Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

LAPORAN KELOMPOK
“MAKNA HUKUM GEREJA & KETATALAYANAN DALAM KONTEKS ORANG
PERCAYA/GEREJA”

DOSEN :

PDT. MICHAEL C.A. MANUMPIL, M.TH

KELOMPOK 1 :

NAMA NIM

MARIO MANDEY 201941209

RIVAL LONTOH 201841071

REGINA MENGKO 201941449

KELAS :
HUKUM GEREJA & KETATALAYANAN
KAMIS, JAM 07.00-09.45

YAYASAN GMIM DS. A. Z. R. WENAS


UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TOMOHON
FAKULTAS TEOLOGI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Bapa di dalam Yesus Kristus, dan tuntunan RohNya yang
Kudus atas berkat penyertaan-Nya yang telah mengaruniakan kesehatan, kemampuan serta
hikmat, sehingga kami Kelompok 1 dapat menyelesaikan tugas dalam bentuk makalah dengan
materi:
“MAKNA HUKUM GEREJA & KETATALAYANAN DALAM KONTEKS ORANG
PERCAYA/GEREJA”

Penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas kuliah sebagai tugas
kelompok dalam mata kuliah Hukum Gereja & Ketatalayanan yang diampu oleh bapak, Pdt.
Michael C.A. Manumpil, M.Th

Sangat besar harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah
pengetahuan, pemahaman bahkan informasi baru bagi para pembaca. Kami sebagai penulis
memohon maaf karena kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini memiliki banyak
kekurangan dan keterbatasan dalam penulisannya. Biarlah masukan yang membangun dari
saudara/ri sekalian akan membantu kelompok untuk lebih baik kedepannya.

Terima kasih, Tuhan Yesus Memberkati.

Tomohon, Senin 19 September 2022

Kelompok I

(i)
Kelompok I - HGK
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................ii
PENDAHULUAN..........................................................................................................................ii
A. LATAR BELAKANG..........................................................................................................ii
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................................v
C. TUJUAN...............................................................................................................................v
BAB II.............................................................................................................................................1
PEMBAHASAN.............................................................................................................................1
A. HUKUM GEREJA................................................................................................................1
I. Definisi Hukum Secara Umum..........................................................................................1
II. Definisi Hukum Gereja Dan Beberapa Pendapat Para Ahli...............................................1
III. Peraturan Dalam Kehidupan Gereja.............................................................................2
IV. Wujudnya Terhadap Gereja..........................................................................................3
B. PENATALAYANAN GEREJA.........................................................................................3
I. Kemandirian Gereja Untuk Mengolah Dan Mengembangkan Potensi-Potensi Jemaat......5
C. REFLEKSI TEOLOGI......................................................................................................7
BAB III.........................................................................................................................................10
PENUTUP....................................................................................................................................10
A. KESIMPULAN...................................................................................................................10
B. SARAN...............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................12

(ii)
Kelompok I - HGK
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengertian gereja adalah persekutuan umat Allah yang dipanggil keluar dari
kegelapan untuk masuk ke dalam terang. Definisi ini sangat umum, sehingga ada banyak ahli
yang mencoba mendefinisikan gereja sesuai dengan konteks zaman yang terus
berkembang.

Berdasarkan etimologinya, kata gereja berasal dari bahasa Yunani yakni: ekklesia.
Selain itu kata gereja juga identik dengan kata lain yang merupakan bahasa Yunani yakni
kuriakon yang artinya rumah Tuhan. Tetapi kata ekklesia lebih sering digunakan untuk
mengartikan kata Gereja. Ekklesia berarti mereka yang dipanggil.1 Eksistensi gereja di tengah
– tengah dunia ini bukan atas kemauannya sendiri. Gereja hadir ditengah – tengah dunia ini
untuk melaksanakan missio dei. Missio dei adalah karya penyelamatan Allah. Karya
penyelamatan Allah ini adalah sebuah misi yang harus diemban oleh gereja ketika
bereksistensi di dunia ini. Untuk melaksanakan missio dei tersebut gereja ditugaskan untuk
bersekutu, bersaksi dan melayani. Gereja merupakan alat atau media untuk melaksanakan
karya penyelamatan Allah di tengah – tengah dunia.

Hukum Gereja adalah istilah untuk aturan-aturan dalam gereja, khususnya dalam
lingkungan Kristen. Juga merupakan subyek sebuah studi teologi yang secara sistematis
mengkaji prinsip-prinsip ekklesiologis dari aturan-aturan dalam gereja.

Penatalayanan merupakan tanggung jawab gereja, ketika berada di tengah – tengah


dunia ini. Penatalayanan bukan merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh gereja. Tujuan
gereja adalah melakukan misinya yakni menghadirkan damai-sejahtera. Misi tersebut
terkandung dalam tri tugas panggilan gereja, yakni bersekutu, melayani dan bersaksi. Agar
gereja dapat melakukan pelayanannya di tengah – tengah dunia ini maka gereja harus
melakukan penatalayanan terhadap dirinya.

Istilah penatalayanan adalah padanan dari kata stewardship. Istilah bahasa Yunani

1
Van den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1987), 1.

(iii)
Kelompok I - HGK
yang lain ialah oikonomos yang berasal dari dua suku kata yakni oikos (rumah) dan nemo
(mengurus), yang artinya seseorang yang kepadanya telah dipercayakan / didelegasikan
tanggung jawab. Penatalayanan berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab. Dalam
melakukan penatalayanannya, gereja melaksanakan pekerjaan Allah yang telah dimandatkan
kepadanya dan ia sepenuhnya melayani atas nama Allah serta bertanggung jawab kepada
Allah atas pelaksanaan semua pekerjaan yang ditanggung atasnya. Penatalayanan gereja dapat
membawa kemajuan bagi perkembangan gereja.

