Anda di halaman 1dari 12

TEOLOGI PASTORAL

PENCARIAN METODE HERMENEUTIKA

NAMA-NAMA KELOMPOK 2 :
Quinsi Langkay
Santa Meruntu
Keysia Lengkey
Wasti Lendo
Vanesia Turangan
Trizna Rungkat
Fene Makal
Eunike Goni

DOSEN :
Pdt. Vera E. Burhan, M.Th

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TOMOHON


FAKULTAS TEOLOGI
TEOLOGI KRISTEN PROSTETAN
2021/2022
I. Teologi Pastoral
Apakah Teologi Pastoral itu? Boleh dikatakan bahwa: beberapa orang pendeta selalu
berteologi ketika mereka berefleksi atas tradisi teologis yang biasa mereka gunakan dalam
pelayanan mereka, sebagaimana mereka berefleksi atas situasi-situasi pastoral di mana
mereka berkecimpung, dan sebagaimana mereka berefleksi atas sifat-dasar dan pekerjaan dari
pelayanan mereka itu pada dirinya. Beberapa orang pendeta telah bekerja dengan kesadaran
akan dimensi-dimensi teologis dari pelayanan mereka, sedangkan beberapa teolog telah
bekerja dengan kesadaran akan dimensi-dimensi pastoral dari studi keilmiahan mereka. Tapi.
sebagaimana yang akan kita lihat dalam diskusi mendatang yang lebih terperinci mengenai
beberapa orang teolog Pastoral, dalam Gereja masa kini dirasakan adanya suatu kebutuhan
akan adanya suatu disiplin ilmu yang dapat menjembatani antara teori akademik dan praktik
pastoral. Disiplin tersebut merupakan suatu studi mengenai fenomena teologis kontemporer,
yang melakukan penelitian-penelitian teologis dan mengembangkannya guna menjawab
persoalan-persoalan teologis dan pastoral yang baru muncul, sehingga membantu kita di
dalam memahami pengalaman kita dan membimbing tindakan-tindakan kita. Metode
berteologi bagi perspektif pastoral diperlukan agar supaya pemahaman-pemahaman yang
didapat dari studi akademik dapat dipahami dalam dimensi-dimensi praktisnya dan dapat
berguna dalam kehidupan Gereja. Studi di bidang pastoral perlu diperluas dari suatu refleksi
mengenai pelayanan dan pekerjaan-pekerjaan Gereja kepada suatu refleksi mengenai
pekerjaan pelayanan Gereja secara menyeluruh, tradisi teologis yang digunakan dalam
pelayanan itu dan mengenai situasi pastoral di mana pekerjaan itu dilakukan. Maka ada
pencarian akan metode berteologi yang:
- pastoral, namun tidak terbatas pada studi mengenai teori dan praktik pelayanan
- teologis, namun tidak terbatas pada metode-metode dari disiplin-disiplin ilmu
akademik.
Teologi Pastoral seringkali dipahami sebagai studi mengenai teori dan praktik pelayanan.
Secara umum, disiplin semacam itu mengetengahkan alasan-alasan dan teknik-teknik dalam
rangka menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan mengapa dan bagaimana
menjadi pendeta yang efektif." Daerah-daerah studi di dalam disiplin semacam itu ditentukan
oleh pekerjaan pelayanan yang dilakukan oleh pendeta. Daerah-daerah itu misalnya terdiri
dari: konseling pastoral, homiletika, kateketika, liturgika, asketika, kasuistri, teologi moral,
misiologi, penginjilan, administrasi Gereja, dsb. Disiplin studi semacam itu barangkali
berguna bukan saja di dalam melatih para pelaksana Gereja tapi juga bagi semua yang
mungkin terlibat di dalam pekerjaan pastoral dari Gereja. Entah sebagai pelayan Gereja resmi
ataukah sebagai kaum awam. Teologi pelayanan ini berefleksi atas pekerjaan yang
seharusnya dilakukan oleh pendeta dan Gereja.
Tapi Teologi Pastoral juga telah dipahami dalam pengertian yang lebih luas sebagai studi
mengenai teologi atau mengenai pengalaman manusiawi dari sudut pandang kepentingan-
kepentingan pastoral. Penggunaan Teologi Praktika dalam penatalayanan Gereja dan
penyembuhan batin orang-orang telah dirasakan sebagai Kebutuhan. Hal itu berkaitan dengan
pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari kebutuhan-kebutuhan Gereja dan kebutuhan-
kebutuhan orang-orang kepada siapa pelayanan itu ditujukan. Juga telah dirasakan bahwa
metode-metode akademik di dalam mempelajari teologi tidak selalu berbicara langsung pada
kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan Gereja dan orang-orang yang
dilayaninya, dan oleh karenanya suatu metode pastoral di dalam berteologi diperlukan, bukan
hanya untuk mengisi jurang di dalam mendidik para pelayan tapi juga untuk mengisi jurang
di dalam studi teologi itu sendiri. Telah dirasakan bahwa metode praktikal, sebagaimana
metode-metode filosofikal, historikal, atau eksegetikal harus dilibatkan dalam studi teologi.
Arah yang berbeda-beda yang ditempuh dalam rangka pencarian akan suatu metode teologis
pastoral dalam pengertian yang luas ini, sebagai suatu disiplin ilmu yang menjembatani
teologi akademik dan teologi pelayanan, barangkali dapat digambarkan oleh karya dua orang
tokoh bersejarah yang menyediakan suatu latar belakang bagi pemahaman yang lebih baik
terhadap karya teolog-teolog Pastoral yang akan kita diskusikan. Cadwell Ch £.

