Anda di halaman 1dari 74

TUGAS LAPORAN BACAAN

Habits Of The Mind (Kebiasaan Akal Budi)


Membangun Wawasan Dunia Kristen Building A Christian Worldview
Volume 1: Allah, Manusia, Dan Pengetahuan
Revolusi-Revolusi Dalam Wawasan Dunia
Memahami Arus Pemikiran Barat
Sejarah Hermeneutik Dari Plato Sampai Gadamer
The Universe Next Door A Basic Worldview Catalog
Semesta Pemikiran: Sebuah Katalog Wawasan Dunia Dasar

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah:


SYSTEMATIC THEOLOGY ADVANCED

Yang Dibina Oleh:


Dr. Christian Johan Lasut, M.Th

Nama: Roy Damanik


NIM: 07082019181

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI KADESI YOGYAKARTA


Oktober 2019
Program Doktoral
1

Judul Buku : Habits Of The Mind (Kebiasaan Akal Budi)


Penulis : James W. Sire
Penerbit : Momentum
Tahun Terbit : 2007
Jumlah Halaman : xvii, 303

Pengakuan Seorang Calon Intelektual


Menurut kaum populis, intelektual adalah orang yang dididik
melampaui inteligensi nya sendiri. Seorang intelektual bisa didefinisikan
sebagai seorang yang berpura-pura memiliki lebih banyak intelek daripada
yang sesungguhnya dia miliki. Intelektual versi ideologis adalah seorang
deis, skeptis, atau atheis. Sedangkan kaum fundamentalis menciptakan
permasalahan besar dengan berbagai cara bagi kehidupan akal budi.
Pertama, memberikan impetus baru bagi intelektualisme secara umum;
Kedua, komitmen kaum injili konservatif kepada ciri-ciri tertentu dari
sintesis kaum Injili Amerika abad ke-19 yang sejak pada mulanya sudah
bermasalah; Ketiga, pendekatan theologis yang besar dari
fundamentalisme ini memiliki efek yang menghambat penggunaan
pemikiran Kristen mengenai dunia. Paulus muncul dengan peringatan
keras: Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat?
Dimanakah pembantah dari dunia ini? Bukankah Allah telah membuat
hikmat dunia ini menjadi kebodohan (1 Kor. 1:20-25). Dia juga menulis
kepada jemaat di Kolose, “hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan
kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-
temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristen” (Kol. 2:8). Anti
intelektualisme adalah suatu disposisi untuk mengurangi arti penting dari
kebenaran dan kehidupan akal budi. Seorang intelektual adalah seorang
yang telah membuktikan dirinya untuk berpikir secara umum mengenai
masalah-masalah dunia ini dan konteks yang lebih luas dari perihal-
perihal. Artinya pekerjaan utama mereka adalah mempelajari, membaca,
mengajar, menulis, menerbitkan, dan berbicara kepada khalayak umum.
Orang harus menggunakan dengan baik intelek yang dimilikinya untuk
menjalankan suatu kehidupan yang baik secara moral atau jika dinyatakan
2

dengan cara lain, orang harus menjalankan satu kehidupan yang


Intelektual. Seorang intelektual adalah seorang yang menyukai ide-ide,
yang berdedikasi untuk menjelaskan ide-ide itu, mengembangkannya.
Seorang intelektual Kristen sama seperti semua yang disebut di atas
untuk kemuliaan Allah.

John Henry Newman Sebagai Seorang Intelektual


Kesempurnaan intelek yang merupakan hasil dari pendidikan dan
idealnya yang indah, yang harus diberikan kepada individu-individu sesuai
ukuran mereka masing-masing, merupakan visi dan pemahaman yang
jelas tentang, serta akurat tentang segala hal, sejauh yang bisa dirangkul
oleh akal budi yang terbatas, masing-masing pada tempatnya sendiri, dan
dengan karakteristiknya masing-masing. Kesempurnaan intelek ini hampir
bersifat profetis berkenaan dengan pengetahuannya akan sejarah; hampir
menyelidiki hati berkenaan dengan pengetahuannya tentang natur
manusia; memiliki kasih yang hampir supernatural berkenaan dengan
kebebasannya dari hati yang picik dan prasangka; memiliki ketenangan
yang hampir menyerupai ketenangan yang diberikan iman, karena tidak
ada satu hal pun yang bisa mengejutkannya. Menurut John Henry
Newman akal budi yang religius selalu terperangah, dan manusia yang
tidak religius menertawakan dan mencemoohnya karena ia terperangah.
Akal budi yang religius selalu melihat keluar dari dirinya sendiri, selalu
merenungkan perkataan-perkataan Allah, selalu melihat ke dalam
perkataan-perkataan Allah itu bersama para malaikat selalu mengingatkan
dirinya akan dia yang menjadi sandarannya, dan yang merupakan pusat
dari segala kebenaran dan kebaikan. Akal budi yang kedagingan dan
sombong merasa puas dengan dirinya sendiri; mereka suka berada di
dalam rumah; ketika mereka mendengar tentang misteri-misteri, mereka
tidak memiliki rasa ingin tahu yang kuat untuk pergi dan melihat hal yang
hebat itu, meskipun itu mungkin tidak jauh dari tempat mereka; dan ketika
kejadian itu benar-benar menimpa jalan mereka, mereka tersandung
3

olehnya. Newman menulis jika terdapat kebenaran, maka yang ada


hanyalah satu kebenaran; bahwa kesalahan religius itu pada dirinya
merupakan suatu natur yang kekal; bahwa pencarian akan kebenaran itu
bukanlah demi pemuasan rasa ingin tahu; bahwa kebenaran dan
kesalahan dihadapkan kepada kita adalah untuk menguji hati kita, ini
merupakan prinsip yang dogmatis. Newman menolak prinsip liberalisme
berikut kebenaran dan kesalahan di dalam agama hanya merupakan
masalah opini; bahwa doktrin yang satu adalah sebuah doktrin yang
lainnya; bahwa penguasa dunia tidak mengharuskan kita mendapatkan
kebenaran; bahwa tidak ada kebenaran; bahwa kepercayaan hanya
menyangkut intelek, tetapi bukan hati; bahwa kita bisa dengan aman
mempercayai diri kita dalam perkara-perkara iman dan kita tidak
memerlukan pembimbing yang lain. Newman tahu bahwa kekudusan tidak
mudah diperoleh. Orang harus ingin berubah atau keinginan itu sendiri
harus ditumbuhkan: Bukankah kekudusan merupakan hasil dari banyak
kesabaran, usaha yang berulang-ulang di dalam ketaatan, yang secara
perlahan berpengaruh atas diri kita, dan terlebih dahulu memodifikasi dan
mengubah hati kita? Newman memandang kebenaran bukan hanya
bagian dari intelek pribadi yang harus ditentukan oleh mata jiwa atau hati
nurani. Hal ini akan menyebabkan penyembuhan terhadap satu prinsip
yang sepenuhnya ditolak Newman sepanjang hidupnya yakni prinsip
penilaian pribadi. Kebenaran sering merupakan hasil dari sebuah konflik
antara berbagai klaim kebenaran itu. Kebenaran dihasilkan oleh banyak
akal budi, yang bekerja bersama dengan bebas. Menurut Newman
kepastian atau au certitude adalah persepsi tentang sebuah kebenaran
dengan persepsi bahwa ini adalah sebuah kebenaran, atau kesadaran
dari mengetahui seperti diungkapkan dengan frasa “Saya tahu bahwa
saya mengetahui” atau “Saya tahu bahwa saya mengetahui bahwa saya
mengetahui” atau “hanya saya tahu.” Ciri dari kepastian adalah bahwa
obyeknya adalah suatu kebenaran, suatu kebenaran itu sendiri satu
proposisi yang benar. Ada keyakinan yang benar dan yang salah dan
4

kepastian adalah satu keyakinan yang benar; jika tidak sesuai dengan
suatu kesadaran kebenaran, maka itu bukan kepastian.

Kesempurnaan Intelek
Intelek berarti sabar, terkendali, tenang, selalu tahu dimana ia
berpijak. Ide Newman tentang ketidaksempurnaan intelek berdasar teguh
di dalam konteks sebuah teologi yang holistik atau menyeluruh sebuah
teologi yang jelas-jelas dimulai dengan Natur Allah: Allah adalah satu
keberadaan individu, yang bersandar pada dirinya sendiri, Maha
Sempurna, yang tidak berubah, intelijen hidup, berpribadi, dan hadir;
Maha Kuasa, Maha Melihat, Maha Mengingat. Semua pengetahuan
membentuk satu keutuhan, karena pokok perkaranya adalah: Karena
alam semesta di dalam keluasannya terjalin, sehingga kita tidak bisa
memisahkan abstraksi; dan lagi pula mengenai penciptanya, meskipun dia
di dalam keberadaannya sendiri tentu saja terpisah secara tidak terbatas
dari pengetahuan dan teknologi memiliki departemen-departemen yang
terhadapnya pengetahuan manusia tidak memiliki hubungan-hubungan,
akan tetapi, tidak begitu melibatkan dirinya sedemikian dalam dengan
alam semesta ini, dan menempatkannya pada pangkuannya sendiri
dengan kehadirannya di dalamnya, providensinya atasnya, kesan-
kesannya padanya, dan pengaruh-pengaruhnya melaluinya, sehingga kita
tidak bisa secara benar atau sepenuhnya mengkontemplasiikannya tanpa
mengkontemplasikan dia. Alam semesta ini merupakan kesatuan entitas
yang bisa diketahui, yang pertama kali diketahui oleh Allah dan juga bagi
manusia. Pengetahuan kita akan Allah, teologi kita, itu pada dirinya sendiri
adalah satu inti yang sulit dari pengetahuan kita akan alam semesta. Jadi
akal budi menunjukkan kesempurnaan intelek akan bersifat adil, sabar,
dan memiliki ketenangan; dalam kenyataannya, intelek ini akan diceraikan
oleh kasih yang hampir bersifat supernatural didalam kebebasannya dari
kekerdilan dan hampir setenang iman. Intelek adalah bentuk yang
terkapitalisasi dan komunal dari kehidupan yang oleh intelegensi
5

ditampung dan dijadikan kebiasaan dari disiplin tanda dan simbol makna,
rangkaian penalaran dan pendorong emosi suatu steno dan telegram
yang dengannya pikiran bisa melompati jaringan-jaringan penghubung
mengenali kemampuan dan mengomunikasikan kebenaran. Tugas utama
dari intelek yang disempurnakan adalah memberikan tatanan bagi
pengetahuan. Akal budi yang disempurnakan mengembangkan dirinya
sendiri melingkupi fakta-fakta itu dan memahami hubungan-hubungan
mereka. Pengetahuan merupakan satu hal, kebajikan merupakan hal lain
yang berbeda; akal sehat bukanlah hati nurani, pemurnian bukanlah
kerendahan hati, demikian juga kebesaran dan keadilan dari suatu
pandangan bukanlah Iman. Filsafat, betapapun ia diserahkan, betapapun
mendalamnya, tidak memberikan perintah atas hasrat-hasrat, tidak
memberikan motif yang berpengaruh, tidak memberikan prinsip-prinsip
yang menghidupkan. Pendidikan yang liberal tidak membuat seseorang
menjadi Kristen, tidak membuat seseorang menjadi Katolik melainkan
hanya seorang yang terhormat.

Bagaimana Berpikir Merasa: Siapakah Seorang Intelektual Itu?


Salah satu tujuan terberat yang ditujukan kepada kaum intelektual
atau intelektualisme adalah bahwa kaum intelektual begitu tidak
emosional sehingga terasa tidak manusiawi. Seorang intelektual tidaklah
lahir dari dirinya sendiri; dia adalah anak dari ide, dari kebenaran Firman
yang kreatif, dari Sang Pemberi Hidup yang imanen di dalam
penciptaannya. Ketika si pemikir berpikir dengan benar, dia mengikuti
Allah selangkah demi selangkah; dia tidak mengikuti angan-angannya
sendiri yang hampa. Ketika dia meraba-raba dan bergumul di dalam
upaya pencarian, dia adalah Yakub yang sedang bergulat dengan sang
malaikat, dan kuat melawan Allah. Gambaran khas seorang intelektual
adalah bergairah terhadap hampir setiap ide, setiap tema, setiap pokok
pemikiran, selama sulur-sulurnya menyentuh sesuatu yang signifikan di
dalam kultur. Semua intelektual jatuh cinta kepada ide-ide; tidak semua
6

intelektual jatuh cinta kepada kebenaran. seorang intelektual berdedikasi


untuk menjelaskan ide-ide, mengembangkannya, mengkritiknya artinya
ketika mereka melihat sebuah ide yang tidak tercetus dengan baik,
dirumuskan dengan begitu buruk, bentuknya tidak beraturan karena
kerapuhan atau bias, mereka akan memfokuskannya, meluruskannya,
menelaah implikasi-implikasinya. Kaum intelektual membolak-balikkan
ide-ide, melihat implikasinya dan menyusunnya. Artinya kaum intelektual
kreatif mengangkat cara berpikir kepada tingkat seni, kaum intelektual
mengetahui hal ini dan kadang merasa sulit untuk menghentikan
penyusunan ulang ide-ide dan melepaskannya kepada publik. Pieper,
seorang filsuf kuno abad pertengahan membedakan antara rasio dan
intellectus. Yang pertama adalah kemampuan pemikiran diskursif mencari
dan mencari kembali, mengabstraksi, memurnikan, dan menyimpulkan.
Yang terakhir adalah kemampuan untuk sekedar melihat. Disini,
kebenaran menyatakan dirinya sendiri sebagai suatu pemandangan bagi
mata. Intellectus adalah mendengarkan ke dalam keberadaan sesuatu.
Kaum intelektual bermain dengan ide-ide, artinya kaum intelektual
bersukacita dalam kesenangan-kesenangan yang diberikan oleh aktivitas
berpikir. Kaum intelektual memperhatikan ide-ide bertubrukan, memunguti
kepingan-kepingannya, mulai dari awal lagi artinya berpikir merupakan
suatu proses yang melelahkan; jauh lebih mudah untuk menerima
kepercayaan secara pasif daripada memikirkannya, mempertanyakan
dengan berani dasar mereka dengan menanyakan apa konsekuensi yang
muncul dari mereka. Kaum intelektual menghakimi ide, menunda untuk
menghakiminya artinya kaum intelektual tidak boleh menarik kesimpulan
terlalu dini, berpikir memerlukan waktu. Kaum intelektual menghubungkan
ide dengan padanannya pada sistem pemikiran yang lain artinya adalah
bahwa kita tidak lagi hidup dalam satu dunia yang bersatu baik secara
sosial kultural maupun intelektual, kita hidup di dalam sebuah dunia yang
majemuk. Berpikir efektif berarti berpikir dengan suatu tujuan tertentu.
Kaum intelektual sejati memiliki pandangan yang jernih tentang panorama
7

wawasan dunia; hal ini memberikan kepada mereka suatu keluasan


perspektif dan memampukan mereka untuk melihat setiap ide di dalam
konteks yang lebih luas dari alternatif abad ke-21. Kaum intelektual
mengundang ide-ide untuk bersantap dan berpesta, ide-ide mungkin telah
dipahami dan ditumbuhkan di dalam kesendirian; jamuan ini mungkin
bersifat pribadi tetapi ia tidak akan terlihat seperti itu. Di dalam akal budi
seorang intelektual, ide-ide memiliki getar kehidupannya sendiri. Kaum
intelektual mempergunakan ide-ide untuk melayani kehidupan biasa.
Artinya kaum intelektual sering mendapatkan sebuah reputasi buruk untuk
aspek kerja mereka. Bagaimanapun, kaum intelektual tidak boleh
dipandang hanya sebagai filsuf. Ide-ide memiliki konsekuensi, kaum
intelektual tidak mungkin tidak menjadi bagian dari proses yang
melaluinya ide-ide mempengaruhi kehidupan manusia. Tentu saja, ide-ide
yang terbaik adalah ide-ide yang diterapkan dengan tepat.

Dimensi Moral Dari Akal Budi: Seperti Apakah Seorang Intelektual


Kristen Itu?
Seorang intelektual Kristen dalam segala hal cocok sebagai
seorang intelektual, tetapi bagi kemuliaan Allah. Seorang intelektual harus
merupakan seorang intelektual sepanjang waktu, Paulus mengajarkan
kepada orang Kristen: Baik ketika kalian makan atau minum atau hal lain
apa pun yang kalian lakukan, lakukanlah semua itu bagi kemuliaan Allah,
harus teraplikasikan pada orang Kristen dalam pencarian akan terang.
Baginya, hal yang benar adalah kemuliaan Allah. Jagalah agar jiwamu
tetap bebas. Hal yang terpenting di dalam kehidupan bukanlah
pengetahuan, melainkan karakter. Seorang intelektual harus berhasrat
akan kekudusan roh, kekudusan berarti dipisahkan bagi kemuliaan Allah,
karena kemuliaan Allah adalah kekudusannya. Rasul Paulus
menyingkapkan ide tentang kekudusan: semua yang benar, semua yang
mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis semua yang
sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji,
8

pikirkanlah semuanya itu (Flp. 4:8). Jika kita memiliki suatu hasrat akan
kekudusan, kita pasti akan memiliki suatu hasrat akan kebenaran. Dan
jika kita memiliki satu hasrat akan kebenaran kita akan diberi imbalan
berupa pengetahuan akan kebenaran. Setiap orang yang beranggapan
bahwa dia bisa mengetahui kebenaran sedangkan dia tetap hidup dalam
pelanggaran adalah orang yang berada di dalam kesalahan.
Sebagaimana senantiasa diajarkan oleh Alkitab ketaatan kepada terang
yang kita miliki merupakan jalan untuk mendapatkan lebih banyak terang.
Dan ketaatan kita tidak bisa lain daripada ketaatan tanpa syarat.
Wawasan dunia ini berbeda dalam pandangannya tentang peran
penglihatan dan pendengaran. Dalam pandangan klasik, pengetahuan
yang benar adalah penglihatan, theoria. Pengetahuan yang benar adalah
penglihatan akan kebenaran kekal. Maka orang membuat satu distingsi
antara theoria dan praxis. Mengetahui dan melakukan, mendengar dan
menaati merupakan satu kesatuan bagi mereka yang memiliki keyakinan
iman Kristen yang sungguh-sungguh dan mendalam. Soren Kierkegaard
menyampaikan jika seseorang tidak menjadi apa yang dia pahami, dia
tidak benar-benar memahami hal tersebut. John Stott menyampaikan
bahwa perilaku Kristen yang taat kepada hukum adalah tujuan ultimat dari
tindakan Allah melalui Kristus, keinginan roh adalah hidup dan damai
sejahtera (Rm. 8:6). Ini juga berarti ketaatan kepada perintah Allah, orang-
orang Kristen yang berpikir tetapi tidak melakukan seperti yang mereka
ucapkan bukanlah intelektual Kristen sama sekali, seorang intelektual
Kristen tidak bisa menghindari beban tersebut. Kaum intelektual Kristen
adalah mereka yang kehidupan intelektualnya dijalankan untuk kemuliaan
Allah. Mereka akan melakukan apa yang mereka klaim mereka tahu.

Menyempurnakan Intelek: Kebajikan-Kebajikan Dari Intelek


Intelek yang disempurnakan dicirikan oleh visi dan pemahaman
yang jelas dan tenang serta akurat tentang segala hal, sejauh yang bisa
dirangkum oleh akal budi yang terbatas masing-masing pada tempatnya
9

yang tersendiri, dan dengan karakteristiknya masing-masing.