Tanggung jawab dalam melakukan penatalayanan merupakan bagian penting dalam


gereja. Gereja menerima tanggung jawab mengurus segala kemampuan dan talenta yang
dimiliki dengan rasa syukur dan sukacita dalam kesempatan untuk bersaksi tentang Kristus
dalam pelayanannya. Berbagai macam sumber daya dibutuhkan untuk bisa menjalankan suatu
organisasi atau lembaga. Sumber – sumber daya yang dimiliki gereja harus dapat dikelola
dengan sebaik – baiknya. Tujuannya adalah agar tugas – tugas pelayanan gereja dapat
dilakukan dengan baik.2

Kemandirian gereja mencakup tiga aspek, yakni: kemandirian dalam bidang teologi,
kemandirian dalam bidang daya dan kemandirian dalam bidang dana. 3 Kemandirian dalam
bidang dana menjadi fokus utama dalam penulisan ini. Dalam rangka pelaksanaan pelayanan
gereja memiliki berbagai program atau kegiatan, guna mendukung program atau kegiatan
tersebut maka gereja membutuhkan kemampuan finansial yang memadai. Dalam memenuhi
kebutuhan finansial tersebut maka gereja mencari sumber – sumber pembiayaan. Dengan
begitu gereja dituntut untuk mencapai kemandirian dalam bidang dana, yang tujuannya agar
dapat membiayai seluruh kegiatan dan program – program misi dan pelayanan gereja.

Pelayanan gereja bukanlah suatu pelayanan yang bersifat statis, melainkan pelayanan
yang dilakukan oleh gereja merupakan pelayanan yang bersifat dinamis sesuai dengan tingkat
kebutuhan dan perkembangan. Dengan begitu peranan penatalayanan yang dilakukan oleh
gereja menjadi sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari usaha pencapaian kemandirian
gereja dalam dana. Dengan semakin mandirinya suatu gereja dalam bidang dana, maka gereja
semakin dapat membiayai pelayanannya yang semakin luas dan meningkat.
2
Suharto Prodjowijono, Manajemen Gereja Sebuah Alternatif, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2008), 13 – 14.
3
PGI, Lima Dokumen Keesaan Gereja: Dalam Kemantapan Kebersamaan Menapaki Dekade Penuh
Harapan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1991), 137.

(iv)
Kelompok I - HGK
B. RUMUSAN MASALAH

 Mencari tahu tentang makna “Hukum Gereja dan Ketatalayanan Dalam Konteks Orang
Percaya/Gereja”

 Mencari tahu apa yang dimaksud dengan pemahaman tentang Ketatalayanan Gereja

 Mencari tahu apa yang dimaksud dengan pemahaman tentang Hukum Gereja

 Serta hubungan penatalayanan dengan kemandirian gereja

C. TUJUAN

 Mengetahui tentang “Hukum Gereja dan Ketatalayanan Dalam Konteks Orang


Percaya/Gereja”

 Serta mengetahui hubungan penatalayanan dengan kemandirian gereja

 Mengetahui dasar pemahaman tentang Ketatalayanan Gereja

 Mengetahui dasar pemahaman tentang Hukum Gereja

 Juga untuk memenuhi Tugas kelompok 1 dalam mata kuliah Hukum Gereja &
Ketatalayanan

 Juga untuk menambah wawasan sebagai mahasiswa/wi

(v)
Kelompok I - HGK
BAB II

PEMBAHASAN

A. HUKUM GEREJA
I. Definisi Hukum Secara Umum
Menurut pakar hukum, yaitu Bellefroid mengatakan bahwa: “Hukum adalah peraturan
yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat dan didasarkan atas kekuasaan
yang ada pada masyarakat tersebut”

Dan menurut Ensiklopedia, “Hukum merupakan rangkaian kaidah, peraturan-peraturan,


tata aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang mengatur hubungan-hubungan antara
anggota masyarakat.”

Jadi, hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah yang bersifat
mengikat/memaksa, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, yang bertujuan untuk membatasi
tingkah laku manusia dan menciptakan ketentraman. Dan apabila kita melanggar, akan
dikenakan sanksi.

II. Definisi Hukum Gereja Dan Beberapa Pendapat Para Ahli


Hukum Gereja adalah istilah untuk aturan-aturan dalam gereja, khususnya dalam
lingkungan Kristen. Juga merupakan subyek sebuah studi teologi yang secara sistematis
mengkaji prinsip-prinsip ekklesiologis dari aturan-aturan dalam gereja.4

Kata "hukum gereja" secara langsung mengarah kepada peraturan-peraturan dalam


gereja. J. L. Ch. Abineno, mengartikan hukum gereja sebagai peraturan gereja yang digunakan
untuk menata dan mengatur kehidupan pelayanan dalam gereja.5 Demikian juga dengan definisi
yang diberikan oleh Dr. M. H. Bolkestein, yang menyatakan bahwa hukum gereja merupakan
aturan tentang perbuatan dan kehidupan gereja untuk menyatakan gereja sebagai Tubuh Yesus.
Namun sesungguhnya, hukum gereja tidak hanya sekadar mengenai peraturan. Cakupan hukum
gereja lebih luas dari sekadar aturan, sebab berbicara mengenai pertanggungjawaban teologis
dari aturan gereja.

Di dalam hukum gereja, kasih yang menjadi penekanannya.Peraturan gereja bukan


diperbuat untuk peraturan itu sendiri, tetapi peraturan gereja diperbuat untuk menyalurkan kasih
itu dengan usaha-usaha penggembalaan.Maka dari itu Prof. Rudolf Sohm seorang ahli hukum,
berpendapat bahwa “Hukum Gereja bertentangan dengan wujud gereja.Gereja tidak perlu
mempunyai hukum sebab ia (gereja) adalah persekutuan orang-orang percaya yang tahu apa
yang patut diperbuatnya sebab ia (gereja) dimpimpin oleh Roh Kudus.” Namun ada hal yang

4
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Gereja (Dikutip pada Senin, 19 September, pukul 15.22)
5
J.L. Abineno, Garis-Garis Besar Hukum Gereja, (Jakarta: Bpk. Gunung Mulia, 2006). hlmn 1.