 Friedrich Schletermacher (1768-1834)


menulis "Brief Outline of Ihe Study of Teology "pada tahun 1810, beberapa tahun
sesudah Maria Theresa, Kaisar Austria, mengorganisasi kembali studi teologi pada tahun
1777 dan menjadikan Teologi Pastoral sebagai subyek yang diakui di samping Teologi
Sistematik dan Historis di universitas-universitas berbahasa Jerman.” Konteks universitas
menuntut bahwa studi-studi teologis secara umum dan Teologi Pastoral secara khusus
didefinisikan dengan memperhitungkan baik disiplin-disiplin ilmu lainnya dari universitas
tersebut maupun pelayanan yang untuknya studi-studi itu dipersiapkan. Schleiermacher
mengatakan bahwa teologi adalah ilmu pengetahuan positif yang bagian-bagiannya
dihubungkan dengan keseluruhannya oleh ikatan bersama denagn suatu bentuk iman tertentu
Teologi didefinisikannya dengan mengacu kepada pengetahuan ilmu eksakta dan non-
eksakta bagi penatalayanan Gereja: Teologi Kristen, dengan demikian adalah bentuk dari
inisiatif ilmu pengetahuan eksakta dan seni. Suatu pedoman dari Gereja Kristen yang
harmonis, yaitu, suatu Penatalayanan Gereja Kristen, tidak mungkin tanpa pemilikan dan
penerapan bentuk kolektif ilmu pengetahuan tersebut.
Dia menegaskan bahwa iman Kristen dari individu maupun keluarga tidaklah
membutuhkan teologi Kristen. Dan dia menegaskan bahwa tanpa kaitannya dengan
penatalayanan Gereja, isi dari “studi-studi teologis” bukanlah teologi tapi ilmu-ilmu lainnya,
seperti filologi, histori, psikologi, atau etika:
Jurusan jurusan ilmu yang telah disebutkan, jika didapatkan dan dimiliki tanpa
kaitannya dengan penatalayanan Gereja, maka jurusan-jurusan itu akan
kehilangan karakter teologisnya, dan menjadi bagian dari ilmu-ilmu
pengetahuan, sesuai dengan sifat-dasar dari isi jurusan-jurusan tersebut, di
mana seharusnya jurusan-jurusan itu dapat digolongkan.
Maka dalam artian tertentu, teologi secara keseluruhan dapat dikatakan bersifat
pastoral, sejauh teologi itu didefinisikan sebagai perwujudan jurusan-jurusan ilmu
pengetahuan eksakta dan seni yang dibutuhkan bagi penatalayanan Gereja yang harmonis.
Teologi dapat ditempatkan di antara ilmu-ilmu pengetahuan positif dari universitas sejauh
prinsip formalnya adalah suatu bentuk iman tertentu dan bukan pengetahuan mengenai Allah.
Seorang teolog harus mengkombinasikan, dengan satu dan lain cara di dalam dirinya sendiri,
perhatian akan agama atau akan kesejahteraan Gereja dengan suatu semangat keilmuan.
Teologi harus memperhatikan teori dan praktik ilmu dan seni penatalayanan Gereja. Teologi
dapat dibagi dalam tiga cabang: Filsafati, Historika, dan Praktika. Teologi Filsafati
mempelajari agama-agama dan komunitas-komunitas religius sebagai akufitas dari pikiran
manusia, yang harus diterima sebagai fakta-fakta empiris yang menjadi subyek bagi studi
ilmu pengetahuan. Teologi Historika mempelajari setiap babak dalam waktu dan kaitannya
dengan ide kekristenan. Teologi Historika dikaitkan dengan etika, yang sebagai ilmu
pengetahuan mengenai prinsip prinsip sejarah, menyediakan alat-alat kritis untuk
mengevaluasi sejauh mana ungkapan sejarah itu benar bagi ide Kekristenan. Teologi
Historika berfungsi sebagai suatu verifikasi atas Teologi Filsafat dan sebagai suatu dasar bagi
Teologi Praktika: Teologi Historika, dengan demikian, merupakan bahan yang cocok dari
studi teologi: dan Teologi Historika dihubungkan dengan Ilmu Pengetahuan, yang secara
ketat disebut demikian, melalui Teologi Filsafat, dan dengan Kehidupan Kristen yang aktif
melalui Teologi Praktika.” Teologi Praktika harus memperhatikan teknologi penatalayanan
Gereja.
Teologi Filsafat adalah studi empiris dan kritis mengenai agama dan berbagai Gereja.
Teologi Filsafati dimulai dengan gagasan umum mengenai komunitas religius atau
persekutuan iman, memberi penilaian atas perbedaan-perbedaan yang dalam komunitas-
komunitas tersebut, sebagaimana sudah diberikan dalam kekristenan secara historis. Teologi
Filsafat mempelajari ide Kekristenan. penyimpangan-penyimpangannya dan manifestasi-
manifestasinya yang tak wajar. Teologi Filsafati meliputi Ilmu Apologetika, yang membela
kebenaran suatu ungkapan Kekristenan tertentu ke arah luar kepada orang-orang lain, dan
Ilmu Polemik yang memurnikan ungkapan Kekristenan ke arah dalam dan ditujukan kepada
Gereja. Metode dari Teologi Filsafat adalah bahwa fakta-fakta ditemukan dengan
penyelidikan empiris prinsip-prinsip dideduksikan oleh penalaran ilmiah, maknanya
ditentukan dengan metode yang kritis dan dimurnikan dengan penggunaan pragmatik.
