Anda di halaman 1dari 8

Laporan Baca

Kepemimpinan kristen

Nama :Yosinta N. Manu

Nim :01.2017.0151

Kelas :D

Semester: V(lima)

SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN NEGERI KUPANG

2019
BAB I
A. Identitas Buku
1. Judul Buku : KEPEMIMPINAN KHARISMATIS
2. Penulis : Pdt.Dr.Ayub Ranoh
3. Penerbit : PT. BPK Gunung Mulia
4. Kota Terbit : Jakarta
5. Cetakan ke :4

B. Alasan Pemilihan Buku


Buku ini saya pilih khususnya pada Bab 3 karena membahas mengenai wawasan
kharisma dan gejala otoritas kharismatis dalam tradisi Alkitabiah-Teologis. Buku ini sangat
penting untuk mahasiswa jurusan Pendididkan Agama Kristen khususnya dapat menjadi
bahan pertimbangan dan tolak ukur untuk mencapai tujuan dalam mpunyai wawasan dalam
tradisi Alkitabiah..
BAB III
LAPORAN ISI BUKU
Bab 3 WAWASAN KHARISMA DAN GEJALA OTORITAS
KHARISMATIS DALAM TRADISI ALKITABIAH-TEOLOGIS
A. PENGERTIAN DAN PENGGUNAAN ISTILAH KHARISMA
1. Arti Etimologis Menurut Bahasa Yunani Sekuler
a. Tujuan Sekolah Dasar.
b. Tujuan Sekolah Menengah Pertama.
c. Tujuan Sekolah Pendidikan Guru.
2. Penggunaan Istilah Kharisma dalam Septuaginta(LXX) dan Yudaisme
a. Tujuan pelajaran pendidikan agama.
b. Tujuan pelajaran matematika.
c. Tujuan pelajaran ilmu pengetahuan sosial.
3.Penggunaan Istilah Kharisma dalam Perjanjian Baru
Tiap-tiap tujuan, baik institusional maupun tujuan kurikuler selalu merupaan
sumbangan bagi tercapainya tujuan umum, yakni tujuan pendidikan nasional.
B. GEJALA DAN WAWASAN KHARISMA DALAM YAHWISME
1. Para Pendiri dan Pembentuk Israel sebagai Komunitas
2. Hakim-hakim Israel
3. Raja-Raja Israel
Perbedaan atas dua macam tujuan ini didasarkan atas luasnya tujuan yang akan
dicapai. Setiap guru dituntut untuk menyadari tujuan dari kegiatannya mengajar dengan titik
tolak kebutuhan siswa. Oleh karena itu dalam merancang sistem belajar yang akan
dilakukannya, langkah pertama yang ia lakukan adalah membuat tujuan instruksional.
Dengan tujuan instruksional :
1. Guru mempunyai arah untuk :
a. Memilih bahan pelajaran
b. Memilih prosedur (metode) mengajar.
2. Siswa mengetahui arah belajarnya.
3. Setiap guru mengetahui batas-batas tugas dan wewenangnya mengajarkan suatu bahan
sehingga diperkecil kemungkinan timbulnya celah (gap) saling menutup (overlap) antara
guru.
4. Guru mempunyai patokan dalam mengadakan penilaian kemajuan belajar siswa.
5. Guru sebagai pelaksana dan petugas-petugas pemegang kebijaksanaan (decision maker)
mempunyai kritera untuk mengevaluasi kualitas maupun efisiensi pengajaran.
C. Merumuskan Tujuan Instruksional
Langkah-langkah dalam merumuskan tujuan instruksional khusus (TIK) :
1. Membuat sejumlah TIU (Tujuan Instruksional Umum) untuk setiap mata pelajaran/bidang
studi yang akan diajarkan.
2. Dari masing-masing TIU dijabarkan menjadi sejumlah TIK yang rumusannya jelas, khusus,
dapat diamati, terukur, dan menunjukan perubahan tingkah laku. Contoh-contoh rumusan
untuk TIU :
a. Memahami teori evaluasi.
b. Mengetahui perbedaan antara skor dan nilai.
c. Mengerti cara mencari validitas.
d. Menghayati perlunya penilaian yang tepat.
e. Menyadari pentingnya mengikuti kulian dengan teratur.
f. Menghargai kejujuran mahasiswa dalam mengerjakan tes.
Atas dasar semua keterangan ini maka agar dalam mengadakan evaluasi terlihat
hasilnya, TIU ini perlu diperinci lagi sehingga menjadi jelas dan tidak dapat disalahtafsirkan
oleh beberapa orang. Rumusan TIK yang lengkap memuat tiga komponen, yaitu :
1. Tingkah laku akhir (terminal behavior).
2. Kondisi demonstrasi (condicion of demonstration or tes).
3. Standar keberhasil (standar of performance).
D. Data-Data Operasional
1. Cognitif Domain
a. Pengetahuan (knowledge)
b. Pemahaman (comprehension)
c. Aplikasi
d. Analisis
e. Sintesis
f. Evaluasi
2. Affectife Domain
a. Resiving
b. Responding
c. Valuing
d. Organization
e. Characterization by value or value complex
3. Psikomotor domain