Kesempurnaan intelek ini hampir bersifat profetis berkenaan dengan
pengetahuannya akan sejarah hampir menyelidiki hati berkenaan dengan
pengetahuannya tentang natur manusia; memiliki kasih yang hampir
supernatural berkenaan dengan kebebasannya dari hati yang picik dan
prasangka; memiliki ketenangan yang hampir menyerupai ketenangan
yang diberikan iman, karena tidak ada satu hal pun yang bisa
mengejutkannya; memiliki keindahan dan harmoni yang hampir
menyerupai kontemplasi sorgawi, yang begitu intim dengan tatanan kekal
dari perihal-perihal dan musik dunia. Jika kita terikat kepada batasan yang
kita tetapkan bagi diri kita sendiri, kita tidak akan pernah mengetahui apa
yang bisa kita lakukan. Setiap kebenaran bersifat praktis; yang terlihat
paling abstrak yang paling tinggi adalah juga yang paling praktis. Setiap
kebenaran merupakan kehidupan, arah, satu jalan yang membawa
kepada tujuan manusia. Dan karena itulah, Yesus telah mengeluarkan
pernyataan yang unik ini: “Akulah jalan, dan kebenaran dan hidup.” Tidak
ada yang lebih praktis dan lebih abstrak selain kebajikan, karena
kebajikan merupakan hasrat yang memberikan motivasi dan energi yang
menjadi pendorong tindakan kita. Kebajikan merupakan bagian karakter
kita yang tertanam begitu dalam dan yang siap menyebabkan kita merasa,
berpikir dan bertindak dengan cara yang patut secara moral sesuai
tuntutan situasi yang terus berubah. Seorang intelektual harus memiliki
struktur kebajikan intelektual antara lain hasrat akan kebenaran, hasrat
akan kekudusan, kekonstanan, kesabaran, ketekunan, keberanian,
kerendahan hati, talenta dan disiplin. Para intelektual Kristen bukan hanya
menyukai ide, mereka mengasihi kebenaran, karena seperti dituliskan St.
Gregory Agung, kebenaran tidak diketahui jika tidak dikasihi. Orang yang
memahami kebenaran tanpa mengasihinya, atau mencintai tanpa
memahaminya, tidak memiliki baik yang satu maupun yang lainnya.
Kebenaran dan kekudusan menuntut penghapusan banyak hasrat yang
lazim dimiliki manusia: hasrat untuk memiliki atau materialisme hasrat
10

akan keberhasilan ekonomis atau uang, hasrat akan kesenangan atau


hedonisme. Hikmat merupakan pemahaman yang terpadu akan
kebenaran: tanpa kasih, kebenaran tidak mungkin diperoleh, atau hanya
mungkin hampir diperoleh. Ketika mencintai kebenaran sudah bukan lagi
gaya yang disenangi, seperti pada zaman ini menyebut kata itu saja bisa
menimbulkan kebencian. Seseorang belum benar-benar bisa disebut
sebagai seorang intelektual jika dia belum bisa berkata: bagi saya, hidup
berarti kebenaran.

Menyempurnakan Intelek: Disiplin-Disiplin Intelek


Ada beberapa disiplin yang bisa meningkatkan kemampuan
alamiah apapun yang kita miliki. Untuk menyempurnakan intelek, kita
perlu memiliki lima disiplin yakni kesendirian (solitude), keheningan
(silence), perhatian (attention), berpikir lateral, dan berdoa. Disiplin
pertama yang hakiki adalah kesendirian (solitude). Tentu saja, berpikir
bisa dilakukan di dalam kelompok-kelompok, dan didapatkan dari
ceramah-ceramah, dan pertunjukan-pertunjukan publik. Tetapi berpikir itu
sendiri apa yang terjadi di dalam akal budi kita adalah bersifat pribadi. Dan
tentu saja, ide-ide yang kita dapatkan dari membaca atau mendengarkan
dapat dievaluasi, ditimbang, direnungkan, dihubungkan dengan ide-ide
lain dengan paling baik dalam sikap berdiam diri yang hanya mungkin
disediakan oleh kesendirian pada taraf tertentu. Selanjutnya keheningan,
untuk melakukan kerja intelektual harus menciptakan dalam diri suatu
zona keheningan. Suatu kebiasaan untuk melakukan rekoleksi, suatu
kehendak untuk menyangkal diri dan memisahkan diri yang menempatkan
diri sepenuhnya untuk pekerjaan tersebut; dapatkan keadaan jiwa yang
tidak dibebani keinginan dan kehendak diri sendiri, keadaan yang
merupakan anugerah yang dimiliki pekerja intelektual. Tanpa itu, kita tidak
akan melakukan apapun setidaknya tidak ada yang berharga. Yang ketiga
perhatian, ketika kita melakukan suatu upaya khusus, jangan
mengonsentrasikan perhatian dan hati kita kepadanya tetapi pandanglah
11

itu sebagai sesuatu yang sekunder; dan dengan sepenuhnya berserah


kepada Allah, bukalah diri bagi anugerah Allah, seperti sebuah bejana
yang terbuka, siap untuk menerimanya. Setiap orang yang menemukan
anugerah menemukannya dengan sarana iman dan semangat dan bukan
hanya semangat, upaya kita akan terarahkan dengan benar selama kita
memelihara sikap merendahkan hati, bertobat, takut akan Allah, devosi
baginya, dan kesadaran akan ketergantungan kita kepada bantuan Allah.
Keempat, berpikir lateral, berpikir lateral menurut Edward De Bono adalah
mencoba untuk menjauh dari pola-pola yang membawa seseorang pada
satu arah tertentu dan bergerak menyamping dengan membentuk ulang
pola-pola tersebut. De Bono memberikan garis besar untuk empat ciri dari
berpikir lateral: mengenali ide-ide yang dominan atau yang mempelopori
sasikan, mencari cara-cara yang berbeda untuk mengamati perihal-
perihal, pengurangan atas kendali yang kaku dari berpikir vertikal,
penggunaan peluang. Yang terakhir doa, doa merupakan satu dedikasi
yang didisiplinkan bagi perhatian. Tanpa perhatian yang utuh dalam doa
kita akan sangat jarang mendengar sesuatu yang layak untuk diulangi
atau menangkap satu kelihatan yang layak untuk meminta setiap orang
lain memperhatikannya. Keterbukaan kepada Allah menjadi latar belakang
dari doa, keterbukaan bagi kebenaran Allah dan kebenaran-kebenaran
dunia yang membentuk latar belakang untuk berpikir dengan baik. Doa
mungkin melampaui pemikiran ketika seseorang diangkat ke dalam
hadirat Allah, Tetapi doa tidak pernah bertentangan dengan pemikiran,
dan ekstasi yang sering mengiringi perjumpaan dengan Allah sangat
dekat dengan ekstasi yang didalamnya sejumlah pemikiran kita yang
terbaik terjadi.

Berpikir Dengan Membaca


Berpikir sekaligus membaca memiliki dua kemungkinan arah:
Kemungkinan yang pertama, pembacaan mengarahkan pemikiran; Yang
kedua, pemikiran mengarahkan pembacaan. Membaca adalah
12

mengarahkan akal budi, tetapi membaca tidak bisa mencegah akal budi
untuk secara otomatis membuat hubungan-hubungan dengan unsur-unsur
dari masa lalunya sendiri. Alberto Manguel mencatat hal berikut:
Melampaui arti harfiah dan makna sastranya, teks yang kita baca memiliki
proyeksi pengalaman kita sendiri, bayangan, sebagaimana adanya,
tentang siapa diri kita. Dengan hati dan akal budi yang diarahkan untuk
mendengarkan, kita siap untuk memulai pembacaan yang penuh
perhatian dan dengan bersuara keras, memasuki dunia teks, pembacaan
ulang yang penuh perhatian di dalam keheningan, doa, dan masuk
kembali ke dalam dunia biasa. Bagi orang-orang zaman kuno, bermeditasi
berarti membaca sebuah teks dan mempelajarinya dalam hati di dalam
pengertian yang sepenuhnya dari istilah tersebut yaitu dengan segenap
keberadaannya: dengan tubuh, karena mulut melafalkannya, dengan
ingatan yang menegaskannya, dengan inteligensi yang memahami
maknanya, dan dengan kehendak yang berkeinginan untuk
mempraktikkannya. Sebuah buku merupakan satu stimulan, satu
penolong, satu inisiator bukan pengganti dan bukan sebuah rantai.
Pemikiran kita harus jelas seperti diri kita sendiri apa adanya. Ketika kita
membaca, para guru kita jangan menjadi suatu tujuan bagi kita, melainkan
sebuah titik awal. Sebuah buku bukan sebuah ayunan, bukan sebuah
kuburan. Secara fisik kita dilahirkan muda dan mati tua. Membaca bukan
hanya untuk mendengarkan apa yang dikatakan orang lain dan
memahami apa yang dipikirkan orang lain; kita membaca untuk
mempelajari kebenaran, untuk mengetahui dan berpartisipasi di dalam
realitas yang telah Allah ciptakan, bukan realitas yang hanya
diimajinasikan orang lain.

Yesus Sang Penalar


Kita perlu memahami bahwa Yesus adalah seorang pemikir, bahwa
ini bukanlah kata yang kotor, melainkan suatu pekerjaan yang hakiki dan
bawa atributnya yang lain tidak meniadakan pemikiran, tetapi hanya
13

memastikan bahwa Dia sudah pasti adalah pemikir terbesar di antara


umat manusia. Dia selalu menggunakan kemampuan pemahaman logis
untuk mengumpulkan orang banyak tiba kepada kebenaran mengenai diri
mereka sendiri dan mengenai Allah dari dalam hati dan akal budi mereka
sendiri itu sebagai logos, Yesus Kristus adalah fondasi epistemologis bagi
kemampuan kita untuk bernalar. Dia adalah Yesus sang penalar. Sebagai
anak Allah yang berinkarnasi, Yesus Kristus adalah contoh tertinggi dari
bagaimana kita seharusnya berpikir. Injil sinoptik menunjukkan kepada
kita Yesus yang menuturkan kisah-kisah dan membuat komentar-
komentar singkat yang berbobot. Injil Yohanes menunjukkan dirinya dalam
wacana-wacana yang panjang, pada beberapa diantaranya dia
menggunakan penalaran manusia yang lazim yang mengikuti pola-pola
logika yang standar. Setiap kita membentuk sebuah ide tentang Kristus
yang terbatas dan tidak utuh. Ide ini dibentuk sesuai ukuran kita. Kita
cenderung membuat bagi diri kita seorang Kristus menurut gambar kita,
sebuah proyeksi dari aspirasi-aspirasi, keinginan-keinginan dan ideal-ideal
kita sendiri. Kita menemukan di dalam Dia apa yang ingin kita temukan.
Kita menjadikan Dia bukan hanya inkarnasi Allah tetapi juga inkarnasi dari
hal-hal yang kebetulan diharapkan oleh kehidupan kita dan masyarakat
kita dan bagian dari masyarakat kita. Tujuan Yesus dengan menggunakan
logika bukanlah untuk memenangkan pertempuran melainkan untuk
mencapai pemahaman atau pendalaman pemahaman dalam diri orang-
orang yang mendengarnya. Maksudnya, Dia tidak berusaha membuat
setiap hal begitu eksplisit sehingga kesimpulannya dijejalkan ke dalam
tenggorokan para pendengar. Sebaliknya, Dia menyajikan perkara-
perkara itu dengan sedemikian rupa sehingga orang-orang yang ingin
mengetahui bisa menemukan jalan mereka menuju, bisa tiba kepada,
kesimpulan yang benar sebagai sesuatu yang mereka temukan sendiri
tidak peduli apakah mereka peduli terhadap hal itu atau tidak. Dalam
Yohanes 5, Yesus terlibat di dalam satu dialog yang sengit dengan para
pemimpin agama. Hari itu adalah hari Sabat dan Yesus baru saja
14

menyembuhkan seseorang di kolam Bethesda, ketika orang-orang Yahudi


mendengar hal ini mereka mengambil sikap yang berbeda. Mereka
mengklaim bahwa menyembuhkan di hari Sabat berlawanan dengan
Taurat tradisional. Pada saat itu Yesus menyembuhkan banyak orang dari
segala penyakit dan penderitaan dan dari roh-roh jahat ia mengaruniakan
penglihatan kepada banyak orang buta. Pekerjaan-pekerjaan ini
menggenapi Yesaya 61:1-2, teks yang telah Yesus gunakan untuk
mengacu kepada dirinya sendiri Lukas 4:18-19. Jika Yesus adalah dia
yang diutus Bapa untuk memberitahu bangsa tersebut tentang bagaimana
mereka harus hidup, maka mereka seharusnya memberikan perhatian
pada perkataannya setelah itu dan harus bertindak sesuai dengannya.
Hanya itulah yang logis. Tetapi sebagaimana sering terjadi di dalam
dialog-dialog Yesus, hal yang tidak disangka-sangka terjadi ketika mereka
yang percaya itu menolak untuk melakukannya, pertama-tama karena ini
akan berarti bahwa mereka harus mempercayai suatu hal yang tidak bisa
diterima yang berkenaan dengan diri mereka sendiri, yaitu bahwa mereka
diikat oleh dosa. Memenuhi intelek dengan kebutaan yang terus-menerus
sehingga tidak memberinya inteligensi apapun yang bisa dideskripsikan,
adalah hal yang menguatkan bukan hanya bagi firman Allah tetapi juga
bagi pengalaman umum. Kita melihat bahwa telah ditanamkan di dalam
akal budi manusia suatu hasrat khusus untuk meneliti kebenaran, dan
akal budi tidak mungkin akan mencari kebenaran jika sebelumnya hasrat
akan kebenaran itu tidak ada.

Tanggung Jawab Seorang Intelektual Kristen


Berpikir merupakan urusan setiap orang. Akan tetapi pengetahuan
adalah kuasa dan kuasa memunculkan tanggung jawab. Penggunaan
pengetahuan secara bebas merupakan frasa yang berbahaya atau tidak
bermakna kecuali jika ia juga berkonotasi, seperti halnya semua
kemerdekaan, aktivitas yang dikendalikan oleh tanggung jawab. Seorang
intelektual adalah seorang yang menyukai ide-ide, yang berdedikasi untuk
15

menjelaskan ide-ide itu dan mengembangkannya. Ketika kita memikirkan


definisi seorang intelektual Kristen, perkaranya menjadi sangat berbeda.
Di sini kita memiliki kendali sampai taraf yang tinggi. Kita
bertanggungjawab kepada Allah atas perlakuan kita terhadap anugerah-
Nya. Pertama dan yang terutama, kita harus menjadi murid-murid Kristus,
mengikuti Dia kemanapun Dia memimpin kita. Seorang intelektual Kristen
harus bertingkah laku untuk kemuliaan Allah. Ketika kita tidak memuliakan
Allah kita, kata Barth, lebih rendah daripada binatang liar, karena mereka
bahkan memenuhi peran mereka untuk memuliakan Allah hanya dengan
diciptakan. Tidak memenuhi peran kita merupakan penderitaan bagi kita.
Satu-satunya inti dari semua tindakan kita, agar tindakan-tindakan
tersebut bermoral adalah tanggung jawab intelektual bukanlah sekadar
seorang pemikir. Tanggung jawab umum untuk memuliakan Allah
mendahului semua tanggung jawab spesifik lain yang kita miliki sebagai
intelektual atau calon intelektual, karena memuliakan Allah merupakan
tugas penuh waktu yang melibatkan keseluruhan keberadaan kita. Biarlah
kita menggunakan segala hal hanya untuk satu alasan saja; untuk
menemukan sukacita kita di dalam memberikan kepada Allah kemuliaan
yang besar.
16

Judul Buku : Membangun Wawasan Dunia Kristen (Building A


Christian Worldview) Volume 1: Allah, Manusia,
Dan Pengetahuan
Penulis : W. Andrew Hoffecker
Penerbit : Momentum
Tahun Terbit : 2006
Jumlah Halaman : xviii, 345

Bagian 1, Teologi Dan Antropologi


I. Wawasan Dunia Alkitabiah Dan Klasik
Perjanjian Lama: Kovenan Antara Allah Dan Manusia
Perjanjian Lama adalah sejarah. Sebagai narasi tentang eksistensi
Israel kuno yang panjang dan beraneka ragam, Perjanjian Lama
menceritakan pembentukan bangsa yang besar yaitu, penetapannya di
Palestina, suksesi para raja dan akhirnya kehancuran bangsa Israel
melalui suatu periode penaklukan dan pembuangan. Tetapi Perjanjian
Lama lebih dari sekedar suatu penuturan historis tentang bangsa Israel.
Sentralitas adalah dalam makna dan tujuan Perjanjian Lama ditegaskan
melalui perkataan pembukaan dalam Kejadian: Pada mulanya Allah
menciptakan. Allah, Sang Pencipta Agung, langsung diperkenalkan dalam
keagungan keunikannya dan otonominya yang maha kuasa. Perjanjian
Lama dimulai dengan cerita agung tentang penciptaan. Sedangkan para
pemikir terkemuka Yunani seperti Plato dan Aristoteles tampaknya
mengabaikan tentang asal-usul, para penulis Perjanjian Lama
menceritakan penciptaan Allah atas dunia dan mencatat kejadian-kejadian
sejarah. Ibrani dengan teologinya menekankan tentang kedaulatan Allah.
Allah adalah pencipta, penopang alam semesta, dan sumber segala
pengetahuan dan hikmat. Konsepsi Ibrani tentang Allah adalah bahwa ia
dinamis dan aktif dan berpribadi serta intim. Perjanjian Lama juga
menggarisbawahi natur Allah yang personal dengan melukiskan Dia
sebagai seorang gembala yang menuntun umatnya di sepanjang jalan
sempit yang pasti, sebagai seorang suami yang mengasihi istrinya, dan
sebagai Tuhan yang memelihara para hamba-Nya. Satu nama penting
17

bagi Allah dalam Perjanjian Lama adalah Elohim atau El, suatu istilah
yang mengindikasikan kekuatan dan keperkasaan. Allah menciptakan
manusia menurut gambarnya. Meskipun makna frasa gambar Allah tidak
pernah diterangkan secara sistematis di manapun dalam Alkitab tetapi ide
ini jelas menampilkan manusia sebagai mahkota ciptaan yang
mencerminkan kemuliaan Allah. Menurut Alkitab, manusia diciptakan
menurut gambar Allah dan bebas dari dosa. Adam dan Hawa dengan
sengaja tidak menaati apa yang diperintahkan oleh Allah, akar dari
keberdosaan manusia adalah menolak untuk hidup menurut firman Allah
yang berdaulat. Dosa manusia menghancurkan kovenan penciptaan dan
meletakkan hubungannya dengan Sang Pencipta. Namun karena Allah
mengasihi manusia ia menyediakan satu sarana yang melaluinya manusia
dapat dipulihkan ke dalam hubungan yang benar: yaitu perjanjian
penebusan. Dalam Perjanjian Lama tujuan Allah menetapkan kovenan
dengan manusia adalah berganda pertama dan yang terpenting, kovenan
hukum dan janji itu merupakan pernyataan. Allah menyingkapkan dirinya
sendiri kepada suatu bangsa yang khusus yaitu Israel dalam suatu
kerangka kerja historis yang konkrit. Prinsip utama dalam sistem
pengorbanan Perjanjian Lama adalah penggantian. Perjanjian Lama
menjelaskan bagaimana Allah telah bekerja untuk menebus manusia yang
memberontak dan membangun kembali suatu hubungan kovenan dengan
mereka. Allah memulai kovenannnya dengan Abraham dengan
menjanjikan dia suatu janji berkat masa depan yang tak bersyarat. Janji itu
bukan hanya kepada keturunannya, Israel, tetapi melalui Israel dan
kemudian melalui Yesus dari Nazaret orang Yahudi itu, kepada seluruh
dunia.

Humanisme Yunani Klasik


Ketika pemikiran Yunani berkembang, Zeus dipandang sebagai
dewa yang tertinggi yang mengeluarkan dan menegakkan Moira. Zeus
tanpa mengambil tempat Moira sama seperti Plato di kemudian hari
18

menyatakan bahwa akal mengambil tempat Zeus. Orang-orang Yunani


terus mencari tatanan dalam alam semesta. Pemahaman Yunani tentang
Allah adalah suatu campuran yang aneh. Meskipun hal keilahian dipahami
dalam berbagai cara konsepsi-konsepsinya tentang hal yang ultimat bisa
diringkaskan dengan kata-kata jauh tinggi dan tidak peduli. Melalui
usahanya sendiri, manusia dapat menjembatani jurang pemisah antara
keterbatasannya dan yang tak terbatas. Melalui pesona mistis kaum
Dionysian atau melalui kontemplasi rasional kaum Ionian, Plato,
Aristoteles, para pemikir Yunani percaya bahwa yang tak terbatas itu
dapat diketahui dan diperoleh. Meskipun manusia dapat mencapai yang
terbatas itu, tetapi yang tak terbatas itu tidak peduli terhadap manusia.
Orang-orang Yunani kuno, tidak menyadari tentang esensi keberdosaan
manusia dan tentang perlunya yang tak terbatas itu dinyatakan kepada
yang terbatas. Sebab itu mereka akan mengalami frustasi dan
kekecewaan yang sama yang telah membawa kebudayaan Yunani ke
dalam keputusasaan dan kegagalan yang akhirnya menghancurkannya.

