Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktika Tentang Cakupan

Teologi Praktika

Disusun Oleh:

Ziendy E. T. Lestuny

NIM. 210402025

PROGRAM PASCA SARJANA TEOLOGI


INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI MANADO
TAHUN 2021
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus hanya

karena kasih, anugerah, serta penyertaan-Nya bagi saya hingga makalah

ini bisa selesai dengan baik dan juga tepat waktu.

Makalah ini disusun agar para pembaca dapat mengetahui dan

memahami tentang “Cakupan Teologi Praktika”. Makalah ini dibuat juga

dengan bantuan dari beberapa sumber yang saya dapat.

Saya juga tidak lupa berterima kasih kepada dosen pengampu

mata kuliah Praktika, yaitu Dr. Johanna Pinontoan, M.Th yang telah

memberikan tugas ini.

Saya sangat berharap tugas ini akan membawa dampak yang baik

bagi para pembacanya, terlebih dapat menambah wawasan kita mengenai

mata kuliah Praktika. Saya tahu bahwa makalah ini masih tidak luput dari

kesalahan dalam penulisan baik disengaja maupun tidak di sengaja untuk

itu saya memohon maaf sebesar-besarnya, dan tentu saja saya sangat

membutuhkan saran dan pesan perihal makalah ini.

Manado, Oktober 2021.

Ziendy E. T. Lestuny

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................1

C. Tujuan.............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3

A. Cakupan Teologi Praktika...............................................................3

1. Ibadah.............................................................................................3

2. Pendidikan Kristen..........................................................................6

3. Pastoralia........................................................................................8

4. Diakonia........................................................................................10

5. Manajemen Kepemimpinan Ketatalayanan Gereja......................12

6. Dialog Beragama (Religionum)....................................................15

7. Hukum Gereja...............................................................................16

B. Praktik Cakupan Teologi Praktika................................................17

1. Ibadah...........................................................................................17

2. Pendidikan Kristen........................................................................23

3. Pastoralia......................................................................................24

ii
iii

4. Diakonia........................................................................................24

5. Manajemen Kepemimpinan Ketatalayanan Gereja......................25

6. Dialog Beragama (Religionum)....................................................26

7. Hukum Gereja...............................................................................26

BAB III KESIMPULAN................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................34

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teologi Praktika merupakan sebuah bidang ilmu dalam

disiplin ilmu teologi yang juga sama pentingnya juga dengan bidang

ilmut teologi lainnya, di mana teologi praktika berbicara tentang

masalah atau persoalan praksis di dalam kehidupan komunitas

iman.

Teologi Praktika merupakan sebuah disiplin ilmu yang

sangat berkaitan erat dengan karya Allah melalui pelayanan umat

manusia, yang berarti bahwa cakupan dari teologi praktika itu

sendiri berada di tengah-tengah atau di dalam komunitas iman

tersebut.

Dalam hal ini untuk memahami lebih dalam mengenai

Teologi Praktika, makalah ini akan membahas tentang tujuh

cakupan Teologi Praktika yang ada di dalam Gereja Pantekosta di

Indonesia untuk memberikan pemahaman yang lebih mengenai

Teologi Praktika di dalam setiap organisasi gereja.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pemahaman ketujuh cakupan Teologi Praktika di

Gereja Pantekosta di Indonesia?

1
2. Seperti apakah praktik ketujuh cakupan Teologi Praktika di

Gereja Pantekosta di Indonesia?

2
2

C. Tujuan

1. Untuk memahami dan menganalisis pemahaman ketujuh

cakupan Teologi Praktika di Gereja Pantekosta di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana praktik ketujuh cakupan

Teologi Praktika di Gereja Pantekosta di Indonesia.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Cakupan Teologi Praktika

Teologi Praktika merupakan suatu disiplin ilmu yang bisa

dikatakan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam ilmu

teologi, karena seperti yang diketahui bahwa Teologi Praktika

memiliki keterkaitan dengan berbagai disiplin ilmu lainnya. Adapaun

cakupan Teologi Praktika terdiri atas tujuh hal, yaitu Ibadah,

PAK/PK/PWG, Pastoralia, Diakonia, Manajemen Kepemimpinan

Kibernetik (ketatalayanan gereja), Dialog beragama (religionum)

dan Hukum Gereja. Ketujuh cakupan Teologi Praktika tersebut

berkaitan sangat erat dengan apa yang terjadi di dalam sebuah

jemaat. Oleh karena itu, pemahaman akan cakupan Teologi

Praktika merupakan suatu hal yang penting pula dalam kehidupan

berjemaat.

1. Ibadah

Ibadah adalah suatu hal yang tidak bisa lepas dari

kehidupan seseorang yang beragama. Dikatakan bahwa ibadah

adalah cara manusia mendekatkan diri mereka kepada sang

pencipta langit dan bumi serta isinya, dan tanpa melakukan ibadah

seseorang tidak dapat disebut beragama. Ibadah menjadi identitas

yang paling melekat pada diri orang yang beriman, di dalamnya

3
terdapat pujian penyembahan, doa, perenungan Kitab Suci dan lain

sebagainya.

4
4

Franklin M. Segler mengatakan bahwa dalam ibadah

manusia menjumpai Allah dalam suatu dialog secara sadar. Allah

berprakarsa untuk menyatakan wahyu atau Firman-Nya, dan

manusia menanggapinya lewat ibadah. Ibadah bukanlah sekadar

suatu rutinitas yang dilakukan oleh orang beriman, melainkan

adalah saat di mana manusia sedang menjumpai Allah dan

merupakan respons yang keluar dari dasar hati yang tulus dan suci,

yaitu keinginan atau kerinduan untuk berbincang, mendengarkan

dan merespons Allah.1

Di dalam ibadah, umat Kristiani memiliki keyakinan bahwa

segala sesuatu yang dilakukan dalam hal perbuatan, perkataan

serta pikiran semuanya ditujukan untuk kemuliaan Nama Kristus

dan ibadah mengandung kuasa untuk melakukan apa pun. Ibadah

yang adalah wujud ungkapan syukur jemaat Tuhan kepada Allah

diekspresikan melalui pujian dan penyembahan dengan keyakinan

bahwa Allah hadir dan bertakhta di atas pujian umat-Nya.

