Anda di halaman 1dari 13

DESKRIPSI TENTANG

POSISI TEOLOGI DAN PEMAHAMAN AJARAN TEOLOGI


GEREJA GPDI YANG DIJADIKAN SEBAGAI LANDASAN PAK
Oleh Pilipus M. Kopeuw
Nim – 1923.01.0002 (Semester III)

TEOLOGI PRAKSIS PENTAKOSTA, PEMAHAMAN SEBAGAI LANDASAN PAK

Mata Kuliah Fondasi dan Filsafat Pendidikan Kristen


Dosen Pengampu - Dr. Johanna Pinontoan Setlihgt, M.Th
Program Pascasarjana Program Studi Doktor PAK
Pertemuan ke-2, Kamis, 27 Mei 2021 – Jam 14.30 – 16.30 witeng

A. PENDAHULUAN

Deskripsi tentang posisi teologi dan pemahaman ajaran teologi gereja GPdI yamg dijadikan
sebagai landasan PAK. Apakah tema-tema Biblies ini menjadi posisi teologis di gereja (GPdI)? Untuk itu
perlu diketahui something point yang ditemukan dalam gereja GPdI yang sampai saat ini masih diajarkan
di gereja sebagai fondasi PAK, dan bagaimana hubungannya dengan Landasan FIlosofis.
Menurut Putrawan (2017) gerakan Pantekosta tidak merasa bahwa mereka telah menciptakan
suatu doktrin (teologi) atau standar yang baru. Dengan mengkhotbahkan 'Injil Sepenuh', mereka merasa
bahwa mereka hanya menekankan kembali ajaran lama yang sudah ada. Seperti, Alkitab diyakini sebagai
Firman Allah, Allah yang Benar dan Hidup, Keselamatan, Baptisan Selam, Bahasa lidah, perjamuan
kudus, kesucian hidup dan perilaku secara menyeluruh, kesembuhan Ilahi, eskatologis, gereja bukan
hanya merupakan suatu perkumpulan melainkan sebuah persekutuan yang lahir dari Allah, dan Ibadah
dan liturgi.
Menurut Pendeta Jhon Weol (2014), yang adalah Ketua Majelis Pusat GPdI (Ketua Sinode) dan
juga Ketua STTPJ dalam pidato ilmiah dalam rangka wisuda STT Pentakosta Jakarta, mengatakan bahwa
Perkembangan Teologi Pantekosta di Indonesia menjadi sebuah fenomena di kalangan gereja
belakangan ini. Berbagai pihak mencoba untuk mendapatkan jawaban dari semuanya ini melalui diskusi-
diskusi non formal. Menurut para peneliti, bahwa tidak mudah untuk mengenal ciri khas teologi aliran
Pantekosta karena sejak kelahirannya ada banyak pokok teologis yang ditekan oleh para pelopor
gerakan ini untuk mencirikan identitasnya.
Pdt. DR. M.D. Wakkary dalam makalahnya yang berjudul “Adakah suatu Teologi Pentakosta?
(2020)” Tahun-tahun ketika ia masih menjabat Ketua Umum PGPI, beberapa kali hadir dalam pertemuan
Pantekosta-Internasional dan juga di Pentecostal World Conference. Dalam banyak pertemuan gerakan
Pentakosta tersebut tidak pernah diciptakan suatu jenis teologi Pentakosta. Namun dalam
pengamatannya, bahwa semua gereja-gereja aliran Pentakosta atau Kharismatik memiliki teologi yang
bertajuk: Back to the Bible.Kembali kepada ajaran murni Alkitab. Ajaran tentang Tuhan Yesus Kristus
satu-satunya Penyelamat umat manusia, Pembaptis dengan Roh Kudus, Penyembuh segala penyakit dan
yang akan datang kembali sebagai Raja di atas segala raja dan Tuhan atas segala tuan.
Dalam Wikipedia juga dijelaskan tentang teologi pentakosta, bahwa secara teologis, kebanyakan
denominasi Pentakosta tergabung dalam evangelikalisme, artinya mereka menekankan bahwa Alkitab
itu sepenuhnya dapat dipercaya, hingga pada tingkat ineransi (tidak mengandung kesalahan) dan orang
harus bertobat dan percaya kepada Yesus. Orang Pentakosta berbeda dengan orang Fundamentalis
karena mereka lebih menekankan pengalaman rohani pribadi.

1
Orang Pentakosta memiliki pandangan dunia yang trans-rasional. Meskipun mereka sangat
memperhatikan ortodoksi (keyakinan yang benar), mereka juga menekankan ortopati (perasaan yang
benar) dan ortopraksis (refleksi atau tindakan yang benar). Penalaran dihargai sebagai bukti kebenaran
yang sahih, tetapi orang-orang Pentakosta tidak membatasi kebenaran hanya pada ranah nalar.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas ini, saya juga mengalami kesulitan dan menjelaskan
teologi khusus dari gereja GPdI, sebab untuk sepertinya gereja GPdI juga hanya meneruskan
pemahaman teologi pentakostalisme yang sudah dibangun sejak berdirinya. Namun dalam
kenyataannya, ada empat pokok utama Teologi Pentakostalisme yang kemudian oleh pemimpin pusat
gereja GPdI telah dijabarkan menjadi 17 Doktrin seperti yang tertuang dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Pembahasan berikut tentang empat teologi utama pentakosta dan
satu tambahan tentang teologi ibadah.

B. TEOLOGI PENTAKOSTA

1. Teologi Keselamatan.
Keselamatan yaitu pengalaman lahir baru yang mencakup dua aspek, yaitu a) Pembenaran oleh
iman dan anugerah Allah (diajarkan oleh Martin Luther). dan b) Penyucian atau pengudusan oleh karya
Roh Kudus (diajarkan oleh John Wesley).
Ajaran tentang keselamatan ini sebenarnya cukup luas. Dalam bagian ini penekanan diberikan
pada pembenaran yang diterima oleh iman kepada anugerah Allah dalam Yesus Kristus, seperti yang
diperjuangkan Martin Luther: Sola Fide, Sola Gratia, Sola Scriptura. Kemudian tentang penyucian hidup
yang diutamakan oleh John Wesley.

Langkah-langkah untuk menerima keselamatan:

1.1. Pertobatan.
Seorang berdosa harus bertobat (berpaling) kepada Allah setelah menyadari dirinya berdosa.
Pertobatan (metanoia) yaitu perubahan pikiran (yang dimulai dari dalam) yang dilanjutkan dengan
perubahan yang nampak di luar (epistrophe). Pertobatan ini terlihat dalam perumpamaan Anak yang
hilang dalam Lukas 15:11-24. Ia menyadari keadaannya (ayat 17). Aku akan bangkit dan pergi kepada
bapa (ayat 18,19). Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya (ayat 20). Menginsyafi dosa dan
bertobat adalah karya Roh Kudus (Yohanes 16:8; Kisah 5:31,32; I Tesalonika 1:9,10).