Perjanjian Baru: Kovenan Penebusan Dalam Yesus Kristus


Seluruh Alkitab adalah tentang suatu komponen yang akan
menebus manusia dari dosa dan Perjanjian Baru menceritakan
bagaimana kedatangan Kristus menggenapi penebusan yang telah
dijanjikan itu. Allah menetapkan program penciptaan dengan manusia di
Taman Eden ketika ia menciptakan Adam menurut gambarnya sebagai
wakilnya yang memerintah di atas bumi. Tuhan menjanjikan kepada Adam
persekutuan yang intim dengan dirinya selama ada yang dengan setia
melaksanakan tanggung jawab pelayanannya. Tetapi ketidaktaatan Adam
menghancurkan hubungan yang sempurna antara Allah dan dirinya dan
berakhirnya kovenan penciptaan. Allah menetapkan kovenan penciptaan
dengan manusia di Taman Eden ketika ia menciptakan Adam menurut
gambarnya sebagai wakilnya yang memerintah di atas bumi. Kovenan
penebusan ini tidak hanya memberikan sarana untuk penebusan manusia,
19

tetapi juga dengan jelas menyatakan natur Allah, khususnya atribut-Nya


yang tidak berubah, seperti anugerah, kasih, dan keadilan di dalam
sejarah ruang dan waktu. Perjanjian Lama sering berbicara tentang
datangnya suatu jaman mesianis di mana Allah akan membebaskan Israel
dari para penjajahnya dan menegakkannya sebagai kerajaan yang
dominan di atas bumi. Kata mesias, yang diurapi, atau Kristus, untuk
menyatakan tentang pembebasan yang akan datang. Injil yohanes
menekankan posisi Yesus yang unik sebagai anak lebih dari injil-injil
sinopsis. Empat kali Yesus disebut anak tunggal. Pernyataan tentang
kelahiran Yesus yang esensial sebagai Anak Allah secara langsung
mengajarkan keunikan-Nya. Dengan penekanan yang begitu kuat pada
keilahian Anak Allah dalam Injil Yohanes, orang bisa menyangkal bahwa
Yohanes menyangkal kemanusiaan Yesus yang sejati. Gelar Yesus
lainnya yang penting tetapi misterius adalah Anak Manusia. Sebelum
kelahiran Kristus, gelar ini dipakai hanya dalam Perjanjian Lama. Karena
Yesus mengambil gelar tersebut dari sumber ini, maka harus dipahami
bagaimana perasaan yang dipakai dalam Perjanjian Lama. Perasaan
manusia terdapat dalam Mazmur 8:5-7; Mazmur 80:18-20; di seluruh
Yesaya dan dalam Daniel 7:13. Allah menyatakan kepada Daniel bahwa
Anak Manusia diberi kekuasaan atas dunia, yang telah diambil dari para
raja yang jahat itu. Dan orang-orang kudus akan menerima kerajaan kekal
yang sama dan memerintah dengan Anak Manusia, Tetapi hanya setelah
mereka menderita terlebih dahulu Daniel 7:18, 21-22, 24-25, 27.
Wawasan dunia Alkitab yang menyajikan Injil Yesus Kristus sebagai kabar
baik sejati bagi semua kita yang diperbudak oleh natur dosa kita. Namun
masih sama seperti seorang yang sedang sekarat karena kanker yang
harus menerapkan secara pribadi cara penyembuhan yang baru
ditemukan, demikian juga kabar baik tidak akan ada artinya bagi orang-
orang yang mengidap kanker rohani apabila mereka tidak
menginternalisasikan kabar baik itu dengan secara pribadi menerima
Yesus sebagai penebus dan Tuhan mereka sendiri.
20

II. Wawasan Dunia Sintesis Abad Pertengahan


Munculnya Teologi Kristen: Konsili Nicea
Konsili-konsili diadakan di Nicea tahun 325 M, Konstantinopel 381
M, Efesus 431 M, dan Calcedon 451 M. Semuanya berkenaan dengan
isu-isu mengenai apa yang sekarang kita sebut kontroversi kristologi.
Masing-masing konsili bertugas untuk memformulasikan posisi yang
definitif tentang Yesus Anak Allah. Maka dirumuskan credo-credo sebagai
pernyataan doktrin untuk ditegaskan oleh semua orang Kristen. Dalam
konsili Nicea, Arius berpendapat bahwa karena hanya ada satu Allah,
yaitu Bapa, yang adalah satu-satunya pencipta, semua lainnya pasti
adalah makhluk-makhluk ciptaan, suatu tatanan keberadaan yang
berbeda dari Allah. Dalam konsili Nicea dirumuskan kredo yang isinya:
“Kami percaya kepada satu Allah Bapa yang Mahakuasa, Pencipta segala
sesuatu, yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan; dan kepada satu
Tuhan Yesus Kristus, yang diperanakkan oleh Bapa, satu-satunya yang
diperanakkan Bapa, yang mempunyai substansi Bapa, Allah dari Allah,
terang dari terang Allah sejati dari Allah sejati, diperanakkan bukan
dijadikan, dari satu substansi dengan Bapa, yang melaluinya segala
sesuatu dijadikan, segala yang di surga dan segala yang di bumi; yang
demikian dan keselamatan kita turun dari sorga dan dijadikan daging, dan
menjadi manusia.”

Jeda Alkitabiah: Trinitarianisme Augustinus


Augustinus adalah seorang tokoh besar yang memberikan karakter
formatif bagi banyak pemikiran Kristen. Ia adalah seorang Katolik tetapi
juga seorang Injili, seorang warga dunia yang terdidik tetapi juga seorang
Kristen yang rendah hati dan saleh. Ia menyatakan bahwa Allah, Dia yang
transenden, menciptakan segala sesuatu ex nihilo, dari tidak ada. Jadi
Augustinus menolak pengajaran Plato bahwa demiurge hanya membuat
dunia ini dari bentuk-bentuk dan materi yang ada dan Ia juga menolak
pandangan neoplatonis bahwa dunia ini adalah pancaran atau aliran dari
21

Allah. Agustinus juga menolak dualismenya Mani Chaean, Yang


menegaskan bahwa karena Allah menciptakan segala sesuatu, maka
materi adalah baik. Kontribusi theologis Augustinus yang terutama adalah
mengklarifikasi dan menerangkan pandangan trinitarian yang
diartikulasikan oleh Athanasius. Augustinus mengajarkan bahwa Allah
telah menyatakan dirinya sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus yang kekal,
dengan Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak atau Filioque. Studi Alkitab
yang serius memimpin Augustinus untuk menyimpulkan bahwa sebelum
kejatuhan, Adam mempunyai kebebasan untuk berpendapat dan
melakukan apa yang benar. Adam diciptakan sebagai makhluk rasional
yang dapat menerima dan memahami perintah Allah. Namun ia memilih
untuk tidak menaati Allah dan melayani keinginannya sendiri, mencari
kebaikan bagi dirinya sendiri tetapi tidak mencari kebaikannya di dalam
Allah. Berusaha dan seperti semua dosa yang berakar bukan dalam tubuh
manusia tetapi dalam jiwa manusia dengan demikian muncul dari
ketidakpercayaan. Dengan demikian, melalui satu tindakan
pemberontakan natur manusia berubah secara fundamental, dan Adam
masuk ke dalam suatu keadaan berdosa. Melalui Adam, seluruh umat
manusia terjerumus ke dalam perbuatan dosa, yang menghasilkan
berbagai perbuatan dosa manusia. Pelagius menyangkali bahwa dosa
asal diwarisi dari Adam, Pelagius menyatakan dosa sebagai tindakan
yang terisolasi, bukan sebagai keadaan dari keberadaan manusia. Ia
bersikeras bahwa semua orang diciptakan tanpa dosa dan mempunyai
kuasa untuk tidak berdosa. Debat antara Augustinus dan Pelagius
membara selama bertahun-tahun. Pada tahun 431 M setahun setelah
kematian Augustinus, gereja-gereja pada Konsili Efesus menyelesaikan
perbantahan dan mendukung pandangan Augustinus.

Skolastisisme Abad Pertengahan:Sintesis Thomistis


Ketika periode abad pertengahan berjalan, skolastisisme, suatu
metode studi yang sistematis yang dipakai oleh para cendekiawan untuk
22

memahami segala realitas, mulai mendominasi kehidupan intelektual.


Thomas menekankan bahwa keunikan Allah berakar dalam esensinya.
Sesungguhnya esensi Allah adalah to be atau berada. Sementara segala
keberadaan lainnya dan objek-objek dalam ciptaan itu eksis karena
kebergantungan mereka atau karena hubungan mereka dengan penyebab
tertentu yang lebih tinggi, natural yang sesungguhnya adalah eksis.
Thomas menggabungkan gagasan aristotelian tentang penggerak yang
tidak digerakkan sebagai satu keberadaan yang tidak bisa tidak ada,
dengan ide Alkitabiah tentang Allah sebagai agen dalam Keluaran 3:14
yang cukup pada dirinya sendiri dan bereksistensi pada dirinya sendiri.
Thomas bukan mengambil pengajaran fundamental Alkitab tentang Allah
kekristenan. Dengan kehidupannya yang tidak berdosa dan
penderitaannya di atas salib yang menawarkan penebusan bagi dosa-
dosa umat manusia, Kristus menggunakan keselamatan.
Kesengsaraannya, suatu pengorbanan sejati. Oleh kematian, kebangkitan
dan kenaikan Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat gereja-Nya.
Thomas berusaha menggabungkan unsur-unsur Aristotelian dalam
antropologinya dengan pengajaran Augustinian dan Pelagian.
Pandangannya dapat diberi label semi Pelagian atau semi Augustinian.
Aquinas percaya bahwa Allah menciptakan Adam, Allah memberinya rasio
dan satu karunia khusus. Sebelum kejatuhan, karunia ini memampukan
Adam untuk mencari dan memperoleh kebaikan yang tertinggi karena dia
menaati dan melakukan kehendaknya. Tetapi ketika Adam menjatuhkan ia
kehilangan karunia kebenaran asal ini, Dan natur manusia menjadi rusak.

III. Wawasan Dunia Pasca Sintesis


Penemuan Kembali Akar Alkitabiah: Reformasi
Reformasi protestan membawa perubahan yang sangat besar pada
seluruh kebudayaan Eropa. Dampaknya sebagian besar dihasilkan oleh
penemuan kembali dan promosi wawasan dunia Alkitabiah oleh para
pemimpinnya. Istilah reformasi menunjukkan bahwa orang-orang seperti
23

Martin Luther di Jerman dan John Calvin di Swiss secara terang-terangan


menolak banyak ide dari zaman abad pertengahan. Mereka berusaha
untuk menegakkan kembali doktrin dan kehidupan rohani kekristenan
Perjanjian Baru dalam gereja abad ke-16. Martin Luther berhasil
membawa reformasi bagi gereja, di mana orang-orang lain telah gagal.
Ide-ide Luther mulai mendapat bentuk yang pasti pada tahun 1520. Tiga
prinsip yang menjadi semboyan teologi reformasi: 1) Sola Scriptura:
Alkitab adalah satu-satunya dasar otoritatif bagi semua doktrin Kristen; 2)
Sola Gratia: Hanya Anugerah, Alkitab menjelaskan pandangan tentang
penebusan; 3) Keimanan bagi semua orang percaya. Kontribusi besar
reformasi adalah usahanya menghidupkan kembali interpretasi
Augustinus tentang kekristenan yang Alkitabiah. Luther menegaskan
jurang pemisah antara Allah dan manusia berdosa dan menekankan pada
keniscayaan anugerah dan rahmat Allah bagi keselamatan manusia.
Dengan melakukan hal ini ia menolak semi pelagianisme dan
aristotelianisme dari para pendahulunya. Para tokoh reformasi bukannya
sudah sempurna. Sebagian pengikut Luther dan Calvin telah memodifikasi
pandangan-pandangan mereka. Tetapi dua pilar reformasi ini dengan kuat
menegaskan kedaulatan Allah dan mendesak orang-orang untuk
mengakui bahwa satu-satunya alternatif bagi kedaulatan Allah adalah
kecenderungan kuat atau lemah, pada otonomi manusia, yang menjadi
kata favorit dalam era modern.

Dari Renaissance Dan Zaman Naturalisme


Sementara Luther, Calvin dan orang-orang Protestan lain di Eropa
utara bergumul dengan masalah mereformasi doktrin dan kehidupan
gereja Kristen, satu gerakan besar lainnya renaissance sudah berjalan
cukup lama di Eropa selatan. Seperti reformasi, renaissance berusaha
menemukan suatu pondasi yang dapat memberi makna dan persatuan
bagi seluruh kehidupan. Karena dua gerakan ini memberi jawaban yang
antitesis bagi pertanyaan dasar yang sama, mereka harus dipandang dan
24

dipertimbangkan bersama-sama. Naturalisme adalah filsafat yang paling


kuno dalam peradaban Barat. Meskipun mempunyai akar yang lebih tua,
naturalisme secara sistematis pertama kali diajukan oleh Thales Dan
Mazhab Milesian, menurut mereka realitas ditemukan hanya di dalam
alam dan bukan dalam supernatural menjadi batu penjuru naturalisme.
Kepercayaan naturalistis dari filsafat Yunani ini mempengaruhi pemikiran
umum dan ketajaman renaissance. Ketika gerakan berkembang lambat
laun ia mulai menolak konsepsi tradisional Kristen tentang Allah, alam
semesta dan tempat manusia didalamnya. Pergeseran dari wawasan
dunia Kristen kepada naturalisme abad ke-19 Dimulai dari Thomas
Hobbes. Thomas Hobbes menjadi salah satu pemikir besar periode pra
pencerahan meskipun ia mengalami masa muda yang keras. Hobbes
adalah pengikut dari ilmuwan dan filsuf Inggris, Francis Bacon. Menurut
Hobbes manusia tidak lain hanyalah satu tubuh yang terbuat dari materi
masing-masing individu hanyalah satu kesatuan materi yang bergerak
dalam ruang. Sebab itu, memperkenalkan suatu antropologi mekanis,
yang salah satunya menyatakan bahwa manusia adalah bagian-bagian
dari alam. Dalam hal itu memperlihatkan dasar pijakan yang sama dengan
kaum naturalis Yunani khususnya dengan kaum atomis. Deisme menjadi
kepercayaan religius yang terutama di kalangan intelektual selama zaman
pencerahan, dan dipromosikan oleh filsuf seperti Rene Descartes.
Pandangan dasar deisme bisa diringkaskan sebagai berikut: 1) Allah
menggerakkan satu sistem yang teratur yang disebut natur atau alam dan
kemudian membiarkannya berjalan sendiri; 2) Alam adalah satu sistem
tertutup dan manusia tidak dapat mengetahui apapun di luar atau
melampaui alam natural itu; 3) Manusia hanyalah satu bagian dari alam.
tidak seperti pemikiran Kristen, yang mengajarkan bahwa manusia
dijadikan secara istimewa menurut gambar penciptanya dan dengan
demikian berkemampuan untuk memiliki satu hubungan pribadi yang unik
dengan akhlak. Kaum deis menyimpulkan bahwa manusia terkunci dalam
sistem alam yang tertutup. Manusia tidak dapat mempunyai hubungan
25

langsung dengan Allah. Jika humanisme renaissance mulai menolak


presuposisi theistis, maka pencerahan, yang terjadi kemudian,
menegaskan lebih lanjut pentingnya manusia dan alam meninggalkan hal-
hal supranatural. Keyakinan kepada rasio manusia memimpin para
pemikir pencerahan untuk mengajarkan bahwa individu dan masyarakat
dapat disempurnakan dengan mengembangkan dan
mengimplementasikan rasio. Voltaire menyebut keyakinan seperti itu
sebagai ide tentang kemampuan tak terbatas yang dimiliki spesies
manusia untuk menjadi sempurna. Rasio dianggap maha kuasa, sumber
kebenaran, bahkan dasar bagi kesempurnaan manusia dan
kesempurnaan sosio ekonomi. Seperti renaissance, pencerahan
mempromosikan suatu wawasan kehidupan dan dunia dimana semua
aspek masyarakat, budaya, dan kehidupan mencerminkan kepercayaan
dan sistem filsafat yang sedang berpengaruh saat itu. Kebanyakan pakar
kontemporer berpendapat bahwa pikiran pencerahan bersifat antitetis
terhadap kekristenan dan teisme tradisional. Pemikiran pencerahan
seperti juga renaissance, bukan merupakan pembalikan total terhadap
naturalisme Yunani kuno karena kebanyakan para rasionalis percaya
pada keberadaan supernatural dalam bentuk tertentu. Namun inti
rasionalisme berasal dari orang-orang Yunani dan, khususnya, dengan
teori Pythagoras dan Plato bahwa rasio cukup memadai sebagai dasar
kebenaran. Dua malapetaka yang terjadi dalam abad ke-18
menghancurkan pandangan rasionalistis tentang alam semesta yang
teratur dan dapat menjadi sempurna. Pada tahun 1756 suatu gempa bumi
yang dahsyat menghancurkan sebagian besar kota Lisbon Portugal,
membunuh banyak penduduknya. Bencana itu mendorong banyak orang
bertanya, jika alam dan realitas adalah rasional dan teratur, mengapa
banyak orang terbunuh dalam suatu tindakan alam yang tampaknya
irasional. Peristiwa kedua yang mempercepat kejatuhan rasionalisme
adalah Revolusi Perancis tahun 1789 sampai 1796, kematian
rasionalisme pada paruh kedua abad-18 memimpin kepada perubahan
26

dramatis dalam pandangan manusia tentang dunia. Bukannya


menganggap realitas itu rasional dan teratur, orang-orang justru beralih
kepada misteri, imajinasi, dan perasaan sebagai dasar kebenaran. Zaman
romantisme ini berawal dengan filsafat Jerman sekuler dari Von Goethe
1749-1832, Von Schiller 1759-1815 dan Lighting 1729-1781. Wawasan
dunia romantik, yang dicetuskan oleh para filsuf Jerman ini, diintegrasikan
ke dalam semua aspek masyarakat dan budaya Eropa. Stanza Byron Dari
Childe Harold merupakan contoh penekanan kaum romantik pada
perasaan dan emosi manusia sebagai sumber pengetahuan dan
kebenaran. Selanjutnya Friedrich Schleiermacher, teologi Schleiermacher
mengilustrasikan betapa agama romantik itu sangat humanis dan
berpusat pada manusia. Dibandingkan dengan presuposisi Alkitab yang
mengajarkan bahwa Allah dan Firman yang dinyatakannya adalah otoritas
yang harus selalu dan final dalam hal kebenaran, romantisisime
menyimpulkan bahwa kesadaran, perasaan, atau intuisi batin merupakan
hakim tertinggi dari kebenaran. Dengan tibanya pencerahan, rasio
dipandang sebagai dasar otoritas, yang dengan demikian menggantikan
Firman Allah. Ide-ide romantic Friedrich Schleiermacher dalam biologi dan
antropologi juga secara radikal mengubah pandangan tradisional tentang
Kristus sebagai anak Allah yang berinkarnasi, yang menebus manusia
berdosa melalui kematiannya di atas kayu salib. Dia secara terus terang
menolak perumusan gereja mula-mula dan menganggapnya hanya
sebagai spekulasi intelektual tentang keilahian dan kemanusiaan Kristus.
Asumsi dasar yang dianut oleh kaum romantik dan para penerus
liberalnya bisa diringkaskan sebagai berikut: 1) Mereka percaya bahwa
rasionalisme sebagai suatu sistem telah gagal; 2) Mereka menyimpulkan
bahwa ditemukannya kembali natur akan memberi masukan kepada
imajinasi manusia dalam pencariannya akan kebenaran. Kaum romantik
menempatkan manusia pada pusat segala realitas. Selanjutnya muncul
Ludwig Feuerbach, dia menolak semua pandangan romantic tentang
filsafat yang didasarkan pada perasaan dan emosi. Ia, yang percaya
27

bahwa kebenaran dan eksistensial konkrit, menyimpulkan tidak ada


sesuatu apapun di luar alam dan manusia. Feuerbach lebih lanjut
mendalilkan bahwa alam, yang meliputi segala eksistensi, sepenuhnya
terdiri dari unsur-unsur fisis. Sebagai seorang materialis, ia mendefinisikan
alam semesta dan realitas sebagai sekadar materi. Ia juga menetapkan
bahwa alam tidak berisi nilai-nilai yang inheren. Tidak ada yang lebih
besar dari alam, alam adalah realitas absolut yang ultimat. Jadi, misalnya,
meskipun manusia bisa berpikir bahwa membunuh itu tidak etis, tidak ada
prinsip seperti itu yang terkandung dalam hukum alam. Ketika Allah
menjadi semakin kurang penting dalam pikiran sekuler, alam termasuk
manusia menjadi semakin penting. Dala alam dan manusia dilihat sebagai
bergantung pada Allah untuk eksistensi dan keberlangsungan mereka.
Dengan datangnya pemikiran di sekolah, alam dipandang hanya sekedar
ditetapkan oleh Allah dalam gerakan dan kemudian dibiarkan berjalan
sendiri. Tidak lagi bergantung pada tangan providensia Allah, alam telah
menjadi satu sistem tertutup dan fokus utama perhatian. Dengan
datangnya naturalisme modern, alam menjadi satu-satunya perhatian,
ketika dunia fisis dianggap menjadi segalanya yang ada. Dengan
demikian, ketika Allah menjadi semakin berkurang posisinya bagi manusia
sekuler, alam menjadi semakin tinggi posisinya.

