtera setelah Air Bah tindakan pertamanya adalah membangun mezbah dan
beribadah kepada Tuhan (Kej. 8:20) ini merupakan catatan pertama di Perjanjian Lama
tentang ibadah kepada Tuhan melalui korban penumpahan darah di atas mezbah.
Persembahan korban bakaran kemudian dinyatakan sebagai korban persembahan (Im. 1:1-7).
Selanjutnya dalam kisah keluarnya bangsa Israel dari Mesir, ibadah menjadi dasar dan
sebagai forshadow atau bayangan untuk semua bentuk ibadah masa depan. Allah
menyelamatkan umat-Nya dari perbudakan adalah peristiwa penting dalam Perjanjian Lama.
Keluaran telah memberikan kepada Israel beberapa jalan untuk beribadah kepada Allah.
mempersembahkan semua yang sulung atau pertama lahir kepada Tuhan menjadi milik Tuhan
(Kel.13:1-2), dan menyanyikan puji-pujian dengan sorak sorai dan penuh kemenangan yang
Di Gunung Sinai Allah menentukan tiga hari raya yang harus diadakan dalam rangka
mempersembahkan ibadah kepada Allah setiap tahun. Pertama, hari raya roti tidak beragi,
kedua, hari raya menuai dan ketiga, hari raya pengumpulan hasil (Kel.23:14-19). Perintah ini
STT Berea | 5
telah tertanam di dalam kesadaran umat Tuhan bahwa ibadah melibatkan pengertian waktu
yang kudus.
Allah menciptakan manusia dengan tujuan utama yaitu agar manusia memuliakan dan
Kubentuk dan yang juga Kujadikan” (Yesaya 43:7). Allah akan merasa dipermuliakan dan
dihormati apabila manusia itu melakukan Firman Allah dalam segala aspek kehidupan, baik
itu dalam kehidupan horizontalnya (antar sesama manusia) maupun vertikalnya (antara
manusia dengan Allah). Manusia sebagai mahluk ciptaan Allah harus memeteraikan di dalam
hatinya bahwa kehidupan yang dijalankan bukan untuk kepentingan dirinya sendiri
melainkan juga demi kepentingan Allah. Hal inilah yang dimaksudkan Yeremia ketika dia
berkata, “Aku tahu, ya, Tuhan bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya...”
(Yeremia 10:23). Hal inilah juga yang dimaksudkan oleh Paulus ketika dia mengatakan
pernyataan berikut ini kepada jemaat di Galatia, “...aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri
yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi
sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah...” (Galatia 2:21). 13
Pada zaman bapa-bapa, tidak ada waktu dan tempat yang khusus untuk melakukan
ibadah. Namun walaupun demikian, Allah tetap memberikan instruksi langsung kepada
kepala-kepala keluarga tentang perlengkapan (elemen) apa yang harus mereka perlukan
dalam ibadah mereka kepada Allah. Sebagai contoh, Habel mempersembahkan anak sulung
dari kambing dombanya (Kejadian 4:4), Nuh mempersembahkan korban bagi Tuhan yang
terdiri dari segala binatang dan segala burung yang tidak haram (Kejadian 8:20). Selanjutnya
Abraham mempersembahkan korban bakaran kepada Allah yang terdiri dari lembu, kambing,
domba, burung tekukur dan burung merpati (Kejadian 15:7-11). Mereka dikenal sebagai
13
C. Barth, Theologia Perjanjian Lama 4 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 25.
STT Berea | 6
tokoh-tokoh iman dalam kitab Ibrani pasal 11. Di sisi lain Kain yang hidup pada zaman yang
sama (zaman Patriakh), dia mencoba beribadah dengan cara dan keinginannya sendiri.
