Anda di halaman 1dari 12

////REALITAS KATEKISASI DAN DAMPAKNYA BAGI USIA REMAJA

AKHIR

(Studi Kasus Usia Remaja Akhir di Jemaat GKE Tamparak Layung)

A. Latar Belakang Masalah

Kata katekisasi1 bukan istilah yang asing bagi kita. Kata katekisasi berasal

dari bahasa Yunani katechein. Kata katechein terbentuk dari kata echo yang

berarti menggemakan atau menyuarakan. Jadi katechein berarti menggemakan

atau menyuarakan ke luar.2Orang yang mengajar katekisasi dikenal dengan istilah

katekis.3Sedangkan yang menerima ajaran dalam katekisasi disebut katekumen.4

Gereja Purba antara abad ke-2 sampai ke-5 masehi memberikan pengajaran

kepada para calon katekumen yang ingin menjadi Kristen. Dalam hal ini, calon

katekumen yaitu orang dewasa non-Kristen yang terlebih dahulu mengalami

pertobatan secara sungguh-sungguh. Calon katekumen yang telah mengalami

pertobatan kemudian menerima pengajaran.Pengajaran yang diberikan oleh para

pengajar mempunyai keterkaitan dengan khotbah Petrus pada hari Pentakosta,5

1
Pada bagian selanjutnya dalam penulisan kata katekisasi tidak ditulis menggunakan
huruf bercetak miring.
2
Jakob Papo, Memahami Katekese (Flores-NTT: Nusa Indah, 1987), 11.
3
Ibid 11.
4
Ibid 11.
5
Seluruh isi bagian paragraf ini penulis parafrasekan dari Robert R. Boehlke, Sejarah
Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen Dari Plato Sampai Ignatius
Loyola (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2015) 134-135.

1
“Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam

nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima

karunia Roh Kudus ” (Kisah Para Rasul 2:38).6

Khotbah Petrus ini menjadi dasar bagi para pengajar untuk memberikan

pengajaran kepada katekumen, karena para pengajar menyadari bahwa manusia

yang belum menerima pengajaran dan dibaptis termasuk dalam hitungan angkatan

orang jahat. Setelah menerima pertobatan dan perngajaran, mereka harus

menunjukkan cara hidup yang berbeda. Barulah mereka menerima baptisan.

Pengajaran ini juga menjadi bibit awal dari munculnya katekisasi.7

Pada pelaksanaan katekisasi di gereja Purba, katekumen juga memiliki

aturan. Aturan utama merekaharus menerimapengajaran selama 3 tahun dalam

ibadah pagi. Dalam ibadah ini mereka diajarkan untuk memuji Tuhan melalui doa

dan lagu-lagu yang dinyanyikan. Selain itu mereka juga diajarkan melalui

pembacaan dan perenungan firman Tuhan dari Alkitab.8

Setelah menyelesaikan pengajaran selama 3 tahun, mereka

menerimapengujian terlebih dahulu. Pada saat menerima pengujian, katekumen

tidak diperbolehkan untuk ikut mendengarkan doa Bapa Kami dan dilarang ikut

Perjamuan Kudus. Alasannya karena kegiatan tersebut hanya diperbolehkan bagi

anggota jemaat yang sudah menerima baptisan.9

6
Alkitab (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2007).
7
Seluruh isi bagian paragraf ini penulis parafrasekan Robert R. Boehlke, Sejarah
Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen Dari Plato Sampai Ignatius
Loyola (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2015) 135.
8
Ibid 138.
9
Seluruh isi bagian paragraf ini penulis parafrasekan dari Homrighausen & Enklaar,
Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014) 106.

2
Dampak setelah menjadi Kristen, mereka meninggalkan hal-hal yang jahat

dan segala godaan terhadap iman. Selain itu mereka menjadi orang Kristen yang

setia dalam hal beribadah, memuji Tuhan, mendengar dan melakukan firman

Tuhan. Hal itu karena mereka sudah terbiasa melakukannya selama 3 tahun

pembelajaran. Tidak jarang pula orang Kristen pada zaman gereja Purba rela

menerima penganiayaan dan mati demi mempertahankan imannya. Jemaat juga

tidak lagi dimasuki oleh orang berdosa yang belum bertobat secara sungguh-

sungguh.