Teologi Historika adalah ilmu pengetahuan sejarah mengenai masa kini yang
berdasarkan keberadaannya itu masa depan dikembangkan. Namun masa kini hanya dikenal
sebagai hasil dari masa lalu. Sehingga seseorang harus kembali ke asal mula Kekristenan,
ketika Kekristenan muncul dengan kemurnian yang tak tercampur, dan mempelajari
Kekristenan Primitif. Teologi Historika, oleh karenanya, meliputi di dalamnya: Teologi
Eksegetika. Sejarah Gereja, dan Sejarah Dogma. Dua koefisien dari studi ini adalah aspek
sosialnya dan aspek doktrinalnya. Studi masa kini mengenai Sejarah Gereja meliputi di
dalamnya: statistika Gereja, dogmatika Gereja, atau sistematika Gereja, karena ilmu-ilmu itu
memberi pengetahuan historis akan kondisi kekristenan masa kini. Schleiermacher
menyelidiki bahwa mereka yang disebut orang orthodoks cenderung berpegang erat pada apa
yang pada umumnya diakui, sedangkan orang yang heterodoks cenderung ingin meraih apa
yang pada umumnya belum diakui. Yang pertama mempertahankan sistem keagamaan dalam
keadaan stabil, sedangkan yang kedua mempertahankan sistem itu dalam keadaan mobil.
Orthodoksi yang salah bersifat ketinggalan zaman, sedangkan heterodoksi yang salah
menolak begitu saja apa yang secara baik telah ditanamkan dan berguna. Tapi baik
orthodoksi maupun heterodoksi dibutuhkan secara historis bagi perkembangan yang
progresif.
Teologi Praktika adalah bagi mereka yang tertarik dalam kesejahteraan Gereja dan
dengan semangat keilmuan. Teologi Filsafati dan Historis menunjukkan masalah-masalah
Gereja masa kini. Teologi Praktika menunjukkan cara-cara untuk menemukan masalah-
masalah itu atau untuk melaksanakan dengan lebih baik lagi apa yang seharusnya
dilaksanakan di dalam Gereja. Teologi Praktika merupakan aktivitas penuntun ke arah
keseluruhan Gereja dan oleh karenanya merupakan penatalayanan Gereja. Atau Teologi
Praktika adalah aktivitas penuntun ke arah jemaah setempat dan oleh karenanya merupakan
pelayanan Gereja. Schleiermacher mengatakan bahwa:
Masalah-masalah (dari Teologi Praktika) khususnya yang muncul di bagian
Penatalayanan Gereja, akan dirumuskan oleh orang yang telah mengembangkan
Teologi Filsafatinya sepenuhnya. Sedangkan metode-metode yang paling tepat
akan memunculkan dirinya sendiri kepada orang yang hidup di atas dasar
historis yang paling beragam di masa kini. Dan program-program yang
melaksanakan metode-metode itu seharusnya secara efektif dipromosikan oleh
(cocoknya) potensi alamiah dasar dan kebudayaan umum.
Pada tingkat jemaah setempat tujuan kebaktian adalah mengembangkan dan
menatalayani jemaah melalui sistem liturgi dan peraturan moral-moral. Prinsip-prinsip di
dalam memajukan kebaktian dapat dipelajari melalui homiletika dan liturgika yang diperluas.
Pelayanan pastoral diperluas kepada individu-individu yang belum menjadi anggota jemaah
itu, entah karena belum matang, kurang pertobatan, atau meninggalkan jemaah itu (tidak
datang-datang lagi ke Gereja). Kateketika dan Teori mengenai Misi dapat menjadi pokok-
pokok bahasan di bawah bagian rubrik Pelayanan Pastoral. Sebagai tambahan di dalam
mengusahakan teknologi pembinaan, penatalayanan dan pendampingan dalam kebaktian dari
jemaah setempat, Teologi. Praktika juga harus berkaitan dengan masalah-masalah
penatalayanan Gereja yang muncul dari kesatuan beberapa jemaah, misalnya klasis atau
sinode. Oleh karenanya, Teologi Praktika juga berkaitan dengan pokok-pokok mengenai
Otoritas Gereja, Sistem-sistem doktrin, dan Relasi Gereja-negara.
Keseluruhan teologi, kemudian dipengaruhi baik oleh semangat keilmuan, maupun
oleh keprihadnan pastoral terhadap agama. Karena Teologi harus memperhatikan baik teori
maupun praktik penatalayanan Gereja. Tapi kita dapat mempertanyakan apakah konsep
penatalayanan Gereja sudah memadai di dalam menggambarkan keprihatian dari pendeta dan
apakah Teologi Pastoral harus dimengerti sebagai Teologi Praktika. Memang, kita dapat
mempertanyakan apakah penggunaan metode filsafat, historikal, atau praktikal sama seperti
penggunaan metode teologikal. Dapat dikatakan di sini bahwa ide teologi sebagai suatu studi
mengenai teori dan praktik Kekristenan bagi kepentingan penatalayanan Gereja secara
eksplisit meniadakan ide teologi sebagai suatu studi mengenai teori dan praktik Kekristenan
bagi kepentingan kehidupan Kristen. Schletermacher mengatakan:
Iman Kristen, di dalam dirinya maupun bagi dirinya, tidaklah membutuhkan
perangkat-perangkat semacam itu dalam rangka aktifitasnya agar berhasil dengan
baik. Baik iman yang terdapat dalam diri individu, maupun dalam keadaan yang
berkaitan dengan kehidupan sosial suatu keluarga.