Secara pribadi dia merasa puas karena dia telah melakukan sesuai dengan seleranya, tetapi
tidak demikian dengan Allah, Dia tidak berkenan dengan apa yang dilakukan Kain, karena
tidak sesuai dengan perintah-Nya (Kejadian 4:6). Allah mengerti dan mempunyai maksud
dengan apa yang dikatakanNya. Dari korban persembahan Habel, Nuh dan Abraham yang
bertentangan dengan apa yang dipersembahkan Kain, dapat disimpulkan bahwa Allah telah
menentukan segala sesuatu yang berhubungan dengan ibadah yang harus dituruti oleh
manusia.14
Pada zaman Musa Allah lebih banyak lagi memberikan ketetapan-ketetapan yang
berhubungan dengan ibadah bangsa Israel. Dalam hal ini, Musa lebih khusus lagi menyatakan
waktu, frekwensi (berapa kali dilakukan), elemen, pelaksana, tujuan dan tempat ibadah yang
keseluruhannya harus dilakukan sesuai dengan ketetapan Allah. Sebagai contoh; (1) Allah
telah menetapkan bahwa hari Sabat (hari ketujuh) adalah hari untuk Tuhan (hari untuk
ibadah) dan tidak boleh mengadakan perjalanan jauh atau bekerja, bahkan memasakpun tidak
diperbolehkan (Keluaran 35:1-3). Siapapun yang melanggar ketetapan ini dia akan dihukum
mati. Dalam Bilangan 15:32-36 diberikan contoh seseorang yang dilontari batu sampai mati
(dirajam) karena kedapatan memungut kayu api (bekerja) pada hari Sabat; (2) Setelah
kerajaan Israel terbagi menjadi dua bagian, Yerobeam terpilih menjadi raja untuk Israel
bagian Utara dan Rehabeam (putra Salomo) meneruskan dinasti ayahnya. Yerobeam merasa
takut, dia berpikir bahwa bangsa Israel yang pergi beribadah ke Yerusalem tidak akan
kembali lagi ke Utara, maka dia menetapkan beberapa hal berikut ini yang merupakan
pelanggaran akan Firman Allah: (1) Menetapkan Dan & Betel sebagai tempat untuk
beribadah; (2) Mengangkat nabi yang bukan dari suku Lewi; (3) Mempersembahkan korban
yang bercacat; (4) Merubah objek ibadah dan (5) Menetapkan suatu hari raya (1 Raja-raja 12-
14
William Dyrness, Tema-tema dalam Teologi Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2009), 123.
STT Berea | 7
13) silahkan membacanya. Sebagai konsekuensi perbuatannya dia akan dikutuk Allah jika dia
tidak bertobat.15
Jadi sangat jelas bahwa manusia tidak boleh melawan Allah dalam ketetapan-Nya. Di
bawah hukum Perjanjian Baru (Hukum Kristus), Allah memberikan hukum yang sempurna
sebagai pedoman (penuntun) dalam ibadah. Yakobus menggambarkan hukum Kristus itu
suatu hukum yang sempurna (Yakobus 1:25). Untuk menjelaskan kesempurnaan hukum itu,
Yohanes mengatakan bahwa hukum Allah itu tidak boleh ditambah ataupun dikurangi
(Wahyu 22:18-19). Perjanjian Baru yaitu hukum yang sempurna yang tidak boleh ditambah
maupun dikurang itu, dengan jelas menyatakan bagaimana seharusnya manusia melakukan
ibadah kepada Allah. Hal itu dinyatakan oleh Yesus ketika Dia berbincang-bincang dengan
perempuan Samaria. Yesus berkata bahwa “Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia,
harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran” (Yohanes 4:24). Dalam hal ini Yesus
mengajarkan kepada perempuan Samaria itu tentang dua syarat ibadah yang benar. Yang
pertama adalah ibadah harus dalam roh. Sanbalat orang Horon (nama salah satu kota di
Samaria) yang menghalangi Nehemia untuk mendirikan tembok Yerusalem (Nehemia 2-4)
telah menetapkan Gerizim sebagai tempat untuk beribadah kepada dewa (berhala objek yang
nyata) dan membangun kuil disana. Demikianlah orang Samaria memulai ibadah di atas
gunung itu, 16 Yesus mengetahui bahwa sistem ibadah yang demikian itu salah sehingga Dia
mengarahkan sistem ibadah yang baru yang bertitik tolak dari karakter Allah itu sendiri.