1.2. Iman yang menyelamatkan.


Dalam pengalaman keselamatan bertobat dan iman kepada Kristus tidak dapat dipisahkan.
Keduanya muncul sekaligus. Iman dan pertobatan mendahului pengampunan dosa (Kisah 5:31;
10:43; 13:39). Iman adalah sarana anugerah keselamatan Allah di dalam Kristus. “Sebab karena kasih
karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan
hasil pekerjaanmu; jangan ada orang yang memegahkan diri.” (Efesus 2:8,9).

1.3. Pembenaran.
Sebagai akibat dari pertobatan dan iman kepada Kristus dan karyaNya maka orang tersebut
mengalami pembenaran (justification) dan pengampunan dosa (Roma 3:24; 4:25; 5:1). Dalam status
yang dibaharui karena dibenarkan itu ia mengalami kelahiran baru atau diperanakan kembali
(Yohanes 3:3,5,7). Kelahiran baru (regenerasi) mencakup perubahan hidup secara radikal sehingga
disebut sebagai ciptaan baru (II Korintus 5:17; Galatia 6;15). Pembenaran dan kelahiran baru yang
terjadi karena iman di dalam darah Yesus Kristus ini dikerjakan oleh Roh Kudus (Titus 3:5-7; I Petrus

2
1:18,19; I Korintus 12:3). Pembenaran ini terjadi pada saat orang berdosa percaya kepada Yesus
(Yohanes 1:12). Ia dipanggil keluar dari kegelapan untuk memiliki terang dan menjadi kepunyaan
Allah (I Petrus 2:9,10). Ia dipindahkan dari maut ke dalam hidup kekal (Yohanes 5:24).
1.4. Penyucian hidup.
Kelahiran baru itu akan menghasilkan penyucian hidup (sanctification) yang dikerjakan oleh
Firman Allah dan Roh Kudus. Penyucian hidup yang menunjuk pada perubahan kualitas ini
merupakan suatu proses yang berlangsung terus menerus (Efesus 4: 23,24; Kolose 3:9,10). Peranan
Firman Allah (Mazmur 119:9-11; I Petrus 1:23) dan pimpinan Roh Kudus (Roma 8:14,15; Galatia
5:16,17) sangat penting dalam proses penyucian hidup menuju kepada kesempurnaan untuk menjadi
seperti Yesus (Roma 8:29; Filipi 3:12-14). Di sini perlu diajarkan pentingnya perbuatan baik dalam
kehidupan Kristen. Memang kita telah diselamatkan oleh iman dan bukan oleh perbuatan baik,
namun setelah diselamatkan kita harus berbuat baik karena itu merupakan kehendak Allah dan
untuk memuliakan nama Bapa (Efesus 2:9; Matius 5:16; Yakobus 2:17,22). Berbuat baik artinya
melakukan kehendak Allah sesuai FirmanNya (Matius 7:21-23; Roma 12:2; I Yohanes 2:15-17).
Perbuatan baik akan mendatangkan upah (Wahyu 14:13; 22:12).

1.5. Kerjakan keselamatan.


Dalam Filipi 2:12 disebutkan “… karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut
dan gentar…” Mengerjakan keselamatan berarti memelihara keselamatan yang adalah anugerah
Allah, yang diterima dengan iman kepada Kristus. Hal ini jangan dipakai sebagaidalih untuk
pembelaan kelemahan kita, sehingga muncul pemahaman yang salah bahwa keselamatan adalah
anugerah, sekali selamat tetap selamat, biarpun hidup kita amburadul (semaunya sendiri). Karena
keselamatan itu dapat terlepas dan hilang. Mengapa bisa terjadi? Coba renungkanlah Keluaran 32:32;
Mazmur 69:29; Wahyu 3:5. Orang percaya yang telah dibenarkan (justification) dipanggil untuk
memenuhi proses penyucian (sanctification). Karena setelah dimerdekakan dari dosa harus menjadi
hamba Allah, beroleh buah yang membawa kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah
hidup yang kekal (Roma 6:22). Lagi pula keselamatan yang kita miliki sekarang harus menjadi
dorongan untuk memperoleh seluruhnya (Efesus 1:14; Filipi 3:20,21).

1.6. Yesus Kristus Juruselamat manusia dan dunia.


Ketika Dia lahir malaekat memberitakan bahwa ada kesukaan besar bagi seluruh bangsa,
karena telah lahir Juruselamat (Lukas 2:10,11). Nama Yesus mempunyai arti Dia yang akan
menyelamatkan umatNya dari dosa (Matius 1:21). Yohanes 3:16 yang disebut intisari Alkitab
menunjuk Yesus sebagai Juruselamat dunia, menggenapi janji induk Allah kepada manusia dalam
Kejadian 3:15. Yohanes Pembaptis juga memberi kesaksian bahwa Yesus Anak Domba Allah yang
menghapus dosa dunia (Yohanes 1:29). Bahkan orang banyak mengakui bahwa Yesus benar-benar
Juruselamat dunia (Yohanes 4:42). Bahkan Yesus sendiri telah berkata: “Akulah jalan dan kebenaran
dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6).

2. Teologi Baptisan Roh Kudus

Baptisan Roh Kudus sebagai pengalaman rohani kedua setelah lahir baru. Orang percaya akan
menerima Roh Kudus yang akan memimpinnya untuk mencapai kesucian hidup (diajarkan oleh Wesley).
Orang percaya dilengkapi dengan kuasa Roh Kudus untuk menjadi saksi dan melayani (diajarkan oleh
Charles Finney). Ajaran Pentakosta menekankan tentang tanda atau bukti awal dari orang percaya yang
dibaptiskan dengan Roh Kudus yaitu berkata-kata dengan bahasa Roh (Bahasa lidah) sebagaimana
diilhamkan oleh Roh Kudus.

3
Ajaran Baptisan Roh Kudus ini paling ditekankan dibanding ajaran yang lain. Atau ada yang
memahami bahwa ajaran Pentakosta itu hanyalah Baptisan Roh yang dikaitkan dengan bahasa Roh.
Meskipun begitu akan diberikan beberapa catatan penting.

