Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

karunia-Nya, sehingga Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Peningkatan Pengetahuan Remaja Terhadap

Pentingnya Kesehatan Reproduksi dalam Rangka Pencegahan Infeksi Menular Seksual di Poltekkes

Kemenkes Palangka Raya” dapat diselesaikan.

Terlaksana Penelitian dan selesainya penulisan karya tulis ilmiah ini adalah berkat bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada yang terhormat :

1. Ibu Dhini, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di Politeknik Kesehatan Kemenkes

Palangka Raya

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini saya menyadari masih belum sempurna, oleh

karena itu saya mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Semoga Karya Tulis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu

Keperawatan.

Palangka Raya, 22 Juli 2018

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN
HALAMAN DEPAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian

BAB II TELAAH PUSTAKA


A. Pengetahuan dan Sikap
a. Pengetahuan
b. Sikap
B. Remaja
a. Definisi Remaja
b. Perilaku Seksual Remaja
C. Infeksi Menular Seksual
a. Definisi Infeksi Menular Seksual
b. Cara Penularan Infeksi Menular Seksual
c. Pencegahan Infeksi Menular Seksual
D. Kesehatan Reproduksi Remaja

BAB III DESKRIPSI PRODUK


A. Spesifikasi
B. Rancangan
C. Implementasi Produk

BAB IV PEMBAHASAN
A. Pembahasan
a. Tingkat pengetahuan
b. Sikap

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang menular melalui hubungan seksual.

WHO (2015) menyatakan bahwa, terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit)

yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Salah satunaya adalah HIV yang bisa ditularkan dari

ibu ke anaknya selama kehamilan dan kelahiran, dan melalui darah serta jaringan tubuh.

Sampai sekarang, infeksi menular seksual masih menjadi masalah kesehatan sosial maupun

ekonomi di berbagai negara (WHO, 2015).

Salah satu alasan meningkatnya penyebaran IMS adalah defisit pengetahuan remaja mengenai

pentingnya menjaga kesehatan reproduksi. Kecenderungan peningkatan angka penyebaran penyakit

ini disebabkan perilaku seksual yang bergonta-ganti pasangan, dan adanya hubungan seksual pranikah

dan diluar nikah yang cukup tinggi. Kebanyakan penderita penyakit menular seksual adalah remaja

usia 15-29 tahun, tetapi ada juga bayi yang tertular karena tertular dari ibunya (Lestari, 2008).

Pengetahuan tentang infeksi menular seksual dapat ditingkatkan dengan pmberian pendidikan

kesehatan reproduksi yang dimulai pada usia remaja. Pendidikan kesehatan reproduksi di kalangan

remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi juga mengenai bahaya

akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual dan kehamilan tidak diinginkan (BKKBN,

2010). Oleh karena itu, penelitian dan produk ini perlu dimunculkan untuk mendapatkan bagaimana

gambaran pengetahuan dan sikap remaja terhadap infeksi menular seksual agar dapat diketahui

apakah diperlukan tambahan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja dalam upaya menghambat

peningkatan insidens infeksi menular seksual di kalangan remaja dewasa ini.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang menjadi dasar dilakukannva penelitian ini adalah bahwa penulis ingin mengetahui:

1. Bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap remaja Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

terhadap infeksi menular seksual dan Kesehatan Reproduksi Remaja?


C. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum:

1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja Poltekkes Palangka Raya

terhadap infeksi menular seksual.

Tujuan Khusus:

Yang menjadi tujuan khusus dan penelitian ini adalah:

1. Memperoleh informasi tentang pengetahuan remaja Poltekkes Palangka Raya tentang infeksi

menular seksual dan kesehatan reproduksi remaja.

2. Memperoleh informasi tentang sikap remaja Poltekkes Palangka Raya terhadap infeksi

menular seksual dan kesehatan reproduksi remaja.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak kampus dalam memberikan penyuluhan tentang kesehatan

reproduksi pada kalangan remaja.

2. Sebagai bahan masukan bagi orang tua dalam upaya menumbuhkan kepedulian orang tua

terhadap pendidikan seksual anak yang dimulai pada usia remaja.

3. Sebagai bahan masukan bagi remaja dalam menyikapi hal-hal yang berhubungan dengan

kesehatan reproduksi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan dan Sikap

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil yang didapat setelah orang melakukan penginderaan terhadap

suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior). Menurut Rogers (1974) dalam Soekidjo (2010), sebelum seseorang

mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang

berurutan, yakni:

1. Kesadaran, yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui ada stimulus (objek)

terlebih dahulu,

2. Ketertarikan, yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus,

3. Evaluasi, yakni sikap responden menimbang-nimbang apakah stimulus tersebut baik atau

tidak terhadap dirinya,

4. Percobaan, yakni onang mulai mencoba perilaku baru,

5. Adopsi, yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan

silkapnya terbadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku

tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan

dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).

b. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek,

dan berbagai batasan tentang sikap, dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat

langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya

kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi

bersifat emosional tehadap stimulus sosial. Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologis

sosial, menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu.

B. Remaja

a. Definisi Remaja

Ada beberapa definisi mengenai remaja. Menurut Hurlock (1993) masa remaja adalah masa

yang penuh kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan merupakan periode yang paling berat.

Remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dan anak-anak menuju dewasa,
meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Darajad,

1990). Menurut Darajad (1995) dalam bukunya yang lain, mendefinisikan remaja sebagai tahap

umur yang datang setelah masa anak-anak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat

yang terjadi pada tubuh remaja secara fisik dan membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap.

perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja. Bisri (1995), mengartikan remaja adalah mereka

yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan ketergantungan dan menuju masa

pembentukan tanggung jawab.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Calon (1953) dalam Monks (2002), masa remaja

menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memiliki

status dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak. Lebih jelas pada tahun 1974, WHO

memberikan definisi tentang remaja secara lebih konseptual, yakni remaja adalah suatu masa

dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual

sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual Individu mengalami perkembangan

psikologik dan pola identifikasi dan kanak-kanak menjadi dewasa. Terjadi peralihan dan

ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono,

2014).

