Anda di halaman 1dari 59

DIKTAT

TEOLOGI KONTEMPORER

MEMAHAMI TEOLOGI KONTEMPORER

Oleh :
Steffen Yohanis Ndoen, S.PAK, M.Th

STT PROVIDENSIA ADONAY


Tahun 2019

1
SEJARAH TEOLOGI KONTEMPORER

I. PENDAHULUAN
Dalam memahami sejarah teologi Kristen, tidak bisa memungkiri adanya teologi kontemporer
atau teologi dari suatu masa. Di mana munculnya suatu bentuk teologi dalam kurun waktu atau
masa tertentu dan dapat mengalami perkembangannya. Bahkan juga dapat menimbulkan
pertentangan-pertentangan doktrin yang ada dalam spektrum yang luas dari kekristenan. Oleh
sebab itu, teologi dengan tepat disebut sebagai “Ratu Ilmu Pengetahuan” karena orang
menganggap bahwa relasi seseorang dengan Allah membuat semua pertimbangan lain yang
meragukan Allah menjadi kecil. Namun pendapat umum menganggap bahwa ratu ilmu
pengetahuan atau teologi itu membutuhkan dandanan yang baru agar tetap kelihatan
mahkotanya yakni salah satunya ialah mealui teologi kontemporer.1

Teologi kontemporer dapat dikatakan sebagai satu bidang utama bagi pembelajaran
peningkatan kecerdasan dan kreativitas akademis. Di dalamnya seseorang ditantang untuk
mengkaji secara intelektual tiap permasalahan yang dihadapi oleh teologi Kristen, termasuk
ilmu pengetahuan, isu-isu sosial, agama, dan berbagai aspek hidup manusia lainnya. Banyak
orang terlibat dalam pembahasan teologi kontemporer, baik dari kalangan Kristen maupun non
Kristen. Bagi seorang Kristen tentu bertujuan untuk menilai apa yang dipelajarinya itu
berdasarkan firman Tuhan dengan tetap hidup kudus. Namun bagi sebagian non Kristen tentu
bertujuan untuk mendapatkan peningkatan pengetahuan tanpa harus hidup sesuai dengan apa
yang diketahuinya. Bahkan lebih ditekankan bagaimana caranya berusaha untuk menciptakan
suatu sistem kebersamaan dalam hidup bermasyarakat.

B. PENUNTUN KE DALAM PEMIKIRAN TEOLOGI KONTEMPORER


Setiap teologi tidak hanya muncul begitu saja, tetapi adanya pemikiran yang mendalam
bedasarkan kompleksnya situasi di mana teologi itu mulai dimunculkan. Diktum atau
pernyataan umum dalam berteologi menyebutkan bahwa teologi itu adalah “iman mencari
pengertian.” Namun disisi lain, ada juga yang mengatakan bahwa teologi itu ialah “suatu
usaha penafsiran doktrin dari gereja dan suatu pembicaran Kristen tentang Allah.”2 Hal ini

1
Erwin W. Lutzer, Teologi Kontemporer, (Malang: Gandum Mas, 2005), 11.
2
David L. Smith, A Handbook of Contemporary Theology, (Baker Books: Grand Rapids, Michigan, 1992), 20.
Tulisan ini merupakan beberapa catatan kritis dan pengembangan ide yang bersumber dari beberapa buku
utama.

2
terkait juga dengan teologi kontemporer sebab tidak bisa dihindari ada banyak pertanyaan
mendasar yang mucul. Sejauh mana ide-ide teologi itu diijinkan dalam penafsiran yang
berbeda? Mengapa ada sedemikian banyak penafsiran teologi? Banyaknya penafsiran yang
ada, apakah berbagai perbedaan penafsiran itu dapat menjadi suatu ancaman serius bagi iman
Kristen dan gereja?

Teologi kontemporer itu bergerak dari suatu usaha para tokoh dan teolog untuk mendefiniskan
dan memahami teologi itu keluar dari gereja guna mencari jawabannya dalam percakapannya
terkait dengan filsafat, masyarakat, sains, kultur dan kehidupan manusia. Padahal sebelumnya,
teologi adalah pusat dari usaha mencari jawaban dari semua disiplin ilmu dalam merumuskan
kerangka berpikirnya. Jadi, secara umum teologi kontemporer berbicara tentang bagaimana
seseorang memahami Allah dan dunia dalam refleksi dan percakapan dialogis pada abad ke-20
dan mengalami perkembangan selanjutnya. Tidak ada masalah jikalau teologi itu diekspresikan
dalam dialog antar disiplin ilmu.3 Namun yang menjadi masalah adalah apabila percakapan
dialogis ini justru mengorbankan hal yang sangat prinsip di mana Firman Allah ditaklukan oleh
kepentingan manusia dan kebutuhan zaman.

Bagi seorang Kristen yang percaya Alkitab adalah firman Allah, maka penting untuk
mempelajari teologi kontemporer agar dapat mengikuti dan memahami perkembangan tiap
kepercayaan terhadap berbagai topik teologi yang ada. Namun demikian, perlu disadari secara
kritis bahwa teologi kontemporer seringkali melenceng dari tradisi teologi Kristen ketika
mengevaluasi iman dalam konteks berbagai kegerakan sosial yang muncul atau jika
membandingkannya dengan sistem kepercayaan lain. Mengapa demikian? Karena tujuan
teologi kontemporer memang bukan untuk membawa sistem pengajaran, kepercayaan lain agar
dapat mengikuti pengajaran Alkitab, melainkan untuk memperlihatkan berbagai
keanekaragaman pengajaran teologi di sekitar iman Kristen dan mengharapkan para pembaca
dapat mengambil sikap secara kritis dan kreatif di mana mereka yakin benar dan bagaimana
mengimplementasikannya yang diangap baik bagi masyarakat.4 Bagi setiap orang Kristen yang
ingin mengetahui bagaimana Firman Allah mengajarkan tentang topik-topik penting masa kini
akan sangat menolong untuk berbagai informasi menjadi bahan diskusi dalam teologi
kontemporer. Namun harus diingat dan yakin bahwa Firman Allah tidak pernah berubah.

3
Mariani Febriana Lere Dawa, Contemporale et Creativa: Mengenal Secara Singkat Teologi Kontemporer,
(Malang: Media Nusa Creative/MNC, 2016), 2.
4
Nimrot Rajagukguk, Apa Itu Teologi Kontemporer? (Malang: 2018), 2.

3
Pengajaran firman Allah adalah ukuran kebenaran bagi setiap orang Kristen sepanjang masa
atau selama-lamanya (2 Tim. 3: 16-17). Firman Allah itu hidup dan aktif (Ibrani 4: 12). Orang
Kristen dipanggil menjadi seorang yang rajin belajar (2 Tim. 2: 15), belajar firman Allah dan
membagikannya kepada orang lain. Fiman Allah mengajar bagaimana orang Kristen harus
hidup bertumbuh, berbuah dalam segala pekerjaan yang baik dan dalam pengetahuan yang
benar tentang Allah ditengah-tengah dunia yang belum mau mempercayai Allah (Kol. 1: 10).
Meskipun topik yang didiskusikan dalam teologi kontemporer itu ada kesamaan dengan yang
tertulis dalam Alkitab atau bisa saja diambil dari Alkitab, tetapi orang Kristen harus berdiri
teguh atas kebenaran Firman Allah dalam Alkitab. Orang Kristen jangan takut berbeda
pandangan, sikap dengan orang lain, jika itu tidak sesuai dengan Firman Allah. Kebenaran
tidak bisa dikompromikan dengan topik pengajaran dari siapapun, sekalipun mungkin saja
banyak orang mengagungkan pengajaran itu (teologi kontemporer). Roh Kudus terus berkarya
dalam diri orang Kristen untuk tetap berani dalam menyaksikan kebenaran Firman Allah atau
Allah bagi dunia ini yang terus berusaha untuk mengaburkan pengajaran teologi Kristen
dengan berbagai pengajaran teologi yang lain.

C. DEFINISI TEOLOGI KONTEMPORER


Pada umumnya teologi itu tidak pernah dimunculkan dalam suatu kondisi yang hampa atau
terlepas dari konteks di mana berbagai pikiran teologis itu dilahirkan. Hal ini berarti bahwa
para teolog sudah berkarya dalam tradisi teologi dan eklesiologis mereka yang tidak terlepas
dari pengaruh tuntutan konteks kontemporer, gerakan daya tarik zaman, dan penekanan zaman.
Oleh sebab itu, teologi kontemporer adalah pemikiran-pemikiran teologis yang dihasilkan
dalam konteks kerangkan waktu tertentu pasca perang dunia pertama sampai pada era masa
kini. Gambaran utama dari teologi kontemporer atau biasa disebut dengan teologi pasca liberal
adalah bersifat “nonfondasionalsm,” yaitu suat cara berpikir yang menolak kepercayaan-
kepercayaan fundamental atau prinsip yang menjadi dasar dari pengetahuan.5 Jadi, teologi
kontemporer dapat dikatakan sebagai suatu teologi kristiani tradisional yang terus
mengembangkan sayapnya, namun tidak mutlak memerlukan prinsip-prinsip dasar dari
kebenaran Firman Allah yang tertulis dalam Kitab Suci karena dipengaruhi juga dengan
prinsip-prinsip filsafat. Banyak penafsiran terhadap teks firman Allah yang tidak sesuai dengan
maksud teks tersebut sehingga menghasilkan pemahaman yang berbeda dengan iman Kristen.

5
Lere Dawa, Contemporale, 3.

4
Berdasarkan hal tersebut, maka obyektivitas metafisik diganti dengan subyektvitas
sosiologis dan teologi beralih dari metode deduktif menjadi metode induktif. Teologi
kontemporer menjadi suatu teologi yang berusaha melepaskan cara berpikir dari kebenaran
obyektif karena dipengaruhi oleh suatu kebutuhan komunitas dalam konteks yang berbeda.
Dalam hal ini, etika menjadi dasar dari konstruksi teologi daripada yang seharusnya doktrin
yang memunculkan etika sebagaimana nampak dalam Teologi Tradisional. Jikalau sebelumnya
teologi berada dalam semacam percakapan dengan filsafat, maka dalam perkembangannya
sekarang teologi lebih dalam percakapan dengan sosiologi. Akibatnya praksis (praktik hidup)
dan etika praktis dari kehidupan manusia menjadi perhatian yang serius dari teologi
kontemporer. Bagi para pemikir teologi kontemporer, teologi bukan hanya sekedar dibicarakan
melainkan juga dihidupi. Hal ini sejalan dengan teologi Kristen bahwa sebenarnya teologi itu
mengarah kepada “pietas,” hidup saleh atau hidup benar di hadapan Allah dan sesama serta
hidup yang terberkati.6 Jadi, teologi kotemporer menekankan tentang pikiran, pendapat dan
pengajaran benar yang diwujudkan dalam kehidupan manusia.

D. LATAR BELAKANG MUNCULNYA TEOLOGI KONTEMPORER


Menurut Harvie M. Conn, “Telogia Kontemporer” dalam arti sesungguhnya baru lahir pada
tahun 1919 di suatu ruang belajar sebuah gereja di Swiss. Perintisnya adalah seorang pendeta
muda usianya 25 tahun bernama Karl Barth (1886-1968), yang melayani di Swiss sejak tahun
1911. Manifesto dari titik balik suatu era teologia baru/teologia kontemporer dalam sejarah ini
muncul lewat tafsiran Barth mengenai surat Roma dalam Alkitab.7 Jikalau demikian, maka
revolusi berpikir Barth membuka suatu babak baru dalam berteologi yang mengakhiri
pemikiran para Libralist.8 Bagi Barth, teologi itu harus mulai dari prinsip dan prinsip ini adalah
Allah, dan pusat teologi adalah Allah dalam relasinya yang dinamis kepada manusia melalui
Yesus Kristus dan oleh Roh Kudus, laksana lubang terbuka dari roda kereta yang berputar.9
Revolusi berpikir Barth dicetuskan ditengah konteks pergumulan melawan arus kuat dari
Liberalisme, khususnya liberalisme klasik. Bagi Barth, liberalisme tidak dapat menjawab
pesoalan dan pergumulan manusia, dan bahkan dalam arus liberalisme yang kuat itu, justru
terjadinya perang dunia pertama. Kekecewaan Barth terhadap liberalsme, maka membuatnya

6
Konsep ini terdapat juga dalam tulisan klasik John Calvin, yaitu dalam bukunya “Institutio” dan tulisan
Puritan Inggris, baik dari William Perkins dalam “The Golden Chaine” maupun dalam tulisan William Ames:
“The Marrow of Theology.”
7
Havie M. Conn, Teologia Kontemporer, (Malang: SAAT, 1996), 14.
8
Conn, Teologi, 26
9
William Stacy Johnson, The Mystery of God: Karl Barth and the Postmodern Foundations of Theology
Columbia Series in Reformed Theology, (Westminster John Knox, 1997), 185.

5
masuk ke dalam suatu revoluisi berpikir baru karena jelas dia menganggap Liberalisme tidak
lagi dapat menjawab persoalan manusia. Dalam hal ini, tidak berarti bahwa permulaan suatu
teologi bukanlah sekedar cara meresponi suatu keadaan tetapi bagi Barth teologi itu sebenarnya
merupakan suatu perangkat presaposisi yang olehnya kita hidup.10

Sejak dari awal, teologi kontemporer telah disepakati lahir atau muncul dalam konteks
pemikiran Barat. Di mana benihnya dapat ditarik dari kebangkitan intelektual dalam gerakan
Renaissance, difokuskan pada kebangkitan metode saintifik moderen (proses pembelajaran
lewat tahapan pengamatan, penganalisian terhadap suatu masalah/saintifik) yang sangat
mempengaruhi dunia moderen. Lere Dawa menguraikan bahwa dampak dari berkembangnya
ilmu pengetahuan moderen ini menyebabkan berakhirnya suatu era emas dari teologi sebagai
ratu ilmu pengetahuan. Sebelumnya, pada akhir abad ke-17, para filsuf dan ilmuwan cenderung
melihat teologi sebagai suatu penolong dalam sains. Kontrasnya, dengan adanya
perkembangan dari ilmu pengetahuan tersebut, maka pada akhir abad ke-18 pemikiran ini
mendapat tantangan baru dari dunia ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, muncul pertanyaan:
bagaimana bisa ilmu teologi dapat memberkan informasi kepada para ilmuwan? Atau dalam
hal apakah para ilmuwan ini dapat bergantung kepada para teolog? Pertanyaan tentang
ketidakjelasan relasi tersebut menyebabkan sain/ilmu pengetahuan terus berkembang menjadi
mandiri sehingga terlepas dari teologi. Hal ini pada akhirnya berakibat dengan munculnya
suatu interpretasi baru secara drastis dalam dunia teologi mengenai asumsi fundamental dan
metode berteologi tatkala seseorang menginginkan suatu penjelasan dari dunia disekitarnya.

Para teolog yang hidup pada era ini sangat sadar akan betapa besar pengaruh yang kuat dari
sains yang bersifat empiris. Namun disisi lain mereka juga menyadari suatu realitas yang tidak
dapat dipahami hanya melalui suatu proses tahu secara empirik atau pengalaman manusia
semata. Dengan kata lain, para teolog moderen ini berusaha melakukan dialog dengan
dunianya. Namun usaha berdialog ini justru terkadang mengarah kepada suatu segregasi atau
pemisahan dalam pemahaman akan kebenaran karena kebenaran tidak lagi dilihat dan dipahami
secara utuh. Akibatnya teologi kontemporer dalam dialog ini melahirkan suatu ciri khas yang
justru titik tolaknya bukan dari Alkitab, melainkan dasar percakapannya justru berasal dari
kerangka pemikiran yang bersifat filosofis karena didasarkan pada filsafat.11 Selain itu, teologi

10
Johnson, The Mystery of God, 189.
11
Dawa, Contemporale, 9.

6
kontemporer juga terjebak dalam alam pikiran moderen yang justru mengabaikan hal-hal yang
diluar dari pengetahuan empirik karena segala sesuatu itu harus diukur dalam metode sains.12
Linnemann juga mengatakan bahwa berkembangnya teologi historis kritis, yang menilai
kebenaran itu dari perspektif teori empirik, merupakan produk dialog pada era atau masa itu,
menegaskan juga bahwa segala sesuatu yang berlawanan dengan metode sains atau tidak
masuk dalam kategori sains ini maka dianggap mitos atau bukanlah suatu perstiwa sejarah yang
nyata, melainkan merupakan suatu gambaran dari cara berpikir manusia kuno.

Imanuel Kant dalam epistemologinya berperan besar dalam era filsafat Pencerahan, telah
membawa suatu revolusi berpikir yang besar dalam kehidupan manusia. Di mana manusia tidak
lagi membangun teori pra-anggapan religius dalam kerangka kekristenan, melainkan dalam
kerangka filosofis/filsafat. Ide Pencerahan telah melepaskan manusia dari doktrin kekristenan
sehingga manusia itu menjadi otonom atau bebas dalam segala hal. Oleh sebab itu, manusia
terlepas dari semua ikatan yang mengontrolnya (termasuk firman Allah). Kebebasan dan
kemandirian manusia tidak lagi dilekatkan dalam kaitan dengan kebenaran pengajaran Kitab
Suci, tetapi diletakkan pada rasio/akal manusia yang otonom. Jadi, rasio manusia yang mandiri
itu sekarang menjadi patokan tertinggi untuk menentukan suatu kebenaran karena melalui rasio
itu manusia dapat menilai segala sesuatu yang ada dalam dunia ini (noumena dan fenomena).
Landasan berpikir tersebut dimunculkan karena adanya anggapan bahwa Kitab Suci itu adalah
suatu mitos, legenda, kisah rakyat dan dongeng. Oleh sebab itu, teologi yang lahir pada era ini
justru dipandang sebagai teologi pinjaman masa lalu, yang notabene justru adalah suatu
modernisme lama dengan baju atau tampilan yang baru.

E. KONSEP DASAR TEOLOGI KONTEMPORER


Dalam buku Teologi Kontemporer: Ilmu atau Praduga? Linnemann meringkas wawasan
berpikir teologi kontemporer dengan menyebutkan bahwa pemikiran manusia moderen secara
khusus diarahkan pada kebenaran. Di mana kebenaran dalam teologi kontemporer itu dibangun
di atas dasar filsafat. Salah satu dasar filosofis berpikir teologia moderen ialah Deisme.
Kelompok Deisme menegaskan bahwa Allah sudah memilih untuk membiarkan hukumNya
saja yang mengatur dunia ciptaanNya, tanpa keterlibatan aktif lagi dari Allah dalam dunia
ciptaanNya. Bahkan tidak ada kebutuhan lagi bagi Allah untuk turut campur tangan dalam
dunia ciptaan. Oleh sebab itu, mujizat tidak ada lagi dan Allah benar-benar menjadi

12
Eta Linnemann, Teologi Kontemporer. Ilmu atau Praduga? (Batu: I-3, 1991), 9-11.

7
keseluruhan yang lain, transenden secara utuh dari kemanusiaan. Pemikiran ini menunjukkan
bahwa Allah sangat jauh dari dunia ciptaanNya ini, justru memicu tumbuhnya ruang baru
dalam hidup manusia karena sesungguhnya manusia itu tidak lagi membutuhkan Allah
sehingga menghasilkan suatu sikap atheisme. Keterasingan Allah dari dunia ciptaanNya ini
berawal dari pemikiran Thomas Hobbes bahwa mujizat dipahami secara rohani dan bukan
suatu fakta yang nyata. Selanjutnya pemikiran ini diteruskan oleh para teolog historis kritis
sebagai suatu dasar penafsiran eksistensial dan demitologisasi.13

Ada pendapat yang berbeda yakni dari Francis Bacon yang menegaskan bahwa kebenaran itu
diperoleh melalui pengalaman dan pikiran yang didasarkan pada penelitian empiris. Dalam hal
ini kebenaran itu teruji melalui hasilnya.14 Kitab Suci tidak memberikan data empiris mengenai
dunia fisika karena Kitab Suci hanya memberikan kegunaan bagi kesalehan, tetapi tidak
memberikan data yang obyektif tentang Allah. Hal ini selaras dengan cara berpikr Bacon dan
Baruch De Spinoza yang menegaskan bahwa Kitab Suci hanya berotoritas pada hal-hal
kepercayaan, tetapi tidak pada akal karena akal dan kepercayaan itu terpisah.15 Akal manusia
suda menggantikan kebenaran untuk membangun dasar kebenaran filosofis dan ontologis dari
modernisme. Bagi kelompok ini, kebenaran menjadi relasional dan kenteksual karena manusia
moderen memandang Allah sebagai satu rangkaian dari karakteristik yang memberikan
manusia suatu rangkaian hukum untuk diikuti. Oleh sebab itu, karakteristik dasar dari teologi
kontemporer adalah suatu teologi yang menitik beratkan pada pemikiran filosofis di mana
metanarasi/narasi besar dipertanyakan dan nilai-nilai pluralitas diterima serta tidak ada sistem
nilai tertentu yang dapat dipegang secara universal.

