Anda di halaman 1dari 125

KAJIAN TEOLOGIS

MENGENAI PERNIKAHAN KRISTEN YANG HARMONIS


SEBAGAI KONTRIBUSI BAGI KELANGSUNGAN
PERNIKAHAN KRISTEN

SKRIPSI

Oleh:

SION SAPUTRA
NIM : 150.ST.08.14

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI TABERNAKEL INDONESIA


(STTIA)
SURABAYA
2018
KAJIAN TEOLOGIS
MENGENAI PERNIKAHAN KRISTEN YANG HARMONIS
SEBAGAI KONTRIBUSI BAGI KELANGSUNGAN
PERNIKAHAN KRISTEN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teologi (S.Th)
Pada
Sekolah Tinggi Teologi Tabernakel Indonesia (STTIA)
Surabaya

Oleh:

SION SAPUTRA
NIM : 150.ST.08.14

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI TABERNAKEL INDONESIA


(STTIA)
SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, hormat serta kemuliaan peneliti naikkan ke hadirat Allah
Bapa, Tuhan Yesus Kristus dan Roh Kudus yang telah memberikan hikmat dan
kemurahan-Nya bagi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Dalam kesempatan ini juga peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan sebesar-besarnya kepada berbagai pihak sebagai berikut:

1. Bapak Stevanus Parinussa, M.Th., selaku Pembimbing I yang sabar dan


setia dalam mengarahkan dan membimbing peneliti untuk mempertajam
materi sehingga penulisan skripsi ini selesai dengan baik.

2. Bapak Samuel Sirait, M.Th., selaku Pembimbing II yang telah bersedia


memberikan koreksi dan saran dalam penulisan skripsi ini sehingga
penulisan skripsi ini selesai dengan baik.

3. Bapak dr. Awiyono, S.KFR., selaku Ketua dari STTIA, Bapak Dr. Setio
Dharma Kusuma, S.T., M.Th., selaku PUKET I, Ibu Ester Widianingtyas,
S.P., M.Mis., M.Th., selaku PUKET II, dan Bapak Stephanus Frans
Yohanes Songan, M.Th., selaku PUKET III.

4. Bapak Pdm. Kasieli Zebua, M.Th., selaku Ka.Prodi STTIA sekaligus selaku
DPA dan orang rohani bagi peneliti bersama Ibu Iing Lidyawati, S.Th., yang
selalu mendampingi peneliti selama perkuliahan.

5. Bapak Pdt. Paulus Budiono dan Ibu Ester Budiono selaku gembala sidang
GPT GKGA beserta seluruh Penatua, fulltimer, dan jemaat yang mendoakan
serta mendukung selama perkuliahan di STTIA.

6. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di STTIA sehingga peneliti


mendapatkan ilmu yang sangat cukup tentang teologi.

7. Bapak dan Ibu Staf STTIA yang mendukung proses perkuliahan.

i
8. Bapak Pdt. Rinson Herlin Djapar, S.Th., dan Ibu Gusarsi, S.Pd., sebagai
orang tua bagi peneliti sekaligus gembala GPT “MARANATRA” yang
senantiasa mendoakan peneliti serta mendukung peneliti dalam segala
sesuatunya selama perluliahan.

9. Priska, Trifena, Efata Nataliani dan Epafroditus sebagai adik-adik yang


senantiasan menyemangati peneliti selama perkuliahan

10. Bapak Pdt. Ananiel Muliyanto, S.Th., dan Ibu Rose Endang, S.Pd.K., yang
senantiasa mendorong dan mendoakan peneliti selama proses perkuliahan.

11. Adiel Setiawan sebagai sahabat peneliti yang menjadi teman dalam suka
duka, serta seluruh teman-teman angkatan VIII yang senantiasa
menyemangati selama proses perkuliahan.

12. Bapak Pdt. Yusuf Barnabas, S.P., Ibu Pdt Bertha N. Pokah, S.Th., M.Pd.K.,
dan jemaat GGP EFRATA Tropodo yang senantiasa berdoa bagi peneliti.

13. Eunike Yan Pradita tercinta yang senantiasa menyuarakan doanya serta
memberikan semangat kepada peneliti sehingga penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik.

Akhir kata, peneliti ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan masukan dalam dunia pendidikan teologi.
Tuhan Yesus Kristus memberkati.

Surabaya, Juli 2018

Sion Saputra
150.ST.08.14

ii
ABSTRAK

KAJIAN TEOLOGIS MENGENAI PERNIKAHAN KRISTEN YANG


HARMONIS SEBAGAI KONTRIBUSI BAGI KELANGSUNGAN
PERNIKAHAN KRISTEN

Oleh:
Sion Saputra
NIM. 150 ST.08.14

Dibawah Bimbingan

Stevanus Parinussa, M.Th.


Samuel Sirait, M.Th.

Pernikahan adalah ikatan antara pria dan wanita atas dasar janji di hadapan
Allah dan sidang jemaat. Namun untuk menjaga janji ini bukanlah satu hal yang
mudah, karena seiring berjalannya pernikahan pasti akan diuji. Ujian ini membuat
banyak pernikahan hancur berantakan, dan berujung pada perceraian. Hal yang
memprihatinkan ialah perceraian ini terjadi juga dalam kalangan pernikahan
Kristen.
Pernikahan Kristen adalah pernikahan yang bersumber dari Allah, dibangun
atas dasar kasih, firman dan berkat dari Allah. Pernikahan Kristen memiliki
tanggung jawab untuk taat kepada Allah, sehingga dapat melakukan tanggung
jawab masing-masing, menjadi pernikahan yang harmonis dan menjadi duta
Allah. Namun pada kenyataannya banyak pernikahan Kristen tidak bisa menjadi
duta Allah bagi dunia, dengan banyaknya pernikahan yang tidak harmonis.
Oleh sebab itu peneliti memiliki beban hati untuk mengkaji secara teologis
mengenai pernikahan Kristen yang harmonis sebagai kontribusi bagi
kelangsungan pernikahan Kristen. Untuk mendapatkan hasil penelitian ini,
peneliti menggunakan metodologi penelitian kajian pustaka dengan pendekatan
kajian teologis. Melalui pendekatan ini diharapkan dapat menghasilkan
pemahaman yang objektif dan bertanggungjawab terkait judul penelitian tersebut
di atas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai topik yang terkait yaitu
kajian teologis mengenai pernikahan Kristen yang harmonis sebagai kontribusi
bagi kelangsungan pernikahan Kristen, peneliti mendapatkan pemahaman bahwa
pernikahan Kristen yang harmonis ialah pernikahan Kristen yang memiliki
pengenalan akan Allah yang mendalam, memaknai pernikahan Kristen dengan
benar dan memahami posisi masing-masing dalam keluarga. Sehingga dengan
demikian, di dalam kelangsungan pernikahan Kristen tersebut terdapat kasih,
tujuan yang jelas dan keserasian yang indah.

Kata kunci: Kajian Teologis, pernikahan Kristen yang harmonis, kontribusi


pernikahan Kristen.

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

ABSTRAK ................................................................................................................ iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1

Fokus Kajian ................................................................................................... 7

Perumusan masalah ....................................................................................... 8

Tujuan Kajian ................................................................................................. 8

Kegunaan Hasil Penelitian ............................................................................. 9

Secara Teorits .......................................................................................... 9

Secara Praktis .......................................................................................... 10

Definisi Istilah ................................................................................................. 10

Pernikahan ............................................................................................... 10

Harmonis ................................................................................................. 11

Kontribusi ................................................................................................ 12

iv
BAB II KAJIAN TEORETIK ................................................................................. 13

Acuan Teoretik ............................................................................................... 13

Kajian Teologi ......................................................................................... 13

Pernikahan Kristen .................................................................................. 15

Pengertian Penikahan Secara Umum ............................................ 15

Totalitas ................................................................................ 17

Loyalitas ............................................................................... 18

Komitmen ............................................................................. 18

Pengertiann Pernikahan Menurut Undang-undang ........................ 19

Pengertian Pernikahan Kristen....................................................... 21

Menurut Bonaventura ........................................................... 22

Menurut J. M. Scheeben ....................................................... 23

Menurut John Calvin ............................................................ 23

Menurut Stephen Tong ......................................................... 24

Dasar Pernikahan Kristen ........................................................................ 25

Pernikahan Kristen Bersumber dari Allah ..................................... 25

Pernikahan Kristen Dibangun Atas Dasar Kasih ........................... 26

v
Pernikahan Kristen Dibangun Atas Dasar Firman Allah ............... 27

Pernikahan Kristen Dibangun Atas Dasar Berkat Allah ................ 29

Tujuan Pernikahan Kristen ...................................................................... 30

Pernikahan Kristen Sebagai Cerminan Relasi Antara Kristus dan

Umat-Nya....................................................................................... 31

Memenuhi Panggilan Allah ........................................................... 32

Memuliakan Allah ......................................................................... 32

Tanggung Jawab Pasangan Dalam Pernikahan Kristen .......................... 33

Ketaatan kepada Allah ................................................................... 34

Mengasihi Pasangan ...................................................................... 35

Mendidik Anak .............................................................................. 35

Memenuhi Kebutuhan Pernikahan................................................. 36

Kebutuhan Spiritual.............................................................. 37

Kebutuhan Jasmani .............................................................. 38

Kebutuhan Psikologis ........................................................... 38

Kebutuhan Biologis .............................................................. 39

Kebutuhan Sosial.................................................................. 40

Kebutuhan Ekonomi ............................................................. 41

vi
Pernikahan Kristen Yang Harmonis ........................................................ 42

Pengertian Pernikahan Kristen Yang Harmonis ............................ 42

Konseling Bagi Pernikahan Kristen Yang Harmonis .................... 44

Konseling Pernikahan .......................................................... 45

Pentingnya Konseling Pernikahan ....................................... 46

Pentingnya Materi Konseling Pernikahan Yang Tepat ........ 48

Penyebab Ketidakharmonisan Dalam Pernikahan Kristen ............ 49

Ketidakpercayaan terhadap pasangan ................................ 50

Komunikasi ........................................................................ 50

Keuangan ........................................................................... 51

Anak-anak .......................................................................... 52

Pekerjaan ............................................................................ 53

Pendidikan.......................................................................... 54

Penyimpangan seksual ....................................................... 54

Adanya pihak ketiga .......................................................... 55

Pembahasan Hasil Kajian Yang Relevan ..................................................... 56

Paruhuman Tampubolon ......................................................................... 56

vii
Gabriela Gasing Allo Linggi ................................................................... 57

Bungaran Antonius Simanjuntak ............................................................ 58

Agung Gunawan ...................................................................................... 59

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 61

Tujuan Operasional Kajian ........................................................................... 61

Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................... 62

Metode dan Langkah-Langkah Kajian ........................................................ 63

Pemilihan Korpus (Data dan Konteks Penelitian) ...................................... 64

Prosedur dan Teknis Analisis ........................................................................ 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................ 67

Hasil Analisa Deskriptif ................................................................................. 67

Pernikahan ............................................................................................... 67

Pernikahan Kristen .................................................................................. 69

Pernikahan Kristen Yang Harmonis ........................................................ 71

Solusi Terhadap Ketidakhamonisan Pernikahan Kristen ........................ 73

Ketidakpercayaan terhadap pasangan ............................................ 73

Komunikasi .................................................................................... 74

Keuangan ....................................................................................... 75

viii
Anak-anak ...................................................................................... 76

Pekerjaan........................................................................................ 76

Pendidikan ..................................................................................... 77

Penyimpangan seksual ................................................................... 78

Adanya pihak ketiga ...................................................................... 78

Hasil Analisis Komparatif.............................................................................. 79

Pengenalan Akan Allah ........................................................................... 80

Makna Pernikahan Kristen ...................................................................... 82

Posisi Suami-istri Dalam Pernikahan ...................................................... 83

Interpretasi ...................................................................................................... 84

Kesimpulan Analisis ....................................................................................... 89

Implikasi .......................................................................................................... 90

BAB V PENUTUP .................................................................................................... 94

Kesimpulan ...................................................................................................... 94

Saran ................................................................................................................ 95

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... x

LAMPIRAN ..............................................................................................................

ix
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pernikahan adalah unit yang paling dasar dan juga unit yang paling

berpengaruh di dunia, terjadi sebagai akibat dari komitmen seumur hidup antara

pria dan wanita atas kedaulatan Tuhan.1

Pernikahan yang berlaku seumur hidup memiliki pengertian lain bahwa


hanya maut yang dapat memisahkan. Pasangan suami-istri yang telah
diteguhkan memiliki fokus yang tetap dan tak teralihkan. Apapun yang
terjadi dalam pernikahan tidak ada pilihan lain, tidak ada peluang untuk
mundur atau lari, yang ada hanya pilihan untuk terus membangun cinta
sejati dalam kesetiaan janji yang telah diucapkan di hadapan Allah dan
jemaat-Nya.2

Pernikahan meminta satu perjanjian yang dilaksanakan di hadapan Allah dan

jemaat-Nya untuk saling setia antara seorang pria dan seorang wanita, karena

pernikahan merupakan relasi monogami antara seorang suami dan seorang istri.3

Namun demikian, untuk menjaga janji suci ini bukanlah suatu hal yang

mudah, karena bagaikan sebuah benda yang tidak dirawat, maka pernikahan juga

akan sama halnya demikian, yaitu seiring berjalannya waktu akan rentan terjadi

kerusakan, memudar, rapuh, bahkan bisa menimbulkan kehancuran, atau sering

dikenal dengan istilah perceraian.

1
Norman L. Geisler, Etika Kristen – Pilihan dan Isu (Malang: Literatur SAAT, 2007)
353.
2
Desefentison W. Ngir, Bukan Lagi Dua melainkan Satu – Panduan Konseling Pranikah
& Pascanikah (Bandung: PT. Visi Anugrah Indonesia. 2013) 76.
3
Norman L. Geisler, Etika Kristen – Pilihan dan Isu (Malang: Literatur SAAT, 2007)
358.

1
Memiliki keluarga bahagia yang harmonis merupakan keinginan bagi semua

orang. Namun, keinginan tersebut tidaklah serta-merta dapat terwujud dengan

mudah.4 Karena pada faktanya banyak pernikahan yang tidak bisa mewujudkan

keharmonisan dalam keluarganya, hal ini dibuktikan dengan banyaknya

perceraian yang terjadi.

Meskipun dilarang, angka perceraian di Indonesia begitu tinggi. 5 Dalam

bukunya yang berjudul Biografi dan Pemikiran, H. S. M. Nasaruddin Latif

menyatakan bahwa angka perceraian di Indonesia relatif cukup tinggi, dengan

urutan tertinggi mulai dari pulau Jawa, Sumatra Utara dan Kalimantan Selatan.

Angka-angka statistik ini telah berbicara tentang kurang stabilnya pernikahan

dalam masyarakat Indonesia. 6 Oleh sebab itu, fakta ini patut untuk dipikirkan dan

upayakan penanggulangannya.

Koran Jawa Pos mencatat bahwa kota Surabaya melalui Dinas Pengendalian

Penduduk, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP5A) membuka

Program Sekolah Pra-nikah di lantai dua Gedung Siola Surabaya pada tanggal 17

Februari 2018. Program ini bertujuan untuk memperkuat ketahanan keluarga dan

memperkecil tingkat perceraian. Hal ini dilatarbelakangi oleh tingkat perceraian di

kota Surabaya yang terbilang tinggi, pasalnya pada tahun 2016, angka perceraian

yang terdata di Pengadilan Agama (PA) Surabaya berjumlah 4.938 kasus.

Sementara itu pada tahun 2015, angka perceraian sempat mencapai 4.955 kasus.7

4
Bungaran Antonius Simanjuntak, Harmonious Family – Upaa Membangun Keluarga
Harmonis (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013) 84.
5
Bernard T. Adeney, Etika Sosial Lintas Budaya (Yogyakarta: Kanisius, 2004) 70.
6
H. S. M. Hassanudin Latif, Biografi dan Pemikiran (Jakarta: Gema Insani Press, 1996)
55.
7
Jawa Pos, Tanggal 18 Februari 2018, 22.

2
Meskipun terjadi penurunan angka dari tahun 2015 pada tahun 2016, namun

penurunan itu tidaklah signifikan, inilah yang membuat pemerintah Surabaya

harus cepat mengambil tindakan. Hal ini menunjukan bahwa pemerintah Surabaya

begitu memerhatikan masalah-masalah dalam keluarga dengan tujuan untuk

menekan angka perceraian yang semakin marak terjadi. Tentu Gereja juga harus

cepat mengambil sikap untuk menanggapi hal ini, karena dari ribuan angka

tersebut, tentu juga terjadi di dalam pernikahan Kristen.

Fakta mencatat maraknya perceraian yang terjadi ini ternyata tidak hanya

bagi kalangan non-Kristen, karena perceraian juga terjadi di kalangan

Kekristenan. 8 Jim Putman dan teman-teman dalam buku mereka mencatat

berdasarkan hasil statistik bahwa angka perceraian Kristen tidak jauh berbeda

dengan non-Kristen. 9 Bahkan, menurut survei yang dilakukan George Barna,

pernikahan Kristen memiliki tingkat perceraian yang lebih tinggi dibandingkan

mereka yang non-Kristen (dua puluh tujuh persen dibanding dua puluh tiga

persen).10 Tentu angka ini bukanlah angka yang kecil, sehingga merupakan fakta

yang memprihatinkan.

Perceraian terjadi tentu timbul dari adanya keinginan untuk bercerai.

Namun, perlu untuk dipahami bahwa keinginan untuk bercerai bukanlah penyebab

8
H. Wayne House, Divorce and Remarriage (Illinois: InterVarsity Press, 1990) 9.
9
Jim Putman dan teman-teman, DidcipleShift: Lima Perubahan Yang Menolong Gereja
Anda Membuat Murid Yang menghasilkan Murid (Yogyakarta: Katalis Media & Literature -
Yayasan Gloria, 2016) 23.
10
Gary L. Thomas, Sacred Marriage – Bagaimana Seandainya Tuhan Merancangkan
Pernikahan Lebih Untuk Menguduskan Kita Daripada Untuk Menyenangkan Kita (Yogyakarta:
Yayasan Gloria, 2011) 43.

3
sebenarnya, melainkan akibat. 11 Keinginan untuk bercerai tentu karena terdapat

hal-hal yang membuat hubungan pernikahan suami-istri mengalami pertengkaran

dan menjadi tidak harmonis.

Penyebab ketidakharmonisan ini tentu bervariasi. misalnya seperti

kesibukan, sehingga mengakibatkan kurangnya waktu yang diberikan bagi

keluarga dan menimbulkan ketidakharmonisan. Dalam buku yang berjudul

Pernikahan Anti Cerai, Gary Rosberg dan Barbara Rosberg menberi kesaksian

bagaimana pernikahan mereka sempat mengalami ketidakharmonisan karena

kesibukan Gary dalam hal akademik (Program Doktoral Gary).

Gary dan Barbara sebenarnya telah membuat keputusan ini bersama dan itu

sangatlah baik, sehingga Gary bisa menjadi seorang doktor konselor pernikahan

dan keluarga. Namun dalam perjalanan pendidikan untuk memperoleh gelar itu

Gary dan Barbara mengalami tantangan yang berat. Gary yang sering tidak berada

di rumah karena selalu berada di perpustakaan untuk menyelesaikan tuntutan

akademis, ternyata sempat mengakibatkan terjadinya putus “hubungan secara

emosional” antara dirinya dengan istrinya. Keadaan ini benar-benar keadaan yang

suram bagi mereka, sehingga memaksa mereka harus menjalani hubungan yang

tidak harmonis untuk beberapa waktu, bahkan hampir membuat pernikahan

mereka berujung pada perceraian.12

Perbedaan pendapatan merupakan salah satu pemicu tidak harmonisnya

sebuah pernikahan. Hal ini sering didapati ketika istri memiliki gaji yang lebih

11
Ruth Schafer & Freshia Aprilyn Ross, Bercerai Boleh atau Tidak? (Jakarta: BPK.
Gunung Mulia, 2015) 1.
12
Gary dan Barbara Rosberg, Pernikahan Anti Cerai (Yogyakarta: ANDI, 2014) 3 – 16.

4
besar dari suami. Sehingga dengan demikian istri tidak menghormati suami, dan

akan bedampak juga kepada rasa hormat anak-anak kepada ayah mereka. 13

Akibatnya seorang suami akan merasa tidak bahagia berada di dalam rumah.

Kesulitan dalam menerima kekurangan pasangan ternyata juga bisa menjadi

penyebab ketidakharmonisan, kebanyakan pasangan karena begitu saling

mencintai hanya dapat melihat kekuatan, tetapi setelah kelemahan-kelemahan

mulai bermunculan, maka menyebabkan konflik di antara pasangan suami-istri,

seperti yang dinyatakan oleh Tim Lahaye bahwa:

Konflik-konflik dalam kepribadian-kepribadian suami-istri pada kenyataan


adalah kelemahan-kelemahan yang bertentangan dan dapat disebut sebagai
konflik-konflik tempramen atau watak. konflik dalam kepribadian seseorang
adalah kelemahan-kelemahannya yang menimbulkan kejengkelan di pihak
pasangannya.14

Selain kesibukan dan kesulitan untuk menerima kekurangan pasangan, tentu

masih banyak lagi penyebab dari tidak harmonisnya sebuah pernikahan. Contoh

lainnya memenuhi kebutuhan pasangan secara kontinu, hal ini merupakan

kesulitan tersendiri dalam hubungan. Desefentison W. Ngir sendiri menyatakan

bahwa sumber konflik yang sering muncul dalam pernikahan adalah apabila

kebutuhan utama pasangan tidak terpenuhi:

Pada masa berpacaran, seorang laki-laki biasanya sangat terampil mengisi


kebutuhan pacarnya. Sebagai seorang perempuan, sangatlah senang
dipenuhi dalam hal kasih sayang, percakapan maupun kejujuran dan
keterbukaan. Laki-laki akan berusaha menunjukkan perhatian melalui kata-
kata maupun tindakan dengan bersikap sabar dan penuh kasih sayang.
Setiap kali bertemu, laki-laki tersebut selalu mengajak kekasihnya ngobrol
dan jika berpisah selalu menyempatkan diri untuk menelpon ... Sang
perempuan mungkin membayangkan bahwa dengan laki-laki seperti inilah
ia akan menghabiskan masa hidupnya. Harapan dan tujuan pernikahannya
13
Anna Julia, Making Mom and Kids (Jakarta: Elex Media, 2013) 8-9.
14
Tim LaHaye, Kebahagiaan Pernikahan Kristen (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2002)
14-15.

5
adalah agar semua sikap dan tindakan kekasihnya tersebut akan berlanjut
tanpa henti dalam pernikahan. Demikian juga seorang perempuan, dalam
masa berpacaran biasanya terampil mengisi kebutuhan emosional
kekasihnya. Ia menunjukkan kekagumannya pada laki-laki tersebut, melalui
sikap dan kata-kata pujian/penghargaan atas prestasi kekasihnya, baik dalam
bidang olahraga, akademik maupun pekerjaannya. Bahkan sebagian
perempuan, ketika berpacaran nampaknya menyambut minat seksual
kekasihnya ... Sang laki-laki jadi berpikir bahwa jika selama pacaran saja
sudah sedemikian banyak pengalaman menyenangkan, maka apalagi nanti
jika sudah menikah. Sayangnya setelah menikah, kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi dengan baik. Tujuan maupun harapan melalui pernikahan mereka
tidak tercapai, sehingga kekecewaan terhadap pasangan semakin meningkat.
Setiap kali melihat pasangannya yang timbul adalah perasaan kesal dan
apabila pasangannya mengajak bicara, maka yang muncul adalah jawaban
ketus.15

Desefentison W. Ngir menambahkan juga bahwa komunikasi merupakan salah

satu masalah yang bisa menimbulkan konflik dalam pernikahan:

Komunikasi yang buruk juga menjadi sumber konflik dalam pernikahan.


Pola komunikasi yang negatif biasanya telah terbentuk sebelum menikah,
bahkan sejak masih kanak-kanak. Karena itu diperlukan pengertian
bagaimana mengembangkan komunikasi dalam pernikahan. Kesediaan
untuk memulai sebuah pola komunikasi yang lebih baik akan
menyelamatkan pernikahan dari konflik yang berat. 16

Penyebab buruknya komunikasi ini tentunya dari dalam pribadi setiap pasangan

itu sendiri. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Billy Joy yang menyatakan

bahwa: The basic cause of the contention in most marriages and families is a lack

of maturity. (Alasan mendasar adanya pertikaian dalam banyak pernikahan dan

keluarga adalah kurangnya kedewasaan).17

Senada dengan Billy, Kay Arthur dalam bukunya A Marriage Without

Regrets memberikan pernyataan bahwa natur manusia yang berdosa merupakan

15
Desefentison W. Ngir, Bukan Lagi Dua melainkan Satu – Panduan Konseling Pranikah
& Pascanikah (Bandung: PT. Visi Anugrah Indonesia, 2013) 108-109.
16
Ibid., 110.
17
Billy Joe Daugherty, Building Strongers Marriages and Families – Making Your House
a Home (Tulsa: Harrison House Publisher, 1991) 162.