(1)
Kelompok I - HGK
tidak disetujui dari pendapat tersebut sebagai berikut:

- Bahwa gereja masih di dunia ini, masih gereja ‘crusis’ dan bukan gereja ‘triumpholism’
(gereja yang sudah menang), tapi gereja itu masih bergumul di dunia ini walaupun bukan
berasal dari dunia ini. Anggota-anggota gerejapun masih di dalam kelemahan dan di dalam
perjuangan. Y. Koopmans mengatakan bahwa “Kristus bertemu dengan orang-orang
berdosa di dalam gereja ‘crusis’ ini.

- Hal yang lainnya adalah bahwa ia mengatakan seorang Kristen adalah orang yang “Know
How” (tahu apa yang diperbuatnya) karena dibimbing Roh Kudus, dia sebenarnya sudah
jatuh kepada paham spiritualisme yang harus kita tentang. Karena spiritualisme adalah
keroh-rohan, terlalu meluap-luap atau euthusiasme yang berlebihan mengenai Roh Kudus,
seibarat sawah, sawah memerlukan air tetapi kalau sudah kebanjiran maka sawahnya pun
rusak.

- Emil Brunner mengatakan tentang “hukum dan kasih”, bahwa hukum itu adalah abstrak
tetapi kasih itu adalah konkrit. Oleh sebab itu, hukum tidak begitu penting, kasih yang
terpenting, dirinya sampai kepada pemandangan ini oleh karena dia “membedakan gereja
selaku persekutuan orang-orang percaya dengan gereja selaku persekutuan kultus”.Namun
kritik terhadap pernyataan Brunner ini adalah bahwa gereja sebagai tubuh Kristus adalah
kedua-duanya tadi tidak bisa dipisah-pisahkan.Jika hukum dan kasih dipisah-pisahkan
maka muncul bahaya “spiritisme”.

Jadi, kesimpulannya adalah “janganlah dipertentangkan hukum dan kasih dari sudut
gerejawi, sebab hukum gereja itu harus diikuti juga oleh hukum kasih.

III. Peraturan Dalam Kehidupan Gereja


Gereja bukan hanya berhubungan dengan soal-soal vertikalnya (yaitu dengan Tuhan)
tetapi juga berhubungan soal-soal horizontal.Karena gereja crusis berhubungan dengan soal-soal
horizontal itu maka diperlukanlah peraturan.Peraturan perlu dalam hubungan dengan negara,
masyarakat, daerah, ekonomi, kemajuan, sosial, adat/kebudayaan, dan lain-lain, yang
kesemuanya ini adalah soal-soal horizontal.Tuhan kita ynag empunya gereja itu adalah juga
Tuhan yang menyukai adanya peraturan-peraturan, Tuhan bukanlah sembrono saja.tetapi
peraturan ini dapat diumpamakan dengan pipa air, tetapi bukan pipa itu yang terpenting
melainkan air yang mengalir dari sumbernya itu kepada gereja itu yaitu Yesus Kristus melalui
firman-Nya. Alkitab (firman Allah)lah yang disalurkan dengan pipa itu (yaitu peraturan/hukum)
agar dapat dinikmati oleh orang-orang yang mengehendakinya. Air itulah yang sangat penting
yang membawa kehidupan.

Perbuatan dan hidupnya gereja, inilah yang perlu dikoreksi, diamat-amati, dan
dibimbing.Untuk itu perlu siasat/disiplin gereja.Juga mengenai perkembangan gereja itu dicakup
dalam perbuatan dan hidupnya gereja.Hal-hal yang diperlukan mengenai pertumbuhan dan

(2)
Kelompok I - HGK
perkembangannya gereja pun tercakup di dalamnya.

IV. Wujudnya Terhadap Gereja


Menurut Dr. J. L. Ch. Abineno, mengatakan bahwa fungsi hukum gereja itu diperlukan
untuk mengatur hubungan-hubungan lahiriah dalam gereja sebagai lembaga dan hubungan
antara gereja yang satu dengan yang lain dan juga antara gereja dan negara; karena gereja itu
selain sebagai “gereja yang tak kelihatan adalah juga sebagai “gereja yang kelihatan” atau
sebagai suatu organism. Hal ini dilakukan agar gereja dapat memenuhi tugas dan panggilannya
dengan baik.Hal inilah juga yang dimaksudkan Rasul Paulus menasihatkan semua anggota-
anggota jemaat di Korintus supaya “… segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan
teratur” (1 Kor 14:40).

Hukum gereja juga mengantisipasi timbulnya rupa-rupa salah paham dan kekacauan
yang mungkin timbul dalam gereja sebagai satu organism; akan tetapi harus pula wapada agar
tidak kaku sebab hukum gereja bukan hanya untuk mengatur hubungan-hubungan lahiriah dari
gereja tapi agar dapat berfungsi sebagai persekutuan iman yang bergantung kepada Kristus,
Tuhan selaku kepala gereja. Selanjutnya Abineno mengatakan: “Gereja tidak sama dengan
lembaga-lembaga kemasyarakatan. Gereja adalah suatu persekutuan iman.Karena itu peraturan-
peraturannya tidak boleh disamakan dengan undang-undang negara dan tidak boleh
diperlakukan secara yuridis”. Inilah alasan-alasan mengapa ada ahli teologia tidak mau
menggunakan istilah hukum gereja, tapi hanya “peraturan” atau “ tata gereja”. Maksudnya
adalah peraturan-peraturan gereja bukanlah peraturan-peraturan yang sesungguhnya, sama
seperti peraturan-peraturan lain.Namun peraturan gereja atau tata gereja adalah peraturan yang
sesungguhnya, peraturan-peraturan yang harus ditaati. Dalam hal ini peraturan gereja tidak
berbeda dengan peraturan-peraturan yang lain. Akan tetapi dasar ketaatan itu adalah kasih,
bukan kekerasan, kebebasan dan bukan paksaan.Hukum gereja adalah suatu disiplin teologis.