Dawa menguraikan bahwa para pemikir teologi kontemporer menjalankan suatu proses
Dekonstruksi, yaitu mengambil suatu teks dengan mengupas lapisan bawahnya dan berusaha
menjelaskan teks dari semua perspektif sehingga dapat menarik sebanyak mungkin informasi.
Proses dekonstruksi ini memberikan akibat yang serius dalam berteologi, karena kebenaran
obyektif diganti dengan kebenaran hermeneutik berdasarkan bagaimana seseorang
menafsirkan kebenaran itu. Kitab Suci tidak lagi memiliki makna tunggal dan bahkan teks itu
tidak lagi berotoritas karena relasi diluar teks menentukan makna dari teks dan natur dari
otoritas.

13
Linnemann, Teologi, 29-30..
14
Linnemann, Teologi, 28.
15
Dawa, Contemporale, 13

8
II. BERBAGAI PANDANGAN TEOLOGI KONTEMPORER
Perkembangan dunia teologi, biasanya menunjukkan berbagai macam teologi. Apakah teologi
itu berdasarkan firman Allah ataupun sebaliknya tidak berdasarkan firman Allah karena lebih
didasarkan pada pengajaran ilmu pengetahuan manusia atau filsafat. Di mana salah satunya
ialah “Teologi Kontemporer” atau teologi yang bergerak dari masa ke masa dalam dunia ini.
Teologi kontemporer merupakan suatu tren pengajaran teologis setelah perang dunia pertama
hingga masa kini atau pada umumnya dipahami sebagai teologi yang muncul pada abad ke-20.
Teologi kontemporer diwarnai dengan suatu teologi dialog responsive satu dengan yang
lainnya. Oleh sebab itu, ada beberapa macam teologi kontemporer yang cukup menonjol
sebagai berikut :

A. TEOLOGI NEO ORTHODOKSI


1. Istilah Neo Orthodoksi
Kata Neo berarti baru atau yang diperbarui dan Orthodoksi berarti ajaran yang benar.
Ortodoksi dalam sebuah ajaran agama, terkadang diartikan sebagai ajaran yang lama, ajaran
yang kuno atau ajaran yang fundamentalis. Istilah ini menyiratkan kembali kepada
kepercayaan Kristen orthodoksi setelah hampir dua abad berlangsungnya liberalisme.
Kelompok orthodoksi lebih serius mempelajari Alkitab daripada liberalisme lama, namun
mereka tetap mempertahankan fondasi-fondasi liberalisme. Di Amerika Utara, neo orthodoksi
mulai bangkit dan berkembang, dan istilah ini di eropa disebut sebagai “Teologi Dialektika,”
khususnya daerah yang berbahasa Jerman dan di dunia yang berbahasa Inggris dipakai istilah
“Teologi Krisis.”16 Teologi ini berkaitan dengan upaya untuk menjelaskan pengontrasan di
antara relasi Allah dan manusia. Neo orthodoksi berkaitan dengan kehidupan kita di bumi
bahwa selama kita di bumi, kita tidak dapat melakukan sesuatu yang lain dalam berteologi
selain menggunakan istilah yang bersifat berbalikan (Via Negativa) pada ajaran yang
sebenarnya. Oleh sebab itu, Mackintosh mengatakan bahwa Carl Barth dalam hal ini menyadari
penuh bahwa manusia tidak mungkin menggunakan istilah yang absolut tentang Tuhan karena
menyadari ketidakmampuan orang berdosa untuk menggambarkan ide tentang Tuhan yang
transenden itu.17

16
Alister E. McGrath, Emil Brunner: A Reappraisal, (West Sussex: Wiley Blackwell, 2014), 40.
17
Hugh Ross Mackintosh. Types of Modern Theology from Schleiermacher to Barth, (New York: Charles
Scribner’s Son. n.d), 265-266.

9
Manusia dapat memahami kondisi mereka yang berdosa, tetapi mereka sudah berdiri dalam
penebusan, dan mereka tahu bahwa mereka adalah orang berdosa dan mereka juga adalah orang
benar. Ketika manusia berbicara tentang kemuliaan Allah dalam ciptaan Allah, maka tidak bisa
dilepaskan dari pembenaran orang yang berdosa dan kala manusia mengingat bahwa
sesungguhnya kita adalah orang berdosa yang dinyatakan benar oleh Allah. 18 Orang berdosa
sampai pada pengalaman bersama Allah melalui situasi krisis. Situasi krisis berarti suatu
klimaks atau titik balik dari sutau kesakitan atau perubahan arah dalam suatu gerakan pikiran.
Krisis pada puncaknya justru akan membawa suatu penghakiman, di mana manusia, dunia,
agama dan teologi gereja berada di bawah penghakiman dan tuntutatan dari firman Allah.

Implikasi dari pemikiran ini adalah bahwa kebenaran yang diajarkan dalam paradoks tidak
dapat disikapi dengan memori manusia, melainkan dengan ketundukan kepada firman Allah. 19
Bagi Barth, apa yang dikatakan tersebut termasuk dalam metode dialektika dalam menjelaskan
teologinya dan dalam hal ini, ia sebut sebagai krisis dalam tafsiran surat Roma. Walaupun
demikan teologi dialektika atau teologi krisis, teologi neo orthodoksi yang nyata dalam tulisan
Barth, tetapi sesungguhnya Barth lebih suka menggunakan istilah ”Teologi Firman Allah.”
Barth berharap bahwa teologinya hanya semata-mata dihakimi oleh firman Allah, berkaitan
dengan betapa terasingnya Kitab Suci dalam dunia di mana ia hidup pada masa itu.20

2. Latar Belakang Lahirnya Neo orthodoksi


Pada umumnya para Sarjawan menilai Barth sebagai bapak utama dari gerakan Neo-
Orthodoksi yang muncul pada abad duapuluh. Pengajaran Barth sebagai reaksi melawan
liberalisme dengan menegakkan pengajajaran yang berbasis Alkitab (orthodox). Barth merasa
bahwa teologi liberal tidak bisa mempersiapkan dia secara efektif untuk melayani mereka yang
sedang mencari jawaban terhadap dilema kontemporer yang ada. Oleh sebab itu, Barth
berusaha untuk mencari jawaban agar ia dapat menghadirkan Injil dalam bahasa baru sehingga
dapat dipahami oleh masyarakat kontemporer. Barth menganggap bahwa adanya suatu
kesadaran akan transmisi Injil kepada masyarakat kontemporer tidak lagi memadai. Hal ini
mengakibatkan Barth kembali kepada Kitab Suci dan menemukan berita yang luar biasa dari
Surat Roma. Karena itu, bagi Barth, pembacaan dari surat Roma ini telah membawa suatu
revolusi berpikir yang baru dalam diri, khotbah dan teologinya.

18
Mackintosh. Types, 266.
19
Lere Dawa, Contemporale, 29.
20
Freed H. Klooster. The Significance of Barth’s Theology, (Grand Rapids: Baker Book Ho, 1961), 22.

10
3. Pokok Teologi Neo Orthodoksi
Tokoh utama dalam teologi neo orthodoksi ialah Karl Barth. Pandangan liberal tidak mampu
menolong dan mempersiapakan Barth untuk bagaimana mencari solusi atas berbagai dilemma
dan persoalan mansusia. Oleh sebab itu, Barth kembali belajar Alkitab dan terus menekuni
belajar sendiri Alkitab, khsusunya surat-surat Paulus dalam PB. Barth sangat terkesan dengan
Kitab Roma sehingga lahirlah pandangan Kristologinya yang terkenal dan Dogmatik
Gerejewai (Church Dogmatics). Khotbah-khotbahnya menjadi sangat baru dan berubah secara
revolusionistis. Barth mengkritik teologi liberalisme sebagai pemberhalaan akan agama karena
liberalisme mengajarkan tentang Allah adalah kemampuan tertinggi akal budi manusia di
dalam Kekristenan. Artinya melalui rasio (akal budi manusia) Kristen mampu mengerti
siapakah Allah itu. Namun sebaliknya, teologi yang baru ditemukan dan diajarkan oleh Barth
berpusat pada Kristus sebab tanpa melalui dan dalam Yesus Kristus maka manusia itu tidak
akan pernah mampu mengenal siapakah Allah itu dan siapakah manusia itu sebenarnya.
Bahkan manusia juga tidak akan mampu memahami relasi antara manusia dengan Allah. 21
Penyataan diri Allah yang khusus dalam Yesus Kritus itu justru menjadi titik berangkat
pengertian kita untuk memahami kebaikan Allah dalam ciptaanNya dan bukan semata-mata
bergerak dari ciptaan itu.22 Jadi, pemikiran Barth bergerak secara utama berdasarkan Kristologi
dari atas, yaitu Allah sudah menyatakan diriNya dalam Kristus.

Melalui Kristus semua manusia dipilih dan didamaikan dengan Allah. Pemikiran Barth
mengenai pemilihan dan kedaulatan Allah pada akhirnya cenderung bersifat universalisme
karena Barth menekankan dimensi yang universal dari kebangkitan Kristus. Namun ironisnya,
dia justru sangat menekankan pentingnya misi, dan bahkan dia menyerukan bahwa kekristenan
tanpa misi kepada semua orang tidak lagi dapat disebut Kristen. 23 Misi memberitakan siapakah
Yesus itu sebab Yesus adalah pendamai, pengantara di antara Allah dan manusia dan
pembenaran manusia adalah melalui iman semata, yaitu suatu tindakan manusia yang membuat
respon yang otentik dan setia kepada kesetiaan Allah.

Barth juga dikenal sebagai teolog Firman Allah sebab baginya hanya firman Allah saja yang
memenuhi konsepsi paradoks dengan ketepatan yang sempurna. Namun ironisnya, Barth justru

21
Rajagukguk, Apa itu, 4-5.
22
Karl Barth. Church Dogmatics, vol. 3, ed, by G.W Bromiley & T.F Torance, (Edinburg: T&T Clark, 1958),
369.
23
Barth. Church Dogmatics, vol. 4, 305.

11
menolak bahwa Kitab Suci itu sebagai yang diinspirasikan oleh Allah karena yang menerima
inspirasi itu bukanlah penulis Kitab Suci, melainkan para pembaca dari Kitab Suci. 24 Baginya
Alkitab bukanlah firman Allah melainkan suatu kesaksian akan hidup manusia dan siapakah
Yesus Kristus itu. Kesaksian firman Allah ini ditulis oleh manusia yang tidak luput dari
kesalahan dan kekeliruan yang sama seperti kita. Namun pada saat tertentu, Alkitab bisa
menjadi firman Allah yang berotoritas jika Roh Kudus memakainya dan hal itu adalah hal yang
biasa. Menurut Barth, Firman Allah terbagi atas 3 bagian sebagai berikut :
1. Firman yang diproklamasikan, yaitu khotbah yang berdasarkan Alkitab.
2. Firman yang tertulis, yaitu kesaksian tentang Yesus dan Allah yang ditulis oleh manusia
(bukan hanya kanon Alkitab).
3. Firman yang dinyatakan, yaitu Allah menyatakan dirinya secara khusus melalui Yesus
Kristus (penyataan khusus).
Tokoh-tokoh teologi neo orthodoksi : Karl Barth, Emil Brunner, Reinhold Niebuhr dan
Dietrich Bonhoeffer.

B. TEOLOGI NEO LIBERALISME


1. Istilah Neo Liberalisme
Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang
didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang
utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Liberalisme dipengaruhi oleh pemikiran filsafat
pencerahan yang hampir saja menghancurkan orthodoksi gereja pada abad ke-19, dan teologi
liberalisme semakin bangkit lagi pada abad ke-20. Liberalisme di Eropa sempat mengalami
kemunduran, tetapi liberalisme tetap berkembang pesat di Amerika pasca perang dunia pertama
dalam upaya melawan fundamentalisme. Liberalisme menekankan bahwa berita Kitab Suci
adalah berita kuno yang harus disesuaikan kembali dengan situasi zaman.

2. Latar Belakang Lahirnya Neo Liberalisme


Neo Liberalisme lahir sebagai akibat dari goncangan iman dan hidup manusia pasca perang
dunia pertama (1914-1918). Kekacauan negara-negara Eropa oleh perang dunia pertama
membuat banyak orang mengalami depresi yang mendalam. Pada saat itu banyak penganut

24
Mackintosh. Types, 268.

12
liberal beralih menjadi humanis sekular, mereka menolak kekristenan dan bahkan menolak
Tuhan. Berdasarkan masalah tersebut, maka lahirlah Liberalisme Baru atau Neo Liberalisme
yang masih dalam jalur liberalisme lama karena mengusung ajaran-ajaran yang cukup
menantang cara berpikir tradisional dalam masa di mana mereka hadir.25

3. Pokok Teologi Neo Liberalisme


Tokoh liberalisme Harry E. Fosdick pemimpin dari oposisi terhadap fundamentalisme di
Amerika Serikat. Fosdick berusaha melawan ethos Calvinis yang sangat mengganggu dirinya,
khususnya soal kerusakan total dan predistinasi.26 Baginya orang Kristen harus selalu ingin
belajar dalam menghadapi pengetahuan moderen dan bahwa semua kebenaran adalah
kebenaran Allah dan teologi Kristen harus memasukan pengertian ini dalam memahami Injil.27
Namun, ironisnya ia tidak pernah belajar secara serius Teologi Orthodoksi sehingga
membuatnya menolak Orthodoksi tanpa pernah memperlajarinya dengan adil dan benar.
Baginya justru posisi liberal adalah posisi yang dapat dipertahankan dan teologi liberal ini
diharapkan dapat menaklukan orthodoksi.28

Fosdick mengajarkan pentingnya pengakuan akan keunikan Alkitab dan menekankan bahwa
dosa sebagai persoalan manusia dapat diatasi dengan pertolongan Allah. Namun dosa yang
dimaksud bukanlah sebagai masalah yang fundamental atau mendasar yang memisahkan
hubungan antara Allah dan manusia, melainkan dosa hanya sebagai kesalahan yang dapat
diperbaiki. Kemampuan memperbaiki kesalahan ini dapat diberikan oleh Allah, jika manusia
itu mau memperbaikinya. Pengajaran ini juga dikemukakan oleh teman Fosdick, yaitu Henry
S. Coffin, dan H.P Van Dusen di Amerika Serikat. Kelompok baru ini kemudian disebut
sebagai Neo Liberalisme yang merebak dan menghidupkan kembali teologi liberal di Eropa.
Fosdick juga lebih menekankan nilai-nilai etika Kristen sebagai sesuatu yang lebih penting dari
pada doktrin-doktrin yang ada dalam kekristenan (dogmatika menurut Alkitab).29

Pemahaman akan ketidakbersalahan Alkitab, Fosdick berkata bahwa tidak ada keharusan bagi
intelektual Kristen masa kini agar harus mempercayai Alkitab begitu saja sebagai informasi

25
Dawa, Contemporale, 53-54.
26
Robert Moats, Harry Emerson Fosdick: Preacher, Pastor, Prophet, (Oxford: Oxford University Press, 1985),
7.
27
H.E. Fosdick. The Living of These Days, (New York: Harper & Brothers, 1956), 245.
28
Fosdick. The Living, 66.
29
Rajagukguk, Apa itu, 10-11.

13
yang ditulis 2000 tahun yang lalu yang tidak memiliki pandangan scientific atau ilmiah. Kita
tidak harus takut untuk meragukan kebenaran cerita-cerita mujizat dalam Alkitab seperti
kelahiran Yesus dari seorang perawan yang selama ini diimani oleh orang Kristen. Alkitab
disusun dalam konteks formula kosmologis sebelum ilmu pengetahuan berkembang, maka
Alkitab itu harus dimodifikasi pada hari ini agar beritanya dapat sesuai dengan telinga orang
moderen. Fosdick juga juga menolak infalibilitas (tidak mampu berbuat salah) dan ineransi
Alkitab dan membuang semua ajaran lama yang sudah diterimanya dari Alkitab. 30

Orang liberal adalah orang memiliki kehidupan rohani yang dalam karena mereka banyak
berkorban untuk membangun kerajaan Allah. Bagi Fosdick, mereka yang tidak bersikap toleran
terhadap saudaranya yang lain sebenarnya mereka adalah orang yang lemah. 31 Oleh sebab itu,
fundamentalisme sudah menghancurkan kekristenan ke dalam kelompok-kelompok satu
dengan yang lain, tetapi modernisme sudah menyelamatkan kekristenan dengan menyatukan
mereka. Jadi, liberal dikenal karena sikap toleransinya, sedangkan fundamentalisme sebaliknya
tidak toleran.32 Jadi, Fosdick adalah salah satu contoh teolog yang mengabaikan doktrin Kristen
demi terciptanya kesatuan dan toleransi agar berbagai denominasi bisa berkumpul dalam satu
persekutuan, sekalipun masing-masing kelompok itu membawa bendera denominasinya dan
doktrinnya.
Tokoh-tokoh Teologi Neo Liberalisme : Harry E. Fosdick, Rudolf Bultman, Henry P.
Van Dusen, Paul Tillich, dan Marie Joseph P.

C. TEOLOGI FUNDAMENTALISME
1. Arti Fundamentalisme :
Fundamentalisme adalah suatu reaksi yang militant dalam melawan dan menjawab tantangan
teologi liberal yang muncul pada abad 19, seperti teori evolusi dan metode historis kritis yang
diberlakukan dalam mempelajari Alkitab. 33 Aliran teologi fundamentalisme menekankan
kembali Alkitab secara fundamental atau mendasar. Paham ini mempromosikan kembali aliran
konservatif yang mendekati Alkitab secara orthodoks dan mempraktekannya secara tidak tepat,

30
Fosdick. The Living, 52-53.
31
Fosdick. What is Vital in Christian Religion, (New York: Harper & Brother, 1995), 86-88, Adventurous
Religion, (New York: Harper & Brother, 1926), 223.
32
Fosdick. The Living, 259.
33
Metode Historis Kritis ialah penafsiran terhadap Alkitab dengan mengerti tentang kondisi sejarah penulisan
kitab-kitab, kritik teks, redaksi, dan kritik historis yang berkembang pada abad 19 dan mencapai kejayaannya
sampai abad 20.

14
bahkan cenderung ekslusif.34 Fundamentalisme adalah gerakan dalam sebuah aliran, paham
atau agama yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau
asas-asas (fundamental). Karenanya, kelompok-kelompok yang mengikuti paham ini
seringkali berbenturan dengan kelompok-kelompok lain, bahkan yang ada di lingkungan
agamanya sendiri. Mereka menganggap diri sendiri lebih murni dan dengan demikian juga
lebih benar daripada lawan-lawan mereka yang iman atau ajaran agamanya telah "tercemar."
Kelompok fundamentalis mengajak seluruh masyarakat luas agar taat terhadap teks-teks Kitab
Suci yang otentik dan tanpa kesalahan. Mereka juga mencoba meraih kekuasaan politik demi
mendesakkan kejayaan kembali ke tradisi mereka. Biasanya hal ini didasarkan pada tafsir atau
interpretasi secara harfiah semua ajaran yang terkandung dalam Kitab Suci atau buku pedoman
lainnya.