6
penyebab penyakit dalam pernikahan. Kecenderungan manusia yang

mengutamakan keegoisan juga merupakan masalah yang besar dalam pernikahan.

No matter what anyone tells you, marriage is the union of two people born
into sin and living in bodies of flesh inclined toward profound selfishness.18
(Tidak peduli apa yang orang katakan, perkawinan adalah gabungan dua
orang yang lahir dalam dosa dan hidup dalam tubuh manusia cenderung
menuju keegoisan yang mendalam).

Konflik-konflik inilah yang bisa menjadi pemicu ketidakharmonisan

dalam rumah tangga, dan tentunya setiap pasangan tidak menginginkan adanya

konflik. Ketidakharmonisan dalam rumah tangga inilah yang pada dasarnya

menjadi penyebab perceraian-perceraian yang selama ini marak terjadi, khususnya

di kalangan keluarga Kristen. Boleh jadi setiap pernikahan pernah, sedang dan

akan menghadapi ketidakharmonisan, oleh sebab itu peneliti ingin mengkaji

secara teologis mengenai pernikahan Kristen yang harmonis. Dengan demikian

penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi kelangsungan pernikahan

Kristen, dan secara tidak langsung akan menekan angka perceraian yang terjadi

pada pernikahan Kristen.

Fokus Kajian

Dalam proses penelitian ini, tidak semua hal yang berkaitan dengan

pernikahan akan dikaji, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dana, waktu, dan

tenaga. Karena itu penelitian perlu fokus yang jelas agar lebih terarah, terfokus

dan tidak melenceng ke mana-mana.19

18
Kay Arthur, A Marriage Without Regrets (Eugene: Harvest House Publisher, 2000) 57.
19
Riduwan, Metode & Teknik Menyusun Proposal Penelitian: Untuk Mahasiswa S-1, S-2
dan S-3 (Bandung: Alfabeta, 2015) 7.

7
Adapun yang menjadi fokus kajian peneliti ialah pernikahan Kristen yang

harmonis. Keharmonisan yang bagaimana Alkitab ingin jelaskan secara

komprehensif, inilah yang menjadi fokus kajian peneliti. Oleh sebab itu peneliti

akan mengkaji secara teologis mengenai pernikahan Kristen yang harmonis.

Perumusan Masalah

Berdasarkan penentuan latar belakang dan fokus penelitian yang telah

dipaparkan di atas, maka peneliti menyusun rumusan masalah dalam bentuk


20
pertanyaan dengan maksud agar penelitian dapat lebih spesifik. Adapun

rumusan masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Pertama, apakah yang dimaksud dengan pernikahan Kristen yang

harmonis?

Kedua, apakah kontribusi teologis pernikahan Kristen yang harmonis

bagi kelangsungan pernikahan Kristen?

Tujuan Kajian

Tujuan kajian adalah kumpulan pernyataan yang menjelaskan sasaran-

sasaran, maksud-maksud, atau gagasan umum diadakannya suatu penelitian. 21

Tujuan Kajian lebih banyak menekankan kepada tujuan praktis, walaupun

mungkin ada manfaatnya bagi kepentingan penyajian ilmu secara teori dengan

20
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif , Kualitatif, Dan R & D (Bandung: Alfabeta,
2011) 281.
21
Harianto GP, Pengantar Penelitian Biblika, Teologi dan Filsafat Agama (Surabaya:
Sekolah Tinggi Teologi Bethany, 2013) 86.

8
mewujudkan inovasi dan pengembangan teknologi administrasi yang dalam

implementasinya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.22

Bertitik tolak pada rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Pertama, untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pernikahan

Kristen yang harmonis.

Kedua, untuk menjelaskan apa kontribusi teologis pernikahan Kristen

yang harmonis bagi kelangsungan pernikahan Kristen.

Kegunaan Hasil Penelitian

Kegunaan penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan penelitian. 23

Adapun kegunaan dari penelitian ini diharapkan berdaya guna sebagai berikut:

Secara Teoretis

Pertama, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian teologi

mengenai pernikahan Kristen yang harmonis, atau dapat disebut juga dengan

teologi pernikahan Kristen

Kedua, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu informasi

bagi perkembangai ilmu teologi yang berkaitan dengan pernikahan Kristen.

Ketiga, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan bagi konseling

pernikahan dalam pelayanan pastoral.

22
Cholid Narbuko & H. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2010) 170.
23
Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2012) 283.

9
Secara Praktis

Perama, hasil penelitian ini diharapkan dapat dilakukan bagi pengembangan

kegiatan konseling pernikahan di gereja.

Kedua, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi buku panduan yang

bisa menolong jemaat di dalam mengelola pernikahan secara Kristiani.

Definisi Istilah

Penelitian ini menggunakan istilah-istilah yang perlu dimengerti secara makna.

Makna merupakan maksud dari peneliti, pengertian yang diberikan kepada suatu

bentuk kebahasaan.24 Agar istilah-istilah menjadi jelas, maka penulis menguraikan

sebagai berikut:

Pernikahan

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan pernikahan sebagai ikatan

(akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran

agama. 25

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1947 mendefinisikan

pernikahan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita

sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan akan

24
KBBI Offline, V1.1
25
Ibid.

10
disebut sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agama atau

kepercayaan.26

Augustine S. Oshodi dalam bukunya yang berjudul Unknown Marriage

mendefinisikan pernikahan sebagai berikut:

Marriage is a spiritual welder that joins two together and makes them one.
Once two people are joined together, they really have very limited choice to
separate according to the word of God: “So they are no longer two, but
one.”27 (Pernikahan adalah ikatan spiritual yang menggabungkan dua orang
dan membuatnya menjadi satu. Sekali dua orang bergabung bersama,
mereka benar-benar memiliki pilihan yang sangat terbatas untuk berpisah
sesuai dengan firman Allah: "Jadi mereka bukan lagi dua, tapi satu").

Lebih jauh lagi, Billy Joe Daugherty dengan sederhana mendefinisikan

pernikahan sebagai lembaga pertama yang diciptakan Allah sendiri, dan Allah

bekerja di dalam pernikahan tersebut.28

Dalam penelitian ini, makna kata pernikahan yang digunakan oleh peneliti

adalah dua pribadi (pria dan wanita) yang telah dipersatukan oleh Allah dalam

nikah yang kudus, melalui gereja dan negara.

Harmonis

Kata harmonis didefinisikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai

sesuatu yang bersangkut paut dengan (mengenai) harmoni; seia sekata.29

Joseph Jung mendefinisikan kata harmonis sebagai kehidupan yang

menyatu dengan orang-orang yang ada di sekitar dan alam yang menopang

26
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan – Pasal
1 dan Pasal 2.
27
Augustine S. Oshodi, Unknown Marriage – Find Out The Danger Of Sexual and
Emotional Intimacy and Its Remedy (Kissimmee Florida: Augustine Oshodi Ministries, 2014) 80.
28
Billy Joe Daugherty, Building Strongers Marriages and Families – Making Your House
a Home (Tulsa: Harrison House Publisher, 1991) 11.
29
KBBI Offline, V1.1

11
kesejahteraan dengan cara menyingkirkan keinginan diri sendiri agar keselarasan

hubungan itu bisa terpelihara. 30 Keselarasan yang tercipta dari sesuatu yang

berbeda, akan menghasilkan sebuah keharmonisan.

Makna kata harmonis yang peneliti maksudkan dalam penelitian ini ialah

perihal keselarasan antara suami dan istri, yaitu seia sekata, dan satu tujuan,

dengan tidak mementingkan keinginan sendiri. Sehingga terdapat keindahan di

dalamnya.

Kontribusi

Kontribusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti uang iuran

kepada suatu perkumpulan, sumbangan. 31 Sedangkan dalam bahasa Inggris

menggunakan kata contribute atau contribution yang memiliki makna sebagai

menyumbang, menambah, memperbesar.32 Berdasarkan definisi dari kedua kamus

di atas, maka peneliti menarik kesimpulan bahwa kontribusi merupakan

sumbangan yang diberikan untuk menambah atau memberikan dukungan terhadap

suatu kegiatan dalam penelitian ini khusus bagi kelangsungan pernikahan Kristen.

30
Joseph Jung, Caracter Building II (Busan: Dongseo University, 2014) 23.
31
KBBI Offline, V1.1
32
Kamus Elektronik Inggris-Indonesia 2.04

12
BAB II

KAJIAN TEORETIK

Acuan Teoretik

Pada bagian ini, peneliti akan mendeskripsilan konsep-konsep yang dijadikan

landasan penelitian yang berhubungan dengan fokus dan subfokus penelitian.

Deskripsi konseptual ini diperlukan untuk memberikan gambaran tentang fokus

kajian (penelitian) dan bagaimana pengembangannya menjadi subfokus

penelitian.33

Kajian Teologi

Kajian teologi merupakan dua kata yang mempunyai arti mendalam

terhadap pengetahuan akan Tuhan. Jika dimengerti dalam arti kata, maka kajian

merupakan hasil dari mengkaji, dan mengkaji sendiri berarti belajar; mempelajari;

memeriksa; menyelidiki; memikirkan (mempertimbangkan); menguji; menelaah. 34

Sedangkan untuk istilah teologi, Nico Syukur menjelaskan bahwa kata teologi

merupakan kata yang berasal dari bahasa Yunani “theologia” yang arti katanya

ialah ilmu (-logia) tentang Allah (Theos).35 Nico Syukur menambahkan bahwa:

Teologi dapat didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan adikodrati


yang objektif lagi kritis dan yang disusun secara metodis, sistematis dan
koheren; pengetahuan ini menyangkut hal-hal yang diimani sebagai wahyu
Allah atau berkaitan dengan wahyu itu.36

33
Stevri Indra Lumintang & Danik Astuti Lumintang, Theologia Penelitian & Penelitian
Theologis, Cetakan Kedua (Jakarta: Geneva Insani Indonesia, 2017) 226.
34
KBBI Offline V1.1.
35
Nico Syukur Dister, Pengantar Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 2007) 17.
36
Ibid., 33.

13
Wahyu Allah yang dimaksud tentu tidak lain adalah Alkitab sebagai wahyu

khusus terakhir dari Allah.37

Jadi, kajian teologi adalah usaha untuk memeriksa, mempelajari atau

menyelidiki apa yang Alkitab katakan untuk memperoleh sebuah kebenaran.

Stevri dan Danik dalam buku yang berjudul Theologia Penelitian dan Penelitian

Theologis menjelaskan bahwa kajian teologi merupakan suatu usaha dengan

penuh kesadaran berdasarkan logika berpikir, untuk meneliti Alkitab (Perjanjian

Lama dan Perjanjian Baru) dengan tujuan untuk menemukan dan mengalami arti

kebenaran dalam hubungannya dengan kehidupan serta menyelesaikan masalah

kehidupan.38 Hal ini sejalan dengan pernyataan W. Gary Crampton bahwa firman

Allah harus dilihat sebagai skema yang akan digunakan orang Kristen untuk

membangun pandangan hidup dan wawasannya.39

Untuk memperoleh kebenaran tersebut Rick Cornish telah mencatat

rumusan yang dibuat oleh Bruce Damarest dan Gordon Lewis sebagai prinsip-

prinsip yang digunakan untuk proses mengkaji teologi, yaitu:

Pertama, definisikan masalah atau topiknya. tepatnya, isu apakah yang


sedang Anda teliti? Anda tidak dapat melakukan investigasi yang serius jika
Anda tidak mengetahui apa yang sedang Anda cari...; Kedua, pelajari
Pandangan-pandangan alternatif. Apakah yang ditemukan oleh para
pendahulu...; Ketiga, meneliti pengajaran Alkitab mengenai topik itu...
Langkah ini meliputi mengharmoniskan ayat-ayat yang tampaknya
membicarakan hal-hal yang bertolak belakang; Keempat, membentuk
sebuah doktrin yang terpadu (kohesif). Berdasarkan pada data biblika,
rangkumlah penemuan Anda secara sistematis. Kesimpulan doktrinal ini
seharusnya tidak bertentangan dengan doktrin-doktrin Alkitab lainnya...;

37
W. Gary Crampton, Verbum Dei – Alkitab: Firman Allah (Surabaya: Momentum, 2007)
49.
38
Stevri Indra Lumintang & Danik Astuti Lumintang, Theologia Penelitian & Penelitian
Theologis (Jakarta: Geneva Insani Indonesia, 2016) 57.
39
W. Gary Crampton, Verbum Dei – Alkitab: Firman Allah (Surabaya: Momentum, 2007)
49.

14
Kelima, pertahankan doktrin Anda. Pertimbangkanlah keabsahan doktrin
Anda dengan diterangi pilihan-pilihan lain. Dapatkah doktrin itu bertahan
dari keberatan filsafat, ilmu-ilmu pengetahuan dan lain-lainnya...; Keenam,
aplikasikan kesimpulan-kesimpulan Anda dalam hidup dan pelayanan.
Lakukanlah apa yang Anda percayai.40

Sehingga dengan mengikuti prinsip-prinsip yang ada ini, maka kajian teologis

yang dihasilkan adalah kajian yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Pernikahan Kristen

Untuk masuk secara khusus ke dalam pernikahan Kristen, maka peneliti

akan memaparkan terlebih dahulu mengenai pengertian pernikahan secara umum

dan pernikahan menurut Undang-undang.

Setelah melihat pengertian pernikahan secara umum dan pengertian

pernikahan berdasarkan Undang-undang, maka selanjutnya peneliti memaparkan

secara khusus mengenai pernikahan Kristen.

Pengertian pernikahan secara umum

Pernikahan adalah unit yang paling dasar dan juga unit yang paling

berpengaruh di dunia, terjadi sebagai akibat dari komitmen seumur hidup antara

pria dan wanita atas kedaulatan Tuhan.41

Wirjono Prodjokoro berpendapat bahwa pernikahan merupakan hidup

bersama dari seorang laki-laki dan perempuan yang memenuhi syarat-syarat yang

40
Rick Cornish, 5 Menit Teologi – Kebenaran Maksimum Dalam Waktu Minimum
(Bandung: Pionir Jaya, 2007) 35-37.
41
Norman L. Geisler, Etika Kristen – Pilihan dan Isu (Malang: Literatur SAAT, 2007)
353.

15
terdapat di peraturan yang telah ditetapkan. 42 Wirjono jelas mengungkapkan

bahwa pernikahan itu ialah hidup bersama, tidak terpisah antara satu dengan yang

lainnya.

K. Wantjik mendefinisikan pernikahan sebagai suatu perjanjian yang

diadakan oleh dua orang, dalam hal ini perjanjian antara pria dan wanita dengan

tujuan materiil, yaitu membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia. 43

Wantjik menekankan bahwa ada perjanjian di dalam pernikahan, dan juga

menekankan bahwa tujuan dari pernikahan ialah untuk mendapatkan kebahagiaan

dalam keluarga.

Mary Esanbor menyatakan bahwa pernikahan merupakan kesatuan antara

pria dan wanita. Lebih jauh lagi Marry menyatakan bahwa:

Marriage is a union between a man and a woman kneaded together by love.


It is a covenant relationship that joins together the souls of a man and
women. Marriage is a place for sharring, a place for giving, a place for
appreciation, and a place to express faith in one another; it is a place for
love, a selfless place, a beautiful places. 44 (Pernikahan adalah persatuan
antara pria dan wanita yang disatukan bersama oleh kasih. Ini adalah
hubungan perjanjian yang bergabung bersama jiwa seorang pria dan wanita.
Perkawinan adalah tempat untuk berbagi, tempat untuk memberi, tempat
untuk penghargaan, dan tempat untuk mengungkapkan iman satu sama lain;
itu adalah tempat untuk cinta, tempat tanpa pamrih, tempat yang indah.
Mary Esanbor memandang kesatuan dalam pernikahan yang dimaksud ialah dua

pribadi menjadi satu yang diikat oleh komitmen pernikahan untuk hidup bersama

di dalam kasih sepanjang masa. Mary Esanbor juga menekankan bahwa kesatuan

ini merupakan kesatuan jiwa yang artinya tidak dapat dipisahkan.

42
Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga (Jakarta: Sinar Grafika, 2004) 3.
43
Ibid., 6.
44
Mary Esanbor, What Is The Purpose of Marriage? (USA: Xlibris Corporation, 2010)
14-15.

16
Subakti menjelaskan bahwa ada tiga prinsip yang terkandung di dalam hal

kesatuan pernikahan, yaitu totalitas, loyalitas dan komitmen seumur hidup.45

Totalitas

Pernikahan melibatkan totalitas jiwa dan raga antara pasangan suami-istri

dalam mengarungi kehidupan bersama. Kamus Besar Bahasa Indonesia

mendefinisikan kata totalitas sebagai keutuhan; keseluruhan.46 Totalitas ditandai

dengan kesediaan pasangan untuk menyatu secara jasmani dan rohani, mencintai

pasangan seperti mencintai diri sendiri, dan menerima pasangan apa adanya tanpa

mempersoalkan latar belakang atau mengungkit-ungkit sejarah masa lalu, entah

menyangkut kekeliruan dan kekurangan atau menyangkut keberhasilan dan

kebanggaan.

Hal ini berarti totalitas dalam pernikahan bermakna, kesedaan hati untuk

melupakan dan mengubur semua memori masa lampau yang berpotensi

menimbulkan perselisihan. Sebaliknya, menyongsong masa depan dengan

pengharapan yang didorong oleh semangat bekerja sama dan optimisme yang

berlandaskan rasionalitas. Oleh sebab itu Marion dan Werner menyatakan bahwa

dalam hubungan kasih antara suami-istri, totalitas merupakan hal yang paling

dibutuhkan.47

45
Subakti, Sudah Siapkah Menikah? – Panduan Bagi Siapa Saja Yang Sedang Dalam
Proses Menentukan Hal Penting Dalam Hidup (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) 61-63.
46
KBBI Offline V1.1.
47
Marion Kustenmacher & Werner Tiki Kustenmacher, How To Simplifi Your Love
(Jakarta: Gagas Media, 2010) 134.

17
Loyalitas

Loyalitas merupakan salah satu hal yang penting dalam pernikahan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi pengertian mengenai loyalitas sebagai

kepatuhan; kesetiaan.48 Freddy dan Barbara menyatakan bahwa loyalitas berarti

meninggalkan semua perhatian yang lama sebagai yang utama, dan dialihkan serta

dicurahkan kepada pasangannya. Tidak ada pihak ketiga, dan hanya ada satu

suami dan satu istri.49

Freddy dan Barbara melihat bahwa loyalitas merupakan salah satu elemen

yang penting dalam sebuah pernikahan. Jika sebelumnya loyalitas sepenuhnya

adalah untuk keluarga asali, maka setelah menikah kedua pasangan harus

mengalihkan dan mencurahkan loyalitasnya untuk pasangannya. Beralihnya

loyalitas pasangan dari keluarga asali kepada pasangannya memungkinkan

mereka membangun keintiman dan semangat kebersamaan yang kokoh.

Komitmen

Pernikahan adalah komitmen yang mesti dipegang teguh oleh pasangan

suami-istri. Hanny dan teman-temannya memberi pernyataan bahwa komitmen

dalam pernikahan melebihi komitmen dalam perjanjian apa pun. 50 Hanny dan

teman-temannya melihat bahwa komitmen bukanlah suatu unsur yang bisa

48
KBBI Offline V1.1.
49
Freddy Pieloor & Barbara Pieloor, Monogami Lebih Baik dari Poligami (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2010) 41.
50
Hanny Ronosulistyo, Ina Rosalina & Ayu Angelina, Dialog Keluarga Menuju Surga
(Jakarta: Grasindo, tanpa keterangan tahun) 18-19.

18
dipandang sebelah mata oleh pasangan suami-istri, melainkan unsur yang sangat

penting dalam sebuah pernikahan.

Pernikahan menyangkut komitmen seumur hidup antara pasangan suami-

istri untuk membentuk lembaga keluarga. Komitmen berarti keinginan yang kuat

untuk tetap mempertahakan hubungan pernikahan dalam keadaan apapun. 51

Komitmen seumur hidup artinya komitmen yang tidak bisa dibatalkan, apapun

alasannya, karena pernikahan bukanlah kontrak hukum yang sewaktu-waktu bisa

dibatalkan jika ada pihak yang menghendakinya. 52

Komitmen ini mendorong pasangan untuk terus-menerus menjaga

kelanggengan rumah tangga, kesucian rumah tangga, saling menghargai

pasangan, merawat cinta kasih, membina kerja sama, dan terus menerus membina

komunikasi yang intim dan mesra agar pernikahan tetap hangat.

Pengertian pernikahan menurut Undang-undang

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1947 mendefinisikan

pernikahan sebagai berikut:

Pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pernikahan akan disebut sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing
agama atau kepercayaan.53

51
Nilam Widyarini, Psikologi Pepuler: Menuju Perkawinan Harmonis (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2009) 6.
52
Freddy Pieloor & Barbara Pieloor, Monogami Lebih Baik dari Poligami (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2010) 41.
53
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan – Pasal
1 dan Pasal 2.

19
Oleh sebab itu, Weinata dan Pattiasina memberikan komentar bahwa pernikahan

Kristen yang sah di hadapan pemerintah adalah pernikahan yang telah diberkati

atau diteguhkan oleh gereja dan dicatat oleh Catatan Sipil.54

Usia pernikahan yang ideal telah diatur oleh negara, menurut Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1947 tentang Perkawinan Bab II Pasal

7 ayat 1 berbunyi: “Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai

umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16

(enam belas) tahun.55

Akan tetapi itu saja belum cukup, dalam tataran implementasinya masih ada

syarat yang harus ditempuh oleh calon pengantin, yakni jika calon suami dan

calon istri belum genap berusia 21 (dua puluh satu) tahun, maka harus ada izin

dari orang tua atau wali nikah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Agama

no. 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah Bab IV pasal 7 “Apabila seorang

calon suami belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, harus mendapat

izin tertulis keda orang tua”.56 Tentu peraturan ini memiliki dasar pemikiran yang

jelas, bahwa negara memandang usia di bawah 21 (dua puluh satu) tahun masih

membutuhkan bimbingan dan pengawasan orang tua/wali.

54
Weinata Sairin & J. M. Pattiasina, Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan Dalam
Perspektif Kristen: Himpunan Telaah Tentang Perkawinan di Lingkungan Persekutuan Gereja-
gereja di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996) 8.
55
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan – Bab
II Pasal 7 Ayat 1.
56
Peraturan Menteri Agama no. 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah Bab IV pasal 7

20
Pengertian pernikahan Kristen

Pernikahan Kristen adalah pernikahan yang sesuai dengan kehendak Allah

seperti yang telah ditetapkan-Nya dari semula. Pernikahan Kristen bukan sekadar

rangkaian seremonial ritual, melainkan yang terpenting justru kesadaran

spiritualnya terhadap apa yang menjadi tujuan Kristen. 57 Andreas J. Kostenberger

dan David W. Jones mencatat bahwa:

According to Jesus, “what God has joined together, let man not separate”
(Matt. 19:6, cf. Mark 10:9). This makes clear that Jesus did not view
marriage as a mere social institution or convention. Rather, according to
Jesus, marriage is a sacred bond between a man and a woman instituted by
and entered into before God. 58 (Menurut Yesus, “apa yang telah
dipersatukan Allah, biarlah manusia tidak berpisah” (Mat. 19: 6, lih. Mrk
10: 9). Ini memperjelas bahwa Yesus tidak memandang perkawinan sebagai
institusi atau konvensi sosial belaka. Sebaliknya, menurut Yesus,
pernikahan adalah ikatan sakral antara seorang pria dan seorang wanita yang
dilembagakan oleh dan masuk ke hadapan Tuhan.)
Andreas dan David melihat pernikahan Kristen bukan hanya sebuah lembaga

biasa, melainkan lembaga yang sakral karena dikerjakan langsung oleh Allah, dan

Allah memiliki tujuan di dalamnya (Kej. 1 : 27-28).

Pernikahan Kristen adalah komitmen seumur hidup dari sepasang pria dan

wanita untuk menjalani hidup bersama (Kej. 2 : 24).59 Mary Esanbor memberikan

penjelasan sederhana namun bermakna mengenai pernikahan Kristen yang semula

telah Allah tetapkan, yaitu: Marriage according to God’s design is between a man

and woman, not between a man and a man or a woman and a woman ... and

57
Bigman Sirait, Jawaban Inspiratif (Jakarta: Yayasan Pelayanan Media Antiokhia –
YAPAMA, 2011) 137.
58
Andreas J. Kostenberger dan David W. Jones, God, Marriage and Family: Rebuilding
the Biblical Foundation (Illinois: Crossway, 2010) 149.
59
Tan Giok Lie & Casthelia Kartika, Pria dan Wanita Menurut Perspektif Alkitab
(Bandung: Visi Anugerah Indonesia, 2012) 61.

21
everything that He created was good.60 (Perkawinan menurut desain Allah adalah

antara pria dan wanita, bukan antara pria dan pria atau wanita dan wanita ... dan

segala sesuatu yang Ia ciptakan itu baik). Mary Esanbor dalam hal ini sangat

menekankan bahwa pernikahan sudah Allah desainkan antara lawan jenis, bukan

sesama jenis (Kej. 1 : 27 dan Kej 2 : 18).