Teologi dalam pandangan ini tidaklah langsung berhubungan dengan Allah atau
dengan soal-soal mengenai Allah yang mungkin timbul dalam kehidupan orang-orang
beriman atau dalam diri orang-orang yang mencari kebenaran religius. Tapi suatu Teologi
Pastoral, yang memperhatikan kesejahteraan orang-orang sama baiknya di dalam
memperhatikan penatalayanan Gereja, haruslah tidak hanya berefleksi atas fakta empiris
bahwa orang-orang mempunyai pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban religius yang
mungkin maupun tak mungkin dipercaya: melainkan Teologi Pastoral itu seharusnya terlibat
juga di dalam proses reflektif di dalam menanyakan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Suatu rangkaian studi yang memeriksa pernyataan-pernyataan iman dalam rangka
bertanya dan memberi pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban yang filosofikal,
historikal, dan praktikal mungkin mendapati bahwa batu-batulah yang diberikan dan
bukannya roti kepada jiwa-jiwa yang lapar itu. Bagaimanapun juga dapat diragukan,
bagaimanakah skema pendidikan teologikal ini sebenarnya telah dipraktikkan di sekolah-
sekolah Austria pada tahun 1810, meskipun bentuk umum skema ini telah mempunyai
pengaruh yang luas.

 Anton Boisen adalah salah seorang pendiri dari gerakan


Pendidikan klinis pastoral di Amerika Serikat dan berpengaruh penting atas pemikiran
Seward Hiltner, yang karyanya akan kita diskusikan pada kesempatan mendatang. Dari
pengalamannya sendiri sebagai seorang pasien berpenyakit mental di rumah sakit jiwa,
Boisen merasa bahwa banyak bentuk dari penyakit jiwa lebih merupakan masalah-masalah
religius daripada masalah-masalah medis dan bahwa masalah-masalah ini tidak dapat dirawat
secara berhasil bila masalah-masalah tersebut belum dipahami dengan baik." Dia menemukan
bahwa: Masalah-masalah penyakit mental berpusat pada kedisorganisasian filsafat hidup.
Kedisorganisasian ini berkaitan dengan sikap si penderita terhadap dunianya dan
gambarannya mengenai kedudukannya sendiri di dunia. Itu sebabnya, berusaha memahami
kesulitannya tanpa memperhitungkan agamanya, tidaklah mungkin sama sekali.
Teologi sebagai ratu ilmu-ilmu seharusnya memiliki nilai pastoral dan terapis bagi
klien yang mencari pemahaman akan makna dari pengalamannya dan menentukan filsafat
hidupnya: Saat saya melihat sekeliling saya dan mencoba menganalisa kasus saya sendiri,
saya melihat dua golongan utama dalam penyakit gila. Golongan pertama: mempunyai
masalah organis, kerusakan pada jaringan otak, atau dalam sistem syaraf atau ada penyakit
dalam darahnya. Sedangkan golongan ke dua, tidak ada kesulitan organis. Tubuhnya kuat dan
otaknya berfungsi dengan baik. Kesulitannya terletak pada kedisorganisasian dunia si klien.
Sesuatu hal telah terjadi sehingga mengganggu fondasi-fondasi yang atasnya penalarannya
biasanya didasarkan. Kematian atau kekecewaan atau perasaan gagal mungkin memaksa
suatu rekonstruksi pandangan duniasi klien mulai dari bawah. Pikiran menjadi didominasi
oleh satu ide yang mana sedang diusahakannya untuk diletakkan pada tempat yang
seharusnya. Hal itulah, saya pikir. Yang menjadi masalah saya dan saya pikir hal itu juga
masalah bagi orang-orang lainnya.
Oleh karena itu suatu teologi yang berguna pastoral seharusnya tidak hanya
mempelajari teks-teks tertulis dari tradisi religius tapi juga mempelajari pengalaman
manusiawi yang hidup dari orang-orang yang sedang bergumul dengan masalah-masalah
religius. Kita harus mulai tidak dengan tradisi-tradisi dan sistem-sistem yang telah
diformulasikan di dalam buku-buku tapi dengan penyelidikan yang berpandangan terbuka
terhadap pengalaman manusiawi yang hidup dalam rangka berpijak dari hal itu kita
membangun suatu kerangka generalisasi.
Teologi Pastoral haruslah dipelajari tidak hanya melalui studi teks-teks di
perpustakaan sekolah tapi juga melalui studi klinis dokumen-dokumen manusiawi yang
hidup.” Boisen mengatakan: “Saya ingin mereka belajar membaca dokumen: dokumen
manusiawi sama baiknya seperti membaca buku-buku. khususnya dokumen-dokumen yang
membeberkan diri, yang dibuka "pada hari kiamat di dalam suara-hati. Pendidikan klinis
pastoral dapat memanfaatkan metode studi kasus sehingga si peneliti dapat belajar membaca
dokumen-dokumen manusiawi yang hidup, tapi hal itu juga melibatkan pencarian teologis
pribadi disisi si penyelidik, agar supaya dia dapat memahami apa yang dibacanya: Hal
pertama yang paling esensial ialah bahwa balok-balok di matanya harus disingkirkan dulu.
Pertama-tama, dia sendiri yang harus menemukan pemecahan-pemecahan masalahnya yang
dapat diterima masyarakat sehingga prasangka-prasangka dan mekanisme pembelaan egonya
sendiri tidak menjadikannya seorang pemimpin buta terhadap orang-orang buta lainnya.
Dengan kata lain, dia harus sudah mencapai tingkat tertentu akan kedisiplinan, integritas, dan
karakter yang baik. Hal penting lainnya ialah bahwa dia telah memeriksa pengalamannya dan
pemahaman-pemahamannya sendiri dalam terang cahaya pengalaman-pengalaman dan
pemahaman-pemahaman orang yang lain daripada dirinya, khususnya yang termulia dan
terbaik dalam pengalaman umat manusia. Syarat selanjutnya yang juga penting ialah
perkenalan langsung atau "tangan pertama" terhadap sumber-sumber primer mengenai semua
pengetahuan tentang sifat-dasar manusia yaitu dokumen-dokumen yang hidup itu sendiri.
khususnya dokumen-dokumen yang membeberkan dirinya pada penghakiman suara hati.