2. Latar Belakang Lahirnya Fundamentalisme


Aliran fundamentalisme muncul pada abad 20 di Amerika Serikat dan Amerika Utara yang
bertujuan untuk mengatasi krisis moral di negeri itu. Aliran ini menekankan keterpisahan dari
dunia, bahkan memisahkan diri dari orang Kristen sekalipun yang tidak menyetujui pola hidup
beriman yang mereka anut. Mereka menafsirkan Alkitab secara hurfiah di mana namanya orang
Kristen, maka tidak boleh merokok, tidak minum alkohol, tidak pergi ke bioskop, tidak bermain
kartu, tidak boleh menari, dan tidak boleh berpakaian mini dan lain sebagainya. Hal ini diangap
sikap dan perbuatan duniawi yang jahat dan dosa. Oleh sebab itu, fundamentalisme bertujuan
untuk mempertahankan dan mempromosikan orthodoksi Kristen yang Alkitabiah. Bahkan
mereka berani melawan kritik tinggi jerman terhadap Alkitab, dan teori Darwin tentang Evolusi
manusia dan isu isme-isme lain yang dianggap berbahaya bagi Kekristenan Amerika. 35

Fundamentalisme juga berani menyerang musuh-musuh dari iman Kristen, yaitu Sosialisme,
bidat penyembahan, kritik teks tinggi, evoluis, spiritisme, sekularisme, kebebasan seksual,
perceraian, pandangan politik liberal, komunisme dan yang lainnya. Fundamentalisme
berusaha menerapkan pengajaran dan nila-nilai Alkitab secara hurfiah. Mereka menegakkan
pernikahan tradisional Kristen, nila-nilai keluarga dan menentang aborsi. Fundamentalis
Amerika bergabung dengan kelompok Injili, Mormons dan sebagian Roma Katolik dalam satu
kelompok untuk menegakkan nilai-nilai moral dan Kristiani inilah yang kemudian melahirkan

34
Rajagukguk, Apa itu, 3.
35
C.T Melntire. “Fundamentalism,” Evangelical Dictionary of Theology, ed. By. Walter A. Elwell, (Grand
Rapids: Baker Book House, 1984), 433.

15
Partai Konservative Amerika Serikat atau lebih dikenal sebagai Partai Republikan/Republik.
Partai mereka berhasil mengusung Ronald Reagan sebagai presiden Amerika Serikat (tahun
1980-1984), dan George Bush sebagai presiden Amerika Serikat (tahun 1988-1992).
Kelompok fundamentalisme akan selalu siap sedia mempertahankan dan memperjuangkan
iman orthodoks dengan gigih, serta mereka akan selalu berada digaris depan kancah
peperangan religius.36 Jadi, fundamentalisme adalah suatu gerakan religius atau keagamaan
yang melawan segala bentuk modernisme, perbuatan yang tidak benar, termasuk dalam hal
berteologi dan perubahan-perubahan budaya yang diusung oleh modernisme untuk
mempengaruhi dan membawa Kekristenan ke dalam pola pemikiran modenisme yang tidak
Alkitabiah.

3. Pokok Teologi Fundamentalisme


Ada dua kelompok fundamentalisme, yaitu Fundamentalisme Presbyterian dan
Fundamentalisme Baptis. Fundamentalisme menekankan hal-hal teologis seperti Ineransi
Alkitab, wahyu Allah dalam Alkitab, kelahiran Yesus dari anak dara Maria, segala sesuatu
yang ingin diktahui tentang Allah dan ciptaanNya maka ditemukan dalam Alkitab. Pokok
utama pengajaran teologis ini adalah bertujuan untuk melawan serangan dari kelompok Liberal
dan Modernist, penebusan Kristus yang bersifat menggatikan, kebangkitan Kristus yang
bersifat literal/hurufiah dan fisik, kedatangan Kristus yang bersifat literal dan fisik, sejarah
kejatuhan manusia dalam dosa, keselamatan karena iman, Roh Kudus adalah Allah dan
pandangan eskatologi premil dispensasional. Bahkan pengaruh gerakan ini semakin meluas
dalam segala aspek hidup manusia seperti dalam bidang budaya, politik dan sosial. 37 Sikap
mereka yang sangat tegas, keras, maka seringkali menyebabkan mereka tidak dapat
bekerjasama dengan orang yang berbeda pandangan dengan mereka. Sikap kelompok ini
menjadi ekslusif, dan sulit dapat berdialog iman dengan orang lain yang tidak seiman. Oleh
sebab itu, terkadang orang Kristen yang lain mengolok kelompok fundamentalist ini.

Menurut James Barr, fundamentalis merupakan suatu kelompok dengan karakteristik yang
khas, apakah karakteristik mereka itu disetujui oleh orang Kristen yang lain atau tidak, bahkan
apakah disukai oleh kebanyakan orang Kristen? Lebih lanjut James Barr mengatakan bahwa
ada 3 ciri yang paling jelas dari fundamentalisme sebagai berikut :

36
G.M. Marsden. Fundamentalism and American Culture (Oxford: Oxford University Press, 1980), 159.
37
Dawa, Contemporale, 230.

16
1. Penekanan yang amat kuat pada ketidaksalahan Alkitab (Inerrancy Alkitab). Alkitab
tidak mengandung kesalahan dalam bentuk apapun.
2. Kebencian yang mendalam terhadap teologi moderen dan terhadap metode, hasil serta
akibat dari studi kritik moderen terhadap Alkitab.
3. Jaminan kepastian bahwa mereka yang tidak ikut menganut pandangan keagamaan
maka mereka sama sekali bukanlah “orang Kristen sejati.”38
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tujuan utama teologi fundamentalisme adalah untuk
menjaga supaya orang Kristen tetap hidup dalam kekudusan, dan ketaatan pada firman Allah
sehingga tidak berbuat dosa, serta terbebas dari pengaruh mondernisme yang salah dan teologi
liberal.
Tokoh-tokoh teologi fundamentalisme ialah Jerry Falwell, John R. Rice, G. Beauchamp Vick,
John Rawling, dsb.

D. TEOLOGI PENGHARAPAN
1. Istilah Teologi Pengharapan
Teologi pengharapan dipahami sebagai “Teologi Masa Depan” yang dibagi menjadi dua aspek
yakni pengharapan dan janji. Jikalau pengharapan yang memelihara dan menumbuhkannya dan
membuat iman kepada Tuhan terus melangkah. Jikalau pengharapan yang menarik orang
percaya ke dalam kehidupan kasih, maka pengharapan itu jugalah yang memobiliasasi dengan
kekuatan yang menggerakan dari pemikiran iman, pengetahuan iman, dan refleksi tentang iman
dalam kehidupan manusia, serta sejarah dan masyarakat. 39 Jurgen Moltmann mengatakan
bahwa pengharapan yang lahir dari iman terhadap janji-janji Allah akan menjadi pengawet
pemikiran orang percaya, memunculkan sumber dari ketidakletihan dalam perjuangan. Jikalau
iman ditarik dalam realitas pemikiran dan kehidupan, maka itu bukan lagi pengharapan yang
bersifat eskatologis yang berbeda dengan pengharapan kecil yang ditujukan kepada tujuan dan
sasaran yang dapat diraih dalam hidup manusia. Pengharapan Kristen mengarah kepada ciptaan
baru dari segala sesuatu oleh Allah karena kebangkitan Yesus Kristus. Pengharapan
memandang pada masa depan yang merangkul segala sesuatu, termasuk juga kematian
manusia.

38
James Barr. Fundamentalisme (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 1.
39
Jurgen Moltmann. Theology of Hope : On the Ground and the Implications of a Christian Theology (New
York: Harper & Row, 1967), 33.

17
2. Latar Belakang Lahirnya Teologi Pengharapan
Teologi pengharapan muncul ditengah situasi kegelapan eksistensial dari tahun 1960-an, secara
khusus pada tahun-tahun ini berkembang suatu pemikiran dan gerakan yang mengatakan
bahwa “Allah sudah mati,” (God is dead theology oleh Hegel dan kemudian Nietze).
Pandangan mereka ini kemudian diwarisi oleh atheis dan sebagian tokoh liberalisme.
Namun ditengah situasi dan kondisi tersebut, maka ada teolog-teolog yang muncul dengan
mengusung suatu teologi yang baru, yaitu “Teologi Pengharapan atau Teologi Masa Depan.”
Teologi pengharapan bertujuan untuk membangkitkan harapan bagi manusia yang telah
dilanda ketakutan, keputusasaan, keragu-raguan dan ketiadaan pengharapan oleh karena
pengaruh Atheisme yang luar biasa, khususnya di Eropa.40 Selain pengaruh Ateisme, pengaruh
perang dunia kedua (tahun 1939) meninggalkan kehancuran bagi negara-negara Eropa dan
sebagian negara yang di luar Eropa. Apalagi adanya penggunaan bom nuklir yang dapat
memakan korban nyawa dalam jumlah yang lebih besar pada tahun 1950-an dan tahun 1960-
an. Hal ini membuat orang-orang bertanya, “Apakah Allah ada atau Allah sudah mati?

Akar teologi pengharapan dimulai dari pandangan eskatologi Albert Schweitzer pada
permulaan abad 20, tetapi para penerus teologi ini kemudian mengembangkannya lebih radikal
dari pada Schweitzer. Schweitzer mengatakan bahwa teologi yang benar bukan menyangkut
masa lalu atau masa kini, melainkan masa depan. Pengharapan akan masa depan merupakan
starting point untuk mengerti masa lalu dan masa kini, dan bukan sebaliknya. Hal ini tentu
berbeda dengan pandangan Othodoksi yang mengerti masa depan berdasarkan yang terjadi
pada masa lalu dan masa kini. Teologi ini juga mengatakan bahwa pertanyaan mengenai
siapakah Tuhan Allah, harus dijawab secara historis dan pertanyaan mengenai sejarah dapat
dijawab hanya di masa depan. Masa depan itu berarti kemungkinan Allah hidup di masa depan
dan kemungkinan ini harus tetap terbuka karena mereka tetap membiarkan cahaya pengharapan
hidup dalam teologi mereka. Oleh sebab itu, para teolog yang mengatakan bahwa Allah sudah
mati dalam era sekuler ini tidak relevan lagi dan tidak perlu dipertanyakan lagi. 41

Teologi pengharapan menekankan iman yang berkaitan dengan sejarah dan tetap
mempertahankan bahwa makna sejarah dapat tersingkap pada tahap akhir. Itulah sebabnya para
teolog pengharapan menolak dikotomi diantara sejarah yang bersifat sekular dan sejarah yang

40
Nimrot, Apa Itu, 20.
41
Dawa, Contemporale, 83-84.

18
bersifat sakral. Bagi mereka hanya ada satu sejarah dan Allah saja yang mengantarai
sejarahNya secara tidak langsung melalui semuanya itu dalam dunia. Pengharapan Kristen
adalah antisipasi masa depan sejarah yang akan menjadi suatu penggenapan langsung dan janji-
janji Allah yang diberikan kepada manusia dalam Kristus. Oleh sebab itu, teologi pengharapan
berusaha untuk menyatukan dunia dalam segala hal, dengan menekankan iman yang berkaitan
dengan sejarah dan tetap mempertahankan bahwa makna sejarah dapat tersingkap pada tahap
akhir.

3. Pokok Teologi Pengharapan


Teologi pengharapan dibagi atas dua aspek, yaitu pengharapan dan janji. Pengharapan
maksudnya bahwa Kekristenan adalah eskatologi dan kekristenan adalah pengharapan,
bergerak menuju masa depan karena itu kekristenan bergerak merevolusi dan memperbaharui
masa kekinian. Moltmann mengatakan bahwa objek pengharapan Kristen itu sendiri adalah
Allah akan menggenapi janjiNya dan pengharapan yang terinspirasi oleh objek tersebut ialah
iman. Pengharapan Kristen bukan hanya berbicara mengenai masa depan yang jauh, melainkan
juga masa depan jangka pendek, yaitu suatu realita dalam sejarah yang membahas masa depan
realita tersebut dan kekuasaannya atas masa depan. Inilah yang disebut Eskatologi Kristen yang
berbicara mengenai Yesus dan masa depan milikiNya. Janji maksudnya dalam eskatologi ialah
suatu penyataan yang mengumumkan akan datangnya suatu kenyataan (reality) yang belum
eksist. Jika suatu janji itu menyangkut janji Ilahi, maka hal itu menunjukkan bahwa
pengharapan akan masa depan tidak harus mengikuti cara kerja “kemungkinan” pada masa
kini, tetapi tergantung pada Allah yang berjanji. Jika janji itu menyangkut keberadaan manusia
ke masa depan, maka hal itu akan tersedia dalam sejarah. Di antara janji dan penggenapan akan
janji itu ada masa waktu interval yang memberi kebebasan kepada manusia untuk mentaati atau
sebaliknya tidak mentaati.42 Moltmann melihat janji Allah kepada Israel dan dihubungkan ke
masa depan, hal yang sama juga terjadi dalam kitab Perjanjian Baru. Allah tidak berhenti di
masa kini, melainkan Allah mendemonstrasikan kesetiaanNya dengan membawa janjiNya
kepada penggenapan pada masa depan.

Teologi pengharapan berbicara mengenai Kerajaan Allah tidak dalam konsep etis, melainkan
dalam konsep eskatologis dan futuristik. Mereka yakin bahwa inilah seperti yang dibicarakan

42
Nimrot, Apa Itu, 21.

19
oleh Yesus.43 Kerajaan Allah dalam hal ini tidak diperkenalkan dalam konsep etis dalam hati
manusia, melainkan bersifat dramatis pada masa yang akan datang. Karena itu Weiss
menawarkan kembali pemikiran Liberal mengenai Yesus sebagai pengajar moral dan bukan
sebagai seorang yang fanatik dalam apokaliptik.44 Moltmann tidak memahami Kerajaan Allah
secara mendalam atau tidak serius mempelajarinya seperti dalam teologi Neo Orthodoksi.
Baginya gereja dan dunia sebagai suatu kerajaan Allah dan karena itu gereja harus memberikan
efek sosial sebab gereja adalah penjaga dari kemanusiaan yang baru. Bertolak dari pemahaman
ini, maka politik dan revolusi dapat digunakan untuk merealisasikan kerajaan Allah, dan
membawa rekonsiliasi di antara pribadi-pribadi, kekuatan-kekuatan dan kelompok-
kelompok.45 Bagi Moltmann gereja harus berpartisipasi dalam misi Mesianis Yesus dan dalam
misi yang kreatif oleh Roh Kudus. Gereja terlibat dalam proklamasi dan pelayanan sakramen.
Lebih dari itu, gereja bekerja sebagai alat untuk pembebasan dan perdamaian manusia. Gereja
juga bekerja dalam mempersatukan manusia satu dengan yang lainnya, memperdamaikan
manusia dengan alam, dan mendamaikan segala ciptaan dengan Allah. Dengan kata lain, gereja
berpartisipasi dalam sejarah, yakni sejarah Allah dalam menghadapi dunia ini.

Teologi pengharapan juga mengajarkan tentang Penyataan Allah, Kristus, Dosa manusia dan
Keselamatan. Penyataan yang dimaksud tidak sama dengan pengertian Orthodoksi. Penyataan
Allah bukan masa lalu dan masa kini, melainkan masa depan (future). Allah hanya akan
menyatakan diri sebagai Allah pada waktu menggenapi janjiNya di masa depan (Moltmann).
Ketuhanan Yesus tidak kekal. Dia disebut Tuhan karena Dialah pewaris masa depan. Jika
semua janji Allah tergenapi (eskatologi), maka ketuhanan Yesus berakhir pula (Moltmann-
Smith 2000: 145). Klaim akan Yesus sebagai Anak Allah bukan hanya untuk diriNya sendiri,
tetapi semua orang berhak disebut sebagai anak Allah karena Yesus adalah manusia biasa.
Wolfhart Pannenberg tidak peduli Yesus (pre-eksistensi), melainkan dia hanya melihat Yesus
sebagai tokoh eskatologi yang masuk ke masa lalu dan masa kini. Oleh sebab itu, di dalam diri
Yesus, Dia telah mempersatukan sejarah dunia. Dosa manusia ialah ketiadaan pengharapan
akan Allah menggenapi janjiNya yang eskaton. Seolah-olah memaksa Allah untuk segera
menggenapi janjiNya, tanpa membiarkan Allah berbuat sesuai waktu dan caraNya adalah dosa.
Dan sebaliknya, jika tidak percaya bahwa Allah akan menggenapi janjiNya di masa depan,
maka adalah dosa juga. Manusia harus mampu mengalahkan “ketiadaan pengharapan” supaya

43
Millard J. Erickson. Pandangan Kontemporer Dalam Eskatologi, (Malang; Literatur SAAT, 2009), 18.
44
Moltmann. Theology of, 38-39.
45
Moltmann. Theology of, 34-35.

20
mereka “segambar dengan Allah” (Imago Dei). Teologi pengharapan tidak melihat
keselamatan manusia seperti yang dililhat oleh Orthodoksi. Bagi mereka, keselamatan ialah
seseorang terbebas dari ketidakadilan dan diperdamaikan dengan Allah dan dengan sesamanya,
serta dengan alam. Oleh sebab itu, maka manusia perlu percaya kepada Yesus dan menerima
karya penebusanNya dalam dunia ini sebagai orang yang selamat.46 Manusia perlu melakukan
pekerjaan yan baik seperti yang dilakukan oleh Yesus, yaitu berbuat keadilan dan membela
kaum miskin.
Tokoh-tokoh Teologi Pengharapan ialah Jurgen Moltmann, Wolfhart Pannenberg, Johannes
Baptis Mets (seorang Roma Katolik), dan Albert Schweitzer.

E. TEOLOGI PEMBEBASAN
1. Istilah Teologi Pembebasan
Teologi Pembebasan sebagai suatu pengajaran yang berusaha melihat pekerjaan Allah yang
berkesinambungan di dunia ini mulai dari memperhatikan mereka yang tertindas, memahami
mereka dan bekerja membangun kembali (rekonstruksi) orang atau masyarakat sesuai dengan
kehendak Tuhan Allah serta kuasa Allah yang membebaskan. Dengan kata lain, Teologi
pembebasan adalah suatu penggabungan diantara teologi dan pengalaman hidup dari perspektif
orang miskin dan orang marjinal.47 Teologi pembebasan biasa dikenal sebagai teologi negara-
negara dunia ketiga (negara-negara yang baru berkembang) karena penekanan teologi ini lebih
banyak menyangkut pembebasan ekonomi dan politik. Di mana negara-negara berkembang
pada umumnya mengalami penjajahan, ketidakadilan, dan ketertinggalan secara ekonomi atau
miskin dan ketidakadilan.

2. Latar Belakang Lahirnya Teologi Pembebasan


Teologi Pembebasan muncul dalam konteks pengajaran sosial gereja Katolik, khususnya dalam
Konsili Vatikan II di sebelah barat laut kota Roma (1962-1965). Keputusan ini diambil oleh
para bishop Amerika Latin dalam pertemuan mereka di Medellin Kolombia, dan selanjutnya
ditegaskan lagi di Puebla Meksiko dengan suatu komitmen untuk berjuang bagi pihak yang
tertindas dan miskin sebagai wujud dari sebuah bentuk penginjilan. Amerika Latin dengan
mayoritas penduduk Katolik karena waktu itu dibawa kekuasan (penjajahan) Spanyol sehingga
seringkali banyak orang mengalami peristiwa-peristiwa yang mengerikan. Kekerasan dan

46
Nimrot, Apa Itu, 23.
47
Christoper Rowland, ed. Liberation Theology, 2nd edition (Cambridge: Cambridge University Press, 2007), 2.

21
ketidakadilan terjadi di berbagai tempat atau di negara-negara yang memiliki norma cinta
kasih.48 Pembantaian yang menimpa banyak pastor, suster, dan masyarakat sipil yang dianggap
sebagai musuh dari kepentingan kapitalis Amerika Serikat dan birokrat militer berserta tuan
tanah setempat sebagai akibat pengaruh dari kekuasaan Spanyol. Kekristenan Roma Katolik
dibawah oleh Spanyol ke Amerika Latin, di mana kerajaan Spanyol ingin menaklukan dunia
dibawah kerajaan Spanyol. Spanyol percaya bahwa ketaatan kepada kerajaan Spanyol sama
dengan ketaatan kepada Kerajaan Surga.