Humanisme Naturalistis
Kaum humanis bersikap skeptis terhadap hal yang supernatural.
Mereka tidak percaya, seperti yang dikatakan oleh salah satu dari mereka,
bahwa para poltergeist, vampir, atau orang-orang hijau kecil dengan
kepala-kepala yang runcing eksis secara independen di luar national
enquirer. Yang lebih substantif lagi adalah bahwa mereka menolak
kepercayaan kepada satu Pencipta yang sempurna, yang maha kuasa
dan baik hati, yang melakukan berbagai mukjizat, menjawab doa dan
memproklamasikan seperangkat prinsip moral yang fundamental dan
kekal. Kaum humanis menggunakan antropologi, sosiologi dan psikologi
28

untuk menerangkan asal-usul kepercayaan kepada Allah dan agama.


Manusia menggunakan agama untuk menerangkan pengalaman mereka
tentang kesucian dan transendensi dan memberi pengharapan akan
imortalitas. Manusia menciptakan allah-allah demikian dikatakan oleh
humanis Inggris terkemuka Julian Hoxley untuk melindungi diri sendiri
terhadap kesepian, ketidakpastian, dan ketakutan. Kaum humanis berkata
bahwa agama berkembang karena sejumlah hal tampak berada di luar
kendali mereka. Manusia menciptakan agama dalam suatu usaha untuk
menempatkan diri mereka sendiri dalam hubungan yang benar dengan
kekuatan yang tampak tak terduga dan misterius. Dapat disimpulkan
mereka menganggap bahwa Allah tidak eksis. Karena Allah tidak eksis,
selanjutnya kata para Humanis, Yesus Kristus jelas bukan Allah. Yesus
paling mungkin hanyalah seorang guru moral yang luar biasa, dan
setidak-tidaknya adalah seorang Yahudi yang menerima wawasan dunia
pada zamannya. Berkali-kali kaum humanis memproklamasikan bahwa
agama sedang merosot dan pada akhirnya akan mati. Dengan
kepercayaan bahwa Allah tidak ada atau tidak mempunyai relevansi bagi
kehidupan manusia karena ia tidak dapat diketahui, kaum humanis
menegaskan bahwa manusia adalah keberadaan yang tertinggi dalam
alam semesta. Jadi para Humanis setuju dengan para naturalis bahwa
kita tidak diciptakan menurut gambar Allah Yang Maha Kuasa.
Sebaliknya, manusia adalah suatu bagian integral dari alam dan tidak
dapat dibedakan secara tajam dengan tatanan alam yang di dalamnya ia
berevolusi. Bagi para humanis, kita tidak sakit dan juga tidak berdosa
seperti yang dipercaya oleh orang Kristen, atau juga tidak terasing seperti
yang dipertahankan oleh Marx, atau juga bukannya tidak autentik seperti
yang dipercaya oleh para eksistensialis. Para humanis sepakat dengan
Pelagius bahwa kita secara fundamental adalah baik. Manusia tidak perlu
menjadi dirinya yang sesungguhnya dengan menaati suatu kehendak
Ilahi, dengan menyelaraskan diri dengan suatu rancangan kosmis, dengan
berpartisipasi dalam proses historis, atau dengan menggunakan otonomi
29

mereka dalam menentukan pilihan secara terus-menerus. Manusia


menentukan aturan dan nasib bagi mereka sendiri. Humanisme adalah
suatu filsafat kehidupan, suatu wawasan dunia yang religius yang
memegang banyak keyakinan yang bertentangan dengan iman alkitabiah.

Bagian 2: Epistemologi
Epistemologi adalah suatu studi tentang pengetahuan Natur dan
cakupannya, sarana untuk memperoleh pengetahuan itu, dan presuposisi
yang mendasarinya.

I. Epistemologi Alkitabiah Dan Klasik


Epistemologi Alkitabiah: Pernyataan
Pandangan Alkitabiah tentang pengetahuan pertentangan terhadap
sekaligus merupakan solusi bagi pandangan humanistis yang
diekspresikan sepanjang sejarah barat yang lebih diterima secara lebih
luas. Yang paling penting bagi setiap sistem pengetahuan adalah titik
tolaknya. Berdasarkan definisinya, presuposisi adalah ide-ide yang
menjadi suatu posisi-posisi yang dimiliki terlebih dahulu oleh seseorang
dalam segala pemikirannya. Ide-ide ini tidak hanya memberikan satu titik
tolak pemikiran, tetapi juga menentukan metode yang dengannya
pengetahuan diperoleh dan sasaran yang dituju oleh pengetahuan
tersebut. Presuposisi adalah seperti aksioma dalam matematika, yang
tidak dapat dibuktikan tetapi harus ada untuk geometri selebihnya. Semua
orang memakai presuposisi karena tak seorang pun dapat berpikir tanpa
nya. Presuposisi adalah seperti kacamata yang melaluinya seseorang
melihat dunia. Sistem presuppositional dan memfokuskan perhatian kita
kepada Allah yang mutlak tidak bisa dikesampingkan dalam segala
pemikiran kita. Tanpa Allah sebagai titik tolak, kita tidak dapat mengetahui
apapun tentang dunia dengan berbagai kekhususannya. Allah sendiri
adalah dasar dari kebenaran bukan hanya karena FirmanNya yang benar
tetapi karena ia adalah Allah kebenaran itu sendiri. Alkitab mengajarkan
30

bahwa Allah menyatakan dirinya kepada manusia karena anugerahnya


sehingga manusia boleh berkata bersama dengan Rasul Paulus, “Aku
tahu kepada siapa aku percaya” 2 Timotius 1:12. Karena Allah berpribadi
dan menyatakan dirinya sebagai seorang pencipta dan penebus yang
berdaulat, maka pernyataan tidak pernah hanya terdiri dari data-data yang
kita percayai secara intelektual. Allah menyatakan dirinya dengan jelas
melalui keindahan dan keagungan ciptaan (Mazmur 19). Allah
menyatakan dirinya kepada semua orang melalui akal budi mereka
khususnya hati nurani mereka. Melalui pernyataan khusus, Allah
menyingkapkan apa yang diperlukan oleh manusia berdosa untuk
mengetahui tentang dia, diri mereka sendiri, dan dunia. Melalui
pernyataan khusus Allah mencurahkan akal budi kita bagi suatu
pengetahuan yang menyelamatkan. Disamping inkarnasi Kristus sang
firman Allah yang hidup, Allah juga menyatakan dirinya secara khusus
melalui Alkitab, firman Allah yang tertulis. Alkitab memiliki ciri
keniscayaan, otoritas, kejelasan, dan kecukupan. Keniscayaan Alkitab
adalah jawaban Alkitabiah bagi semua pandangan yang berkata bahwa
akal manusia tidak bergantung pada Allah. Otoritas Alkitab implisit dalam
keniscayaannya. Secara tradisional orang-orang percaya berpegang
bahwa Alkitab adalah satu-satunya otoritas yang infallible dalam hal iman
dan perbuatan. Kejelasan Alkitab berarti bahwa pesannya itu jelas.
Kecukupan Alkitab berarti bahwa Alkitab adalah suatu Penyataan Allah
yang sudah genap.

Epistemologi Yunani. 2 Plato Dan Aristoteles


Pandangan epistemologi Yunani berbeda dengan pandangan para
penulis Alkitab. Orang Yunani percaya bahwa manusia sendirilah yang
menemukan pengetahuan dengan menggunakan rasio atau metode
empiris saja. Mereka justru berpendapat bahwa pengetahuan yang sejati
tidak dapat diperoleh, atau bahwa pengalaman indrawi atau metode
metode rasional dapat mengumpulkan manusia untuk menemukan
31

kebenaran. Dalam pencariannya akan pengetahuan rasional yang dapat


diandalkan Socrates memakai metode yang disebutnya sebagai dialektis.
Dialektis adalah suatu proses dialog dan diskusi yang dilakukan dengan
menanyakan pertanyaan yang teliti dan mengajukan jawaban-jawaban
yang beralasan untuk mengklarifikasi ide-ide dan untuk menemukan
kebenaran. Bagi Plato bentuk-bentuk dan ide-ide adalah pola-pola yang
kekal. Mereka terpisah dari benda fisik yang adalah jiplakan yang samar-
samar dari ide. Kebanyakan pakar setuju bahwa semua bentuk
mempunyai sifat yang sama sebagai berikut: Bentuk-bentuk itu tidak
mempunyai sifat atau properti ruang; bentuk-bentuk itu kekal dan tidak
berubah; eksistensi bentuk-bentuk tidak bergantung pada benda lain;
indra tidak dapat menangkap bentuk-bentuk itu; bentuk-bentuk itu sendiri
adalah nyata; semua bentuk menurut natur nya adalah baik. Menurut
Aristoteles segala sesuatu berada dalam proses bergerak antara
potensialitas murni dan aktualitas murni. Penggerak yang tidak digerakkan
adalah jiwa kekal yang impersonal atau bentuk yang intelligible dari dunia.
Plato dan Aristoteles secara efektif menjawab skeptisisme kaum sofis.
Kaum sofis menyangsikan bahwa manusia dapat mencapai pengetahuan
yang benar karena pengalaman mereka tentang dunia fisis yang empiris
berubah-ubah dan relativistis. Plato dan Aristoteles, sebaliknya, percaya
bahwa pengetahuan yang dapat diandalkan masih dimungkinkan karena
ia bertumpu pada bentuk-bentuk yang universal dan tak berubah yang
ditemukan melalui rasio manusia. Pengetahuan adalah absolut sejauh
didasarkan pada bentuk-bentuk kekal.

II. Epistemologi Abad Pertengahan Dan Reformasi


Agustinus, Aquinas, Dan Para Tokoh Reformasi
Augustinus mengatakan bahwa adalah suatu kebodohan untuk
mengakhiri bisikan hikmat kepada orang-orang yang oleh pengakuannya
sendiri tidak mempunyai pengetahuan tentang kebenaran. Tidak ada
seorangpun yang sungguh-sungguh berhikmat jika ia tidak mengetahui
32

apa-apa. Bukan hanya bahwa kebenaran dapat diperoleh, kata


Augustinus, tetapi adalah mustahil untuk tidak mengetahui sesuatu.
Selanjutnya Thomas menunjukkan bahwa iman Kristen bertumpu pada
pondasi rasional dan bahwa filsafat tidak harus memimpin kepada
penolakan terhadap iman Kristen. Rasio dan pernyataan berkorelasi
bukan antitesis. Meskipun pernyataan bisa menyatakan sesuatu yang
tinggi melampaui rasio, namun kenyataan tidak bertentangan dengan
rasio.

III. Epistemologi Pencerahan


Rasionalisme Dan Empirisisme
Kunci keyakinan rasionalisme adalah bahwa kepastian dimulai
dengan kebenaran rasio di dalam akal budi, yang tidak bergantung pada
kelima indera. Sedangkan empirisisme menolak gagasan rasionalistis
tentang suatu akal budi yang dicap terlebih dahulu dengan pengetahuan
dan tertutup bagi efek indra-indra dalam pencariannya akan kepastian.
Sebaliknya, empirisme menganggap bahwa pengetahuan apa saja yang
ditemukan dalam akal budi pasti terlebih dulu berasal dari salah satu atau
lebih dari antara lima indra. Kunci bagi empirisisme adalah bahwa
kepastian dalam pengetahuan sangat bergantung pada pengalaman-
pengalaman lima indera itu.

Revolusi Kopernikan Kant


Kontribusi Immanuel kant yang paling tahan lama bagi sejarah
filsafat adalah sintesis revolusionernya tentang epistemologi, yang berlaku
sebagai tolok ukur dalam pemikiran barat. Ketidakpuasan Immanuel kant
terhadap rasionalisme diperkuat oleh serangan empiris Inggris David
hume terhadap metafisika rasionalis. Hume menyatakan bahwa kita tidak
dapat mengetahui kausalitas karena semua pengetahuan kita berasal dari
pengalaman, dan kausalitas tidak ada di dalam peristiwa. Arti yang
hendak disampaikan Immanuel Kant adalah bahwa pikiran membawa
33

sesuatu kepada objek yang dialaminya. Jadi dia secara radikal mereka
definisikan pengetahuan dengan mengasumsikan suatu dualisme yang
tajam antara realitas fenomenal dan realitas nomenal. Presuposisi dari
Immanuel Kant adalah: Memandang bahwa manusia pada esensinya
adalah baik, rasional, dan otonom; percaya bahwa pikiran manusia
menciptakan pengetahuan ketika ia berinteraksi dengan pengalaman
indrawi; menolak gagasan tentang Allah Trinitas yang menyatakan dirinya
dalam pernyataan Yudeo Kristen.

IV. Epistemologi Kontemporer


Positivisme, Eksistensialisme, Dan Pragmatisme
Positivisme adalah suatu sikap atau suatu pendekatan pada
kehidupan yang pertama-tama menganggap manusia hanya dapat
mempunyai pengetahuan tentang fenomena fisik dan kedua bahwa
pengetahuan kita tentang fenomena bersifat relatif tidak absolut. Para
positivis berpendapat bahwa alam tidak mempunyai tujuan atau esensi
batin yang mendasari untuk membentuk perkembangan atau arahnya.
Positivisme telah menggunakan berbagai bentuk dalam abad ke-20. Ia
telah muncul sebagai saintis me, yang menolak segala yang tidak dapat
disusutkan menjadi yang fisis dan dipelajari melalui metode ilmiah. Seperti
positivisme, eksistensialisme memperoleh inspirasi dari Immanuel Kant.
Eksistensialisme telah mencapai popularitas di seluruh dunia dalam
bidang yang beragam seperti literatur, drama, puisi, seni, dan teologi.
Dengan penekanannya pada eksistensi individual, eksistensialisme
sebagian adalah suatu reaksi melawan tendensi di humanisme
masyarakat masa. Selanjutnya pragmatisme memiliki kesamaan dengan
pandangan Heraklitus, Para Filsuf Yunani, dan Francis Bacon. Kaum
pragmatis berusaha memperantarai positivisme ilmiah dan idealisme
filosofis yang dikembangkan oleh Immanuel Kant, Hegel, dan Kaum Neo
Hegelian. Para pragmatis berpegang bahwa pernyataan menjadi
bermakna jika mereka mempunyai konsekuensi yang bermanfaat.
34

Pragmatisme bermanfaat sejauh pragmatisme cenderung menjaga orang-


orang agar tetap berhubungan dengan dunia nyata. Ketika manusia
memisahkan dirinya dari Allah, pengetahuan menjadi semakin terpecah-
pecah dan relatif. Krisis zaman kita sebagian besar bersifat epistemologis.
Berbagai epistemologi kontemporer membuat masyarakat menjadi
bingung dan terasing sebagai orang-orang yang meraba-raba dalam gelap
untuk mencari kebenaran esensial tertentu yang dapat mempersatukan
pikiran dan perspektif etis mereka. Tetapi krisis ini bisa juga bermanfaat
untuk menyoroti tidak memadainya filsafat naturalistis dan mendorong
manusia untuk mengalihkan pandangannya kepada Allah yang hidup,
yang adalah sumber satu-satunya dari kebenaran dan pengetahuan.
35

Judul Buku : Revolusi-Revolusi Dalam Wawasan Dunia


Memahami Arus Pemikiran Barat
Penulis : W. Andrew Hoffecker
Penerbit : Momentum
Tahun Terbit : 2017
Jumlah Halaman : xvii, 421

Orang Yunani Yang Membawa Hadiah


Peradaban Yunani bukan peradaban pertama yang ada di Barat,
tetapi mereka membuat sumbangsih yang mendalam bagi seni, arsitektur,
ilmu pengetahuan, politik, ilmu perang, pendidikan, puisi, sejarah, dan
filsafat. Hingga abad kedua puluh, ketika agama dan filsafat Timur mulai
menghasilkan dampak yang besar, pemikiran Barat memiliki dua akar,
yakni Yunani dan Alkitab. Dalam agama Yunani, yang mutlak secara
filosofis dan agamawi adalah takdir. Ada perbedaan antara para filsuf
Yunani dan agama-agama Yunani dan para guru hikmat kuno lainnya
adalah penekanan mereka pada keunggulan rasio manusia. Para filsuf
setuju bahwa kehidupan yang baik adalah kehidupan rasio. Sikap para
filsuf terhadap agama Yunani beragam, mulai dari menghina hingga
menerima dengan ramah. Para filsuf Miletus misalnya, menyingkirkan
relasi alkitabiah antara Pencipta dan ciptaan. Jika semua adalah air, maka
Allah, jika Dia ada, juga adalah air, dan kita adalah air. Tidak ada
perbedaan mendasar antara Dia dan kita. Allah dan dunia berasal dari hal
yang sama. Sama seperti para filsuf Miletus, Heraklitus menolak theisme
Alkitab dan tentu saja juga Dia yang menghasilkan dan menopang
perubahan. Sedangkan Parmenides membantah rasio, membawa kepada
irasionalisme. Parmenides membuka jalan kepercayaan sebagai filsafat
alternatif, filsafat yang akan menjelaskan struktur pengalaman indrawi kita.
Para atomis (Empedocles dan Anaxagoras) percaya bahwa dunia terdiri
dari unsur-unsur dengan kualitas yang berbeda. Selanjutnya Phytagoras
dengan slogan “semua adalah angka” nya, menyampaikan bahwa setiap
hal adalah hasil lengkap dari rumus matematis. Kaum Phytagorean sama
seperti orang-orang Yunani lainnya, tidak rela mengakui adanya pribadi
36

rasional yang lebih tinggi daripada diri mereka. Kaum sofis percaya bahwa
realitas adalah apa yang manusia pikirkan mengenainya. Socrates guru
dari Plato percaya bahwa setiap orang dapat menemukan kebenaran
dengan mencarinya di dalam dirinya sendiri. Bagi Aristoteles, setiap
makhluk seharusnya bertindak seturut dengan bentuknya, yaitu, natur dan
tujuannya. Dia mendefinisikan umat manusia sebagai binatang-binatang
rasional, maka bagi dia, seperti dengan semua filsuf Yunani, kehidupan
yang baik adalah kehidupan rasio. Selanjutnya bagi kaum Stoik, dunia
adalah sebuah realitas tunggal, yang diatur oelh jiwanya sendiri. “Ilah”
panteistik ini memerintah semuanya dengan hukum alam. Namun pada
akhirnya orang-orang Stoik gagal menjawab bagaimana jiwa dunia
menjelaskan fakta-fakta individu, atau bagaimana jiwa dunia memberikan
arahan moral kepada makhluk-makhluk yang terbatas. Pada tahun 205-
207 M, muncul Plotinus yang menentang materialisme dari orang-orang
Epikurean dan Stoik dengan menggunakan berbagai jenis argumen:
Materialisme tidak dapat menjelaskan pemikiran. Materialisme tidak dapat
mengenali subjek pengetahuan, orang yang menggunakan indra untuk
memperoleh pengetahuan. Plotinus mengatakan banyak hal mengenai
Yang Esa: bahwa Yang Satu itu eksis, bahwa hal itu tidak memiliki
kualitas keberadaan dalam dunia fisik, bahwa hal itu bukan material,
bahwa adalah mungkin bagi jiwa-jiwa untuk masuk ke dalam relasi mistis
dengannya.

