Y. A. Theresia (214242014)
B. Isi Buku
1. Konsep pemikiran
Memikirkan dan menerapkan sebuah dogma dari sejarah dogma Kristen,
merupakan satu kesatuan dogma yang dipikirkan oleh Katolik Roma dan tidak
boleh berbeda dogma yang dibuat oleh Katolik Roma. Kemudian untuk waktu
yang lama hanya dogma Katolik Roma yang dianggap benar dan dipraktikkan
oleh orang awam, termasuk Martin Luther, yang pernah mengakuinya. Namun
setelah itu muncul Reformasi yang pertama kali dicetuskan oleh Martin Luther,
sebagai dogma Katolik Roma yang dianggap kurang tepat dan harus diperbaharui.
Pembaharuan dogma tidak hanya dari pemikiran Martin Luther tetapi dari
beberapa individu teolog berbeda, yang kemudian akhirnya melahirkan
kontroversi yang tak kunjung usai hingga saat ini. Setelah lama kontroversi,
hanya iman di dalam Kristus yang menyelamatkan orang dari dosa tidak pernah
diperdebatkan, dan diakui sebagai sah dan berlaku selamanya. Penulis
menjabarkan bahwa pengertian dogma, tujuan dogma dan pengamalannya
memiliki makna. Mungkin berbeda tetapi tetap satu atap dalam iman kepada
Kristus yang menyelamatkan umat manusia dari kehancuran kekal. Kontroversi
juga membawa kekristenan kepada iman yang semakin benar.
1
Bernhard Lohse, “Pengantar Sejarah Dogma Kristen: dari Abad Pertama sampai dengan masa kini”.
1963. Diterjemahkan oleh: A. A. Yewangoe. 1988
2. Definisi Dogma
Penulis buku ini mengatakan bahwa contoh adalah konsensus luas tentang
implikasi dari memahami contoh sebagai klaim doktrinal, sejalan dengan proposal
yang dibuat oleh aliran filsafat. Pemahaman ini juga didasarkan pada pemikiran
Gereja Katolik. Namun, dalam kajiannya tentang konsep keteladanan, seorang
sarjana Yesuit. A. Deneffe, memberikan definisi yang akurat, menurut pandangan
sebagian besar teolog Katolik, yaitu: Dogma est veritas o Deo formaliter revelata
et Ecclesia sive sollemniter sive ordinare definita. Diterjemahkan sebagai
kebenaran yang, sejauh dimaksudkan dipandang secara objektif, diwartakan oleh
Allah dan ditetapkan oleh Gereja.
Orang-orang Protestan juga memberikan contoh dengan cara yang sama. Hernke,
misalnya, menulis: “Dogma-dogma gereja adalah doktrin-doktrin iman Kristen
yang dirumuskan secara logis dan diungkapkan untuk tujuan ilmiah dan
apologetik; doktrin-doktrin itu mencakup pengetahuan tentang Tuhan, dunia, dan
keselamatan yang terjadi melalui Mesias, dan menggambarkan isi objektif agama.
Selain itu, bagi sejarawan teladan dan teolog sistematika berbeda konsepsi dengan
pangkat, seperti yang dipublikasikan Walter Koller dan Martin Werner,
keteladanan dapat dipahami sebagai ekspresi umum iman Kristen oleh komunitas
Kristen, sehubungan dengan esensi Kristen. Dalam pandangan mereka,
pemahaman atau definisi ini tidak terlalu penting tetapi sejarah teladan sebagai
sejarah kesadaran diri Kristen. Tidak kurang dari argumen atau ungkapan yang
diberikan oleh Carl Barth, yaitu kesesuaian proklamasi Gereja dengan pernyataan
yang terlihat dalam Alkitab.
Dengan demikian orang dapat melihat problematika contoh individu, tetapi pada
saat yang sama menghormati contoh-contoh ini sebagai upaya untuk
mengungkapkan kebenaran pernyataan tersebut.
3. Sejarah Dogma
Dari awalnya memang berkembang pada area Katolik Roma, ini adalah tentang
dogma, yang kemudian diadopsi secara luas oleh Protestan. Konsep dogma
kemudian tidak dikenal, selama abad-abad awal. Serta perselisihan antara Arius
2
Bernhard Lohse, “Pengantar Sejarah Dogma Kristen: dari Abad Pertama sampai dengan masa kini”.