Selama Roma Katolik menguasai Amerika Latin, masyarakat terbagi atas beberapa kelas. Kelas
atas ialah pemimpin gereja dan pemimpin negara yang pada umumnya orang Spanyol.
Keturunan mereka menjadi kelas dua dan menduduki posisi pemerintahan. Kelas tiga ialah
orang Spanyol yang bergerak dibidang militer, pedagang dan tuan tanah pertanian. Kemudian
kelas empat ialah orang Indian Amerika (Amerindians), dan kelas paling bawah ialah
keturunan orang kulit hitam yang pada umumnya diangkut dari Afrika untuk menjadi budak
belian di negara-negara jajahan Spanyol. Realita ini membuat seorang misionari Spanyol
bernama Bartolome de Las Casas memulai pembebasan atas para budak hitam dan menginjili
orang Indian. Sang misionari ini pergi ke Spanyol dan meminta kepada raja Spanyol agar
membebaskan Amerika Latin dari tekanan politik dan agama. Bagi Las Casas, pertobatan orang
dengan cara paksaan agar menjadi Kristen (Roma Katolik), bukanlah pertobatan yang benar
atau betul. Akhirnya Las Casas kemudian dianggap sebagai “Musa” bagi Pembebasan
Amerika Latin. Pada abad 19, kekuatan politik Spanyol di Amerika Latin mulai berkurang,
bahkan penjajahan Spanyol di Amerika Latin berakhir secara politik. 49 Namun kekuasaan
gereja Roma Katolik masih tetap eksis dan juga belum secarah menyeluruh lepas dari pengaruh
Spanyol terkait dengan kekayaan dan perekonomian negara-negara Amerika Latin. Di mana
sebagian negara Amerika Latin sampai sekarang ini masih tergolong negara miskin.

3. Metode Pendekatan Teologi Pembebasan


Teologi pembebasan memakai metode from below (dari bawah), yaitu bertolak dari keadaan
konteks si penderita dan bagaiamana pengertian mereka akan penderitaannya. Orang percaya
atau kita dipanggil untuk melihat dunia ini dari cara pandang dunia atau melihat si penderita
dari cara pandangannya akan penderitaannya, lalau kita bertindak untuk mengubahnya menjadi

48
Dawa, Contemporale, 115-116.
49
Nimrot, Apa Itu, 31.

22
lebih baik. Teologi ini lebih menekankan praxis, di mana ada aksi/tindakan dan refleksi.
Tindakan dan refleksi dengan melihat, apakah perubahan yang dilakukan itu tepat ataukah tidak
tepat? Setiap transformasi yang dikerjakan pada situasi, kondisi lingkungan masyarakat
tertentu, harus diikuti oleh refleksi (evaluasi) akan apa yang telah terjadi, lalu mengerjaknnya
dengan benar sesuai penyataan Allah di dalam Kristus. Bahkan Yesus Kristus dilihat dalam
teologi ini sebagai tokoh pembebas secara politik.

4. Pokok Teologi Pembebasan


Teologi pembebasan menekankan bahwa semua orang harus mencapai standar hidup yang
lebih tinggi atau paling tidak sama dengan standard hidup negara maju lainnya. Apakah itu
melalui bantuan dari negara maju kepada negara yang kurang maju atau melalui usaha
pembebasan diri dari tekanan hidup tertentu. Mereka melihat adanya tiga arti dari kemisikinan
yang perlu dibebaskan. Pertama, kemisikinan yang sungguh-sungguh adalah suatu kejahatan
dan Allah tidak menghendaki kemisikinan ini. Kedua, kemiskinan rohani, yaitu perasaan
bersedia untuk melakukan kehendak Allah. Ketiga, adanya solidaritas dengan orang miskin
untuk melawan suatu keadaan yang membuat mereka menderita. Oleh sebab itu, teologi ini
menegaskan bahwa hanya dengan intervensi Ilahi, maka semua urusan manusia dapat
mengalami perubahan yang nyata dalam hidup manusia di dunia ini. Kuasa pembebasan oleh
Allah bersama-sama dengan janjiNya adalah dasar pengharapan dan pengetahuan untuk
pembebasan yang akan datang. Pemahaman ini sama dengan teologi pengharapan.

Teologi pembebasan menafsirkan firman Allah dalam Alkitab berkaitan erat dengan
pengelaman manusia. Kehidupan atau realitas adalah teks yang sama pentingya dengan Kitab
Suci. Firman Allah dapat ditemukann dalam dialektika di anatara memori umat Allah yang
literal dan kisah berkelanjutan yang harus diamati secara seksama dalam dunia kontemporer,
khususnya mereka yang telah dipilih oleh Allah untuk diamati. Oleh sebab itu, teolog
pembebasan dari perlu bernama Gustavo Gutierres dalam bukunya yang terkenal berjudul
“Liberation Theology- Perspectives.” Gutierres mengatakan bahwa perlunya melepaskan diri
dari paham ganda dari pemikiran Yunani bahwa tidak ada dua kenyataan yang bersifat fana
(temporal) dan yang bersifat rohani (spiritual). Penebusan dan kerajaan Tuhan mesti dapat
diwujudkan kini dan di dunia ini. Kitab Keluaran memperlihatkan bahwa manusia membangun
dirinya dengan kekuatannya sendiri melalui perjuangan politik yang bersejarah. Penyelamatan
manusia dari ketertindasan bukanlah suatu upaya yang bersifat pribadi, perseorangan, tetapi
upaya komunal dan publik. Artinya, penebusan dan pembebasan keseluruhan rakyat yang
23
diperbudak. Oleh sebab itu, orang-orang miskin tidak boleh terus-menerus menjadi sasaran
belas-kasihan dan kedermawan, tetapi mereka sebagai pelaku yang memperjuangkan
kebebasan mereka dari semua bentuk ketertindasan.50

Gutierres mulai merumuskan beberapa formula teologis untuk prinsip-prinsip pembebasan


manusia sebagai berikut :
1. Keselamatan
Seseorang telah selamat, ketika ia terbuka bagi Allah dan sesama. Iman yang
menyelamatkan berarti bahwa seseorang itu memiliki tindakan percaya, komitmen kepada
Allah dan kepada sesama, serta memiliki hubungan yang baik dengan orang lain.
2. Dosa
Dosa ialah penolakan seseorang untuk menerima orang lain sebagai saudara. Dosa ialah
fakta sosial, di mana seseorang tidak memiliki persekutuan dan kasih kepada orang lain.
Dan juga tidak memiliki rasa persahabatan dengan Allah maupun dengan sesama manusia
yang lain sehingga merusak diri sendiri. Dosa adalah musuh yang paling mendasar, dosa
ialah akar segala sesuatu ketidakadilan dan penindasan. Dosa menuntut pembebasan yang
radikal, ternyata termasuk juga dalam kebebasan secara politik.
3. Kerajaan Allah yang eskatologis
Kerajaan ini akan nyata dalam pembebasan secara politik, ekonomi, dan dalam revolusi
kebudayaan. Penghancuran akan penderitaan dan kesusahan serta meniadakan eksploitasi
sesama adalah tanda Kerajaan Surga yang akan datang. 51

Di Amerika Serikat muncullah “Black Tehology” sebagai bagian dari teologi pembebasan
sejak kebangkitan “Black Power” oleh Marthin Luther King, Albert B.Cleage jr (dikenal
sebagai bapak Black Theology). Dia mengatakan bahwa Yesus sebenarnya adalah orang
Yahudi berkulit hitam, seorang revolusioner anti orang Roma. Tokoh-tokoh berkulit hitam di
Amerika Serikat mulai bangkit melawan penindasan oleh orang berkulit putih terhadap orang
berkulit hitam. Mereka menarik kesimpulan yang sama bahwa seperti Allah membebaskan
orang Israel dari penindasan di Mesir dalam kitab Keluaran, maka Allah yang sama juga datang
membebaskan umatNya, yaitu orang kulit hitam Amerika Serikat. Allah kitab Keluaran adalah
Allah mereka juga. Di Asia muncul Minjung Teologi di Korea (tahun 1970an), yang terfokus

50
Michael Lowy. Teologi Pembebasan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 54-55.
51
Nimrot, Apa Itu, 33.

24
pada hak-hak asasi manusia. Jadi, teologi pembebasan melihat Yesus sebagai tokoh pembebas
(liberator) bukan hanya secara rohani, tetapi terlebih secara politik, khususnya menentang
ketidakadilan. Hal ini menunjukkan humanisme lebih ditonjolkan daripada hanya sekedar teori
doktrin Kristen.
Tokoh-tokoh Teologi Pembebasan ialah Gustavo Gutierres, Juan Luis Segundo, Lucio Gera
(Roma Katolik), Emilio Castro, Ruben Alves, dan Jose Miguez Bonino (Protestan).

F. TEOLOGI SEKULER
1. Istilah Sekuler
Biasanya orang menyebutkan istilah sekuler, ditujukan kepada sesuatu yang ada dan terjadi di
dalam dunia ini. Istilah sekuler terkait dengan suatu pola pikir yang duniawi, yaitu pola pikir
agamawi, tetapi ada kemungkinan konsep ini dipakai sebagai sistem berpikir untuk hal-hal
tertentu dalam agama. Secara definitif, kata sekuler ditujukan kepada hal-hal yang berkaitan
dengan dunia atau hal- hal sementara dan tidak secara khusus hanya kepada agama. Kata
sekuler ini juga dapat ditujukan kepada manusia duniawi sehingga kata ini tidak selalu merujuk
kepada orang atheis. Selanjutnya, kata ini juga dapat ditujukan kepada orang yang menghidupi
hidupnya seolah-olah Allah tidak ada dan dalam teologi, orang seperti ini disebut sebagai atheis
praktis. Sekuler merupakan suatu gaya berpikir dan bertindak yang berpusat kepada dunia.
Oleh sebab itu, sekuler atau sekularisme ialah penolakan terhadap pola dan sistem-sistem
agamawi, baik dalam pola pikir manusia maupun tindakan, semuanya mengikuti cara-cara
dunia ini. Biasanya paham ini sangat dekat dengan filsafat humanisme sebagai suatu alternatif
untuk menggantikan semua sistem keagamaan atau religius dan bentuk pemikiran religius. 52

Istilah sekuler merupakan suatu gaya berpikir dan bertindak yang berpusat kepada dunia. Di
mana para teolog sekuler berusaha menggantikan sistem dan pola ekklesiastik dengan “teologi
duniawi,” yaitu menghilangkan semua unsur-unsur supernatural dari teologi Kristen, baik
dalam pemikiran dogmatis maupun bahasa-bahasa gerejawi. Secara historis, istilah sekuler
dikaitkan dengan Henry VIII (Raja Irlandia yang berkuasa dari tahun 1509-1547), disaat dia
mensekularisasikan tanah milik gereja dengan memisahkan kepemilikan itu dari gereja, biara
atau institusi agama, dan memindahtangankan kepada para pemimpin sipil atau menjadi milik
pribadi selaku warga negara. Napoleon Bonaparte (Kaisar Prancis dari tahun 1804-1814), juga
melakukan hal yang sama di Eropa Tengah. Jadi secara historis, sekularisasi adalah istilah yang

52
Nimrot, Apa itu, 23.

25
merujuk pada perubahan status dari seorang rohaniawan gereja menjadi milik masyarakat
umum, atau imam sekuler yang tidak terkait pada sumpah ordo (perserikatan atauran/hukum
gereja). Dalam pengertian luas, kata sekularisasi menunjukkan suatu proses yang olehnya
sesuatu, pribadi-pribadi atau institusi dipisahkan dari penggunaan religius atau pengaruh
religius.53 Jadi secara khusus, sekularisasi yang dimaksud tersebut, mencakup suatu penolakan
terhadap elemen-elemen adikodrati teologi Kristen dan suatu usaha untuk membebaskan
manusia dari kontrol metafisika akal dan bahasa.

2. Latar Belakang Teologi Sekuler


Perang dunia kedua meninggalkan banyak masalah yang dilematis, secara khusus di dunia
Barat. Masalah ini membuat pemerintah mencari solusi dengan mulai beralih ke bidang
teknologi dan science/ilmu pengetahuan yang semakin cepat berkembang. Di mana dunia Barat
berkompetisi meningkatkan ilmu pengetahuan. Terjadi perpindahan orientasi dari bidang
agraria ke bidang industri sehingga semakin meningkatnya arus urbanisasi. Perpindahan dari
masyarakat agraris menuju masyarakat industri, dan gerakan perpindahan masyarakat dari desa
ke kota atau urbanisasi. Tahun 1960-an merupakan tahun yang penuh kenangan dalam sejarah
Barat Kontemporer, karena era ini adalah era pencarian identitas, makna diri dan hidup
manusia, di mana masyarakat hidup semakin sekuler. Di tambah lagi, pasca perang dunia
kedua, membuat masyarakat tidak lagi tertarik berbicara tentang transendensi Allah seperti
yang terus dibicarakan dalam teologi Neo-Orthodoksi. Pembicaraan mengenai dosa dan segala
kekuatiran dibalik dosa itu, tidak lagi menjadi daya tarik dalam era ini karena manusia terus
mencari makna hidup yang baru.

Akar teologi sekuler sebenarnya sudah dimulai sejak abad ke-17 pada masa Pencerahan dan
Skeptisisme yang menjadi akar dari tumbuhnya teologi sekuler. Kehadiran teologi ini ditandai
dengan suatu pergerakan dari para pemikir, termasuk pemikir Kristen yang mulai
mempertanyakan ajaran tradisional dari Kekristenan. Filsuf Imanuel Kant dianggap sebagai
peletak dasar utama dalam gerakan ini karena itu ia mengatakan bahwa segala sesuatu yang
tidak dapat dibuktikan dengan akal, sebab-akibatnya, maka hal tersebut harus diragukan
kebenarannya. Demikian juga Friedrich Schleiermacher menegaskan bahwa agama sejati
bukan terletak pada doktrin-doktrinnya, tetapi terletak pada perasaan akan ketergantungan
manusia yang mutlak pada Allah.

53
Dawa, Contemporale, 135-136.

26
Menurut Harvey Cox, ada 2 alasan utama yang mendorong bangkitnya atau munculnya teologi
sekuler, yaitu berkembangnya urbanisasi masyarakat dan koleps/matinya agama tradisional
(Kristen Orthodoks). Bagi teologi sekuler, urbanisasi adalah suatu simbol kedewasaan pola
pikir manusia, di mana manusia mampu bergantung pada pemikirannya, dan terlepas dari
mitos-mitos dan dewa-dewi. Kedewasaan seperti ini hanya dimungkinkan oleh berkembangnya
dunia science dan teknologi supaya manusia dapat meninggalkan reruntuhan pandangan-
pandangan agama-agama. Jadi dalam konteks teologi sekuler, bukannya hanya ditegaskan
tentang masalah urbanisasi masyarakat, tetapi juga perpindahan alam pemikiran manusia dari
konsep-konsep agama kepada dunia ilmu pengetahuan dan teknologi. Penyimpangan dari inti-
inti agama dan moral kepada hal-hal sekuler agar menghadirkan Kekristenan secara intelektual
kepada pikiran moderen agar dapat mengatasi problema pemahaman tentang Allah dalam
masyarakat.54 Oleh sebab itu, untuk mengatasi gap yang semakin melebar ini, maka teologi
sekuler dianggap mampu memberi solusi terhadap persoalan tersebut.

3. Pokok Teologi Sekuler


Para teolog sekuler begitu tegas mengatakan bahwa “Allah itu sudah mati.” Pendapat ini
didasarkan pada pemikiran bahwa menusia urban-sekuler hanya memperhatikan soal-soal
praktis, materi dan perhatian kepada pertimbangan agama serta metafisika tidak lagi menjadi
hal yang utama. Dalam konteks ini, Alkitab tidak lagi relevan dengan manusia moderen,
apalagi hal-hal yang berkaitan dengan soal-soal ontologis dan mitos. Allah telah
menyembunyikan diri-Nya karena itu kata Allah tidak ada lagi kaitannya dengan dunia
moderen. Kita harus belajar dari tradisi orang Yahudi yang tidak menyebutkan yang kudus,
dengan menantikan suatu kata baru, yang nantinya tidak akan lagi disalahgunakan.55 Dengan
kata lain, teologi sekuler ini telah meniadakan Kristus yang adalah Allah dari sifat-sifat
adikodrati-Nya dan mereduksi Yesus menjadi refleksi manusia semata dari penyataan kebaikan
dan kemurahan Allah.

Ludwiq Feuerbach mengatakan bahwa rahasia teologi tiadak ada yang lain, selain soal
antropologi. Allah tidak lebih dari suatu refleksi kharakteristik tertinggi dari pada manusia itu
sendiri. Maksudnya ialah bahwa Allah hanya berupa ide atau konsep tertinggi yang dapat
dihasilkan oleh kemampuan berpikir manusia. Pemikiaran-pemikiran inilah yang kemudian

54
Febriana, Contemporale, 137.
55
Lere, Contemporale, 140-141

27
dilanjutkan oleh pendukung Atheis seperti Marxisme dan Ernst Bloch. Bloch dalam kritiknya
pada tahun 1940 (The Principle of Hope), ia menolak pendangan bahwa percaya kepada Allah
sebagai sesuatu keberadaan yang sempurna dalam menantikan penggenapan janji masa sepan.
Baginya, pandangan ini hanya membatasi kemampuan manusia untuk mengembangkan
potensinya. Oleh sebab itu, Bloch mengembangkan pengajaran “God Is Dead Theology”
(teologi Allah sudah mati) yang telah diwarisi dari Georg W.F, Hagel (1770-1831), dan
Friedrich Nietzche (1844-1900). Ide dari Bloch ini termasuk salah satu yang dicoba antisipasi
oleh teologi pengharapan. Teologi sekuler juga diback up oleh pemikiran dari para teolog
liberal-radikal seperti Paul Tillich, Dietrich Bonhoefer dan Rudolf Bultman.56

Teologi sekuler mengajarkan bahwa istilah “Dosa” digantikan dengan kelemahan manusia,
lahir baru digantikan dengan pencerahan, bersaksi/menginjili diganti dengan dialog,
keselamatan diganti dengan keadilan dan masih banyak hal lainnya. Dalam teologi sekuler
sama sekali tidak dibahas istilah pertobatan dari dosa, iman kepada Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamat atau istilah hidup kekal. Standar hidup manusia yang baik hanya dilihat sebagai
moralitas dan etika. Hal ini membuat tidak ada lagi batas antara yang rohani dan yang duniawi,
batas antara yang mutlak dan yang relatif, batas antara supernatural dan alami sehingga
mengakibatkan Kekristenan kehilangan Identitas Diri. Harvey Cox selaku tokoh teologi sekuler
yang paling terkenal dengan bukunya “Secular City.” Cox mengatakan bahwa tidak ada
relevansi Allah dalam dunia sekuler. Allah telah bersembunyi untuk sementara waktu, tetapi
Dia akan menyatakan diri nanti ketika Dia sudah siap. Allah mungkin datang dengan nama
lain, dan tidak selalu dengan nama Allah. Oleh sebab itu, lebih baik kita berhenti menyebut-
nyebut nama Allah atau berbicara tentang Allah.
Tokoh-tokoh Teologi Sekuler ialah Harvey Cox, Ludwiq Feuerbach, Ernst Bloch, Imanuel
Kant.

G. TEOLOGI SUKSES ATAU TEOLOGI KEMAKMURAN


1. Istilah Teologi Sukses atau Teologi Kemakmuran
Munculnya istilah teologi sukses atau teologi kemakmuran tidak lepas dari pengaruh
perkembangan dunia yang makin lama-makin materialistis, gaya hidup yang mewah dengan
menggunakan dan menikmati uang atau materi jasmani yang melimpah. “Teologi Sukses”
disebut juga “Teologi Kemakmuran (Prosperity Theology),” atau “Kelimpahan Berkat,”

56
Nimrot, Apa itu, 24-25.

28
bahkan disebut juga “Gospel of Blessing.” Teologi sukses mengajarkan bahwa kemakmuran
dan sukses (kaya, berhasil, sehat dan sempurna) adalah tanda-tanda eksternal dari Allah untuk
orang-orang yang dikasihiNya. Cotterell menegaskan bahwa istilah kemakmuran atau sukses
dikaitkan dengan finansial dan materi, kesehatan fisik, keadaan rohani yang baik dan semua
hal yang bekaitan dengan hal-hal materi.57 Jadi teologi sukses menekankan pengajaran tentang
hidup manusia atau anak-anak Tuhan yang hidupnya sukses, makmur dan berasil dalam banyak
hal di dunia ini.