Wawasan Dunia Dan Kehidupan Orang Ibrani


Minimalis biblikal menganggap bahwa sejarah Israel sebelum
pembuangan merupakan pemalsuan. Bahaya yang besar dari pemikiran
minimalis adalah bahwa pemikiran ini bukan hanya berusaha untuk
melemahkan kebenaran catatan Alkitab, tetapi juga mempertanyakan
berbagai sejarah atau pemikiran sesudahnya yang berdasarkan pada
reliabilitas Alkitab. Akan tetapi minimalis biblikal mengandalkan asumsi-
asumsi yang salah yang lebih menerapkan wawasan dunia modernitas
37

dan postmodernitas yang spekulatif daripada bukti yang jelas dari teks
teks Alkitab sendiri. Celah dan fitnah terhadap orang Ibrani, sejarah
mereka, dan pandangan hidup mereka tidak dimulai dari minimalis biblikal
abad ke-21. Sepanjang sejarah paling tidak sejak Marcion di abad ke-2,
orang-orang Yahudi telah dianggap sebagai orang-orang yang primitif
atau bahkan biadab, yang wawasan dunianya tidak bersumbangsih apa-
apa. Berlawanan dengan agama dan filsafat kuno lainnya tulisan
Perjanjian Lama mengajukan ide revolusioner bahwa Allah yang personal
dan transenden menyatakan kebenaran bukan melalui mitos dan praktik-
praktik gaib tetapi melalui penciptaan itu sendiri. Peristiwa-peristiwa aktual
yang ditafsirkan dengan menggunakan bahasa dan firman yang
dibukakan oleh Allah kepada nabi-nabi dan para pembawa pesan yang
lain. Kaum Ibrani percaya bahwa penyataan Allah muncul dalam bentuk
verbal dan nonverbal. Terkadang Allah tidak menggunakan perantara
manusia tetapi berbicara secara langsung kepada umatnya. Pemberian 10
perintah merupakan salah satu insiden seperti itu (Kel. 20:1-17).
Kepercayaan teologis yang paling mendasar dari iman Ibrani adalah
monoteisme, seperti yang diringkaskan dalam Ulangan 6:4. Penciptaan
menyediakan konteks yang darinya narasi lain dari Alkitab berkembang
dengan semua dimensinya yang banyak. Sampai pada masa modern
catatan penciptaan orang Ibrani mengimplikasikan penciptaan secara Ilahi
yang ex nihilo dari ketiadaan. Penyajian ini berfungsi untuk menekankan
bahwa Allah adalah Maha Kuasa tiada bandingannya dan berdaulat. Dia
Orang-orang Ibrani percaya bahwa karya penciptaan Allah pada
permulaan bersifat komprehensif, walaupun demikian mereka tidak
memiliki satu katapun untuk menggambarkan alam semesta. Objek
terakhir yang Allah dandani adalah manusia dan itulah sebabnya
mengapa kemanusiaan sering disebut sebagai mahkota ciptaan.
Tambahan pula manusia berbeda dari semua bagian ciptaan yang lain,
karena manusia diciptakan sebagai imago dei menurut gambar Allah,
sebab itu penciptaan manusia dalam Kejadian 1 menunjukkan dominasi
38

manusia atas ciptaan Allah dan bahwa laki-laki dan perempuan


merupakan perwakilan gambar Allah. Dampak-dampak pemikiran orang
Ibrani dapat diringkas sebagai berikut: 1) Pandangan Ibrani mengenai
alam memiliki dampak yang mendalam terhadap teologi di barat secara
khusus konsep monoteisme; 2) Kebanyakan antropologi modern di barat
mengajarkan bahwa umat manusia diciptakan dengan martabat dan hak-
hak yang tidak dapat diambil; 3) Manusia sebagai imago dei menentukan
bagaimana orang Ibrani harus hidup; 4) Relasi antara Allah dan manusia
bersifat intim dan personal; 5) Sejarah tipe linear yang diajarkan pertama
kali oleh orang Ibrani adalah bentuk sejarah yang telah dipahami di barat;
6) Hukum sipil orang Inggris dengan jelas ditegakkan di atas hukum
Alkitabiah yang diberikan kepada orang yang Ibrani; 7) Mesianisme yaitu
pengharapan dan antisipasi dari juruselamat yang akan datang dan raja
yang akan membebaskan umatnya selalu menjadi pengharapan utama
dari banyak orang barat.

Wawasan Dunia Perjanjian Baru


Wawasan dunia yang ditawarkan oleh Perjanjian Baru bukanlah hal
yang barum, tetapi dibangun di atas apa yang ditemukan di Perjanjian
Lama. Perjanjian Lama juga sangat mempengaruhi mayoritas orang-orang
Yahudi pada abad pertama yang menganggap Perjanjian Lama sebagai
firman Allah. Hal tersebut terlihat dari beberapa aspek. Salah satunya
Allah, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru bertentangan secara
radikal dengan polytheisme yang mendominasi kebudayaan sekitarnya.
Perjanjian Baru juga sepakat dengan Perjanjian Lama dalam asumsi
dasarnya mengenai umat manusia. Allah menciptakan manusia menurut
gambarnya, walaupun dosa kematian dan kutuk bukanlah kata akhir
karena Allah menjanjikan penebusan yang dimulai setelah kejatuhan.
Allah bekerja secara progresif pada masa Perjanjian Lama sampai
Perjanjian Baru. Perjanjian Baru menyingkapkan kisah penebusan puncak
yang terjadi di dalam pribadi dan karya Kristus. Perjanjian Baru
39

memperdalam pandangan kita mengenai Allah, Perjanjian Lama


menunjukkan bahwa hanya ada satu Allah. Perjanjian Lama mengandung
bayangan atau nubuat mengenai karakter trinitarian Allah. Tetapi
Perjanjian Baru dan kedatangan Kristus memberikan terang yang lebih
jauh lagi. Keseluruhan Perjanjian Baru dibangun diatas pengajaran
Perjanjian Lama mengenai Allah ketimbang menolak atau meneranginya.
Perjanjian Baru memperdalam pengajaran Perjanjian Lama mengenai
penciptaan dan providensi dengan mengindikasikan peran Anak Allah,
dalam keduanya Anak yang adalah gambar Allah sejak kekekalan adalah
perantara yang menciptakan segala sesuatu. Pemeran kedaulatan Allah
dalam karya penciptaan berpadu dengan pemeran kedaulatan yang terus
berlanjut dalam providensi. Perjanjian Baru melanjutkan keyakinan
Perjanjian Lama bahwa Allah memerintah atas semua peristiwa secara
berdaulat baik berkat-berkat (Mz. 65), dan bencana-bencana (Ayb. 21),
peristiwa-peristiwa secara umum (Rat. 3:33-38), dan peristiwa-peristiwa
yang terperinci (1 Raj. 2:3-4, 10; Mat. 9:25-33; 10:29-31. Perjanjian Baru
menerima dan menegaskan pula pandangan Perjanjian Lama bahwa dosa
adalah pemberontakan kepada Allah dan pelanggaran terhadap
kebenaran dan kekudusan-Nya. Penekanan utama Perjanjian Baru bukan
pada jurang dosa tetapi pada apa yang telah Allah lakukan pada zaman
akhir ini (Ibr. 12).

Kekristenan Sejak Bapa-Bapa Gereja Mula-Mula Hingga


Charlemagne
Salah satu cara terbaik untuk melihat dunia pemikiran dari masa
sesudah Perjanjian Baru yang paling awal adalah melalui kacamata
literatur Kristen yang ada pada periode tersebut, sekumpulan tulisan yang
dikenal sebagai tulisan baba-bapa rasuli. Misalnya Klemen mengajarkan
bahwa Allah memberikan otoritas kepada rohaniwan yang ditahbiskan
sehingga membuat tanda yang tidak terhapuskan pada imam tersebut.
Sedangkan Ignatius dari Antiokhia memohon orang-orang Kristen untuk
40

tidak campur tangan untuk menghalangi kemartirannya. Pollycarpus dari


Smirna memerintahkan untuk berdoa bagi pemerintah sipil. Selanjutnya
surat Barnabas mengajarkan bahwa baptisan menganugrahkan
pengadopsian kepada status anak dan membuat orang-orang percaya
menjadi bait Roh Kudus. Hermas memandang gereja sebagai menara
yang dibuat dari batu-batu yang diambil dari air. Didakhe membahas
tentang baptisan orang Kristen, puasa, doa dan perjamuan kudus juga
mengandung peraturan dan petunjuk disiplin mengenai uskup, diaken dan
nabi. Selain kumpulan literatur ada juga bidaah yang menyerang
kekristenan. Salah satunya Marcion dengan antitesis perbedaan yang
besar antara Allah Perjanjian Lama (Ilah yang kejam, tidak peduli dan
berubah-ubah) dan Allah Perjanjian Baru yang penuh kasih, belas kasihan
dan pengampun. Montanus menganggap bahwa Allah Bapa, Anak, dan
khususnya Roh Kudus bekerja dalam dia dan berbicara melalui dia, dan
bahwa dia harus mengomunikasikan penyataan-penyataan tersebut
kepada seluruh gereja. Kemudian muncul para apologet, Aristides
mengkritik polytheisme dengan menggunakan reducktio absurdum, dia
menunjukkan bahwa semua agama yang lain menyembah ilah-ilah yang
salah. Justin Martyr mengajukan protes terhadap gubernur Urbicus yang
membunuh orang-orang percaya hanya karena mereka adalah orang
Kristen. Tatian orang Syria menolak dan mengkritik pemujaan Yunani.
Athenagoras dari Athena berusaha membuktikan doktrin kebangkitan dari
segi rasio. Teofilus dari Antiokhia membela kekristenan terhadap
keberatan-keberatan temannya yang menyembah berhala. Melito dari
sardis menegaskan mengenai keilahian Kristus, praeksistensi-Nya,
inkarnasi-Nya, dan doktrin dosa asal. Dalam berbagai hal umat Allah
mengalami aniaya, orang-orang Romawi mendapati bahwa kekristenan
begitu tidak populer sehingga Tacitus menggambarkan orang Kristen
sebagai kelompok manusia yang dibenci karena sifat-sifat jahat mereka.
Dalam perkembangan selanjutnya muncul para penulis timur dan barat
mula-mula, Irenaeus muncul sebagai teolog pertama, menyajikan tema-
41

tema penciptaan, kejatuhan, dan penebusan, dan sekaligus menentang


kepercayaan yang jelas berantitesis dengan pesan Alkitab. Tertulianus
menerapkan etika Perjanjian Baru setepat-tepatnyanya kepada
pernikahan, keluarga, dan kebudayaan nonkristen dan partisipasi orang
Kristen di dalamnya. Origenes berusaha untuk menyatukan pengertian
dasar pemikiran Yunani dan Kristen walaupun perbedaan mereka sangat
besar. Sedangkan Augustinus menegaskan bahwa iman mendahului rasio
dalam pencarian kebenaran bahkan semua pengetahuan bergantung
pada iman dalam hal yang tidak dapat dipertanyakan bagi akal budi
manusia. Perubahan-perubahan yang hebat terjadi dalam wawasan dunia
Kristen selama 800 tahun abad pertama, titik kekristenan berangkat dari
katakomba ke katedral. Beragam bentuk literatur Kristen berkembang
luas, mengartikulasikan kepercayaan-kepercayaan pokok, praktik-praktik
liturgis dan standar-standar moral yang tinggi.

Theologi Abad Pertengahan Dan Akar-Akar Modernitas


Pada zaman dahulu di suatu tempat yang jauh, suatu kebudayaan
disatukan oleh wawasan dunia tunggal. Bagi orang-orang Kristen, daya
tarik tersebut khususnya begitu kuat, karena seluruh kehidupan dan
pemikiran abad pertengahan ditopang oleh kekristenan. Tidak ada pemikir
abad pertengahan yang melangkah begitu jauh hingga menundukkan
teologi di bawah konsep-konsep filosofis. Tetapi sebelum onto-teologi
dapat berkembang, filsafat dan teologi harus dipisahkan satu sama lain,
sehingga mereka dapat memulai pergumulan mereka untuk mengungguli
satu dengan lainnya. Proses pemisahan filsafat dan teologi dimulai
selama abad pertengahan tinggi. William dan Anselm telah berusaha
mendamaikan kemahakuasaan Allah dengan eksistensi kejahatan dengan
mendalilkan pembedaan antara kehendak yang mengijinkan dan
kehendak yang menyetujui, pembedaan yang sebagian didasarkan pada
pengamatan cara kerja kehendak manusia. Pada abad ke-11 reformasi
kepausan Gregory diilhami oleh gerakan reformasi dalam monastisisme
42

Benedictus. Banyak biarawan yang menjadi kecewa dengan kebangkitan


monastisisme cluniac, pada abad sebelumnya menganggap para
biarawan tersebut terlalu nyaman dan lembek. Mereka membangkitkan
kembali monastisisme asketis gereja mula-mula yang lebih bersemangat.
Dalam studi tentang penggunaan rasio dan logika, Edward Grant telah
berargumen bahwa abad pertengahan merupakan abad iman dan
sekaligus abad rasio. Dia menyatakan bahwa perhatian abad pertengahan
terhadap pertanyaan-pertanyaan berkembang menjadi semangat bertanya
dari ilmu pengetahuan modern, ilmu pengetahuan sosial, dan teknologi:
format pertanyaan terus digunakan secara ekstensif selama sekitar 4
abad.

Renaisans
Ketika membahas wawasan dunia renaissance, dengan segera kita
menghadapi sejumlah permasalahan yang memerlukan pertimbangan
yang hati-hati. Permasalahan yang paling penting diantaranyanya adalah
definisi mengenai renaissance itu sendiri. Renaissance mencakup tatanan
dan reifikasi dari sesuatu yang mungkin tidak memiliki semacam kesatuan
atau identitas yang sadar diri pada waktu tersebut. Yang menjadi pusat
dalam pembaharuan intelektual yang diwakili oleh renaissance adalah
pergerakan, atau gerakan-gerakan, yang dikenal sebagai humanisme.
Humanisme terkenal sulit didefinisikan berkaitan dengan isi doktrinalnya,
karena humanisme merangkul sejumlah besar tokoh dari orang-orang
yang relatif skeptis seperti Pomponazzi, hingga orang-orang Katolik yang
konservatif. Humanisme muncul di Eropa antara tahun 1200 dan 1400
sebagai akibat dari penyebaran kebudayaan Perancis dan pengaruh dari
model-model pembelajaran dan literatur klasik khususnya yang disediakan
oleh Cicero. Petrarch seorang pelopor intelektual yang sejati, mendandani
humanisme Italia menjadi gerakan yang sadar diri, mengembangkan
metode-metode kritik text awal melalui penemuan kembali manuskrip-
manuskrip berbahasa latin dan memainkan peran yang penting dalam
43

perkembangan genre otobiografi. Selanjutnya ada Erasmus yang


mengembangkan gagasan mengenai kekristenan yang tidak bersifat
dogmatis, yang dibangun di sekitar filsafat praktis dari kehidupan yang
meneladani Kristus sebagai patokan bagi tingkah laku dan praktik.
Humanisme membantu memperkembangkan dan memperkuat sikap-
sikap lain yang tidak begitu terlihat tetapi menghasilkan signifikansi
ideologis yang sangat besar. Hubungan yang jelas antara humanisme dan
ideologi-ideologi dari negara-negara kota Italia menemukan padanannya
dalam negara-negara Eropa yang lain. Humanisme muncul sebagai sikap
budaya yang dapat disesuaikan secara khusus dengan kondisi-kondisi
Eropa modern awal di mana humanisme dapat disesuaikan dan
didayagunakan untuk menghasilkan pengaruh yang besar oleh sisi-sisi
yang berbeda pada persoalan-persoalan agama dan politik yang bersalah
pada masa itu. Filsafat Renaissance bersifat eklektik. Jika Aristoteles
menyediakan kanon teks-teks yang utama para filsuf juga menyelaraskan
unsur-unsur yang lain dari Plato dan Neoplatonisme hingga filsafat para
pertapa dan filsafat mistis. Teori Copernicus menentang jalur-jalur
pergerakan yang penting dalam eksegesis Alkitab dan menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan mengenai sentralitas eksistensi manusia dalam
alam semesta bukan hanya secara fisik tetapi juga secara metafisik.
Renaissance juga memiliki sistem politik di mana munculnya negara kota
di Italia dan negara kebangsaan di dalam Eropa yang lebih luas secara
signifikan mempengaruhi pandangan pandangan renaisans mengenai
tatanan politik. Perkembangan-perkembangan paralel dalam pemikiran
politik memfasilitasi aktivitas di mana berbagai kota dan negara ini ingin
terlibat. Seorang anak zaman renaissance yang sejati, Machiavelli
mengembangkan teori-teori politiknya dalam diskusi yang teliti dengan
sumber-sumber klasiknya. Dia juga dengan kuat berargumen agar kota-
kota mengembangkan struktur militer mereka sendiri untuk membebaskan
mereka dari ketergantungan pada tentara sewaan. Warisan klasik yang
begitu penting bagi ambisi politik dan sosial renaissance di Italia
44

merupakan tambang emas yang pasti bagi para seniman visual pada era
tersebut. Dalam literatur, penekanan kepada bahasa klasik dan kritik
tekstual secara langsung mendukung produksi edisi bapa-bapa gereja
mula-mula dan yang lebih penting adalah Alkitab yang membuka jalan
bagi kritik teologis yang kita temukan dalam para reformator dapat
disimpulkan renaissance tidak menawarkan wawasan dunia tunggal
sebagai alternatif bagi abad pertengahan atau reformasi. Memang natur
dari renaissance itu sendiri mempertanyakan kegunaan wawasan dunia
ketika membahas cara-cara yang kompleks yang dengannya manusia
berinteraksi dengan lingkungan mereka.

Reformasi Sebagai Revolusi Wawasan Dunia


Reformasi pada abad ke-16 memiliki banyak segi. Reformasi
mewakili letupan agamawi dan dengan demikian revolusi dalam wawasan
dunia. Reformasi merupakan revolusi agamawi yang tokoh-tokoh
utamanya menyatakan perspektif yang sangat teosentris dalam tulisan-
tulisan mereka para reformator menyejajarkan kekuasaan, kemuliaan, dan
kekudusan Allah dengan kelemahan dan keberdosaan manusia. Suatu
spektrum yang luas dari orang-orang Kristen menjadi sadar diri untuk
menerapkan pengajaran kitab suci kepada semua aspek kehidupan dalam
suatu cara yang menghasilkan wawasan dunia titik Dalam hal ini, yang
paling terkemuka adalah sayap reformed dari tradisi reformasi. Segera
sebelum reformasi, kaum humanis Alkitabiah renaissance di Eropa
sebelah utara mengeluarkan suatu kritik yang kuat terhadap sintesis abad
pertengahan dan mengakibatkan pengertian Alkitab dalam teologi dan
kehidupan orang Kristen. Dari begitu banyaknya penyebab munculnya
reformasi, Martin Luther muncul dengan pengajarannya mengenai Alkitab.
Dalam berbagai karya-karya yang ditulis oleh Martin Luther, Martin Luther
mendesak otoritas Alkitab untuk dilaksanakan meskipun tidak berarti
bahwa dia menolak semua pengajaran dari masa lalu Kristen. Dia
menyadari sepenuhnya bahwa dia telah membuat pemisahan yang tajam
45

terhadap praktik skolastik. Dalam pengajaran teologi Luther sangat


menghargai pengajaran bapak-bapak gereja khususnya Augustinus.
Tetapi, dia meneriakan pengajaran bapak-bapak gereja, khususnya
Augustinus, hanya sejauh mereka mendasarkan ajaran mereka pada
Alkitab. Dasar pemahaman Luther dari reformasi adalah Sola Scriptura.
Luther mengembangkan pandangannya yang revolusioner mengenai
keselamatan dari studi Alkitab yang intensif. Studinya mengenai surat-
surat Rasul Paulus khususnya Roma, menghasilkan doktrin-doktrin yang
terangkum dalam dua slogan reformasi yang lain: Sola Fide dan Sola
Gratia hanya oleh iman dan hanya oleh anugerah. Orang-orang Kristen
diselamatkan bukan berdasarkan perbuatan amal apapun tetapi hanya
melalui iman kepada Kristus. Melalui mana orang-orang percaya
menerima kebenaran Kristus diinvestasikan kepada mereka berdasarkan
hal ini mereka diampuni. Pada akhirnya, tindakan iman hanyalah melalui
anugerah: itu adalah anugerah dari Allah. Luther menunjukkan
pemahaman yang luar biasa mengenai kuasa dosa dalam tulisan-
tulisannya dan pemahaman mengenai bagaimana dosa awaal itu
memperbudak orang-orang yang ditawannya. Pemahamannya bahwa
dosa bersifat intensif dan ekstensif cukup berpengaruh terhadap
semangatnya dalam memulihkan pengajaran Rasul Paulus. Luther
menyerang klaim bahwa gereja khususnya paus memiliki tanggung jawab
yang berotoritas tunggal untuk menafsirkan Alkitab. Sebaliknya, Luther
menegaskan hak orang orang percaya untuk membaca dan menafsirkan
Alkitab bagi diri mereka sendiri dan tidak dengan mata tertutup menerima
pengajaran gereja. Luther percaya bahwa kaum Kristen memang tidak
membutuhkan pemerintah dunia ini yang pada kenyataannya tidak akan
dibutuhkan jika semua orang adalah orang Kristen, meskipun begitu dia
menuntut bahwa mereka seharusnya tunduk kepada para magistrat
mereka, dia berpendapat bahwa walaupun negara bukanlah lembaga
Kristen, orang-orang Kristen tidak seharusnya berusaha menarik diri
darinya. Luther dan Calvin tidak percaya bahwa sola scriptura
46

mengeluarkan pemakaian tradisi penafsiran dari gereja secara


keseluruhan namun orang-orang anabaptis mempercayainya. Dengan
kata lain, orang anabaptis membaca kitab suci tanpa rujukan kepada
bagaimana orang Kristen pada abad sebelumnya membacanya. Orang
anabaptis mengusahakan pemulihan atau perbaikan kekristenan yang
primitif dan Alkitabiah; mereka tidak melihat kelanjutan dalam sejarah
gereja sepanjang zaman. Kaum anabaptis berusaha memulihkan apa
yang telah hilang dan melakukan hal tersebut menurut pembacaan dan
penerapan Alkitab yang kaku. Ciri dari semua reformator adalah kembali
kepada Alkitab sebagai otoritas yang utama, bahkan mungkin satu-
satunya, bagi iman dan perbuatan. Secara konsisten, kita melihat para
reformator terus-menerus merujuk kepada kitab, bukan hanya dalam
persoalan-persoalan teologi Semata.