Tujuan, Hukum gereja tidak bertujuan pada dirinya sendiri. Pendasaran eklesiologi
terhadap aturan gereja memampukan gereja untuk melayani sesuai dengan hekakat dirinya dan
dengan demikian gereja menjadi gereja yang nyata. Penataan diri yang sesuai dengan hakikat
diri menjadikan proses pembangunan jemaat dapat berjalan dengan baik. Adanya aturan gereja
jangan sampai menjadi batu sandungan bagi pembangunan jemaat. Hukum gereja menjadi alat
bagi pembangunan jemaat.

B. PENATALAYANAN GEREJA

Penatalayanan adalah rangkaian proses yang dilakukan gereja untuk mengelola,


mengatur semua pemberian Tuhan antara lain: waktu, harta benda, tenaga dsb. Sebaik
mungkin untuk mencapai tujuan gereja itu sendiri. Sehingga dari situlah gereja dapat
dikatakan mandiri.

Penatalayanan yang baik apabila subjek didalamnya turut serta menunjang, mengatur,

(3)
Kelompok I - HGK
dan mengelolah setiap talenta jemaat yang ada sehingga, organisasi jemaat dapat dikatakan
baik itu karena ada penatalayanan didalamnya.

• Beberapa hal berkaitan dengan uang/persembahan dan peran aktif gereja terhadap
jemaat. Antara lain;

- persembahan/uang hanyalah alat yang dipakai guna menunjang penatalayanan yang


ada, sehingga gereja mampu menyiapkan apa yang menjadi kebutuhan. Akan tetapi dalam hal
ini persembahan merupakan salah satu faktor penting gereja dalam rangka penatalayanan yang
ada.

- peran gereja terhadap jemaat, didalamnya ada: Pdt, Pelsus didalamnya jemaat itu
sendiri. selain untuk pertumbuhan iman jemaat akan tetapi didalamnya juga adalah untuk
mengembangkan "potensi" yang dimiliki jemaat sehingga dengan demikian, lewat jemaat yang
sejahtra, itu yang akan menunjang penatalayanan gereja, baik lewat pemberian
persembahan,ataupun sponsor2 yang ada maka gereja akan mampu dikatakan mandiri apabila
dalam sumber pembiayaannya sudah dapat dikelola dengan baik.6

Rustiyati dalam buku Kemandirian Gereja DGI, menuliskan istilah penatalayanan mula
– mula dipakai oleh gereja – gereja di Amerika yang membahas mengenai persoalan
pengurusan dan pembiayaan gereja menjadi tanggung jawab seluruh warga jemaat. Masing –
masing wajib memberi sesuai dengan kemampuannya, baik uang, hasil panen, ternak, tenaga
dan lain – lain. Penatalayanan menjadi tugas yang diberikan Allahh kepada manusia untuk
mengelola secara bertanggung jawab segala sumber daya yang dimilikinya.7

Gereja adalah jawaban kesetiaan umat di hadapan Allah untuk panggilannya sendiri dan
bagaimana menggunakan sumber dayanya untuk melayani tujuan Allah dalam dunia dan
penyelamatan. Ukuran besaran tanggungjawab penatalayanan, akan terlihat melalui seberapa
baik gereja mewujudkannya dalam praktek teologinya dan misi gereja. Penatalayanan Gereja
mengandung makna bahwa gereja melalui para warga jemaatnya, diberikan kepercayaan dan
mendapat kehormatan untuk mengepalai dan mengatur serta mengerjakan tugas pelayanan
Kristus yang telah dimandatkan secara penuh. Dalam pelaksanaan penatalayanan juga
berhubungan dengan tugas dan aturan – aturan yang dibuat untuk mendukung pelaksanaan
tugas tersebut. Aturan – aturan ini terkandung dalam tata gereja dan peraturan lainnya.

Penatalayanan ketika dipahami secara benar, maka akan menyediakan sebuah model
yang unik untuk hidup kreatif. Penatalayanan adalah kunci untuk menafsirkan dan
mengintegrasikan berbagai dimensi kehidupan individu dan kehidupan gereja dalam pelayanan.
Penatalayanan adalah tanggung jawab manusia dihadapan Allah untuk hidup dalam setiap

6
Wawancara: Narasumber Pdt. A.A. Paudi (Ketua BPMJ GMIM Kanaan Pisa, pada Senin 19 Sep 2022,
Pukul 18.12).
7
DGI, Penatalayanan Dana Gereja Dalam DGI, Kemandirian Gereja : Laporan Lokakarya dan Konsultasi
Keuangan Gereja, (Jakarta: DGI, 1985), 30 – 31.