Pada umumnya ibadah terbagi atas dua bagian, yaitu pujian

penyembahan dan khotbah. Di dalam pujian penyembahan di sana

terdapat ungkapan rasa syukur dan iman kepada Tuhan dengan

nyanyian, tari-tarian serta doa. Khotbah sendiri merupakan sebuah

penyataan bahwa Tuhan sedang berbicara kepada umat-Nya

dengan perantaraan Pengkhotbah atau Pendeta.


1
Debora Nugrahenny Christimoty, “Teologi Ibadah dan Kualitas Penyelenggaraan
Ibadah: Sebuah Pengantar”, PASCA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, Vol.
15 Nomor 1 (Sekolah Tinggi Teologi Baptis Indonesia (STTBI) Semarang, 2019), h. 3.
5

Ibadah sama sekali tidak dapat dipisahkan dengan liturgi

atau tata cara ibadah. Rangkaian ibadah sendiri adalah suatu

kesatuan liturgi yang tidak dapat diganggu gugat. Banyak kaum

Kristen karismatik yang beranggapan bahwa liturigi adalah sesuatu

yang asing bagi mereka dan bukanlah bagian dalam peribadatan di

gereja mereka, yang mana pemahaman tersebut adalah salah

besar karena rangkaian ibadah dari awal hingga selesai adalah

liturgi itu sendiri. Bagi para Pendeta atau Gembala, mereka sangat

memahami akan hal itu, namun sayangnya kaum awam masih

kurang memahaminya.

Tata ibadah di dalam Gereja Pantekosta di Indonesia adalah

sama dengan gereja-gereja beraliran karismatik pada umumnya.

Ibadah dilaksanakan dengan hati yang penuh dengan iman bahwa

Tuhan hadir dan bertakhta di atas pujian umat-Nya. Penyerahan

diri secara total di hadapan takhta Tuhan yang kudus dan suci

adalah sesuatu yang ditanamkan dalam hati, menyadari akan

segala dosa dan pelanggaran yang sudah diperbuat serta

mensyukuri akan karya keselamatan yang sudah dikerjakan di

dalam Kristus Yesus.

Pujian dan penyembahan serta doa merupakan saat yang

paling krusial dalam ibadah yang dilaksanakan oleh jemaat GPDI.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan ketika dalam pujian

penyembahan, bahkan doa ditemui banyak diantara jemaat yang


6

menangis dan dipenuhi oleh kuasa Roh Kudus, kemudian mulai

berbahasa Roh. Di dalam pujian dan penyembahan jemaat

berusaha untuk berhubungan langsung dengan Tuhan, dan di

sinilah tugas para pelayan yang disebut juga para Pelayan Altar

untuk dapat membantu jemaat agar lebih mudah berhubungan

dengan Tuhan. Pelayan Altar dan jemaat Tuhan saling berperan

secara aktif, sehingga dapat mempersembahkan korban pujian

penyembahan yang berbau harum di hadapan Tuhan.

Khotbah atau penyampaikan akan Firman Tuhan adalah

saat yang paling penting, di mana jemaat Tuhan mendengarkan

apa yang menjadi isi hati Tuhan melalui hamba-Nya. Merenungkan

dan melakukan apa yang dikatakan Firman-Nya yang membawa

perubahan atau pembaharuan iman dalam kehidupan berjemaat.

Oleh karena itulah, di dalam peribadatan jemaat GPDI

sangatlah ditekankan mengenai pemberian secara total, yang

mana bukan hanya bicara soal hati, namun juga harus ditunjukkan

melalui tubuh, jiwa dan roh kepada Tuhan dengan segenap hati

dan kekuatan yang dimiliki.

2. Pendidikan Kristen

Bicara mengenai dunia pendidikan memang tidak akan ada

habisnya, karena ruang lingkup yang dibahas adalah sungguh luas.

Pendidikan tidak hanya dibatasi secara apa yang dipelajari melalui

pendidikan formal di sekolah maupun perguruan tinggi, melainkan


7

setiap langkah yang diambil manusia itu sendiri adalah sebuah

pendidikan. Sebuah kebohongan jika seseorang tidak mengakui

bahwa setiap keputusan atau perbuatan yang diambil tidaklah

membawa suatu pembelajaran. Oleh karena itulah, Pendidikan

Kristen dalam ruang lingkup praksis pelayanan kegerejaan adalah

sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Persekutuan umat Tuhan

dalam berjemaat adalah suatu bentuk Pendidikan Kristen itu

sendiri, karena segala sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan

kegerejaan adalah Pendidikan Kristen itu sendiri.

Menurut W. Gulo di dalam bukunya, ia mengatakan

Pendidikan Kristen adalah:2

“Pendidikan yang bersumber dan berpusat pada Firman

Allah yang tertulis dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru,

berasakan Pancasila, berwawasan nasional dan global serta

menekankan pada terwujudnya tinggi iman, tinggi pengabdian,

tinggi disiplin, dan tinggi ilmu/teknologi dari peserta didik sebagai

pribadi yang utuh dan dinamis.”

Berdasarkan pada pengertian tersebut dapat dipahami

bahwa Pendidikan Kristen bukan hanya berkaitan atau berlaku

pada lembaga Pendidikan Kristen saja, melainkan dalam

keseluruhan dunia pendidikan, karena hakikat dari Pendidikan

Kristen itu sendiri adalah pendidikan yang berpusat dan bersumber


2
W. Gulo, Penampakan Identitas dan Ciri Khas dalam Penyelenggaraan Sekolah Kristen,
Identitas dan Ciri Khas Pendidikan Kristen di Indonesia, peny. W. Sairin (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2006), h. 85.
8

pada Alkitab. Oleh karena itulah, segala aktivitas yang terjadi di

dalam gereja adalah bentuk dari Pendidikan Kristen dan GPDI

memahami hal ini dengan sangat baik, sehingga dalam hal

Pembinaan Warga Gereja dan lain sebagainya yang berkaitan

dengan hal itu menjadi sesuatu yang harus diperhatikan secara

khusus.

3. Pastoralia

Pelayanan pastoral merupakan suatu pelayanan yang sama

sekali tidak boleh diabaikan dalam pelayanan penggembalaan, dan

hal ini sudah dicontohkan oleh Tuhan Yesus sendiri di dalam

Alkitab yang terdapat di dalam Matius 9:35-38. Ayat-ayat tersbeut

memberikan beberapa hal penting yang harus dipelajari, seperti: 3

a. Sikap Tuhan Yesus terhadap pelayanan (ay.35). Ia

berkeliling dan melayani ke semua kota dan desa, sikap-Nya

ini patut dicontohi, sebagaimana Ia mengambil inisiatif untuk

berkeliling yang memberikan makna bahwa pelayanan

tidaklah perlu menunggu diperintah, justru harus datang dari

sebuah hati yang penuh dengan kesediaan untuk melayani

tanpa pamrih, tidak memilih-milih ladang pelayanan dan

fokus hanya terarah pada keselamatan jiwa-jiwa.