2.1. Pengalaman rohani setelah kelahiran baru.


Baptisan Roh Kudus sebagai pengalaman rohani yang berbeda dengan kelahiran baru. Dalam
ajaran Wesley pengalaman pertobatan berbeda dengan pengalaman penyucian, yaitu bila orang
percaya mau menyerahkan diri sepenuhnya dan mengijinkan Roh Kudus memimpin hidupnya. Inilah
yang disebutnya sebagai berkat kedua. Charles Finney juga mengajarkan tentang baptisan Roh Kudus
sebagai pengalaman setelah pertobatan, yaitu tatkala orang percaya dilengkapi dengan kuasa untuk
bersaksi dan melayani. Demikianlah ajaran Pentakosta membedakan antara pengalaman pertobatan
(kelahiran baru) dengan pengalaman baptisan Roh Kudus. Ajaran ini didasarkan atas beberapa
peristiwa penerimaan Roh Kudus yang disaksian kitab Kisah Para Rasul pasal 2 (di Yerusalem), pasal 8
(di Samaria), pasal 9 (di Damsyik), pasal 10 (di Kaisarea), pasal 19 (di Efesus). Di mana nampak jelas
mereka yang menerima Roh Kudus adalah mereka yang telah lahir baru (bertobat, percaya dan
dibaptis). Khususnya peristiwa di Yerusalem dan Samaria, pengalaman baptisan Roh Kudus sebagai
pengalaman rohani kedua. Sedangkan peristiwa di Damsyik, Kaisarea dan Efesus pengalaman
kelahiran baru (termasuk dibaptis) dapat dikatakan terjadi pada waktu yang relatif bersamaan. Dalam
ajaran Protestan penerimaan Roh Kudus dan pertobatan (kelahiran baru) terjadi secara bersamaan
pada saat baptisan. Dasar ajaran ini yaitu peristiwa baptisan Yesus (Matius 3:16,17) dan Kisah 2:38 “…
bertobatlah…dibaptis… maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.” Kalaupun mereka berbicara
tentang baptisan Roh yang dimaksud yaitu penyatuan (inkorporasi) ke dalam tubuh Kristus (gereja),
berdasarkan I Korintus 12:13). Dalam Pengakuan Iman dikatakan bahwa baptisan Roh Kudus adalah
karunia Tuhan untuk semua orang yang telah disucikan hatinya, artinya telah mengalami kelahiran
baru.

2.2. Tanda awal baptisan Roh Kudus adalah berkata-kata dengan bahasa Roh sebagaimana
diilhamkan
oleh Roh Kudus.
Pernyataan tersebut tertuang dalam Pengakuan Iman Gereja. Di mana saja manifestasi
berbahasa Roh muncul di dalam Kisah Para Rasul selalu dalam (atau dihubungkan dengan) peristiwa
baptisan Roh. Bahasa Roh yang bersumber atau diberikan oleh Roh itu sendiri.“ Maka penuhlah
mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain seperti yang
diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya. ” (Kisah 2:4). Karena itu bahasa Roh
tidak dapat dipelajari, diajarkan, dihafalkan atau diformulakan oleh siapapun. Sehingga tidak terjadi
ekses. Di samping itu jangan berhenti hanya pada tanda awal, harus ada tanda berikutnya. Karena itu
perlu pemahaman yang mendalam dan penekanan yang benar. Bagi Wesley dan kelompok Injili
tanda baptisan Roh Kudus yaitu buah Roh yang dikeluarkan oleh orang itu, seperti yang tertulis
dalam Galatia 5:22,23.

2.3. Tujuan baptisan Roh Kudus.


Sesungguhnya tujuan baptisan Roh Kudus yaitu untuk memberdayakan orang percaya untuk
menjadi saksi dan untuk pelayanan. Hal ini sangat penting, itulah sebabnya sebelum Yesus naik ke
surga Ia memerintahkan: ”…kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan
kekuasaan dari tempat tinggi.” (Lukas 24:49). “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus
turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria
dan sampai ke ujung bumi.” (Kisah1:8). Menarik untuk menyimak kesaksian Rasul Paulus tentang

4
pelayanannya. “Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata
hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan
bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.” (I Korintus 2:4,5). Tujuan baptisan
Roh Kudus bukan untuk merasa lebih rohani dari yang lain atau menjadi sombong rohani. Sebaliknya
Roh Kudus menolongnya untuk tetap rendah hati dan Yesus yang dipermuliakan dan menjadi pusat
kesaksiannya (Yohanes 16:13,14). Sekali lagi tujuan atau maksud baptisan Roh adalah pemberdayaan
orang percaya untuk suatu pelayanan, dan juga memberi daya (kekuatan, keberanian) kepada
pelayan Tuhan (orang yang melayani) untuk bertahan dalam penderitaan dan kesulitan akibat
pelayanannya itu.

2.4. Bagaimana supaya dibaptis dengan Roh Kudus?


Sesungguhnya baptisan Roh Kudus adalah karunia Allah untuk semua orang yang percaya
Yesus, mereka yang telah disucikan hatinya (Yohanes 7:39; Kisah 2:38). Tetapi ia juga harus
mempunyai kerinduan atau kesadaran akan kebutuhannya, datang dengan percaya bahwa Yesus
Pembaptis dengan Roh Kudus serta datang dengan kerendahan hati (Yohanes 7:37,38). Janji dibaptis
dengan Roh Kudus tidak hanya bagi anggota gereja Pentakosta, tetapi untuk semua orang yang
percaya Yesus. Roh Kudus dalam zaman Perjanjian Baru tidak dibatasi untuk orang tertentu seperti
dalam zaman Perjanjian Lama.

2.5. Dipenuhi Roh Kudus terus menerus.


Setelah orang percaya dipenuhi Roh Kudus untuk pertama kalinya, yang disebut dibaptis
dengan Roh Kudus, maka ia dapat mengalami kepenuhan Roh Kudus berulang-ulang. Bandingkan
murid-murid di Yerusalem dalam Kisah 2:1-4 dengan Kisah 4:31. Mereka adalah jemaat yang sama.
Karena mereka memang harus dipenuhi Roh Kudus terus menerus, tidak hanya satu kali saja. Supaya
dari hati dan kehidupan mereka mengalir aliran air (sungai) hidup bagi orang lain (Yohanes 7:38).
Rasul Petrus dan Yohanes juga mengalami kepenuhan Roh berulang kali. Demikian pula rasul Paulus
(Kisah 9:17; 13:9). Itulah sebabnya Paulus menulis dalam Efesus 5:17-18 menasehati jemaat di Efesus
untuk “… mengerti kehendak Allah… dan hendaklah kamu penuh dengan Roh…” Di sini Paulus tidak
menggunakan Aorist Imperative yang hanya terjadi satu kali saja, tetapi Present Imperative yang
menunjukkan sesuatu yang terjadi terus menerus. Hendaklah kamu penuh Roh terusmenerus. Jangan
kita hanya merayakan suatu pengalaman dari masa lampau, tetapi hendaklah kita berjalan terus
dalam kuasa Roh Kudus. Yang penting bukan apakah anda pernah (telah) dibaptis dengan Roh,
melainkan apakah anda tetap penuh dengan kuasa Roh, dipimpin oleh Roh. Supaya kita memulai
pelayanan dengan Roh dan tidak mengakhirinya dengan daging (bandingkan Galatia 3:3).