(4)
Kelompok I - HGK
kehidupan dalam kehendak Allah sebagaimana yang terungkap dalam diri Yesus. Gereja
merupakan sebuah komunitas penatalayanan dalam tujuan utama Allah dalam sejarah manusia.
Gereja mewakili permulaan dari manusia baru yang dipanggil oleh Allah. Gereja adalah
gambaran keluarga Allah yang menyediakan titik awal yang konstruktif untuk memahami
penatalayanan gereja terhadap: sumber daya manusia, spiritual dan materi dalam pelayanan
Tuhan. Seluruh penatalayanan dalam gereja mengenai sumber dayanya harus berkontribusi
pada peneguhan dan menyatukan gereja, sebagai persiapan bagi pelayanan dan misi di dunia.8

Yesus berbicara banyak mengenai penatalayanan dan Ia memperkenalkan prinsip –


prinsip penatalayanan dengan jelas. Sejalan dengan itu, penatalayanan menunjukkan
tanggungjawab manusia atas segala sesuatu yang Allah berikan di dunia ini. Akan tetapi
dipihak lain, Allah sebagai pemilik mutlak itu memberikan kepada manusia wewenang penuh
untuk membangun, mengusahakan dan menyelenggarakan apa yang telah Ia sediakan. Dengan
kata lain, Allah tidak hanya memanggil manusia untuk melakukan penatalayanan, tetapi
serentak dengan itu Ia juga memanggil manusia untuk bekerjasama dengan Dia. Melalui hal ini,
gereja dipanggil untuk menjalankan tanggungjawabnya sebagai penatalayan dengan
memberdayakan, memanfaatkan, mengelola, dan memperbanyak setiap sumber daya yang
dimiliki, untuk pelaksanaan pelayanan dan kesaksiannya di dalam dunia ini.

Semua penatalayanan Kristen haruslah dilakukan dengan kesadaran bahwa


penatalayanan gereja adalah kepercayaan dari Allah yang diberikan kepada gereja untuk
menatalayani rumah tangganya. Dalam pelaksanaanya, penatalayanan gereja berpedoman pada
penatalayanan yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Penatalayanan gereja bertujuan untuk
membangun tubuh Kristus dan mewujudkan missio dei.

I. Kemandirian Gereja Untuk Mengolah Dan Mengembangkan Potensi-Potensi


Jemaat

Penatalayanan gereja tidak hanya berhubungan dengan tanggung jawab mengatur atau
menggunakan potensi dan sumber daya, melainkan berkenaan juga dengan tanggung jawab
untuk mengelolah. Dalam artian gereja tidak dimaksudkan hanya sebagai pengguna, tetapi
gereja juga turut mengambil bagian untuk menghasilkan atau memperoleh dana tersebut.
Gereja tidak semata – mata menerima dana yang diberikan oleh jemaat maupun pihak lain,
tetapi juga mengusahakannya. Maka gereja dituntut untuk bekerja dan berusaha dengan
mempergunakan segala kemampuan, potensi dan sumber daya yang dimilikinya untuk
memperoleh kemakmuran yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Dengan begitu melalui
penatalayanannya gereja juga dituntut untuk melakukan usaha yang berguna untuk
menghasilkan sumber pemasukan yang baru bagi gereja.

Gereja seringkali memandang uang sebagai sesuatu yang jahat. Sedangkan menurut
Edgar Walz, uang tidak baik atau buruk; uang bersifat netral. Apa yang dilakukan orang
8
Richard B. Cunningham, Creative Stewardship, (Nashville: Abingdon Press, 1989),, 111 – 112.

(5)
Kelompok I - HGK
dengan uang dapat baik atau buruk. Sama halnya, cara pandang dan perlakukan terhadap uang
oleh gereja dapat bersifat baik ataupun buruk. Apa yang dilakukan gereja dengan uang akan
membuat hal itu berbeda. Gereja yang memahami misinya dengan jelas memandang uang
sebagai alat untuk digunakan dalam pelaksanaan misi gereja, dan bukan sebagai tujuan. Gereja
tidak dimaksudkan menjadi perusahaan yang mencari keuntungan ataupun laba. Tetapi surplus
keuangan yang diperoleh oleh gereja dapat dipahami sebagai suatu stimulus bagi gereja untuk
mendorong gereja melakukan tugas – tugas pelayanannya yang lebih baik lagi. Hal ini akan
menjadi tantangan bagi gereja untuk mencari tugas – tugas baru yang lebih besar untuk
pelayanan.9

Sumber pemasukan dana yang diperoleh gereja pada umumnya berasal dari warga
jemaat. Beberapa gereja memiliki sumber pemasukan dari yang lainnya disamping
persembahan dari jemaatnya, tetapi tetap saja sumber pemasukan dari yang lainnya
ditempatkan pada posisi kedua. Dalam artian bahwa sumber pembiayaan gereja yang tetap,
masih digantungkan kepada pemberian dari tangan – tangan jemaat. Maka dari itu gereja harus
melakukan penatalayanan terhadap pemberian dana melalui jemaatnya dengan sebaik– baiknya
untuk pelayanan.

Menurut Otto Pipper yang dikutip oleh Akardy, dalam penatalayanan gereja uang
diikutsertakan dalam pengabdian kepada Tuhan. Uang tidak lagi diutamakan fungsi materinya,
melainkan fungsi rohaninya. Dalam hal ini penatalayanan Kristen dapat belajar dari jemaat
Perjanjian Lama, bahwa awalnya materi ditujukan untuk melayani maksud – maksud yang
rohani. Maka dari itu, melalui uang, gereja juga dipanggil untuk melayani maksud dan
kehendak Allah. Sehingga uang dipakai sebagai alat untuk mengungkapkan kasih dan
pelayanan serta menjadi alat untuk memuliakan Allah.10

Perlu untuk disadari bahwa pelayanan gereja bukanlah suatu pelayanan yang bersifat
statis, melainkan pelayanan yang dilakukan oleh gereja merupakan pelayanan yang bersifat
dinamis sesuai konteks serta tingkat kebutuhan dan perkembangan. Sehingga dapat dipahami
kemandirian gereja dalam bidang dana sebagai suatu kemampuan gereja dalam membiayai
pelayanannya yang semakin luas dan meningkat. Pelayanan yang dinamis ini akan mendorong
gereja untuk membuat dan melaksanakan berbagai program dan kegiatan, yang pada akhirnya
akan membutuhkan dana sebagai salah satu alatnya. Program dan kegiatan yang semakin
berkembang dan meningkat, akan berimplikasi pada kebutuhan gereja yang semakin meningkat
terhadap dana.