3
Fatony Pranoto, Ivonne Eliawaty dan Surja Permana, “Pelayanan Pastoral Dengan
Aspek-aspeknya di Gereja Bethel Indonesia Jemaat Sungai Yordan Surabaya”,
KERUSSO, Vol. 3 Nomor 2 (Evangelical Theological Seminary of Indonesia-Surabaya,
2018), h. 1.
9

b. Sikap Tuhan Yesus terhadap orang lain dan memberitakan

Injil yang melenyapkan segala penyakit dan kelemahan (ay.

35). Tuhan Yesus mengajar pula di dalam rumah-rumah

ibadat, yang mana berarti ia mengajar untuk memberikan

pengertian tentang kebenaran Firman Allah, bahkan kepada

orang-orang yang bisa dikatakan sudah mengenal siapa itu

Allah. Semua hal itu dilakukan untuk menggapai

kedewasaan rohani di dalam Tuhan. Pelayanan Tuhan

Yesus juga melenyapkan segala penyakit dan kelemahan,

yang berarti Tuhan Yesus bukan hanya melayai dalam hal

rohani, melainkan juga dalam hal lahiriah, maka dari itu

gereja perlu atau harus memperhatikan kebutuhan lahiriah

jemaat.

c. Sikap hati Tuhan Yesus yang penuh dengan belas kasihan

terhadap mereka yang lelah bagaikan domba yang terlantar

dan tidak bergembala (ay. 36). Melihat kedaan umat Tuhan

pada saat itu, maka muncullah belas kasihan Tuhan Yesus

terhadap mereka, dan jika dilihat begitu pula keadaan orang

Kristen di zaman sekarang, mengalami banyak cobaan atau

persoalan yang menjerat, yang kemudian tampak seperti

domba yang kehilangan arah dan tidak dibimbing. Orang-

orang yang seperti itulah memerlukan pelayanan pastoral.


10

d. Sikap Tuhan Yesus tehadap jiwa-jiwa (ay. 37-38). Ungkapan

Tuhan Yesus mengenai tuaian yang banyak, tetapi pekerja

sedikit benar-benar harus membuka mata hati para umat

Kristen, terlebih khusus lagi para Hamba Tuhan. Gembala

Sidang harus sadar bahwa di dalam pelayanan pastoral hal

ini adalah mendesak.

Pelayanan pastoral sangatlah penting demi dan untuk

pertumbuhan kerohanian jemaat. Jemaat yang secara kuantitas

banyak tidaklah menjamin bahwa secara rohani mereka mengalami

pertumbuhan, maka dari itu pelayanan pastoral ada untuk

memastikan bahwa pertumbuhan secara rohani itu benar-benar

ada.

4. Diakonia

Pelayanan Diakonia merupakan suatu kesadaran moralistis

dari diri manusia, yaitu bahwa manusia secara langsung maupun

tidak langsung hidup dari manusia yang lain, yang mana artinya

manusia saling berketergantungan satu dengan yang lain. Gereja

harus menyadari bahwa mereka dipanggil dan diutus ke dunia

untuk memiliki peran yang membawa perubahan. Gereja tidak

boleh hanya tinggal dalam ketenangan dan kenyaman di balik

tembok saja, melainkan harus senantiasa peka akan apa yang

terjadi dengan sekitar serta menuntun masyarakat yang dalam


11

penderitaan untuk menuju kesejahteraan dan keadilan yang

dikehendaki oleh Allah.4

Gereja yang bersikap masa bodoh dengan apa yang terjadi

dengan sekitar adalah gereja yang buta dan malas. Mengapa

dikatakan seperti itu? Karena Tuhan menginginkan umat-Nya untuk

terjun di dalam pelayanan dan merangkul sebanyak mungkin orang

yang memerlukan uluran tangan Tuhan melalui setiap umat

Kristiani, dan tidak hanya berpangku tangan serta menikmati

keadaan di dalam zona nyaman. Prof. Dr. H. Berkhof menekankan

bahwa Diakonia adalah perantara Firman Allah yang

menyelamatkan kepada manusia, dengan demikian Firman Allah

bukanlah bualan semata, melainkan Firman yang diiringi dengan

perbuatan orang-orang percaya.5

Pelayanan Diakonia yang dilaksanakan oleh gereja dapat

dikelompokkan dalam tiga model pendekatan, dan model ini

dilandaskan dari Markus 3:14-45. Ayat tersebut yang kemudian

menjadi dasar akan apa yang dikenal sekarang sebagai tritugas

gereja, yaitu: Yesus menetapkan dua belas orang untuk menyertai-

Nya: persekutuan (Koinonia), Yesus mengutus mereka untuk

mengabarkan Injil: kesaksian (Marturia) dan Yesus memberikan

4
Joseph. P. Widyatmajaya, Diakonia Sebagai Misi Gereja: Praksis dan Refleksi Diakonia
Transformatif (Yogyakarta: Kanisius, 2009), hh. 58-59.
5
Andreas A. Yewanggoe, Tidak Ada Penumpang Gelap: Warga Gereja, Warga Bangsa
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hh. 129-131.
12

kuasa kepada mereka untuk mengusir setan: pelayanan

(Diakonia).6

Pelayanan Diakonia di zaman sekarang lebih dimengerti

bukan hanya sekadar sebagai sebuah pekerjaan atau proyek

semata, melainkan berupa ungkapan sederhana yang diwujudkan

dalam uluran tangan atau cinta kasih kepada sesama. 7 Diakonia

tidak tertutup kepada jemaat saja, melainkan harus sampai kepada

sesama di mana gereja hadir sebagai respons atau tanggapan

akan permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat di

mana pelayanan itu berdiri.

5. Manajemen Kepemimpinan Ketatalayanan Gereja

Bicara soal manajemen, biasanya orang-orang akan berpikir

tentang berbagai kegiatan masyarakat pada umumnya, seperti

kegiatan pemerintah, militer, kesehatan dan lain sebagainya.

Namun, ternyata di dalam gereja pun manajemen itu ada dan

sangat penting.