2.6. Yesus Kristus Pembaptis dengan Roh Kudus.


Ketika Yesus dibaptiskan, Yohanes memberi kesaksian: ”…Dia yang mengutus aku untuk
membaptis dengan air, telah berfirman kepadaku: Jikalau engkau melihat Roh itu turun ke atas
seseorang dan tinggal di atasNya, Dialah itu yang akan membaptis dengan Roh Kudus…” (Yohanes
1:32-34). Sebelum naik ke surga Yesus berkata: ”…sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak
lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus…” (Kisah 1:4,5). Jadi Yesus bukan hanya Tuhan dan
Juruselamat, tetapi ia juga adalah Pembaptis dengan Roh Kudus. Karena itu bukan para rasul atau
hamba Tuhan yang membaptis orang percaya dengan Roh, tetapi Yesus sendiri. Mereka hanyalah alat
di dalam Tuhan. Dalam Kisah Para Rasul kita temukan cara orang percaya yang menerima Roh Kudus
melalui penumpangan tangan para rasul (Kisah 8:17; 9:17; 19:6). Namun ada juga peristiwa dipenuhi
Roh tanpa penumpangan tangan (Kisah 2:1-4; 4:31; 10:44-46). Namun yang pasti orang percaya

5
menerima Roh Kudus pada saat berdoa (Kisah 2). Dapat dikatakan bahwa pemberian karunia
baptisan Roh ini adalah kedaulatan Roh Kudus kepada orang percaya.

3. Teologi Kesembuhan Ilhahi

Kesembuhan Ilahi yang dapat dialami orang percaya karena bilur Kristus (diajarkan oleh Charles
Cultis, A. J. Gordon; A. B. Simpson, dan John Alexander Dowie). Bagi gerakan Pentakosta tema
Kesembuhan Ilahi ini dikotbahkan dan dipraktekkan dalam pelayanan sebagai bagian dari kebenaran
yang penting dalam berita “Injil Sepenuh.”

3.1. Dasar Alkitab untuk Kesembuhan Ilahi


a) Perjanjian Allah untuk umatNya (Keluaran 15:26). b) Penebusan Kirstus membawa
kesembuhan, seperti halnya dosa manusia membawa penyakit (Yesaya 53: 5-9; I Petrus 2:22-25). Oleh
bilur-bilurNya kamu telah sembuh. c) Pelayanan Yesus disertai Kesembuhan Ilahi (Matius 12:15; 14:36;
Lukas 4:40; 6:19; Kisah 10:38). d) Kesembuhan Ilahi adalah Perintah Yesus (Markus 16: 15-18). e) Gereja
mula-mula mempraktekkan pelayanan Kesembuhan Ilahi. Petrus dan Yohanes menyembuhkan seorang
lumpuh dari lahirnya, sehingga Yerusalem gempar dan banyak orang percaya Yesus (Kisah pasal 3 dan 4).

3.2. Maksud dari Kesembuhan Ilahi


a) Untuk melepaskan manusia dari penderitaan (kesengsaraan). Dalam pelayanan Yesus kita
baca bahwa tergeraklah hatiNya oleh belas kasihan, lalu Ia menyembuhkan orang banyak (Matius
9:35,36). b) Untuk membuktikan bahwa Yesus adalah Anak Allah yg berkuasa (Yoh 10:36-38). c)
Untuk kemuliaan Allah (Markus 2:11,12; Yohanes 11: 4). d) Untuk membangun iman yang mulai
goyah, membangkitkan iman yang mulai mati (Kisah 3:7-10, 16).

3.3. Langkah menerima Kesembuhan Ilahi


a) Mengetahui dengan yakin bahwa zaman mujizat belum berlalu dan kesembuhan Ilahi
adalah bagian dari pelayanan (pekerjaan) Tuhan Yesus pada hari ini. Tuhan Yesus tidak berubah
(Ibrani 13;8). b) Mengetahui janji-janji Allah dalam Alkitab tentang kesembuhan Ilahi dan yakin
bahwajanji itu untuk dirimu (Keluaran 15:26; Mazmur 193:3). c) Mengerti dan percaya bahwa Tuhan
menghendaki supaya engkau sehat. Hanyasetanlah yang menghendaki engkau sakit dan menderita
(III Yohanes 1:3). d) Yakin bahwa keselamatan jiwa dan kesembuhan itu berjalan bersama-sama.
(Markus2:5,11). e) Meminta supaya Tuhan menyembuhkan sesuai dengan perjanjianNya dan
percayasepenuhnya Tuhan akan memberikan ((Yohanes 15:7; I Yohanes 5:14,15).

3.4. Mengapa tidak mengalami Kesembuhan Ilahi?


Ada beberapa kemungkinan sehingga orang tidak mengalami kesembuhan Ilahi dari Kristus,
sang Tabib. Berikut ini sebagai penyebabnya: a) Kurang pengetahuan tentang kehendak Allah hal
kesembuhan Ilahi. b) Tidak percaya akan kesembuhan Ilahi. c) Tidak mau menerima Yesus sebagai
Juruselamat dan Tabib dalam hidupnya. d) Hatinya berpaling kepada dosa dan terikat kepadanya. e)
Kesuaman dalam gereja dan pengajaran yang melemahkan iman. f) Tidak mau mengampuni, tidak
mau berdamai. g) Bimbang, karena hanya melihat penyakitnya dan tidak percaya kepada doa yang
dinaikkan. h) Tidak bertindak sesuai dengan iman. dan i) Tuhan mengijinkan penyakit untuk maksud
(rohani) yang lebih baik. Misalnya kepada Paulus (II Korintus 12:7-10).