Lebih jauh lagi para ahli, dalam hal ini para teolog memberikan pengertian

mengenai pernikahan Kristen sebagai berikut:

Menurut Bonaventura

Bonaventura merupakan teolog yang dikenal aktif berkhotbah dan juga


61
merupakan seorang sastrawan. Bagi Bonaventura, pernikahan Kristen

merupakan penggabungan oleh Allah antara laki-laki dan perempuan sebagai

suami-istri yang menurut hukum dapat dinikahkan. Perkawinan mencakup hak

dan kewajiban timbal balik untuk hidup bersama sebagai suami-istri dan tetap

setia satu sama lain sampai akhir hidup.62

Bonaventura memandang bahwa Allah yang menjadi inisiator sebuah

pernikahan Kristen melalui lembaga yang ada di bumi. Pernikahan tidak lagi

memikirkan diri sendiri, tetapi ada hak dan kewajiban yang timbal balik di

dalamnya.

60
Mary Esanbor, What Is The Purpose of Marriage? (USA: Xlibris Corporation, 2010)
15.
61
F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat: Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2009) 40.
62
C. Groenen, Perkawinan Sakramental – Anthropologi dan Sejarah Teologi, Sistematik,
Spiritual, Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 1993) 224.

22
Menurut J. M. Scheeben

J. M. Scheeben merupakan salah satu teolog yang berasal dari Jerman yang

memberikan pandangan unik mengenai pernikahan Kristen. Bagi Scheeben,

pernikahan Kristen melambangkan dan mengarahkan serta membuahkan sesuatu

yang adikodrati, yaitu hubungan cinta antara Kristus dan Gereja. Artinya tidak

hanya melambangkan, melainkan juga menghadirkan hubungan antara cinta

Kristus dan Gereja.63

Scheeben melihat bahwa pernikahan Kristen bersifat dualistis. Pernikahan

Kristen selain memiliki tugas untuk menghadirkan kasih Kristus di keluarganya,

tugas lainnya ialah melalui keluarganya menghadirkan kasih Kristus bagi dunia,

seperti yang juga dijelaskan oleh Paulus kepada jemaat di Efesus (Ef. 5 : 22-33).

Menurut John Calvin

John Calvin merupakan salah satu teolog yang sangat terkenal bahkan

hingga sekarang ini nama dan karyanya masih eksis di kalangan Sekolah Tinggi

Teologi. Calvin merupakan seorang pemimpin gerakan reformasi di gereja Swis

dan merupakan generasi kedua dari jajaran pelopor dan pemimpin gerakan

reformasih gereja abad ke-16. 64 Calvin menyatakan bahwa pernikahan Kristen

merupakan ketetapan ilahi setelah disahkan baik secara gerejawi oleh hamba

63
Al Purwa Hadiwardoyo, Perkawinan Dalam Tradisi Katolik (Yogyakarta: Kanisius,
2011) 58-59.
64
F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat: Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2009) 40.

23
Tuhan yang akan menyatakan bahwa Allah yang telah menyatukan, dan secara

pemerintah agar sah secara kenegaraan.65

Calvin memulai pernikahan dari Allah, karena Dialah yang menciptakan

pernikahan (Kej. 1 : 27) dan yang sekarang ini menyatukan melalui gereja dan

negara, sehingga sah di hadapan jemaat Allah dan negaara. Allah tidak

menghilangkan unsur negara, melainkan bekerja sama.

Menurut Stephen Tong

Stephen Tong merupakan salah satu teolog besar yang dimiliki Indonesia

sekarang ini. Pernah mengajar di Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT) selama

25 tahun dan saat ini mengajar di Sekolah Tinggi Teolog Reformed Injili

Indonesia (STTRII) Jakarta yang ia dirikan. Selain aktif mengadakan seminar di

dalam maupun di luar negeri, ia telah menulis lebih dari 75 buku dan seorang

doktor yang memiliki pengetahuan luas di bidang seni, musik, filsafat, sejarah dan

arsitektur.66 Stephen Tong memberikan beberapa pemikiran mengenai pernikahan,

salah satunya bahwa manusia diciptakan untuk saling menolong dan ditolong.

Alkitab mencatat penolong itu bukanlah penolong yang sembarangan atau asal-

asalan, melainkan penolong yang sepadan (Kej. 2 : 18).67

Allah memberikan penolong yang „sepadan‟, bukan berarti „kesamaan‟ atau

„kesetaraan‟, tetapi lebih berarti saling melengkapi kelebihan dan kekurangan

masing-masing pasangan. Hal ini menyatakan bahwa manusia merupakan

makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri.


65
Christiaan de Jonge, Apa Itu Calvinime? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008) 248.
66
https://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Tong. Diakses: Kamis, 26 April 2018.
67
Stephen Tong, Keluarga Bahagia (Jakarta: LRII, 2007) 28-29.

24
Dasar Pernikahan Kristen

Membangun sebuah pernikahan hampir sama halnya seperti membangun

sebuah bangunan. Banyak orang membangun pernikahan tanpa persiapan yang

cukup, terkadang terburu-buru dan tanpa perencanaan maupun perhitungan yang

cukup.

Tidak memiliki antisipasi dalam menghadapi kemungkinan terburuk,

bahkan tidak mengerti pernikahan macam apa yang sedang dibangun. Dalam

sebuah bangunan, bagian yang paling penting adalah pondasinya, demikian pun

dengan pernikahan. 68 Dasar dari pernikahan akan menjadi penentu kokoh atau

tidaknya pernikahan tersebut.

Pernikahan Kristen bersumber dari Allah

Setiap pasangan suami-istri harus memahami hal ini, bahwa pernikahan itu

berasal dari Allah (Kej. 1-2). Oleh sebab itu Allah merupakan satu-satunya

sumber dari pernikahan, Allah yang mendirikan dan menciptakan pernikahan dan

keluarga di bumi. Lewat Adam, Allah mendirikan lembaga pernikahan dan

keluarga di bumi hingga sekarang ini.69

68
Bambang & Hanny Syumanjaya, Family Discovery Way – Panduan Manajemen
Keluarga Berkualitas (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009) 5.
69
Anton Siswanto, Passion to Your Words – Girls Edition (Bandung: Visi Press, 2011)
171.

25
Karena pernikahan Kristen bersumber dari Allah, maka hanya Allahlah

yang menjadi satu-satunya sumber yang bisa memenuhi segala kebutuhan dari

pernikahan tersebut, karena Ia yang menciptakannya. 70

Pernikahan yang bersumber dari Allah mengandung unsur tanggung jawab

dari pernikahan itu juga di dalamnya, dengan demikian maka pernikahan itu harus
71
dipertanggungjawabkan kepada Allah. Prinsip ini terjadi ketika Allah

menciptakan pernikahan pertama, yaitu ada tanggung jawab yang diberikan bagi

Adam dan Hawa (Kej. 1 : 18). Ini berarti segala sesuatu yang dilakukan oleh

suami-istri harus diberi pertanggungjawabannya kepada Allah yang menjadi

sumber pernikahan.

Pernikahan Kristen dibangun atas dasar kasih Allah

Kasih Allah adalah satu-satunya fondasi yang kokoh untuk pernikahan, dan
72
syaratnya ialah harus merasakan dan memiliki kasih Allah itu sendiri.

Pernikahan yang didasari atas kasih Allah akan dimampukan untuk mengasihi

seperti Allah mengasihi (1 Yoh. 4 : 7-8).

Ketidaksetiaan manusia tidak akan pernah bisa menghancurkan kesetiaan

kasih Allah. Oleh sebab itu, kasih Allah harus senantiasa dikemukakan sebagai

pola hubungan kasih yang setia, yang harus menjadi pengikat pasangan suami-

70
Marva J. Dawn, Truly The Community – Menjadi Gereja Sejati Menurut Roma 12
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008) 93.
71
Eka Darmaputera, Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia: Teks-teks Terpilih Eka
Darmaputera (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005) 659.
72
Freeman Smith, Dayly Encouragement For Your Marriage – 100 Devotions and
prayers (Tennessee: A Division of Worthy Media, 2012) 4.

26
istri (Ef. 4 : 33).73 Kasih ini hanya akan dapat dimengerti jika adanya pengenalan

akan Allah yang adalah kasih (1 Yoh. 4 : 8).

Kasih Allah adalah kasih yang rela berkorban, kasih yang tidak bersyarat

dan kasih yang tidak berkesudahan. Oleh sebab itu harus dimengerti bahwa

konsep perjanjian dalam konteks pernikahan Kristen harus didasari oleh landasan

teologis kasih Allah kepada manusia yang sejatinya mengalami pasang surut
74
dalam perjalanan sejarahnya. Dengan demikian pernikahan Kristen akan

dimampukan untuk tetap saling mengasihi kendatipun harus mengalami pasang

surut di dalam perjalanan pernikahan tersebut.

Pernikahan Kristen dibangun atas dasar firman Allah

Sejak semula pernikahan merupakan gagasan Allah, Allahlah yang mengerti

mengenai pernikahan tersebut. Oleh sebab itu, petunjuk-petunjuk yang menjadi

standar operasional sebuah pernikahan adalah petunjuk-petunjuk yang Allah

berikan untuk dijalani. Maka Allah memberi firman-Nya untuk menuntun

pernikahan menjadi pernikahan yang sesuai dengan kehendak-Nya (Mzm. 119 :

105 dan 2 Tim. 3 : 16).75

Allah menyatakan diri-Nya melalui berbagai cara, termasuk alam semesta,

dan bahkan berbicara langsung kepada manusia melalui para hamba-Nya dan

bahkan Anak-Nya (Ibr. 1 : 1-2). Tetapi sekarang ini, kepada orang percaya Allah

73
Maurice Eminyan, Teologi Keluarga (Yogyakarta: Kanisius, 2010) 73.
74
Ibid., 76.
75
Ray Mossholder, Pernikahan Plus – Penuntun Untuk Menciptakan Kehidupan
Pernikahan Yang sesuai Dengan Rencana Allah (Yogyakarta: ANDI, 1996) 47.

27
menyatakan diri-Nya dan setiap kehendak-Nya yang menjadi petunjuk-petunjuk

bagi manusia dalam menjalani kehidupan termasuk pernikahan melalui Alkitab. 76

Alkitab yang adalah firman Allah merupakan pembeda dari dasar

pernikahan orang percaya dengan orang yang tidak percaya. Orang duniawi yang

belum lahir baru, tidak mungkin mengerti Alkitab karena Alkitab merupakan

firman Allah yang harus dibaca dan dipelajari dengan kacamata rohani, yaitu

iman. 77 Orang-orang Kristen percaya bahwa Alkitab adalah firman Allah yang

benar dan tanpa salah. Alkitab berisi tentang sejarah keselamatan manusia yang

dimulai dari kisah penciptaan dalam kitab Kejadian sampai visi mengenai akhir

zaman dalam kitab Wahyu. 78

Oleh sebab itu, setiap pernikahan Kristen harus membangun pernikahannya

di atas dasar firman Allah. Karena tidak mungkin pernikahan Kristen dapat

memiliki kebahagiaan sesungguhnya dalam pernikahan jika tanpa mematuhi

firman Allah. 79 Dengan demikian, maka setiap pernikahan Kristen yang ingin

mendapatkan kebahagiaan dalam pernikahan haruslah giat mengikuti ibadah di

mana firman disampaikan dan membaca, merenungkan di dalam keluarga masing-

masing serta melakukannya.

76
Bob Phillips, Find It In The Bible (Jakarta: Immanuel, 2007) 3.
77
H.L. Senduk, Pengetahuan Tentang Alkitab 1 (Jakarta: Yayasan Bethel, 1986) 1.
78
Jarry MacGregor, 1001 Fakta Mengejutkan Tentang Alkitab (Yogyakarta: ANDI, 2011)
3.
79
Ray Mossholder, Pernikahan Plus – Penuntun Untuk Menciptakan Kehidupan
Pernikahan Yang sesuai Dengan Rencana Allah (Yogyakarta: ANDI, 1996) 49.

28
Pernikahan Kristen dibangun atas dasar berkat Allah

Andreas J. Kostenberger dan David W. Jones mencatat bahwa Marriage as

a sacred bond between a man and a woman instituted by and publicly entered into

before God.80 (Pernikahan adalah ikatan sakral antara seorang pria dan seorang

wanita yang dilembagakan oleh dan secara terbuka masuk ke hadapan Tuhan).

Ini berarti bahwa pernikahan akan sah apabila telah disahkan oleh Gereja

melalui hamba Tuhan yang dipercayakan oleh Tuhan sebagai representasi dari

diri-Nya sendiri untuk memberkati pernikahan tersebut. Seperti yang dicatat

dalam Kejadian 1 : 27-28a yang berbunyi: “Maka Allah menciptakan manusia itu

menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan

perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah

berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak ...”

Ini berarti sebelum sebuah pasangan sah sebagai suami-istri, sebelum

pasangan melakukan hubungan seks sebagai suami-istri, maka wajib hukumnya

untuk menerima pemberkatan nikah terlebih dahulu.

Allah sebagai Pencipta pernikahan, Dialah yang memberkati pernikahan,

bukan gereja, dan bukan juga hamba Tuhan. Hamba Tuhan adalah representatif

Allah, yang melalui penumpangan tangannya memohonkan berkat dari Allah

kepada pasangan yang akan diberkati pernikahannya oleh Allah. 81

80
Andreas J. Kostenberger dan David W. Jones, God, Marriage and Family: Rebuilding
the Biblical Foundation (Illinois: Crossway, 2010) 162.
81
J.L. Ch. Abineno, Buku Katekisasi Sidi: Nikah, Peneguhan dan Pemberkatannya
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) 71.

29
Tujuan Pernikahan Kristen

Tujuan adalah sesuatu yang sangat penting, tujuan adalah penggerak dan

kehidupan. Seperti yang dituliskan oleh Rick Warren dalam bukunya yang

berjudul The Purpose Driven Life, bahwa tujuan dari kehidupan jauh lebih penting

dari apapun.

The purpose of your life is far greater than your own personal fulfillment,
your peace of miind, or even your happiness. It’s far greater than your
family, your career, or your wildest dreams and ambitions. If you want to
know why you were placed on this planet, you must begin with God. You
were born by His purpose and for His purpose.82 (Tujuan hidup Anda jauh
lebih besar daripada kepuasan pribadi Anda sendiri, kedamaian jiwa Anda,
atau bahkan kebahagiaan Anda. Ini jauh lebih besar daripada keluarga
Anda, karier Anda, atau impian dan ambisi Anda. Jika Anda ingin tahu
mengapa Anda ditempatkan di planet ini, Anda harus mulai dengan Tuhan.
Anda dilahirkan oleh tujuan-Nya dan untuk tujuan-Nya).
Rick Warren juga menambahkan bahwa You were made by God and for God –

and until you understand that, life will never make sense.83 (Anda diciptakan oleh

Allah dan untuk Allah - dan sampai Anda memahami hal itu, hidup tidak akan

pernah berarti).

Tujuan utama manusia adalah memuliakan Allah, bahkan tujuan segala


84
sesuatu diciptakan ialah untuk memuliakan Allah. Karena pernikahan

merupakan perjalanan hidup dua insan secara bersama seumur hidup, setiap

pasangan nikah juga harus memahami apa yang menjadi tujuan pernikahan

tersebut, agar pernikahan itu menjadi pernikahan yang berarti. Berikut ini adalah

tujuan Allah bagi pernikahan.

82
Rick Warren, The Purpose Driven Life – What on Earth Am I Here For? (Grand
Rapids: Zondervan Publishing, 2002) 21.
83
Ibid., 24.
84
Starr Meade, Training hearts Teaching Minds: Renungan Keluarga Berdasarkan
Katekismus Singkat Westminster (Surabaya: Momentum, 2004) 1-3.

30
Pernikahan Kristen sebagai cerminan relasi antara Kristus dan umat-Nya

Alkitab mencatat bahwa pernikahan mencerminkan hubungan antara Kristus

dan jemaat-Nya (Ef. 5 : 32 – 33).85 Maurice Eminyan dalam bukunya Theology of

the Family memberikan pernyataan bahwa pernikahan merupakan suatu realitas

yang kelihatan dan simbol yang menandakan serta menghadirkan realitas lain,

yaitu kasih Allah yang tak berkesudahan, yang diwujudkan bagi semua orang di

dalam Yesus Kristus dan di hadirkan melalui pernikahan-pernikahan Kristen. 86

Marurice menjelaskan bahwa pernikahan Kristen memiliki tugas menghadirkan

kasih Kristus kepada gereja-Nya bagi dunia.

Oleh sebab itu Maurice selanjutnya memberikan pernyataan yang juga

merupakan harapannya bahwa pasangan suami-istri dalam keluarga hendaknya

mencerminkan kasih dan kesetiaan Kristus dengan gereja. 87 Adrian Thatcher

menyatakan hal senada berdasarkan pengamatannya terhadap Alkitab khususnya

Efesus menulis dalam buku Celebrating Christian Marriage bahwa pernikahan

merupakan refleksi dari hubungan Kristus dengan gereja-Nya.88 Oleh karena itu,

inti dari Pewahyuan, yakni “Allah mengasihi umat-Nya” diwartakan juga melalui

praktik hidup suami-istri, yaitu kata-kata yang hidup dan konkret pada saat pria

dan wanita saling mengungkapkan cinta kasih mereka selaku suami-istri.89

85
Winata Sairin & J. M. Pattiasina, Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan Dalam
Perspektif Kristen (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1996) 20.
86
Maurice Eminyan, Theology of the Family (Valleta: Xavier House, 1994) 73.
87
Ibid., 73.
88
Adrian Thatcher, Celebrating Christian Marriage (British: British Library Cataloguing-
in-Publication Data, 2001) 105.
89
Maurice Eminyan, Theology of the Family (Valleta: Xavier House, 1994) 75.

31
Memenuhi panggilan Allah

Pernikahan Kristen sangat berkaitan erat dengan panggilan seorang Kristen.

Allah telah menentukan dan menetapkan bahwa seseorang Kristen dalam realitas

hubungan sebagai pasangan nikah. Kelangsungan hubungan pernikahan yang

telah Allah tetapkan itu harus diupayakan dengan sungguh-sungguh. Tugas dan

panggilan seorang Kristen yang telah menikah adalah menunjukkan imannya di

mana pun berada, terutama dalam rumah tanggga.90

Karena pernikahan Kristen terdiri dari dua orang Kristen yang dipanggil

untuk menunjukkan iman Kristen di mana pun berada, maka pernikahan Kristen

juga dipanggil untuk memberikan kepada setiap orang kesaksian hidup dengan

murah hati dan tanpa pamrih mengabdi pada perkara-perkara sosial. 91 Artinya

pernikahan Kristen dipanggil untuk menjadi berkat bagi sesamanya.

Memuliakan Allah

Dari semula ernikahan Kristen Allah tempatkan di dunia untuk memuliakan

Allah. Tony Evans, menyatakan demikian dalam bukunya Kongdom Marriage:

Connecting God’s Purpose with Your bahwa: Pleasure Marriage exists to glorify

God by expanding His rule and reach. 92 (Pernikahan ada untuk memuliakan

Tuhan dengan memperluas kekuasaan dan jangkauan-Nya).

90
Tan Giok Lie & Casthelia Kartika, Pria dan Wanita Menurut Perspektif Alkitab
(Bandung: Visi Anugerah Indonesia, 2012) 61.
91
Yohanes Paulus, Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern (Yogyakarta: Kanisius,
2011) 89.
92
Tony Evans, Kingdom Marriage: Connecting God’s Purpose with Your Pleasure
(Illinois: Tyndale House Publishers, 2016) 2.

32
Alasan dan tujuan pernikahan Kristen ialah untuk memuliakan Allah lewat

pernikahan yang menaati setiap aturan yang telah diberikan-Nya. Menjadi satu,

saling melengkapi, saling mengasihi, menyatu dan tidak terceraikan hingga

kematian.93 Salah satu cara lagi bagi pernikahan Kristen untuk memuliakan Allah

ialah menghasilkan keturunan-keturunan ilahi yang memuliakan Allah. Adrian

Thatcher menyatakan bahwa:

Christian parents sould understand ... that their duty is not only to
propagate and maintain the human race on earth; ... They are called to give
children to the Church, to beget fellow-citizens of the Saints and members of
the household of God (Eph. 2 : 19), in order that the worshippers of our
God and savior may increase from day to day.94 (Orang tua Kristen dapat
memahami ... bahwa tugas mereka tidak hanya untuk menyebarkan dan
memelihara umat manusia di bumi; ... Mereka diminta untuk memberikan
anak-anak kepada Gereja, untuk menjadi sesama warga para orang suci dan
anggota keluarga Allah (Ef 2: 19), agar para penyembah Allah dan juru
selamat kita dapat meningkat dari hari ke hari).

Hal ini berarti bahwa pernikahan Kristen adalah pernikahan yang memuliakan

Allah dengan cara menghasilkan keturunan-keturunan ilahi yang kelak akan

menjadi penyembah-penyebah Allah.

Tanggung Jawab Pernikahan Kristen

Sebagai satu pasangan, suami-istri akan terlibat dalam sejumlah kegiatan-kegiatan

dan tanggung jawab yang hampir tidak pernah habis.95 Sebagai pernikahan yang

diciptakan oleh Allah, maka setiap pasangan suami-istri haruslah memulai

93
Bigman Sirait, Jawaban Inspiratif (Jakarta: Yayasan Pelayanan Media Antiokhia –
YAPAMA, 2011) 137.
94
Adrian Thatcher, Celebrating Christian Marriage (British: British Library Cataloguing-
in-Publication Data, 2001) 106.
95
Wanda Humble & Victor S. Liu, Persiapan Pernikahan Menuju Rumah Tangga Yang
Bahagia (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Injili Indonesia, 1997) 103.

33
tanggung jawabnya dengan menaati Allah, maka dengan demikian tanggung

jawab yang lainnya akan mengikuti.

Ketaatan kepada Allah

Ketaatan kepada Allah adalah hal yang utama dan sangat penting untuk

dilakukan manusia, terutama pasangan nikah. Sebuah pernikahan yang dibangun

di atas dasar Matius 6 : 33 – “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan

kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” – akan

menjadi pernikahan yang kokoh.

Ayat ini mengandung perintah, ayat ini pun memiliki janji yang luar biasa.

Ketika sepasang suami-istri berkomitmen kepada Kristus, bertumbuh bersama di

dalam Tuhan, saling mendukung satu sama lain dalam perjalanan rohani,

mebesarkan anak-anak dalam takut akan Tuhan, saling mengasihi satu sama lain

karena mengasihi Tuhan, maka sukacita akan berlimpah di dalam keluarga.96

Hal ini menunjukkan bahwa ketaatan sepasang suami-istri kepada Allah

memampukan mereka untuk melakukan tugasnya sebagai suami-istri, karena

tugas sebagai suami-istri itu telah ditetapkan oleh Allah. Seperti yang dituliskan

oleh rasul Paulus dalam Efesus 5 : 22-25. 97 Karena tidak mungkin suami-istri

dapat menunaikan tugasnya sebagai suami atau istri sesuai dengan kehendak

Allah tanpa adanya ketaatan kepada Allah. Oleh sebab itu, penting sekali

pasangan suami-istri menjadikan Allah sebagai pimpinan dalam keluarga.

96
Gary Thomas, The Sacred Search – Bagaimana Jika Pertanyaannya Bukan Tentang
Siapa Yang Akan Anda Nikahi, Tetapi Mengapa Anda Menikah? (Surabaya: Literatur Perkantas
Jawa Timur, 2013) 13.
97
J.L. Ch. Abineno, Tafsir Alkitab – Surat Efesus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003)
207.

34
Mengasihi pasangan

Bungaran seorang pakar keluarga menyatakan bahwa mengasihi pasangan

berarti melakukan apa yang terbaik bagi pasangan. Mulai dari semua kata-kata

yang diucapkan, tindakan yang diperbuat dan perilaku sehari-hari selalu

ditunjukkan dan ditujukan bagi pasangan. Bahkan ketika terdapat perasaan bahwa

pasangan tersebut tidak layak menerimanya. 98 Dalam pernikahan, maka orang

yang menjadi objek pertama tempat memberikan kasih itu adalah pasangan.

Suami menjadi objek bagi istri untuk menyatakan kasihnya, begitu juga istri

menjadi objek pertama bagi suami untuk menyatakan kasihnya (Ef. 5 : 33).

Francis dan Lisa memberi penjelasan mengenai cara mengasihi pasangan

dalam pernikahan. Bagi mereka satu-satunya cara paling akurat dan ampuh untuk

mengasihi pasangan ialah melihat Allah dalam diri sendiri. 99 Francis dan Lisa

melihat bahwa dasar serta alasan pasangan suami-istri bisa saling mengasihi

adalah Allah sendiri.