Menurut Dale Carnegie dan Associates yang dikutip oleh

Sugiyanto Wiryoputro, manajemen dapat didefinisikan sebagai

kecakapan untuk dapat mewujudkan hasil-hasil yang diinginkan

melalui pemanfaat yang efektif dari sumber daya yang ada pada

organisasi.8

6
A. Noordegraaf, Orientas Diakonia Gereja (Terjemahan oleh D. Ch. Sahetapy) (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2004), hh. 2-4.
7
Ibid, hh. 2-3.
8
Sugiyanto Wiryoputro, Dasar-dasar Manajemen Kristiani (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2019), h. 1.
13

Jadi, dapat disimpulkan bahwa manajemen berkaitan

dengan bagaimana usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan

atau hasil yang ditentukan dengan memanfaatkan bantuan orang

lain pula, yang artinya dalam manajemen tidak ada istilah bekerja

secara individu.

Kepemimpinan sendiri merupakan bagian dari manajemen,

dan seorang pemimpin memiliki peran yang sangat penting dalam

tugas untuk memastikan bahwa tujuan yang sudah ditentukan

dapat dicapai. Pemimpin atau pengelola yang sesunggunya dalam

manajemen kepemimpinan gereja adalah Tuhan Allah sendiri

(Mzm. 48:15 dan Mzm. 24:1-2). Oleh karena itu, sangatlah tepat

jika disebutkan bahwa manusia adalah bagian atau berfungsi

sebagai sarana/alat/sumber daya dari manajemen.

Di dalam ketatalayanan GPDI semua sudah diatur dalam

Musyawarah Besar Luar Biasa (MUBESLUB), yaitu Gembala

Jemaat yang bertindak sebagai pemimpin yang menggembalakan

jemaat lokal, yang kemudian dibantu dengan Ibu Rohani, Wakil

Gembala, Pendeta dan para pelayan khusus yang diangkat oleh

Gembala selaku Ketua Jemaat.

Hal itu sejalan dengan peran manusia dalam hal

manajemen, yaitu sebagai alat atau sarana Tuhan dalam karya-

Nya mengatur, menata dan mengelola dunia ini (Kis. 9:15). Supaya

manusia mampu untuk menjadi seorang pemimpin atau pengelola,


14

maka manusia perlu untuk mempelajari manajemen yang asalnya

dari Tuhan juga (Ams. 2:6).9

Di dalam Alkitab dijelaskan bahwa organisasi digambarkan

atau diumpamakan sebagai suatu tubuh (Rm. 12:4-5 dan 1 Kor.

12:12). Tubuh manusia merupakan suatu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan dan memiliki suatu tujuan yang sama. Masing-

masing anggota tubuh pun berada di tempat yang tepat serta

memiliki fungsi yang tepat juga, yang mana berarti setiap anggota

tubuh memiliki tugas atau fungsi masing-masing. Selanjutnya,

dapat dikatakan bahwa setiap anggota atau bagian dari tubuh

memiliki wewenang untuk melangsungkan tugas sesuai dengan

fungsi dan kemampuannya. Namun, yang paling penting di atas

semuanya itu di antara anggota tubuh yang satu dengan yang lain

saling bekerja sama dan membantu serta terkoordinasi dengan

baik.10

Berdasarkan pada penjelasan itu, maka dapat disimpulkan

bahwa manajemen kepemimpinan gereja haruslah menganut

prinsip tersebut. Dalam satu tubuh atau organisasi, semua

diberikan kepercayaan dan kapasitas yang berbeda-beda, tetapi

semua memiliki tujuan yang sama yang harus dicapai secara

bersama-sama pula. Sebuah pelayanan tidak akan dapat berhasil

jika terjadi perbantahan antara setiap pelayan-pelayan yang ada di

9
Ibid, h. 5.
10
Ibid, hh. 53-54.
15

dalamnya, maka dari itu sangatlah penting untuk menyadari tugas

dan panggilan sebagai orang percaya di dalam ketatalayanan

gereja. Memahami bahwa setiap orang diberikan wewenang dan

tanggung jawab yang berbeda-beda, namun harus saling

bergandengan tangan dan berjalan secara bersama-sama atau

berirama.

6. Dialog Beragama (Religionum)

Kehidupan di tengah-tengah masyarakat yang majemuk,

yang memiliki pelbagai agama yang berbeda-beda tidaklah dapat

dipungkiri dan dipandang sebelah mata. Ingat, bahwa manusia

adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa manusia yang

lain. Sifat saling membutuhkan adalah sesuatu yang tertanam

dalam diri manusia, yang tidak dapat dilepaskan, sehingga gereja

tidak boleh hanya sibuk dengan saudara yang seiman, melainkan

harus juga menyadari akan kehadiran saudara-saudara yang

berbeda keyakinan dan menjalin tali persaudaraan dengan mereka,

namun tetap mempertahankan nilai-nilai Kristiani di dalam atau

dengan tidak kehilangan identitas diri sebagai warga Kerajaan

Allah.

Usaha untuk membangun relasi yang baik dan harmonis di

antara para pemeluk agama secara terus-meneris diupayakan di

tengah-tengah gencarnya gerakan fundamentalisme dan fanatisme

para pengikut atas agama yang dianut. Adanya usaha dialog antar
16

umat beragama merupakan salah satu cara untuk menekan hal

yang tidak tidak diinginkan, yaitu perpecahan dan perdebatan

terjadi. Metode berdialog antar umat beragama yang memang pada

awalnya hanya sebuah sarana untuk terjadinya persekutuan dan

sebagai tempat berekspresi dalam hal menghargai dan

menghormati satu dengan yang lainnya, dalam perkembangannya

berubah menjadi suatu upaya dari tiap-tiap agama dan antar umat

beragama yang lain untuk saling mempelajari kesamaan-kesamaan

kebenaran yang dianut. Dengan adanya usaha yang berkelanjutan

ini maka akan membawa mereka kepada tahapan di mana mereka

dapat saling menerima keabsahan dan kebenaran semua agama,

dan dari hal inilah yang kemudian dikenal sebagai pluralisme

agama.11

Teologi Religionum atau yang dikenal sebagai teologi

agama-agama merupakan cabang dari ilmu teologi yang

membicarakan tentang respons teologi kekristenan terhadap fakta

pluralisme agama diluar agama Kristen. Dengan adanya ini,

diharapkan bahwa kekristenan dapat melihat dan memberikan

peniliaian melalui pandangan teologis tentang agama-agama lain,

dan dapat melihat sisi positif dari teologi suatu agama serta dapat

mengupayakan untuk membangun jembatan komunikasi, maka

dengan begitu akan mengurangi semangat fundamentalisme yang

pada dasarnya sangat membahayakan kehidupan bermasyarakat.