Pada abad Pertengahan, aturan pengajaran dari gereja Purba yang ketat

mulai dilonggarkan. Calon katekumen tidak lagi orang yang sudah bertobat secara

sungguh-sungguh tetapi siapa saja dapat menjadi katekumen dan orang Kristen.

Kemunduran pelaksanaan katekisasi pada abad Pertengahan juga berdampak pada

persiapan dan pengajaran. Persiapan dan pengajaran katekisasi yang awalnya

dilaksanakan selama 3 tahun akhirnya susut menjadi 3 minggu saja.

HalinidisebabkankarenaagamaKristensudahdiijinkanolehKaisar.Dalam

pelaksanaannya, katekumen cukup bisa menghafal doa Bapa Kami lalu mereka

dapat menerima sakramen sesuai dengan ketentuan gereja. Setelah itu katekumen

dapat diteguhkan baptisannya dan menjadi anggota penuh jemaat.10

Dampaknya, bagi kehidupan orang Kristen yaitu katekisasi sidi menjadi

kurang bermutu. Iman Kristen cenderung diremehkan meskipun tidak demikian

maksudnya.Hal ini disebabkan karena katekumen belum sepenuhnya menyadari

diri mereka. Selain itu, orang Kristen pada abad Pertengahan juga kurang

10
Ibid 106-107.

3
memahami tanggung jawab mereka setelah menerima baptisan karena pengajaran

yang diberikan tidak diperdalam. Tidak jarang masih banyak orang Kristen tetap

melakukan hal yang jahat dantidak bertobat secara sungguh-sungguh. Sebelum

dan setelah menerimabaptisan kehidupan mereka tetap sama.

Pada zaman Reformasi pendidikan dari gereja kembali diperhatikan dengan

sebaik-baiknya. Pada zaman ini, aturan untuk menjadi katekumen ialah umat

harus sadar dan paham akan isi pengakuan yang akan diucapkan. Selain itu,

peraturan dan isi katekisasi juga mengalami perubahan. Untuk memperlancar

proses katekisasi, mulailah dikarang buku-buku pelajaran tentang katekisasi.

Buku-buku pelajaran tersebut berupa katekismus dengan soal dan jawaban.

Tujuan utama dari katekisasi ialah mengajar kaum muda mengenai jalan

keselamatan dan panggilan orang Kristen terhadap gereja dan masyarakat.11

Dampaknya bagi katekumen ialah mereka lebih memahami jalan

keselamatan dan menghayati panggilan orang Kristen terhadap gereja dan

masyarakat. Katekismus dengan soal dan jawaban yang dikarang lebih

memudahkan mereka untuk belajar dan memahami tanggung jawab mereka

sebagai orang Kristen. Selain itu, katekisasi mendorong seseorang melakukan

persiapan dan pengakuan secara sungguh-sungguh dalam persiapan

pelaksanaannya.

Katekisasi juga dilaksanakan oleh gereja pada masa kini. Penulis akan

menguraikan katekisasi sidi dalam konteks GKE. Katekisasi sidi di GKE

merupakan salah satu bentuk katekisasi yang diberikan sebagai persiapan


11
Ibid 107-108.

4
peneguhan sidi, biasanya pada usia remaja menjelang dewasa (16 tahun ke atas).

Hal ini dimuat secara tertulis oleh GKE dalam Peraturan GKE Nomor 43 tahun

2016 Pasal 3 tentang Pengertian Katekisasi Sidi.12

Pelaksanaan katekisasi sidi GKE diatur dalam Peraturan GKE No. 43 Tahun

2016 tentang: Pengajaran Katekisasi dan Peneguhan Sidi dalam Lingkungan

Gereja Kalimantan Evangelis pasal 8. Pengajaran katekisasi sidi dilakukan oleh

Majelis, terutama Pendeta, Pambarita/Penginjil atau Penatua setempat. Waktu

pelaksanaan Katekisasi Sidi yaitu 1 tahun (Januari - Desember).13

Pada pemaparan katekisasi sidi konteks GKE, telah dijelaskan bahwa

katekumen biasanya remaja menjelang dewasa (16 tahun ke atas). Selanjutnya,

penulis akan menjelaskan mengenai remaja. Umumnya batasan usia remaja yang

digunakan oleh para ahli antara 12 hingga 21 tahun.14 Rentang waktu usia remaja

ini dibedakan atas tiga, yaitu: masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja

pertengahan usia 15-18 tahun dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun.15

Istilah remaja berasal dari bahasa Latin adolescere yang berarti tumbuh

menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Konsep adolesen ini

muncul sebagai suatu periode kehidupan tertentu yang berbeda diantara masa

anak-anak dan masa dewasa.16 Penulis memilih kategori masa remaja usia 18-21

tahun untuk diteliti dalam tulisan penulis karena rata-rata remaja di jemaat

Tamparak Layung masuk dalam kategori tersebut.