Mendidik anak

Anak merupakan dambaan setiap keluarga dan menjadi salah satu sumber

kebagaiaan di dalam rumah tangga, kehadiran anak tentunya begitu ditunggu-

tunggu oleh setiap pasangan. 100 Hal ini sudah menjadi pendapat umum bahwa

98
Bungaran Antonius Simanjuntak, Harmonious Family – Upaya Membangun Keluarga
Harmonis (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013) 103.
99
Francis Chan & Lisa Chan, You And Me Forever: Pernikahan Dalam Terang Kekekalan
(Yogyakarta: Katalis Media & Literature - Yayasan Gloria, 2015) 39.
100
Subakti, Sudah Siapkah Menikah? – Panduan Bagi Siapa Saja Yang Sedang Dalam
Proses Menentukan Hal Penting Dalam Hidup (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) 264.

35
berkeluarga harus dianugerahi anak. Bahwa keluarga dipanggil untuk menjadi

tempat kelahiran dan pembinaan anak.

Namun bukan berarti yang tidak dianugerahi anak itu berdosa karena

memang ada orang-orang yang tidak dianugerahi anak yang tentunya atas

kedaulatan Tuhan.101 Stephen Tong berpendapat bahwa pernikahan dan keluarga

yang bahagia tidaklah tergantung pada adanya anak, sebab anak bukanlah penentu

dari keluarga yang bahagia. Dalam pernikahan, suami-istri dapat mengalami,

membagi dan menikmati sukacita, cinta kasih dan persekutuan berdasarkan

pemberian Tuhan masing-masing.102

Bila keluarga dikaruniai kehadiran anak-anak, maka harus disadari bahwa

anak-anak itu adalah pemberian Allah. Oleh sebab itu, setiap keluarga yang

mendapat kepercayaan ini harus bisa mendidik anak-anak dengan baik dan sesuai

dengan kehendak Allah.103 Mendidik anak dan juga biaya untuk pendidikan anak

secara formal merupakan tanggung jawab bersama dari setiap pasangan nikah.104

Memenuhi kebutuhan pernikahan

Pernikahan tidak hanya berhenti sampai di hari „H‟ dari pernikahan itu

semata. Begitu pula dengan pemenuhan kebutuhan dalam pernikahan. Tidak

hanya memenuhi kebutuhan untuk hari „H‟ saja, tetapi sampai kepada memenuhi

101
Darmawijaya, 12 Pola Keluarga Beriman (Yogyakarrta: Kanisius, 2011) 68.
102
Stephen Tong, Membesarkan Anak dalam Tuhan (Surabaya: Lembaga Reformed Injili
Indonesia, 1991) 1.
103
Darmawijaya, 12 Pola Keluarga Beriman (Yogyakarta: Kanisius, 2011) 68.
104
Liza, Fitri Liza Aryamega, Fekum Ariesbowo W., Let’s Get Married – Panduan
Lengkap Menuju Resepsi Pernikahan (Depok: Penebar Swadaya, 2007) 40.

36
kebutuhan-kebutuhan pernikahan itu ke depannya. Salah satu faktor pendorong

untuk sebuah pernikahan adalah penggenapan akan kebutuhan-kebutuhan dari

pernikahan itu sendiri.105

Sudah menjadi hal yang lumrah jika setiap orang menginginkan

kebutuhannya untuk dipenuhi. Sebagai manusia, keinginan untuk kebutuhannya

terpenuhi itu tidak bisa dipungkiri lagi. 106 Oleh sebab itu, penting sekali untuk

setiap pasangan nikah memahami apa yang harus dipenuhi ketika telah menikah.

Kebutuhan spiritual

Keluarga merupakan tempat pertama bagi seorang manusia dalam

mengenali dunianya, termasuk dalam hal spiritual. Bangsa Indonesia sendiri telah

menetapkan tugas keluarga dalam hal memenuhi kebutuhan spiritual dalam

Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1994, mengenai fungsi keluarga. Memenuhi

kebutuhan yang dimaksud adalah:

Pertama, membina norma/ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup


seluruh anggota keluarga. Kedua,menerjemahkan ajaran/norma agama ke
dalam tingkah laku hidup sehari-hari seluruh anggota keluarga. Ketiga,
memberi contoh konkret dalam hidup sehari-hari dalam pengamalan dari
ajaran agama. Keempat, melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar
anak tentang keagamaan yang tidak atau kurang diperolehnya di sekolah
dan masyarakat. Kelima, membina rasa, sikap dan praktik kehidupan
keluarga beragama sebagai fondasi menuju keluarga kecil bahagia
sejahtera.107

105
Wanda Humble & Victor S. Liu, Persiapan Pernikahan Menuju Rumah Tangga Yang
Bahagia (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Injili Indonesia, 1997) 93.
106
Marva J. Dawn, Truly The Community – Menjadi Gereja Sejati Menurut Roma 12
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008) 93.
107
Suprajitno, Asuhan Keperawatan keluarga – Aplikasi Dalam Praktik (Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2003) 14.

37
Kebutuhan jasmani

Sebagai makhluk yang bertumbuh dan makhluk jasmani, manusia memiliki

kebutuhan secara jasmani. Kebutuhan ini sering juga disebut dengan kebutuhajn

utama manusia sebagai makhluk hidup. Kebutuhan jasmani ini dirangkum

menjadi tiga (3) bagian, yaitu sandang, pakan dan papan.108

Sandang merupakan kebutuhan akan pakaian yang dikenakan untuk

melindungi diri dari cuaca dan mempertahankan penampilan. Pakan merupakan

makanan dan minuman untuk melestarikan, mempertahankan dan

mengembangkan tubuh manusia sebagai makhluk hidup. Papan merupakan

kebutuhan akan perumahan yang berfungsin sebagai tempat tinggal untuk

berlindung dari panas dan dinginnya cuaca pengaruh alam, serta tempat

berlindung dari bahaya, baik manusia ataupun makhluk lainnya.

Kebutuhan-kebutuhan inilah yang harus dipenuhi oleh keluarga sepanjang

masih hidup di dunia. Agar kelangsungan hidup sebagai makhluk hidup tetap

lestari dan tetap terjaga.

Kebutuhan psikologis

Kebutuhan Psikologis merupakan kebutuhan yang bersifat non-materi.

Kebutuhan yang juga sebenarnya memegang peran kunci dalam keluarga namun

jarang diperhatikan atau sering diabaikan. Kebutuhan psikologis adalah kebutuhan

akan perasaan aman dan nyaman.109 Jadi di dalam pernikahan, suami-istri sangat

108
Agus M. Hardjana, Religiositas, Agama & Spiritualitas (Yogyakarta: Kanisius, 2005)
27.
109
Sukma N. A., Menguak Identitas Barumu (Jakarta: Mizan, 2005) 59.

38
butuh untuk merasa aman dan nyaman berada dan hidup di dalam pernikahan

tersebut.

Pasangan suami-istri artinya saling memenuhi kebutuhan dari pasangan

masing-masing. Suami bertugas untuk memberikan keakraban dan kemesraan

bagi istri di tengah-tengah kesibukan. Karena jika kebutuhan itu tidak dipenuhi,

istri bisa mengalami kejenuhan akiibat kegiatan rumah tangga dan kegiatan di luar

rumah yang bisa menimbulkan suasana yang gaduh dan kacau dalam rumah

tangga. Begitu juga sebaliknya dengan istri yang memiliki tugas untuk memenuhi

kebutuhan psikologis suami yang sudah lelah dari pekerjaan. 110 Di sinilah

dibutuhkan kepandaian bagi suami-istri untuk bisa mengatur waktu dengan baik,

untuk menyediakan saat-saat bagi pasangan untuk memberikan keakrabandan

kemesraan, agar hubungan yang harmonis tetap terjaga.

Kebutuhan biologis

Seks bukanlah sesuatu yang najis, melainkan sesuatu yang kudus bila

dilakukan oleh sepasang suami-istri yang telah sah di hadapan Tuhan dan

jemaatnya. Seks merupakan hadiah terindah dari Allah untuk disyukuri dan

dinikmati oleh pasangan suami-istri yang telah diberkati oleh Allah.111

Jarot Wijanarko menjelaskan bahwa seks merupakan rekreasi yang Allah

berikan kepada pasangan suami-istri. Seks adalah ciptaan Allah, bukan setan dan

bukan akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa. Sehingga seks antara suami-istri

110
Singgih D. Gunarsa & Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan
Keluarga (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004) 35-36
111
Gary L Thomas, Sacred Marriage: Bagaimana Seandainya Tuhan Merancang
Pernikahan Lebih Untuk Menguduskan Kita Daripada Menyenangkan Kita? (Yogyakarta:
Yayasan Gloria, 2010) 258.

39
adalah kudus.112 Gilarso menjelaskan bahwa prinsip dasar yang harus ditaati oleh

setiap pasangan suami-istri ialah berupaya memenuhi tugas dan tanggung jawab

untuk saling memenuhi kebutuhan seksual mereka selama seluruh hidup

perkawinan mereka. Lebih jauh lagi, Gilarso menjelaskan secara detail mengenai

pemenuhan kebutuhan biologis dalam keluarga sebagai berikut:

Tegasnya, suami bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan seksual


istrinya. Dia harus secara teratur dan penuh rasa cinta membangkitkan
gairah istrinya untuk mengalami pengalaman seks yang lengkap, yaitu
orgasme. Demikian pula istri harus memenuhi kebutuhan seks suaminya.
Dia mesti secara teratur dan penuh rasa cinta berusaha menghantarkan
suaminya pada pengalaman seks yang lengkap, klimaks atau orgasme.113

Dengan demikian, wajarlah jika suami atau istri membutuhkan seks sebagai

kebutuhan biologisnya karena hal itu adalah normal. Oleh sebab itu setiap suami

atau istri memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dari pasangan masing-

masing (1 Kor. 7 : 3-4), bukan karena paksaan namun karena kasih, yaitu

menikmati kasih karunia yang Allah anugerahkan bagi mereka sebagai pasangan

suami-istri.

Kebutuhan sosial

Manusia merupakan makhluk sosial, dan keluarga merupakan lembaga

sosial pertama bagi manusia untuk mulai bersosial (Kej. 1 : 27). Peranan sosial

keluarga ialah membangun komunikasi yang baik, menanamkan jiwa saling

tolong menolong serta rasa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya.

Sehingga saat di luar yaitu dalam lingkungan masyarakat yang lebih besar,

112
Jarot Wijanarko, Kidung Agung – Mempelai Ilahi (Jakarta: Keluarga Indonesia
Bahagia, 2017) 86.
113
T. Gilarso, Membangun Keluarga Kristiani (Yogyakarta: Kanisius, 2010) 103.

40
anggota keluarga sudah terbiasa melibatkan diri dalam aneka macam kegiatan

sosial.114

Peran keluarga Kristiani di tengah masyarakat diharapkan bisa menjadi

berkat bagi sesama. Paulus beberapa kali dalam surat-suratnya menulis amanatnya

bagi keluarga Kristen agar dapat bergaul dengan masyarakat luar, serta berkata-

kata dengan penuh kasih. Oleh sebab itu keluarga Kristen tidak dibenarkan untuk

bersikap eksklusif (Kol. 4 : 5-6).

Kebutuhan ekonomi

Ekonomi merupakan bagian terpenting dalam keluarga. Ekonomi keluarga

merupakan hal yang harus diperhatikan untuk kelangsungan keluarga di dunia

yang sementara ini. Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhannya sendiri

secara ekonomi, dan berlaku sebagai tempat untuk mengembangkan kemampuan

individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Keluarga diharapkan menjadi keluarga yang produktif, sehingga mampu

menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya

keluarga. 115 Dalam hal ini keluarga diharapkan mampu memenuhi kebutuhan

ekonominya nya secara mandiri serta mengembangkannya untuk kebutuhan di

masa yang mendatang.

114
Yohanes Paulus, Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern (Yogyakarta: Kanisius,
2011) 84.
115
Suprajitno, Asuhan Keperawatan keluarga – Aplikasi Dalam Praktik (Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2003) 13.

41
Pernikahan Kristen Yang Harmonis

Setiap pasangan suami-istri tanpa terkecuali pasti menginginkan pernikahan

yang harmonis. Bungaran Antonius Simanjuntak dalam buku yang berjudul

Harmonious Family – Upaya Membangun Keluarga Harmonis menuliskan

bahwa: “Setiap manusia ketika mereka mengikatkan diri dalam tali pernikahan

menginginkan dapat membentuk sebuah keluarga yang harmonis.” 116 Semua

pernikahan tanpa terkecuali pernikahan Kristen, semua menginginkan

keharmonisan dalam pernikahan.

Pengertian pernikahan Kristen yang harmonis

Pernikahan yang harmonis bukan berarti pernikahan tersebut tanpa

tantangan. Gary L. Thomas menulis bahwa:

Strong Christian marriages will still be struck by lightning – Sexual


temptation, communication problem, frustrations, unrealized expectations –
but if the marriages are heacily watered with an unwavering commitment to
please God above everything else, the conditions won’t be ripe for a
devastating fire to follow the lightning strike.117 (Pernikahan Kristen yang
kuat masih akan disambar petir – godaan seksual, masalah komunikasi,
frustrasi, harapan yang tidak direalisasi – tetapi jika perkawinan disiram
penuh semangat dengan komitmen yang teguh untuk menyenangkan Tuhan
di atas segalanya, maka tidak akan hangus dilahap api yang dahsyat untuk
mengikuti sambaran petir).

Gary melihat bahwa akan ada banyak tantangan dan godaan dalam pernikahan

Kristen, tetapi yang membuat bertahan ialah tekad bersama yang kokoh untuk

menyengangkan Tuhan. Kesatuan hati untuk menyenangkan hati Tuhan inilah

yang menjadikan pernikahan Kristen tetap harmonis

116
Bungaran Antonius Simanjuntak, Harmonious Family – Upaya Membangun Keluarga
Harmonis (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013) 66.
117
Gary L. Thomas, The Joy of A Sacred Marriage – Insights and Reflections From
Sacred Marriage (Grand Rapids: Zondervan, 2007) 24.

42
George Sukhdeo dalam bukunya yang berjudul Preparing For And

Fostering Harmony In Marriage mencatat bahwa Harmony is the principal factor

in marriage because it help us set the model that the next generation of our family

is most likely to follow.118 (Harmoni adalah faktor utama dalam pernikahan karena

itu membantu kita menetapkan model yang akan diikuti oleh generasi keluarga

kita berikutnya). Sebagai seorang pendeta, George lebih melihat keharmonisan

dengan fungsinya di kemudian hari. Keharmonisan dalam keluarga merupakan

faktor penentu dari generasi-generasi berikutnya. Oleh sebab itu orang tua yang

harmonis sangat dibutuhkan sebagai keteladanan bagi anak-anak sebagai generasi

penerus.

Joko Budi Santoso dan teman-temannya menyusun sebuah buku Pendidikan

Agama Kristen untuk SMA/SMK Kelas 3 yang berjudul Mewujudkan Hidup

Beriman dalam Masyarakatdan Lingkungan Hidup mencatat bahwa indikator

keluaga Kristen dapat dikatakan harmonis ialah adanya sikap mesra dan

komunikasi yang baik antara anggota keluarga. Lebih jauh lagi Joko dan teman-

temannya menuliskan mengenai cara untuk mendapatkan keluarga yang harmonis

ialah sebagai berikut:

... dalam kebersamaan hidup, setiap keluarga perlu membina sikap peduli
terhadap persoalan yang dihadapi keluarga, mampu bekerja sama dengan
anggota keluarga lainnya, dari yang terbesar sampai yang terkecil, mau
menjadi pendengar yang baik dan bertanggung jawab, meluangkan waktu
untuk ngobrol, menciptakan humor meski menghadapi persoalan dan
sebagainya.119

118
George Sukhdeo, Preparing For And Fostering Harmony In Marriage (Canada:
Friesen Press, 2017) 68.
119
Joko Budi Santoso dkk., Pendidikan Religiositas: Mewujudkan Hidup Beriman Dalam
Masyarakat Dan Lingkungan Hidup – Untuk SMA/SMK Kelas 3 (Yogyakarta: Kanisius, 2010) 64-
66.

43
Joko dan teman-temannya melihat bahwa keharmonisan dapat terlaksana jika

mampu melakukan hal-hal praktis tersebut dalam keluarga. Tentunya hal-hal

praktis yang dimaksud adalah praksis dari kebenaran firman Tuhan. Mengutip

pernyataan Pendeta George yang mengatakan bahwa: For a harmonious

marriage, you must do all you can according to biblical standards. 120 (Untuk

pernikahan yang harmonis, Anda harus melakukan semua yang Anda bisa sesuai

dengan standar alkitabiah). Artinya untuk mendapatkan keharmonisan dalam

keluarga, maka segala sesuatunya harus dilakukan sesuai dengan standar Alkitab.

Lebih jauh lagi George menjelaskan bahwa untuk mendapatkan pernikahan

yang harmonis, maka pasangan suami-istri harus melakukan tanggung jawabnya

sebagai suami atau istri sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Alkitab (1 Kor. 7 :

3), yaitu sebagai kepala keluarga yang melayani semua kebutuhan keluarga dan

istri sebagai penolong yang menolong suami dalam hal memenuhi kebutuhan

keluarga. 121 George melihat bahwa sangat penting suami-istri memaham posisi

dan tanggung jawab mereka masing-masing dalam keluarga, sehingga masing-

masing dapat melaksanakan tugasnya secara proporsional.

Konseling bagi pernikahan Kristen yang harmonis

Konseling merupakan salah satu cara yang efektif untuk mendapatkan pernikahan

Kristen yang harmonis. Kegiatan konseling pernikahan ini merupakan salah satu

kegiatan dari bidang pelayanan pastoral dalam gereja, dengan harapan dapat

120
George Sukhdeo, Preparing For And Fostering Harmony In Marriage (Canada:
Friesen Press, 2017) 73.
121
Ibid., 76 & 85.

44
mengurangi frustasi dan memungkinkan terjadinya keharmonisan dalam

pernikahan Kristen.122

Konseling Pernikahan

Dalam kamus bahasa Inggris, konseling (counseling) dikaitkan dengan kata

counsel yang diartikan sebagai berikut: nasihat (to obtain counsel), anjuran (to

give counsel), pembicaraan (to take counsel) dengan demikian counseling akan

diartikan sebagai pemberian nasihat, pemberian anjuran dan pembicaraan dengan

bertukar pikiran.123 Maka dengan demikian, konseling pernikahan kegiatan yang

dilakukan oleh sepasang nikah bersama dengan pemberi konseling (konselor).

Desefentison membagi konseling pernikahan dibagi menjadi dua, yaitu

konseling pra-nikah dan konseling pasca-nikah dengan tujuannya masing-masing.

Tujuan konseling pra-nikah adalah sebagai berikut:

Pertama, memberikan pemahaman yang benar tentang konsep dasar


pernikahan Kristen; Kedua, memperlengkapi calon pasangan suami-istri
dalam memulai membangung rumah tanggah mereka dengan cara yang
benar, melalui penguasaai keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup
bersama dalam pernikahan; Ketiga, menolong calon suami-istri untuk
semakin mengenal dirinya dan pasangannya dari sudut pandang yang
lengkap (diri sendiri, pasangan dan pembimbing) sehingga dapat melakukan
perubahan serta penyesuaian diri yang benar sebelum menikah; Keempat,
membangun hubungan antara pembimbing pernikahan dengan calin suami-
istri, agar terdapat rasa aman untuk membuka diri melalui kuisioner maupun
secara lisan sepanjang proses konseling pra-nikah maupun konseling pasca-
nikah, serta membangun kepercayaan untuk jangka panjang. 124

122
Howard John Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling (Yogyakarta:
Kanisius, 2006) 323.
123
Abu Bakar M. Luddin, Dasar-dasar Konseling – Tinjauan Teori dan Praktik
(Bandung: Cipta pustaka Media Perintis, 2010) 12.
124
Desefentison W. Ngir, Bukan Lagi Dua Melainkan Satu: Panduan Konseling Pranikah
dan Pascanikah (Bandung: Visi Anugerah Indonesia, 2013) 15.

45
Desefentison menjelaskan mengenai konseling pra-nikah lebih kepada

mempersiapkan calon suami-istri yang akan menikah. Sedangkan tujuan dari

konseling pasca-nikah adalah sebagai berikut:

Pertama, mengevaluasi kembali sejauh mana pasangan suami-istri telah


menerapkan kebenaran-kebenaran yang diajarkan dalam konseling pra-
nikah; Kedua, menolong pasangan suami-istri baru tersebut untuk
mempertajam kembali hal yang mungkin belum/kurang dibicarakan
sepanjang konseling pra-nikah; Ketiga, mendampingi mereka dalam
memecahkan beberapa masalah yang baru muncul dan perlu dibicarakan
dengan kehadiran seorang pembimbing; Keempat, memberikan semangat
dan dorongan untuk terus mempertahankan dan membangun pernikahan
mereka melalui tindakan nyata sebagaimana yang telah diajarkan dalam
konseling pranikah.125

Dari tujuan konseling pasca-nikah ini terlihat bahwa pasangan suami-istri yang

baru menikah masih perlu dibimbing dalam mengarungi bahtera rumah tangga

yang sedang dijalani.

Pentingnya konseling pernikahan

Konseling pernikahan merupakan salah satu faktor yang sangat penting

untuk menciptakan keharmonisan dalam pernikahan. Hal ini dikarenakan

konseling pernikahan merupakan wahana yang membimbing dua orang yang

berbeda untuk saling berkomunikasi, belajar menyelesaikan masalah, dan

mengelola konflik. 126 Bimbingan yang dilakukan selama konseling pernikahan

inilah yang akan membantu pasangan suami-istri dalam menjalani pernikahan.

Pentingnya konseling pernikahan adalah hal yang selalu dikumandangkan

Julianto Simanjuntak sepanjang pelayanannya. Julianto mulai terbeban menjadi


125
Ibid., 22-23.
126
Munira Lekovich Ezzeldine, Before Wedding (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003),
27.

46
seorang konselor karena memiliki latar belakang yang buruk dari keluarga asal,

Julianto dibesarkan oleh seorang ibu penderita depresi dan ayah seorang pecandu

alkohol. Setelah melalui proses yang panjang, maka Julianto memiliki

kemantapan dalam pandangannya bahwa konseling adalah alat bantu yang tepat

dalam menangani permasalahan dalam pernikahan, dan konseling adalah sarana

yang Tuhan pakai untuk menolong banyak orang. 127

Lembaga Integrated Family Erichment (LIFE) merupakan lembaga yang

berfokus pada memperkaya, memberdaya dan memperindah kehidupan keluarga

demi memuliakan nama Tuhan. Lembaga ini dilatarbelakangi oleh hasil penelitian

yang menunjukkan banyaknya kasus perceraian yang terjadi pada pernikahan

Kristen. LIFE melihat beberapa fakta bahwa lembaga pernikahan Kristen yang

seharusnya begitu sakral, akhir-akhir ini dipandang rendah, hal ini dikarenakan

bahwa banyaknya pasangan Kristen yang kurang dipersiapkan untuk memasuki

dunia pernikahan. Oleh sebab itu LIFE hadir dengan pemahaman bahwa

pernikahan Kristen membutuhkan konseling pernikahan.128

Berdasarkan pengalaman dari Julianto dan penelitian yang menjadi latar

belakang terbentuknya organisasi LIFE, sangat jelas bahwa pernikahan Kristen

sangat memerlukan konseling pernikahan. Terlihat bahwa terdapat perbedaan

yang sangat signifikan antara pernikahan Kristen yang tidak dipersiapkan dengan

pernikahan Kristen yang dipersiapkan melalui konseling pernikahan. Pernikahan

Kristen yang tidak menjalani konseling pernikahan sangat rentan mengalami

127
Julianto Simannjuntak, Indonesia Butuh Konselor, dalam Tabloit Reformata Edisi 130,
Agustus (Jakarta: Yayasan Pelayanan Media Antiokhia, 2010) 10.
128
Daniel Siahaan, Angka Perceraian Tingi Perlu Terobosan, dalam Tabloit Reformata
Edisi 65, Agustus Minggu II (Jakarta: Yayasan Pelayanan Media Antiokhia, 2010) 10.

47
kekacauan dalam rumah tangga bahkan hingga sampai kepada tahap perceraian

karena ketidakharmonisan.

Inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa perceraian juga masih

terjadi di kalangan Kekristenan, yaitu karena pernikahan Kristen tidak

diperlengkapi dan didampingi dalam menjalani rumah tangga. Berdasarkan teori

yang dibangun dari pengalaman dan penelitian oleh Julianto dan LIFE, maka

artinya pasangan Kristen yang menjalani konseling pernikahan akan lebih siap

menghadapi badai pernikahan dan tentunya mampu menekan angka perceraian

pernikahan Kristen.

Konseling pernikahan akan membantu untuk melihat pernikahan dan rumah

tangga secara realistis, mendorong untuk mempertanyakan ulang apa yang

sebetulnya disebut dengan pernikahan dan membantu untuk menemukan

persamaan yang mungkin menjadi sebab untuk hidup bersama.129

Pentingnya materi konseling pernikahan yang tepat

Konseling pernikahan adalah hal yang sangat penting, namun jika tujuan

dari konseling pernikahan tersebut tidak tercapai, maka sia-sia saja. Oleh sebab itu

yang perlu untuk diperhatikan juga ialah materi yang disampaikan dalam

konseling pernikahan. Materi haruslah membawa pasangan suami-istri kepada

pengertian yang benar mengenai makna dari pernikahan.