Teologi sukses seringkali disebut sebagai suatu gerakan iman, dengan landasan berpikir bahwa
orang Kristen itu dapat dan sudah seharusnya dalam keadaan sehat dan kelimpahan materi atau
berkat melalui latihan imannya kepada Allah. Iman dianggap sebagai sarana yang efisien untuk
mendapatkan apa yang diinginkan atau impikan oleh orang Kristen dengan meyakini bahwa
kuasa mujizat dan iman yang radikal kepada Allah dapat menyembuhkan penyakit, maupun
mendapatkan berkat-berkat yang lainnya. Teologi ini juga menekankan bahwa Allah sebagai
Bapa bagi umat tebusanNya, sebagaimana semua bapa-bapa di dunia ini, di mana Dia
menginginkan anak-anakNya menjalani dan menikmati kehidupan yang sukses atau makmur
sebab Dia tidak mau anak-anakNya hidup menderita. Namun Allah peduli kepada anak-
anakNya, jika mereka taat kepada kehendak Allah dan jelas anak-anak pemberontak atau yang
tidak taat, maka mereka tidak dapat menikmati hidup yang diberkati oleh Bapanya. Bapanya
menarik kembali berkatnya dari anak-anaknya karena itu anak-anak harus kembali kepada
kondisi berkat yang melimpah atau kembali kepada BapaNya. 58 Oleh sebab itu, teologi ini
sangat menekankan adanya suatu relasi yang langsung melalui ketaatan kepada Allah dan
kesuksesan hidup orang percaya atau orang Kristen.

2. Latar Belakang Teologi Sukses atau Teologi Kemakmuran


Munculnya teologi sukses tidak lepas dari perkembangan ekonomi global yang dimulai di
Amerika Serikat setelah berakhirnya perang dunia ke-2. Teologi ini dilatarbelakangi dari
keadaan sosial politik di Amerika Utara dan secara khusus di Amerika Serikat (USA). Dalam
situasi materialisme yang semakin meluas itu, maka tidak dapat dihindarkan terjadinya
kekosongan rohani yang luar biasa, sebab dalam kenyataannya, ternyata hidup manusia tidak
dapat dipuaskan dengan pemenuhan materi saja. Dampak dari pasca perang dunia kedua yang

57
Peter Cotterell, Prosperity Theology, ( Leicester: Religious and Theological Studies Fellowship, 1993), 4.
58
Cotterell, Prosperity,142.

29
gemerlap itu, maka ajaran-ajaran yang menekankan hidup mewah dengan materi yang
melimpah manjadi daya tarik yang manjur bagi banyak orang. Itulah sebabnya buku-buku yang
mengajarkan tentang hidup sukses yang dibumbui dengan teori pengajaran ilmu jiwa atau
psikologi dan ilmu agama laris terjual, seperti yang dilakukan oleh Norman Vincent Peale dan
para psikolog sekuler.59

Peale seorang pendeta Reform di New York, dan seorang Psikolog, ia melayani konseling
anggota jemaat gerejanya melalui metode menggabungkan psikologi dengan agama. Dia yakin
bahwa psikolog dapat menunjukkan dasar permasalahan manusia, maka kita akan dapat
memulai terapi yang sukses dengan agama, yaitu “doa, iman dan kasih.” Peale menekankan
bahwa dengan “Berpikir Positif,” maka seseorang dapat menggenapi apa yang dirindukannya,
termasuk hidup sukses atau makmur. Konsep yang paling fundamental dari Peale ialah
seseorang dapat memperoleh apa saja yang dikehendaki oleh orang itu untuk dilakukannya.
Mottonya ialah “you can if you think you can” masih terus top hingga sekarang ini, khususnya
dikalangan generasi muda Amerika Serikat, termasuk juga generasi tua seperti presiden Barak
Obama.60 Oleh sebab itu, pengajaran teologi ini terus berkembang dan disebarkan ke negara-
negara lain dari dunia Amerika.

Teologi sukses atau kemakmuran terus berkembang dan menjadi daya tarik tersendiri bagi
sebagian oran disebabkan karena nampaknya Kekristenan yang suam-suam kuku di Amerika
Serikat tahun 60-an. Kekristenan juga sangat melemah dan menjadi inferior (rendah diri)
terhadap liberalisme dan atheisme. Situasi dan kondisi ini membuat Robert Schuller muncul
memukau dengan pengajarannya yang menekankan “Self Esteem atau Penghargaan Akan Diri
Sendiri.” Dia dikenal sebagi pendiri teologi Penghargaan Akan Diri Sendiri yang kemudian
menjadi salah satu dasar dari teologi sukses. Fokus pemberitaan firman Allah sekarang ini
harus berpusat pada manusia (anthroposentris) dengan segala kebutuhannya. Agama yang
bertujuan untuk menjawab kebutuhan ini akan diperkaya dan sukses, sebaliknya mereka yang
tidur dengan teologi yang lama akan semakin hilang. Tanpa reformasi yang baru, maka gereja
Kristus akan mati karena itu Schuller melihat dirinya sebagai tokoh reformasi yang baru yang
Tuhan panggil untuk memperbaharui reformasi lama yang sudah dimulai oleh Martin Luther
dan John Calvin. Oleh sebab itu, teologi ini disambut baik oleh masyarakat Amerika karena

59
Herlianto, Teologi Sukses- Antara Allah dan Mamon, ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993),7-8.
60
Nimrot, Teologi, 27.

30
menganggap teologi ini mampu menjawab mimpi banyak orang untuk hidup sukses atau
makmur pasca kekacauan hidup dari perang dunia kedua. Apalagi sifat dasar manusia yang
ingin sukses, sehat dan terjamin hidupnya dalam hal materi atau keuangan. 61

Teologi sukses beranggapan dan mengajarakan bahwa kemakmuran hidup adalah kehendak
Allah bagi semua orang Kristen sebab semua orang Kristen harus hidup
berkecukupan/berkemakmuran/sukses secara materi, maupun memiliki kesehatan yang prima
dan menikmati semuanya ini dalam “Sepanjang Hidupnya.”62 Pengajaran teologi sukses
semakin berkembang pesat, setelah bangkitnya gerakan kebangunan rohani pada abad ke-18-
20 dan selanjutnya teologi ini semakin mewarnai gerakan Pentakosta dan Kharismatik.63
Mereka menganggap bahwa pada zaman akhir ini pekerjaan Allah telah dicurahkan dengan
lebih nyata, terbukti dengan karunia Roh secara berkelimpahan, mujizat kesembuhan,
penglihatan-penglihatan dan lain-lain. Inilah bukti bahwa Allah telah membuka kesempatan
bagi setiap orang percaya untuk mengalami segala kesuksesan dan kemakmuran dalam seluruh
aspek kehidupannya.64

Penyebaran teologi sukses atau kemakmuran di Indonesia juga dipopulerkan melalui ajaran-
ajaran dari para penginjil Sukses, dan mereka membangun “Praise Center.” Pengajaran teologi
ini di tempat-tempat mewah dan megah sperti di hotel-hotel berbintang, restoran-restoran
mewah, maupun gedung-gedung megah lainnya. Iklan-iklan KKR, poster dan majalah-majalah
semakin marak memuat tentang slogan pengajaran teologi sukses. 65 Oleh sebab itu, pengajaran
teologi ini terus berkembang dan disebarkan ke negara-negara lain di belahan dunia ini,
termasuk ke Indonesia.

3. Pokok Teologi Sukses atau Teologi Kemakmuran


Teologi kemakmuran tidak tepat menafsirkan ayat-ayat Alkitab tertentu karena tafsiran mereka
terpisah dari konteksnya. Tafsirannya cenderung hanya secara literal. Ayat-ayat Firman Allah
paling bayak digunakan dalam hubungannya dengan hidup sukses atau makmur dalam kuasa
Allah yang menyatakan bahwa “Tidak ada yang mustahil dan tidak ada yang tidak mungkin

61
Dawa, Contemporale, 151.
62
K. Kopeland, The Laws of Prosperity, ( Fort Worth: TX 1974 and Oral Roberts, The Miracle of Seed-Faith
(Tulsa Ok, 1970), 11.
63
Geoffrey Geogan, “Liberation and Prosperity Theologies,” Scottish Bulletin of Evangelical Theology Vol, 9
No, 22 (1991), 125.
64
Andi Halim, Teologi Keberhasilan dan Kemakmuran, Jurnal Pelita Zaman Vo, 6 No, 1 (1991), 25.
65
Herlianto, Teologi Sukses, 10.

31
bagi Allah yang maha kuasa,” seperti berikut ini:66 Kej. 18: 14a; Yer. 32: 17, 27; Ayub. 36:
11; Mat. 19: 26; Mark. 9: 23b; 14: 36; 10: 30; Luk. 1; 37; Yoh. 10; 10; Rom 10: 10; Filp. 4:
13; 3 Yoh: 2-4. Teologi sukses juga mengajarkan bahwa kita memberi karena kita akan
menerima balasan yang lebih melimpah dari Tuhan. Namun ajaran mereka ini bertentangan
dengan ajaran Yesus yang mengatakan bahwa kita seharusnya memberi, tanpa menuntut
balasan. Ada 5 pokok penekanan pengajaran teologi sukses atau kemakmuran sebagai berikut:

a. Allah
Teologi kemakmuran atau sukses mengajarkan tentang hakekat Allah, sekalipun mirip dengan
konsep Allah berkuasa dan maha benar dalam PL, ternyata bila diteliti lebih mendalam maka
jelas berbeda dengan makna yang sebenarnya dari Allah berkuasa. Teologi ini mengaburkan
makna Allah berkuasa karena mengatakan bahwa seakan-akan Allah itu hanya berupa Kuasa
Besar yang kehendakNya diatur oleh kehendak manusia atau hanya sekedar Allah yang
memenuhi kebutuhan manusia saja. Morris Cerullo teolog kemakmuran menegaskan lagi
bahwa tidak ada batas pada kemampuan Allah, kasih, rahmat, anugerah, dan kelimpahan
berkatNya. Tuhan Allah yang tidak mengenal batas itu, siap sedia, rela, dan mampu untuk
memenuhi setiap kebutuhan umat manusia. Ya, setiap kebutuhan manusia.67 Oleh sebab itu,
tema-tema khotbah teolog sukses atau kemakmuran hanya berkisar pada hal-hal tersebut.

b. Dosa Manusia
Dosa manusia yang sangat serius ialah ketika seorang percaya mengatakan bahwa dirinya
dirinya “tidak layak,” padahal Allah sudah melayakkan kita menjadi anakNya. Menolak
penghargaan akan diri sendiri (self esteem), jelas menolak kelayakkan Allah menjadi Bapa kita.
Tidak ada dosa yang paling besar, selain meniadakan penghargaan atas diri sendiri dan atas diri
orang lain, demikianlah yang ditekankan oleh Schuller. Kemiskinan yang disebabkan oleh
kutuk itu berlangsung dari generasi ke generasi, tetapi dalam bagian dosa sebagai penyebab
dari kemiskinan ini bukan saja dari kutuk nenek moyang (Adam dan Hawa), tetapi dari diri
sendiri yang melakukan dosa, tanpa ada hubungannya dengan dosa atau kutuk masa lalu.68

66
Herlianto, Teologi Sukses, 33.
67
Morris Cerullo, Jangan Batasi Allah Bila Ingin Bahagia, dikutip oleh Herlianto, Teologi…51.
68
Peter Tan, Hukum-Hukum Kemakmuran, (Jakarta: Yayasan Eternal Glory, 1993), 1.

32
c. Iman
Potensi yang ada dalam diri manusia, bila digabungkan dengan potensi Allah, maka merupakan
suatu kesatuan iman yang luar biasa. Karena hal-hal atau perkara-perkara besar dapat terjadi
dengan berharap dari Allah yang Besar. Pandangan ini dilandasi dari Efesus 3: 20, Allah
melakukan jauh lebih banyak dalam diri kita. Ayat ini membuat para teolog sukses
mengembangkan slogan yang berbunyi : “Harapkanlah hal-hal besar dari Allah yang Besar,”
karena Allah telah menawarkan kepada manusia sesuatu yang jauh lebih berharga. Dia telah
membuat kuasaNya yang tak terbatas itu, tersedia bagi manusia. Tidak ada batas angka nol
yang dapat ditangani Allah sebab semuanya hanya tergantung pada besarnya iman seseorang
untuk menanganinya.69 Jadi manusia bisa memiliki iman dari Allah dan semua kapasitas Allah,
jikalau ia bekerjasama dengan Allah dan kemudian baru kekuatan iman itu terjadi atas apa yang
diinginkannya.

d. Keselamatan
Teologi sukses mengajarkan keselamatan terkait dengan pertobatan manusia. Pertobatan
adalah perubahan pandangan manusia atas dirinya sendiri. Lahir baru berarti seseorang harus
berubah dari pemikiran negatif kepada pemikiran positif akan diri sendiri (self image), dari
rendah diri berubah ke penghargaan akan diri sendiri, dari ketakuan berubah kepada kasih, dari
keraguan berubah menjadi percaya kepada Allah. Kematian Kristus di kayu salib
mengembalikan manusia kepada penghargaan akan diri sendiri atau self esteem.

e. Pekerjaan Gereja
Tugas gereja bukanlah menuduh orang yang belum bertobat sebagai orang berdosa. Namun
gereja mengkhotbahkan Injil agar menolong orang lain berubah dari rasa malu ke rasa mulia,
dan dari rasa rendah diri ke rasa penghargaan atas diri sendiri. Orang yang belum bertobat harus
terlebih dahulu mendapatkan suatu penghargaan yang substansial, sebelum mereka mampu
menerima kebenaran Injil. Jangan melihat mereka sebagai orang jahat, melainkan sebagai
orang yang belum menyadari bahwa ia sungguh berharga di hadapan Allah. Mereka menolak
anugerah Yesus Kristus karena mereka belum memiliki penghargaan atas diri sendiri sehingga
mencoba mendapatkan kasih dan pengampunan melalui usaha sendiri.

69
Myron Rush, Tuhan Penguasa Dunia Perniagaan, yang dikutip oleh Herlianto, Manipulasi Ayat..

33
Demikilah beberapa pokok teologi sukses atau kemakmuran yang sering dikumandangankan
melalui berbagai metode atau cara pemberitaan Firman Allah (seminar, pengajaran, khotbah,
dan lainnya).
Tokoh-tokoh teologi sukses atau kemakmuran ialah Robert Schuller, Kenneth Hagin, John
Oesteen, Narvelle Hayes, Essek William Kenyon, Benny Hinn, Federick K.C. Prince, Norman
Vincent Peale, Morris Cerullo, dll.

H. TEOLOGI FEMINISME
1. Istilah Teologi Feminisme
Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan merupakan sebuah problematika yang cukup
lama berkembang di dalam masyarakat dan dunia ini, terutama yang memiliki paham patriakat,
yaitu suatu sistem pengelompokan sosial yang sangat mementingkan garis dari keturunan dari
laki-laki atau bapak. Pria atau laki-laki lebih berkuasa dari pada wanita atau perempuan dalam
segala hal. Realita ini mendorong lahirlah gerakan feminisme dari sekelompok orang yang
memperjuangkan kesetaraan gender atau jenis kelamin manusia. Dalam perkembangannya,
maka lahirlah apa yang disebut dengan Teologi Femnisme. Teologi Feminisme muncul sebagai
reaksi yang memprotes dominasi kaum laki-laki atas penindasannya terhadap kaum perempuan
yang berlangsung di dalam dan di luar gereja selama berabad-abad.70 Kaum feminis yakin
bahwa di mata Tuhan semua laki-laki dan perempuan itu sama, memiliki hak yang sama untuk
berkarya maupun berteologi.71 Mereka yakin bahwa teologi feminisme berakar dari
pengajaran Alkitab tentang bentuk relasi orang Kristen, khususnya laki-laki dan perempuan
yang tidak bersifat hirarki, melainkan kesederajatan yang sempurna dan tidak boleh ada
perbedaan peran berdasarkan gender dalam berbagai hal.72

Istilah “Feminisme” berasal dari kata Latin : “Femina” berarti “Perempuan,” bertujuan
membebaskan kaum perempuan dari dominasi kaum laki-laki pada hubungan baru berdasarkan
persamaan tingkat.73 Menurut KBBI kata feminisme adalah gerakan perempuan yang
menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan kaum laki-laki (dalam
berbagai aspek hidup).74 Dengan demikian, maka gerakan feminisme dan teologi femnisme

70
Steffen Yohanis Ndoen, Makalah: Apa Itu Teologi Feminisme?, (Lawang : STT Aletheia, 2015), 1.
71
________, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Teologi, Fenomena Vol.IX/02/2012, (Yogyakarta: Sanata Dharma,
2012), 1.
72
Ndoen S, Makalah Apa Itu, 2.
73
Marie Claire B. Frommel, Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 9.
74
Dep Dik Bud, Kamus Besar Bahasa Indonesaia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), 275.

34
bertujuan untuk mengkritik struktur patriarkat yang ada dalam masyarakat dan berusaha untuk
mengadakan suatu struktur masyarakat yang lebih adil. Meniadakan diskriminasi dan dominasi
kaum laki-laki dengan alasan apa pun terhadap kaum perempuan.

2. Latar Belakang Teologi Feminisme


Secara historis pergumulan berat feminisme mulai berhembus pada tahun 1960-an karena tahun
ini penuh dengan tantangan dan banyaknya pertanyaan mengenai aturan dan moral manusia.
Dalam perkembangan selanjutnya, upaya-upaya untuk mengatasi pergumulan dan tantangan
kaum perempuan itu disebut sebagai gerakan feminisme pada tahun 1960-an. Di Amerika
Serikat gerakan feminisme ini dicetuskan pada tahun 1964 sebagai kelanjutan dari gerakan
emansipasi perempuan.75 Di mana perempuan mulai bangkit untuk memperjuangkan hak
mereka yang sama atau setara dengan laki-laki dalam berbagai aspek hidup manusia. Kaum
feminis membuktikan kemandirian mereka karena seringkali mereka dianggap lebih rendah
dari kaum laki-laki. Pada tahun 1966, para pebisnis dan profesionalisme muda perempuan
mendirikan “NOW (National Organization for Women).” Banyak pekerja perempuan
mendukung organisasi ini dan mendorong adanya pembaharuan masyarakat kota. Dalam
banyak denominasi, Organisasi Perempuan Kristen juga menuntut peran yang lebih besar
dalam persoalan gereja, memberikan solusinya karena pada faktanya ada pandangan yang
merendahkan perempuan terjadi juga dalam Kekristenan dan dalam gereja.76

Pandangan-pandangan yang merendahkan kaum perempuan beralasan bahwa perempuan


dalam persepsi umum masyarakat, seringkali dipandang sebagai harta milik, dan harus tunduk
pada laki-laki karena perempuan itu menyandang gambar Allah dalam kapasitas sekunder
(yang kedua atau tidak utama) dan bukan dalam kapasitas primer (yang pertama atau yang
utama).77 Pandangan ini berakibat pada perempuan dilarang menjadi pemimpin, pengkhotbah,
dan pengajar dalam ibadah maupun pelayanan di gereja. Bahkan dalam gereja Roma Katolik,
menganggap bahwa perempuan itu najis atau tidak tahir, menjadi alat si jahat atau iblis yang
menggoda laki-laki untuk berdosa atau yang menjatuhkan laki-laki kedalam dosa.78 Namun
pada abad keenam belas para reformator, yaitu Martin Luther dan John Calvin menolak
pandangan Katolik tersebut karena laki-laki dan perempuan diciptakan menurut gambar dan

75
Ndoen, Makalah Apa itu, 3.
76
Dawa, Contemporale, 158-159.
77
Thomas Aquines, mengatakan, “Sexus masculinus est nobilior quam sexus femineus, “ (Summa Theologiae,
III, 31, 4, ad 1), perempuan itu lebih rendah dari laki-laki.
78
Nimrot, Apa Itu Teologi, 39.