Karena Allah itu adalah Roh adanya, maka manusia tidak boleh menggantikan Allah itu
dalam bentuk objek yang dapat diketahui melalui minimalnya salah satu dari lima jenis panca
indra manusia. Demikian juga karena Allah itu adalah Roh adanya maka Dia bersifat
omnipresen (hadir di segala tempat), sehingga orang Samaria yang biasanya beribadah di atas
Gerhard F. Hasel, Teologi Perjanjian Lama: Masalah-masalah Pokok dalam Perdebatan saat ini
15
16
Merrill C.Tenney, The Zondervan Pictoral Bible Dictionary (USA: Zondervan Publising House, 1964), 747.
STT Berea | 8
gunung itu dapat beribadah dimana saja bila waktunya sudah tiba kelak. Namun kira-kira
tahun 300-an sesudah Masehi orang yang menyebutkan dirinya orang Kristen telah
(Eternal Kingdom). 17
Landasan penyembahan yang benar adalah penebusan. Tujuan penebusan Allah adalah untuk
jangan masuk neraka, memang itu adalah salah satu anugerah namun bukan itulah tujuan
utama Allah menciptakan manusia. Tujuan utama manusia ditebus bahkan bukan untuk
menikmati berbagi berkat Allah yang abadi, namun sesungguhnya maksud terutama dalam
penebusan adalah menyembah Allah agar Allah dapat dimuliakan melalui kehidupan
manusia.18
Hal ini makin menggaris bawahi betapa eratnya hubungan antara perjanjian dengan
ibadah. Umat yang memelihara perjanjian dengan Allah adalah umat yang beribadah. Begitu
juga umat yang beribadah haruslah merupakan umat yang memelihara perjanjiannya dengan
Allah. Kehidupan umat beragama tidak bisa dipisahkan dari ibadah. Ibadah bukan hanya
sebagai suatu ritus keagamaan tetapi juga merupakan wujud respon manusia sebagai ciptaan
kepada Allah Sang Pencipta. Umat Kristen memaknai ibadah sebagai tanggapan manusia atas
anugerah keselamatan yang telah diberikan oleh Allah melalui Yesus Kristus. Namun
demikian ibadah bukan hanya berkaitan dengan relasi manusia dengan Allah, tetapi juga
berkaitan dengan relasi manusia dengan sesamanya atau bagi dunia. Kesadaran dan kesediaan
17
Richard J. Jones, Making Worship of the Old Testament (Michigan: Baker Books, 2004), 55.
18
John MacArtur, Preoritas Utama dalam Penyembahan (Bandung: Kalam Hidup, 1983), 37
STT Berea | 9
manusia untuk menjumpai Allah dalam ibadah berarti juga kesadaran dan kesediaan manusia
Kemah Suci mempunyai peranan yang sangat penting dalam ibadah bangsa Israel.
Kemah Suci tidak hanya merupakan suatu tempat ibadah bagi mereka, tetapi juga merupakan
bukti kehadiran Allah dalam ibadah dan kehidupan mereka. Pemilihan dan penggunaan
kemah Suci sebagai tempat yang khusus untuk beribadah mempunyai makna yang penting,
seorang penulis buku menuliskan bahwa: “The use of a sanctuary, a specific place for
worshiping, for Israel and for any religious community, is thus not unimportant, as if “under
any green tree” would do. To summarize its importances: (a) a sanctuary brings order to the
and focus, which may issue an “anything goes” attitude, a sure recipe for idolatry. (b) A
sanctuary provides a tangiable aspect for the divine presence. In their humanity, God’s people
have a need for concreteness in their relationship with God, a purely spiritual worship is
incomplete and left unrelated to body and life. God’s condendscension interrelates with
people in the entirety of their lives. (c) A sanctuary provides a point of assurance of the
divine presence and a point of stability in the midst of the unstable wilderness. God promises
to be present in a given place (29:45); the people thereby may have confidence that they can
Kesimpulan
Ibadah adalah pelayananan dan persembahan umat kepada Tuhan. Apa yang harus
dipersembahkan? Tidak lain adalah tubuh, dalam arti seluruh pikiran, perkataan, dan
perbuatan, pokoknya seluruh kemampuan dan kegiatan kita harus dipersembahkan kepada
19
Terence E. Fretheim, Exodus - Interpretation (Louisville: John Knox Press, 1991), 77.