a. Muscular or motor skilis


b. Manipulation of materials or objects
c. Neuromuscular coordination
E. Kondisi Demonstrasi
Kondisi demonstrasi adalah komponen TIK yang menyatakan suatu kondisi atau
situasi yang dikenakan kepada siswa pada saat ia mendemonstrasikan tingkah laku akhir,
misalnya :
1. Dengan penulisan yang betul.
2. Urut dari yang paling tinggi.
3. Dengan bahasanya sendiri.
Bab 4 BERBAGAI TEKNIK EVALUASI
A. Measurement Model
Model ini dapat dipandang sebagai model yang tertua di dalam sejarah evaluasi dan
telah banyak dikenal di dalam proses evaluasi pendidikan.
1. Hakikat evaluasi
Sesuai dengan namanya, model ini sangat menitikberatkan peranan kegiatan
pengukuran didalam melaksanakan proses evaluasi.
2. Ruang lingkup evaluasi
Yang dijadikan objek dari kegiatan evaluasi model ini adalah tingkah laku, terutama
tingkah laku siswa.
3. Pendekatan
Alat evaluasi yang lazim digunakan didalam model evaluasi ini adalah tes tertulis
atau paper and pencil test. Secara lebih khusus lagi, bentuk tes yang biasanya digunakan
adalah bentuk tes objektif yang soal-soalnya berupa pilihan ganda, menjodohkan, benar salah
dan sebagainya.
B. Congruence Model
Model yang kedua ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadaap model yang pertama,
sekalipun dalam beberapa hal masih menujikan adanya persamaan dengan model yang
pertama.
1. Hakikat evaluasi
Evaluasi ini dimaksudkan sebagai kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan
pendidikan telah dapat dicapai siswa dalam bentuk hasil belajar yang mereka perlihatkan
pada akhir kegiatan pendidikan.
2. Ruaang lingkup
Berhubung evaluasi menurut model yang kedua ini dimaksudkan untuk memeriksa
persesuaian (congrunce) antara tujuan dan hasil belajar, maka yang dijadikan objek evaluasi
adalah tingkah laku siswa. Secara lebih khusus, yang dinilai di sini adalah perubahan tingkah
laku yang diinginkan (intended behavior) yang perlihatkan oleh siswa pada akhir kegiatan
pendidikan.
3. Pendekatan
Sehubungan dengan aspek-aspek hasil belajar yang perlu dievaluasi, model ini tidak
membatasi alat evaluasi hanya pada tes tertulis atau paper and pencil test saja. Carrol
misalnya, menyebutkan perlunya digunakan alat-alat evaluasi lain seperti tes perbuatan dan
juga observasi.
Langkah-langkah yang perlu ditempuh d dalam proses evaluasi menurut model ini,
Tyler mengajukan empat langkah pokok, yaitu :
a. Merumuskan atau mempertegas tujuan-tujuan pengajaran.
b. Menetapkan “tes situation” yang diperlukan.
c. Menyusun alat evaluasi.
d. Menggunakan alat evaluasi.
C. Educational System Evalution Model
Model ketiga ini merupakan reaksi terhadap kedua model terdahulu. G. V. Class
dalam tulisannya yang berjudul Two Generations of Evaluation Models menyebut midel
ketiga ini sebagai Educational System Evaluations Model karena ketiga ruang lingkupnya
yang jauh lebih luas dari kedua model yang terdahulu.
1. Hakikat evaluasi
Evalusi menurut model ini dimaksudkan untuk membandingkan performance dari
berbagai dimensi sistem yang sedang dikembangkan dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk
akhirnya sampai pada suatu deskripsi dan judgement mengenai sistem yang dinilai tersebut.
2. Ruang lingkup
Dimensi dari sistem pendidikan yang dijadikan objek evaluasi di dalam model yang
ketiga ini lebih luas yaitu mencakuop dimensi peralatan/sarana proses dan hasil atau produk
yang diperlihatkan oleh sistem yang bersangkutan.
Ruang lingkup evaluasi yang diajukan oleh model ketiga ini adalah bahwa:
a. Objek evaluasi dalam rangka pengembangan kurikulum atau sistem pendidikan mencakup
sekurang-kurangnya tiga dimensi, yaitu dimensi peralatan/sarana, proses, dan hasil yang
dicapai.
b. Jenis-jenis data yang diperlukan dalam proses penilaian mencakup data objektif maupun data
subjektif (judgemental data).
3. Pendekatan
Ada dua pendekatan utama yang diajukan oleh model ini dalam pelaksanaan
evaluasi, yaitu :
a. Membandingkan performance setiap dimensi sistem dengan kriteri intern dalam sistem itu
sendiri, ditempuh pada saat sistem masih berada pada fase pengembangan dan masih
mengalami perbaikan-perbaikan.
b. Membandingkan performance setiap dimensi sistem dengan kriteria ekstern di luar sistem
yang bersangkutan, ditempuh pada saat sistem sudah berada dalam keadaan “siap” setelah
mengalami perbaikan-perbaikan selama fase pengembangan.
D. Illuminative Model
Sebagaimana halnya model yang ketiga, model yang keempat ini pun
dikembangkan sebagai reaksi terhadap dua model evaluasi yang pertama,
yaitu measurement dan congrruence. Penggunaan nama Illuminative model oleh
pengembangannya didasarkan atas alasan bahwa penggunaan berbagai cara penilaian di
dalam model ini bila dikombinasikan akan “help illuminative problems, issues, and
significant program features” . model ini dikembangkan terutama di Inggris dan banyak
dikaitkan dengan pendekatan dalam bidang antropologi.
1. Hakikat evaluasi
Model yang keempat ini lebih menekankan pada evaluasi kualitatif dan “terbuka”.
Sistem pendidikan yang dinilai tidak ditinjau sebagai suatu yang terpisah melaikan dalam
hubungan dengan suatu learning milieu, dalam konteks sekolah