35
rupa Allah, maka jelas keduanya beridiri dihadapan Allah sebagai pribadi yang setara atau
sama.79 Realita ini semakin menantang para pemikir femenis untuk menolong gereja dan
masyarakat agar meniadakan diskriminasi atas nama gender dan menekankan relasi, status dan
pekerjaan yang setara dari perempuan dengan laki-laki.

Teologi feminisme ini sebelumnya dikenal dengan gerakan menuntut “persamaan (equality)
hak” antara laki-laki dan perempuan, semakin berkembang pada tahun 1789 yang bermula di
Eropa Barat. Gelombang emansipasi wanita yang lebih menekankan persamaan hak perempuan
mendapatkan pendidikan yang sejajar dengan laki-laki dan seterusnya. Teologi feminisme lahir
dari sebuah ide yang berupaya melawan penindasan atas nama gender (perempuan yang
ditindas) oleh kaum laki-laki dan berupaya untuk menciptakan pembebasan perempuan secara
sejati. Hanson Siagian mengatakan bahwa:
Sejarah dunia menunjukkan bahwa secara umum kaum perempuan merasa dirugikan dalam
semua bidang kehidupan dan dinomorduakan oleh kaum laki-laki, khususnya dalam
masyarakat patriakat. Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era
liberalisme di Eropa dan terjadinya revolusi Prancis pada abad ke-18, yang gemanya
kemudian merambat ke Amerika Serikat. Namun suasana ini kemudian diperparah dengan
adanya fundamentalisme agama yang cenderung mendiskriminasi potensi dan hak-hak
kaum perempuan. Di lingkungan agama Kristen pun terlihat dari khotbah-khotbah yang
menunjang situasi yang demikian. Ini terlihat dalam fakta bahwa banyak gereja menolak
adanya pendeta perempuan, dalam agama katolik perempuan tidak boleh menjadi imam,
bahkan tua-tua jemaat pun hanya dapat dijabat oleh kaum laki-laki (Efesus 5:22).80

Dalam agama Islam pun pemisahan ini terlihat dalam Surat Al-nisa ayat 34 yang mengatakan
“kaum pria mempunyai satu tingkat di atas daripada kaum wanita.” Ayat- ayat ini
membenarkan bahwa hanya prialah yang menjadi pemimpin karena mereka memiliki
kelebihan dari pada para wanita.81 Perkembangan awal gerakan feminisme tidak berjalan
mulus sehingga di Amerika Serikat, Betty Friedan (tokoh teologi femenis) mengatakan bahwa
gerakan femenisme merupakan sejarah mati sehingga ia mendorong lagi semangat gerakan
femnisme dalam bukunya “The Feminine Mystique (1963)” Pengaruhnya sangat kuat,
membuat gerakan feminisme bangkit kembali, lebih tajam lagi sehingga berhasil membebaskan
sebagian ras dari subordinasi yang suda berlangsung lama.82 Seiring berjalannya waktu, maka
berbagai upaya dari gerekan kaum feminis bermunculan di berbagai negara atau teologi

79
Dawa, Contemporale, 159.
80
Hanson Siagian, Teologi Feminis, http://hansonsiagianfans.com/2013/02/-tentang-teologi-
feminis_4652.html
81
_________, Jurnal, Fenomena, 39.
82
Sarah Gamble, Feminisme dan Postfeminisme, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), 35-36.

36
feminisme semakin berkembang hingga abad ke -20. Walaupun masih ada berbagai tantangan
berupa reaksi yang timbul yang menolak gerakan feminsme karena kuatnya budaya patriak
(status dan hak laki-laki) dan pengaruh pasca perang dunia kedua. Namun gerakan feminisme
ini terus berkembang dengan berusaha mendorong kaum perempuan untuk kembali
memikirkan hakekat diri mereka sebagai ciptaan Allah yang sama dihargai, diperlakukan
secara adil, benar seperti yang diinginkan oleh kaum laki-laki. Dengan demikian, maka dalam
perjalanan historitas rentang waktu yang begitu panjang, akhirnya perlahan-lahan kaum
perempuan mulai menyadari eksistensinya, terlebih esensi atau hakekat dirinya yang dirugikan
oleh kaum laki-laki berdasarkan gender. Hal inilah yang menjadi masalah penting di seluruh
dunia dan isu-isu yang senantiasa terus menggerakan kaum feminis untuk menuntut
ketidakadilan terhadap perempuan dalam masyarakat dengan gerakan teologi feminisme.

3. Berbagai Macam Gerakan Feminisme


Ada berbagai macam gerakan feminisme, tetapi penulis hanya membahas 3 macam feminisme
(Radikal, Pembaharuan/Rekonstruksionis dan Injili) yang begitu dikenal oleh kalangan luas
sebagai berikut:83
a. Feminisme Radikal
Kaum feminisme radikal menganggap laki-laki sebagai musuh, mereka tidak menyukai
apartheid (diskriminasi) dan mereka tidak mau berhubungan sama sekali dengan kaum laki-
laki. Dalam berteologi, mereka menolak tradisi gereja. Sebagaimana Jurnal Fenomena
mengatakan bahwa :
Feminisme Radikal menganggap norma-norma dan nilai Alkitab tidak berlaku lagi, karena
dianggap telah terikat oleh struktur patriakat, bahkan mereka menolak citra dan simbol
tradisional Kristen seperti Allah yang disebut sebagai Bapa. Mereka menolak sepenuhnya
Kitab Suci lantaran unsur Androsentrisme yang melekat di dalamnya dan cenderung
mempertahankan dominan patriakat. Bagi mereka, dominasi patriakat sebagai akar dari
semua masalah sosial dalam masyarakat (tidak hanya mendikte struktur hirarkis masyarakat
bersangkutan, tetapi juga mempengaruhi relasi personal. Tindakan kekerasan terhadap
perempuan itu terus berlanjut, baik berupa kekerasan konkret seperti pemerkosaan,
pornografi, peperangan, maupun tindak kekerasan yang tersamar seperti ketergantungan
ekonomi perempuan pada laki-laki, perendahan psikologi, pembatasan hak dan peran
wanita. Kelompok ini menantang para perempuan bahwa jika mereka ingin bebas dari
dominasi laki-laki, mereka mesti meninggalkan agama Kristen serta hukum-hukum
patriakat yang dipengaruhi oleh Kitab Suci Kristen. Para tokohnya dari Amerika Serikat
seperti Matilda Joslyn Gage, Susan B. Anthony dan Elisabeth Cady Stanton. 84

83
Ndoen, Makalah Apa itu, 4-7.
84
_________, Jurnal, Fenomena, 24.

37
Dengan demikian, maka jelaslah bahwa feminisme radikal menolak isi Alkitab dan tidak
dijadikannya sebagai dasar dalam perjuangan mereka, tetapi perjuangan mereka hanya
berdasarkan pemahaman mereka atas realita yang ada. Penulis hanya mengangkat salah satu
pendapat tokohnya, yaitu Elisabeth Cady Stanton.
1. Elisabeth Cady Stanton.
Stanton memulai penulisan the Women’s Bible pada tahun 1985 sebagai bentuk revisi atas
kitab Suci versi King James. Aksinya dilandasi oleh dua alasan: 1). Kitab Suci tidak
menggunakan bahasa netral dan kerapkali digunakan sebagai senjata politik untuk melawan
pembebasan perempuan. 2). Kitab Suci melahirkan ajaran laki-laki tentang Allah dan tentang
kehidupan, padahal mereka sendiri belum pernah melihat dan bicara dengan Allah.85 Dengan
demikian, maka jelaslah bahwa Stanton keliru memahami bahasa Alkitab yang netral, tidak
diskriminatif dan ajarannya tidak menguntungkan laki-laki dari pada perempuan seperti yang
Stanton pahami.

b. Feminisme Rekonstruksionis (Pembaharuan)


Teologi Feminisme radikal diikuti oleh feminisme rekonstruksionis atau pembaharuan,
yang lebih menekankan gerakan untuk membasmi setiap bentuk dominasi laki-laki dan
memperhatikan kesetaraan sosial perempuan dengan laki-laki. Dalam Jurnal Fenomena
mengatakan bahwa :
Para teolog feminisme rekonstruksionis mencari intisari teologis yang membebaskan diri di
dalam bingkai tradisi Kristen itu sendiri, namun juga mencita-citakan suatu pembaharuan
dari dalam suatu konstruksi yang sejati, tidak hanya menyangkut struktur-struktur
gerejaninya melainkan juga struktur-struktur masyarakat madani. Mereka mengkritik
dominasi pratiakat seperti halnya teolog feminisme radikal revolusioner, namun mereka
mencoba menafsirkan ulang simbol-simbol dan gagasan tradisional Kristen, tanpa menolak
kitab Suci dan pewahyuan Allah yang diwahyukan dalam diri Kristus. Para teolog
feminisme ini mencoba menyertakan pengalaman kaum perempuan akan Allah dalam dialog
dengan sumber utama teologi. Tokoh-tokohnya: dari Amerika: Elisabeth Schussler
Firorenza, Rosmery Radford Ruether, dan Letty Russell. Dari Asia: Kwok Pui-lan
(Hongkong), Hyun Kyung (Korea), Aruna Gnanadason (India), Mary John Mananzan
(Filipina), Marianne Ketoppo dan A Nunuk Prasetyo Murniati (Indonesia). 86

Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa feminisme pembaharuan ini tidak menolak
Kitab Suci, mencermati pengalaman perempuan dengan Allah yang tertulis dalam Kitab dan
pendekatan dialog sebagai sumber teologi. Penulis hanya mengangkat dua tokoh feminisme
rekonstruksional atau pembaharuan.

85
_________, Jurnal, Fenomena, h. 33-34
86
Ibid

38
1. Rosemary Radford Ruether
Salah satu tulisan Reuther yang terkenal ialah “Pembebasan Kristologi dari Patriark,” dalam
tulisan tersebut ia mempertahankan bahwa pelayanan Yesus adalah mewartakan kabar baik
kepada orang-orang yang direndahkan termasuk kaum wanita. Dia juga mengembangkan
model penafsiran biblis yang dilandasi pemahaman tentang “tradisi religius.” Menurut dia,
tafsir biblis feminis seperti ini memperhitungkan pengalaman transenden perempuan, yang
berbeda dengan pengalaman laki-laki karena perbedaan biologis.87 Jadi Reuther menekankan
tentang pembebasan Yesus bagi kaum perempuan yang tertindas atau terikat oleh budaya
patriakat.

2. Nunuk Prasetyo Murniati


Murniati sering disebut sebagai seorang teolog feminis Indonesia, ia juga menjadi anggota
Komisi Nasional (KOMNAS) Perempuan. Ia selalu mewartakan teologi feminisme dalam
berbagai kesempatan dan tempat sebagai berikut :
Murniati peduli dan telibat dalam usaha membebaskan perempuan Kristen Asia dari
berbagai macam penindasan, yaitu penjajahan sosial, ekonomi, politik, dan pelbagai bentuk
ketidakadilan gender. Bersama para teolog feminis Asia yang tergabung dalam Ecumenical
Associatiom Of The Third Theologian (EATWOT), ia menampilkan pengalaman manusia
(khusunya perempuan Asia) dan budaya lokal (budaya Asia) sebagai titik berangkat dalam
berteologi. Tulisan Murniati yang berjudul “Perempuan Membaca Kitab Suci.” Pernyataan
ini mengacu pada fakta sejarah kehidupan masyarakat Asia, terutama kisah penderitaan
perempuan seringkali dipinggirkan atau bahkan diabaikan oleh pengaruh kuat ideologi
gender patriakat. Dengan demikian wacana tentang Allah tidak hanya sebatas diolah dalam
gerak akademis, melainkan terutama dikonkritkan dalam karya-karya konkrit yang
membebaskan dan membela kehidupan yang tertindas.88

Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa Murniati selalu mewartakan refleksi teologis
feminis Asia yang tidak cukup hanya berhenti di tataran akademik saja. Namun bagaimana
teologi feminis dapat mewujudkan dunia baru yang berbasis pada keadilan hidup, integritas
wanita yang tidak tertindas, dan keutuhannya selaku ciptaan Allah. Inilah tugas penting dari
gerakan feminisme yang bertujuan untuk rekonstruksi atau pembaharuan.

87
Ibid
88
A. Nunuk Prasetyo Murniati, Relasi Baru dalam Keseteraan dan Keadilan: Pengalaman Keselamatan dari
Perspektif Feminis. Bahan Lokakarya “Penyusunan Buku Pedoman Sosialisasi Surat Gembala Perempuan.”
JMP- KWI, Jakarta 11-13 Maret 2005, 1-2.

39
c. Feminisme Injili
Teologi Feminis Injili menerima dan mempercayai otoritas Alkitab yang adalah Firman Allah.
Feminis injili mendasari gerakan dan teologianya berdasarkan pengajaran Firman Allah.
Sebagian dari mereka mengajarkan firman Allah dalam kelas Alkitab atau teologi kepada pria
maupun wanita. Seorang perempuan dapat memiliki masa jabatan yang lama dalam suatu
lembaga tertentu. Oleh sebab itu, tidak perlu harus menjadi sangat radikal, tetapi bagaimana
kita mendukung wanita dalam jabatan kepemimpinannya. 89 Dalam arah yang sama Victor
Jackson mengatakan bahwa:
Feminis Injil berpegang teguh pada Kitab Suci dan teks-teks yang ada di dalamnya, serta
juga melawan prasangka gender dalam perlakuan terhadap perempuan di dalam gereja,
keluarga dan masyarakat. Para pendukung model teologi feminis ini yakin bahwa mereka
dapat memecahkan masalah kaum perempuan dengan cara menerjemahkan Alkitab yang
lebih baik dan penekanan lebih banyak pada perikop yang berbicara mengenai kesetaraam
antara kaum perempuan dan laki-laki dalam kitab suci.90

Dengan demikian maka gerakan, teologi dan doktrin feminis injili berpegang teguh pada
Firman Allah atau Kitab Suci dalam memprotes bebagai masalah, diskriminasi terhadap kaum
perempuan sebab laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kedudukan yang sama. Hal ini
harus dibuktikan dalam kehidupan rumah tangga, gereja dan masyarakat.

4. Pokok Teologi Feminisme


a. Dasar Alkitab
Bagian Alkitab yang paling sering dikutip oleh teolog-teolog feminis dan diklaim sebagai dasar
teologi mereka, yang juga dikenal sebagai magna carta of humanity adalah Galatia 3: 28,
“Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang
merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus
Yesus.” Firman Allah ini dipandang sebagai ayat yang membebaskan wanita dari penindasan,
dominasi dan subordinasi (kedudukan yang terikat) dari laki-laki.91 Banyak ayat lain yang juga
diangkat oleh teolog feminisme sebagai berikut:
Firman Allah ini berbicara tentang kesederajatan adalah Kejadian 34:12; Keluaran 21:7,
22:17, Imamat 12:1-5; Ulangan 24:1-4; 1 Samuel 18:25 yang berbicara bahwa perempuan
dan laki-laki memiliki status sosial yang sama; Hakim-hakim 4:4, 5:28-29; 2 Samuel 14:2,
20:16; 2 Raja-raja 11:3, 22:14; Nehemia 6:14, adalah ayat-ayat yang memperlihatkan bahwa
perempan memiliki tempat dalam kehidupan religius dan sosial bangsa Israel, kecuali dalam

89
Nicola Hoggard Creegan; Christine D. Pohl, Perempuan Di Perbatasan (Pergulatan Evangelikalisme dan
Feminisme), (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010), h. 183-184
90
Vicktor Jackson, Arus Umum: Model-model Teologi Feminis dan Relevansinya bagi Pengembangan Teologi
Feminis di NTT, http://gefline.blogspot.com/2014/04/teologi-feminis.html
91
Ndoen S, Makalah Apa itu, 8.

40
hal keimaman, sedangkan dalam Kejadian 1:27 dikatakan bahwa laki-laki dan perempuan
adalah makhluk yang sama-sama diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Berdasarkan
penafsiran terhadap ayat-ayat tersebut, khususnya Galatia 3:28, para feminis menyimpulkan
bahwa Paulus dengan jelas mengukuhkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam
komunitas Kristen, pria dan wanita memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama
baik di gereja maupun dalam rumah tangga.92

Kesimpulan lain dari penafsiran ini ialah tentang panggilan kemerdekaan Kristen. Selain itu,
di dalam usaha menelaah sejarah kaum wanita dalam Alkitab, teolog-teolog feminis tidak
hanya menemukan ide tentang kesederajatan laki-laki dan perempuan. Namun, ternyata mereka
menemukan bahwa Allah orang Kristen bukan hanya Allah yang paternal (bapak) dari
sejumlah ayat Alkitab, sebab adanya bukti-bukti Alkitab yang mendukung konsep Allah yang
maternal (ibu).

b. Penekanan Teologi Feminisme


Teologi feminisme berusaha untuk melihat kekayaan dan keterbatasan dari Alkitab dan literatur
Kristen, serta berusaha untuk memberikan perubahan pemikiran, baik di gereja maupun dalam
institusi akademis. Ide pokok dalam teologi feminis adalah keberatan terhadap tradisi
Kekristenan tentang hubungan antara perempuan dengan keilahian. Teolog-teolog feminis
berpendapat bahwa wanita dapat menggambarkan Allah, baik secara penuh maupun terbatas,
sama seperti Allah yang digambarkan melalui laki-laki.93 Oleh sebab itu, Letty Russel
mengatakan bahwa kita telah berbicara tentang keselamatan bukan sebagai proses penyadaran
dan konversi, inkarnasi bukan dari pencarian humanisasi, persekutuan bukan dialog dan
masyarakat. Namun sekarang kita bersama harus berbicara tentang iman kita di dunia dengan
cara apapun yang menerangi kita bersama sebagai perempuan dan laki-laki dalam konteks
Kristen yang tidak saling mendiskriminasi atau menindas.94 Penulis secara khusus hanya
mengangkat beberapa topik yang ditekankan oleh teologi feminisme sebagai berikut:95

1. Tuhan Allah
Kekristenan percaya ajaran Alkitab bahwa manusia ada untuk melayani dan memuliakan
Pencipta-Nya. Teologi feminis, bagaimanapun memberikan penekanan: “Tujuan Allah adalah
membantu manusia untuk mewujudkan pembebasan, keutuhan, dan impian untuk diri mereka
sendiri. Oleh sebab itu harapan orang Kristen selalu didasarkan pada kebebasan Allah yang

92
Ibid
93
Ndoen, Makalah Apa itu, 9.
94
Mary A. Kassian, The Feminist Mistake, (Wheaton, Illions: Crossway Books, 1992), p. 114
95
Ndoen, Makalah Apa itu, 9-10.

41
sempurna.” Kebebasan Allah yang sempurna yang dilakukan Allah bagi kita. Allah tidak
berkhayal tentang kami atau kaum feminis, dan kami tetap mengimpikan Allah yang memberi
pembebasan itu.96

2. Yesus dan Keselamatan


Kaum feminis memandang Yesus Kristus, sebagai Anak Allah memiliki gambar yang utuh dan
kemanusiaan yang sejati. Allah yang berinkarnasi di dalam Yesus yang mewakili, mendahului
dan memberikan kebebasan dan keselamatan kepada manusia. Russel menjelaskan bahwa:
Kita di dalam Dia (Yesus) percaya bahwa Allah telah memberitahukan dari awal tentang
kasih, ketaatan, dan kemanusiaan yang sejati yang merupakan ketetapan dari pemulihan
penciptaan. Kaum femenis yakin bahwa Yesus hidup, mati dan bangkit bagi pria dan wanita.
Dia ada dan berkarya bagi kita semua dan Dia nyata hidup selaku Anak Allah dan
memberikan janji kebebasan, kemerdekaan hidup dan keselamatan bagi manusia. Kristus
Yesus adalah obyek pertama dan pembawa semua tradisi keselamatan. Russell percaya
bahwa peristiwa tentang Kristus dimulai dengan kebebasan wanita sedemikian rupa
sehingga mereka yang diambil dengan semua ciptaan menuju pada cakrawala Kebebasan
Allah dengan berpartisipasi dalam aksi Allah atas nama pembebasan manusia untuk
menikmati keselamatannya dengan baik.97

3. Gereja
Teologi feminisme melihat gereja tidak ada untuk dirinya sendiri, tetapi gereja ada untuk
melayani revolusi perubahan. Russel mengatakan bahwa:
Gereja dipanggil untuk menjadi terbuka bagi dunia, kepada orang lain, dan untuk masa
depan. Oleh karena itu, ia melihat gereja bukan sebagai majelis agama, kuil, atau sinagog,
tetapi sebagai bagian dari dunia di mana ia bergabung dalam tindakan Allah untuk menjadi
kelompok yang menekankan perubahan. Menurut Russell, gereja hanya sebagai “salah
satu tanda-tanda keselamatan kosmik dan bukan mediator eksklusif salvation/
keselamatan.”98

Berdasarkan tiga topik tersebut, maka teologi feminisme memberikan penekanan bahwa Allah
membantu manusia (kaum feminis) untuk mewujudkan pembebasan, keutuhan, dan impian
mereka atau manusia. Yesus mengasihi manusia sehingga Dia memulihkan, memerdekakan
dari penindasan dan memberikan keselamatan bagi manusia. Oleh sebab itu, gereja harus aktif
melakukan tindakan nyata yang membawa perubahan yang benar atas masalah yang dihadapi
oleh kaum perempuan.