STT Berea | 10
Tuhan. Ini berarti penyerahan secara total akan hidup kita. Oleh karena itulah persembahan
itu disebut juga sebagai persembahan yang hidup. Dan karena tubuh kita dipersembahkan
khusus menjadi milik Tuhan, maka persembahan itu disebut juga kudus.
Ibadah adalah persekutuan antara umat dengan Tuhan. Yang bersekutu di sini bukan
hanya jasmani tetapi juga pikiran, hati, dan jiwa kepada Tuhan. Ibadah tidak terbatas pada
puji-pujian bersama dan pelayanan Firman, tetapi seharusnya diteruskan dan dijadikan sikap
seluruh hidup. Ibadah harus menjadi pola hidup, sehingga terwujudlah apa yang dikatakan
dalam Kol.3:17 “segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan dan perbuatan,
lakukanlah itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah,
Bapa kita”.
Tidak dapat disangkal bahwa ibadah memegang peranan sentral dalam semua agama-
agama di dunia ini. Tanpa ibadah, suatu agama akan kehilangan hakekatnya. Melalui ibadah
manusia mengadakan hubungan vertikal dengan yang ilahi dan mewujudkan nilai-nilai
rohaninya dalam kehidupan bersama (horisontal). Jadi idealnya, ibadah menjadi ciri dimana
manusia hidup dalam relasi yang benar dengan Allah dan dengan sesamanya. Ibadah selalu
berfokus tunggal yaitu ketika Allah bertindak menyatakan kasih-Nya kepada kita dan Ia
jugalah yang mendorong tanggapan kita atas semua pernyataan kasih-Nya. Ibadah adalah
kuasa yang berpuncak pada tindakan pendamaian dalam Kristus. Ibadah adalah kegiatan puji-
pujian dalam penyembahan yang mensyukuri kasih Allah yang merangkul kita dan kebaikan
Ibadah adalah suatu “bakti” kita kepada sang pencipta dan persembahan hidup kita
secara keseluruhan kepada Allah. Banyak hal yang bisa kita contohi dari kehidupan orang-
orang percaya yang ada dalam zaman perjanjian lama khususnya dalam hal cara mereka
beribadah kepada Tuhan. Yang sangat ditekankan dalam perjanjian lama yaitu fokus kita
STT Berea | 11
kepada Tuhan dan cara hidup kita dengan sesama yang mencerminkan bahwa kita ini adalah
umat Tuhan yang hidup dibawah aturan Tuhan dan melaksanakan apa yang Tuhan
perintahkan kepada kita, dan juga menjadi terang bagi orang-orang yang ada disekitar kita.
Dengan cara seperti ini, maka kehidupan gereja masa kini akan menjadi berkembang baik
Kehidupan umat beragama tidak bisa dipisahkan dari ibadah. Ibadah bukan hanya
sebagai suatu ritus keagamaan tetapi juga merupakan wujud respon manusia sebagai ciptaan
kepada Allah Sang Pencipta. Umat Kristen memaknai ibadah sebagai tanggapan manusia atas
anugerah keselamatan yang telah diberikan oleh Allah melalui Yesus Kristus. Namun
demikian ibadah bukan hanya berkaitan dengan relasi manusia dengan Allah, tetapi juga
berkaitan dengan relasi manusia dengan sesamanya atau bagi dunia. Kesadaran dan kesediaan
manusia untuk menjumpai Allah dalam ibadah berarti juga kesadaran dan kesediaan manusia
Allah maha bijaksana didalam segala ketetapanNya. Dia tidak memerlukan masukan
maupun saran dari manusia. Dia telah merancang segala sesuatunya sesuai dengan yang
dikehendakiNya. Tidak perlu ada komentar dari manusia, terkecuali merendahkan hati dan
diperkenankan olehNya.
1. Ibadah Israel perlu dipelajari oleh karena melaluinya seseorang dapat belajar dan
menemukan “the most basic structural elements” dari ibadah umat Allah, yang
kemudian dikembangkan dan diteruskan bagi umat Allah sejak dulu hingga masa kini.