6
3.5. Yesus Kristus Tabib yang ajaib.
Yang membedakan Yesus (yang adalah seorang Rabi, guru agama Yahudi) dengan para rabi
yang lain ialah bahwa Yesus mengajar dengan kuasa Allah (Matius 7:28,29). Yesus mengajar lalu
menyembuhkan semua orang sakit dan mengusir setan yang merasuki orang tertentu (Matius 8:14-
17; Lukas 5:15; Kisah 10:38). Yesus mengutus murid-muridNya untuk memberitakan kerajaan surga
dan menyembuhkan orang sakit, mengusir setan. Yesus memberi kuasa kepada mereka (Matius
10:7,8). Dan akhirnya Yesus mati disalib di Golgota untuk menggenapi nubuatan nabi Yesaya: “Dialah
yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.” (Matius 8:17; Yesaya 53:4) dan “Oleh
bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh.” (Yesaya 53:5; I Petrus 2:24). Dengan demikian Yesus menjadi
Tabib kita. Penyembuh bagi orang percaya. Tuhan Yesus tidak berubah. Kasih dan kuasa-Nya juga
tidak berubah (Ibrani 13:8).

4. Teologi Kedatangan Kristus Kedua Kali


Teologi kedatangan Kristus kedua kali yang menganut ajaran Premilenial Dispensasional yaitu
kedatangan Kristus kembali yang terjadi dalam dua tahap (diajarkan oleh Plymouth Brethern, John
Nelson, R. A. Torrey). Sepanjang sejarah gereja ajaran ini tidak terlupakan, walaupun tidak ada masa di
mana eskatologi menjadi pusat pemikiran Kristen yang menonjol.

4.1. Janji kedatangan Kristus kembali merupakan pengharapan Kristen yang penuh kebahagiaan.
Karya Kristus yang dimulai pada kedatanganNya yang pertama itu akan disempurnakan pada
kedatanganNya yang kedua kali. Oleh karena itu ajaran ini merupakan hal yang penting dan sekaligus
menarik (karena belum terjadi, namun diyakini pasti terjadi). Gereja meyakini Kristus akan datang
kembali oleh karena Yesus sendiri mengucapkan janji itu (Yohanes 14:1-3). Malaekat juga
mengatakannya ketika Yesus naik ke surga (Kisah 1:9- 11). Janji tentang kedatangan Kristus yang
pertama telah digenapi secara sempurna, sehingga kita boleh yakin bahwa janji (nubuatan) tentang
kedatanganNya yang kedua pasti digenapi. Karena Allah tidak pernah melalaikan janjiNya (II Petrus
3:9).

4.2. Ajaran Pentakosta tentang kedatangan Kristus kembali menganut paham premilenium.
Ajaran Pentakosta tentang kedatangan Kristus kembali menganut paham premilenium yaitu:
pandangan yang mengajarkan bahwa Yesus akan datang kembali ke dunia secara nyata. Setelah itu Ia
akan memerintah dalam kerajaan seribu tahun damai di bumi ini. Jadi Ia datang sebelum (pre atau
pra) kerajaan seribu tahun (milenium) yang tertulis dalam Wahyu 20:1-6.
Mengenai premilenium ada dua paham yaitu: a) Premilenium klasik (historis), yang
berpendapat bahwa kedatangan Yesus kembali merupakan peristiwa tunggal, yang terjadi
bersamaan dengan pengangkatan gereja. b) Premilenium dispensasional, yang berpendapat bahwa
kedatangan Kristus kembali terjadi dalam dua tahap yakni pengangkatan gereja (rapture atau
parousia) dan penampakan Kristus (revelation atau apocalypse atau epiphany) ketika Kristus datang
secara nyata bersama gerejaNya untuk memerintah di bumi.

4.3. Paham premilenium dispensasional ini berkembang karena adanya teori pengangkatan (rapture).
Gereja diangkat dan tidak memasuki masa tribulasi (aniaya), karena ia mendapat dispensasi.
Yang menjadi persoalan yaitu kapan gereja diangkat, sehingga muncul beberapa teori:
 Pretribulasi: Kristus akan mengangkat orang-orang kdudusNya (rapture), kemudian Ia akan
datang bersama orang-orang kudusNya (revelation) setelah masa antikristus memerintah di
bumi selama tujuh tahun berakhir. Ayat landasannya: I Tesalonika 1:10; 4:13-18; Yohanes 14:1-
3; I Korintus 15:51-58.

7
 Pengangkatan parsial: Hanya orang percaya yang berjaga dan menantikan kedatangan Tuhan
yang akan diangkat pada waktu yang berbeda-beda, sebelum atau selama masa tribulasi. Ayat
landasannya: Matius 24: 40-51; Filipi 3:10-14; Wahyu 2:11; 3:5,10.
 Midtribulasi: Gereja akan diangkat pada pertengahan masa tribulasi yaitu sebelum masa aniaya
besar 3 ½ tahun (great tribulation). Masa pemerintahan antikristus di bumi adalah tujuh tahun,
dan dibagi dalam dua masa. Masa “damai” 3 ½ tahun dana masa aniaya besar 3 ½ tahun. Ayat
landasannya: Daniel 7:9,27; 12:7; Wahyu 11:23; 12:3,6,14; I Tesalonika 4:15,16).
 Posttribulasi: Gereja akan diangkat menjelang akhir masa aniaya besar yaitu pada kedatangan
Kristus tahap kedua. Kata-kata yang berbeda tentang kedatangan Kristus kembali dalam
Perjanjian Baru sebenarnya tidak mengarah kepada tahapan dari kedatangan itu. Ayat
landasannya: Matius 13:24; 24:3-31; Wahyu 3:10; 20:4-6; II Tesalonika 2:8.