11
Stevri I. Lumintang, Theologia Abu-abu (Malang: Penerbit Gandum mas, 2004), h. 14.
17

7. Hukum Gereja

Salah satu cakupan Teologi Praktika dalam pelayanan

gerejawi adalah Hukum Gereja yang adalah istilah untuk

menunjukkan tentang aturan-aturan dalam gereja, yang berkaitan

dengan segala perbuatan dan kehidupan dalam berjemaat.

Menurut H. Bouwman yang dikutip oleh Abineno

mengatakan Hukum gereja adalah hukum yang berlaku dan yang

harus diberlakukan dalam gereja sebagai sebuah lembaga.

Sedangkan, menurut H. Berkhof yang lebih suka mengatakan

peraturan atau tata gereja daripada hukum gereja. 12

Jadi, berdasarkan pada pandangan kedua pakar teologi

tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Hukum Gereja ialah

disiplin ilmu yang mempelajari serta menguraikan tentang segala

aturan dan ketetapan yang dipergunakan oleh gereja untuk menata

serta mengatur pelayanan agar dapat berjalan dengan baik.

Jika suatu gereja tidak memiliki aturan-aturan atau ketetapan

yang baik, maka hal itu akan memberikan celah untuk munculnya

pelbagai salah paham serta perpecahan yang pada akhirnya

menjurus ke dalam bahaya. Oleh karena itu, dikatakan bahwa

tugas hukum gereja bukan sekadar mengatur hubungan lahiriah

dari gereja, melainkan sebagai penggerak juga dalam hubungan

12
Ch. J. L. Abineno, Garis-garis Besar Hukum Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006), h. 1.
18

rohani atau persekutuan iman yang berpusat pada Kristus yang

adalah Kepala Gereja.

B. Praktik Cakupan Teologi Praktika

1. Ibadah

Ibadah GPDI sama seperti gereja karismatik pada

umumnya, tidaklah lepas dari pujian penyembahan yang diiringi

musik yang begitu meriah. Tapi, bicara soal ibadah, bukan hanya

bicara soal salah satu unsurnya saja, tetapi bicara mengenai

seluruh rangkaian peribadatan itu dan segala unsur-unsur yang

terdapat di dalamnya.

Dalam ibadah jemaat GPDI seorang pemimpin pujian

(worship leader) memiliki peranan yang sangatlah penting, karena

hampir keseluruhan jalannya peribadatan adalah tanggung jawab

yang harus dipegang oleh seorang pemimpin pujian dan

penyembahan. Sebagai seorang pemimpin ibadah, ia tidak hanya

bertanggung jawab dalam hal memimpin jemaat untuk berbanyi

dan memuji Tuhan, melainkan sebagai pribadi yang diurapi Tuhan

untuk mengatur jalannya ibadah. Oleh karena itu, para pelayan

yang akan melayani Altar selalu harus memiliki waktu khusus untuk

Tuhan dalam hal ini bergumul dalam doa dan puasa, meminta

tuntunan Roh Kudus.

Istilah-istilah pujian dalam Alkitab ada banyak dan itulah

yang berusaha dipraktikkan oleh GPDI, seperti:


19

a. Barak yang berasal dari bahasa Ibrani yang merupakan kata

dasar yang artinya lutut atau berkat. Kata ini dipergunakan

untuk:

1) Menyangjung, memberi hormat, memberkati;

2) Memuji, merayakan, memuja;

3) Mengakui Allah sebagai sumber berkat;

4) Mengakui Allah sebagai sumber kuasa.

Bentuk pujian ini mendeklarasikan suatu sikap

pemujaan dan ketenangan atau keheningan di

hadapan Allah. Dalam pujian Barak ini tidak terdapat

bentuk pernyataan yang diungkapkan melalui

ungkapan vokal ataupun ucapan (Mzm. 103. 1-2).

b. Shabach yang berasal dari bahasa Ibrani merupakan suatu

kata dasar yang berarti berseru dengan suara yang keras.

Kata ini dipergunakan untuk:

1) Sorak kemenangan;

2) Memuji, memuliakan, memegahkan;

3) Berseru tentang kemuliaan, kuasa, kemurahan dan

kasih Allah;

4) Bermegah dalam Tuhan.

Bentuk pujian yang satu ini mempergunakan

suara yang lantang yang merupakan sorakan akan

kemenangan dan kejayaan Tuhan (Mzm. 47:2 dan


20

Mzm. 63:4). Pujian ini merupakan pernyataan yang

diungkapkan melalui kata-kata.

c. Towdah berasal dari bahasa Ibrani merupakan suatu kata

dasar dari Toda yang artinya korban ucapan syukur yang

dinaikkan oleh orang-orang Israel. Kata ini diambil dari kata

Yadah, yang berkaitan dengan penggunaan tangan sebagai

ekspresi pengakuan, pemujaan dan pengorbanan. Kata ini

dipergunakan untuk:

1) Mengucap syukur;

2) Menaikkan korban pujian sebagai tindakan iman;

3) Memberikan pengakuan;

Bentuk pujian ini haruslah dilakukan dengan

penuh kegirangan walaupun hati dalam situasi dan

kondisi yang tidak mendukung untuk bergirang (Mzm.

42:5 dan Mzm. 23).

d. Halal berasal dari bahasa Ibrani yang merupakan kata dari

yang artinya bersih, menjadi cemerlang, bersinar. Kata ini

dipergunakan untuk:

1) Menyanjung, membanggakan;

2) Merayakan dengan penuh sukacita, semangat yang

menyala-nyala;

3) Memasyurkan, mengagungkan.
21

Bentuk pujian ini merupakan sebuah wujud

rasa bangga terhadap suatu objek (Mzm. 18:4 dan

Mzm. 150). Kata inilah yang sering digunakan di

dalam Alkitab untuk kata-kata puji-pujian, dan kata ini

berasal dari bentuk perintah “Haleluya” yang artinya

“Pujilah Tuhan dengan kemegahan dan penuh

sukacita serta memasyurkan Tuhan dengan suara

yang nyaring”.

e. Zamar yang berasal dari bahasa Ibrani yang merupakan

kata dasar, yang artinya memainkan suatu alat musik,

menyentuh dengan jemari bagian dari sebuah alat musik,

bernyanyi yang dengan diiringi alat musik. Kata ini

dipergunakan untuk:

1) Bernyanyi, memuji;

2) Memainkan alat musik;

3) Ekspresi yang penuh sukacita dengan musik;

4) Merayakan dengan nyanyian dan musik.