Dalam gereja, tentunya sebagai alat untuk menunjang pelayanan yang ada, maka
Persembahan menjadi sumber utama dalam pembiayaan gereja. Adapun arti persembahan
merupakan bentuk ucapan syukur. sebagai wujud syukur dan sukacita kita atas kasih, anugerah

9
Edgar Walz, Mengelola Gereja Anda, 105 – 106.
10
Iwan Stephane Akardy, Sumber Pembiayaan Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976),, 87

(6)
Kelompok I - HGK
dan berkat Tuhan yang sudah Dia berikan dalam hidup kita. Ini menunjukkan bahwa kita tidak
melupakan Tuhan sebagai pemberi berkat. Dalam peribadatan yang ada di GMIM biasanya
persembahan ada dalam beberapa rangkaian peribadatan seperti : ibadah kolom, bipra, syukur
Hut dsb. Semuanya itu kemudian terkumpul untuk dipakai dalam pelayanan atau sebagai
pembiayaan gereja. Persepuluhan atau perpuluhan adalah kegiatan memberikan 10% dari
penghasilan kepada tempat ibadah. Sekarang persepuluhan biasanya dilakukan dengan sukarela
dan dibayar dengan uang, cek, atau saham. Dulunya persepuluhan dibayar dalam bentuk
produk pertanian atau sejenisnya.11 Puasa diakonal adalah salah satu program Gereja Masehi
Injili di Minahasa (GMIM) yang dilaksanakan pada Minggu-minggu Sengsara Yesus Kristus.
Puasa sebenarnya berasal dari bahasa arab yang artinya tidak makan apa-apa. Sementara kata
diakonal dari kata diakonia yang dapat diartikan pemberian untuk orang lain. Akhiran –al pada
kata diakonal menunjukan kata sifat. Jadi, puasa diakonal dapat diartikan sebagai tindakan
mengurangi apa yang biasanya digunakan untuk kepentingan sendiri, guna diperuntukan bagi
orang lain (yang membutuhkan). Sedangkan sampul syukur merupakan persembahan yang
diberikan jemaat oleh karena mensyukuri berkat Tuhan lewat ketambahan usia
pribadi/keluarga, selesai studi ataupun sukacita lainnya, yang kemudian diberikan kepada
pelsus untuk diberikan ke gereja, semuanya itu tentunya adalah sumber-sumber dari
pembiayaan gereja, untuk dipakai sebaik mungkin demi kemuliaan nama Tuhan, dan sebagai
bentuk kedewasaan iman jemaat.

C. REFLEKSI TEOLOGI

 Hukum Gereja

- Yesus Kristus Menjadi Pusat

Perlu kita pahami tentang HUKUM ALLAH mengenai Dosa:"UPAH DOSA ADALAH
MAUT". Allah, sejak mulanya sudah menyatakan Hukum Kekudusan Allah, bahwa konsekuensi
dari pelanggaran (dosa) adalah mati (Kejadian 2:16,17 bandingkan Roma 6:23a):Lalu TUHAN
Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan
buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu,
janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati."
(Kejadian 2:16,17)

Maka jika ditanyakan kepada siapakah Yesus Kristus menebus dosa.Yesus Kristus
menebus "hutang dosa" manusia kepada HUKUM ALLAH (Hukum Kekudusan Allah) yang
sudah ditetapkan itu.Pahami juga tentang maksud "Dosa" adalah "Hutang" Dan, Hutang dosa
yang konsekuensinya adalah mati.Kematian itu harus dibayar dengan "darah".“Sebab di dalam
Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan
kasih karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian”.

11
https://id.wikipedia.org/wiki/Persepuluhan (diakses pada hari, rabu 8 des, 21. Jam 15.12)

(7)
Kelompok I - HGK
(Efesus 1:7-8)

Alkitab menyatakan bahwa dosa itu identik dengan hutang.Konsekuensi dosa adalah
mati/kebinasaan yang kekal (Roma 6:23a band. Kejadian 2:17), maka harus ada nyawa untuk
membayarnya, agar dosa itu dapat ditebus.Pengampunan dosa dapat terjadi apabila ada nyawa
yang dipakai untuk membayar hutang/dosa itu.Pengampunan dosa itu ibarat seseorang yang
punya hutang tapi dianggap lunas oleh si kreditor dimana si kreditor mengambil alih
kerugiannya untuk membebaskan pihak yang berhutang itu. Itulah mengapa untuk penebusan
dosa manusia, Tuhan harus datang ke dunia, menyerahkan nyawanya sebagai pelunasan hutang-
hutang – yaitu dosa manusia – dengan cara mati di kayu salib. Pemahaman ini tidak dimiliki
dalam agama-agama lain, sehingga seringkali ada banyak pertanyaan bahkan cibiran, mengapa
Allah perlu hadir sebagai manusia hanya untuk mati di kayu salib, seolah-olah Allah lemah dan
tidak-berdaya. Kematian Yesus bukanlah kematian 'martir' seperti kematian seorang syuhada
yang berjihad, kematiannya bukan pula sebagai kekalahan dalam suatu peperangan.Namun,
kematian Yesus adalah KEMATIAN-KURBAN, dimana Allah merelakan diriNya sendiri untuk
dikorbankan demi kasih yang begitu besar untuk menyelamatkan jiwa-jiwa orang yang
dikasihiNya.