Bimantoro yang mendedikasikan hidupnya menjadi seorang Konselor

Kristen memiliki pengalaman yang menarik, yaitu banyaknya orang-orang Kristen

129
Ibid., 28.

48
yang telah melalui konseling tetapi kenyataannya masih juga terdapat orang-orang

yang ingin bercerai. Oleh sebab itu Bimantoro menekankan satu hal terpenting

yang harus diperhatikan pada saat melakukan konseling ialah pentingnya

mempertanyakan tujuan dari pasangan yang akan menikah pada saat melakukan

konseling pra-nikah dan mempertanyakan kembali tujuan tersebut setelah

menjalani pernikahan. Hal ini dikarenakan bahwa ada yang menikah karena

tuntutan ekonomi, tuntutan masyarakat, atau mungkin karena sudah melakukan


130
hubungan seksual, atau pertimbangan-pertimbangan lainnya. Dengan

mempertanyakan tujuan ini, maka tentu akan menjadi pertanyaan diagnosa untuk

mengetahui penyakit dari pernikahan ini. Jika ditemukan tujuan yang salah, maka

harus segera diluruskan dan disadarkan.

Penyebab ketidakharmonisan dalam pernikahan Kristen

Memiliki keluarga yang harmonis merupakan keinginan bagi semua orang.

Namun, keinginan tersebut tidaklah serta-merta terwujud. Tidak ada jaminan

bahwa pasangan yang memiliki pendidikan tinggi akan hidup lebih bahagia

daripada pasangan yang berpendidikan rendah.131

Joko dan teman-temannya mencatat mengenai beberapa hal yang menjadi

penghambat dalam keluarga mendapatkan keharmonisan, yaitu:

Hambatan-hambatan yang muncul untuk mengupayakan dan menciptakan


keharmonisan dalam keluarga, antara lain: sikap pasrah, mudah puas dengan

130
Bimantoro Elifas, Jangan Menikah! (Jika Takut Masalah), dalam Tabloit Reformata
Edisi 122, Januari (Jakarta: Yayasan Pelayanan Media Antiokhia, 2010) 29.
131
Bungaran Antonius Simanjuntak, Harmonious Family – Upaya Membangun Keluarga
Harmonis (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013) 84.

49
apa yang dicapai, sikap „gali lubang tutup lubang‟, boros dan enggan
menabung, tidak terbuka dalam perencanaan dan pelaksanaannya, sehingga
menimbulkan sikap curiga dan tidak saling mempercayai dalam keluarga.132
Joko dan teman-temannya melihat bahwa hambatan ini adalah hambatan yang

sering terjadi di dalam keluarga mendapatkan keharmonisan. Sikap pasrah dengan

keadaan, merasa puas, tidak terbuka dan menutupi dosa dengan dosa, hal-hal

seperti inilah yang menjadi perusak keharmonisan dalam keluarga.

Selain dari apa yang telah ditulis oleh Joko dan teman-temanya, dalam hal

ini, peneliti akan memaparkan beberapa hal lainnya yang menjadi penyebab

ketidakharmonisan dalam rumah tangga sebagai berikut:

Ketidakpercayaan terhadap pasangan

Ketidakpercayaan merupakan salah satu masalah yang sulit dalam

pernikahan. Ketidakpercayaan biasanya timbul dari tidak adanya integritas, yaitu

terjadi ketidaksesuaian antara kata dan tindakan. 133 Suami atau istri yang tidak

berintegritas tentu menanamkan bibit-bibit ketidakpercayaan, apalagi jika

dilakukan secara berulang-ulang. Oleh sebab itu, sangat penting rupanya bagi

suami-istri untuk belajar jujur antara yang satu dengan yang lainnya.

Komunikasi

Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam pernikahan, tanpa adanya

komunikasi maka yang akan selalu terjadi ialah kesalahpahaman antara yang satu

132
Joko Budi Santoso dkk., Pendidikan Religiositas: Mewujudkan Hidup Beriman Dalam
Masyarakat Dan Lingkungan Hidup – Untuk SMA/SMK Kelas 3 (Yogyakarta: Kanisius, 2010) 66.
133
Bambang Subroto, Professuinally Directing People (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2005) 129.

50
dengan yang lainnya. Robert Louis Stevenson membuat pernyataan bahwa

pernikahan adalah sebuah percakapan yang panjang, yang diselingi perdebatan. 134

Dewanto memberikan pernyataan yang serupa, yaitu Komunikasi yang kurang

baik, bisa menjadi pemicu munculnya kesalahpahaman.135

Kesalahpahaman merupakan penyebab konflik yang memerlukan

penyelesaian. Kesalahpahaman adalah bagian yang alami dari pernikahan, oleh

sebab itu dalam membangun pilar keluarga, perlu untuk mempelajari cara

mengatasi kesalahpahaman.

Keuangan

Masalah keuangan memang salah satu sumber masalah dalam pernikahan.

Seorang suami yang terlalu boros karena merasa memiliki penghasilan, atau

seorang istri yang tidak menghormati suami karena merasa memiliki gaji yang

lebih besar dari suami merupakan masalah dalam pernikahan. Masalah ini tidak

bisa dianggap remeh karena menyangkut komunikasi (berapa penghasilan dan

bagaimana pengelolaannya, kesepakatan bersama), keterbuakan, penghargaan,

kepercayaan dan kejujuran pasangan suami-istri.

Dengan kata lain, masalah keuangan keluarga menjadi salah satu faktor

penentu keharmonisan dalam keluarga. Karena jika masalah ini dibiarkan

134
Les Parrott III & Leslie Parrottt, Selamatkan Pernikahan Anda Sebelum Pernikahan Itu
Dimulai (Jakarta: Immanuel, 2003) 120.
135
Dewanto Putra Fajar, Teori-teori Komunikasi Konflik: Upaya Memahami dan
memetakan Konflik (Malang: Universitas Brawijaya Press, 2016) 23.

51
berlarut-larut, maka akan membahayakan pernikahan dan merusak kesejahteraan

anggota keluarga tersebut.136

Anak-anak

Anak merupakan sumber kebahagiaan di dalam rumah tangga, kehadiran

anak begitu ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan. Anak-anak yang hadir di

tengah-tengah keluarga merupakan titipan Tuhan. 137 Kehadiran anak dapat

menjadi lem perekat rumah tangga sehingga semakin kokoh dan kuat. Akan

tetapi, bagaimanapun juga anak berpotensi menjadi sumber kekecewaan yang

dapat menimbulkan frustasi berat.

Tidak sedikit rumah tangga mengalami goncangan hebat karena anak-anak

yang malas, mengabaikan didikan orang tua, melawan orang tua, tidak

bertanggung jawab, memberontak, terkena narkoba, berhenti sekolah atau terlibat

tindak kriminal lainnya yang memalukan seluruh keluarga.138

Metode penegakan disiplin terhadap anak-anak kerapkali menjadi sumber

konflik antara suami-istri. kebanyakan suami menginginkan penegakan disiplin

secara tegas dan keras. Sementara kaum istri menginginkan penegakan disiplin

lebih lembut dan manusiawi. Memang kaum perempuan biasanya lebih sabar,

136
Nagiga & Dian Ibung, Persiapan Haru Biru Mertua – Menantu: Tatkala Harmoni Sulit
Digapai (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009) 61.
137
Stephen Tong, Membesarkan Anak dalam Tuhan (Surabaya: Lembaga Reformed Injili
Indonesia, 1991) 5.
138
Subakti, Sudah Siapkah Menikah? – Panduan Bagi Siapa Saja Yang Sedang Dalam
Proses Menentukan Hal Penting Dalam Hidup (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) 264-265.

52
tenang dan teliti ketimbang laki-laki yang cenderung tergesa-gesa, keras dan kaku.

Perbedaan ini adalah sumber konflik di tengah-tengah keluarga.

Hal lain adalah tentang jumlah anak, artinya berapa jumlah anak yang

diinginkan. Seringkali kedua pasangan memiliki perbedaan tajam tentang jumlah

anak yang diinginkan di tengah-tengah keluarga.139 Oleh sebab itu, alangkah lebih

baiknya pembicaraan mengenai penentuan jumlah anak dibicarakan baik-baik

oleh pasangan suami-istri sebelum memulai pernikahan. Karena itu dalam

pernikahan kristen ada yang disebut pranikah, yaitu pembimbingan, agar kedua

calon mempelai menyadari sepenuhnya keputusan yang mereka buat, hak,

kewajiban dan semua konsekuensinya. 140 Sehingga dengan demikian, pasangan

suami-istri dapat membicarakan apa yang perlu dibicarakan sebelum memulai

pernikahan termasuk jumlah anak.

Pekerjaan

Masalah pekerjaan sepertinya masalah yang sepele, namun pada

kenyataannya masalah ini merupakan salah satu penyebab dari ketidakharmonisan

dalam rumah tangga. Al Jansen dalam bukunya mencatat kesaksian nyata

mengenai salah satu pelayan Tuhan yang luar biasa dipakai Tuhan. Mulai dari

sejak mudanya telah mendapat undangan dari wilayah-wilayah di sekitar, hingga

saat ia telah menikah ia telah menjadi pelayan Tuhan yang sering diundang ke

luar negeri.

139
Subakti, Sudah Siapkah Menikah? – Panduan Bagi Siapa Saja Yang Sedang Dalam
Proses Menentukan Hal Penting Dalam Hidup (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) 264-265.
140
Bigman Sirait, Jawaban Inspiratif (Jakarta: Yayasan Pelayanan Media Antiokhia –
YAPAMA, 2011) 137.

53
Namun kenyataannya pelayanan yang dilakukannya ini menjadi masalah

besar dalam pernikahannya. Istri yang sering ditinggal ternyata harus

meninggalkan dia karena kebutuhannya sebagai istri tidak dipenuhi sebagai

dampak sering ditinggal oleh suami.141

Pendidikan

Tingkat pendidikan yang sama akan memudahkan pasangan suami-istri

berbagi banyak hal, sebab itu untuk dapat terjadi komunikasi yang baik maka

setidaknya harus ada kesamaan antara individu-individu yang bersangkutan

seperti tingkat pendidikan salah satunya. 142

Tingkat pendidikan antara suami-istri secara langsung atau tidak langsung

akan menentukan baik dan buruknya pola komunikasi antar dua pribadi yang

terlibat dalam suatu ikatan pernikahan. Adanya jarak pendidikan yang tinggi

biasanya menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam membangun komunikasi yang

baik.

Penyimpangan seksual

Masalah seksual merupakan salah satu penyebab ketidakharmonisan dalam

rumah tangga. Ketidakcocokan dalam masalah hubungan seksual dengan

141
Al Jansen, Pernikahan Anda: Sebuah Maha Karya Temukan Rancangan Tuhan yang
Menakjubkan untuk Kehidupan Anda Berdua (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010) 133-
143.
142
A. P. Wisnubroto, Kebahagiaan Perkawinan (Kota penerbit, penerbit dan tahun
penerbitan tidak dicantumkan) 41.

54
pasangan biasanya disebabkan karena adanya keengganan atau sering menolak

melakukan senggama, dan tidak memberi kepuasan.143

Persoalan hidup yang semakin kompleks menjadikan rumah tangga

diwarnai dengan persoalan perilaku yang menyimpang dari ukuran normal.

Sebagai contoh sekarang ini sudah tidak asing lagi ibu rumah tangga yang

mengalami perkawinan normal pun akhirnya jatuh ke dalam pelukan sesama jenis.

Penyebab dari penyimpangan seksual ini ialah kebutuhan emosional yang tidak

terpenuhi, kebutuhan akan adanya variasi dalam bercinta, karena coba-coba dan

pengaruh dari seks bebas dengan pandangannya yang khas, yaitu “yang penting

tidak merugikan orang lain.”144

Adanya pihak ketiga

Adanya keterlibatan/campur tangan dan tekanan sosial dari pihak kerabat

pasangan merupakan hal yang menimbulkan keadaan perasaan yang tidak

nyaman, sehingga ketidakharmonisan dalam rumah tangga tidak dapat


145
dihindari. Orang ketiga yang merupakan pihak kerabat pasangan yang

dimaksud di sini secara khusus ialah mertua. Masalah dengan mertua merupakan

masalah yang tidak asing lagi di kalangan pernikahan.

143
T. O. Ihromi, Bunga Rampai Sosial Keluarga (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999)
155.
144
Nilam Widyarini, Menuju Perkawinan Harmonis (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, Tanpa keterangan tahun) 41.
145
T. O. Ihromi, Bunga Rampai Sosial Keluarga (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999)
155.

55
Permasalahan mertua merupakan masalah universal yang terjadi di

Amerika, Eropa, Afrika maupun Indonesia. Permasalahan atau konflik dengan

mertua dapat mengakibatkan hubungan tidak harmonis antara suami-istri. Suami

maupun istri sering dibingungkan dengan ketidakjelasan sikapnya antara memihak

kepadamertua atau pasangan hidupnya. Mertua seharusnya saudara atau teman,

namun dapat juga menjadi musuh.146

Permasalahan dengan mertua merupakan masalah beragam. Mulai dari

terlalu ikut campur, cerewet hingga masalah ekonomi dan masalah-masalah

lainnya. 147 Permulaan utama dari permasalahan ini ialah pasangan suami-istri

tersebut harus tetap tinggal bersama keluarga sang istri atau suami. Sehingga

akibatnya sang suami maupun sang istri tidak bisa berkembang sebagai kepala

maupun ibu rumah tangga yang baik.

Pembahasan Hasil Kajian Yang Relevan

Untuk menghindari duplikasi, peneliti melakukan penelusuran terhadap

penelitian-penelitian terdahulu. Dalam hal ini, peneliti mengambil penelitian

terdahulu sebagai hasil kajian yang relevan:

Paruhuman Tampubolon

Dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Keharmonisan Keluarga

Dengan Hasil Belajar Pendidikan Agama Kristen Mahasiswa Kristen Pada

146
Wanda Humble & Victor S. Liu, Persiapan Pernikahan Menuju Rumah Tangga Yang
Bahagia (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Injili Indonesia, 1997) 121.
147
Nagiga & Dian Ibung, Persiapan Haru Biru Mertua – Menantu: Tatkala Harmoni Sulit
Digapai (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009) 59.

56
Program Studi Sistem Informasistmik IBBI Medan Tahun Akademik 2015-2016,

Tampubolon menyatakan bahwa keharmonisan dalam keluarga merupakan

dambaan setiap pasangan suami-istri tak terkecuali pasangan suami-istri Kristen.

Kerharmonisan adalah misi yang hendak dicapai hingga tiba saatnya kematian

memisahkan suami-istri tersebut.148

Dalam penelitiannya Tampubolon menjelaskan kerharmonisan dalam

keluarga Kristen secara umum dan kaitannya dengan hasil belajar mahasiswa

Kristen. Sama halnya dengan penelitian Tampubolon, peneliti juga mengkaji

mengenai keharmonisan dalam keluarga Kristen, atau pernikahan yang harmonis.

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan Tampubolon dengan peneliti

ialah, peneliti mengkaji dari sudut pandang teologis mengenai pernikahan yang

harmonis (antara suami-istri) dan dengan tujuan bagi kelangsungan pernikahan

Kristen itu sendiri yang dilatarbelakangi maraknya terjadi ketidakharmonisan

dalam pernikahan Kristen yang terbukti dengan banyaknya perceraian Kristen

yang terjadi. Sedangkan Tampubolon melihat keharmonisan dalam keluarga

Kristen secara umum khususnya antara orang tua dan anak serta kaitannya

terhadap hasil belajar mahasiswa Kristen

Gabriela Gasing Allo Linggi

Dalam karya ilmiahnya yang berjudul Hubungan Keharmonisan Keluarga

Dengan Perilaku Kekerasan Dalam Berpacaran Pada mahasiswa Universitas

Kristen Satya Wacana, Gabriela memberikan penjelasan bahwa keharmonisan


148
Paruhuan Tapubolon, Hubungan Keharmonisan Keluarga dengan Hasil Belajar
Pendidikan Agama Kristen Mahasiswa Kristen Pada Program Studi Sistem Informasistmik IBBI
Medan (Medan: LPPM STMIK IBBI, 2016) 2.

57
keluarga ialah apabila seluruh anggota merasa bahagia, puas terhadap keadaan dan

keberadaan dirinya meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial serta ditandai

dengan berkurangnya ketegangan dan kekecewaan.149

Garbiela melihat keharmonisan ini dari dalam kepribadian seseorang,

dengan metode penelitian kuantitatif dan menggunakan teknik Purose Sampling

terhadap 42 partisipan, dan mengaitkannya keharmonisan seseorang dalam

keluarga dengan perilaku seseorang yang keras dalam berpacaran.

Kesamaannya dengan peneliti ialah sama-sama mengemukakan mengenai

keharmonisan dalam keluarga atau pernikahan Kristen khususnya. Perbedaannya

ialah di dalam cara mengkaji mengenai keluarga atau pernikahan Kristen itu

sendiri. Karena penulis mengkaji secara teologis, sedangkan Gabriela

menggunakan penelitian kuantitatif, serta tujuan dari penelitian atau kegunaan

dari mengetahui pernikahan keluarga atau pernikahan Kristen yang harmonis itu

sendiri.

Bungaran Antonius Simanjuntak

Bungaran dalam bukunya yang berjudul Harmonious Family: Upaya

Membangun Keluarga Harmonis menekankan usaha-usaha yang dilakukan dalam

membangun atau mempertahankan kemesraan dan keharmonisan dalam keluarga.

Bungaran menjelaskan langkah-langkahnya sebagai berikut:150

149
Gabriela Gasing Allo Linggi, Hubungan Keharmonisan Keluarga dengan Perilaku
Kekerasan Dalam Berpacaran Pada Mahasiswa Universal Kristen Satya Wacana (Salatiga:
Universitas Kristen Satya Wacana, 2017) 3.
150
Bungaran Antonius Simanjuntak, Harmonious Family – Upaya Membangun Keluarga
Harmonis (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013) 102-103.

58
Pertama, memiliki iman dan kepercayaan kepada Tuhan, sehingga dengan
demikian pasti memiliki hati untuk rela menyesuaikan diri demi tujuan dari
pernikahan; Kedua, mengasihi pasangan dalam perkataan, perbuatan dan
perilaku; Ketiga, kejujuran yang mengalahkan dusta sehingga kepercayaan
tetap terjaga; Keempat, kesetiaan dalam segala hal bahkan ketika pasangan
melakukan kesalahan atau mengalami kegagalan; Kelima, murah hati dan
pengampun, karena akan tiba saatnya cepat atau lamat pasangan akan
melakukan kesalahan. Oleh sebab itu sangat penting bagi suami-istri untuk
memperlengkapi diri dengan kemurahan hati dan pengampunan.

Dalam hal ini Bungaran dan penliti sama-sama mengemukan bahwa

pentingnya keharmonisan dalam pernikahan. Perbedaannya ialah Bungaran

memulai penelitiannya dari usaha manusia dalam mendapatkan pernikahan yang

harmonis, sedangkan peneliti memulai dari apa yang Alkitab katakan secara

teologis.

Agung Gunawan

Dalam Jurnal Theologi Aletheia, Agung Gunawan menulis Artikel yang

berjudul Hamba Tuhan dan Keluarganya. Penulisan ini dilatarbelakangi oleh

maraknya perceraian yang terjadi di kalangan Kekristenan bahkan di kalangan

hamba Tuhan.151

Agung dalam karya ilmiahnya menjelaskan bahwa pasangan hamba Tuhan

tidak secara otomatis menjamin bahwa keluarga tersebut pasti harmonis, namun

Agung menjelaskan bahwa pasangan hamba Tuhan bisa mendapatkan

keharmonisan itu jika mampu menghayati hakikat pernikahan Kristen yang telah

dipolakan oleh Allah menurut Alkitab secara khusus dalam Kejadian 2 : 22-25.

151
Agung Gunawan, Hamba Tuhan dan Keluarganya, dalam jurnal Theologi Aletheia Vol.
17 No. 8 (Lawang: STT Aletheia, 2015) 2.

59
Selain itu pasangan hamba Tuhan harus mau mempraktekkan kasih agape dalam

kehidupan keluarga mereka.

Latar belakang dari penelitian Agung sama halnya dengan latar belakang

penelitian peneliti, namun terdapat perbedaan bahwa Agung lebih memfokuskan

penelitiannya terhadap hamba Tuhan dan keluarganya, sedangkan peneliti melihat

keseluruhan dari keluarga atau pernikahan Kristen, tidak hanya hamba Tuhan.

Selain itu, Agung menjelaskan cara mendapatkan pernikahan yang harmonis

secara khusus dari sisi Kejadian 2 : 2-25, sedangkan peneliti dalam hal ini

melakukaan telaah Alkitab secara teologis mengenai pernikahan yang harmonis.

Jadi, dengan demikian, tidak ada kesamaan antara penelitian yang dilakukan oleh

peneliti dengan penelitian yang dilakukan Agung, sehingga keorisinilan penelitian

ini terjamin.

60
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan langkah-langkah yang digunakan dalam

melakukan suatu penelitian dan analisis. 152 Metodologi penelitian sering juga

disingkat dengan istilah metode penelitian, yaitu berisi penjelasan mengenai

teknik apa yang digunakan dalam melakukan penelitian, 153 atau singkatnya

langkah-langkah dalam mengumpulkan dan mengolah data.154

Tujuan Operasional Kajian

Tujuan operasional kajian atau tujuan penelitian adalah suatu hal yang ingin

dicapai oleh peneliti dalam penelitiannya yang nantinya akan diuraikan dalam

pembahasan hasil atau temuan penelitian. Juiansyah Noor menyatakan bahwa:

Pencantuman tujuan penelitian dimaksudkan agar peneliti senantiasa


bergerak sesuai dengan tujuan tersebut. Tercapai tidaknya tujuan penelitian
secara eksplisit harus tampak dalam hasil penelitian dan dalam kesimpulan
penelitian. Tujuan penelitian relevan dengan perumusan masalah. Jika
perumusan masalah adalah pertanyaan penelitian, maka tujuan penelitian
adalah hasil yang ingin dicapai oleh peneliti dari pertanyaan pada
perumusan masalah.155

Juliansyah Noor melihat bahwa tujuan operasional kajian merupakan jawaban dari

rumusan masalah dalam penelitian.

152
Sandu Siyoto & M. Ali Solidik, Dasar Metodologi Penelitian (Sleman: Literasi Media
Publising, 2015) 99.
153
Derry Iswidharmanjaya & Junbilee Enterprise, Membuat Skripsi Dengan Open
Office.org Wrriter 2.0 (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006) 12.
154
Sandu Siyoto & M. Ali Solidik, Dasar Metodologi Penelitian (Sleman: Literasi Media
Publising, 2015) 99.
155
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi & Karya Ilmiah
(Yogyakarta: Kanisius, 1993) 253.

61
Dalam penelitian ini, tujuan operasional kajian dari peneliti ialah untuk

menghasilkan teologi pernikahan Kristen yang harmonis. Dengan demikian dapat

memberikan kontribusi bagi kelangsungan pernikahan Kristen.

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dan waktu penelitian sangat penting dalam menyelesaikan sebuah

penelitian. Karena tempat penelitian sebagai sumber data dari penelitian yang

dilakukan dan waktu merupakan tolak ukur yang memotivasi terselesaikannya

penelitian secara tepat dan akurat. Penentuan tempat dan waktu sebaiknya

dilakukan secara logis yang disertai dengan alasan yang tepat.156

Penelitian ini dilaksanakan di beberapa tempat, pertama di Perpustakaan

Sekolah Tinggi Teologi Tabernakel Indonesia yang bertempat di Jalan Johor, No.

47 Surabaya sebagai tempat utama peneliti mencari data mengenai teori-teori

yang berkenaan dengan pernikahan Kristen yang harmonis. Kedua di Sekolah

Tinggi Teologi Injili Indonesia, Jalan Panjang Jiwo Permai, No. 1C, pada tanggal

11 April 2018 untuk melengkapi beberapa data pada Bab II mengenai tanggung

jawab pernikahan Kristen. Penelitian ini akan dilaksanakan selama empat bulan,

yaitu dari bulan Maret sampai bulan Juli 2018 yang diuraikan sebagai berikut:

tanggal 07 – 18 Maret 2018 merupakan tahapan penyelesaian Bab I, tanggal 18

Maret – 16 April 2018 merupakan tahapan penyelesaian Bab II, tanggal 16 April –

07 Mei 2018 adalah tahapan penyelesaikan Bab III, tanggal 07 Mei – 18 Juni

156
Muharto dan Arisandy Ambarita, Metode Penelitian Sistem Informasi: Mengatasi
Kesulitan Mahasiswa dalam Menyusun Proposal Penelitian (Yogyakarta: Deepublish, 2016) 125.

62
2018 ialah tahapan penyelesaian Bab IV, dan tanggal 18 Juni – 05 Juli 2018

merupakan tahapan penyelesaian Bab V.