1963. Diterjemahkan oleh: A. A. Yewangoe. 1988
dan Alexander tentang karakter Kristus yang disebut setengah manusia setengah
Tuhan. Dari perselisihan di atas, dapat dikatakan bahwa itu adalah dogma
kekristenan pada awalnya. Maka tidak heran timbul pertanyaan yang kemudian
disebut “dogma” yang melahirkan keputusan Konsili Nicea tahun 325 M, dengan
rumusan pemecahan masalah teologi bahwa Bapa dan Anak (Logos with God)
adalah satu dan tidak dapat dipisahkan sama sekali. Apa yang dilakukan para
bapa Konsili hanyalah memberikan pengakuan iman mereka. Ini diikuti oleh
Konsili Chalcedon (451 M), yang mengatakan “Mengajarkan bahwa seseorang
harus mengaku …” dogma memperoleh peran mereka sebagai infalibilitas, dalam
arti proposisi doktrinal yang infalibel setidaknya sebagian sebagai akibat dari
membangun dogma-dogma itu dalam undang-undang kekaisaran. Oleh karena
itu, pada Abad Pertengahan Gereja Katolik mengembangkan doktrin depositum
fidei, yaitu suatu konsepsi bahwa gereja telah mempercayakan sejumlah harta
kebenaran. Alasan klaim ini adalah bahwa postulat iman yang dinyatakan
bukanlah karakter Gereja mula-mula. Pemahaman ini muncul karena faktor
sejarah. Dari yang dapat dipahami oleh pembaca, orang-orang Protestan tidak
pernah secara resmi mengakui bahwa dalil-dalil iman itu sempurna. Luther dan
para reformator memang mengakui otoritas keputusan dewan gereja kuno, tetapi
keputusan itu dibuat karena pemahaman depositum fidei, tetapi juga harus sesuai
dengan Alkitab. Reformasi yang disusun Luther juga tidak lepas dari
perkembangan situasi spiritual atau gerejawi, serta situasi sosial politik, budaya
(bahkan ekonomi) di Eropa saat itu. Penulis mengungkapkan bahwa sejauh
menyangkut kesinambungan historis dogma, tidak dapat disangkal bahwa Yesus
membuat klaim yang unik, yaitu bahwa Yesus tidak pernah puas hanya dengan
mengajar tentang kehendak BapaNya tetapi menantang orang untuk taat kepada-
Nya. Dengan kata lain mengakui Dia sebagai Tuhan. Dengan arti “Aku adalah
Tuhan”. Tidak lain adalah akhir dari Alkitab adalah realitas yang paling realitas
dari semua yang dibahas.
4
Bernhard Lohse, “Pengantar Sejarah Dogma Kristen: dari Abad Pertama sampai dengan masa kini”.
1963. Diterjemahkan oleh: A. A. Yewangoe. 1988
membentang dari penciptaan hingga penghakiman terakhir, yang
berpuncak pada Yesus Kristus.
b. Ketidakmampuan Paus
14
Bernhard Lohse, “Pengantar Sejarah Dogma Kristen: dari Abad Pertama sampai dengan masa kini”.
1963. Diterjemahkan oleh: A. A. Yewangoe. 1988
Selama Abad Pertengahan adalah mungkin bagi para paus untuk
memperkuat posisi mereka ke segala arah. Dalam konflik yang berlarut-
larut dengan Kaisar, muncul pemenang. Dalam bulla yang terkenal dari
tahun 1302, berjudul Unam Sanctum, Paus Bonafacius VIII
merumuskan dengan lebih tajam klaim paus atas kekuasaan; baik
“pedang”, baik rohani maupun jasmani, dikatakan berada di tangan
gereja. Yang pertama dijalankan oleh gereja oleh gereja, sedangkan
yang kedua dilakukan untuk gereja. Menurut dokumen timah hitam,
seseorang yang ingin diselamatkan harus menyerahkan dirinya kepada
kepausan Romawi. Juga berhak mengangkat dan memberhentikan
uskup. Dalam (Church History, H berkof dan I. H. Enklaar: hlm. 1-4)
mengakui bahwa di dunia Timur adalah kebiasaan untuk tunduk kepada
Kaisar bahkan kaum awam yang dianggap berasal dari dunia ilahi.