Kata Zamar ini diterjemahkan juga sebagai

kata Mazmur. Mazmur yang dalam bahasa Yunani

ditulis Psalmos atau Psallo yang artinya sama

dengan Zamar (Mzm. 30:5).

f. Tehilah yang berasal dari bahasa Ibrani yang merupakan

dari kata dasar Halal, yang artinya melakukan pujian,


22

pengagungan, pemujaan dan nyanyian kemuliaan. Kata ini

dipergunakan untuk:

1) Menyanjung;

2) Bernyanyi dengan penuh semangat;

3) Bermazmur;

4) Merayakan pujian.

Bentuk pujian ini adalah wujud pujian di mana

Allah sudah menanggapi akan iman atau ungkapan

iman jemaat melalui pujian penyembahan. Tehilah

dapat dikatakan sebagai klimaks dari pujian jemaat, di

mana jemaat masuk dalam kemuliaan Allah, tidak ada

hal lain yang dilakukan oleh jemaat Tuhan selain rasa

takut, gentar, kagum dan hormat dalam menyembah,

memuja, meninggikan dan memuliakan Allah (Why.

4:5; Yeh. 1; Mzm. 22:4).

g. Yadah berasal dari bahasa Ibrani, dari kata Yada yang

artinya menggunakan tangan. Kata ini dipergunakan untuk:

1) Pengakuan dengan mengangkat tangan

2) Menyembah dengan mengangkat tangan

3) Bersyukur dengan mengangkat tangan

Bentuk pujian ini merupakan sebuah

pengakuan atau pernyataan akan suatu fakta (sifat

dan pekerjaan Allah), yang kemudian dilakukan untuk


23

mengungkapkan suatu tindakan, yaitu pujian yang

dari keluar dari dalam hati yang tulus yang

diekspresikan dengan cara mengangkat tangan

kepada Allah.

Itulah penjabaran akan hasil wawancara

dengan beberapa hamba Tuhan atau Pendeta yang

ada di jemaat penulis, terkait dengan cara beribadah

jemaat di Gereja Pantekosta di Indonesia.


24

2. Pendidikan Kristen

Pendidikan Kristen di dalam Gereja Pantekosta di

Indonesia sendiri diatur di dalam sebuah pendidikan Sekolah

Alkitab maupun perguruan tinggi yang adalah pendidikan

formal bagi yang terpanggil untuk menjadi hamba Tuhan,

sedangkan bagi jemaat Tuhan ada pelayanan

penggembalaan dan pendalaman Alkitab (PA), yang

biasanya dipimpin atau dilakukan oleh Gembala dan para

hamba Tuhan lainnya di dalam sebuah jemaat. Tidak lupa

juga bahwa ibadah yang di dalamnya ada pujian

penyembahan serta pemberitaan Firman Tuhan adalah

bagian dari Pendidikan Kristen itu sendiri di dalam sebuah

gereja.

Sesuai dengan peraturan yang tertera di dalam

Anggaran Rumah Tangga (ART) GPdI, Pendidikan Kristen

yang ada di dalam organisasi GPdI juga meliputi pusat

pelatihan penginjil, kursus, seminar, pelatihan, penataran,

symposium, lokakarya, sarasehan, perkemahan, dan lain

sebagainya.

Hal ini menunjukkan bahwa GPdI sendiri memiliki

pandangan bahwa Pendidikan Kristen di dalam sebuah

gereja merupakan hal yang begitu penting, berpusat kepada

Firman Allah dan Roh Kudus yang menuntun dan


25

membimbing untuk dapat memahami akan kehendak Allah

melalui Firman-Nya.

3. Pastoralia

Pada beberapa jemaat yang diwawancarai oleh

penulis, didapati bahwa mereka masih belum mengerti

tentang pelayanan pastoralia yang ada di dalam GPdI.

Namun, pada hakikatnya GPdI sendiri menggunakan sistem

pastoral dalam pengembangan kerohanian jemaatnya, yang

dipimpin oleh seorang gembala dan dibantu oleh para

pelayan yang ada beserta dengan majelis jemaat.

Bentuk pelayanan pastoral sendiri dapat berupa

perkunjungan ke rumah-rumah bagi jemaat baru atau jemaat

yang mulai malas mengikuti persekutuan di dalam gereja

dan lain sebagainya. Perkunjungan bagi jemaat yang sakit

dan berkabung adalah salah satu bentuk pelayanan

pastoralia yang ada di dalam GPdI, Pendidikan Kristen,

konseling dan pelayanan misi.

Semua pelayanan pastoral itu ada di dalam

organisasi GPdI agar dapat terus mendorong iman jemaat

tumbuh, dan mampu melakukan apa yang dikehendaki Allah

sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Kitab Suci.

4. Diakonia
26

Sesuai dengan apa yang sudah diatur di dalam

Anggaran Rumah Tangga GPdI, pelayanan diakonia di

dalam GPdI adalah melakukan pelayanan kasih dan

kepedulian sosial dengan membuka panti asuhan, panti

werda, pusat-pusat rehabilitasi, membantu orang yang

berkekurangan, membantu janda-janda dan yatim piatu, tuna

wisma, korban bencana alam, korban kekerasan, membantu

para mantan gembala yang tidak menjabat lagi dan ikut

serta dalam menangani masalah sosial seperti kenakalan

remaja, narkoba, lingkungan hidup dan dan masalah di

lingkungan masyarakat lainnya.

5. Manajemen Kepemimpinan Ketatalayanan Gereja

Di dalam ketatalayanan GPDI semua sudah diatur

dalam Musyawarah Besar Luar Biasa (MUBESLUB) yang

tertera di dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) GPdI, yaitu

Gembala Jemaat yang bertindak sebagai pemimpin yang

menggembalakan jemaat lokal, yang kemudian dibantu

dengan Ibu Rohani, Wakil Gembala, Pendeta dan para

pelayan khusus yang diangkat oleh Gembala selaku Ketua

Jemaat.