Dalam pandangan Boisen, Teologi seharusnya menjadi ratu dari "ilmu-ilmu
humanistik”, karena teologi berhubungan dengan pengalaman manusia yang hidup dan
menguraikan filsafat hidup yang praktik. Teologi merupakan ilmu yang empiris, berhubung
teologi mempelajari dokumen-dokumen mengenai pengalaman manusia yang hidup dan
khususnya yang terjadi pada saat-saat krisis ketika pokok-pokok penghakiman suara hati
terjadi. Dari studi kritis mengenai pengalaman manusia ini penggeneralisasian dapat dibuat
dan diuji dengan pengalaman umat manusia dan khususnya dengan pengalaman dari merek2
yang telah berhasil mengatasi saat-saat krisis mereka. Studi empiris semacam ini bersifat
pastoral dalam artian bahwa studi ini mempunyai nilai terapeutik dan diorientasikan kearah
penyembuhan batin orang-orang. Studi ini juga bersifat teologis karena berkaitan dengan
pokok-pokok religius yang terlibat dalam "filsafat hidup” seseorang.
Baik pada Schleiermacher maupun pada Boisen, kita dapat mendeteksi suatu
kekecewaan tertentu mengenai kemampuan metode-metode akademis yang mapan dari studi
teologis dalam rangka menyediakan cara berteologi yang berguna pastoral. Dan kita dapat
mendeteksi suatu kerinduan bahwa Teologi Pastoral lebih daripada sekedar suatu studi
mengenai teori dan praktik pelayanan, jika Teologi Pastoral tersebut ingin berguna secara
pastoral. Namun demikian metode-metode kedua orang itu di dalam berteologi cukup
berbeda. Schleiermacher menyarankan bahwa kita perlu menggunakan metode-metode
teoritis dan praktis dari ilmu-ilmu positif. Boisen menyarankan bahwa kita perlu
menggunakan metode-metode empiris dan aplikatif dari ilmu-ilmu humanistik. Cara yang
pertama berpusat pada studi kritis mengenai sejarah, sedangkan cara yang kedua berpusat
pada studi klinis mengenai kasus-kasus. Cara yang pertama bersifat pastoral dalam artian
bahwa cara ini bertitiktolak dari penatalayanan Gereja. sedangkan cara yang kedua bersifat
pastoral dalam artian bahwa cara ini bertitiktolak dari penyembuhan batin orang-orang.
Keduanya bersifat teologis dalam artian bahwa keduanya mempunyai perhatian ilmiah dalam
studi mengenai agama dan manusia. Namun demikian, tidaklah jelas apakah mereka berhasil
beranjak dari studi mengenai sejarah dan pengalaman manusia kepada studi mengenai Allah.
Kita dapat berharap berdasarkan pengertian isulah bahasa Yunani: "teologi” bahwa teologi
haruslah berkaitan dengan hal-hal yang ilahi, atau dengan "Firman Allah”, atau dengan cara
di mana kita berbicara mengenai Allah dan mengenal-Nva. Namun ilmu positif
Schleiermacher lebih cocok untuk berbicara mengenai "ide Kekristenan” yang historis dan
filsafati, dan ilmu empiris Boisen lebih cocok untuk berbicara mengenai "ide tentang Allah”,
daripada berbicara mengenai Allah itu sendiri. Metode yang filosofis, historis dan praktis,
atau metode yang empiris mungkin berguna secara pastoral, tapi tidaklah jelas apakah hal itu
sama dengan metode yang teologis. Dengan kata lain, tidaklah jelas bagaimana kita dapat
beranjak dari pembicaraan mengenai pengalaman manusia dan sejarah kepada pembicaraan
mengenai Allah. Namun kelihatannya suatu metode teologis pastoral harus dapat melakukan
gerakan itu jika metode ini ingin berkaitan dengan pokok-pokok yang religius dan teologis itu
yang mana kita temukan dalam sejarah dan pengalaman kita dan yang tentangnya orang-
orang mengajukan beragam pertanyaan dan jawaban. Ilmu yang berguna pastoral harus dapat
berefleksi tidak hanya pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan orang-orang sebagai hal
yang dari luar, tapi juga harus dapat masuk ke dalam pertanyaan-pertanyaan itu dan
menanyakan hal-hal itu sebagai hal yang dari dalam, bersama-sama dengan orang-orang
kepada siapa pelayanan pastoral diperluas. Tanpa metode teologis yang jelas, Teologi
Pastoral cenderung menjadi alat bagi ilmu filsafat dan sejarah, psikologi dan sosiologi dalam
rangka studi mengenai teknologi pelayanan.”

II. Pencarian Metode


Istilah “metode” dipergunakan untuk mengindikasi suatu cara di dalam melakukan
suatu hal. Istilah itu lebih mengacu pada sifat dasar dari tugas yang harus dilaksanakan
daripada mengacu pada bagaimana teknik-tekniknya tugas itu diselesaikan. Bernard
Lonergan, dalam bukunya "Method in Teology", mengatakan bahwa "Suatu metode adalah
pola normatif dari operasi-operasi yang berulang-ulang dan berkaitan, yang menghasilkan
hasil-hasil yang kumulatif dan progresif.” Seperangkat operasi-operasi diulang-ulang dalam
suatu pola sehingga menghasilkan pelaksanaan tugas itu dalam cara yang tepat. Suatu metode
bukanlah proses mekanis atau teknik untuk meraih hasil-hasil. Suatu metode tidaklah
menggantikan keahlian dan inspirasi dari orang yang mempergunakan metode tersebut.