Metode dan Langkah-langkah Kajian

Metode dan langkah-langkah kajian merupakan tahapan yang digunakan

dalam melakukan penelitian. 157 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

metode penelitian kajian pustaka dengan pendekatan kajian pustaka teologis.

Kajian pustaka sendiri merupakan penelitian yang menggunakan sumber

perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya. Kajian pustaka membatasi

kegiatan penelitiannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja, tanpa

memerlukan riset.158

Sedangkan kajian pustaka teologis atau yang dapat juga disingkat kajian

teologis adalah usaha untuk memeriksa, mempelajari atau menyelidiki Alkitab

yang tentunya untuk memperoleh sebuah kebenaran. Kajian teologis yang

dimaksud memiliki langkah-langkah sebagai berikut:

Pertama, definisikan masalah atau topiknya. tepatnya, isu apakah yang


sedang Anda teliti? Anda tidak dapat melakukan investigasi yang serius jika
Anda tidak mengetahui apa yang sedang Anda cari...; Kedua, pelajari
Pandangan-pandangan alternatif. Apakah yang ditemukan oleh para
pendahulu...; Ketiga, meneliti pengajaran Alkitab mengenai topik itu...
Langkah ini meliputi mengharmoniskan ayat-ayat yang tampaknya
membicarakan hal-hal yang bertolak belakang; Keempat, membentuk
sebuah doktrin yang terpadu (kohesif). Berdasarkan pada data biblika,
rangkumlah penemuan Anda secara sistematis. Kesimpulan doktrinal ini
seharusnya tidak bertentangan dengan doktrin-doktrin Alkitab lainnya...;
Kelima, pertahankan doktrin Anda. Pertimbangkanlah keabsahan doktrin

157
Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016) 67.
158
Pilipus M. Kopeuw, Kompetensi dan Prodiktivitas Metodologi Penelitian Agama
Kristen – Suatu Pengantar (Jayapura: Sekolah Tinggi Agama Kristen Portestan Negeri –
STTAKPN, 2017) 185.

63
Anda dengan diterangi pilihan-pilihan lain. Dapatkah doktrin itu bertahan
dari keberatan filsafat, ilmu-ilmu pengetahuan dan lain-lainnya...; Keenam,
aplikasikan kesimpulan-kesimpulan Anda dalam hidup dan pelayanan.
Lakukanlah apa yang Anda percayai.159

Pemilihan Korpus (Data dan Konteks Penelitian)

Korpus merupakan kumpulan teks mengenai bidang tertentu, dan biasanya

digunakan dalam ilmu bahasa. 160 Pemilihan korpus atau pemilihan data dan

konteks penelitian adalah kegiatan yang dilakukan dalam penelitian untuk

memilih data dalam rangka memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk

mencapai tujuan penelitian.161

Data penelitian adalah segala fakta yang dapat dijadikan bahan untuk

menyusun sebuah informasi. Dalam arti luas, data adalah sekumpulan informasi

yang dapat dimuat, diolah dan dianalsis. Sedangkan konteks penelitian, bersumber

dari konsep penelitian kualitatif yang bersifat terbuka dan tentatif atau belum

pasti. Korpus merupakan kumpulan teks mengenai bidang tertentu, dan biasanya

digunakan dalam ilmu bahasa. Dalam penulisannya, konteks penelitian yang baik

akan mendeskripsikan aspek-aspek landasan preskriptif, landasan deskriptif

(empiris) dan masalah penelitian.162

Ketiga aspek yang dimaksud adalah sebagai berikut: Pertama, landasan

preskriptif, yaitu ketentuan yang sudah ditetapkan, dalam hal ini ialah landasan

159
Rick Cornish, 5 Menit Teologi – Kebenaran Maksimum Dalam Waktu Minimum
(Bandung: Pionir Jaya, 2007) 35-37.
160
Sekolah Tinggi Teologi Tabernakel Indonesia, Buku Pedoman Penulisan Karya
Ilmial/Skripsi Sekolah Tinggi Teologi Tabernakel Indonesia (Surabaya: STTIA, 2018) 21.
161
W. Gulo, Metodologi Penelitian (Jakarta: Grasindo, 2002) 110.
162
Sekolah Tinggi Teologi Tabernakel Indonesia, Buku Pedoman Penulisan Karya
Ilmial/Skripsi Sekolah Tinggi Teologi Tabernakel Indonesia (Surabaya: STTIA, 2018) 21.

64
religius, yaitu landasan yang bersumber dari keagamaan. Maka landasan

preskriptif dari penelitian ini ialah landasan yang berasal dari Kekristenan; Kedua,

landasan deskriptif (empiris) yang meliputi landasan sosial, psikologi, ekonomi

dan sebagainya yang sesuai dengan judul atau masalah penelitian. Dalam hal ini

landasan deskripti penelitian ini ialah pernikahan; Ketiga, masalah penelitian yang

berangkat dari fenomena yang menarik untuk diteliti. Dalam penelitian ini peneliti

berangkat dari fenomena maraknya perceraian yang sekarang ini terjadi di

kalangan Kekristenan.

Prosedur dan Teknik Analisis

Prosedur dan teknik analisis merupakan tahap kegiatan atau metode langkah

demi langkah yang digunakan oleh peneliti dalam menyelesaikan suatu masalah.

Pada bagian ini, peneliti menjelaskan prosedur analisis data, baik selama

pengumpulan data maupun setelah data terkumpul.

Dalam penelitian ini, sesuai dengan buku pedoman penulisan skripsi yang

ada di Sekolah Tinggi Teologi Tabernakel Indonesia, maka penelitian ini

menggunakan teknik analisis deskriptif dalam menganalisa data. Teknik analisis

deskriptif merupakan teknik yang dugunakan untuk menganalisa data dengan

mendeskripsikan atau menggambarkan apa adanya mengenai data-data yang

dikumpulkan, 163 yaitu data-data mengenai teologi pernikahan Kristen yang

harmonis.

163
Sekolah Tinggi Teologi Tabernakel Indonesia, Buku Pedoman Penulisan Karya
Ilmial/Skripsi Sekolah Tinggi Teologi Tabernakel Indonesia (Surabaya: STTIA, 2018) 22.

65
Teknik analisis deskriptif menggunakan tiga tahapan dalam menganalisa

data yang ada, yaitu klasifikasi, reduksi dan interpretasi data. Pengertian ketiga

tahapan itu ialah sebagai berikut:

Pertama, klasifikasi data merupakan tahapan pengelompokan data yang


diperoleh berdasarkan teknik pengumpulan data selama menggali data,
dalam penelitian ini ialah tentang pernikahan Kristen yang harmonis;
Kedua, reduksi data ialah proses pemilihan, pemusatan perhatian dan
penyederhanaan data secara terus menerus selama penelitian berlangsung.
Reduksi data yang dilakukan peneliti ialah mengenai pernikahan Kristen
yang harmonis; Ketiga, interpretasi data merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk memperoleh makna yang dilakukan selama proses
penelitian dimulai, mengenai pernikahan Kristen yang harmonis. 164

164
I Wayan Ardhi dkk, Konflik dan Kekerasan Komunal (Yogyakarta: Deepublish, 2016)
69-71.

66
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Deskriptif

Pada bagian ini peneliti mendeskripsikan mengenai topik yang menjadi pokok

pembahasan dalam penelitian ini. Penyajian topik yang dilakukan peneliti didasari

oleh teori-teori yang telah dipaparkan oleh peneliti pada Bab II sebelumnya.

Pernikahan

Pernikahan adalah lembaga pertama dan paling kecil dalam masyarakat.

Namun demikian, meskipun demikian, pernikahan memiliki dampak yang luas di

masyarakat. Pernikahan sebagai sebuah lembaga, tentu tidak bisa tercipta begitu

saja, melainkan harus hitam di atas putih sebagai bukti sakralnya suatu lembaga

pernikahan. Oleh sebab itu pernikahan hanya dapat terjadi setelah disahkan oleh

agama dan negara berdasarkan syarat dan proses-proses yang telah ditetapkan.

Meskipun pernikahan hanya terdiri dari dua pribadi, yaitu laki-laki dan

perempuan, namun pernikahan memiliki berbagai permasalahan di dalamnya.

Seperti masalah ekonomi, pendidikan, sosial, komunikasi dan lain sebagainya.

Pernikahan juga memiliki berbagai kebutuhan di dalamnya, seperti papan,

sandang dan pangan. Ketiga hal ini adalah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh

pasangan suami-istri.

Hal ini berarti pernikahan memiliki berbagai macam hal yang kompleks di

dalamnya. Oleh sebab itu, tidak sedikit pernikahan yang awalnya diidam-idamkan

67
malah harus gugur di tengah jalan, karena berbagai alasan seperti tidak

terpenuhinya kebutuhan dalam pernikahan.

Sehingga, banyak hal yang diperlukan dalam pernikahan, dan pada

umumnya ialah hal-hal seperti komitmen, kesetiaan dan lain sebagainya. Oleh

sebab itu pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan permainan atau

dijadikan ajang coba-coba. Dengan demikian pernikahan hanya bisa dilakukan

oleh mereka yang telah siap dan matang dalam hal berpikir.

Hal inilah yang menjadi alasan negara Indonesia mengatur dalam Undang-

undang No. 1 tahun 1947 tentang Perkawinan mengenai usia pernikahan. Namun

ironisnya, kendatipun demikian, kengerian perceraian masih saja menghantui

pernikahan-pernikahan yang ada sekarang ini.

Memang pernikahan sudah mendapat perhatian khusus baik oleh negara,

maupun oleh gereja sendiri. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya permasalahan

dalam pernikahan yang berujung pada perceraian yang tidak hanya terjadi di

kalangan umum, tetapi juga di kalangan pernikahan Kristen.

Oleh sebab itu, pada bagian-bagian berikut selanjutnya peneliti akan

memaparkan mengenai pernikahan Kristen serta hal-hal yang menyebabkan

pernikahan Kristen yang seharusnya berbeda, tetapi pada kenyataannya masih

terdapat pernikahan Kristen yang sama saja dengan pernikahan pada umumnya,

yakni sama-sama dilanda virus perceraian.

68
Pernikahan Kristen

Pernikahan Kristen pada umumnya adalah pernikahan yang disahkan oleh

gereja dan negara antara pria dan wanita yang sama-sama yang menganut agama

Kristen. Gereja harus menjadi pengesah pertama dari pernikahan Kristen, karena

seperti Allah yang memberkati pernikahan pada mulanya sebagai tanda sahnya

sebuah pernikahan, begitu juga dengan pernikahan Kristen sekarang ini, gereja

memiliki tugas untuk memberkati sebagai tanda sahnya sebuah pernikahan

Kristen.

Itulah mengapa dalam praktikanya, negara hanya akan mengesahkan

sebuah pernikahan Kristen apabila sudah menjalankan tata cara atau aturan dari

dari gereja tertentu, bahwa pernikahan tersebut telah disahkan di hadapan Tuhan

dan jemaatnya. Pernikahan Kristen yang telah diresmikan oleh gereja artinya

merupakan pernikahan yang telah mendapat berkat dari Allah. Namun hal yang

perlu diingat ialah bahwa sah dan diberkatinya sebuah pernikahan bukanlah oleh

gereja atau hamba Tuhan, melainkan Allah sendiri, karena gereja dan hamba

Tuhan hanyalah alat yang dipakai oleh Allah.

Pernikahan Kristen merupakan sebuah lembaga pertama di dalam dunia

yang Allah ciptakan. Allah memiliki tujuan dalam pernikahan Kristen, agar dapat

menjadi duta-Nya di dunia untuk menyatakan diri-Nya kepada dunia. Oleh sebab

itu, pernikahan Kristen diharapkan mampu untuk mengetahui serta

mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam iman Kristiani melalui

hubungan suami-istri dalam pernikahan.

69
Nilai-nilai iman Kristiani yang dimaksud ialah mau hidup senantiasa dalam

cinta kasih, pengorbanan, berbuat baik, semangat melayani, kerelaan

mengampuni, menolong sesama dan lain sebagainya yang menjadi ajaran

Alkitab. 165 Dengan terjadinya pengejawantahan nilai-nilai iman Kristiani ini,

maka pernikahan Kristen tersebut telah mencapai tujuan yang Allah tetapkan.

Memenuhi tujuan Allah dalam pernikahan merupakan tanggung jawab dari

pernikahan Kristen kepada Allah. Hal ini dikarenakan pernikahan Kristen

bersumber dari Allah, sehingga dengan demikian pertanggungjawaban pernikahan

Kristen ialah kepada Allah. Maka oleh sebab itu, pernikahan Kristen yang

senantiasa sadar bahwa pernikahan bersumber dari Allah, seharusnya

memerhatikan pernikahan mereka dan seyogianya tidak akan melakukan hal-hal

yang tidak berkenan di dalam pernikahannya di hadapan Allah.

Dalam pengaplikasian pernikahan Kristen yang bertanggung jawab di

hadapan Allah, tidak dapat dipungkiri juga terdapat hal-hal yang membuat

pasangan nikah mengalami pasang surut di dalam perjalanan pernikahan tersebut.

Sehingga tidak sedikit pernikahan Kristen yang gagal dalam memenuhi tujuan

Allah tersebut. Gagalnya pernikahan Kristen dalam memenuhi tujuan Allah terjadi

karena pernikahan Kristen tersebut tidak menjadi pernikahan Kristen yang

harmonis.

165
Jacobus Tarigan, Religiositas, Agama & Gereja Katolik (Jakarta: Grasindo, 2017) 133.

70
Pernikahan Kristen Yang Harmonis

Pernikahan antara pria dengan wanita merupakan langkah perdana untuk

menciptakan pernikahan yang harmonis, karena pernikahan antara pria dengan

pria dan antara wanita dengan wanita tidak akan pernah dapat dikatakan

pernikahan yang harmonis.

Harmoni dalam pernikahan hanya akan bisa terjadi ketika yang berbeda

disatupadukan dalam keselarasan. Seperti halnya Indonesia dengan semboyan

Bhineka Tunggal Ika yang berarti “meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu jua”

meskipun memiliki berbagai macam jenis suku, budaya dan bahasa namun ketika

bersatu di dalam satu aturan dan satu komando dengan satu tujuan maka

perbedaan tersebut justru akan menciptakan keindahan yang harmonis.

Contoh lainnya ialah konser musik, keharmonisan hanya bisa terjadi ketika

alat-alat musik yang berbeda disatukan dengan perpaduan yang pas, maka akan

menghasilkan suatu keharmonisan. Oleh sebab itu, diperlukan partitur yang jelas

serta latihan yang cukup sehingga dapat memahami dan memainkan musik sesuai

dengan partitur yang telah ditentukan.

Selain itu, dalam konser musik dibutuhkan satu komando yang memimpin,

dan biasa disebut dengan konduktor atau dirigen. Ketika para pemain musik

dengan alat musik masing-masing yang berbeda memainkan bagiannya sesuai

dengan partitur yang telah dipahami, serta mengikuti aba-aba dari sang konduktor,

maka dengan demikian menghasilkan keindahan suara musik yang harmoni.

Artinya, keharmonisan sebuah konser musik tidak akan tercipta apabila

tidak ada partitur yang mengatur, tidak adanya konduktor yang memimpin, dan

71
pemain musik yang memainkan musik dengan kemauan dan ego sendiri. Begitu

juga dengan pernikahan Kristen, kerhamonisan dalam pernikahan Kristen hanya

akan tercipta jika mau menempatkan dan menaati Allah sebagai Kepala dalam

pernikahan, mau mempelajari-memahami-melakukan firman Allah sebagai

petunjuk yang harus diikuti dan dilakukan, serta tidak lagi hidup dalam keinginan

dan keegoisan diri sendiri.

Pernikahan Kristen haruslah memulai pandangannya bahwa pernikahan itu

berasal dari Allah, oleh Allah, dan untuk Allah. Artinya menyadari serta

menghayati bahwa pernikahan itu diciptakan oleh Allah, Allah sebagai pemilik

dari pernikahan. Sehingga dengan adanya pemahaman dan kesadaran akan hal ini,

maka mengerti pula bahwa Allah memiliki tujuan dalam pernikahan. Allah tidak

mungkin menciptakan sesuatu tanpa adanya tujuan, begitu pula dengan

pernikahan, Allah tidak mungkin menciptakan pernikahan tanpa adanya tujuan.

Allah memiliki tujuan dalam pernikahan, maka tujuan inilah yang harus

diketahui dan dipahami dengan baik dan benar oleh setiap pasangan yang akan

menikah. Tujuan inilah yang menjadi penggerak pernikahan Kristen, tanpa tujuan

yang jelas, maka pernikahan Kristen tidak memiliki arti yang sempurna, tetapi

dengan adanya tujuan ini, maka pernikahan Kristen menjadi lebih berarti.

Tujuan pernikahan Kristen hanya satu, yaitu memuliakan Allah. Pernikahan

Kristen yang memuliakan Allah ialah pernikahan yang memenuhi panggilan Allah

untuk menyatakan kasih-Nya kepada dunia. Kasih harus diwujudkan dalam

pernikahan Kristen melalui saling mengasihi satu dengan yang lainnya, termasuk

72
dalam memenuhi berbagai tanggung jawab lainnya yang ada dalam pernikahan.

Sehingga dengan demikian, dapat menjadi cerminan kasih Kristus bagi dunia.

Pernikahan Kristen yang memiliki kasih, akan menjadi pernikahan Kristen

yang memuliakan Allah, karena akan bisa menjadi contoh dan berkat bagi sesama.

Ketika laki-laki dan perempuan yang dipersatukan dalam nikah memiliki dan

melakukan tujuan ini bersama secara proporsional, maka pernikahan tersebut akan

menjadi pernikahan yang harmonis.

Solusi Terhadap Penyebab Ketidakharmonisan Pernikahan Kristen

Pada bagian ini peneliti akan memaparkan solusi-solusi dalam mengatasi

penyebab-penyebab ketidakharmonisan dalan pernikahan, berdasarkan penyebab-

penyebab yang telah peneliti paparkan pada Bab II.

Ketidakpercayaan terhadap pasangan

Salah satu cara efektif untuk mengelola masalah ketidakpercayaan ini dalam

keluarga adalah dengan memiliki kuasa pengampunan. 166 Pengampunan adalah

awal untuk pasangan suami-istri dapat memberi kembali kepercayaan pasangan

yang telah mengecewakan dan bersalah, walaupun mereka secara potensial dapat

mengulanginya lagi.

Mencari dan memberikan pengampunan adalah cara memulihkan kualitas

hubungan dan keintiman suami-istri dalam pernikahan. Keintiman hubungan

166
Bambang & Hanny Syumanjaya, Family Discovery Way – Panduan Manajemen
Keluarga Berkualitas (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009) 108.

73
suami-istri seharusnya dibangun di atas kepercayaan dan keterbukaan. Sebaliknya,

pertengkaran mengakibatkan kecewa dan sakit hati yang akan mengikis

kepercayaan dan keterbukaan.167

Komunikasi

Kesediaan untuk memulai sebuah pola komunikasi yang lebih baik akan

menyelamatkan pernikahan dari konflik yang berat. 168 Penelitian menunjukkan

bahwa yang jauh lebih penting bagi ketahanan sebuah pernikahan adalah seberapa

baik pasangan suami-istri tersebut mampu mengatasi berbagai kesalahpahaman

dengan cara-cara berikut.169

Pertama, kenalilah topik-topik yang berpotensi menimbulkan


pertengkaran dalam pernikahan. Menjalin kehidupan bersama tidak cukup
untuk baik untuk mengatasi masalah tanpa mengenaliapa yang dapat
menjadi penyebab kemarahan pasangan; Kedua, jangan lari dari
pertengkaran. Memendam amarah tanpa mengungkapkan yang sebenarnya
merupakan bahaya yang besar karena akan memberi kemungkinan yang
besar bagi timbulnya kembali perasaan tersebut dikemudian hari; Ketiga,
jelaskan masalah dengan tuntas. Banyak pasangan suami-istri bertengkar
hanya karena masalah-masalah kecil dan biasa, tetapi menjadi besar dan
memanas karena tidak ada kejelasan. Oleh sebab itu penting sekali untuk
memberi penjelasan dan mau menerima penjelasan atau mau mendengar
dengan baik hingga tuntas; Keempat, saling mengungkapkan perasaan
adalah cara yang baik untuk membina hubungan dengan pasangan,
sehingga masaah-masalah kecil yang ada tidak menimbulkan konflik.
Konflik dan saling membela diri dapat segera diredakan bila kedua pihak
saling menjelaskan penyebab permasalahannya; Kelima berhentilah saling
menyakiti atau menghina. Salah satu kenyataan menyedihkan ialah
pasangan suami-istri sering memperlakukan pasangannya lebih buruk
daripada perlakukannya terhadap orang lain. Tanpa sadar kata-kata verbal
atau pun tindakan sederhana sering menjadi penyebab saling menyakiti

167
Ibid. 108
168
Ibid, 110.
169
Bambang & Hanny Syumanjaya, Family Discovery Way – Panduan Manajemen
Keluarga Berkualitas (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009) 92.

74
atau menghina pasangan. Padahal seharusnya yang dilakukan ialah saling
memberi ucapan-ucapan yang hangat, menghargai jerih payah pasangan
lewat kata-kata, dan saat-saat makan malam dengan ucapan-ucapan yang
menarik dan menyenangkan.
Pola komunikasi yang baik akan sangat membantu dalam menghindari

kesalahpahaman yang ada. Hal sesuai dengan apa yang dikatakan Alkitab dalam

Amsal 15 : 1 bahwa “jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi

perkataan yang pedas membangkitkan marah.”

Menghindari kesalahpahaman akan menjadikan pernikahan tetap harmonis

secara khusus dalam hal perkataan. Sehingga dengan demikian terdapat

kententraman di dalam pernikahan.

Keuangan

Sebagai pasangan yang sudah memutuskan untuk menikah dan berdiri

sebagai keluarga yang mandiri harus juga siap untuk memenuhi kebutuhan

keluarganya secara mandiri. Segala tanggung jawab dalam hal menghidupi

keluarga itu terletak pada pasangan tersebut, bukan pada orang lain, termasuk

orang tua.170

Menyadari bahwa berkat berasal dari Allah merupakan langkah utama yang

harus dilakukan. Sehingga dengan demikian akan sangat berhati-hati dalam

mengelola keuangan. Selain itu, seorang istri yang memiliki gaji lebih besar dari

suami tetap akan menghormati suami karena kesadaran akan Sang pemberi berkat

tersebut.

170
Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling Perkawinan (Yogyakarta: ANDI, 2004) 30.

75
Anak-anak

Menyadari bahwa anak-anak adalah titipan Tuhan adalah langkah terbaik

dalam menjaga keharmonisan dalam mendidik anak-anak. Sehingga dengan

demikian, keluarga yang mendapat kepercayaan ini harus bisa mendidik anak-

anak dengan baik dan sesuai dengan kehendak Allah.171

Mendidik anak bukanlah memikirkan tentang bagaimana melakukan

kehendak sendiri, melainkan memikirkan apa yang terbaik untuk mereka.

Mendidik anak bukan hanya teori, bukan hanya suatu kepintara atau kefasihan

lidah, tetapi mendidik anak adalah melibatkan diri ke dalam kehidupan anak

sehing/ga menyadari arti pendidikan.

Oleh sebab itu, dalam mendidik anak ada tiga hal yang harus diperhatikan

oleh orang tua: Pertama menetapkan sasaran pendidikan dengan menetapkan

tujuan-tujuan yang mulia bagi anak-anak dan menggali potensi mereka

semaksimal mungkin. Kedua, memiliki kesehatian dan saling bekerja sama.

Ketiga, menyatakan kasih dan keadilan secara proporsional.172

Pekerjaan

Menempatkan pernikahan pada posisi yang utama harus menjadi pemikiran

utama setiap pasangan suami-istri, karena Allah sendiri menempatkan pernikahan

171
Darmawijaya, 12 Pola Keluarga Beriman (Yogyakarta: Kanisius, 2011) 68.
172
Stephen Tong, Membesarkan Anak dalam Tuhan (Surabaya: Lembaga Reformed Injili
Indonesia, 1991) 19-25.

76
173
pada tempat utama dalam blue print-Nya. Sehingga dengan demikian,

pernikahan menjadi prioritas utama yang harus diperhatikan.

Memprioritaskan pernikahan sebagai yang utama akan sangat membantu

setiap pasangan suami-istri dalam membagi waktu secara proporsional, sehingga

kesibukan pekerjaan atau bahkan pelayanan tidak akan mengganggu harmonisnya

sebuah pernikahan.

Pendidikan

Relatif lebih ideal jika menetapkan bahwa perlu adanya kesamaan tingkat

pendidikan atau setidaknya cukup berimbang dan tidak berbeda terlalu jauh bagi

dua orang yang terikat dalam sebuah pernikahan. 174 Sehingga rasa tinggi hati

karena merasa pendidikan lebih tinggi dibandingkan pasangan dapat

diminimalisir.