4.4. Dalam Pengakuan Iman disebutkan.


Dalam pengakuan Iman disebut bahwa “Tuhan Yesus Kristus akan datang kembali untuk
membangkitkan semua umatNya yang telah mati dan mengangkat semua umatNya yang masih hidup
lalu bersama-sama bertemu dengan Dia di udara, kemudian akan mendirikan kerajaan seribu tahun
di bumi ini.” Pengakuan Iman tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam penjabarannya berikut:
 “Kedatangan Kristus yg kedua kali akan terjadi pada waktu atau saat yg tidak ada seorang pun
mengetahuinya (Matius 24:43,44; Markus 13:32; Kisah 1:7; I Tesalonika 5:2; II Petrus 3:10;
Wahyu 3:3). Oleh karena itu kita menolak usaha-usaha untuk menghitung dan menetapkan saat
kedatangan Yesus. Tanda-tanda kedatanganNya sebagaimana disebutkan dalam Matius 24
hanyalah untuk mengingatkan kita bahwa Kristus pasti datang kembali, dan itu bisa terjadi
setiap saat. Kedatangan Kristus yang kedua tersebut akan terjadi dalam dua tahap. Tahap
pertama adalah pengangkatan gerejaNya dari bumi ini (I Tesalonika 4:13-18). Orang yang
sungguh-sungguh percaya kepada Kristus tidak akan memasuki masa sengsara besar yg akan
terjadi saat itu bersamaan dengan munculnya antikristus (I Tesalonika 5:9-11). Dan tahap kedua
adalah kedatanganNya bersama gerejaNya utk mendirikan kerajaan 1000tahun di bumi yg akan
mencapai puncaknya di dalam pemenuhan kerajaan-Nya yg kekal & mulia (II Petrus 3:13; Wahyu
21:1).”
Dapat disimpulkan bahwa Gereja Pentakosta menolak upaya menghitung dan menetapkan
saat kedatangan Yesus kembali. Ajaran ini menyesatkan, karena Alkitab dengan tegas menyatakan
bahwa tidak seorangpun yang tahu, hanya Bapa sendiri (Matius 24:36; kisah 1:7). Adalah lebih
bertanggung jawab untuk mengajarkan dan menekankan halhal yang diperintahkan Yesus sambil kita
menantikan kedatangan-Nya kedua kali, yakni: bertahan sampai kesudahan dan hidup dalam kasih
(Matius 24:12,13). Memberitakan Injil kepada seluruh bangsa (Matius 24:14). Berjaga-jaga dan
berdoa serta siap sedia (Matius 24:42,44; Lukas 21:34-36). Melakukan tugas yang diberikan tuannya
(Matius 24:46) dan menjalin kebersamaan dan kerjasama di antara para hamba Tuhan (Matius 24:49-
51). Menjaga agar pelita tetap menyala dan tidak kehabisan minyak (Matius 25:1-13).
Mengembangkan dan mengerjakan talenta (modal, potensi) supaya dikatagorikan sebagai hamba
yang baik dan setia (Matius 25:14-30). Giat melakukan pelayanan kasih sebagai wujud kepedulian
bagi yang tersisih dan membutuhkan pertolongan (Matius 25:31-46). Keyakinan yang teguh bahwa
janji kedatangan Kristus kembali pasti digenapi (Matius 24:35; II Petrus 3:8,9; Bilangan 23:19), yang
sekaligus merupakan pengharapan yang penuh bahagia ini tidak membuat kita melepaskan tanggung
jawab untuk masa kini yaitu menjadi garam dan terang dunia (Matius 5:13-16). Gereja harus menjadi
saksi Yesus serta menjadi berkat yang mendatangkan transformasi bagi dunia.

4.5. Yesus Kristus Raja di atas segala raja.

8
Ketika Yesus mengajar tentang akhir zaman, Dia menubuatkan tentang kedatanganNya (Anak
Manusia). “…Anak Manusia akan datang di atas awan-awan di langit dengan segala kekuasaan dan
kemuliaanNya. Dan Ia akan menyuruh keluar malaekat-malaekatNya dengan meniup sangkakala yang
dahsyat bunyinya dan mereka akan mengumpulkan orang-orang pilihanNya dari keempat penjuru
bumi, dari ujung langit yang satu ke ujung langit yang lain…” (Matius 24:30,31). Kemudian setelah
kematian dan kebangkitanNya dari maut, sebelum Yesus naik kesurga Ia memproklamirkan hal yang
sangat penting kepada murid-muridNya: “KepadaKU telah diberikan segala kuasa di surga dan di
bumi.” (Matius 28:18). Hal ini senada dengan Mazmur Kristus yang dinyanyikan rasul Paulus: Itulah
sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya nama di atas segala nama,
supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yg ada di langit dan yg ada di atas bumi dan yg ada di
bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!
(Filipi 2:9-11). Akan tiba saatnya Anak Manusia yang dilihat Daniel dalam visionnya akan mendirikan
kerajaan yang tidak akan musnah (Daniel 7:11-14). KerajaanNya tidak tergoncangkan (Ibrani 12:28).
Yesus Kristus akan datang sebagai Raja di atas segala raja. “Maranatha! Amin. Datanglah Tuhan
Yesus.” (Wahyu 22:20), (Timotius, 2019: 15-25).

5. Teologi Ibadah.
Teologi adalah hasil refleksi sistematis dari kebenaran ajaran Alkitab. Refleksi sistematis
terhadap kebenaran Alkitab mengenai ibadah menghasilkan teologi ibadah. Pemahaman teologi
ibadah mempengaruhi sikap dan cara beribadah sehingga membagi gereja menjadi bermacam-
macam denominasi yang memiliki bentuk atau model ibadah yang berbeda. Ibadah kita
mempengaruhi teologi kita, dan teologi kita juga mempengaruhi ibadah kita, keduanya saling
mempengaruhi. Jikalau ibadah adalah tanggapan terhadap Allah yang muncul dari hati, maka teologi
adalah tanggapan yang muncul dari pikiran. Ibadah dan teologi berjalan bersama-sama. Apabila
ibadah tidak sejalan dengan teologi yang baik, maka ibadah tersebut akan menjadi kurang
mempermuliakan Allah, kurang berkualitas. Ibadah yang tidak didasarkan pada pengenalan dan kasih
kepada Allah bukanlah ibadah yang benar. Sebaliknya, teologi yang tidak memimpin kepada ibadah
akan Allah dalam Kristus adalah teologi yang salah dan berbahaya. Teologi yang benar memiliki fungsi
korektif terhadap ibadah, dan ibadah yang benar adalah dinamika dari teologi. Teologi ibadah yang
akan dipaparkan adalah mengenai makna ibadah, tujuan dan motivasi ibadah dan bentuk atau model
ibadah Manusia beribadah bukan sekedar karena kebutuhan manusia itu sendiri, melainkan karena
Allah pantas menerima pemujaan dari manusia. Sepanjang sejarah umat manusia, hanya ada satu
yang pantas dipuja dan disembah, namanya: Yesus. Orang-orang mempunyai kebutuhan untuk
memuja sesuatu, baik suku yang paling primitive maupun orang-orang kota yang paling modern.
Dalam dirinya ada sesuatu yang berbisik “Aku ingin tahu sesuatu yang tak kuketahui, pasti ada
sesuatu yang lebih besar daripada diriku.” Kebutuhan memuja sesuatu merupakan salah satu
kebutuhan terbesar dalam kehidupan umat manusia. Ibadah adalah suatu dialog merupakan makna
ketiga dari ibadah. Segler mengatakan bahwa di dalam ibadah manusia mengalami Allah dalam suatu
dialog yang sadar. Allah berinisiatif menyatakan wahyu/ FirmanNya, dan manusia merespon melalui
ibadah. Ibadah adalah Berbicara, Mendengar, dan Menanggapi kepada Allah (To Speak, To Listen, To
Respond to God). Ibadah adalah menghadap Allah, ibadah bukan hanya ritual rutin yang harus
dilakukan (faktor eksternal), tetapi juga suatu respon yang keluar dari dalam hati (faktor internal),
yaitu berbicara, mendengar, dan menanggapi Allah.