Namun perhatian kepada metode dapat menolong seseorang untuk melaksanakan tugasnya
dengan lengkap dan baik. Dan, dalam suatu tugas yang sulit dan kompleks operasi-operasi
yang berbeda-beda dapat diselenggarakan oleh para spesialis yang membutuhkan suatu
pemahaman perihal bagaimana pekerjaan-pekerjaan mereka dapat pas dengan keseluruhan
proyek ini.
Tidak setiap pekerjaan dari Teologi Pastoral harus melengkap: semua operasi-operasi
disiplin ilmu, tapi setiap pekerjaan dapat diorientasikan ke arah tugas yang ditentukan oleh
disiplin ilmu itu. Penjernihan tentang metode dapat memberi kita perspektif kritis atas
pekerjaan yang telah dilaksanakan di dalam Teologi Pastoral dan membimbing kita di dalam
melaksanakan pekerjaan yang perlu dilaksanakan.
Dalam pencarian kita akan metode yang teologis pastoral. kita akan dibimbing oleh
tiga pertanyaan yang saling berkaitan: bagaimanakah ilmu ini menjadi ilmu pastoral.
bagaimanakah ilmu ini menjadi ilmu yang teologis, apakah metodenya. Dalam rangka
mendalami pencarian kita, atas pertanyaan-pertanyaan tersebut kita akan menjelaskan
jawaban-jawaban vang diberikan oleh empat orang teolog Pastoral masa kini. Keempat teolog
ini telah memberi kita suatu garis besar mengenai prosedur-prosedur ' mereka dan merupakan
wakil dari empat pendekatan utama kepada ilmu Teologi Pastoral. Mereka adalah Karl
Rahner, Juan Luis Segundo, Martin Thornton, and Seward Hiliner. Kita tidak akan sekedar
membandingkan pandangan-pandangan mereka dalam cara yang historis atau analitis. Juga
kita tidak akan mengusulkan suatu definisi segar mengenai Teologi Pastoral dari sudut
pandang teoretis. Melainkan kita akan menggunakan pandangan-pandangan mereka untuk
tiba pada perumusan pertanyaan itu dalam rangka memperdalam pencarian kita akan metode
yang teologis dan pastoral. Semua tinjauan para penulis itu setuju bahwa dengan satu dan lain
cara Teologi Pastoral berefleksi atas pekerjaan pastoral dari Gereja dan pelayan Gereja,
bahwa Teologi Pastoral berefleksi atas tradisi teologis yang digunakan dalam pekerjaan itu,
dan atas situasi pastoral yang di dalamnya pekerjaan itu dilaksanakan. Mereka semua
membedakan antara Teologi Pastoral dengan studi mengenai teori dan praktik pelayanan, dan
dengan ilmu-ilmu dari teologi akademik. Namun penjelasan-penjelasan mereka mengenai
metode yang teologis pastoral agak berbeda-beda.
1. Bagi Karl Rahner, seorang teolog Eropa yang berpengaruh, Teologi Pastoral adalah
Teologi Praktika yang didefinisikan oleh suatu pemahaman yang tepat mengenai
relasi antara teori dan praktik. Teologi Pastoral dapat dinamakan eklesio. logi yang
eksistensial untuk membedakannya dengan eklesiologi yang lebih esensial teoritis.
2. Juan Luis Segundo adalah seorang apologis Amerika Latin untuk “Teologi
Pembebasan” yang menyarankan suatu tanggapan teologis pastoral terhadap masalah-
masalah sosial di Amerika Latin. Dia memberi kritik atas metode Teologi Praktika
Rahner yang ingin menerapkan teori kedalam praktik. Alasan Segundo ialah bahwa
Teologi Praktika dimulai. bukan dengan teori tapi dengan refleksi atas praxis. Dia
menyarankan suatu metode hermeneutik di dalam mereinterpretasikan sumber-sumber
teologis (mis. Kitab Suci) yang dibimbing oleh kecurigaan ideologis terhadap teori-
teori dan interpretasi-interpretasi terdahulu.
3. Martin Thoroton adalah seorang teolog Inggris yang memahami Teologi Pastoral
sebagai suatu teologi terapan. Dia menyelidiki bahwa, seandainya teologi
menyediakan suatu teori bagi suatu prakuk kehidupan Kristen, tidak semua doktrin-
doktrin teologis memiliki arti langsung bagi aksi dan praktik Kristen. Namun doktrin
mempunyai arti bagi doa dan melalui doa kepada kehidupan ini. Teologi Pastoral
adalah. suatu refleksi atas fungsi atau penggunaan teologi sebagaimana
diinterpretasikan oleh doa bagi kehidupan kristen.
4. Seward Hiltner adalah teolog Amerika yang menggunakan metode studi kasus dari
Anton Boisen dan pemahaman: pemahaman psikologi modern untuk berefleksi atas
operasi operasi Gereja dan pelavan Gereja dalam rangka mengembangkan suatu teori
vang dapat membimbing praktik. Bagi nva, Teologi Pastoral berefleksi atas operasi-
operasi Gereja dan pelayan Gereja dari sudut pandang "keprihatinan yang lembut dan
kuatir” yang berfokus pada fungsi pemeliharaan dari operasi-operasi ini. Tapi, ilmu-
ilmu lainnya yang berpusat-pada-operasi (untuk membedakannya dengan ilmu-ilmu
yang berpusat-pada-logika dalam teologi akademik) harus berfokus pada fungsi-
fungsi pengkomunikasian dan pengorganisasian.