12
Peraturan GKE, (Banjarmasin: BPH MS GKE, 2016), 165.
13
Ibid, 166.
14
Desmita, Psikologi Perkembangan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), 189.
15
Ibid 189.
16
Ibid 189.

5
Pada pemaparan selanjutnya, penulis akan menjelaskan tentang realitas

katekisasi bagi remaja yang ada di jemaat Tamparak Layung. Namun, penulis

terlebih dahulu memaparkan tentang letak geografis desa Tamparak Layung. Desa

Tamparak Layung terletak di wilayah Kecamatan Dusun Utara, yang

berkedudukan di Pendang dan termasuk dalam wilayah Kabupaten Barito Selatan,

Provinsi Kalimantan Tengah.17

Luas wilayah desa Tamparak Layung yaitu 19 km2 dengan jumlah

penduduk 809 jiwa, terhitung dari Januari 2018. Terdiri dari 426 jiwa laki-laki dan

383 jiwa perempuan dari 204 KK.

Jemaat GKE Tamparak Layung terletak di desa Tamparak Layung dan

masuk di wilayah Resort Ayuh Bamanen yang terletak di Pendang. Resort Ayuh

Bamanen memiliki 27 jemaat dan jemaat Tamparak Layung salah satu yang

terdaftar di dalamnya.

Jumlah jemaat GKE Tamparak Layung yaitu 378 jiwa dari 75 jumlah KK.

Jumlah tersebut merupakan jumlah jemaat secara keseluruhan yang terdaftar baik

yang aktif dan menetap di desa Tamparak Layung maupun yang non-aktif karena

bekerja dan melanjutkan pendidikan ke luar. 18

Katekisasi sidi GKE juga dilaksanakan di jemaat Tamparak Layung.

Katekisasi ini dilaksanakan sebagai upaya mempersiapkan diri para remaja

sebelum menerima peneguhan sidi. Syarat agar dapat menjadi katekumen yaitu

17
Sekretaris Desa, Data Statistik Desa Tamparak Layung, 2018.
18
Perhitungan berdasarkan statistik desa tahun 2018, dalam bentuk arsip per KK, yang
dihitung hanya warga jemaat GKE. Hal ini dikarenakan majelis jemaat tidak memiliki data
statistik jemaat tersendiri. Data tersebut telah disetujui oleh penatua Astriani S.Pd (Sekretaris
Jemaat) Sabtu 23 Juni 2018.

6
sudah berusia 16 tahun atau lebih dan warga jemaat GKE yang sudah dibaptis.

Penulis berfokus pada pelaksanaan katekisasi dan peneguhan sidi pada Desember

2017. Katekumen yangmenerima katekisasi berjumlah 12 orang, terdiri dari 7

perempuan dan 5 laki-laki. Katekisasi sidi diberikan selama 3 hari pada

bulanDesember antara tanggal 23-25. Pembelajaran yang diterima pada pertemuan

pertama katekisasi yaitu: katekumen diminta untuk menghafal 10 Perintah Allah,

Pengakuan Iman Rasuli, Hukum yang Terutama dan Doa Bapa Kami. Pertemuan

pada hari kedua katekumen memilih nas untuk peneguhan sidi dari Alkitab. Pada

hari ketiga: katekumen dites untuk mengucapkan 10 Perintah Allah, Pengakuan

Iman Rasuli, Hukum yang Terutama dan Doa Bapa Kami secara bersama-

sama.Pada hari natal ke-2 tanggal 26 Desember dilaksanakanlah peneguhan sidi di

gereja.