STT Berea | 12
2. ibadah yang sejati lahir dari orang yang telah mengalami karya pembebasan Allah dan
sangat menekankan ibadah, gereja tidak boleh lupa untuk menekankan karya
pembebasan Allah dan perjanjian antara Allah dengan umat-Nya. Karya pembebasan
Allah di dalam Yesus Kristus perlu senantiasa diberitakan dan umat juga diajar untuk
sungguh memberikan seluruh hidup mereka kepada Allah. Tanpa kedua hal ini, umat
tidak dapat beribadah dengan benar. Tanpa kedua hal ini, ibadah mereka bukanlah
3. Ibadah yang sejati dilakukan sesuai dengan tata cara atau kehendak Allah dan bukan
oleh keinginan umat sendiri. Di tengah-tengah upaya gereja untuk menata ibadah yang
sesuai dengan selera masa kini, gereja senantiasa perlu ingat bahwa mereka tidak
boleh menggantikan prinsip ibadah yang menurut kehendak Allah dengan ibadah yang
menurut selera umat. Tujuan utama ibadah adalah untuk Allah dan bukanlah untuk
umat. Ketika suatu ibadah hanya berfokus pada kehendak umat, ibadah itu tidak ada
bedanya seperti penyembahan patung anak lembu emas, yang mana Allah murka
terhadapnya.
4. Ibadah bukan hanya suatu aktivitas dari umat untuk Allah, tetapi ibadah harus juga
berkehendak mengajar umat-Nya melalui ibadah. Gereja masa kini tidak boleh
melupakan aspek pengajaran melalui ibadah dan tata ibadah. Melalui ibadah dengan
segala tata caranya, umat belajar mengenal Allah, keberadaan dan kehendak-Nya.
5. Pemilihan dan penggunaan kemah Suci sebagai tempat khusus ibadah kepada Allah,
perlu menjadi perhatian umat Tuhan masa kini. Oleh karena di Indonesia sulit
mendapat izin membangun gereja, maka pada masa kini begitu marak ibadah-ibadah
Minggu yang diadakan di tempat-tempat umum, seperti hotel, restoran, dan lain lain.
STT Berea | 13
Yang perlu menjadi sesuatu yang perlu direnungkan dan dipikirkan mendalam, yaitu
tempat ibadah seperti itu tidakkah mengurangi suasana kekhususan dan kekhusukan
dalam beribadah? Walaupun di pihak lain perlu disadari bahwa kehadiran Allah tidak
terikat oleh adanya gedung gereja atau suatu tempat ibadah yang khusus.
6. Kemuliaan dan berkat Allah hanyalah bagi mereka yang beribadah sesuai dengan
kehendak Allah dan bukan menurut selera sendiri. Bagi gereja yang rindu mengalami
kemuliaan Allah, hal utama yang perlu diperhatikan adalah bukan mencari pola
ibadah yang sesuai dengan keinginan umat, tetapi beribadah menurut kehendak Allah.
Daftar Pustaka
STT Berea | 14
Cole, Allan. Exodus An Introduction and Old Testament Comentaries. Illinois: Inter Varsity
Press, 1973.
Dyrness, William. Tema-tema dalam Teologi Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2009.
Hamilton, Victor P. Hand Book On The Pentateuch (Exodus). Michigan : Baker Book House
Grand Rapids,1982.
Hasel, Gerhard F. Teologi Perjanjian Lama: Masalah-masalah Pokok dalam Perdebatan saat
ini. Malang: Gandum Mas, 1992.
Jones, Richard J. Making Worship of the Old Testament. Michigan: Baker Books, 2004.
MacArtur, John. Preoritas Utama dalam Penyembahan. Bandung: Kalam Hidup, 1983.
Ringgren, G. Johannes Botterweck. Helmer Theological Dictionary of the Old Testament, vol
1. Michigan: William B. Eerdmand Publishing Company Grand Rapids, 1997.
Salim, Peter. Salim’s Ninth Collegiate English-Indonesia Dictionary. Jakarta: Modern English
Perss, 2000.
Schultz, Samuel J. the Old Testament Speaks. Wheaton: Illionis Publishing, 1960.
Stedman, Ray C. Petualangan Menjelajari Perjanjian Lama Dari Tulisan Asli. Jakarta: Duta
Harapan Dunia, 2010.
Tenney, Merrill C. The Zondervan Pictoral Bible Dictionary. USA: Zondervan Publising
House, 1964.
White, James F. Pengantar Ibadah Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
STT Berea | 15