Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
karunia-Nya, sehingga Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Peningkatan Pengetahuan Remaja Terhadap
Pentingnya Kesehatan Reproduksi dalam Rangka Pencegahan Infeksi Menular Seksual di Poltekkes
Terlaksana Penelitian dan selesainya penulisan karya tulis ilmiah ini adalah berkat bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang
1. Ibu Dhini, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya yang telah
Palangka Raya
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini saya menyadari masih belum sempurna, oleh
karena itu saya mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga Karya Tulis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu
Keperawatan.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN DEPAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pembahasan
a. Tingkat pengetahuan
b. Sikap
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang menular melalui hubungan seksual.
WHO (2015) menyatakan bahwa, terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit)
yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Salah satunaya adalah HIV yang bisa ditularkan dari
ibu ke anaknya selama kehamilan dan kelahiran, dan melalui darah serta jaringan tubuh.
Sampai sekarang, infeksi menular seksual masih menjadi masalah kesehatan sosial maupun
Salah satu alasan meningkatnya penyebaran IMS adalah defisit pengetahuan remaja mengenai
ini disebabkan perilaku seksual yang bergonta-ganti pasangan, dan adanya hubungan seksual pranikah
dan diluar nikah yang cukup tinggi. Kebanyakan penderita penyakit menular seksual adalah remaja
usia 15-29 tahun, tetapi ada juga bayi yang tertular karena tertular dari ibunya (Lestari, 2008).
Pengetahuan tentang infeksi menular seksual dapat ditingkatkan dengan pmberian pendidikan
kesehatan reproduksi yang dimulai pada usia remaja. Pendidikan kesehatan reproduksi di kalangan
remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi juga mengenai bahaya
akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual dan kehamilan tidak diinginkan (BKKBN,
2010). Oleh karena itu, penelitian dan produk ini perlu dimunculkan untuk mendapatkan bagaimana
gambaran pengetahuan dan sikap remaja terhadap infeksi menular seksual agar dapat diketahui
apakah diperlukan tambahan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja dalam upaya menghambat
B. Rumusan Masalah
Masalah yang menjadi dasar dilakukannva penelitian ini adalah bahwa penulis ingin mengetahui:
1. Bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap remaja Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Tujuan Umum:
1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja Poltekkes Palangka Raya
Tujuan Khusus:
1. Memperoleh informasi tentang pengetahuan remaja Poltekkes Palangka Raya tentang infeksi
2. Memperoleh informasi tentang sikap remaja Poltekkes Palangka Raya terhadap infeksi
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi pihak kampus dalam memberikan penyuluhan tentang kesehatan
2. Sebagai bahan masukan bagi orang tua dalam upaya menumbuhkan kepedulian orang tua
3. Sebagai bahan masukan bagi remaja dalam menyikapi hal-hal yang berhubungan dengan
kesehatan reproduksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil yang didapat setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior). Menurut Rogers (1974) dalam Soekidjo (2010), sebelum seseorang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni:
1. Kesadaran, yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui ada stimulus (objek)
terlebih dahulu,
3. Evaluasi, yakni sikap responden menimbang-nimbang apakah stimulus tersebut baik atau
5. Adopsi, yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku
dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
b. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek,
dan berbagai batasan tentang sikap, dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi
bersifat emosional tehadap stimulus sosial. Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologis
sosial, menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
B. Remaja
a. Definisi Remaja
Ada beberapa definisi mengenai remaja. Menurut Hurlock (1993) masa remaja adalah masa
yang penuh kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan merupakan periode yang paling berat.
Remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dan anak-anak menuju dewasa,
meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Darajad,
1990). Menurut Darajad (1995) dalam bukunya yang lain, mendefinisikan remaja sebagai tahap
umur yang datang setelah masa anak-anak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat
yang terjadi pada tubuh remaja secara fisik dan membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap.
perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja. Bisri (1995), mengartikan remaja adalah mereka
yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan ketergantungan dan menuju masa
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Calon (1953) dalam Monks (2002), masa remaja
menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memiliki
status dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak. Lebih jelas pada tahun 1974, WHO
memberikan definisi tentang remaja secara lebih konseptual, yakni remaja adalah suatu masa
dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual
psikologik dan pola identifikasi dan kanak-kanak menjadi dewasa. Terjadi peralihan dan
ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono,
2014).
Kaplan & Sadock (2010). menyatakan bahwa fase remaja terdiri atas fase remaja awal (12-14
tahun), fase remaja pertengahan (14-16 tahun), dan fase remaja akhir (17-19) tahun.