Melihat dari pemaparan proses pelaksanaan katekisasi dan peneguhan sidi di

atas,katekisasi sidi yang diberikan tidak memiliki dampak seperti yang

diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari cara hidup katekumen sehari-hari. Sebelum

menerima peneguhan sidi mereka terbiasa mengonsumsi minuman beralkohol,

merokok dan ikut dalam pergaulan bebas. Datang beribadah hanya karena ingin

bertemu dengan teman, berbicara dan pulang tanpa memahami makna firman

Tuhan yang disampaikan. Mereka juga tidak memahami tuntutan ketika mereka

7
telah menerima peneguhan sidi untuk ikut serta melayani. 19Setelah menerima

peneguhan sidi, mereka tetap melakukan hal yang sama.20

Penulisbertanya kepada Remang salah satu alumni yang menerima

katekisasi sidi pada bulan Desember 2017. Ia adalah remaja yang rajin beribadah

pada hari minggu dibandingkan 11 alumni lainnya.Penulis menanyakantentang

pemahamannya mengenai katekisasi dan tanggung jawab setelah menerima

katekisasi. Remang menjawab: “Katekisasi adalah suatu kewajiban yang harus

dipenuhi sebagai orang Kristen yang sudah berusia 17 tahun” dan “Tanggung

jawab saya yaitu menanggung dosa sendiri karena telah sidi yang tidak lagi

ditanggung orang tua”.21 Jawaban yang disampaikan oleh alumni katekisasi sidi

ini menjadi bukti bahwa ia belum sepenuhnya memahami pengertian dan tujuan

dilaksanakannya katekisasi.

Dari pemaparan di atas, penulis menyimpulkan bahwa katekumen yang

sudah menerima peneguhan sidi tidak memahami tanggung jawab dan dampak

yang sesungguhnya sebagai anggota sidi jemaat.Jika hal ini terus menerus

berlanjut, maka tidak akan ada lagi generasi penerus gereja yang berkualitas

melanjutkan kepemimpinan di dalam gereja di masa akan datang. Selain itu,

tujuan GKE melakukan pembinaan iman melalui katekisasi juga tidak dapat

diwujudkan.

19
Berdasarkan pengamatan penulis sebelum katekumen menerima peneguhan sidi pada
bulan Desember 2017.
20
Berdasarkan pengamatan penulis setelah katekumen menerima peneguhan sidi pada
bulan Juni-Juli 2018.
21
Wawancara dengan Remang, (alumni yang menerima peneguhan sidi pada Desember
2017), Sabtu 11 Agustus 2018.

8
Penulis merasa perlu untuk memberikan pemahaman tentang katekisasi dan

katekisasi seperti apa yang relevandi jemaat Tamparak Layung.Hal ini dilakukan

agarremaja usia akhir di jemaatTamparak Layung memahami dampak yang

seharusnya ditimbulkan setelah menerima katekisasi dan peneguhan sidi.

Berdasarkan uraian secara keseluruhan dari latar belakang, penulis mengajukan

suatu karya ilmiah yang berjudul “Realitas Katekisasi Dan Dampaknya Bagi Usia

Remaja Akhir ( Studi kasus usia remaja akhir di Jemaat GKE Tamparak Layung

).”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses katekisasi dan realitas kehidupan remaja usia akhir yang

telah menerima peneguhan sidi di jemaat GKE Tamparak Layung?

2. Bagaimana analisis terhadap proses katekisasi dan realitas kehidupan remaja

usia akhir yang telah menerima peneguhan sidi di jemaat GKE Tamparak

Layung?

3. Bagaimana katekumen, waktu dan bahan ajar katekisasi yang relevan agar

memiliki dampak bagi remaja usia akhir setelah diteguhkan sidi di jemaat

GKE Tamparak Layung?

C. Tujuan Penulisan

1. Memaparkan proses katekisasi dan realitas kehidupan remaja usia akhir

yang telah menerima peneguhan sidi di jemaat GKE Tamparak Layung.

2. Memaparkan analisis terhadap proses katekisasi dan realitas kehidupan

remaja usia akhir yang telah menerima peneguhan sidi di jemaat GKE

Tamparak Layung.

9
3. Memaparkan katekumen, waktu dan bahan ajar katekisasi yang relevan agar

memiliki dampak bagi remaja usia akhir setelah diteguhkan sidi di jemaat

GKE Tamparak Layung.