96
Ibid
97
Mary A. Kassian, The Feminist, p. 114-115
98
Ibid

42
I. GERAKAN ZAMAN BARU ATAU NEW AGE MOVEMENT
1. Istilah Gerakan Zaman Baru
Gerakan Zaman Baru dikatakan oleh sebagian orang sebagai gerakan yang paling sukses dalam
mempengaruhi semua lapisan masyarakat, baik dalam dunia agama maupun dalam non agama.
Pengajaran gerakan inibegitu cerdik atau licin dan berhasil memanipulasi dunia Kristen
sehingga banyak orang bingung untuk tahu secara benar tentang pengajaran mana yang benar
dan mana yang tidak benar yang harus ditolak atau tidak mempercayainya. Oleh sebab itu,
Russel Chandler mengatakan bahwa gerakan zaman baru adalah kebangkitan tradisi moderen
keagamaan kuno, bersama dengan bunga rampai yang dipengaruhi oleh mistik Timur, filsafat
dan psikologi modern, fiksi ilmiah, sains atau ilmu pengetahuan, dan budaya tandingan pada
tahun 50-an dan 60-an.99 Bahkan, Jonathan James mengatakan bahwa gerakan zaman baru
sebagai sinergi yang besar dari organisasi-organisasi yang mengkombinasikan Hinduisme,
kebatinan/mistik Timur, praktik okultisme dan optimism ala Barat dengan tujuan hendak
menciptakan tatanan dunia Baru yang menembus ke setiap bidang ilmu pengetahuan, ekologi,
medis, psikologi, media, hiburan, olah raga, kesehatan, Pendidikan, bahkan agama.100 Dari apa
yang dikatakan tersebut, maka gerakan zaman baru merambah dan mempengaruhi hampir
semua aspek hidup manusia.

Kata “Baru” dalam gerakan zaman baru, tidak berarti bahwa ajaran ini dan cita-citanya
sungguh-sungguh merupakan sesuatu yang baru, tetapi merupakan suatu ajaran yang sudah
lama atau kuno dari sejarah hidup manusia. “Baru,” khususnya ditujukkan bagi humanis-
humanis sekuler di Barat, yang memiliki bentuk akar yang tersistem dan mempengaruhi banyak
orang di belahan dunia ini.101 Febriana mengatakan bahwa kata “Zaman Baru” ditarik dari ide
bahwa dunia sedang memasuki suatu zaman Utopia dari Aquarius, yaitu suatu lambang
astrologi yang menekankan kepercayaan bahwa tubuh surgawi mempengaruhi tubuh fana dari
kemanusiaan manusia. Dan dalam kaitan ini, maka nama Aquarius sangat diasosiasikan begitu
dekat dengan gerakan zaman baru. Strategi untuk menyebutkan zaman baru, sebenarnya untuk
menarik minat massa (masyarakat) karena masa berpikir bahwa ajaran ini adalah baru. Gerakan
ini merupakan suatu reaksi terhadap cara berpikir ilmiah yang cenderung bersifat obyektif dan
particular sebab gerakan ini berusaha membawa perubahan kearah yang lebih subyektif dan

99
Russel Chandler, Understanding The New Age, (Grand Rapids, Michigan: Zonndervant Publisher House,
1993). 43.
100
Jonathan D. James, Gerakan Penipuan di Akhir Zaman, (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1997), 10.
101
Douglas R. Groothuis, Membuka Topeng Gerakan Zaman Baru, (Jakarta: Lembaga Reformed Injili
Indonesia, 1996, ), 5.

43
universal. Di mana fokus gerakan ini ialah pada perasaan batin manusia dan kesehatan yang
menyeluruh serta masalah global. Oleh sebab itu, gerakan zaman baru sangat populer pada era
tahun 1960 dan 1970-an, yang mana gerakan ini juga berusaha menyatukan berbagai macam
kepercayaan manusia, termasuk dalam hal agama kedalam suatu kemasan baru.

2. Latar Belakang Gerakan Zaman Baru


Secara historis gerakan zaman baru ini sudah memiliki asal usul yang sangat panjang dalam
hidup manusia. Ajaran ini justru berakar dalam agama-agama kuno penyembahan dan filsafat
dari dunia timur dan barat. Aliran gerakan zaman baru dapat disebut sebagai metanetwork,
yakni yang memiliki jaringan ke seluruh sektor kehidupan manusia, baik dalam hidup pribadi
maupun dalam hidup berkelompok. Akibatnya, seseorang mungkin menemukan kesamaan
pola pikir yang ia anut, pola pikir itu juga yang ada dalam diri orang lain sehingga dengan
mudah mereka menerima bahwa semuanya benar. Pengaruh aliran gnostik (pengetahuan
manusia akan rahasia-rahasia yang tersembunyi, akhirnya dapat menjamin kesatuan jiwanya
dengan Tuhan) sehingga menyebabkan munculnya gerakan zaman baru. Gerakan ini
menekankan ajaran tentang keyakinan adanya hikmat esoterik (bersifat khusus atau rahasia)
dan optimisme bahwa manusia dapat bersatu dengan Allah melalui pengetahuannya.
Penekanan ini juga diajarkan dalam aliran gonstisisme. 102

Salah satu sebab lain munculnya gerakan zaman baru ialah adanya anggapan akan “kegagalan
Keristenan” mengenai kepastian akan waktu (1960an) : “Kapankah dunia ini diciptakan?”
“Apakah enam hari penciptaan itu sama dengan satu minggu seperti sekarang ini, dan
sebagainya?” Pertanyaan ini membuat manusia mencari jawabannya pada agama lain dan pada
filsafat. Hal ini mengakibatkan pluralisme menjadi jawaban yang paling tepat, di mana tidak
ada jawaban yang benar dan mutlak, tetapi harus menerima ajaran lain untuk saling
melengkapi. Oleh sebab itu, kelompok-kelompok yang tadinya dianggap sebagai bidat oleh
Kekristenan, kemudian mereka menjadi terhormat seperti Mormon (tidak percaya Yesus adalah
Allah yang sejati), Panteisme (semua di dunia ini adalah Allah), Reincarnasi (hidup seseorang
akan berinkarnasi setelah ia mati kepada bentuk kehidupan yang lain, sesuai dengan pola
perbuatannya, yang baik akan jadi baik, sebaliknya yang buruk akan menjadi seekor babi),
Relativisme (tidak ada kebenaran, moral yang mutlak karena semuanya relatif), Esotericisme

102
Paul C. Vitz, Psychology as Religion, (Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company,
1994), 12.

44
(manusia menerima pengetahuan khusus yang tersembunyi dalam dirinya untuk mencapai
pengalaman rohani yang tertinggi dan sejati, hampir sama dengan gnostik) dan sebagainya. 103

Manifestasi dari gerakan zaman baru ini ialah untuk mentransformasi kesadaran, sikap diri, dan
pandangan mengenai hidup seseroang serta sistem kepercayaannya. Di mana mereka
menggunakan metode mistis seperti meditasi, doa hening, sarana perantara, menyanyi, batu
kristal, mineral, obat penghilang sakit, piramida dan obyek lain yang memiliki kekuatan yang
dalam. Apakah itu batu permata, tongkat magis atau benda-benda peninggalan religious.
Pengikut dari gerakan ini percaya bahwa alat-alat dan metode tersebut dapat membantu
seseorang untuk menjadi lebih baik.104 Oleh sebab itu, pengalaman manusia menjadi sumber
kebenaran dalam pemikiran gerakan zaman baru. Segala sesuatu berarti bagi para pengikut
gerakan ini, meskipun masing-masing mereka memiliki kesukaannya tersendiri. Dawa
mengatakan bahwa para pengikut gerakan zaman baru juga sangat anti pati dengan Kekristenan
karena Kekristenan dianggap berpikir sempit, terlalu dogmatis, dan bersifat otoriter. Dengan
perkataan lain, gerakan ini memiliki banyak bentuk, tetapi secara umum gerakan zaman baru
merupakan suatu kumpulan sistem berpikir metafisika yang dipengaruhi oleh pemikiran timur,
yaitu suatu percampuran ajaran dari teologi dan pengharapan yang diikat dengan ajaran
keselamatan dan pengetahuan yang benar (gnostik bentuk baru).

3. Pokok Teologi Gerakan Zaman Baru


Untuk memahami pokok-pokok ajaran Gerakan Zaman baru bukanlah hal yang mudah karena
gerakan ini sangat luas dan mencakup semua aspek hidup manusia serta gerakan ini muncul
dari berbagai sumber. Tidak jarang terjadi perbedaan-perbedaan dalam pernyataan dari
tokohtokohnya karena disebabkan oleh World View/Pandangan Dunia gerakan ini yang
menekankan dan mengagungkan perubahan dan evolusi sehingga pandangan mereka cepat
berubah, dan sulit dipegang. 105 Namun demikian menurut David Ndoen yang mengutip
pendapat Douglas R Groothuis dan Theodore Roszak, mengatakan bahwa paling sedikit ada 6
pokok pikiran utama dari gerakan zaman baru sebagai berikut :106

103
Nimrot, Apa Itu, 43.
104
Febriana, Contemporale, 177.
105
David Ndoen, Makalah, Gerakan Zaman Baru Ditinjau Dari Sudut Pandang Iman Kristen, (Mojokerto:
GKT, 2004), 3.
106
Ndoen D, Makalah: Gerakan Zaman, 4-5.

45
a. Semua adalah Satu
Gagasan bahwa semua adalah satu sangat mendasar bagi gerrakan zaman baru, gagasan ini
masuk ke dalam semua segi manisfestasinya, baik dalam bidang kesehatan holistik sampai ke
fisik baru, dari politik ke psikologi antar pribadi, dari agama-agama timur sampai ke okultisme
yang bersifat monistik. Monoisme adalah kepercayaan yang mengatakan bahwa semua yang
ada adalah satu. Semua saling tergantung, terkait dan terjalin satu dengan yang lainnya menjadi
satu. Dan pada puncaknya tidak ada lagi perbedaan antara Allah, manusia, batu, dan kayu.
Perbedaan-perbedaan obyek-obyek dalam realitas hanyalah merupakan satu bayangan yang
semu.

b. Semua adalah Allah


Gerakan zaman baru mengakui bahwa semua di dunia ini adalah satu, maka konsekuensinya
semuanya itu adalah Allah. Inilah yang disebut paham panteisme, karena semua adalah satu,
dan keberadaan Yang Esa. Yang Esa tidak memiliki kepribadian. Gagasan Allah yang
berpribadi ditolak dan diganti dengan energi, kekuatan atau kesadaran yang tidak berpribadi.
Oleh sebab itu, realitas terakhir adalah “allah” yang di dalam semua dan melalui semua, pada
faktanya allah adalah semua.

c. Kemanusiaan adalah Allah


Klaim dari gerakan zaman baru bahwa manusia tidak hanya sempurna, tetapi pada
kenyataannya kita adalah “allah-allah.” Keberadaan kita sebagai allah adalah tersamar, karena
pengabaian yang menghalangi kita untuk menyadari realitas keilahian kita. Jadi tujuan kita
adalah “membangunkan allah yang sedang tertidur di dalam hakekat manusia yang terdalam.”
d. Perubahan Kesadaran
Bagi gerakan zaman baru, perlu adanya perubahan kesadaran karena kebudayaan Barat telah
membodohkan kita dengan membentuk kesadaran dan mendandani pengalaman kita dengan
cara terus-menerus memberikan ilusi tentang keterbatasan dan kefanaan manusia sehingga kita
telah melupakan identitas asli kita sebagai allah-allah, karena itu kita perlu pencerahan. Banyak
cara untuk mencapai pencerahan (perubahan kesadaran), yaitu bisa melalui olahraga, UFO atau
kontak dengan makhluk angkasa luar (ekstra terestial). Atau melalui latihan-latuhan seperti
(Ethard Seminar Training) sebagai metode untuk memicu perubahan kesadaran. Bahkan juga
dengan cara menghipnotis diri, visualisasi internal, penggunaan alat-alat untuk mengendalikan
diri, termasuk melalui tindakan seksual. Ada banyak nama untuk pengalaman perubahan ini,
yaitu kesadaran kosmis, realisasi Allah, realisasi diri, pencerahan, iluminasi, Nirwana (Budha),
46
satori (Zen), menjadi satu keadaan. Satu bentuk penyelewengan dari atonement (berarti
penebusan, dan satchitananada (Hindu).

e. Semua Agama adalah Satu


Gerakan ini mengajarkan bahwa semua agama adalah satu dan pada dasarnya, mengajarakan
bahwa “Yang Satu” itu untuk semua. Inilah yang dinamakan Sinkritisme. Kita semua adalah
satu, semua adalah allah, dan “kita adalah allah-allah.” Karena itu semua yang “diterangi”
dalam agama-agama besar, baik melalui Yesus, Budha, Lao-Tse, Krisna dan lainnya, akan
mengajarkan dan mengalami kesatuan. Tampilan luar dari setiap agama dapat berbeda, tetapi
pada hakekatnya adalah sama. Mungkin ada banyak jalan menuju kepada satu kebenaran,
banyak cara untuk menjadi satu dengan Yang Satu itu, tetapi semua perbedaan ini hanya
bersifat luar saja. Sebagai akibatnya, keunikan Kekristenan harus disangkal. Tuntunan
keunikan kekhususan harus dilebur ke dalam kesatuan kosmis. Kristus sebaagai mediator
antara allah dan manusia telah digantikan dengan ide “kesadaran kosmis.” Jadi, kata lain dari
Kristus ialah “kesadaran kosmis.”

f. Optimisme Evolusi Kosmis


Bagi gerakan zaman baru, “manusia” adalah bagian dari realitas di mana dan melaluinya proses
kosmis disadari dan mulai menyadari dirinya sendiri. Tugas tertingginya adalah meningkatkan
penghayatan kesadaran tersebut dan menerapkannya sepenuh mungkin untuk mengarahkan
pergerakan peristiwa. Teilhard de Chardin (Katolik), seorang tokoh penting gerakan zaman
baru, filsuf, dan ahli ilmu purbakala, membuat suatu harmonisasi evolusi secara bertahap, dan
kesatuan keasadaran dunia pada akhirnya akan mencapai “Titik Omega” di mana semua
kesadaran terlebur dan semua menjadi satu dengan Yang Satu. Pada dasaranya semua sedang
berevolusi menuju ke suatu masa depan yang akan dipersatukan dalam harmoni dengan “Yang
Satu itu.”

Setelah membahas secara singkat 6 pokok pengajaran tersebut, perulu diketahui juga satu
pokok pengajaran penting dari gerakan ini ialah masalah “Kesehatan Holistik,” merupakan isu
yang sangat penting bagi umat manusia, termasuk di negara kita Indonesia. Masalah
Penyembuhakn Reiki atas berbagai penyakit. Reiki ialah menunjukkan setiap orang berdoa
menurut agama dan kepercayaannya masing-masing agar sembuh dari penyakit. Seseorang
yang mendapatkan penyebuhan Reiki berarti ia memiliki hubungan permanen dengan alam 50
semesta (universal), karena itu dengan cara yang sangat sederhana pula, ia dapat menyerap
47
energi alam semesta dan mengeluarkannya kembali sebagai kebutuhan. Reiki merupakan
tradisi spiritual berasal dari pusat-pusat spiritual pada ribuan tahun silam (Tibet, Mesir, India,
Cina, Lemuria, Atlantis).

Tokoh-tokoh Gerakan Zaman Baru :


Alice Bailey (pendiri Gerakan Zaman Baru), Helena Blavatsky, Teilhard de Chardin, Rudolf
Steiner, Jiddu Krishnamurti dan Dion Fortune. Semuanya menulis tentang tema-tema Gerakan
Zaman Baru yang berkenaan dengan Pikiran-Tubuh-Jiwa (Mind-Body-Spirit). Awal mulanya
mereka merupakan para penganut Theosophy, meskipun pada akhirnya mereka meninggalkan
kelompok ini, dan beralih ke Gerakan Zaman Baru, kecuali Dion Fortune.

J. TEOLOGI YESUS SEJARAH DAN YESUS SEMINAR


1. Istilah Yesus Sejarah
Berhembusnya istilah Yesus Sejarah, merupakan suatu usaha penemuan kembali dari para
teolog mengenai figur Yesus untuk menghasilkan gambar-gambar atau potret-potret alternatif
tentang Yesus, selain yang telah dituliskan oleh para penulis kitab-kitab Injil atau penulis-
penulis lainnya dalam Perjanjian Baru. Kelompok Yesus Sejarah ini berusaha dengan berbagai
cara untuk mendapatkan bahan-bahan sejarah tentang Yesus diluar Perjanjian Baru. Jadi, studi
Yesus Sejarah mengacu pada suatu istilah teknis yang ditujukkan pada Yesus dari Nazareth
yang berhasil direkonstruksi dari bahan-bahan sastra dan sumber-sumber material yang
tersedia atau ada. Mereka memakai metode penelitian interdisipliner yang dapat diandalkan,
dalam hal ini mereka juga menggunakan metode historis-kritis dalam membaca teks Injil.

Banyak sarjana dan orang awan mulai membaca Injil Kanonik dan menulis ringkasan baru
mengenai kehidupan Yesus, khususnya kemanusiaan Yesus, dengan menggunakan pendekatan
sejarah. Bahkan ada tafsiran-tafsiran tentang Yesus yang mengejutkan kaum awam tradisioanl.
Pada umumnya kitab Injil mulai dibaca dan dipelajari sebagai buku biasa dan mengkrtisinya
dengan menggunakan pendekatan-pendekatan ilmiah.107 Studi-studi Yesus Sejarah semacan ini
berusaha mengungkapkan historisitas Yesus sebagai manusia yang hidup di abad pertama
dengan cara menanggalkan beberapa bagian yang dianggap tidak sesuai dengan fakta sejarah.
Pemisahan ini akan menghasilkan suatu potret baru tentang Yesus. Walaupun gambaran yang
baru ini kelak, akan lebih bersifat kontradiktif karena berlawanan dengan apa yang selama ini

107
Febriana, Contemporale, 200.

48
diyakini oleh gereja tentang Yesus. Itulah sebabnya Dawa mengatakan gambaran tersebut
kemudian akan tetap tinggal sebagai gambaran yang nyata dan sesuai dengan fakta sejarah.
Bagi kelompok Yesus sejarah, ini adalah suatu figur Yesus yang bisa dupertanggungjawabkan
secara historis dan juga secara ilmiah.

2. Latar Belakang Teologi Yesus Sejarah


Pasca tahun 1778, dengan kebangkitan dari Rasionalisme Pencerahan, maka pencarian akan
Yesus dimulai, ketika Lessing menerbitkan Fragments milik Ramerus. Di mana dalam
karyanya, Ramerus memisahkan apa yang dikatakan oleh para rasul mengenai Yesus dan apa
yang dikatakan oleh Yesus sendiri mengenai diri-Nya. Usaha yang dilakukan oleh para sarjana
saat itu adalah memisahkan tulisan Injil yang dianggap tidak koheren dan melihat apa yang
tersisa darinya. Usaha mereka ini merupakan dampak dari perkembangan rasionalisme yang
bertujuan untuk memisahkan doktrin dan ilmu pengetahuan.