Pencerahan Pencerahan Dan Kebangunan Kebangunan Rohani:


Permulaan Peperangan Budaya Modern
Pada masa pencerahan kelas cendekiawan elit baru, philosophes,
percaya bahwa rasio yang berpasangan dengan ilmu pengetahuan dapat
mengesahkan masa progres secara politis, ekonomi, dan sosial. Baik
pencerahan maupun kebangunan rohani bersaing untuk mendapatkan
pikiran publik. Melihat keduanya sebagai wawasan-wawasan dunia, dan
bukannya fenomena yang berbeda secara kualitatif, yaitu religius dan
sekuler, akan menyediakan jalan yang lebih tepat untuk menghargai
mereka. Francis Bacon seorang contoh renaissance dari masa lalu
mendesak bahwa penyembahan berhala akan menghasilkan ilmu
pengetahuan baru yang tidak berat sebelah, mengumandangkan
keterfokusan modern bahkan obsesi terhadap penemuan satu metode
yang benar, di mana para pemikir dapat menyelesaikan semua
perselisihan mengenai fakta atau kebenaran. sedangkan Lord Herbert dari
Cherbury mengusulkan perubahan yang radikal dalam asumsi religius dari
doktrin yang dinyatakan dan kesalehan kepada kebenaran rasional, dia
47

menyatakan bahwa prinsip-prinsip agama natural tidak diambil dari Alkitab


yang diteguhkan oleh kesaksian batin Roh Kudus, melainkan dari rasio
sendiri. Pencerahan hanya menempati sebagian dari wawasan dunia
Inggris pada abad ke-17 dan ke-18. Selanjutnya muncul Wesley yang
secara teologis mempertahankan tema-tema reformasi protestan. Namun,
pietisme Jerman dan pemikiran pencerahan dengan jelas mempengaruhi
wawasan dunianya seperti yang terlihat dalam perpisahannya dari
pandangan kekristenan mengenai otoritas, natur manusia dan
pengudusan. Masa pencerahan dan kebangunan rohani menyaksikan
perubahan wawasan dunia yang lebih besar dalam pemikiran Barat. Pada
pembukaan masa modern, ortodoksi teistik tersebar luas di Eropa dan
Amerika dalam berbagai bentuk agama yang telah berdiri, gereja-gereja
yang dominan adalah Lutheran, Calvinis, Anglikan, dan Roma Katolik.
Walaupun wawasan-wawasan dunia agama ini berbeda dalam prinsip-
prinsip doktrinal, dan juga dalam tindakan-tindakan kesalahan atau
devosi, agama-agama tradisional mempertahankan warisan mereka.

Abad Ikonoklasme Intelektual: Pemberontakan Abad Ke-19 Terhadap


Teisme
Dari perspektif ortodoksi Protestan, abad ke-19 menghasilkan
jajaran teolog yang sangat berpengaruh secara luas, diantaranya adalah
Charles Hodge, Benjamin B. Warfield, dan Augustus Strong. Mereka
menggunakan bahasa filsafat yang sama dan sama-sama berkomitmen
untuk membela pengakuan iman historis dari tradisi Kristen. Melihat
kembali ke pada abad ke-19, adalah penting untuk memahaminya secara
ideologis dengan istilah-istilahnya sendiri dan memperlakukannya
sebagaimana seharusnya. Seperti yang telah sering diperdebatkan,
orang-orang Kristen yang berpikiran mendalam seharusnya menganggap
serius proyek naturalisasi agama di gereja harus memeriksa
kerusakannya sendiri dengan serius dan karena hal tersebut kita
berterima kasih kepada para nabi sekuler. Abad ke-19 merupakan masa
48

di mana ide-ide besar dipertimbangkan dan diskursus intelektual


memandang serius mengenai wawasan dunia. Hidup hendaknya dihidupi
dalam parameter-parameter wawasan dunia. Abad ke-19 juga merupakan
periode ketika kepercayaan diri yang terlalu berlebihan mungkin telah
ditempatkan dalam diskursus intelektual, yang kemudian menimbulkan
gagasan bahwa kepercayaan religius dapat diabaikan secara intelektual.
Walaupun banyak orang beranggapan bahwa agama tidak akan pernah
menjadi sama lagi dengan yang dulu, ada orang lain yang berharap gereja
akan bangun dari tidurnya, menanggapi kritik-kritik terhadapnya secara
serius dan melaksanakan tanggungjawabnya dengan misterius di
hadapan Allah yang hidup.

Filsafat Di Antara Reruntuhan: Abad Ke-20 Dan Selanjutnya


Dalam banyak cara, abad ke-20 hanyalah kelanjutan tema-tema
dan perdebatan-perdebatan utama yang dibahas sebelumnya. Dengan
kata lain abad ke-20 menggambarkan tempat peristirahatan terakhir dari
apa yang pada masa yang lalu pernah dianggap sepertinya secara salah
sebagai persoalan-persoalan yang berharga untuk dipertimbangkan
kembali. Satu hal yang pasti analisis sinkronis tidaklah memadai; kita
membutuhkan pendekatan diakronis karena ide-ide tidak muncul atau
eksis dalam wadah-wadah yang disegel rapat-rapat, tidak terpengaruh
oleh kekuatan-kekuatan di sekitarnya. Mungkin tidak ada persoalan lain
yang memiliki dampak yang lebih besar kepada pemikiran abad ke-21 dari
pada peralihan linguistik yang muncul pada abad ke-20 khususnya melalui
pengaruh Ludwig Wittgenstein, yang tulisan-tulisan dan refleksinya
mengenai bahasa sejalan dengan peralihan momentum besar di bidang
bidang ilmu pengetahuan dan filsafat yang lain. Pada abad ke-20 ada
teori-teori makna desain aktif yang sesuai dengan natur pemikiran ilmiah
modern, dimana ada maksud untuk menghindari subjektivitas dengan
segala upaya. Di sisi lain teori-teori makna ekspresif bersifat misterius.
Pada akhirnya, teori-teori desain Native Mendem mitologisasi atau
49

membongkar bahasa dan makna, sehingga menemukan kediaman dalam


lingkungan yang positif sebagai bahasa dan ilmu pengetahuan pada
permulaan abad ke-20. Apa yang tercetus dari Plato adalah teori bahasa
dan makna yang secara langsung berhubungan dengan ontologi atau
pemahaman mengenai natur dari realitas. Karena Allah itu ekspresif
katakanlah demikian, maka pendekatan kita kepada bahasa dan makna
akan mengikuti garis ekspresif. Karena dunia semakin dilihat sebagai
proses dan mesin, maka bahasa dan istilah kita harus sesuai dengan
konsep tersebut. Bahasa tidak seharusnya mengandung misteri; istilah
dan bahasa yang kita gunakan seharusnya memampukan kita untuk
menggambarkan natur dan arah perjalanan dunia secara akurat. Pada
masa awal abad ke-20 akal ilmiah dipahami melalui teori desain atif
mengenai bahasa dan makna yang dikenal dalam bentuk modernnya
sebagai teori representasional atau teori Depiktif. Kaum positivis logis
mendukung perbedaan yang tajam antara fakta dan nilai. Mereka
menyatakan bahwa kalimat nilai tidak dapat di aplikasikan sedangkan
pernyataan ilmiah dapat diverifikasikan seperti yang ditunjukkan oleh
Walsh Pada akhir tahun 1950-an. Kebanyakan ide ini telah ditinggalkan.
Seperti yang dia gambarkan mengenai situasi tersebut, teori mereka
mengenai signifikansi kognitif diperlukan untuk menolak makna bagi
penggunaan bahasa moral telah runtuh. Pada akhirnya, positivisme logis
dan prinsip verifikasinya diakui oleh banyak filsuf sebagai yang saling
bertentangan pada dirinya sendiri paling sedikit karena dua alasan satu
kriteria tersebut tidak bersifat analitis dan dua teori tersebut tidak dapat
diuji dengan memakai standarnya sendiri. Datangnya Perang Dunia
Pertama dan hilangnya optimisme mengenai kemajuan manusia menuju
kesempurnaan yang diakibatkannya telah membantu mempercepat
meningkatnya komitmen kepada keberagaman dan sikap yang acuh tak
acuh terhadap yang bersifat universalitas. Baret mencatat Agustus 1914
menghancurkan pondasi dunia tersebut. Hal itu menyatakan bahwa
stabilitas keamanan dan progres material yang terlihat dalam masyarakat
50

telah disandarkan, seperti setiap hal yang lain, pada kehampaan. Orang
Eropa berhadapan muka dengan muka dengan dirinya sendiri sebagai
orang asing. Kaum rasionalis percaya bahwa untuk menawarkan hasil
yang berguna, berpikir harus terjadi terpisah dari bentuk keterlibatan
apapun dan harus mengikuti prosedur yang terpercaya, walaupun tidak
ada kesepakatan mengenai apa tepatnya prosedur tersebut seharusnya.
Wawasan dunia Kristen menyediakan filsafat mengenai fakta dan
penafsiran tempat di mana subjek dan objek dapat tinggal bersama tanpa
menjadi korban penyembahan berhala yang diakibatkan oleh pengejaran
suatu ekstrem atau ekstrim yang lain. Wawasan dunia Kristen bukan satu
pilihan diantara kebanyakan pilihan, yang masing-masing akan
memuaskan kebutuhan manusia akan kejelasan dan kebenaran.
Wawasan dunia Kristen adalah benar. Dengan demikian, wawasan dunia
Kristen membuat dunia menjadi dapat dipahami dan menyingkapkan
banyak kebenaran di tengah-tengah yang ada dalam wawasan dunia yang
tersesat, yang dengan wawasan dunia Kristen bersaing.
51

Judul Buku : Sejarah Hermeneutik Dari Plato Sampai


Gadamer
Penulis : Jean Grondin
Penerbit : Ar-Ruzz Media
Tahun Terbit : 2010
Jumlah Halaman : 282

Dari Metafisika Ke Hermeneutika


Pandangan Immanuel kant, metafisika sudah berjalan 2 milenium
tetapi tidak menghasilkan pengetahuan yang sesungguhnya, melainkan
hanya ilusi, pada dasarnya adalah pandangan yang benar-benar bersifat
hermeneutis. Pengertian penting lainnya yang dibuat Immanuel Kant yang
merupakan titik balik menuju hermeneutika ditemukan dalam distingsi
antara sesuatu dalam dirinya sendiri dan fenomena. Bisa dikatakan bahwa
metafisika klasik atau prima filosofia, yang didefinisikan Aristoteles
sebagai ilmu yang mengkaji tentang “yang ada” sebagaimana adanya,
mengklaim telah berhasil memiliki pengetahuan tentang hakikat sesuatu
dalam dirinya sendiri. Pada awalnya Immanuel Kant ingin menemukan
suatu fondasi metafisika yang baru yang dia coba cari dalam filsafat moral
dan metafisika alam yang baru. Schleiermacher kemudian
menggantungkan pemahaman pada hermeneutika. Pemahaman yang
benar hanya bisa hadir dari suatu interpretasi yang dilandaskan pada
aturan-aturan dan kanon-kanon. Pandangan yang jadi dasar
hermeneutika Schleiermacher bagi apa yang dapat kita sebut sebagai
universalisasi Schleiermacher terhadap dimensi kesalahpahaman.
Transisi dari metafisika ke hermeneutika memperoleh dimensi baru ketika
memasuki hermeneutika abad ke-20. Pemikiran metafisika Bersifat: 1)
Ontologis; 2) Teologis; dan 3) Logis. Heidegger mengklaim bahwa
pemikiran metafisika jadi mandul sejak awal karena dia mengaku mampu
menawarkan pilihan ketakterbatasan, terlepas dari apapun bentuk dan
wujud ketakterbatasan itu, bahkan yang dapat ditemukan dalam beberapa
persiapan yang lebih materialis. Menurut heidegger, interpretasi
hermeneutis atau mendengarkan logos telah musnah dalam tradisi
52

metafisis akibat kesempatan mendominasi yang diberikan pada pemikiran


logis. Namun, Gadamer tidak mau menceraikan metafisika dengan
hermeneutika. Keduanya tidak perlu dilihat sebagai pilihan hidup mati
seperti halnya yang mungkin disarankan Heidegger. Jika hermeneutika
menggiring kita kembali pada problem-problem metafisika, ini sebagian
karena hermeneutika menaruh perhatian pada elemen-elemen yang
terdapat dalam tradisi ini yang tidak terperangkap dalam arus “ontoteologi”
yang kemudian jadi dominan hanya karena semua ini menawari kita posisi
yang aman dan nyaman dalam rangka mengetahui sesuatu. Melalui
kesadaran yang eksplisit terhadap pengaruh pemikiran metafisis, kita
mungkin bisa sampai pada suatu kesadaran reflektif terhadap dosa kita
pada tradisi.

Fungsi Hermeneutika Dalam Filsafat Kuno


Ketika Dannhauer memperkenalkan kata hermeneutika, dia secara
terbuka mendeskripsikan inspirasinya dari risalah Aristoteles, yang
mengklaim bahwa ilmu interpretasi yang baru berlaku tidak lain menjadi
pelengkap bagi organon aristotelian. Namun sejarawan pertama tradisi
hermeneutis Wilhelm Dilthey menyatakan bahwa hermeneutika
sebetulnya telah diciptakan satu abad lebih awal oleh Protestantisme
sesaat setelah lahirnya prinsip Sola Scriptura Luther. Prinsip ini yang
digunakan untuk meruntuhkan otoritas tradisi yang disokong Gereja
Katolik Roma merupakan satu-satunya norma penafsiran Injil. Kendati
pemikiran Luther tidak bisa dipandang sebagai suatu “hermeneutika” atau
suatu refleksi teoritis dalam praktik ini, interpretasi eksegesisnya terhadap
teks-teks dan reaksi katolik terhadapnya bukannya tanpa signifikansi
terhadap kelahiran hermeneutika. Dalam karyanya, ingin
mengembangkan suatu hermeneutika khusus yang akan berguna sebagai
kunci untuk memahami bagian-bagian yang sulit dari scriptures sembari
tetap bersandar pada pola-pola Sola Scriptura Lutheran. Flat Shoes
menjalankan tugas ini dengan cara menetapkan syarat-syarat gramatikal,
53

yang mirip dengan apa yang saat ini kita sebut sebagai pengetahuan
linguistik. Dia juga menetapkan peraturan yang sebagian besar dipinjam
dari tradisi retorika untuk menguraikan bagian yang ambigu mengikuti
contoh Melanchton dan bapak-bapak gereja, terutama dari hermeneutika
Augustinus. Filsafat kuno sebetulnya memperlihatkan jalan yang saling
berhubungan dengan baik yang membantu kita mengelaborasi sumber-
sumber classic hermeneutika. Berdasarkan hermeneutika, logika inti
bahasa tidak ditemukan dalam logika proposisional yang menempatkan
putusan-putusan predikatif atas entitas-entitas semantis sebagai sesuatu
yang sudah cukup pada dirinya sendiri. Bagi hermeneutika, tidak ada yang
namanya putusan yang cukup dalam dirinya sendiri maupun suatu
“proposisi yang murni” yang mampu mencakup segala sesuatu yang
menyangkut apa yang dikatakan. Bagaimanapun, menurut hermeneutika
Gadamer yang lebih dipengaruhi Plato, “konstruksi logika dengan
berlandaskan pada proposisi” ini merupakan “salah satu keputusan paling
fatal dalam Kebudayaan Barat”. Baik bagi hermeneutika Gadamer,
maupun bagi para tokoh tidak ada yang bisa dianggap sebagai
pernyataan murni yakni sebuah tuturan yang dapat dipahami seseorang
tanpa harus menjelaskan apa yang jadi motif maksud dan tujuan sasaran
serta konteksnya; pendek kata, apa yang menjadi roh dari pernyataan itu.
Tugas hermeneutika, dari Plato sampai zaman kita, adalah untuk
mempertahankan makna hakiki kata, baik yang tertulis maupun yang
terucap, dengan menghubungkannya kembali ke maksud, makna asli,
cakupan, dan konteksnya. Selama Plato dikaitkan dengan tugas dan kerja
semacam ini yang merupakan bagian penting dalam dialog dan gaya
sokratis nya, maka dia berhak digelari bapak hermeneutika sebagaimana
yang kita pahami saat ini.

Sumbangan Diam-Diam Husserl Terhadap Hermeneutika


Bagi Husserl, jika memang penting untuk menginterpretasi
fenomena tertentu dan menjelaskan berbagai variasi interpretasi tentang
54

sesuatu, maka memang demikianlah seharusnya agar kita bisa sampai


pada esensi sesuatu dengan baik titik karenanya, mesti dicatat bahwa
intuisi tentang esensi tidak memiliki makna “magis” bagi Husserl. Melalui
interpretasi intensional, kita selalu mengakhirinya dengan melihat apakah
esensi fenomena itu. Agak ironis jika seorang filosofi yang ingin
membebaskan diri dari filsafat dan interpretasi serta teori dan buku malah
melahirkan filsafat kontinental yang ciri khasnya adalah orientasi historis
dan berkutat dengan buku. Gadamer pernah menulis: “satu hal yang pasti,
kita tidak bisa mempelajari pendekatan fenomenologi dari buku.”
Kebutuhan utama hermeneutika terhadap kejujuran, menurut Husserl,
mengendalikan kerja-kerja berpikir dalam filsafat yang dipahami sebagai
ilmu pengetahuan pertama. Secara sederhana, filsafat harus mulai dari
sesuatu ketika sesuatu itu menghadirkan diri secara intuitif. Jadi, yang
diperlukan adalah menolak teori yang dipakai tanpa didasarkan secara
langsung dalam sebuah fenomena lintas yang mengizinkan dirinya untuk
dilihat dan dikenali bersama. Tidaklah mencukupi bagi fenomenologis
kalau hanya sekedar menggabung-gabungkan argumen dan rumusan-
rumusan. Pada setiap langkah penelitian, fenomenologi harus berusaha
meyakinkan dirinya dengan legitimasi langsung pada level sesuatu itu
sendiri. Ada dua keuntungan hermeneutis yang dapat kita perhatikan:
Pertama, kita harus menegaskan gagasan bahwa akses terhadap sesuatu
yang esensial berasal dari penataan ulang sudut pandang atau pendapat
kita. Nalar hermeneutika mesti diawali dari tanda yang bermakna, akan
tetapi juga mesti dipahami bagaimana hal ini dapat membebaskan dirinya
dari tanda tersebut agar sampai pada maksud yang menggerakkan dan
mendorong apa yang dikatakan. Kedua, reduksi juga menemukan ketak
terbatasan kerja hermeneutik. Jika makna yang jadi sasaran nalar
hermeneutik berakar pada sesuatu yang intensional coba atau berasal
dari intensi makna, intensi inilah yang mesti kita masuki kalau kita ingin
mempraktekkan fenomenologi. Salah satu sumbangan hermeneutik
terpenting Husserl adalah bahwa makna tidak pernah bisa direduksi
55

menjadi sekedar maksud maksud subjek. Fenomenologi yang diarahkan


pada hermeneutika mulai berangkat dari ketegangan dan celah yang telah
menjadi ciri proyek Husserl. Kontribusi Heidegger terhadap fenomenologi
adalah ditemukannya berbagai pengandaian ontologis pemahaman
kartesian terhadap pondasi utama.