Perlu untuk diperhitungkan juga bahwa biasanya tidak akan menjadi

masalah jika strata pendidikan suami lebih tinggi, tetapi akan timbul persoalan

apabila strata pendidikan istri lebih tinggi daripada strata pendidikan suami.

Apalagi jika seandainya prestasi akademis istri lebih unggul dibandingkan suami,

lebih-lebih jika istri menyindir persoalan yang menyangkut diri suami. 175 Oleh

sebab itu, secara khusus untuk para istri yang memiliki strata pendidikan yang

lebih tinggi dari suami, tetap perlu mengingat, menyadaridan menghayati peran

173
Bram Soei Ndoen, Family First (Jakarta: Yayasan Family First Indonesia, 2017) 16.
174
Singgih D. Gunarsa & Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan
Keluarga (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004) 133-123.
175
Hassan Syamsi Basya, Aku Cantik (Jakarta: Mirqat, 2009) 47.

77
suami sebagai kepala dalam rumah tangga. Sehingga tidak terjadi kekacauan

dalam rumah tangga.

Penyimpangan seksual

Setiap pasangan suami-istri haruslah menghormati seks dalam

pernikahannya. Sehingga dengan demikian, dapat memenuhi tugas dan tanggung

jawab masing-masing sebagai suami maupun istri dalam memenuhi kebutuhan

seksual mereka selama seluruh hidup perkawinan mereka. Lebih jauh lagi, Gilarso

menjelaskan secara detail mengenai pemenuhan kebutuhan biologis dalam

keluarga sebagai berikut:

Tegasnya, suami bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan seksual


istrinya. Dia harus secara teratur dan penuh rasa cinta membangkitkan
gairah istrinya untuk mengalami pengalaman seks yang lengkap, yaitu
orgasme. Demikian pula istri harus memenuhi kebutuhan seks suaminya.
Dia mesti secara teratur dan penuh rasa cinta berusaha menghantarkan
suaminya pada pengalaman seks yang lengkap, klimaks atau orgasme.176

Oleh sebab itu setiap suami atau istri memiliki kewajiban untuk memenuhi

kebutuhan dari pasangan masing-masing (1 Kor. 7 : 3-4), bukan karena paksaan

namun karena kasih, yaitu menikmati kasih karunia yang Allah anugerahkan bagi

mereka sebagai pasangan suami-istri.

Adanya pihak ketiga

Oleh sebab itu, penting bagi calon suami-istri yang akan menikah untuk

mengerti sejak awal konsep pernikahan yang terdapat dalam Kejadian 2 : 24:

176
T. Gilarso, Membangun Keluarga Kristiani (Yogyakarta: Kanisius, 2010) 103.

78
“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu

dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” Meninggalkan orang

tua bukan berarti tidak menghargai atau menghormati orang tua, namun

merupakan kewajiban sebagai keluarga yang baru.

Solusi ini akan menjadikan pasangan suami-istri menjadi lebih dewasa.

Pasangan suami-istri yang tinggal di rumah sendiri, tentu akan mengalami

kemandirian dalam mengambil keputusan, dan akan terhindar dari

ketidakharmonisan yang diciptakan karena campur tangan yang berlebihan dari

orang tua.

Hasil Analisis Komparatif

Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan perbandingan antara pernikahan

Kristen pada umumnya dengan pernikahan Kristen yang harmonis. Sehingga

dengan demikian dapat terlihat perbedaan antara pernikahan Kristen yang umum

dengan pernikahan Kristen yang harmonis. Karena pernikahan Kristen belum

tentu memiliki keharmonisan di dalamnya, sehingga dalam hal ini, peneliti

membedakan antara pernikahan Kristen pada umumnya dengan pernikahan

Kristen yang harmonis

Pernikahan Kristen pada umumnya, memiliki beberapa persamaan mendasar

dengan pernikahan Kirsten yang harmonis. Persamaan itu ialah sama-sama

diberkati oleh Allah melalui perantaraan gereja, dan disahkan juga oleh negara,

sama-sama diberkati oleh penumpangan tangan hamba Tuhan sebagai

representatif Allah, dan sama-sama diteguhkan atas firman Allah serta disahkan

79
dalam nama Bapa, Anak Allah dan Roh Kudus. Namun demikian, terdapat

perbedaan antara pernikahan Kristen dengan pernikahan Kristen yang harmonis,

yaitu pemahaman dan pemaknaan terhadap firman Allah.

Pernikahan Kristen perlu dibangun di atas dasar firman Allah, pemahaman

akan firman Allah merupakan pembeda dari dasar pernikahan Kristen yang

harmonis dengan pernikahan Kristen pada pada umumnya. Membangun

pernikahan atas dasar firman Allah tidak hanya pada saat kegiatan pemberkatan

dan peneguhan nikah semata, melainkan sepanjang jalan pernikahan tersebut,

haruslah dibangun atas dasar firman Allah.

Pernikahan Kristen yang kurang dalam pemahaman terhadap firman Allah

akan mengakibatkan dangkalnya pengenalan akan Allah, tidak memahami dengan

benar makna pernikahan serta tidak mengerti tugas dan fungsi masing-masing

dalam pernikahan.

Pengenalan Akan Allah

Semakin mengenal Allah melalui firman Allah, maka semakin mengerti dan

mengalami kasih, karena Allah adalah kasih. Sehingga dengan demikian semakin

mampu untuk menjalani pernikahan dengan landasan kasih. Pengenalan akan

Allah sangat menentukan pernikahan Kristen tersebut memiliki kasih atau tidak.

Ketika pernikahan Kristen memiliki pengenalan akan Allah tentu akan

membuat masing-masing pasangan suami-istri memiliki kasih kepada Allah yang

di dalamnya terdapat rasa takut serta taat kepada Allah. Ketika pasangan suami-

istri hidup mengasihi Allah, maka kasih akan Allah itulah yang memampukan

80
masing-masing suami-istri untuk saling mengasihi dengan kasih Allah yang tanpa

syarat dan tak berkesudahan.

Namun banyak pernikahan Kristen dewasa ini pada kenyataannya tidak

memiliki kedewasaan rohani dalam pengenalan akan Allah. Penyebabnya ialah

banyak pernikahan Kristen tidak aktif mengikuti ibadah secara universal bersama

dengan jemaat Tuhan lainnya, serta ibadah secara lokal di dalam pernikahan itu

sendiri. Sehingga dengan demikian kurangnya waktu dalam mempelajari

kebenaran firman Allah yang mengakibatkan kurangnya pemahaman akan firman

Allah serta dangkalnya pengenalan akan Allah. Akibat dangkalnya pengenalan

akan Allah, maka yang terjadi ialah tidak adanya kasih di dalam pernikahan

Kristen.

Pernikahan Kristen yang tidak memiliki kasih yang sesungguhnya, maka

tidak akan bisa bertahan, apalagi menjadi pernikahan Kristen yang harmonis. Oleh

sebab itu, sangat penting sekali pernikahan Kristen memiliki pengenalan akan

Allah, agar dapat mengerti kasih yang sesungguhnya, karena kasih yang

sesungguhnya hanya ada di dalam Allah, karena Allah adalah kasih. Bukti kasih

Allah terlihat jelas di dalam pengorbanan Yesus Kristus.

Dalam Efesus 5 : 22 – 33, pengorbanan Yesus bagi keselamatan jemaat

menjadi landasan utama dalam membangun pernikahan. Pernikahan

membutuhkan pengorbanan untuk menyelamatkan pernikahan Kristen.

Pengorbanan itulah bukti kasih Yesus, dan pasangan suami-istri yang mengerti

pengorbanan ini, akan sangat mengerti kasih yang sesungguhnya, yaitu rela

berkorban. Ketika masing-masing pasangan suami-istri mengerti kasih yang

81
sesungguhnya, yaitu kasih Allah yang rela berkorban, maka di dalam pernikahan

Kristen tersebut terdapat kerelaan untuk berkorban, kesetiaan, serta senantiasa

memberi pengampunan. Ketika pengejawantahan kasih ini terjadi dalam

pernikahan, maka pernikahan Kristen tersebut menjadi pernikahan Kristen yang

harmonis.

Makna Pernikahan Kristen

Dewasa ini banyak terdapat pernikahan Kristen yang hancur dan jatuh ke

dalam perceraian. Penyebabnya ialah banyaknya pernikahan Kristen yang tidak

memahami makna dari pernikahan Kristen itu sendiri. Hal ini dibuktikan dengan

adanya pasangan yang dinikahkan secara Kristen melaksanakan pernikahan

karena tuntutan ekonomi, tuntutan masyarakat, atau mungkin karena sudah

melakukan hubungan seksual, atau pertimbangan-pertimbangan lainnya,177 namun

tanpa adanya pemahaman yang jelas mengenai makna dari pernikahan Kristen itu

sendiri.

Banyak pernikahan Kristen karena hanya menginginkan pernikahan yang

diakui dan disahkan di hadapan gereja dan negara, akhirnya bisa menjadi gagal

fokus. Melakukan pemberkatan nikah di gereja namun hanya untuk kegiatan

upacara semata, tetapi tidak mengerti apa makna dari sebuah pernikahan Kristen,

karena yang penting ialah sudah mendapat status sah dari gereja dan negara.

Pernikahan Kristen yang kurang memahami firman Allah akan menjadi

pernikahan yang tanpa arah dan tujuan. Seperti halnnya musik yang

177
Bimantoro Elifas, Jangan Menikah! (Jika Takut Masalah), dalam Tabloit Reformata
Edisi 122, Januari (Jakarta: Yayasan Pelayanan Media Antiokhia, 2010) 29.

82
membutuhkan partitur agar tetap terarah, sebab jika tidak adanya partitur, maka

tidak akan diketahui musik apa yang akan dimainkan. Terlebih lagi pernikahan

membutuhkan firman Allah, karena firman Allah merupakan pedoman yang benar

agar pernikahan Kristen dapat mengerti dan memahami dengan benar makna dari

pernikahan Kristen itu sendiri.

Pernikahan Kristen harus benar-benar memaknai pernikahan Kristen itu

sendiri. Mengerti bahwa pernikahan Kristen berasal dari Allah. Memaknai bahwa

pernikahan Kristen berasal dari Allah artinya mengerti bahwa Allah memiliki

tujuan di dalamnya, dan pernikahan Kristen tersebut harus dipertanggung-

jawabkan kepada Allah sebagai pemilik dari pernikahan tersebut.

Memaknai pernikahan Kristen dengan menyadari tujuan Allah serta sadar

terdapat tanggung jawab di dalamnya dalamnya ialah memiliki pengertian bahwa

pernikahan Kristen ada untuk memuliakan nama-Nya sebagai duta Allah untuk

memberitakan kasih-Nya kepada dunia. Pernikahan Kristen yang dapat memaknai

bahwa pernikahan Kristen ada untuk memuliakan Allah, maka terdapat rasa takut

akan Allah di dalamnya, rasa untuk mengasihi Allah dan rasa untuk menaati Allah

senantiasa. Dengan demikian, maka sangat tidak akan mungkin melakukan hal-hal

yang tidak berkenan di hadapan Allah.

Posisi Suami-istri Dalam Pernikahan

Banyak terjadi disfungsi di dalam pernikahan Kristen sekarang ini, hal ini

dikarenakan masing-masing tidak menyadari posisi masing-masing sebagai

suami-istri. Sebagai contoh, suami merasa diri sebagai pemimpin, membuatnya

83
bertindak sesuka hati, istri tidak terima di pimpin suami, membuatnya bertindak

untuk menguasai suami. Pernikahan Kristen seperti ini bukanlah pernikahan

Kristen yang harmonis. Ibaratkan kaki yang menjalankan tugas tangan, dan tangan

yang menjalankan tugas kaki. Keadaan seperti ini bukanlah keadaan yang

harmonis melainkan keadaan yang tak sedap dipandang, aneh dan kacau.

Oleh sebab itu, pernikahan Kristen sangat perlu untuk memiliki pemahaman

yang benar akan Firman Allah, yang memberikan petunjuk yang jelas posisi

masing-masing dalam pernikahan. Untuk itu pernikahan Kristen harus terlebih

dahulu memahami posisi Allah dalam pernikahan. Allah harus ditempatkan

sebagai Kepala dalam pernikahan yang menjadi komando serta menjadi fokus

dalam pernikahan.

Menempatkan Allah sebagai Kepala artinya mau menaati serta mengikuti

Allah sebagai pemimpin dalam pernikahan. Seperti alat musik yang dimainkan

sesuai fungsinya masing-masing sesuai dengan perintah dari konduktor untuk

menghasilkan suara yang indah, demikianlah pernikahan akan menjadi harmonis

ketika suami-istri menjalani tugas dan fungsinya masing-masing secara

proporsional, sesuai dengan apa yang telah Allah desain dari sejak semula demi

tujuan yang telah Allah tetapkan.

Interpretasi

Interpretasi merupakan bagian di mana peneliti akan menyampaikan apa

yang menjadi pemahaman setelah melihat hasil analisis deskriptif dan analisis

komparatif. Oleh sebab itu, pada bagian ini peneliti akan memaparkan pendapat

84
atau penafsiran yang peneliti hasilkan berkaitan dengan pernikahan Kristen yang

harmonis serta kontribusinya dalam memberikan solusi bagi ketidakharmonisan

pernikahan Kristen.

Pernikahan Kristen adalah lembaga yang disahkan oleh Allah melalui gereja

dan negara. Lembaga ini merupakan jenis hubungan yang paling intim di antara

semua jenis hubungan antar manusia. Pernikahan Kristen diharapkan mampu

menjadi wakil Allah, yaitu untuk mengerjakan rencana besar Allah. Dari sejak

awal pernikahan Kristen diciptakan oleh Allah, pernikahan Kristen telah dijadikan

oleh Allah sebagai mitra-Nya di dunia. Allah sampai sekarang tetap konsisten

ingin memakai pernikahan Kristen untuk menjadi rekan sekerja-Nya dalam

menyatakan kasih-Nya bagi dunia. Bahkan Allah mau memakai pernikahan

Kristen untuk pekerjaan yang mulia, yaitu menjadi representatif hubungan antara

Kristus dan gereja.

Allah begitu menaruh perhatian lebih kepada pernikahan, dan pernikahan

mendapat tempat yang khusus di hati Allah. Allah mau memakai pernikahan

Kristen untuk menjadi contoh dan teladan bagi pernikahan-pernikahan lainnya di

dunia demi kemuliaan nama-Nya. Namun hal ini tidak serta-merta terjadi, karena

fakta berbicara bahwa banyak pernikahan Kristen bukannya mempermuliakan

nama Allah, tetapi malah mempermalukan nama Allah.

Hal ini dibuktikan dengan maraknya perceraian yang terjadi di kalangan

pernikahan Kristen. Pernikahan Kristen yang seharusnya menjadi contoh dan

teladang, serta harus tampil beda, tetapi malah menjadi sama dengan pernikahan

85
lainnya. Pernikahan Kristen yang demikian dikarenakan tidak terjadinya

keharmonisan di dalam pernikahan Kristen tersebut.

Ketidakharmonisan ini pada dasarnya terjadi karena kurangnya pemahaman

yang benar dan mendalam terhadap firman Tuhan, karena pernikahan Kristen

yang harmonis terdapat kasih, tujuan serta keserasian di dalamnya. Pernikahan

Kristen tidak akan pernah memiliki ketiga hal ini, jika tidak memahami firman

Tuhan dengan baik dan benar, karena kesemuanya ini hanya terdapat di dalam

firman Tuhan.

Kasih adalah hal mendasar yang dibutuhkan dalam pernikahan Kristen

untuk menjadi pernikahan Kristen yang harmonis. Kasih yang sesungguhnya ini

hanya akan didapati setiap pribadi dari suami-istri ketika mengenal pribadi Allah

dengan benar. Pengenalan akan Allah yang adalah kasih, akan menyadarkan

pasangan suami-istri mengenai betapa besar dan tak terbatasnya kasih Allah bagi

pribadinya, akan menyadari bahwa harus senantiasa hidup di dalam kasih tersebut.

Kasih inilah yang memampukan setiap pasangan untuk saling mengampuni

yang menciptakan rasa saling percaya, rela berkorban, mendidik anak dalam

kasih, dan melakukan tugas dan kewajiban dalam memenuhi kebutuhan pasangan

yang menghindari dari bahayanya penyimpangan seksual. Pernikahan Kristen

yang hidup di dalam kasih Allah, dengan mengejawantahkan kasih itu dalam

hubungan pernikahannya, akan menjadi pernikahan Kristen yang harmonis.

Tujuan adalah penggerak dari pernikahan Kristen, ke arah mana pernikahan

Kristen tersebut bergerak, tujuanlah yang mengarahkannya. Tujuan ini hanya

dapat dimengerti ketika pernikahan Kristen dapat memahami makna dari

86
pernikahan Kristen tersebut. Memahami siapa yang menciptakan, bagaimana

diciptakan, serta mengapa diciptakan.

Tujuan dari pernikahan Kristen adalah tujuan dari Allah sebagai Pencipta

pernikahan tersebut. Pencipta pernikahan adalah Alah sendiri, pernikahan

diciptakan dari laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh Allah, untuk tujuan

yang telah Allah tetapkan. Tujuan dari pernikahan adalah untuk memuliakan

Allah sebagai cara untuk mempertanggungjawabkan pernikahan tersebut kepada

Allah. Memahami tujuan Allah yang besar bagi pernikahan akan memberikan

kesadaran bagi setiap pasangan suami-istri untuk menempatkan pernikahan

sebagai prioritas utama.

Keserasian sangat diperlukan oleh pernikahan Kristen untuk menjadi

pernikahan Kristen yang harmonis. Keserasian ini akan membuat pernikahan

Kristen menjadi indah dilihat dan elok untuk dipandang. Allah sangat

menginginkan keserasian dalam pernikahan Kristen. Oleh sebab itu, sangat

penting bagi pasangan suami-istri untuk menyadari posisinya masing-masing

dalam pernikahan, serta menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing.

Kesadaran ini harus dimulai dari kemauan untuk menempatkan Allah

sebagai Kepala dalam pernikahan. Dengan menempatkan Allah sebagai Kepala

dalam pernikahan, itu artinya mau menaati apa yang Allah perintahkan sesuai

dengan kebenaran firman Allah, sehingga pernikahan tidak berjalan sesuai dengan

ego masing-masing. Perintah Allah sangatlah jelas bahwa suami yang menjadi

kepala, sehingga istri tidaklah diperbolehkan untuk menguasai suami, meskipun

memiliki status pendidikan yang lebih tinggi ataupun gaji yang lebih besar.

87
Banyaknya kegagalan dalam pernikahan Kristen dewasa ini ialah karena

kurangnya pemahaman akan firman Allah. Sehingga dangkalnya pengenalan yang

dalam akan Allah yang mengakibatkan tidak ada kasih di dalam pernikahan, tidak

mengerti makna pernikahan yang membuat pernikahan menjadi tanpa arah dan

tujuan yang jelas, tidak adanya pemahaman akan tugas dan fungsi masing-masing

yang mengakibatkan kekacauan di dalam pernikahan.

Pernikahan Kristen yang memahami firman Allah, harus menghayati serta

melakukan firman Allah agar dapat menjadi pernikahan Kristen yang harmonis.

Seperti musik tidak akan menghasilkan bunyi yang indah jika hanya mengetahui

dan memahami partitur tanpa memainkan alat musiknya. Begitu juga dengan

pernikahan, selain penting untuk memahami firman Allah, pernikahan Kristen

harus mau melakukan firman Allah agar bisa menghasilkan pernikahan Kristen

yang harmonis.

Karena pada kenyataannya bahwa banyak pernikahan Kristen yang menjadi

pelayan-pelayan Tuhan, dan notabene mengetahui kebenaran firman Tuhan, tetapi

tidak harmonis bahkan hancur berantakan karena tidak mau menaati firman Allah.

Pernikahan Kristen seperti ini bukanlah pernikahan Kristen yang harmonis, tetapi

pernikahan yang kacau dan mempermalukan umat Kristen serta mempermalukan

Allah sendiri.

Oleh sebab itu, penting sekali bagi pernikahan Kristen untuk memiliki

pemahaman yang benar akan firman Allah, serta kemauan untuk tunduk dan taat

terhadap firman Allah tersebut. Ketaatan akan firman Allah di dalam pernikahan

akan menjadikan pernikahan tersebut menjadi pernikahan Kristen yang harmonis,

88
yaitu pernikahan yang indah, berkenan di hadapan Allah dan sesama, serta

menjadi pernikahan yang memuliakan nama Allah.

Kesimpulan Analisis

Pernikahan Kristen yang harmonis adalah pernikahan Kristen yang berbeda

dari pernikahan Kristen pada umumnya. Banyaknya terdapat perceraian di dalam

pernikahan Kristen dikarenakan pernikahan Kristen tersebut tidak bisa menjadi

pernikahan Kristen yang harmonis.

Pernikahan kristen yang harmonis adalah pernikahan Kristen yang memiliki

pengenalan yang benar akan Allah, memaknai makna pernikahan Kristen dengan

tepat dan menjalankan tugas dan fungsinya sesuai posisi masing-masing secara

proporsional. Pernikahan Kristen yang harmonis, akan tercapai apabila terdapat

pemahaman yang benar akan firman Allah, serta kemauan untuk tunduk dan taat

terhadap otoritas kebenaran firman Allah.

Pengenalan akan Allah memberikan kesadaran akan kasih Allah bagi diri

sendiri. Ketika pasangan suami-istri menyadari besarnya kasih Allah di dalam

kehidupan pribadi masing-masing, maka kasih itulah yang memampukan masing-

masing suami-istri untuk mengasihi Allah, dan saling mengasihi dengan kasih

Allah.

Memaknai pernikahan Kristen yang benar memberikan pemahaman bahwa

pernikahan Kristen itu berasal dari Allah, maka pernikahan Kristen itu adalah

milik Allah. Allah memiliki tujuan dalam pernikahan Kristen, yaitu untuk

89
memuliakan Allah dengan mewartakan kasih Allah bagi dunia. Selain menyadari

ada tujuan Allah di dalam pernikahan, menyadari juga bahwa pernikahan itu harus

dipertanggungjawabkan kepada Allah, sehingga dengan demikian yang dilakukan

ialah menyenangkan pasangan, bukan menyakiti pasangan dalam setiap perkataan

dan perbuatan di dalam setiap tempat, waktu, kondisi dan keadaan.

Pernikahan Kristen akan menjadi sangat indah ketika masing-masing

pasangan suami-istri mampu menyadari posisi masing-masing dalam pernikahan

serta menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing secara proporsional.

Pernikahan Kristen yang demikian adalah pernikahan Kristen yang harmonis.

Ketika setiap pernikahan Kristen memahami ketiga hal ini, maka

kelangsungan pernikahan Kristen akan berlangsung sangat indah, kuat dalam

menghadapi berbagai macam tantangan dan persoalan, serta menjadi pernikahan

Kristen yang harmonis, sesuai kehendak Allah serta berkenan di hadapan Allah

dan sesama.

Implikasi

Pernikahan Kristen yang harmonis merupakan kerinduan Allah bagi setiap

pernikahan Kristen. Oleh sebab itu, pada bagian ini peneliti akan memaparkan

implikasi teologis dari pemahaman mengenai pernikahan Kristen yang harmonis.

Implikasi ini tercipta setelah menyadari makna dan pentingnya pernikahan Kristen

yang harmonis.

Eksistesi pernikahan Kristen di dunia tidak bisa beridiri sendiri, pernikahan

Kristen memiliki keterikatan dengan Allah. Hal ini dikarenakan pernikahan

90
Kristen itu sendiri diciptakan oleh Allah dan Allah memiliki tujuan di dalamnya.

Pernikahan Kristen merupakan reprensentatif Allah untuk menyatakan kasih-Nya.

Keintiman pernikahan Kristen adalah gambaran dari hubungan intim antara

Kristus dan gereja. Oleh sebab itu pernikahan Kristen haruslah bergerak sesuai

dengan petunjuk dan arahan Allah.

Pernikahan Kristen adalah lembaga Allah, gereja pun adalah lembaga Allah.

Oleh sebab itu, gereja sebagai lembaga Allah diberi tugas untuk menaungi

pernikahan Kristen yang Allah percayakan, harus memberikan perhatian khusus

terhadap pernikahan Kristen. Karena pada dasarnya, kelangsungan dari

pernikahan Kristen merupakan tanggung jawab dari gereja juga.

Pemahaman akan firman Tuhan mengenai pernikahan Kristen yang

harmonis benar-benar haruslah dimengerti dan dihidupi oleh setiap pasangan

Kristen, sebab jika tidak demikian, pernikahan Kristen akan sama saja halnya

dengan pernikahan pada umumnya. Oleh sebab itu, gereja perlu berpikir dan

bekerja keras untuk hal ini. Memaparkan kebenaran firman Tuhan harus dimulai

sedini mungkin di dalam gereja bagi pernikahan Kristen. Cara paling efektif yang

bisa dilakukan yaitu dengan mengadakan konseling pernikahan, baik konseling

pra-nikah, maupun konseling pasca-nikah

Keseriusan ini harus direalisasikan melalui membentuk bidang pastoral

yang secara khusus menangani konseling pernikahan. Selain itu, gereja juga

sangat perlu keseriusan dalam menyusun materi yang jelas, serta pengaturan

waktu yang ideal. Hal ini dimaksudkan agar konseling yang dilaksanakan benar-

91
benar membuat pasangan Kristen mengerti dan memaknai pernikahan Kristen

yang harmonis.