5.1. Makna Ibadah


Makna ibadah yang pertama berbicara mengenai pengalaman perjumpaan dengan Allah.
Persekutuan, pertemuan, perjumpaan secara sadar dengan Allah melalui AnakNya, Yesus Kristus

9
sangat menggetarkan hati, dan mampu mengubahkan seseorang dari dalam. Mengalami kehadiran
Allah dalam ibadah, memahami betapa besar kasih Allah, semakin mengenal siapakah Allah,
merupakan saat-saat yang sangat berarti. Ibadah bukan sekedar mendengarkan pengkhotbah atau
menyanyikan lagu-lagu rohani, tetapi suatu pengalaman perjumpaan dengan Kristus. Pengalaman
perjumpaan dengan Yesus yang adalah pernyataan kasih Allah, pembuat mujizat, perlu
direaktualisasikan dan ditekankan kembali dalam ibadah Makna kedua dari ibadah adalah
mengembalikan kelayakan kepada Allah.
Manusia beribadah bukan sekedar karena kebutuhan manusia itu sendiri, melainkan karena
Allah pantas menerima pemujaan dari manusia. Sepanjang sejarah umat manusia, hanya ada satu
yang pantas dipuja dan disembah, namanya: Yesus. Orang-orang mempunyai kebutuhan untuk
memuja sesuatu, baik suku yang paling primitive maupun orang-orang kota yang paling modern.
Dalam dirinya ada sesuatu yang berbisik “Aku ingin tahu sesuatu yang tak kuketahui, pasti ada
sesuatu yang lebih besar daripada diriku.” Kebutuhan memuja sesuatu merupakan salah satu
kebutuhan terbesar dalam kehidupan umat manusia. Ibadah adalah suatu dialog merupakan makna
ketiga dari ibadah. Segler mengatakan bahwa di dalam ibadah manusia mengalami Allah dalam suatu
dialog yang sadar. Allah berinisiatif menyatakan wahyu atau FirmanNya, dan manusia merespon
melalui ibadah. Ibadah adalah Berbicara, Mendengar, dan Menanggapi kepada Allah (To Speak, To
Listen, To Respond to God). Ibadah adalah menghadap Allah, ibadah bukan hanya ritual rutin yang
harus dilakukan (faktor eksternal), tetapi juga suatu respon yang keluar dari dalam hati (faktor
internal), yaitu berbicara, mendengar, dan menanggapi Allah.

5.2. Tujuan dan Motivasi


Ibadah Tujuan dari ibadah yang pertama adalah memuliakan Allah. Ibadah yang berpusat
pada Allah seharusnya adalah ibadah dimana Allah dimuliakan, tanpa mengabaikan faktor
manusianya. Tujuan ibadah bukan sekedar menerima berkat dari Allah, tetapi juga memberikan
persembahan kepada Allah. Tujuan ibadah yang kedua adalah memberikan persembahan kepada
Allah. Hal penting dalam ibadah bangsa Israel adalah pemberian. Tiga kali Allah berbicara tentang
hari raya wajib yang harus diadakan oleh umat perjanjianNya, dan dalam ketiganya Allah
memerintahkan supaya “jangan orang menghadap hadirat Tuhan dengan tangan hampa” (Kel.23:15,
34:20, dan Ul.16:16). Tidak ada penyembah yang boleh menghampiri Allah dengan tangan kosong
karena penyembahan dalam Perjanjian Lama melibatkan pengorbanan, persembahan, dan sajian,
serta semuanya harus dibawa sendiri oleh mereka. Pemazmur menyerukan: “Berilah kepada Tuhan
kemuliaan namaNya, bawalah persembahan dan masuklah ke pelataranNya.” (Mazmur 96:8).
Perjanjian Baru juga menekankan pentingnya memberi dalam ibadah, manusia harus memberikan
persembahannya dalam iman yang benar dan ketaatan total, sebagaimana dalam zaman Kain dan
Habil (Ibrani 11:4). Paulus juga mengatakan bahwa kita tidak boleh datang dengan tangan kosong (I
Korintus 16:1-2). Pada intinya, ibadah adalah mempersembahkan seluruh diri kita kepada Allah
(Roma 12:1), seluruh pikiran, perasaan, sikap, dan harta kita. Pemberian luar kita adalah gambaran
dari dedikasi di dalam diri kita. Tujuan ibadah juga untuk merasakan kekudusan Allah. Saat manusia
merasakan kekudusan Allah, maka hati nuraninya akan tersentuh, digerakkan oleh kekudusan Allah
untuk kembali hidup sesuai dengan kekudusan Allah. (To quicken the conscience by the holiness of
God). Tujuan ibadah adalah untuk memandang, merasakan, memahami kekudusanNya. Agar hati
nurani diperbaharui, bertobat, digerakkan untuk hidup kudus, memuliakan Allah yang adalah kudus.
Ibadah yang berkenan kepada Allah lebih dari sekedar melakukan hal-hal yang benar, tetapi
mempersembahkannya “dalam iman” (Ibrani 11:4), “dalam roh” (Yohanes 4:24), dan dalam “hormat
dan gentar” (Ibrani 12:28). Hugh Litcfield mengatakan bahwa hasil ibadah yang terpenting adalah
mengalami kehadiran Allah dan kehidupan yang diubahkan melalui kebenaran Firman Allah yang

10
disampaikan. Yang menentukan suatu perubahan baik atau buruk adalah hasilnya, apakah
membantu jemaat untuk dapat mengalami kehadiran Allah dan diubahkan kehidupannya oleh
penyampaian kebenaran Firman Allah.