D. Batasan Masalah

Penulis membatasi permasalahan ini pada realitas proses pelaksanaan

katekisasi dan realitas kehidupan remaja usia akhir (usia 18-21 tahun) di jemaat

GKE Tamparak Layung tahun 2017. Selain itu, penulis juga berfokus pada waktu

pelaksanaan katekisasi dan bahan ajar katekisasi yang disampaikan.

E. Asumsi dan Hipotesa

Asumsi adalah dugaan-dugaan sementara sebagai jawaban atas

permasalahan di dalam tulisan.22 Asumsi penulis yang pertama, proses katekisasi

3 kali pertemuan adalah waktu yang terlalu singkat untuk pelaksanaan katekisasi.

Kedua, bahan ajar yang dianjurkan GKE tidak digunakan. Ketiga, katekumen

yang tidak memperhatikan ketika proses katekisasi berlangsung.

Hipotesa adalah jawaban sementara atas pokok permasalahan di dalam

tulisan.23 Hipotesa penulis pertama proses katekisasi dilaksanakan sesuai dengan

peraturan GKE yaitu 1 tahun (Januari-Desember). Kedua penggunaan katekismus

yang dianjurkan GKE dan disampaikan dengan bahasa yang dapat dipahami.

Ketiga metode yang digunakan tidak hanya ceramah tetapi diselingi dengan

praktek dalam hal melayani agar lebih mudah dipahami dan tidak membosankan.

F. Signifikasi Penulisan
22
Katalog (Revisi 2014), Sekolah Tinggi Teologi GKE Banjarmasin 2015, 199.
23
Ibid 199.

10
1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi Majelis Jemaat dan orang tua tentang

pentingnya pelaksanaan katekisasi, karena itu tidak dapat dilaksanakan

secara instan dalam proses pembelajarannya bagi remaja usia akhir di

jemaat GKE Tamparak Layung.

2. Menjadi bahan pertimbangan bagi Pendeta, Penatua, dan Vikaris dalam

melaksanakan katekisasi agar pelaksanaan katekisasi secara khususnya di

GKE semakin berkualitas.

3. Sebagai syarat untuk menyelesaikan program studi Strata 1 (S1) Sekolah

Tinggi Teologi GKE di Banjarmasin.

G. Tinjauan Pustaka

Penulis berupaya melihat tulisan yang berkaitan dengan pembahasan

penulis. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi peniruan dalam pembahasan skripsi

penulis. Ada beberapa tulisan yang membahas mengenai katekisasi, diantaranya:

1. Judul : “Pengaruh Katekisasi Sidi Terhadap Perilaku

Remaja/Pemuda Usia 17-25 tahun di PadangSari”

Nama : Yeni Agustina, STT GKE 2012.

Fokus : Memaparkan perilaku remaja/pemuda usia 17-25

tahun yang sudah mengikuti katekisasi sidi dan

peneguhan sidi di jemaat GKE Maranatha Padang

Sari

Letak perbedaan : Penulis berfokus pada proses katekisasidan realitas

kehidupan remaja usia akhir (18-21 tahun) yang

11
telah menerima peneguhan sidi di jemaat GKE

Tamparak Layung.Selain itu, penulis juga berfokus

pada waktu pelaksanaan dan bahan ajar katekisasi

yang disampaikan. Sedangkan Yeni berfokus pada

perilaku remaja/pemuda usia 17-25 tahun yang

sudah mengikuti katekisasi dan peneguhan sidi di

jemaat Maranatha Padang Sari.

2. Judul :“Pentingnya Katekisasi Dalam Rangka Pelaksanaan

Pendidikan Agama Kristen Untuk Persiapan

Peneguhan Sidi”

(studi kasus di jemaat GKE Efrata Supang yang

melaksanakan peneguhan sidi tanpa katekisasi)

Nama : Thomas Syailendra, STT GKE 2015.

Fokus: Memaparkan tentang pentingnya katekisasi yang diberikan sebelum

calon sidi menerima peneguhan sidi, yang diawali

dengan pembinaan kepada warga jemaat terlebih

dahulu agar katekisasi dipandang penting untuk

dilaksanakan.

Letak perbedaan : Penulis berfokus pada proses katekisasi yang sudah

dilakukan dan realitas kehidupan remaja usia akhir

(18-21 tahun). Sedangkan Thomas menguraikan

bahwa katekisasi sidi memang tidak pernah

diberikan dan ia tidak memberi batasan usia.

12

Anda mungkin juga menyukai