Sebelum penggenapannya, dalam hukum Taurat telah menetapkan hampir segala sesuatu
disucikan, dan diampunkan dengan darah (yang dianggap nyawa), dan "tanpa penumpahan
darah, tidak ada pengampunan" (Ibrani 9:22).Ini dilakukan lewat domba yang dikorbankan
diatas mezbah, berulang-ulang untuk setiap kali pengampunan hingga digenapi oleh darah dan
kematian Sang Mesias.Darah yang dilambangkan sebagai nyawa ganti nyawa (konsekwensi
dosa) telah digantikan oleh Anak Domba Allah yang sempurna, yaitu Yesus Kristus (Yohanes
1:29).Ini adalah sebuah kematian 'tukar-guling' yang merupakan 'win-win solution' (semua pihak
diuntungkan) demi menebus kematian akibat dosa yang menjangkiti semua manusia keturunan
Adam. Dari kenyataan dan pemahaman ini, kita umat Kristiani memandang betapa penting
peristiwa kematian Yesus Kristus yang darahnya telah tercurah bagi kehidupan manusia, oleh
peristiwa itu, manusia dimungkinkan masuk ke dalam kehidupan kekal.

- Umat Yang Taat dan Mengasihi

Allah telah menunjukkan kehamakuasaan-Nya pada masa teokrasi dengan hukum yang
disyaratkan oleh kekudusan dan kemurnian, sehingga kematian adalah akibat dari pelanggaran
dosa.Banyak manusia yang akhirnya harus mati karena hukum yang dibuat Allah.Apakah yang
salah?Apakah Allah jahat dan kejam sehingga seakan-akan hukum itu menjadi alat pembantaian
missal? Tidak demikian sebab Allah mencintai hukum dan Ia mau bangsa yang dipilih-Nya taat
dan turut kepada-Nya.

Masa berganti dan Allah merasa bahwa manusia justru perlu diselamatkan dari
pelanggaran dosa yang telah mengikat dan merampas keselamatan sedari semula.Oleh karena itu

(8)
Kelompok I - HGK
kasih yang besar berasal dari Yesus Kristus telah diberikan-Nya atas kita.Kasih ini telah
menembus segala hukum yang dibuat Allah dan digenapi menjadi sempurna oleh karena
kemuliaan kasih-Nya.

Firman Tuhan memberikan penegasan kepada kita bahwa kita tidak dapat taat kepada
hukum saja lalu mengabaikan kasih, sebaliknya kita tidak dapat melakukan kasih tanpa taat
kepada hukum.

 Ketatalayanan Relevansi Terhadap Iman Jemaat/Gereja

Perumpamaan mengenai talenta dalam Matius 25: 14 – 30, berceritakan tentang seorang
tuan yang membagikan talenta kepada ketiga hambanya. Hamba pertama mendapatkan lima
talenta, hamba kedua mendapatkan dua talenta dan hamba ketiga mendapatkan satu talenta. Lalu
tuannya berangkat pergi, dan ketiga hamba ini juga pergi untuk mengusahakan talenta yang
diberikan kepada mereka. Ketika tuannya kembali, didapatinyalah ketiga hambanya tersebut.
Hamba pertama yang mendapatkan lima talenta, mengusahakan talentanya dan mendapatkan
lima talenta juga sehingga jumlahnya menjadi sepuluh talenta, hamba kedua mengusahakan
talenta yang diberikan dan menghasilkan dua talenta sehingga jumlahnya menjadi empat talenta,
hal yang berbeda terjadi pada hamba ketiga yang sama sekali tidak mengusahakan talentanya.
Kemudian tuannya marah kepada hamba ketiga dan menghukumnya.

Melalui perumpamaan ini Yesus memuji orang – orang yang terampil mengembangkan
modalnya dan tidak mengecam usaha untuk memperbanyak atau melipatgandakan kekayaan
yang mereka punyai. Penulis memposisikan gereja sebagai hamba yang bekerja atas mandat
yang diberikan oleh tuannya yakni Allah. Gereja diperlengkapi oleh Allah dengan memberikan
sumber daya, potensi dan kemampuan. Allah memberikan mandat bagi gereja untuk mengatur,
mengelola dan mengepalai rumah tangganya.

Penulis berpendapat bahwa Allah tidak bermaksud menginginkan gereja hanya


mempergunakan segala pemberian-Nya, melainkan Allah menginginkan gereja dapat
memberdayakan dan mengusahakan pemberian tersebut agar dapat semakin memperlengkapi
gereja untuk melaksanakan tugas – tugas panggilan dan pengutusannya. Perumpamaan ini
mengajarkan gereja untuk mengelola dan mengusahakan setiap pemberian-Nya dalam terang
ilahi.

(9)
Kelompok I - HGK
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

- Hukum Gereja

Hukum Gereja adalah instrumen untuk menertibkan dan menata pelayanan agar dapat
teratur dan berjalan sebagaimana mestinya.Mewujudkan soal-soal hukum yang sempurna; yang
telah ditunjukkan Allah melalui firman Tuhan.Dasar atau acauannya jelas adalah Alkitab yang
juga adalah dasar kehidupan umat percaya.Hukum Gereja tidak mengikat, menuntut apalagi
memaksa.Kasih menjadi unsur penting didalamnya.

Orang Kristen tidak dapat hidup tanpa hukum sebab Allah mengingini bahwa kita hidup
dalam ketaatan dan ketekunan di dalam peraturan-peraturan yang mewujudnyatakan kasih
persaudaraan sebagai orang-orang yang seiman.Allah tidak mau bahwa kita terbentur atau
terpecah oleh karena hukum atau perintah yang semena-mena.

Gereja yang am harus mewujudnyatakan hukum dalam kasih Allah yang sempurna.
Gereja yang am harus menjadi praktisi hukum yang elegan yang disaksikan oleh dunia luar dan
tidak bercela. Gereja yang am harus menjunjung tinggi nama Tuhan dalam instrumen hukum
yang diciptakan.