5.3. Bentuk dan Model Ibadah


Paul A. Basden memaparkan bahwa Alkitab sendiri tidak mengajarkan adanya satu bentuk
seragam dalam ibadah yang harus dipraktekkan oleh orang-orang Kristen pada masa kini. Permulaan
ibadah dalam Alkitab dilakukan dengan membangun altar dan mempersembahkan korban binatang,
pada masa Musa ditambahkan unsur nyanyian, hari-hari raya, membacakan perjanjian dengan Allah,
pemercikan darah perjanjian kepada umat, persembahan, dan pembangunan kemah suci. Daud
membuat organisasi ibadah bangsa Israel dengan menunjuk imam-imam dan orang-orang Lewi untuk
melayani dalam ibadah di kemah suci, menunjuk mereka menjadi penjaga pintu gerbang, pemain-
pemain musik, dan bendaharabendahara. Pada saat bangsa Israel kemudian melakukan
penyimpangan ibadah, maka Allah mengutus nabi-nabiNya untuk menegur mereka dan
mengembalikan ibadah yang tulus dari hati dan kehidupan yang benar. Dalam Perjanjian Baru-pun
tidak ada perintah untuk keseragaman tata ibadah, bahkan setidaknya ada 3 macam pola ibadah
yang berbeda dalam Perjanjian Baru, yaitu: (1) Dalam gereja mula-mula di Kisah Para Rasul, kita
menemukan bahwa jemaat mula-mula mengutamakan pengajaran para rasul, Perjamuan Kudus,
doa-doa, dan kehidupan bersama; (2) Pada masa surat-surat Paulus yang pertama, kita menemukan
bahwa Paulus mengoreksi – bukan menolak – gejala-gejala karismatik dari jemaat Korintus,
mendorong mereka untuk berbicara dalam bahasa roh, menafsirkannya, menyanyi dalam Roh, dan
melakukan mujizat-mujizat dan (3) Dalam suratsurat penjara, kita menemukan bahwa ibadah dalam
gereja-gereja di Asia kecil di Efesus dan Kolose terdiri dari nyanyian, pengajaran, dan ucapan syukur.
Paul A. Basden menampilkan enam macam pandangan dari enam orang penulis tentang
bentuk ibadah yang terdapat dalam gereja-gereja masa kini:
a. Formal-Liturgical Worship (Paul Zahl)
b. Traditional Hymn-Based Worship (Harold Best)
c. Contemporary Music-Driven Worship (Joe Horness)
d. Charismatic Worship (Don Williams)
e. Blended Worship (Rober Webber) f. Emerging Worship (Sally Morgenthaler)
Webber dalam bukunya mengklasifikasikan bentuk atau cara beribadah dari pelbagai gereja
menjadi tiga kelompok, yaitu: liturgical atau sakramental, Evangelical atau Reformed (free church
atau gereja bebas), dan karismatik.
Seorang yang memandang ibadah dari sudut pandang liturgical atau sakramental melihat
ibadah Kristen sebagai suatu tindakan untuk memperingati atau menghadirkan kembali peristiwa-
peristiwa dalam sejarah keselamatan. Rekoleksi yang didasarkan pada model-model ibadah dalam
Alkitab ini, bukanlah sekedar mengingat kembali secara intelektual; tetapi menjadi suatu partisipasi
aktual dalam peristiwa penyelamatan melalui bentuk-bentuk ibadah yang digerakkan oleh Roh Kudus
dan diterima dengan iman.
Ibadah Evangelical atau Reformed (gereja bebas atau free church) mengambil posisi di
tengah, di antara bentuk liturgical atau sakramental dan ibadah informal dari gereja-gereja
karismatik. Dalam hal ini Ibadah dipandang sebagai mengembalikan kelayakan kepada Allah.
Walaupun gereja-gereja bebas mengambil suatu bentuk ibadah yang formal, namun ibadah mereka
tidak sama dengan liturgi-liturgi yang berpusat pada sejarah keselamatan.
Ada 3 tujuan daripada ibadah gereja-bebas, yaitu: to speak to God, to listen to God, and to
respond to God – suatu urutan yang berdasarkan pada struktur proklamasi dan respon dari gereja

11
mula-mula. Bentuk ibadah seperti ini ditemukan dalam gereja-gereja injili dan fundamental
sebagaimana juga dalam kebanyakan jemaat-jemaat Protestan arus utama.
Gereja-gereja Pentakosta yang juga menggunakan format evangelical atau reformed ini
dalam kebaktian minggu pagi mereka.
Bentuk ibadah yang ketiga adalah karismatik. Ibadah, bagi orang-orang Pentakosta dan
karismatik adalah suatu respon terhadap Roh Kudus, suatu ekspresi dari pengalaman dan
pemberdayaan oleh Roh Kudus – suatu peristiwa yang membuat Firman menjadi hidup dan terus-
menerus meng-inkarnasikan Kristus dalam gerejaNya. Hal tersebut dilakukan dengan cara
melepaskan suatu kehidupan yang penuh dengan pujian, doa-doa syafaat, dan karunia-karunia
rohani pada waktu beribadah (Debora, 2019). Pembaharuan infrastruktur ibadah, antara lain lagu-
lagu rohani yang digunakan lebih modern dibandingkan dengan lagu-lagu lama yang bernuansa
Gregorian.

PELAKSANAAN PRAKSIS PAK

Ada 33 aliran gereja pentakosta di Indonesia

Teologi-teologi ini lebih umum diajarkan dalam ibadah-ibadah

PAK Anak- melalui PELPRAP


PAK Remaja dan Pemuda (PERPRAP)
Pelayanan kepada kaum Wanita (PELWAP)
Pelayanan Kaum Bapak (PEPRIP)
Pelayanan kepada Mahasiswa
Pendidikan Formal melalui Sekolah Alkitab dan STT Pentakosta
Ada pelayanan Pastoral (Visitasi)

SAKRAMEN-SAKRAMEN
- BAPTISAN AIR
- PERJAMUAN KUDUS
- PENYERAHAN ANAK

DAFTAR PUSTAKA

_______. (2000). Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (AD/ART), Gereja Pantekosta di Indonesia.
_______, (t.th). Gereja Pentakosta. Diakses dari Internet pada
https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Pentakosta.
_______. (2017). Sebuah Pengantar ke dalam Teologi Pentakosta. Artikel. Diakse dari Internet pada
http://bkputrawan.blogspot.co.id/2009/09/teologi-pentakosta.html
Christimoty, N. Debora, (2019). Teologi Ibadah dan Kualitas Penyelenggaraan Ibadah: Sebuah
Pengantar.PASCA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen. Volume 15, Nomor 1, April 2019.
Semarang: Sekolah Tinggi Teologi Baptis Indonesia.
Togatorop, Timotius, (2019). Teologi Pentakosta. Materi Ajar.Batam: STT Real.
Wakkary, M.D., (2020). Adakah Suatu Teologi Pentakostas? Makalah. Diakses dari Internet pada
https://www.sttpantekosta.ac.id/2020/05/23/teologi-pantekosta/

12
Weol Jhon, (2014). Mencermati Perkembangan Teologi Pentakosta di Indonesia. Pidato Ilmiah pada
Wisuda STT GPdI Jakarta. Diakses dari Internet pada
http://www.gpdi.or.id/index.php/artikel/artikel-pendidikan/349-mencermati-
perkembangan-teologi-pantekosta-di-indonesia

13

Anda mungkin juga menyukai