Mengenai manajemen kepemimpinan di dalam

organisasi GPdI pun dimulai dari Majelis Pusat, Majelis

Daerah, Majelis Wilayah lalu ke gembala-gembala yang


27

memimpin jemaat lokal. Semuanya itu diatur di dalam

AD/ART GPdI, bagaimana manajemen kepemimpinan di

dalam sebuah organisasi GPdI. Para pelayan yang terjun di

dalam pelayanan di jemaat juga banyak yang memiliki latar

belakang pendidikan agama Kristen, yang mana adalah para

pengajar, yang kemudian dipercayakan dalam pelayanan

pendalaman Alkitab serta pelayanan wadah-wadah, terlebih

khusus dalam wadah remaja pemuda dan anak-anak.

6. Dialog Beragama (Religionum)

GPdI sendiri begitu terbuka terhadap dialog antar

agama dengan toleransi yang tentu saja harus sesuai

dengan kebenaran Alkitab. GPdI juga melakukan berbagai

pelayanan diakonia kepada non-Kristen dengan cara

membantu masjid ataupun rumah ibadah agama lain yang

sedang dalam pembangunan, membantu panti asuhan non-

Kristen dan sejenisnya dengan tujuan untuk menjangkau

jiwa-jiwa yang belum mengenal Tuhan Yesus Kristus.

GPdI terlibat secara aktif dalam kegiatan antar

beragama untuk terus menjaga tali kasih persaudaraan dan

toleransi antar umat beragama, tanpa lupa akan tugas dan

tanggung jawab sebagai anak Tuhan untuk terus

memberitakan Injil.

7. Hukum Gereja
28

Hukum Gereja dalam organisasi GPdI semuanya

sudah diatur di dalam AD/ART GPdI, yang mana di

dalamnya sudah diatur segala sesuatu peraturan mengenai

hal-hal yang terkait dengan pelayanan di dalam organisasi

maupun berjemaat. Namun, hal yang perlu diperhatikan di

dalam AD/ART juga terdapat pengakuan iman GPdI sebagai

berikut:

a. Kami percaya Alkitab adalah Firman Allah yang

diilhamkan oleh Roh Kudus terdiri dari 66 buku “Kejadian

sampai dengan Wahyu” (II Timotius 3 : 16; II Petrus 1 :

21).

b. Kami percaya Allah Yang Maha Esa dan kekal dalam

wujud Trinitas : “BAPA dan PUTERA dan ROH

KUDUS”,        ( Ulangan 6 : 4; I Timotius 2 : 5; I Yohanes

5:7; Matius 28 : 19 ), Keesaan namaNya yaitu : “ TUHAN

YESUS KRISTUS“, ( Kisah Para Rasul 2 : 36; 8 : 12; 10 :

48; Matius 1 : 1; Wahyu 22 : 20 – 21; Kisah Para Rasul

19:5; I Petrus 3:15 ).

c. Kami percaya Allah pencipta alam semesta dan manusia,

seperti tertulis dalam Kitab Kejadian ( Kejadian 1 dan 2;

Yohanes 1:1-3; Kolose 1:16; Roma 4:17; Roma 1:19-20 )

d. Kami percaya Tuhan Yesus Kristus , Anak Allah yang

telah menjadi manusia, dilahirkan Perawan Maria yang


29

mengandung oleh Roh Kudus, mati disalib, menanggung

dosa manusia, dikuburkan, bangkit, naik ke surga dan

akan datang kembali. ( Yohanes 20 : 31; Roma 1 : 4; I

Yohanes 4 : 15; Yohanes 1 : 14; Filipi 2 : 7-8; II Timotius

3 :16; Matius 1 : 18; Yesaya 7 : 14; Lukas 1 : 35; I

Timotius 1 : 15; Kisah Para Rasul 4 : 1 – 12; 10 : 42- 43;

Roma 6 : 4; I Korintus 15 : 3-4; I Tesalonika 4 : 15, 17 ).

e. Kami percaya Roh Kudus adalah Pribadi Allah yang

memiliki sifat: Kekal, Mahahadir, Mahakuasa, Mahatahu,

Mahakudus, Mahakasih dan baptisan Roh Kudus yaitu

kepenuhan Roh Kudus dengan tanda berkata-kata dalam

berbagai bahasa sebagaimana diilhamkan oleh Roh

Kudus diterima oleh orang percaya, bertobat dan lahir

baru (I Yohanes 5 : 7; II Korintus 13 : 13; Ibrani 9 : 14;

Mazmur 139 : 7-10; Lukas 1 : 35; Kejadian 1 : 2; Ayub 26

: 13; Kisah Para Rasul 2 : 4; 10 : 45-46; 19 : 6; Markus

16 : 17; Yohanes 7 : 38-39).

f. Kami percaya baptisan air, yaitu diselamkan dalam nama

Bapa dan Putera dan Roh Kudus, yaitu Tuhan Yesus

Kristus wajib dilakukan bagi mereka yang diselamatkan

yaitu percaya, bertobat dan lahir baru, untuk

menggenapkan kebenaran Allah. ( Markus 16 : 15-16;


30

Kisah Para Rasul 2 : 38; 8 : 12, 37 dan 39; Matius 3 : 15;

28 : 19; Markus 1:15).

g. Kami percaya keselamatan orang berdosa, roh, jiwa dan

tubuh, oleh anugerah dan iman kepada Tuhan Yesus

Kristus, dan semua orang percaya harus

mempertahankan keselamatan, kekudusan, kesetiaan

dan apabila tidak memeliharanya, keselamatan itu dapat

hilang ( Efesus 2 : 8-9; Roma 10 : 9-10; I Korintus 1 : 18;

Filipi 2:12; Matius 24:13; Ibrani 3:12; II Petrus 2: 20-22;

1: 4-11; Yudas 1:3 ).

h. Kami percaya peranan karunia–karunia Roh Kudus

dalam Jemaat. (I Korintus 12: 4 – 11; 14:26).

i. Kami percaya Perjamuan Tuhan yang lazim disebut

Perjamuan Kudus harus diterima oleh mereka yang

percaya. ( Lukas 22: 19-20; I Korintus 11:23-26; Yohanes

6:53 – 56).

j. Kami percaya kesembuhan Allahi atas segala penyakit

oleh bilur–bilur Yesus dalam kuasa nama-Nya. (Yesaya

53:4; I Petrus 2:24; Kisah Para Rasul 4:30; Markus

16:18).

k. Kami percaya penyerahan anak-anak adalah kehendak

Tuhan. (Lukas 2:22–27; Matius 19:13–15; Markus 10:13–

16; Lukas 18:15–17).