Kaplan & Sadock (2010). menyatakan bahwa fase remaja terdiri atas fase remaja awal (12-14

tahun), fase remaja pertengahan (14-16 tahun), dan fase remaja akhir (17-19) tahun.

b. Perilaku Seksual Remaja

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam,

mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan bercumbu dan bersenggama. Objek

seksual dapat berupa orang. baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri

sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak terutama bila tidak

menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian

perilaku seksual yang dilakukan sebelum waktunya justru dapat memiliki dampak psikologis yang

sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah dan agresi (Reiss, 2012).
Selama masa remaja, seksualitas dan masalah-masalah seksual diperkirakan sebagai masalah

yang sangat penting bagi sebagian remaja, dan pada masa ini, banyak remaja yang sudah aktif

secara seksual (Goodenov et al., 2014).

C. Infeksi Menular Seksual

a. Definisi Infeksi Menular Seksual

Infeksi menular seksual adalah penyakit yang penularannya pertama melalui hubungan

seksual. Cara hubungan kelamin tidak hanya terbatas secara genital-genital saja, tetapi dapat juga

secara oro-genital, atau ano-genital, sehingga kelainan yang timbul akibat penyakit ini tidak

terbatas pada daerah kelamin (genital) saja, tetapi dapat juga pada daerah-daerah ekstragenital.

Meskipun demikian, tidak berarti bahwa semuanya harus melalui hubungan kelamin, karena ada

beberapa yang dapat juga ditularkan melalui kontak langsung dengan alat-alat, handuk, dan ada

juga yang dapat ditularkan dan ibu kepada bayinya yang ada di dalam kandungan (Daili, 2010).

Infeksi menular seksual didapatkan akibat berhubungan seksual dengan orang yang telah

terinfeksi sebelumnya. Setiap orang yang sudah melakukan hubungan seksual, mempunyai risiko

untuk terkena infeksi menular seksual. Risiko akan semakin tinggi apabila seseorang berhubungan

seksual dengan banyak pasangan yang berbeda, atau pasangannya mempunyai banyak pasangan

yang berbeda ataupun melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan kondom (AAFP, 2010).

Selama dekade terakhir ini, insiden infeksi menular seksual cukup meningkat di berbagai

negara di dunia.

b. Cara Penularan Infeksi Menular Seksual

Cara penularan infeksi menular seksual (Karang Taruna, 2014). sesuai dengan sebutannya,

terutama melalui hubungan seksual yang tidak terlindungi, baik pervaginal, anal, maupun oral.

Cara penularan Iainnya adalah:

1. Perinatal, yakni dari ibu ke bayinya, baik selama kehamilan, saat kelahiran ataupun setelah

lahir

2. Melalui transfusi darah atau kontak langsung dengan cairan darah atau produk darah.
Menurut Depkes RI (2015), penularan infeksi menular seksual dapat melalui beberapa cara, yakni

bisa melalui hubungan seksual, berkaitan dengan prosedur media, dan bisa juga berasal dan infeksi

endogen. Infeksi endogen adalah infeksi yang berasal dan pertumbuhan organisme yang berlebihan

yang secara normal hidup di vagina dan juga ditularkan melalui hubungan seksual. Sedangkan

infeksi menular seksual akibat iatrogenik disebabkan oleh prosedur-prosedur medis seperti

pemasangan IUI) (Intra Uterine Device), aborsi dan atau proses kelahiran bayi. Infeksi menular

seksual tidak ditularkan bila seseorang duduk di sarnping orang yang terinfeksi, penggunaan kamar

mandi umum, kolam renang umum, bersalaman, bersin-bersin dan keringat

c. Pencegahan Infeksi Menular Seksual

Menurut WHO (2015), pencegahan infeksi menular seksual terdiri dan dua bagian, yakni

pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer terdiri dan penerapan perilaku

seksual yang aman dan penggunaan kondom Sedangkan pencegahan sekunder dilakukan dengan

menvediakan pengobatan dan perawatan pada pasien yang sudah teninfeksi dengan infeksi menular

seksual. Pencegahan sekunder bisa dicapai melalui promosi perilaku pencarian pengobatan untuk

infeksi menular seksual, pengobatan yang cepat dan tepat pada pasien serta pemberian dukungan

dan konseling tentang infeksi menular seksual dan HIV.

Langkah terbaik untuk mencegah infeksi menular seksual (Depkes RI, 2010) adalah

menghindari kontak Iangsung dengan cara sebagai benikut:

1. Menunda kegiatan seks bagi remaja (abstinensia),

2. Menghindari bergonta-ganti pasangan seksual

3. Memakai kondom dengan benar dan konsisten.

Pencegahan termasuk pengenalan diagnosis yang cepat dan pengobatan yang efektif terhadap

infeksi menular seksual akan mengurangi kemungkinan komplikasi pada masing-masing individu

dan mencegah infeksi baru di masyarakat (Depkes RI, 2010). Selain pencegahan di atas,

pencegahan infeksi menular seksual juga dapat dilakukan dengan mencegah masuknya transfusi

darah yang belum diperiksa kebersihannya dan mikroorganisme penyebab infeksi menular seksual,

berhati-hati dalam menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan darah segar, mencegah
pemakaian alat-alat yang tembus kulit (jarum suntik, alat tindik) yang tidak steril, dan menjaga

kebersihan alat reproduksi sehingga meminimalisir penularan (ICA, 2010)

d.

Anda mungkin juga menyukai