Tinjauan atas jawaban-jawaban yang diberikan oleh keempat penulis di atas terhadap tiga
pertanyaan kita yang saling berkaitan menimbulkan beberapa persoalan metodelogis. Apakah
Teologi Pastoral itu adalah Teologi Praktika yang mempelajari bagaimana menerapkan teori
kedalam praktik ataukah Teologi Pastoral itu mengembangkan teori berdasarkan refleksi atas
kasus-kasus pastoral: Bagaimana ilmu Teologi Pastoral dikaitkan dengan ilmu-ilmu
akademik dan dengan pekerjaan pelayanan: Bagaimana Teologi Pastoral mengkaitkan
refleksi atas sumber-sumber teologis dengan refleksi atas situasi pastoral? Bagaimana refleksi
baik atas tradisi tersebut maupun atas kasus tersebut dapat menjadi refleksi yang teologis:
bagaimana studi-studi pastoral dapat menjadi studi-studi teologis:
Pengujian atas saran-saran para penulis di atas mengindikasikan bahwa Teologi
Pastoral dapat dipahami sebagai penggunaan baik metode praktikal maupun metode korelasi.
Satu dan lain bentuk dari metode praktikal dapat digunakan untuk menjelaskan relasi antara
Teologi Pastoral dan ilmu-ilmu akademik di satu sisi dan antara Teologi Pastoral dan
pekerjaan pelayanan disisi lainnya. Teologi Pastoral menerapkan prinsip-prinsip teologis
kedalam kehidupan Kristen atau berefleksi mengenai bagaimana menerapkan teori kedalam
praktik. Teologi Pastoral berefleksi atas praxis atau atas operasi-operasi Gereja dan pelayan
Gereja. Sedangkan satu dan lain bentuk dari metode korelasi dapat digunakan untuk
menjelaskan bagaimana Teologi Pastoral mengkaitkan refleksi atas suatu tradisi dengan
refleksi atas suatu kasus. Teologi Pastoral dapat dikatakan sebagai suatu pencarian akan
bentuk tertentu dari Firman Allah yang setia terhadap Injil maupun manusia.
Pandangan para penulis yang berbeda-beda memungkinkan kita untuk
mengembangkan pencarian kita dengan mengambil posisi kita atas ketiga pertanyaan yang
saling berkaitan. Perbandingan atas pandangan-pandangan para penulis tersebut
menunjukkan akan adanya kesulitan-kesulitan yang serius di dalam pemahaman Teologi
Pastoral sebagai Teologi Praktika yang menggunakan metode praktikal. Kita akan
mengusulkan penggunaan model Hiltner mengenai prespektif dan fokus pastoral karena
memampukan kita untuk mengindikasi apa yang dimaksud dengan istilah "pastoral" dan
untuk menjelaskan kepentingan-kepentingan pastoral yang berbeda-beda di antara para
penulis tersebut Namun di dalam melakukan hal itu, kita harus memodifikasi definisi Hiliner
agar supaya perspektif pastoral dapat diarahkan tidak hanya kepada operasi-operasi Gereja
dan pelayan Gereja tapi juga kepada tradisi teologis dan situasi pastoral. Dan kita akan
mengusulkan bahwa sebagai tambahan atas ketiga daerah kognitif, yaitu pemeliharaan
individu-individu, pengorganisasian persekutuan dan pengkomunikasian Injil, yang diusulkan
Hiltner, juga terdapat daerah lain yaitu penvembahan Allah. Usul kita adalah bahwa Teologi
Pastoral bersifat pastoral karena Teologi Pastoral mempunyai perspektif pastoral atas
keprihatinan serta tanggung jawab bagi penyembuhan batin orang-orang, pengabaran Injil,
misi Gereja di dunia, dan penyembahan Allah.
Bagaimana perspektif pastoral semacam itu mengkaitkan refleksi atas situasi pastoral
dengan refleksi atas tradisi teologis: Terdapat kesulitan-kesulitan dalam metode korelasi yang
dengannya beberapa dari para penulis itu berusaha untuk mengindikasi relasi ini. Para penulis
itu mengindikasikan bahwa:
1. Teologi Pastoral adalah untuk menginterpretasi Firman Allah dalam cara yang setia
pada Injil maupun pada manusia,
2. Teologi Pastoral adalah untuk mereinterpretasikan pengalaman kita atau
mereinterpretasikan sumber-sumber teologis,
3. Teologi Pastoral membuat "jalan dua arah” bagi pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-
jawaban antara iman dan kebudayaan.
Mengikuti usulan Segundo, kita akan mengusulkan bahws 3 istilah "hermeneutik” cocok
untuk menjelaskan metode teologis pastoral yang cenderung untuk menginterprerasikan
kasus dan tradisi dan menemukan Firman Allah yang benar bagi tradisi dan kasus itu. Namun
hal itu membutuhkan suatu pengujian ulang atas ide mengenai "Firman Allah”. Teologi
Praktika dapat memahami Firman Allah sebagai berita keselamatan yang telah dinyatakan di
dalam Kristus dan diterapkan dalam cara-cara yang khusus kedalam situasi pastoral. Namun
suatu Teologi Pastoral yang berefleksi baik atas kasus maupun atas tradisi dari perspektif
pastoral dari keprihatinan serta tanggung jawab harus menemukan suatu hubungan teologis,
yang didasarkan atas studi baik terhadap kasus ataupun terhadap kitab-kitab suci dan harus
melampaui studi yang historis dan kesastraan. Suatu kasus mengungkapkan realitas teologis
yang ditemukan dan ditunjukkan kepada kita di dalam tradisi.