Sumber-Sumber Etis Dan Hegelian Muda Dalam Hermeneutika


Faktisitas Heidegger
Tidak adanya pembicaraan tentang etika selalu dianggap sebagai
salah satu tempat kosong yang paling mencolok dalam filsafat Heidegger.
Di Prancis, Emmanuel Levinas menjadi filosofi pertama yang memberikan
kritik tajam atas tidak adanya dimensi etika ini. Protesnya diarahkan
terutama pada pengutamaan ontologi dan pertanyaan tentang yang ada.
Menurut Levinas, pertanyaan utama dalam eksistensi kita, dan oleh
karena itu dalam filsafat, bukanlah pertanyaan tentang yang ada akan
tetapi imperatif etis yang dipresentasikan oleh yang lain. Program utama
hermeneutika beraktivitas adalah melawan alienasi diri Dengan harapan
mampu mengingatkan dassein tentang adanya kebebasan atau
penentuan diri yang mungkin tersedia baginya, terlepas dari bagaimana
keterbatasan kemungkinan tersebut menurut situasi tempat kita berada,
atau situasi yang merupakan hakikat kita. Oleh karena itu, Heidegger
menyatakan: “tugas hermeneutika memungkinkan dassein tertentu untuk
memperoleh akses ke dalam hakikat keberadaannya sebagai dasar untuk
menyatakannya dan melacak kembali alienasi diri yang telah merongrong
dassein. Walaupun kita dapat menemukan jejak-jejak hegelian muda
dalam karya-karyanya, namun Heidegger semata-mata hanya
mengajarkan bahwa motif etis untuk kritik ideologi maupun kesadaran
palsu sudah sedari awal ditorehkan di dalam struktur fundamental Suatu
bentuk yang berkemungkinan, yaitu bentuk yang dapat dipahami sebagai
dasar mengingatkan kita bahwa struktur otentik dustin harus dicapai
dalam keadaan baru oleh masing-masing kita, dan dia harus dijaga dari
56

segala bentuk dogmatis yang berupaya menawarinya janji-janji


kebebasan. Salah satu kesempatan yang ditawarkan filsafat saat ini
kepada hermeneutika faktisitas adalah harus mampu membantu
menempatkannya ke dalam perspektif yang tepat dengan
mempertentangkan antara mazhab dan tradisi, sebuah pertentangan yang
mengekang dan tidak pernah dipersoalkan selama ini terutama sekali
pertentangan antara hermeneutika dengan kritik ideologi yang telah
mendominasi panggung perdebatan semenjak serangan Lukas dan
Adorno terhadap heidegger sampai pada peradaban mutakhir antara
Habermas, Gadamer dan Derrida.

Prolegomena Menuju Pemahaman Tentang Pembalikan Heidegger


Suatu interpretasi filosofis tentang pembalikan Heidegger harus
mempertimbangkan empat prinsip. Pertama, interpretasi ini harus
mengistimewakan teks-teks yang relatif jarang dimana Heidegger
membicarakan dengan jelas persoalan pembalikan. Kedua, syarat
selanjutnya yang harus dipenuhi oleh sebuah interpretasi tentang
pembalikan adalah mengetengahkan suatu rekonstruksi filosofis atau
argumentatif yang akan memperlihatkan keniscayaan dan keketatan
pemikiran tentang pembalikan tersebut, rekonstruksi apapun atas
pembalikan ini mesti dimulai dari teks yang sampai sekarang tetap
menjadi kuncinya, yaitu beberapa pasase dari letter kon humanism
dimana Heidegger memilih untuk membicarakan pembalikan secara publik
untuk pertama kalinya. Metafisika adalah penegasan atas entitas, dan
karena itu ditandai oleh kemampuannya mengutak-atik dan menyulap
yang ada, serta pelupaan terhadap yang ada atau keterbatasan dassein,
jika kita tidak ingin menganggap metafisika sama sekali tidak pernah
menjadi ontologi. Oleh karena itu, setiap sejarah metafisika menjadi
sebuah narasi tentang berbagai dugaan dan tebakan yang melaluinya
entitas menghadirkan diri, sementara yang ada itu sendiri tertegun dan
terhalang dibelakang, lenyap dari Obsesi karena adanya keeksistensian.
57

Sumber-Sumber Truth And Method


Gadamer dan Helmholtz Sependapat bahwa ilmu-ilmu
kemanusiaan pada dasarnya lebih berkaitan dengan pemakaian kepekaan
ketimbang dengan penerapan metode tertentu. Walaupun Helmholtz
berangkat dari status metode ilmiah dalam ilmu alam, tidak ada cara lain
yang mungkin dilakukan pada paruh kedua abad ke-19 namun dia dengan
jitu menyelidiki keunikan ilmu-ilmu kemanusiaan pada tahun 1862 itu
dengan demikian, tradisi-tradisi humanistik tempat ibu-ibu kemanusiaan
mampu mengenali dirinya sendiri menjadi terdepak dan jalan bagi estetika
dan subjektivitas penilaian pun terbentang lebar. Kita dapat mengukur
berapa kerugian ilmu-ilmu kemanusiaan akibat kehilangan arti penting
kajian filologi dan historis. Upaya penemuan kembali kekhususan
hermeneutis ilmu-ilmu kemanusiaan dituntaskan dalam bagian berikutnya.
Jika dilihat dari sistematika beberapa sub bagian nya yang didahului oleh
ulasan historis. Di tengah situasi dan minat historis normatif abad tengah
yang romantic, disiplin kuno teologi biblika dan filologi klasik mendapat
nafas baru. Masa depan ilmu-ilmu Stories dipengaruhi oleh kejadian ini:
Hermeneutika. Di kedua jalur tersebut, teologis dan filogeni, seni
memahami dan menginterpretasi hermeneutika yang berkembang dari
cikal bakal yang mirip, hermeneutika teologis, sebagaimana yang
ditunjukkan dengan sangat indah, sebagai alat kalangan reformis untuk
mempertahankan pemahaman mereka tentang bible terhadap serangan
teolog-teolog presidential yang bersikukuh menyatakan tradisi gereja tidak
bisa diutak-atik dengan tafsiran; hermeneutika filologi sebagai instrumen
bagi klien humanis dalam menemukan kembali khazanah sastra klasik.
Tujuan utama TM adalah mencari pengalaman-pengalaman tentang
kebenaran tersebut, di mana pun dapat ditemui, pengalaman-pengalaman
yang berada di luar wilayah kontrol metode ilmiah dan mempersoalkan
pengalaman-pengalaman tersebut berdasarkan legitimasinya sendiri. Jadi,
ilmu-ilmu kemanusiaan akan dipersamakan dengan bentuk-bentuk
pengalaman lain yang sama-sama berada diluar wilayah ilmu
58

pengetahuan: dengan bentuk pengalaman tentang filsafat pengalaman


tentang seni dan dengan pengalaman tentang sejarah itu sendiri.

Gadamer Dan Augustine: Cikal Bakal Claim Hermeneutika Atas


Universalitas
Sebetulnya Augustine adalah lawan diskusi yang penting bagi
hermeneutika pada abad ke-20. Heidegger muda menaruh minat pada
fenomenologi agama sedari awal tertarik pada Agustin. Acuan pada
pendapat Augustinus dalam sein und zeit, dan juga dalam kuliah-kuliah
Heidegger yang diterbitkan, secara umum memberi kesan positif, suatu
kenyataan yang patut diperhatikan mengingat ketika itu Heidegger sudah
menyusun program destruksi kritisnya terhadap sejarah ontologi Barat.
Menurut kesaksian Gadamer, Heidegger menerima Augustin sebagai
salah seorang, kalaupun bukan yang paling penting, penguat konsepsinya
tentang ketuntasan makna dalam pernyataan suatu konsep yang
digunakan untuk melawan tradisi dialisis metafisika. Dengan Augustine
inilah kita bisa melacak kembali perbedaan fundamental antara actus
signatus pernyataan predikatif dan pementasannya secara after the fact di
dalam actus exercitus. Ketika dia mengemukakan hermeneutics of
facticity, Heidegger sangat memuji karangan hermeneutik Augustin
sebuah teks yang dianggap oleh Gerhand Ebeling sebagai karya
hermeneutik paling berpengaruh dalam sejarah. Menurut Heidegger,
gagasan Augustine ini sangat penting sebab dalam buku sein und zeit, dia
tidak ragu menyatakan dengan agak provokatif tentang karakter derivatif
proposisi, yang merupakan salah satu pikiran Heidegger paling
fundamental dan paling baru. Itulah sebabnya kenapa Heidegger juga
memerlukan konsep-konsep hermeneutik atau indikasi formal bagi
filsafatnya. Ketika Heidegger memahami sesuatu, tujuan utama dari
indikasi formal ini bukanlah untuk menggambarkan apa yang terberi
secara objektif akan tetapi memberi kesempatan untuk mengeluarkan
atau menghasilkan suatu pemahaman diri dari situasi-situasi yang dialami,
59

di mana pemahaman diri itu selalu melibatkan eksekusi serentak yang


bersifat spesifik dan interpretatif.

Gadamer Tentang Humanisme


Tema humanisme dalam literatur yang berkembang saat ini
biasanya memilih tiga wujud utama atau titik puncak humanisme.
Pertama, humanisme renaissance. Dengan menghidupkan kembali
capaian artistik dan kebudayaan manusia dalam karya asli penulis Yunani
dan latin, humanisme renaissance fokus terhadap pencapaian manusia.
Kedua, humanisme yang ada dalam kesadaran seluruh ilmuwan Jerman
yang ditemukan pada masa pencerahan, lebih tepatnya dalam karya
penulis Jerman klasik: Lessing, Schiller, Goethe, Winckelmann. Semua
penulis tersebut mengikuti renaissance yang memandang manusia
sebagai makhluk yang terus-menerus berusaha menyempurnakan dirinya,
yang terus menggali potensi yang kemungkinan tersembunyi dalam
dirinya, dan sekali lagi, yang berlawanan dengan berbagai bentuk
kekangan rasio. Ketiga, humanisme yang muncul pada awal abad ke-20 di
tengah kemunculan penulis klasik seperti Werner Jaeger yang
menangkap adanya pendidikan humanistik di dalam kebudayaan kuno.
Menurut Plato, memahami realitas apa adanya, berarti memahaminya
melalui idenya. Eiger melihat dalam platonisme, banyak peristiwa yang
sangat menentukan perkembangan kebudayaan manusia, yang bisa kita
terjemahkan sebagai intelektualisasi segala sesuatu yang dampaknya
sangat luas, atau yang juga diistilahkan oleh Heidegger sebagai peluapan
yang ada. Metafisika, humanisme, dan esensi teknologi membentuk
sebuah jalinan bagi Heidegger. Inilah sebabnya mengapa Heidegger ingin
mengambil jarak dengan bukti-bukti humanisme yang justru membutakan
manusia itu sendiri. Menurut Heidegger, humanisme bukanlah tumbal
yang akan menyelamatkan kita dari ancaman malapetaka manusia, akan
tetapi bisa menggiring kita kepada kekeliruan yang fatal sekali. Gambaran
Heidegger tentang komunitas Romawi jelas sekali menyindir, baik dalam
60

dada dan isinya. Dengan menekankan waktu kemunculan fenomena


humanisme adalah tipikal zaman Romawi, Heidegger ingin membuat
dirinya sebuah jalan lempang menuju zaman Yunani yang berada di atas
dan melampaui para ahli zaman klasik yang humanis di permulaan abad
ke-20. Dia merasa kagum karena orang Yunani bisa berpikir tanpa harus
ada istilah-istilah humanisme dan tidak pernah keberatan menyebut
pemikiran mereka sebagai filsafat. Dalam hal tertentu, Gadamer masih
mengikuti pemikiran Edger. Kritiknya terhadap pengaruh dominan ilmu-
ilmu metodis dalam budaya kontemporer sangat berbau Heidegger.
Meskipun Gadamer tidak ingin menghilangkan metode secara
keseluruhan dari ranah ilmu kemanusiaan, namun dia yakin kalau metode
bukanlah satu-satunya yang berhak mengukuhkan keilmiahan dan
relevansi ilmu-ilmu kemanusiaan titik lebih penting lagi, dia berpendapat
bahwa ilmu-ilmu kemanusiaan mesti dipahami sebagai advokat atau
pembela kemanusiaan sejati. Humanisme secara keseluruhan, dan ide
tidak terkait dengan pendapat Herder tentangnya, tidak semata-mata
didefinisikan dengan pengertian bahwa manusia berbeda dari binatang
karena manusia memiliki akal. Akan tetapi, pandangan bahwa manusia
secara terus-menerus harus menaklukkan sifat kebinatangan yang
menjadi tempat asal perkembangannya lewat pendidikan, yang tidak lain
mengalahkan sifat hewani dan bentuk-bentuk barbarian dalam sejarah
umat manusia. Karena itu, nilai budaya dan tradisi sangat penting bagi
humanisme. Manusia tidak pernah berhenti mengolah diri maupun belajar
karena dia terus-menerus diancam oleh keganasan sifat kebinatangannya
yang bisa menyerang kapan saja. Jadi, humanisme adalah tindakan
kewaspadaan terhadap sisi hewaniah manusia, yang hanya bisa kita atasi
melalui proses belajar atau formasi, dan yang tersedia bagi proses ini
hanyalah model atau teladan-teladan, namun bukan aturan-aturan ilmiah.
Karena itu, humanisme tidak didasarkan pada konsep baku tentang apa
itu menjadi manusia atau memiliki rasio.
61

Humanisme Dan Batas-Batas Rasionalitas Hermeneutis


Batas rasionalitas bisa dilihat dalam perspektif yang lebih luas,
yakni perspektif sosiologis. Kebangkitan rasionalitas beriringan dengan
kelahiran sebuah dunia yang semakin sekularisasi. Batas rasionalitas
yang lebih dramatis yaitu yang menyatakan bahwa era rasionalitas sudah
lewat dan rasionalitas itu sendiri tidak lagi menjadi kekuatan yang
berguna. Humanisme dan hermeneutika akan memperdebatkan bahwa ini
tidaklah adil bagi pengalaman kebenaran yang disaksikan oleh umat
manusia. Umat manusia tidak harus memahami relevansi saintifik mereka
Berdasarkan model alienasi ini dimana mereka kehilangan keunikan
utamanya. Mereka harus memahami relevansi mereka berdasarkan tradisi
humanisme, di mana kebenaran lebih merupakan persoalan pendidikan
budaya atau formasi ketimbang persoalan kepastian yang dikontrol oleh
maksud-maksud methodist. Sekalipun masih terdapat banyak perdebatan
dalam filsafat ilmu pasca Kuhnian tentang makna suatu penjelasan
rasional atau saintifik, kita tetap bisa mencirikan kesuksesan yang tidak
dapat disangkal tersebut dengan menyoroti beberapa bentuknya yang
kurang kontroversial dan masih dominan. Ciri terakhir dari gambaran
saintifik yakni ciri yang dihubungkan dengan hakikatnya yang bersifat
hipotesis, adalah komitmennya terhadap aturan-aturan atau regularitas
regularitas umum. Humanisme dan sains modern memiliki banyak
kesamaan. Keduanya berkembang di zaman renaissance sebagai sarana
sarana pembebasan dari ajaran dan tahayul abad tengah. Pencarian pada
sesuatu yang objektif hasil-hasil yang bisa diverifikasi berdasarkan
observasi itu sendiri bukanlah hal yang asing bagi organisme yang telah
muncul di zaman renaissance. Faktanya, bapak-bapak sains modern,
Copernicus, Galileo, Bacon, Descartes, dan bahkan Gutenberg
merupakan tokoh besar humanisme. Humanisme mendukung suatu
pandangan pengetahuan yang tidak bisa direduksi menjadi pandangan
saintis yang agaknya telah menjadi sangat dominan pada abad-abad
terakhir, pada hal-hal tersebut dapat menghancurkan perspektif
62

humanistik itu sendiri. Bagi para humanis awal, satu-satunya model yang
tersedia adalah model sastra dan bahasa Yunani dan Romawi kuno. Bagi
humanisme, tidaklah penting apakah seluruh umat manusia cuma
mengkaji suatu tradisi tertentu saja, ataukah mereka seharusnya
membaca Plato, atau mengerti bahasa Latin, atau mau menikmati musik
klasik. Pokoknya semua hal yang akan memberi kesan sebuah bentuk
pengetahuan yang elitis.

Nalar Hermeneutis Bahasa


Bahasa juga jadi obsesi tersendiri bagi filsafat kontinental Eropa
daratan. Di sini setidaknya ada tiga aliran kontemporer yang sedang
berkembang: Filsafat Hermeneutik (Gadamer, Heidegger, dan sampai
batas tertentu, Levinas); Dekonstruki (Derrida, dan juga Foucault); serta
Pragmatica Transcendental, yang merupakan pewaris teori kritis mazhab
Frankfurt (Habermas, Apel). Filsafat kontinental juga menyatakan bahwa
segala sesuatu yang dapat dipikirkan pastilah bersifat linguistik.
Pengalaman hermeneutis yang orisinil bukanlah pengalaman tentang
bahasa, tetapi pengalaman tentang batas bahasa. Pemahaman manusia
selalu berada dalam upaya keras menaklukkan bahasa, persis karena
bahasa tidak pernah berhasil melingkupi dan mewakili segala sesuatu
yang ingin dikatakan dan dipahami. Pemahaman spekulatif mendorong
terjadinya penuntasan secara komprehensif makna yang berupaya
menjelaskan yang tak terkatakan ini latar belakang motivational, konteks
pendekatan dialog yang mendahului suatu diskursus. Dimensi spekulatif
ini sama-sama terdapat di level pembicara maupun pendengar.
Pembicara mempertaruhkan pernyataan, dan Dia meyakinkan dirinya
meski dia tahu pasti kalau kata-kata dalam pernyataan itu tidak akan
mampu mewakili makna yang ingin disampaikan seutuhnya. Dengan
mengaitkan pemahaman hermeneutis terhadap bahasa dengan praktek
pemahaman yang dijalani sehari-hari, yakni dengan nalar bahasa,
Gadamer juga menghindari dikotomi antara yang autentik dan yang tidak
63

autentik yang melahirkan orientasi yang justru terkesan elastis dalam


radikalisme fenomenologis Heidegger. Hermeneutika Gadamer berhasil
mempertahankan cakupan kritis tesis Heidegger perihal karakter sekunder
pernyataan, dan dia pun berhasil menghindari jebakan-jebakan yang
menghadangnya. Hermeneutika Gadamer tidak mempertentangkan
tatanan bahasa dengan visi langsung terhadap bahasa titik dengan begitu,
hermeneutika mengingatkan fenomenologi bahwa seseorang tidak akan
dapat mengeliminasi dan menentukan secara pas rana pernyataan-
pernyataan, dan bahwa konfirmasi menggunakan sesuatu dalam diri
sendiri tetap saja merupakan objek dari upaya upaya yang bersifat
menyatakan dan dialogis. Dengan memusatkan perhatian pada praktik
pemahaman, hermeneutika dapat berperan di dalam diskursus efektif
tanpa harus melibatkan konsep-konsep autentitas atau kejatuhan. Jadi,
hermeneutika filosofis gadamer sekali lagi mengakui kebinekaan logo
manusia, yang akarnya tidak melulu tertancap pada kejatuhan eksistensial
akan tetapi pada keterbatasan rasio dialogis itu sendiri.
64

Judul Buku : The Universe Next Door A Basic Worldview


Catalog (Semesta Pemikiran: Sebuah Katalog
Wawasan Dunia Dasar)
Penulis : James W. Sire
Penerbit : Momentum
Tahun Terbit : 2005
Jumlah Halaman : xiii, 276

Suatu Dunia Yang Penuh Dengan Perbedaan: Pengantar


Suatu wawasan dunia adalah suatu komitmen, suatu orientasi hati
yang mendasar, yang dapat diekspresikan sebagai suatu kisah atau
dalam seperangkat presuposisi atau asumsi-asumsi yang mungkin benar,
separuh benar atau sama sekali salah yang kita anut dengan sadar atau
tidak sadar, dengan konsisten atau tidak konsisten mengenai susunan
dasar realitas, dan yang memberikan fondasi dimana kita hidup, bergerak,
dan memiliki keberanian kita. Wawasan dunia sebagai suatu komitmen
artinya bahwa esensi dari wawasan dunia terdapat di dalam lubuk hati
manusia yang terdalam. Suatu wawasan dunia melibatkan pikiran tetapi
sebenarnya, wawasan dunia merupakan suatu komitmen suatu masalah
jiwa. Wawasan dunia lebih merupakan suatu orientasi spiritual daripada
sekedar masalah pikiran. Diekspresikan sebagai suatu kisah atau dalam
seperangkat presuposisi Artinya bahwa suatu wawasan dunia bukan
suatu cerita atau seperangkat presuposisi, tetapi wawasan dunia dapat
diekspresikan melaluinya. Asumsi-asumsi yang mungkin benar, disadari,
konsisten. Artinya presuposisi yang mengekspresikan komitmen
seseorang mungkin benar, sebagian benar atau seluruhnya salah. Tentu
saja terdapat suatu cara tentang bagaimana hal-hal berada, tetapi tidak
sering salah mengenainya. Dengan kata lain realitas tidak seluruhnya
kenyal. Pondasi di mana kita hidup artinya bahwa penting untuk
diperhatikan wawasan dunia kita mungkin bukan apa yang kita pikirkan.
Tetapi lebih merupakan apa yang kita tunjukkan melalui perkataan dan
tindakan kita.
65