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan
lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam,
mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan bercumbu dan bersenggama. Objek
seksual dapat berupa orang. baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri
sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak terutama bila tidak
menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian
perilaku seksual yang dilakukan sebelum waktunya justru dapat memiliki dampak psikologis yang
sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah dan agresi (Reiss, 2012).
Selama masa remaja, seksualitas dan masalah-masalah seksual diperkirakan sebagai masalah
yang sangat penting bagi sebagian remaja, dan pada masa ini, banyak remaja yang sudah aktif
Infeksi menular seksual adalah penyakit yang penularannya pertama melalui hubungan
seksual. Cara hubungan kelamin tidak hanya terbatas secara genital-genital saja, tetapi dapat juga
secara oro-genital, atau ano-genital, sehingga kelainan yang timbul akibat penyakit ini tidak
terbatas pada daerah kelamin (genital) saja, tetapi dapat juga pada daerah-daerah ekstragenital.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa semuanya harus melalui hubungan kelamin, karena ada
beberapa yang dapat juga ditularkan melalui kontak langsung dengan alat-alat, handuk, dan ada
juga yang dapat ditularkan dan ibu kepada bayinya yang ada di dalam kandungan (Daili, 2010).
Infeksi menular seksual didapatkan akibat berhubungan seksual dengan orang yang telah
terinfeksi sebelumnya. Setiap orang yang sudah melakukan hubungan seksual, mempunyai risiko
untuk terkena infeksi menular seksual. Risiko akan semakin tinggi apabila seseorang berhubungan
seksual dengan banyak pasangan yang berbeda, atau pasangannya mempunyai banyak pasangan
yang berbeda ataupun melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan kondom (AAFP, 2010).
Selama dekade terakhir ini, insiden infeksi menular seksual cukup meningkat di berbagai
negara di dunia.
Cara penularan infeksi menular seksual (Karang Taruna, 2014). sesuai dengan sebutannya,
terutama melalui hubungan seksual yang tidak terlindungi, baik pervaginal, anal, maupun oral.
1. Perinatal, yakni dari ibu ke bayinya, baik selama kehamilan, saat kelahiran ataupun setelah
lahir
2. Melalui transfusi darah atau kontak langsung dengan cairan darah atau produk darah.
Menurut Depkes RI (2015), penularan infeksi menular seksual dapat melalui beberapa cara, yakni
bisa melalui hubungan seksual, berkaitan dengan prosedur media, dan bisa juga berasal dan infeksi
endogen. Infeksi endogen adalah infeksi yang berasal dan pertumbuhan organisme yang berlebihan
yang secara normal hidup di vagina dan juga ditularkan melalui hubungan seksual. Sedangkan
infeksi menular seksual akibat iatrogenik disebabkan oleh prosedur-prosedur medis seperti
pemasangan IUI) (Intra Uterine Device), aborsi dan atau proses kelahiran bayi. Infeksi menular
seksual tidak ditularkan bila seseorang duduk di sarnping orang yang terinfeksi, penggunaan kamar
Menurut WHO (2015), pencegahan infeksi menular seksual terdiri dan dua bagian, yakni
pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer terdiri dan penerapan perilaku
seksual yang aman dan penggunaan kondom Sedangkan pencegahan sekunder dilakukan dengan
menvediakan pengobatan dan perawatan pada pasien yang sudah teninfeksi dengan infeksi menular
seksual. Pencegahan sekunder bisa dicapai melalui promosi perilaku pencarian pengobatan untuk
infeksi menular seksual, pengobatan yang cepat dan tepat pada pasien serta pemberian dukungan
Langkah terbaik untuk mencegah infeksi menular seksual (Depkes RI, 2010) adalah
Pencegahan termasuk pengenalan diagnosis yang cepat dan pengobatan yang efektif terhadap
infeksi menular seksual akan mengurangi kemungkinan komplikasi pada masing-masing individu
dan mencegah infeksi baru di masyarakat (Depkes RI, 2010). Selain pencegahan di atas,
pencegahan infeksi menular seksual juga dapat dilakukan dengan mencegah masuknya transfusi
darah yang belum diperiksa kebersihannya dan mikroorganisme penyebab infeksi menular seksual,
berhati-hati dalam menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan darah segar, mencegah
pemakaian alat-alat yang tembus kulit (jarum suntik, alat tindik) yang tidak steril, dan menjaga
d.