Dalam artian apakah, kalau begitu, kata-kata dan gambaran-gambaran yang diambil
dari Kitab Suci dan pengalaman manusiawi dapat digunakan untuk berbicara mengenai
Allah: Bagaimanakah studi-studi biblikal dapat menjadi studi-studi yang teologis:
Bagaimanakah studi-studi pastoral dapat menjadi studi-studi yang teologis: Bagaimanakah
kita dapat berbicara mengenai Allah dalam bahasa manusiawi: Prosedur kita di sini akan
meminta pertolongan bimbingan pada dua teolog utama dari tradisi barat dan timur yang
telah menghadapi masalah ini. Hal ini akan memberi kita suatu perspektif vang berguna atas
teologi kontemporer.
Thomas Aquinas mengindikasikan bahwa kata-kata dapat digunakan dalam
pengertian yang analogis untuk mengacu pada Allah, berhubung ada proporsi tertentu antara
Allah dan pengalaman kita. Dionisius seorang Pseudo-Aeropagis mengindikasikan bahwa
kata-kata dapat digunakan dalam pengerian yang homologis untuk mengacu pada Allah.
berhubung ada identitas tertentu antara Allah dan karya-karya-Nya.
Metode Dionisius memberi keuntungan bagi teolog Pastoral di dalam mengindikasikan cara
berbicara mengenai Allah sebagaimana yang muncul dalam pengalaman kita. Teologi
Pastoral melibatkan penemuan akan pengertian di mana kata-kata yang diambil dari
pengalaman kita atau digunakan dalam tradisi dapat dipahami untuk mengacu pada Allah
yang dimengerti sebagai DIA yang "dinyatakan ” dalam tradisi dan "muncul" dalam
pengalaman kita. Teologi Pastoral melibatkan reinterpretasi dan reevaluasi atas pengalaman
manusiawi dalam kasus pastoral dan tradisi teologis.
KESIMPULAN
Teologi Pastoral dipahami sebagai studi mengenai teori dan praktik pelayanan serta
studi mengenai teologi atau mengenai pengalaman manusiawi dari sudut pandang
kepentingan-kepentingan pastoral.
Menurut friedrich Schletermacher yang mengorganisasi kembali studi teologi dan
menjadikan teologi pastoral sebagai subjek yang diakui disamping teologi sistematika dan
historis mengatakan bahwa, apabila yang dikatakan didalamnya tidak dikaitkan dengan
penatalayanan gereja, isi dari studi-studi teologis maka itu bukanlah teologi melainkan ilmu
ilmu lainnya seperti filologi, history, psikologi atau etika.
Menurutnya, teknologi secara keseluruhan dapat dikatakan bersifat pastoral, sejauh
teologi itu didefinisikan sebagai perwujudan jurusan-jurusan ilmu pengetahuan yang
dibutuhkan bagi penatalayanan gereja yang harmonis. Oleh karena itu, seorang teolog harus
mengkombinasikan kan dengan satu dan lain cara didalam dirinya sendiri, perhatian akan
agama atau kesejahteraan gereja dengan suatu semangat keilmuan. Teologi harus
memperhatikan teori dan praktik ilmu dan seni penatalayanan gereja. Maka dari itu teknologi
dapat dibagi dalam tiga cabang yakni filsafati, historika dan praktika. Di mana di dalam tiga
cabang ini saling berkaitan antara teologi-teologi yang bersifat agama dan religius dan ilmu
pengetahuan.
Menurut Anton boysen teologi merupakan Ratu ilmu-ilmu yang seharusnya memiliki
nilai pastoral yang terapis bagi klien yang mencari pemahaman akan makna dari
pengalamannya untuk menentukan filsafat hidupnya. Oleh karena itu Anton boysen
mengatakan bahwa suatu teknologi yang berguna pastoral seharusnya tidak hanya
mempelajari teks-teks tertulis dari tradisi religius tapi juga mempelajari pengalaman
manusiawi yang hidup dari orang-orang yang sedang bergumul dengan masalah-masalah
religius, teologi pastoral haruslah dipelajari tidak hanya melalui studi teks-teks di
perpustakaan sekolah tapi juga melalui studi klinis dokumen-dokumen manusiawi yang
hidup. Pendidikan klinis pastoral dapat memanfaatkan metode studi kasus sehingga si peneliti
dapat belajar membaca dokumen-dokumen manusiawi yang hidup tapi hal itu juga
melibatkan pencarian teologis pribadi di sisi penyelidik.
Teologi Pastoral berefleksi atas pekerjaan pastoral dari Gereja dan pelayan Gereja,
bahwa Teologi Pastoral berefleksi atas tradisi teologis yang digunakan dalam pekerjaan itu,
dan atas situasi pastoral yang di dalamnya pekerjaan itu dilaksanakan. Mereka semua
membedakan antara Teologi Pastoral dengan studi mengenai teori dan praktik pelayanan, dan
dengan ilmu-ilmu dari teologi akademik.
Teologi Pastoral dapat dipahami sebagai penggunaan baik metode praktikal maupun
metode korelasi. Satu dan lain bentuk dari metode praktikal dapat digunakan untuk
menjelaskan relasi antara Teologi Pastoral dan ilmu-ilmu akademik di satu sisi dan antara
Teologi Pastoral dan pekerjaan pelayanan di sisi lainnya. Teologi Pastoral menerapkan
prinsip-prinsip teologis kedalam kehidupan Kristen atau berefleksi mengenai bagaimana
menerapkan teori kedalam praktik. Teologi Pastoral berefleksi atas praxis atau atas operasi-
operasi Gereja dan pelayan Gereja. Sedangkan satu dan lain bentuk dari metode korelasi
dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana Teologi Pastoral mengkaitkan refleksi atas
suatu tradisi dengan refleksi atas suatu kasus. Teologi Pastoral dapat dikatakan sebagai suatu
pencarian akan bentuk tertentu dari Firman Allah yang setia terhadap Injil maupun manusia.

Anda mungkin juga menyukai