Namun hal ini dikritik oleh Luther yang mengatakan kepura-puraan Paus
adalah menempatkan dirinya sebagai pengganti Kristus, yaitu dengan
mewartakan atau menyalahgunakan Sabda Allah menurut
kepentingannya sendiri. Namun, Konsili Vatikan I menyatakan bahwa
status dogmatis tidak hanya melawan ketidakmampuan paus, tetapi juga
terhadap keuskupan universalnya. Lebih tajam lagi, Paus mengatakan
dia adalah “pendeta sejati Kristus, kepala seluruh Gereja, ayah dan guru
semua orang Kristen”.
16
Bernhard Lohse, “Pengantar Sejarah Dogma Kristen: dari Abad Pertama sampai dengan masa kini”.
1963. Diterjemahkan oleh: A. A. Yewangoe. 1988
disatukan terlebih dahulu, sehingga dalam perjalanan waktu mungkin
ditemukan cara-cara baru untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
b. Gerakan Oikumenis
Gerakan Oikumenis mengajak gereja-gereja untuk saling mendekatkan
diri. Hal lain yang disebutkan dalam konstitusi adalah bahwa dewan
Gereja-Gereja sedunia “adalah komunitas gereja-gereja yang menerima
Tuhan kita, Yesus Kristus, sebagai juruselamat”. Gereja Oikumenis
mencari persekutuan dengan mereka yang dipisahkan oleh batas-batas
gerejawi, tetapi tetap menjadi bagian dari persekutuan satu tubuh
Kristus. Menurut WCC (World Council of Churches) mereka tidak puas
dengan jawaban di atas, sehingga mereka bercita-cita untuk melayani,
bersaksi dan bersekutu. Dasar yang diberikan WCC dikatakan adalah
persekutuan gereja-gereja yang mengakui Tuhan Yesus Kristus sebagai
Tuhan dan Juruselamat menurut Alkitab, dan oleh karena itu berusaha
untuk memenuhi panggilan bersama mereka untuk kemuliaan Tuhan,
Bapa, Anak dan Roh Kudus.
C. Kesimpulan
Buku ini memuat informasi penting terkait sejarah dogma dan doktrin. Memang benar,
penulis berhasil memadukan berbagai informasi yang kemudian berguna bagi para
mahasiswa teologi dan orang-orang yang berminat di bidang dogmatika Kristen, bahkan
yang baru memulai proses literasi sekalipun. Buku ini terbukti dapat meringkaskan
sejarah dogma-dogma yang tidak singkat itu secara menyeluruh dan sistematis serta logis
walaupun buku ini ditulis pada tahun 1963 yang mana masih memiliki sedikit kelemahan
yaitu kurang memberikan perhatian pada perkembangan mutakhir di dalam pemikiran
dogma yang muncul di area Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Pembaca menanggapi
bahwa perlu kembali adanya tinjauan ataupun pembahasan kepada masalah penafsiran
Alkitab dan seberapa kuat otoritas penafsiran tersebut terhadap pendekatannya. Tentu
penafsiran bisa saja salah tetapi paling tidak penafsiran siapa yang paling mendekati isi
Alkitab. Tujuan penetapan dogma bukan juga semata-mata untuk kepentingan suatu
17
Bernhard Lohse, “Pengantar Sejarah Dogma Kristen: dari Abad Pertama sampai dengan masa kini”.
1963. Diterjemahkan oleh: A. A. Yewangoe. 1988
kelompok tetapi demi terhambatnya pengajaran-pengajaran yang keliru atau menyesatkan
kekristenan. Tradisi bukan berarti kredo tetapi iman. Dogma boleh saja beda tapi
pengakuan akan ketuhanan Kristus tidak dapat ditolak, selain itu dapat dikatakan aliran
yang berbeda dari kekristenan atau menyimpang.
18
Bernhard Lohse, “Pengantar Sejarah Dogma Kristen: dari Abad Pertama sampai dengan masa kini”.
1963. Diterjemahkan oleh: A. A. Yewangoe. 1988