David Friedrich Strauss (1808-74) dalam “Das Leben Jesu,” berpendapat bahwa Yesus yang
ditulis dalam kitab Injil, bukanlah merupakan Yesus yang sesuai dengan sejarah, tetapi
merupakan suatu tokoh khayalan gereja mula-mula. Namun pada saat itu pendapat ini sedikit
tertahan (tidak langsung berkembang luas) karena Schweitzer mengatakan bahwa kita tidak
akan pernah mendapatkan Yesus yang sesungguhnya karena berbagai macam kesulitan
gambaran yang diletakan pada Yesus dari gereja perdana.108 Bultmann juga berkesimpulan
serupa, di mana baginya tidaklah menjadi begitu penting mendapatkan tokoh Yesus yang sesuai
sejarah. Namun hal yang utama adalah justru mendapatkan pesan (kerygma) dari apa yang
Yesus hendak sampaikan. Namun pada akhirnya, studi tentang Yesus sejarah mulai bangkit
lagi dan semakin berkembang, tatkala Ernst Kasemann memberikan ceramah tentang “the
Problem of the Historical Jesus” kepada pertemuan alumni di mana ia pernah berguru kepada
Bultmann. Pencarian ini memulai kembali era, yang kemudian disebut sebagai “the New
Quest” (pencerahan/penyelidikan baru). Dan era ini mencapai puncaknya di dalam kelahiran
dari “Jesus Seminar” di Amerikan Serikat. Tokoh-tokohnya antara lain : John Dominic
Crossan dan Robert Funk.109

108
Albert Schweitzer, The Quest of the Historical Jesus: A Critical Study of its Progress from Reimarus to
Wrede, (Great Britain: A & A Black, 1910), 16-19.
109
Robert E. Van Voorst, Jesus Outside the New Testament: An Introduction to the Ancient Evidence, (Grand
Rapids: WmB Eerdmans, 2000), 3-6; Heaven Angelo, Studi Yesus Sejarah Ditinjau dari Teologi Reformed,
(STT Aletheia: Unpublishes Thesis, 2013), 10-11.

49
3. Sumber- Sumber Studi Yesus Sejarah
Pada awalnya pertanyaan penting dalam studi Yesus Sejarah adalah apakah Yesus itu seorang
figur nyata dalam sejarah atau seorang figur mitos? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka ada
berbagai upaya untuk mencari sumber-sumber di luar Perjanjian Baru karena figur Yesus
dalam Kitab Perjanjian Baru dianggap sebagai rekayasa gereja perdana.110 Yesus sejarah
mengacu pada sumber-sumber, bagi para tokohnya itulah sumber yang akurat tentang Yesus.
Ada 4 sumber Yesus Sejarah sebagai berikut :

a. Sumber-sumber sastra Kristen


Sumber ini mengacu kepada ketiga Injil Sinoptik dalam Perjanjian Baru, tulisan-tulisan rasul
Paulus dan injil Tomas. Walaupun injil Tomas tidak termasuk dalam kanon Alkitab sehingga
tidak dipercayai oleh orang Kristen. Kedua injil tersebut dinilai memiliki nilai historis yang
sama, berkedudukan setara dan diperlakukan sederajat. Selain itu, ada juga Injil-Injil Kristen
Yahudi yang tidak termasuk dalam kanon Alkitab, tetapi digunakan untuk usaha menelusuri
figur Yesus sejarah. Namun semua tulisan tersebut kini telah hilang, dan yang tersisa hari ini
hanyalah berupa kutipan-kutipan dari buku-buku yang ditemukan dalam tulisan Ireneus dan
Eusebius.

b. Sumber-Sumber Sastra Non-Kristen


Sumber ini terdapat dalam tulisan-tulisan klasik, yaitu tulisan dari Thallos, Filsuf Stoik,
Marabar Sarapion dan Lucian. Dan juga dalam tulisan-tulisan klasik Yahudi (Pliny, Cornelius,
Tacitus dan C. Suetonius Tranquilus) yang menampilkan Yesus dan Kekristenan dalam nada-
nada yang sangat negatif, sebagai orang dan gerakan yang mempercayai takhyul dan tentunya
hal ini berbahaya buat negara. Ada juga tulisan tulisan-tulisan Josephus dipakai dalam studi
tentang Yesus, meskipun ia tidak banyak menuliskan tentang Yesus, tetapi karena ia banyak
berbicara tentang Keyahudian abad pertama.

c. Kriteria Linguistik
Kriteria ini atau biasa disebut dengan kriteria jejak-jejak bahasa Aram karena Yesus berbicara
bahasa Aram dan tradisi-tradisi tentang Yesus, kemudian diteruskan dalam bahasa Yunani atau
bahasa-bahasa lainnya. Semakin dekat suatu tradisi tentang Yesus di dalam Injil-Injil ke gaya

110
Van Voorst, Jesus Outside the New Testament, 6-17.

50
bahasa, sintaksis, ritme/irama, sajak, bentuk puitis dari bahasa Aram, maka semakin besar
kemungkinannya tradisi itu berasal dari Yesus sendiri.

d. Pemakaian Berbagai Disiplin Ilmu Yang Saling Mengisi


Disiplin ilmu yang dimaksud adalah kritik teks, sejarah, antropologi, sosiologi, dan arkeologi
untuk menghasilkan suatu potret tentang Yesus yang fokus dan tajam sesuai dengan disiplin
ilmu tersebut.

Pendapat para tokoh Yesus Sejarah tidak mempercayai kebangkitan Yesus, inkarnasi Yesus
atau Yesus datang sebagai manusia, dan berbagai mujizat atau hal spektakuler lainnya yang
telah dibuat oleh Yesus karena semuanya itu dianggap sebagai mitos atau bukan fakta yang
sebenarnya. Meskipun teologi ini mengajarkan berbagai hal yang miring atau tidak benar
tentang Yesus, tetapi perlu diingat bahwa iman Kristen itu sejatinya diletakkan juga pada Yesus
yang tercatat dalam sejarah, yang pernah ada di muka bumi ini untuk mengajarkan jalan
kehidupan yang benar kepada manusia dan membawa keselamatan bagi setiap orang yang
percaya kepada-Nya.

2. Istilah Yesus Seminar


Yesus Seminar dimunculkan atas sponsor Westar Institute di Amerika untuk menggugat Yesus
Sejarah sehingga Yesus Seminar ini merupakan manisfestasi yang konkrit dari Yesus Sejarah.
Hal ini disebabkan karena Yesus Seminar berusaha mencari “ucapan dan perbuatan Yesus
yang otentik.” Robert W. Funk, seorang professor dari Montana University adalah pendiri
Yesus Seminar dan sekaligus ketua dari kelompok Yesus Seminar. Pendiri lainnya ialah John
Dominic Crossan, seorang rahib Katolik Roma Irlandia yang terpaksa melepaskan
kerahibannya karena pandangannya yang kontroversial atas Alkitab. Funk pada awalnya
menawarkan 21 tesis dengan tujuan untuk menarik keluar dari rel Kekristenan Orthodoks,
khususnya pemahaman Kristen klasik tentang Yesus. 111 Funk mengatakan bahwa Yesus
Seminar merupakan panggilan terhadap pencerahan dan Yesus Seminar merupakan kumpulan
bagi mereka yang suka pada fakta dan bukan pada kisah kebohongan, serta pada sains dan
bukan tahyul.112 Perkataan Funk, membuktikan bahwa ketertarikannya pada sejarah “abal-
abal” lebih kuat daripada keakuratan sejarah. Oleh sebab itu, seorang sarjana Perjanjian Baru

111
Thesis dari Funk dapat diakses di http://Westarinstitute.org/resources/the-fourth-r/the-coming-radical-
reformation/
112
Robert Funk, The Gospel of Mark. Red Letter Edition, (Sonoma, CA: Polebridge Press, 1991), xxi-xvii

51
menyebutkan bahwa usaha dari para Yesus Seminar ini yang menyebutkan pandangan diri
mereka sebagai hasil studi dari para sarjana yang kritis merupakan satu hal yang patut dicela. 113

3. Asumsi Yesus Seminar


Asumsi para tokoh Yesus Seminar bahwa Yesus tidak pernah mengatakan sebagian besar dari
perkataan-Nya yang dicatat dalam Kitab Suci dan Yesus juga tidak pernah melakukan
perbuatan-perbuatan yang sebagian besar dicatat dalam Kitab Suci. Yesus dari Nazareth adalah
Yesus yang berbeda dari apa yang tertulis dalam sejarah gereja dan apa yang sudah
diungkapkan dalam kredo gereja. Karena itu menurut mereka, orang yang berintelektual pada
zaman ini seharusnya tidak dengan mudah menerima apa yang sudah dicatat dalam Kitab Suci.

Kelompok Yesus Seminar juga menganggap bahwa Yesus yang tertulis dalam Kitab Suci itu
harus ditelanjangi dari mitos-mitos kuno yang melingkupinya agar orang moderen dapat
mendengar berita tentang Yesus. Yesus harus diturunkan dari status-Nya yang sangat
ditinggikan oleh gereja perdana sehingga manusia moderen dapat memahami siapakah Yesus
itu tatkala Dia berjalan di Palestina. Bagi orang moderen hari ini, Yesus yang tercatat dalam
Kitab Suci itu sangat bersifat fiktif dan karena itu jika Yesus mau dipandanga berharga oleh
manusia di era abaf ke-21 ini, maka Yesus produk gereja perdana itu harus dilepaskan dari cara
pandang gereja seperti yang tertulis dalam Alkitab. 114

4. Tujuan dari Perkumpulan Yesus Seminar


Tujuan awal dari perkumpulan Yesus Seminar ialah untuk mendidik orang-orang tidak
terpelajar mengenai apa yang studi-studi ilmiah dapat berikan kepada gereja tentang Perjanjian
Baru dan Yesus. Kelompok ini mengadakan pertemuan rutin dua kali dalam setahun untuk
membukukan opini-opini mereka tentang perkataan Yesus. Oleh sebab itu, kelompok ini
kemudian disebut sebagai kelompok Yesus Seminar. Usaha dari kelompok ini adalah untuk
mempelajari dan memeriksa keotentikan perkataan Yesus di dalam empat Injil dan Injil Tomas
dengan menggunakan metode Yesus Seminar. Metode ini dilakukan dengan menggunakan cara
voting, di mana setiap anggota akan memberikan suara mereka mengenai otentisitas perkataan
dan perbuatan Yesus yang dicatat Injil.

113
Douglas Groothuis, Jesus in an Age of Controversy, (Jakarta: Verbum Dei Books, 2007), 23.
114
Michael J. Wilkins and J.P Moreland, gen, ed, Jesus Under Fire, (Grand Rapids : Zondervan Published
House, 1995), 1.

52
Penggunaan metodologis tersebut, kemudian disusun untuk merekonstruksi sejarah hidup
Yesus. Selain itu, melalui metode ini maka dapat memperjelas pemisahan antara Yesus Sejarah
dan Yesus Iman. Bahkan termasuk juga didalamnya mereka menyangkali Inspirasi Alkitab dan
Ineransi Alkitab (ketidakbersalahan Alkitab), serta pembedaan di antara Yesus (kemanusiaan)
dari Kristus (keTuhanan) diri-Nya. Ada 4 kesimpulan dari Yesus Seminar yang ditulis dalam
“The Five Gospel” sebagai berikut :
a. Yesus tidak pernah menuntut diri-Nya sebagai Mesias (Kristus) dan Dia tidak bernubuat
tentang akhir zaman.
b. Yesus mungkin makan bersama dengan murud-murid-Nya dalam perjamuan malam, tetapi
ucapan Yesus pada malam itu kemungkinan adalah rekayasa para murid.
c. Doa Bapa Kami kemungkinan disusun oleh para pengikut Yesus setelah kematian-Nya.
d. Injil Tomas sebagai Injil kelima.

Dasar filosofis dibalik asmusi Yesus Seminar ialah karena kelompok ini erat berpegang pada
filsafat Naturalisme, sehingga menyebabkan mereka bersikap skpetis terhadap catatan-catatan
Perjanjian Baru mengenai Yesus. Naturalisme menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada
dalam alam semesta ini dapat dijelaskan berdasarakan keseluruhan dari kejadian alamiah yang
terjadi berdasarkan hukum-hukum alam yang seragam. Hal yang adikodrati atau supranatural
tidak dapat mengganggu hal yang kodrati (kekuasaan, kemampuan alami manusia). 115

K. DAMPAK DARI TEOLOGI KONTEMPORER TERHADAP KEMAMPUAN


BERTEOLOGI
Dunia di mana manusia berada, secara khusus dalam dunia ilmu pengetahuan atau akademis,
dunia agama, biasanya memunculkan semacam deklarasi penjualan ide manusia yang dapat
mempengaruhi banyak orang. Termasuk juga memberi dampak tersendiri bagi gereja dalam
berteologi dan bermisi. Di mana dunia kontemporer telah menggantikan agama dengan budaya
dan filsafat, maka rasio manusia ditempatakan di atas apa kata Kitab Suci. Ada suatu prioritas
yang tajam yang dibangun diantara Allah dan dunia sehingga mengakibatkan adanya juga
polaritas di antara Kristus dan budaya, teks dan konteks, universal dan partikular (membuatnya
lebih spesifik). Sebagian besar teologi kontemporer menolak inspirasi Alkitab karena
menganggap Alkitab itu sama dengan Kitab agama lain. Alkitab bersifat relatif, dan tidak
dihargai sebagai firman Allah, serta menolak Yesus Kristus adalah Allah juruselamat manusia

115
Groothuis, Jesus in an Age of Controversy, 27.

53
yang percaya kepada-Nya. Meskipun demikian, yang jelas Yesus Kristus adalah pusat
pemberitaan gereja atau teologi Kristen bagi dunia ini.

Agama dan filsafat merupakan super struktur, yaitu refleksi dari suatu struktur dasar yang
terdapat dalam masyarakat dan ekonomi. Agama hanya dipakai untuk menstabilkan struktur
tersebut. Teologi kontemporer benar-benar dikuasai oleh semngat berpikir filosofis dan
pendekataan teks Kitab yang historis kritis. Bahkan adanya semangat pluarlis bahwa tidak ada
yang dapat diklaim sebagai kebenaran tunggal dalam era ini. Oleh sebab itu, jelas Tuhan
ingatkan kita agar hati-hati dan bijaksana dengan berbagai filasafat atau ajaran-ajaran manusia.
“Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan
palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus.”
(Kolose 2: 8).

Istilah teologi yang artinya begitu khas dalam Kekristenan, seoalah-olah dikaburkan oleh
beragam teologi kontemporer. Hal-hal spiritual, adikodrati, mujizat yang dilakukan oleh Tuhan
Yesus tidak diterima oleh kalangan teologi Kontemporer karena dianggap sebagai mitos atau
fiktif. Bahkan masih ada hal-hal Alkitabiah lainnya yang dipersoalkan oleh para tokoh teologi
kontemporer. Namun yang jelas sebagai orang Kristen sejati, imannya tidak akan tergoyahkan
oleh tantangan teologi kontemporer, baik dalam bergereja, melayani, maupun dalam berteologi
karena acuan dasarnya adalah Firman Allah dan bukan filsafat, budaya agama atau yang
lainnya dari gagasan pemikiran manusia.

54
DAFTAR PUSTAKA

Alkitab. Jakarta : LAI. 2001.


Barth, Karl. Church Dogmatics, vol. 3, ed, by G.W Bromiley & T.F Torance, Edinburg:
T&T Clark, 1958.
Barr, James. Fundamentalisme, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
Brunner, Emil, McGrath, Alister E, : A Reappraisal, West Sussex: Wiley Blackwell, 2014.
Conn, H.M. Teologia Kontemporer, Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1996.
Chandler, Russel. Understanding The New Age, Grand Rapids, Michigan:
Zonndervant Publisher House, 1993.
Cotterell, Peter. Prosperity Theology, Leicester: Religious and Theological Studies
Fellowship, 1993.
David L. A Handbook of Contemporary Theology,Grand Rapids, Michigan: Baker
Books, 1992.
Erickson, Millard J. Pandangan Kontemporer Dalam Eskatologi, Malang:
Literatur SAAT, 2009.
Frommel, Marie C.B. Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2003.
Funk, Robert. The Gospel of Mark. Red Letter Edition, Sonoma, CA: Polebridge Press, 1991.
Fosdick, H.E. The Living of These Days, New York: Harper & Brothers, 1956.
Fosdick. What is Vital in Christian Religion, New York: Harper & Brother, 1995, 86-88,
Adventurous Religion, New York: Harper & Brother, 1926.
Gamble, Sarah. Feminisme dan Postfeminisme, Yogyakarta: Jalasutra, 2010.
Groothuis, Douglas R. Membuka Topeng Gerakan Zaman Baru, Jakarta: Lembaga Reformed
Injili Indonesia, 1996.
Groothuis, Douglas. Jesus in an Age of Controversy, Jakarta: Verbum Dei Books, 2007.
Geogan, Geoffrey.“Liberation and Prosperity Theologies,” Scottish Bulletin of Evangelical
Theology Vol, 9 No, 22 1991.
Halim, Andi. Teologi Keberhasilan dan Kemakmuran, Jurnal Pelita Zaman Vo, 6 No, 1:
1991.
Herlianto. Teologi Sukses, Antara Allah dan Mamon, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.
Johnson, William, S. The Mystery of God: Karl Barth and the Postmodern Foundations of
Theology Columbia Series in Reformed Theology,Westminster: John Knox, 1997.
James, Jonathan D. Gerakan Penipuan di Akhir Zaman, Bandung: Lembaga Literatur Baptis,
55
1997.
Klooster, Freed H. The Significance of Barth’s Theology, Grand Rapids: Baker Book Ho,
1961.
Kopeland, K. The Laws of Prosperity, Fort Worth: TX 1974 and Oral Roberts, The Miracle
of Seed-Faith Tulsa Ok, 1970.
Kassian, Marry A. The Feminist Mistake, Wheaton, Illions: Crossway Books, 1992.
Lere, Dawa, M.F. Contemporale et Creativa, Malang: Media Nusa Creative, 2016.
Linnemann, Eta. Teologi Kontemporer. Ilmu Atau Praduga? Batu: Institut Injil Indonesia,
1991.
Lutzer, Erwin W. Teologi Kontemporer, Berbeda Namun Satu Tubuh, Malang: Gandum Mas,
2005.
Lowy, Michael. Teologi Pembebasan, Yogyakarta: INSIST Press, 2003.
Lowy, Michael. Teologi Pembebasan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Melntire, C.T. “Fundamentalism,” Evangelical Dictionary of Theology, ed. By. Walter A.
Elwell, Grand Rapids: Baker Book House, 1984.
Marsden, G.M. Fundamentalism and American Culture, Oxford: Oxford University Press,
1980.
Moltmann, Jurgen. Theology of Hope : On the Ground and the Implications of a Christian
Theology, New York: Harper & Row, 1967.
Moreland, J.P and Wilkins, M.J. gen, ed, Jesus Under Fire, (Grand Rapids : Zondervan
Published House, 1995.
Ndoen, David. Gerakan Zaman Baru. Ditinjau Dari Sudut Pandang Iman Kristen (Makalah),
Batu: GKT Mojokerto, 2004.
Ndoen, Steffen Y. Apa Itu Teologi Feminisme?Makalah, Lawang : STT Aletheia, 2015.
Pohl, Christine D dan Creegan N.H. Perempuan Di Perbatasan (Pergulatan Evangelikalisme
dan Feminisme), Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010.
Rowland, Christoper. ed. Liberation Theology, 2nd edition Cambridge: Cambridge
University Press, 2007.
Rajagukguk, Nimrot. Apa Itu Teologi Kontemporer, Malang: STTPA, 2018.
Schweitzer, Albert. The Quest of the Historical Jesus: A Critical Study of its Progress from
Reimarus to Wrede, Great Britain: A & A Black, 1910.
Tan, Peter. Hukum-Hukum Kemakmuran, Jakarta: Yayasan Eternal Glory, 1993.
Vitz, Paul C. Psychology as Religion, Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans
Publishing Company, 1994.
56
Van Voorst, Robert E. Jesus Outside the New Testament: An Introduction to the Ancient
Evidence, Grand Rapids: WmB Eerdmans, 2000.

57
58
59

Anda mungkin juga menyukai