31

l. Kami percaya Gereja Tuhan yang esa, persekutuan

orang-orang percaya, kudus dan sempurna sebagai

Mempelai Perempuan, disingkirkan selama masa tiga

setengah tahun tribulasi, diubahkan dan diangkat pada

kedatangan kembali Tuhan Yesus. (Yohanes 17:21–23;

Efesus 4:12–16; I Tesalonika 5:23; I Petrus 5:10; I

Tesalonika 5:4; I Korintus 15: 51).

m. Kami percaya Tuhan Yesus Kristus sebagai Mempelai

Laki–laki, Raja atas segala raja dan Tuan atas segala

tuan, yang akan datang untuk menghukum isi dunia

dengan adil, dan akan memerintah dalam Kerajaan

Seribu Tahun Damai bersama Mempelai Perempuan

yaitu Gereja-Nya. (Kisah Para Rasul 1:11; Wahyu 22:7; I

Korintus 15:24–25; I Tesalonika 4:16–17; II Tesalonika

1:7-9; Wahyu 20:10–15; Wahyu 19:11-16; I Timotius

6:15).

n. Kami percaya kebangkitan orang–orang kudus sebelum

Kerajaan Seribu Tahun Damai dan kebangkitan orang–

orang berdosa sesudah Kerajaan itu; orang kudus akan

menerima hidup kekal, orang berdosa akan menghadap

tahta Allah untuk menerima pehukuman kekal dalam

lautan api. (Wahyu 20:1–15; I Tesalonika 4:16–17).


32

o. Kami percaya langit dan bumi baru yang berisi

Kebenaran, tempat kediaman kekal umat tebusan darah

Kristus (I Petrus I:18-19; II Petrus 3:13; Wahyu 21: 1–

18).

p. Kami percaya pertemuan–pertemuan ibadah, wajib

dilaksanakan secara tetap dengan khidmad dan sukacita.

(Kisah Para Rasul 2:25; Keluaran 23:25; Ibrani 10:25;

Mazmur 47:2; 100:1-5; 134:2; 150:1-5).

q. Kami percaya setiap pemerintah adalah hamba Allah

yang ditetapkan Allah. (Roma 13:4; I Petrus 2:17; I

Timotius 2:1-2; Amsal 21:1).


BAB III

KESIMPULAN

Dalam hal ini pemahaman akan cakupan Teologi Praktika di dalam

organisasi GPdI bagi jemaat lokal sendiri masihlah begitu minim, dan

memang yang lebih memahami adalah para hamba Tuhan. Oleh karena

itu, sangatlah penting bagi jemaat mengetahui akan hal-hal ini walaupun

sebenarnya mereka mengetahui semua pelayanan tersebut, namun

mereka tidak mengetahui setiap istilah yang di dalamnya adalah

pelayanan itu.

Ketujuh cakupan Teologi Praktika tersebut merupakan suatu hal

yang sangat krusial di dalam semua organisasi gereja yang ada di dunia,

karena ketujuh cakupan tersebut bisa dikatakan sebagai dasar dari

berdirinya suatu gereja, karena di dalamnya sudah mencakup semua hal

yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan orang percaya.

Praktik cakupan Teologi Praktika di dalam GPdI sendiri juga

sangatlah disoroti, terlebih khusus cakupan yang pertama, yaitu ibadah. Di

mana liturgi peribadatan GPdI yang memang sedikit berbeda dengan

liturgi gereja-gereja di luar aliran Pentakosta atau karismatik. Namun,

unsur-unsur penting dalam suatu peribadatan tentu saja tetap tidak dapat

dihilangkan, seperti yang sudah dipaparkan di dalam bab yang

sebelumnya tentang bagaimana landasan Alkitabiah akan cara beribadah

di dalam jemaat GPdI.

32
33

Tidak lupa juga dengan keenam cakupan Teologi Praktika lainnya yang

sudah dipaparkan bagaimana peraturannya di dalam organisasi GPdI.

Teologi Praktika memberikan tatanan gerejawi yang tentu saja

bersifat panduan (terpadu), yang berarti bahwa teologi memberikan

kejelasan atau pemahaman akan setiap aspek situasi dan kondisi gereja

pada waktu tertentu. Oleh karena itu, mengapa memahami akan ketujuh

cakupan Teologi Praktika ini merupakan suatu hal yang penting untuk

memberikan pemahaman, bahkan jalan keluar dari masalah-masalah

praksis yang terjadi di dalam gereja di waktu sekarang.


DAFTAR PUSTAKA

Abineno, Ch. J. L, Garis-garis Besar Hukum Gereja. Jakarta: BPK Gunung


Mulia, 2006.

Christimoty, Debora Nugrahenny, “Teologi Ibadah dan Kualitas


Penyelenggaraan Ibadah: Sebuah Pengantar”, PASCA: Jurnal
Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, Vol. 15 Nomor 1. Sekolah
Tinggi Teologi Baptis Indonesia (STTBI) Semarang, 2019.

Gulo, W, Penampakan Identitas dan Ciri Khas dalam Penyelenggaraan


Sekolah Kristen, Identitas dan Ciri Khas Pendidikan Kristen di
Indonesia, peny. W. Sairin. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.

Lumintang, Stevri I, Theologia Abu-abu. Malang: Penerbit Gandum mas,


2004.

Noordegraaf, A, Orientas Diakonia Gereja (Terjemahan oleh D. Ch.


Sahetapy). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.

Pranoto Fatony, Eliawaty Ivonne dan Permana Surja, “Pelayanan Pastoral


Dengan Aspek-aspeknya di Gereja Bethel Indonesia Jemaat
Sungai Yordan Surabaya”, KERUSSO, Vol. 3 Nomor 2. Evangelical
Seminary of Indonesia-Surabaya, 2018.

Widyatmajaya, Joseph. P., Diakonia Sebagai Misi Gereja: Praksis dan


Refleksi Diakonia Transformatif. Yogyakarta: Kanisius, 2009.

Wiryoputro, Sugiyanto, Dasar-dasar Manajemen Kristiani. Jakarta: BPK


Gunung Mulia, 2019.

Yewanggoe, Andreas A., Tidak Ada Penumpang Gelap: Warga Gereja,


Warga Bangsa. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

34

Anda mungkin juga menyukai