Konseling pernikahan haruslah dibagi menjadi dua, yaitu konseling pra-

nikah dan konseling pasca-nikah. Konseling pra-nikah bertujuan untuk

mempersiapkan pasangan yang akan menikah dengan materi yang bertujuan

membuka pemahaman yang lebih luas dan dalam mengenai pernikahan Kristen

yang harmonis. Sedangkan konseling pasca-nikah bertujuan untuk mendampingi

dan mendewasakan pernikahan Kristen dalam menjalani bahtera pernikahan

Kristen yang harmonis.

Selain dengan pengadaan konseling pernikahan, gereja juga perlu

memasukan materi-materi mengenai pernikahan di dalam setiap penyampaian

firman Tuhan dalam ibadah-ibadah atau mengadakan seminar-seminar bagi

pasangan suami-istri untuk semakin memperdalam pemahaman akan firman

Tuhan. Sehingga dengan demikian dapat memberikan pemahaman yang jelas

mengenai pernikahan Kristen yang harmonis.

Selain menjadi tugas gereja dalam mendewasakan pernikahan melalui cara-

cara di atas, umat Kristiani haruslah bertanggung jawab atas pernikahannya

masing-masing. Tanggung jawab ini merupakan tanggung jawab kepada Tuhan

sebagai pemilik pernikahan itu sendiri, dan tanggung jawab kepada gereja yang

adalah representatif Allah untuk mengesahkan pernikahan, serta kepada keluarga

dan masyarakat luas sebagai bagian dari negara yang melihat dan turut ambil

bagian dalam menikmati pernikahan tersebut.

92
Oleh sebab itu, merupakan tanggung jawab setiap suami-istri untuk

mendewasakan pernikahannya. Langkah sederhana yang bisa dilakukan yaitu

dengan mengadakan ibadah atau kebaktian di rumah setiap harinya agar terdapat

kedewasaan rohani dalam keluarga. Bila dibandingkan dengan tinggkat perceraian

yang tinggi saat ini, statistik-statistik menunjukkan kenyataan bahwa anggota-

anggota keluarga yang mengadakan kebaktian keluarga, akan lebih dipersatukan

dalam kasih dan memiliki pengertian yang dalam serta luas terhadap firman

Tuhan.

Menurut sebuah penelitian tentang perkawinan-perkawinan Kristen yang

dibuat oleh Dr. Pitirim Sorokin dari Universitas Harvard, “Dalam keluarga-

keluarga yang setiap hari mengadakan pelajaran Alkitab dan berdoa, hanya ada 1

perceraian dari setiap 1.015 pasangan.” 178 Hal ini semakin mendukung apa yang

menjadi pemahaman peneliti bahwa kedewasaan rohani sebuah pernikahan dalam

mengerti dan memaknai makna firman Allah sangat menentukan keharmonisan

dari pernikahan tersebut.

Suatu kebaktian keluarga bukanlah suatu pengalaman misterius, melainkan

suatu pengalaman yang sangat sederhana dan praktis, di mana seluruh anggota

keluarga membaca Alkitab untuk semakin dewasa dalam pemahaman terhadap

Firman Tuhan, dan berdoa bersama untuk kekuatan keluarga. Hal ini harus

dilakukan secara intensif, sehinga pernikahan Kristen pertumbuhan secara intens

dalam pemahaman akan firman Allah dan menjadi pernikahan Kristen yang

harmonis.

178
Tim LaHaye, Kebahagiaan Pernikahan Kristen (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2002)
47.

93
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan apa yang menjadi kesimpulan

peneliti setelah melakukan kajian secara teologis terhadap apa yang dimaksud

dengan pernikahan Kristen yang harmonis dan kontribusinya bagi kelangsungan

pernikahan Kristen.

Oleh sebab itu, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti

melalui proses analisis terhadap topik pernikahan Kristen yang harmonis, maka

peneliti memberikan kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, pernikahan Kristen yang harmonis berbeda dengan pernikahan

Kristen pada umumnya. Pernikahan Kristen yang pada umumnya belum tentu

harmonis, bahkan sangat rentan mengalami perceraian. Hal ini dikarenakan oleh

beberapa hal, baik dari pihak pribadi yang menikah dengan alasan menikah yang

tidak benar dan tidak mendewasakan pernikahan, maupun dari pihak gereja yang

kurang dalam memberi perhatian terhadap pernikahan Kristen.

Kedua, pernikahan Kristen yang harmonis terdapat pengenalan akan Allah

di dalamnya, memaknai makna pernikahan Kristen yang sebenarnya, serta

kesadaran akan posisi masing-masing, akan menjadikan kelangsungan pernikahan

Kristen hidup dalam kasih, tujuan yang jelas dan keserasian dalam menjalankan

tugas dan fungsi sebagai pasangan suami-istri.

94
Saran

Pada bagian ini peneliti akan memaparkan apa saja yang menjadi saran dari

peneliti setelah melakukan analisis. Oleh sebab itu, berdasarSkan hasil penelitian

skripsi megenai “Kajian Teologis mengenai pernikahan Kristen yang harmonis,

sebagai kontribusi bagi kelangsungan pernikahan Kristen” maka peneliti

merekomendasikan atau menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

Pertama, peranan gereja sangat penting dalam membentuk pernikahan

Kristen menjadi pernikahan Kristen yang harmonis. Oleh sebab itu gereja harus

membentuk bidang pelayanan khusus di dalam pelayanan pastoral yang ada di

gereja, yang berfokus pada pernikahan Kristen. Tujuannya agar dapat membuat

materi yang digunakan dalam konseling pernikahan, baik konseling pra-nikah

maupun konseling pasca-nikah. Selain dalam pembuatan materi, sangat

diperlukan orang-orang yang dikhususkan untuk memberikan konseling pada saat

jemaat yang dalam pernikahannya tidak mampu menghadapi sendiri dan

membutuhkan konseling.

Kedua, orang-orang yang dikhususkan bagi pelayanan konseling

pernikahan, perlu untuk diikutsertakan dalam pelatihan-pelatihan konseling, agar

pelayanan menjadi lebih maksimal.

Ketiga, gereja perlu mengadakan penyampaian khotbah atau seminar-

seminar dengan topik-topik seputar pernikahan Kristen secara kontinu. Agar

kelangsungan pernikahan Kristen semakin harmonis dari hari ke hari.

95
DAFTAR PUSTAKA

A., Sukma N. 2005. Menguak Identitas Barumu. Jakarta: Mizan.

Abineno, J.L. Ch. 2003. Tafsir Alkitab – Surat Efesus. Jakarta: BPK Gunung

Mulia.

_____________. 2009. Buku Katekisasi Sidi: Nikah, Peneguhan dan

Pemberkatannya. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Adeney, Bernard T. 2004. Etika Sosial Lintas Budaya. Yogyakarta: Kanisius.

Ardhi, I Wayan, dkk. 2016. Konflik dan Kekerasan Komunal. Yogyakarta:

Deepublish.

Arthur, Kay. 2000. A Marriage Without Regrets. Eugene: Harvest House

Publisher.

Basya, Hassan Syamti. 2009. Aku Cantik. Jakarta: Mirqat.

Chan, Francis & Lisa Chan. 2015. You And Me Forever: Pernikahan Dalam

Terang Kekekalan. Jogyakarta: Katalis Media & Literature - Yayasan

Gloria.

Cornish, Rick. 2007. 5 Menit Teologi – Kebenaran Maksimum Dalam Waktu

Minimum (Bandung: Pionir Jaya.

x
Crampton, W. Gary. 2007. Verbum Dei – Alkitab: Firman Allah. Surabaya:

Momentum.

Darmawijaya. 2011. 12 Pola Keluarga Beriman. Yogyakarrta: Kanisius.

Daugherty, Billy Joe. 1991. Building Strongers Marriages and Families – Making

Your House a Home. Tulsa: Harrison House Publisher.

Dawn, Marva J. 2008. Truly The Community – Menjadi Gereja Sejati Menurut

Roma 12. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Dister, Nico Syukur. 2007. Pengatar Teologi. Yogyakarta: Kanisius.

Elifas, Bimantoro. 2010. Jangan Menikah! (Jika Takut Masalah), dalam Tabloit

Reformata Edisi 122, Januari. Jakarta: Yayasan Pelayanan Media Antiokhia.

Eminyan, Maurice. 2010. Theology of the Family. Valleta: Xavier House.

________________ 2010. Teologi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius.

Emzir. 2016. Merodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Esanbor, Mary. 2010. What Is The Purpose of Marriage. USA: Xlibris

Corporation.

Evans, Tony. 2016. Kingdom Marriage: Connecting God’s Purpose with Your

Pleasure. Illinois: Tyndale House Publishers.

xi
Fajar, Dewanto Putra. 2016. Teori-teori Komunikasi Konflik: Upaya Memahami

dan memetakan Konflik. Malang: Universitas Brawijaya Press.

Geisler, Norman L. 2007. Etika Kristen – Pilihan dan Isu. Malang: Literatur

SAAT.

Gilarso, T. 2010. Membangun Keluarga Kristiani. Yogyakarta: Kanisius.

GP, Harianto. 2013. Pengantar Penelitian Biblika, Teologi dan Filsafat Agama.

Surabaya: Sekolah Tinggi Teologi Bethany.

Groenen, C. 1993. Perkawinan Sakramental – Anthropologi dan Sejarah Teologi,

Sistematik, Spiritual, Pastoral. Yogyakarta: Kanisius.

Gulo, W. 2002. Metodokogi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Gunarsa, Singgih D. & Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja

dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2004.

Hadiwardoyo, Al Purwa. 2011. Perkawinan Dalam Tradisi Katolik. Yogyakarta:

Kanisius.

Hardjana, Agus M. 2005. Religiositas, Agama & Spiritualitas. Yogyakarta:

Kanisius.

Harley, Willard F. 2010. Effective Marriage Counseling. Grand Rapids: Revell –

A Division of Baker Publishing Group.

House, H. Wayne. 1990. Divorce and Remarriage. Illinois: InterVarsity Press.

xii
Humble, Wanda & Victor S. Liu. 1997. Persiapan Pernikahan Menuju Rumah

Tangga Yang Bahagia. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Injili Indonesia.

Ihromi, T. O. 2013. Bunga Rampai Sosial Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Iswidharmanjaya, Derry & Junbilee Enterprise. 2016. Membuat Skripsi Dengan

OpenOffice.org Wrriter 2.0. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Jansen, Al. 2010. Pernikahan Anda: Sebuah Maha Karya Temukan Rancangan

Tuhan yang Menakjubkan untuk Kehidupan Anda Berdua. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama

Jonge, Christian de. 2008. Apa Itu Calvinime. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Jung, Joseph. 2014. Caracter Building II. Busan: Dongseo University.

Kopeuw, Pilipus M. 2017. Kompetensi dan Prodiktivitas Metodologi Penelitian

Agama Kristen – Suatu Pengantar. Jayapura: Sekolah Tinggi Agama

Kristen Portestan Negeri – STTAKPN.

Kostenberger, Andreas J., dan David W. Jones. God, Marriage and Family:

Rebuilding the Biblical Foundation. Illinois: Crossway.

Kustenmacher, Marion & Werner Tiki Kustenmacher. 2010. How To Simplifi

Your Love (Jakarta: Gagas Media.

xiii
LaHaye, Tim. 2002. Kebahagiaan Pernikahan Kristen. Jakarta: BPK. Gunung

Mulia.

LaHaye, Tim. 2002. Kebahagiaan Pernikahan Kristen. Jakarta: BPK. Gunung

Mulia.

Latif, H. S. M. Hassanudin. 1996. Biografi dan Pemikiran. Jakarta: Gema Insani

Press, 1996.

Lie, Tan Giok & Casthelia Kartika. 2012. Pria dan Wanita Menurut Perspektif

Alkitab. Bandung: Visi Anugerah Indonesia.

Liza, Fitri Liza Aryamega, Fekum Ariesbowo W. 2007. Let’s Get Married –

Panduan Lengkap Menuju Resepsi Pernikahan. Depok: Penebar Swadaya.

Lumintang, Stevri Indra & Danik Astuti Lumintang. 2016. Theologia Penelitian

& Penelitian Theologia. Jakarta: Geneva Insani Indonesia.

___________________________________________. 2017. Theologia Penelitian

& Penelitian Theologia, Cetakan kedua. Jakarta: Geneva Insani Indonesia.

MacGregor, Jarry. 2011. 1001 Fakta Mengejutkan Tentang Alkitab. Yogyakarta:

ANDI.

Meade, Starr. 2004. Training hearts Teaching Minds: Renungan Keluarga

Berdasarkan Katekismus Singkat Westminster. Surabaya: Momentum.

xiv
Mossholder, Roy. 1996. Pernikahan Plus – Penuntun Untuk Menciptakan

Kehidupan Pernikahan Yang sesuai Dengna Rencana Allah. Yogyakarta:

ANDI.

Muharto, & Arisandy Ambarita. 2016. Metode Penelitian Sistem Informasi:

Mengatasi Kesulitan Mahasiswa dalam Menyusun Proposal Penelitian.

Yogyakarta: Deepublish.

Nagiga, & Dian Ibung. 2009. Persiapan Haru Biru Mertua – Menantu: Tatkala

Harmoni Sulit Digapai. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Narbuko, Cholid & H. Abu Achmadi. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT

Bumi Aksara.

Noor, Juliansyah. 1993.Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi & Karya

Ilmiah. Yogyakarta: Kanisius.

Oshodi, Augustine S. 2014. Unknown Marriage – Find Out The Danger Of

Sexual and Emotional Intimacy and Its Remedy. Kissimmee Florida:

Augustine Oshodi Ministries.

Parrott III, Les & Leslie Parrott 2003. Selamatkan Pernikahan Anda Sebelum

Pernikahan Itu Dimulai. Jakarta: Immanuel.

Paulus, Yohanes. 2011. Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern. Yogyakarta:

Kanisius.

Phillips, Bob. 2007. Find It In The Bible. Jakarta: Immanuel.

xv
Pieloor, Freddy & Barbara Pieloor. 2010. Monogami Lebih Baik dari Poligami.

Jakarta: PT Elex Media Komputindo,

Putman, Jim dan teman-teman. 2016. DidcipleShift: Lima Perubahan Yang

Menolong Gereja Anda Membuat Murid Yang menghasilkan Murid.

Yogyakarta: Katalis Media & Literature - Yayasan Gloria.

Riduwan. 2015 Metode & Teknik Menyusun Proposal Penelitian: Untuk

Mahasiswa S-1, S-2 dan S-3. Bandung: Alfabeta.

Ronosulistyo, Hanny dkk._____. Dialog Keluarga Menuju Surga. Jakarta:

Grasindo.

Rosberg, Gary dan Barbara. 2014. Pernikahan Anti Cerai. Yogyakarta: ANDI.

Sairin, Winata & J. M. Pattiasina. 1996. Pelaksanaan Undang-undang

Perkawinan Dalam Perspektif Kristen. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.

Santoso, Joko Budi dkk. 2010. Pendidikan Religiositas: Mewujudkan Hidup

Beriman Dalam Masyarakat Dan Lingkungan Hidup – Untuk SMA/SMK

Kelas 3. Yogyakarta: Kanisius.

Sarwono, Jonathan. 2014. Teknik Jitu Memilih Prosedur Analisis Skripsi. Jakarta:

PT Elex Media Komputindo.

Schafer, Ruth & Freshia Aprilyn Ross. 2015. Bercerai Boleh atau Tidak?. Jakarta:

BPK. Gunung Mulia.

xvi
Sekolah Tinggi Teologi Tabernakel Indonesia. 2018. Buku Pedoman Penulisan

Karya Ilmial/Skripsi Sekolah Tinggi Teologi Tabernakel Indonesia.

Surabaya: STTIA..

Senduk, H.L. 1986. Pengetahuan Tentang Alkitab 1. Jakarta: Yayasan Bethel.

Setyosari, H. Punaji. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Dan Pengembangan –

Edisi Keempat. Jakarta: Prenada Media Group.

Simanjuntak, Bungaran Antonius. 2013. Harmonious Family – Upaya

Membangun Keluarga Harmonis. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Sirait, Bigman. 2011. Jawaban Inspiratif. Jakarta: Yayasan Pelayanan Media

Antiokhia – YAPAMA.

Siswanto, Anton. 2011. Passion to Your Words – Girls Edition. Bandung: Visi

Press.

Siyoto, Sandu & M. Ali Solidik. 2015. Dasar Metodologi Penelitian. Sleman:

Literasi Media Publising.

Smith, Freeman. 2012. Dayly Encouragement For Your Marriage – 100

Devotions and prayers. Tennessee: A Division of Worthy Media.

Soimin, Soedharyo. 2004. Hukum Orang dan Keluarga. Jakarta: Sinar Grafika.

xvii
Subakti. 2008. Sudah Siapkah Menikah? – Panduan Bagi Siapa Saja Yang

Sedang Dalam Proses Menentukan Hal Penting Dalam Hidup. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Subroto, Bambang. 2005. Professuinally Directing People. Jakarta: PT Elex

Media Komputindo.

Sugiyono. 2012. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sukhdeo, George. 2017. Preparing For And Fostering Harmony In Marriage.

Canada: Friesen Press.

Suprajitno, 2003. Asuhan Keperawatan keluarga – Aplikasi Dalam Praktik.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Syumanjaya, Bambang & Hanny Syumanjaya. 2009. Family Discovery Way –

Panduan Manajemen Keluarga Berkualitas. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Tarigan, Jacobus. 2017. Religiositas, Agama & Gereja Katolik. Jakarta: Grasindo.

Thatcher, Adrian. 2001. Celebrating Christian Marriage. British: British Library

Cataloguing-in-Publication Data.

Thomas, Gary L. 2007. The Joy of A Sacred Marriage – Insights and Reflections

From Sacred Marriage. Grand Rapids: Zondervan.

xviii
_____________. 2011. Sacred Marriage – Bagaimana Seandainya Tuhan

Merancangkan Pernikahan Lebih Untuk Menguduskan Kita Daripada

Untuk Menyenangkan Kita. Yogyakarta: Yayasan Gloria.

Tong, Stephen. 1991. Membesarkan Anak dalam Tuhan. Surabaya: Lembaga

Reformed Injili Indonesia.

____________. 2007. Keluarga Bahagia. Jakarta: LRII.

W. Ngir, Desefentison. 2013. Bukan Lagi Dua melainkan Satu – Panduan

Konseling Pranikah & Pascanikah. Bandung: PT. Visi Anugrah Indonesia.

Walgito, Bimo. 2009. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: ANDI.

Warren, Rick. 2002. The Purpose Driven Life – What on Earth Am I Here For.

Grand Rapids: Zondervan Publishing.

Wellem, F. D. 2009. Riwayat Hidup Singkat: Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja.

Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Widyarini, Nilam. _____. Menuju Perkawinan Harmonis. Jakarta: PT. Elex

Media Komputindo.

Widyarini, Nilam. 2009. Psikologi Pepuler: Menuju Perkawinan Harmonis.

Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Wijanarko, Jarot. 2017. Kidung Agung – Mempelai Ilahi. Jakarta: Keluarga

Indonesia Bahagia.

xix
Wisnubroto, A. P. _____. Kebahagiaan Perkawinan. _____.

Jurnal
Gunawan, Agung. Hamba Tuhan dan Keluarganya, dalam Jurnal Theologi

Aletheia Vol. 17 No. 8. Lawang: STT Aletheia. 2015

Skripsi

Linggi, Gabriela Gasing Allo. 2017. Hubungan Keharmonisan Keluarga dengan

Perilaku Kekerasan Dalam Berpacaran Pada Mahasiswa Universal Kristen

Satya Wacana. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Tampubolon, Paruhuan. 2016. Hubungan Keharmonisan Keluarga dengan Hasil

Belajar Pendidikan Agama Kristen Mahasiswa Kristen Pada Program Studi

Sistem Informasistmik IBBI Medan. Medan: LPPM STMIK IBBI.

Koran
Jawa Pos, tanggal 18 Februari 2018.

Kamus

Kamus Elektronik Inggris-Indonesia 2.04

KBBI Offline, V1.1

xx
Literatur Undang-Undang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan –

Pasal 1 dan Pasal 2.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan –

Bab II Pasal 7 Ayat 1.

Peraturan Menteri Agama no. 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah Bab IV

pasal 7.

Internet
https://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Tong

xxi
LAMPIRAN

Pada bagian lampiran ini, peneliti memaparkan mengenai topik-topik yang dapat
menjadi acuan bagi gereja dalam mengadakan konseling pra-nikah, beserta
dengan tujuan dari setiap materi tersebut. Materi ini merupakan materi yang
tersadi dalam buku Konseling Pranikah yang ditulis oleh Yakub B. Susabda dan
teman-temannya, diterbitkan pada tahun 2004 oleh Sekolah Tinggi Teologi
Reformed Injili Indonesia.

1. Mengapa menikah?

1) Memahami natur dan kebutuhan manusia untuk menikah.

2) Menolong setiap individu untuk menyadari apa yang sedang terjadi


dalam hidup mereka dan apa yang sedang mereka persiapkan
dengan mengikuti konseling pra-nikah ini.

2. Apa keunikan pernikahan Kristen?

1) Menolong setiap pasangan mengenal dan menghargai keunikan


pernikahan Kristen dan bangga dengan keunikan tersebut.

2) Menolong setiap pasangan menyadari perlunya mempertahankan


keunikan tersebut, dan bahkan menghidupinya sebagai identitas
kehidupan mereka.

3. Apa itu cinta?

1) Memahami natur dan peranan cinta yang dialami individu secara


pribadi; terutama untuk mengerti apakah perasaan khusus yang ada
terhadap pasangan adalah cinta.

2) Menolong individu yang akan menikah mengerti arti jatuh cinta


dan arti dari komitmen mengikatkan diri dengan pasangannya.

xxii
3) Memahami pentingnya anugerah kasih Allah yang mengabadikan
cinta.

4. Apa alasan anda mencintai pasangan anda?

1) Menolong pasangan menyusun strategi, karena menyadari adanya


hal-hal yang mungkin akan menjadi kendala dalam kelanjutan
hubungan mereka.

2) Menolong pasangan menyadari apa sebenarnya cinta yang


membekali mereka dengan keberanian untuk melanjutkan
hubungan.

3) Menolong pasangan meningkatkan kualitas cinta yang ada.

5. Apa perbedaan peran pria dan wanita dalam pernikahan?

1) Mengenali pasangan secara lebih baik melalui pemahaman akan


prbedaan natur pria dan wanita.

2) Memahami peran yang berbeda antara suami dan istri dalam


konsteks pernikahan yang Allah kehendaki

6. Mengapa komunikasi yang sehat diperlukan?

1) Menolong pasangan memahami natur komunikasi dan aspek-


aspeknya.

2) Menyadari sistem komunikasi yang sudah terbentuk dalam


kehidupan pasangan, supaya sistem komunikasi yang tidak sehat
dapat diperbaiki.

7. Apakah pentiingnya hubungan dengan orang tua dan atau mertua?

1) Memahami prinsip kebenaran Alkitab dalam hubungan antara anak


dengan orang tua/mertua.

xxiii
2) Menyadari sistem hubungan yang sudah terbentuk dan memikirkan
langkah-langkah perbaikan.

8. Mengapa perlu menjaga kekudusan seksualitas?

1) Menolong pasangan untuk menyadari realitas kemungkinan


terjadinya konflik dalam kehidupan mereka.

2) Menolong pasagan mulai belajar menghadapi atau mengatasi


konflik dengan cara yang sehat dan benar.

9. Bagaimana menghadapi konflik dan menyelesaikannya?

1) Menolong pasangan menyadari bahwa kebahagiaan dan


keberhasilan pernikahan sangat ditentukan oleh unsur kepribadian.

2) Menolong pasangan menyadari perlunya menyusun strategi yang


tepat untuk menyelesaikan masalah-masalah kepribadian.

10. Apa pentingnya kepribadian dalam pernikahan?

1) Menolong pasangan menyadari bahwa kebahagiaan dan


keberhasilan pernikahan sangat ditentukan oleh unsur
kepribadiannya.

2) Menolong pasangan menyadari perlunya menyusun strategi yang


tepat untuk menyelesaikan masalah-masalah kepribadian.

11. Apa kepentingan sistem pernikahan?

1) Menolong pasangan menyadari sistem yang sedang atau sudadh


terbentuk.

2) Menolong pasangan berani menyusun strategi demi membangun


sistem kehidupan yang lebih sehat.

xxiv
12. Bagaimana mempersiapkan pernikahan dan aspek-aspeknya?

1) Menolong setiap pasangan memahami dan menyadari persiapan


yang mereka perlukan menjelang hari pernikahan.

2) Menolong setiap pasangan memahami dan mempersiapkan diri


untuk menghadapi realitas pernikahan dengan aspek-aspeknya.

xxv

Anda mungkin juga menyukai