2
menarik tetapi juga efektif. Efektif yang dimaksud adalah umat
tertarik untuk terus mendengarkan khotbah yang sedang
disampaikan, umat mampu menangkap pesan firman Tuhan yang
disampaikan hingga membawa perubahan dalam kehidupan umat.
Perkembangan itu melahirkan beragam bentuk khotbah mulai dari
khotbah tekstual, topikal, tekstual-topikal, ekspositori, deduktif,
induktif dan semiinduktif serta yang pada awal 1980an menjadi
gerakan paling popular di dunia homiletik kontemporer yaitu
khotbah naratif.3
3
aplikasi seperti itu bukan memperkuat, melainkan justru
memperlemah sebuah pesan.4
4 Kata Pengantar dari Andar Ismail untuk Nico ter Linden, Cerita Itu
Berlanjut (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008).
5 Andar menyebutnya khotbah yang menggurui.
6 Marc Gellman, Does God Have a Big Toe? Stories about Stories in
the Bible (New York: HarperCollins, 1989), hal. vi.
4
Apakah memang bercerita merupakan cara yang efektif dalam
menyampaikan cerita firman Tuhan? Apakah hanya firman Tuhan
dalam bentuk cerita saja kah yang dapat disampaikan melalui
storytelling?
5
Konon penyampaian pesan melalui storytelling telah
dilakukan oleh manusia sejak dahulu, sejak bahasa dan kata-kata
ada. Mereka bercerita melalui gambar-gambar, tanda-tanda dan
bunyi-bunyian. Mereka membuat gambar-gambar di dinding gua,
batu dan kayu. Beberapa cerita juga disampaikan melalui musik,
suara dan ritme.8
Indonesia pun mengenal tradisi storytelling sudah sejak
lama. Buktinya, sejak dahulu di desa-desa biasanya ada gedung
khusus yang dikenal sebagai pendopo di Jawa, baileu di Ambon
atau sopo godang di Tapanuli. Selain digunakan untuk
mengadakan rapat atau pertemuan, gedung tersebut juga dipakai
sebagai tempat bercerita.9 Jadi menyampaikan pesan dengan
storytelling sudah tidak asing lagi di Indonesia. Hal inilah yang
akan penulis manfaatkan untuk menjadi sarana dalam
menyampaikan pesan firman Tuhan, yaitu Preaching with
Storytelling.
6
O’Donohue mengemukakan “apa saja mungkin dalam
dongeng, segala kemungkinan ada dalam dongeng, semua pintu
terbuka untuk dimasuki. Dan anak-anak mengalami semua itu di
dalam hatinya. Dongeng memberi tempat bagi kerinduan mereka
untuk menjadi liar dan mengembara ke tempat-tempat terlarang
dalam hidup sehari-hari.”10
Cerita, apapun itu bentuknya (legenda, mitos, dongeng,
fabel, dll), harusnya membawa para pendengarnya kepada keliaran
imajinasi. Imajinasi yang berkeliaran dalam cerita tersebut
kemudian menyatu dengan cerita kehidupan sang pendengar
sehingga akhirnya mengkristalkan keseluruhan makna
pengalaman, yang dengan mendengarkan dan mendengarkannya
lagi dan lagi, menyiram jiwa kita dengan pesannya yang
menguatkan.11
Namun demikian, yang menjadi masalah dalam
menceritakan pesan firman Tuhan adalah bagaimana
7
menjembatani pesan firman Tuhan yang telah berlalu ribuan tahun
tersebut dengan kisah hidup pendengar masa kini? Penulis dalam
menjawab permasalahan tersebut membuat suatu plot cerita yang
dapat membantu pengkhotbah dalam menceritakan pesan firman
Tuhan yang efektif,12 dan melibatkan ke dua dunia (dunia Alkitab
dan dunia masa kini) dalam cerita itu. Plot tersebut merupakan
hasil dari analisis penulis terhadap buku Seri Selamat (Andar
Ismail).