- Ketatalayanan

Penatalayanan adalah rangkaian proses yang dilakukan gereja untuk mengelola,


mengatur semua pemberian Tuhan antara lain: waktu, harta benda, tenaga dsb. Sebaik mungkin
untuk mencapai tujuan gereja itu sendiri. Sehingga dari situlah gereja dapat dikatakan mandiri.

Penatalayanan yang baik apabila subjek didalamnya turut serta menunjang, mengatur,
dan mengelolah setiap talenta jemaat yang ada sehingga, organisasi jemaat dapat dikatakan
baik itu karena ada penatalayanan didalamnya.

Dalam penatalayanan gereja pada umumnya memusatkan perhatiannya pada program


dan misinya dalam pelayanan dan kesaksian gereja, sehingga seringkali mengabaikan
kemampuan gereja untuk memberdayakan dan melipatgandakan potensi dan sumber daya yang
dimiliki oleh gereja untuk menghasilkan dana yang berasal dari hasil usahanya sendiri. Hal ini
membawa gereja terjebak pada pemahaman penatalayanan (berkaitan dengan dana) yang hanya
bagaimana menggunakan dan membuat pengeluaran dana gereja tanpa memikirkan untuk
menghasilkan dana.

Memberi persembahan (Sampul Syukur, kolekte, persepuluhan dan puasa diakonal dsb)
merupakan salah satu panggilan orang Kristen dalam bergereja, sehingga pemberian
persembahan merupakan suatu hal yang sudah melekat dengan jemaat. Sejak sekolah minggu

(10)
Kelompok I - HGK
jemaat sudah diajarkan untuk memberikan persembahan yaitu memberikan sebagian milik
jemaat yang berbentuk materi atau uang. Dapat dikatakan bahwa pemberian persembahan
identik dengan memberi uang. Pemberian persembahan yang selalu dilakukan oleh gereja pada
setiap ibadah memiliki tujuan untuk pekerjaan kemuliaan Tuhan melalui pelayanan kesaksian
yang diprogramkan oleh gereja.

Salah satu bagian penting dari peran gereja yang holistik seperti yang dikemukakan
adalah Gereja bertugas dan bertanggung jawab mengelola persembahan secara benar dan
proporsional. Setiap persembahan harus dikelola sebaik-baiknya untuk pemenuhan kebutuhan
operasional pelayanan gereja baik internal maupun eksternal. Kebijakan keuangan gereja harus
dikhususkan untuk kesejahteraan jemaat dan umat untuk masyarakat pada umumnya.
Maksudnya, persembahan dapat digunakan untuk membiayai pelayanan kesaksian yang
dilakukan oleh gereja sehingga dapat mensejahterakan ekonomi jemaat dan dapat mengurangi
tingkat kemiskinan sebagai wujud konkritnya.

Misi gereja tetap, tetapi bentuk dan pendekatannya berbeda berdasarkan konteks gereja.
Bentuk dan pendekatan misi ini tertuang dalam program dan kegiatan gereja. Dengan semakin
meningkat dan berkembangnya pelayanan gereja maka akan berimplikasi pada kebutuhan gereja
terhadap dana akan meningkat pula. Otto Pipper mengatakan bahwa uang memiliki fungsi
rohani, uang dipakai sebagai alat untuk mengungkapkan kasih dan pelayanan serta menjadi alat
untuk memuliakan Allah.

Sumber pemasukan dana gereja pada umumnya berasal dari warga jemaatnya.
Penatalayanan bukan hanya berbicara mengenai pengaturan, tetapi juga pengelolahan setiap
sumber daya, potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Dalam konteks kemandirian dalam
bidang dana, melalui peranan penatalayanannya gereja dituntut untuk dapat berusaha atau
mengusahakan setiap kemampuan, potensi dan sumber daya yang ada, guna mendatangkan
sumber pemasukan dana atas hasil usahanya.

B. SARAN...

Sebagai intelektual rohani maka sudah seharusnya ada disiplin hukum yang menjadi
standar dan pengetahuan yang telah kita terima.Pemahaman hukum dan kasih menjadi hal yang
penting untuk dimengerti agar kita tidak menjadi penerus yang dengan sengaja telah memahami
peraturan Allah tetapi acuh tak acuh melanggarnya.Melainkan dari kesemuanya itu kita adalah
pelopor hukum dan kasih di dalam praktisi hukum gereja yang kita anut baik sebagai warga
jemaat GMIM maupun diluar itu.

(11)
Kelompok I - HGK
DAFTAR PUSTAKA
J.L. Abineno, Garis-Garis Besar Hukum Gereja, (Jakarta: Bpk. Gunung Mulia, 2006)

PGI, Lima Dokumen Keesaan Gereja: Dalam Kemantapan Kebersamaan Menapaki Dekade
Penuh Harapan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1991),

Van den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1987),

Suharto Prodjowijono, Manajemen Gereja Sebuah Alternatif, (Jakarta: BPK Gunung Mulia
2008),

DGI, Penatalayanan Dana Gereja Dalam DGI, Kemandirian Gereja : Laporan Lokakarya dan
Konsultasi Keuangan Gereja, (Jakarta: DGI, 1985),

Richard B. Cunningham, Creative Stewardship, (Nashville: Abingdon Press, 1989),

Edgar Walz, Mengelola Gereja Anda,

Iwan Stephane Akardy, Sumber Pembiayaan Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976),,

Web/Artikel:

https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Gereja (Dikutip pada Senin, 19 September, pukul 15.22)

https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/1/T1_712008038_BAB%20I.

Pdt. Agnes, A. Paudi. M,Th (Informan – Ketua BPMJ “Kanaan” Pisa.)

(12)
Kelompok I - HGK

Anda mungkin juga menyukai