sebagai lingkungan material dan psikososial, yang guru dan muridnya bekerja sama.
Tujuan evaluasi menurut model yang keempat ini adalah mengadakan studi yang
cermat terhadap sistem yang bersangkutan : bagaimana pelaksaan sistem tersebut dilapangan,
bagaimana pelaksaan itu dipengaruhi, oleh situasi sekolah tempat yang bersangkutan
dikembangkan, apa kebaikan-kebaikan dan kelemahan-kelemahannya dan bagaimana sistem
tersebut mempengaruhi pengalaman-pengalaman belajar para siswa.
2. Ruang lingkup
Model keempat ini mengarahkan kegiatan evaluasinya tidak hanya pada aspek hasil
belajar siswa melainkan pada aspek yang lebih luas. Objek evaluasi yang diajukan oleh
model ini mencakup :
a. Latar belakang dan perkembangan yang dialami oleh sistem yang bersangkutan;
b. Proses pelaksanaan sistem itu sendiri;
c. Hasil belajar yang diperlihatkan oleh para siswa;
d. Kesukaran-kesukaran yang dialami dari perencanaansampai dengan pelaksanaanya
dilapangan.
3. Pendekatan
Model evaluasi ini mengajukan pendekatan yang merupakan alternatif bagi apa yang
disebut sebagai agricultural-botany paradigm, yang selain digunakan dalam ilmu pengetahuan
alam juga digunakan dalam eksperimen dalam bidang psikologi.
Sehubungan dengan tujuan dan pendekatan evaluasi yang dianut oleh model ini, ada
tiga fase kegiatan evaluasi yang diajukan yang secara berturut-turut disebut : observe, inquiry
further, dan seek to explain.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Evaluasi berarti pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah
dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana
tingkat perubahan dalam diri pribadi siswa. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan menilai
yang terjadi dalam kegiatan pendidikan. Bertujuan melakukan evaluasi dalam proses belajar
mengajar untuk mendapatkan informasi akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan
instruksional dan dapat membuat teknik evaluasi yang tepat oleh siswa sehingga dapat
diupayakan tindak lanjutnya.
B. Tanggapan
buku ini memberikan pemahaman dan pengetahuan mengenai bagaimana cara mengetahui
tingkat pencapaian tujuan pendidikan dalam kurikulum, sehingga para pendidik akan tahu
langkah apa yang harus dilakukan supaya tujuan pendidikan tercapai.

C . Penutup

Demikian laporan baca yang dapat saya buat, karena saya masih dalam tahap
pembelajaran mohon maaf bila terdapat kekurangan dalam penulisan maupun penyajiannya.
Saya berharap laporan buku ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Atas perhatianya saya
ucapkan terimakasih. Tuhan Yesus memberkati

Daftar Pustaka
Daryanto, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Anda mungkin juga menyukai