Suatu Alam Semesta Yang Dipenuhi Keagungan Allah: Theisme


Kristen
Di dunia barat, sampai pada akhir abad-17, wawasan dunia theistis
jelas dominan. Perselisihan intelektual dan pada saat itu terjadi sesering
sekarang kebanyakan hanyalah perselisihan antar keluarga. Kaum
dominican mungkin tidak sependapat dengan kaum Yesuit, Yesuit dengan
Anglikan, Anglikan dengan Presbyterian, ad infinitum, tetapi semua pihak
berpegang kepada seperangkat presuposisi dasar yang sama: Allah
Trinitas yang personil dari Alkitab itu telah mewahyukan dirinya kepada
kita dan bisa dikenali; alam semesta adalah ciptaan nya; umat manusia
adalah ciptaannya yang khas. Jika perang wawasan terjadi, terbentuk oleh
garis-garis batas di dalam lingkaran theisme. Di dalam kasus theisme,
proposisi utamanya berkenaan dengan natur Alah. 1) Allah tidak terbatas
dan berpribadi atau Trinitas, transenden dan imanen, maha tahu,
berdaulat dan baik. Allah tidak terbatas berarti bahwa sejauh menyangkut
kita, Allah melampaui cakupan, melampaui ukuran. Allah berpribadi berarti
Allah bukan sekedar daya atau energi atau substansi yang eksis. Allah
adalah dia; artinya Allah memiliki kepribadian. Allah itu transenden artinya
Allah melampaui kita dan dunia kita. Allah itu maha tahu artinya Allah
mengetahui segalanya. Allah itu berdaulat artinya tidak ada satu hal pun
yang melampaui kepentingan, kendali, dan otoritas Allah yang ultima.
Allah Itu baik artinya Allah adalah kebaikan-kebaikan adalah apa adanya
dia. 2) Allah menciptakan kosmos secara ex nihilo untuk beroperasi
dengan keseragaman sebab dan akibat di dalam satu sistem yang
terbuka. 3) Umat manusia diciptakan menurut gambar Allah dan dengan
demikian memiliki kepribadian, transendensi diri, inteligensi, moralitas
kecenderungan untuk bersosialisasi, dan kreativitas. 4) Umat manusia
bisa mengetahui dunia di sekitar mereka dan Allah sendiri karena Allah
telah membangun di dalam diri mereka kapasitas untuk melakukannya
dan karena Allah memainkan peran aktif di dalam berkomunikasi dengan
manusia. 5) Umat manusia diciptakan Allah tetapi melalui kejatuhan
66

gambar Allah menjadi rusak meskipun kerusakan itu tidaklah sedemikian


parahnya sampai tidak bisa dipulihkan; melalui karya Kristus, Allah
menebus umat manusia dan memulai proses pemulihan manusia kembali
kepada kebaikan, meskipun setiap pribadi bisa memilih untuk menolak
penebusan tersebut. 6) Bagi setiap pribadi, kematian merupakan gerbang
menuju kehidupan bersama Allah dan umatnya, atau gerbang menuju
keterpisahan kekal dari satu-satunya hal yang akan memenuhi aspirasi
aspirasi manusia secara ultimat. 7) Titik etika adalah transenden dan
didasarkan kepada sifat Allah yang adalah baik, Kudus dan kasih. 8)
Sejarah bersifat linear, suatu untaian peristiwa bermakna yang membawa
kepada penggenapan tujuan Allah bagi manusia.

Alam Semesta Yang Mekanis: Deisme


Di akhir abad ke-17 dan abad ke-18, Cukup banyak pemikir yang
disebut deis atau yang menyebut diri mereka sendiri sebagai deis. Orang-
orang ini menganut sejumlah pandangan yang berkaitan, tetapi tidak
semuanya bersepakat dalam setiap doktrinnya. Menurut deis: 1) Allah
yang transenden, sebagai satu penyebab pertama, menciptakan alam
semesta tetapi kemudian membiarkannya berjalan sendiri. Dengan
demikian Allah tidak imanen, tidak sepenuhnya berpribadi, tidak berdaulat
atas perkara-perkara manusia, tidak providensial. 2) Kosmos yang
diciptakan Allah sudah ditentukan karena kosmos ini diciptakan sebagai
suatu keseragaman sebab dan akibat dalam seluruh sistem yang tertutup
Di rumah tidak ada mukjizat yang mungkin terjadi. 3) Umat manusia
meskipun berpribadi adalah bagian dari alam semesta ini. 4) Kosmos,
dunia ini, dipahami berada di dalam keadaannya yang normal; kosmos
tidak terjatuh atau abnormal kita bisa mengenal alam semesta dan kita
bisa menentukan seperti apa Allah itu dengan mempelajari alam semesta
ini. 5) Etika dibatasi hanya kepada Wahyu umum; karena alam semesta
ini normal maka alam semesta mewahyukan apa yang benar. 6) Sejarah
bersifat linear karena alur kosmos telah ditentukan pada saat penciptaan.
67

Maka secara historis deisme merupakan suatu wawasan dunia tradisional


baik di dalam bentuk populer maupun bentuk yang rumit.

Kesenyapan Ruang Yang Terbatas: Naturalisme


Rene Descartes, seorang theis yang diakuinya secara sadar,
menyiapkan pentas untuk perpindahan melalui pemahaman tentang alam
semesta sebagai sebuah mekanisme raksasa materi yang dipahami
manusia dengan akal budi. John Locke, seorang theis mempercayai satu
Allah yang berpribadi yang mewahyukan dirinya kepada kita; tetapi Locke
berpandangan bahwa rasio yang telah Allah berikan kepada kita adalah
hakim atas apa yang harus diterima sebagai kebenaran dari Wahyu di
dalam Alkitab. Julien Offray De La Mettrie sering dianggap seorang ateis,
tetapi dia sendiri berkata, “bukannya saya meragukan eksistensi dari satu
keberadaan yang ultimat; sebelumnya bagi saya probabilitas tertinggi
justru mendukung kepercayaan ini. Akan tetapi dia meneruskan,
eksistensial ini merupakan suatu kebenaran teoritis dengan nilai praktis
yang kecil. Naturalisme adalah satu titik materi bereksistensi secara kekal
dan hanya materi ilmiah yang ada, Allah tidak bereksistensi; Dua, kosmos
bereksistensi sebagai satu kesatuan sebab dan akibat di dalam satu
sistem yang tertutup; Tiga, manusia dalam mesin yang kompleks;
kepribadian merupakan suatu interelasi dari sifat kimiawi dan fisik yang
belum kita pahami sebelum sepenuhnya. Empat, kematian merupakan
kepunahan kepribadian dan individualitas. Lima, sejarah merupakan suatu
arus peristiwa-peristiwa yang linear oleh sebab dan akibat tetapi tanpa
satu tujuan utama yang mendominasi. Enam, etika hanya berkaitan
dengan umat manusia.

Titik Nol: Nihilisme


Nihilisme muncul bukan karena kaum theis dan deis menggerogoti
naturalisme dari luar. Nihilisme adalah keturunan alamiah dari
naturalisme. Alasan pertama dan paling mendasar bagi nihilisme terdapat
68

di dalam implikasi-implikasi logis dan langsung dari proposisi-proposisi


utama naturalisme. Presuposisi metafisis bahwa kosmos adalah sebuah
sistem yang tertutup memiliki implikasi-implikasi bukan hanya bagi
metafisika tetapi juga bagi epistemologi. Argumentasinya secara ringkas
adalah jika setiap manusia merupakan hasil dari kekuatan yang
impersonal, baik yang bekerja tanpa arah maupun yang bekerja karena
hukum yang tetap, manusia ini tidak memiliki cara untuk mengetahui
apakah hal yang diketahui merupakan suatu industri atau kebenaran.
Naturalisme berpegang pada pandangan bahwa persepsi dan
pengetahuan mungkin identik dengan atom merupakan produk sampingan
dari otak; keduanya muncul dari berfungsinya materi. Alur-alur nihilisme
epistemologis, metafisis, dan kritis jika dijalin bersama akan menjadi
seutas tambang yang cukup panjang untuk menggantung seluruh kultur.
Ada beberapa ketegangan-ketegangan internal nihilisme, pertama dari
ketiadaan makna tidak ada hal apapun yang bisa muncul, atau lebih
tepatnya, sesuatu muncul. Jika alam semesta tidak bermakna dari
seorang manusia tidak bisa mengetahui dan tak ada hal apapun yang
imortal, alur tindakan apapun menjadi terbuka. Seseorang bisa
menanggapi ketidakbermaknaan dengan tindakan apapun, karena tidak
satupun tindakan yang lebih atau kurang patut. Kedua, setiap kali kaum
nihilis berpikir dan mempercayai pemikiran mereka, mereka bersikap tidak
konsisten, karena mereka menyangkal bahwa pemikiran memiliki nilai
atau bahwa pemikiran bisa membawa kepada pengetahuan. Ketiga,
meskipun suatu bentuk yang terbatas dari nihilisme praktis mungkin untuk
diterapkan untuk sementara waktu, pada akhirnya akan sampai pada
suatu batas. Keempat, berarti matinya seni. Di sini kita juga menjumpai
paradoks, karena kebanyakan seni modern sastra, lukisan, drama
memiliki nihilisme sebagai inti ideologisnya. Kelima dan terakhir, nihilisme
menimbulkan masalah-masalah psychologist yang berat bagi seorang
novelis. Kita tidak bisa hidup dengan nilihisme karena nihilisme
69

menyangkal apa yang menjadi kebutuhan dari setiap jalinan keberadaan


mereka yang sadar makna, nilai, signifikansi, martabat, harga.

Melampaui Nihilisme: Eksistensialisme


Eksistensialisme yang atheisthis diawali dengan menerima semua
proposisi naturalisme berikut ini: Materi bereksistensi secara kekal; Allah
tidak berekstensi. Kosmos bereksistensi sebagai suatu keseragaman
sebab dan akibat di dalam suatu sistem yang tertutup. Sejarah merupakan
arus linear dari peristiwa-peristiwa yang dihubungkan oleh sebab dan
akibat tanpa satu tujuan utama yang mendominasi. Etika hanya
berkenaan dengan manusia. Dengan kata lain, eksistensialisme yang
ateistis menegaskan semua proposisi naturalisme kecuali yang
berhubungan dengan natur manusia dan relasi kita dengan kosmos. Dan
sesungguhnya, kepentingan utama eksistensialisme berkenaan dengan
kemanusiaan dan bagaimana kita dapat menjadi signifikan di dalam satu
dunia yang tidak signifikan. Pertama, kosmos hanya terdiri dari materi
tetapi bagi manusia, realitas tampak dalam dua bentuk yakni subjektif dan
objektif. Kedua, hanya bagi manusia eksistensi mendahului esensi;
manusia menjadikan diri mereka sebagai apa adanya mereka. Ketiga,
masing-masing pribadi sepenuhnya bebas dalam hal natur dan destinasi
mereka. Keempat, titik dunia objektif yang terbentuk dengan begitu halus
dan terorganisasi dengan ketat menentang manusia dan terlihat absurd.
Kelima, titik di dalam penerimaan yang sepenuhnya atas, dan sekaligus
melawan, absurditas dunia objektif ini, pribadi yang otentik harus
memberontak dan menciptakan nilai. Seperti eksistensialisme atheistis;
Bukan berkenaan dengan natur kosmos atau Allah, melainkan dengan
natur manusia dan hubungan kita dengan kosmos dan Allah. 1) Manusia
adalah keberadaan yang berpribadi, ketika mereka mencapai kesadaran
penuh, menemukan diri mereka berada di dalam suatu alam semesta
yang paling asing. Apakah Allah bereksistensi atau tidak merupakan
sebuah pertanyaan sulit yang harus diselesaikan bukan dengan rasio
70

tetapi dengan iman. 2) Pribadi adalah yang bernilai seperti


eksistensialisme theistis, eksistensialisme dan menekankan pada
pemisahan antara dunia objektif dan subjektif. 3) Pengetahuan adalah
subjektivitas; keseluruhan kebenaran sering bersifat paradoks. 4) Sejarah
sebagai suatu catatan peristiwa peristiwa bersifat tidak pasti dan tidak
penting tetapi sejarah sebagai suatu model atau tipe atau mitos yang
dijadikan ada dan dijalankan memiliki arti penting yang ultimat.

Perjalanan Ke Timur: Monisme Pantheistis Timur


Monisme pantheistis dibedakan dari wawasan dunia-wawasan
dunia timur lain yang berkaitan oleh karena monismenya, ide bahwa
hanya satu unsur impersonal yang membentuk realitas. Selama beberapa
dekade, kaum tua dan muda berbondong-bondong datang kepada
berbagai guru. Toko-toko buku dipenuhi buku tentang wawasan dunia
timur, tentu saja sasarannya adalah orang-orang barat. Meditasi
transendental dan teknik-teknis spritual Timur lainnya sudah biasa, karena
orang-orang yang pergi ke tempat kerja bermeditasi sepanjang
perjalanan, dan kelas-kelas pelatihan juga diberikan di perusahaan-
perusahaan bisnis.

Alam Semesta Yang Terpisah: Zaman Baru


Fiksi ilmiah merupakan satu genre yang sebagian besar telah
didominasi oleh kaum naturalis yang menempatkan harapan mereka akan
masa depan umat manusia di dalam teknologi. Tetapi beberapa
penulisnya bersifat profetis. Arthur C. Clarke misalnya yang telah
menuliskan dua skenario bagi transformasi manusia yang radikal
mengikuti alur jalan baru. Wawasan dunia zaman baru sangat sinkretis
dan electric. Wawasan dunia ini meminjam dari setiap wawasan dunia
utama. Seperti theisme dan naturalisme, dan tidak seperti monisme pantai
timur, zaman baru memberikan nilai yang sangat tinggi kepada manusia
individual berdasarkan nilai residu manusia ini karena penciptanya
71

menurut gambar Allah. Seperti monisme pantheistis Timur, kesadaran


baru ini berpusat kepada satu pengalaman mistis di mana waktu kemah
ruang, dan moralitas dalam politik orang bisa mendefinisikan kesadaran
baru sebagai suatu versi barat dari mistisisme timur dimana penekanan
metafisis Timur digantikan oleh satu penekanan pada epistemologi.
Beberapa ajaran-ajaran dasar kesadaran baru: 1) Apapun natur dari
keberadaan, diri adalah yang menyatukan semua sistem, realitas yang
utama. Ketika manusia bertumbuh di dalam kesadaran mereka dan
memahami fakta ini manusia berada pada ambang suatu perubahan
tradisional di dalam natur manusia; bahkan pada saat ini juga kita melihat
para pelopor dari kemanusiaan yang ditransformasikan dan prototype-
prototipe dari zaman baru. 2) Kosmos ketika disatukan di dalam diri di
manifestasikan di dalam dua dimensi selain alam semesta yang terikat
yang bisa diakses melalui kesadaran yang biasa dan alam semesta yang
tidak terlihat atau pikiran yang berkuasa yang bisa diakses melalui cerita
dan kesadaran. 3) Pengalaman inti dari zaman baru adalah kesadaran
kosmik dimana kategori-kategori biasa dari ruang, waktu, dan moralitas
cenderung sirna. 4) Kematian fisik bukanlah akhir dari diri; di dalam
pengalaman kesadaran kosmis, rasa takut terhadap kematian
disingkirkan. 5) Terdapat tiga sikap yang berbeda terhadap pertanyaan
metafisis mengenai natur realitas di dalam kerangka kerja umum zaman
baru: Satu, versi okultis, di mana keberadaan dan hal-hal yang disadari
dalam keadaan kesadaran yang teralterasi bereksistensi secara terpisah
dari diri yang sadar; Dua, Versi Psikedelik, dimana hal dan keberadaan
merupakan proyeksi-proyeksi dari diri yang sadar; dan Tiga, Versi
Relativis Konseptual, di mana kesadaran kosmik merupakan aktivitas
yang sadar dari satu pikiran yang mempergunakan salah satu dari banyak
model yang tidak lazim bagi realitas yang mana tidak satupun darinya
yang lebih benar dari yang lainnya.
72

Cakrawala Yang Hilang: Postmodernisme


Istilah postmodernisme dipergunakan oleh begitu banyak orang
untuk berfokus kepada sisi-sisi yang berbeda dari kehidupan kultural dan
intelektual yang maknanya seringkali kabur, bukan saja mengenai sisi-sisi
tersebut tetapi juga mengenai intinya. Istilah postmodernisme biasanya
dianggap muncul pertama kali dengan mengacu pada arsitektur, ketika
para arsitek berpindah dari kotak-kotak beton, kaca, dan baju yang
sederhana dan tanpa pernak-pernik serta impersonal kepada bentuk dan
rupa, mengambil motif-motif dari masa lalu tanpa memperhatikan tujuan
atau fungsi yang sebenarnya. Lyotard mendefinisikan postmodern sebagai
ketidakpercayaan terhadap metanarasi. Tidak ada lagi sebuah kisah
tunggal, sebuah metanarasi yang menyatukan kultur Barat. Bukan saja
bahwa sudah lama terdapat banyak kisah, yang masing-masing
memberikan kekuatannya yang menyatukan bagi kelompok sosial yang
menerima kisah tersebut sebagai kepunyaan mereka. Kaum naturalis
memiliki kisah mereka sendiri, kaum pantheistik memiliki kisahnya sendiri
dan kaum Kristen memiliki kisahnya sendiri dan seterusnya. Ide tentang
otonomi rasio manusia telah memerdekakan pikiran manusia dari otoritas
jaman kuno. Kemajuan ilmiah dan teknis bukan muncul dari ide-ide yang
diwahyukan di dalam Alkitab melainkan dari asumsi bahwa rasio manusia
benar-benar bisa menemukan jalannya menuju kebenaran. Pengetahuan
seperti ini merupakan kuasa-kuasa instrumental, kuasa atas alam, kuasa
untuk membawa kita mencapai apa yang kita inginkan. Di dalam ilmu
pengetahuan, hasil-hasilnya begitu tinggi. Akan tetapi, di dalam filsafat
pergerakan dari hal keberadaan menuju hal mengetahui, dari keutamaan
Allah yang mencipta dan di wahyukan kepada keutamaan diri yang
mengetahui berdasarkan diri sendiri bersifat fatal. Efek dari perspektif
postmodern bisa terlihat di hampir setiap tempat di dalam kultur Barat di
dalam disiplin ilmu sejarah misalnya kemampuan masa lampau
menghilang tertelan kabut masa kini. Para sejarawan bergerak dari satu
historisisme modern kepada sesuatu penyangkalan postmodern terhadap
73

ketetapan masa lampau, terhadap realitas masa lampau terpisah dari apa
yang dipilih sejarawan untuk dituliskannya, dan dengan demikian
menyangkal setiap kebenaran objektif tentang masa lampau. Sejarawan
postmodern tidak mempergunakan imajinasi untuk menciptakan kembali
sesuatu perasaan akan masa lampau itu sendiri dari para pembaca,
melainkan menciptakan satu masa lampau di dalam imajinasi masa kini
dan menurut penilaian si sejarawan. Postmodernisme hanya memiliki
sedikit dampak terhadap sains, baik dalam hal bagaimana saya
dilaksanakan dan bagaimana saya harus dipahami oleh sebagian besar
ilmuwan. Meskipun demikian, postmodern telah memulai menulis ulang
pemahaman kita tentang apakah sains itu berlawanan dengan apa yang
dilakukan atau dikatakan oleh para ilmuwan. Reaksi para teolog terhadap
postmodernisme sangat variatif ada sejumlah teolog yang menerima
klaim-klaim sentral postmodernisme dan bukan menulis teologi melainkan
etimologi atau yang bukan teologi dan juga bukan non teologi melainkan
teologi yang muncul dari ruang pertemuan antara keduanya.

Kehidupan Yang Telah Di Uji: Kesimpulan


Wawasan dunia jumlahnya tidaklah tak terbatas. Di dalam
masyarakat yang pluralistis, wawasan dunia terlihat bereksistensi dengan
begitu limpahnya, tetapi isu-isu dan pilihan-pilihan dasar sebenarnya tidak
banyak. Menjadi seorang Kristen bukan hanya memiliki sebuah wawasan
dunia yang telah tua; menjadi seorang Kristen berarti secara pribadi
berkomitmen kepada Tuhan semesta alam, Allah yang tidak terbatas dan
berpribadi. Dan ini membawa kita kepada satu kehidupan yang teruji yang
sangat layak untuk dijalani.

Anda mungkin juga menyukai