Anda di halaman 1dari 8

Nama: Noel Sinampu

NIM: 202041169
Mata Kuliah: Pengantar Ilmu Teologi
Dosen: Riedel Christian Gosal M.Th.

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa karena atas
penyertaan, perlindungan, cinta, dan kasih-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyusun tugas
Pengantar Ilmu Teologi ini dengan baik dan jujur, meskipun masih banyak kekurangan didalamnya.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai pemahaman tentang Teologi Kontekstual. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat untuk dapat diperbaiki di masa yang akan datang.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 1

DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3

BAB II ISI ............................................................................................................................................. 5

BAB III PENUTUP ............................................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 8

2
BAB I

PENDAHULUAN

Istilah kontekstualisasi telah digunakan secara populer dalam dunia teologi pada akhir abad ke-
20. Kata ini ditambahkan pada perbendaharaan kata dalam bidang misi dan teologi sejak diperkenalkan
oleh Theological Education Fund (TEF) pada tahun 1972. Ada kelompok yang mempergunakan dan
mempertahankan penggunaan istilah kontekstualisasi. Namun, ada pula yang menggunakan istilah lain,
seperti teologi lokal, teologi inkulturasi, dan teologi pribumi.

Konteks pembicaraan tentang kontekstualisasi dalam diskusi TEF adalah pendidikan teologi di
negara-negara Dunia Ketiga. Namun, para teolog menyadari bahwa ide dari kontekstualisasi itu sendiri
sebetulnya sudah ada jauh sebelum TEF bersidang, yaitu terdapat dalam Alkitab. Contohnya adalah
inkarnasi Yesus dan pendekatan Paulus pada waktu ia mengkomunikasikan Injil kepada orang
bukan Yahudi. Oleh karena itu, para teolog beranggapan bahwa kontekstualisasi hanya merupakan istilah
baru dari istilah-istilah yang telah ada dan dipakai sebelumnya. Istilah-istilah itu adalah pribumi,
inkulturasi, akomodasi dan adaptasi.1

Apa itu teologi kontekstual? Kata konteks merujuk ke budaya, keadaan sosial dan politik, sejarah dsb
di suatu tempat. Sebenarnya, teologi selalu mencerminkan konteksnya. Kita dapat melihat budaya Timur
Tengah Kuno dalam Perjanjian Lama, dan budaya Helenis (Yunani) dalam berbagai kitab Perjanjian
Baru. Agustinus memakai (secara kritis) filsafat Plato, Thomas Aquinas memakai (secara kritis) filsafat
Aristoteles, Calvin memanfaatkan ilmu-ilmu kesastraan yang berkembang pada zaman Renaisans.
Kemudian, teolog-teolog seperti itu berteologi demi kepentingan misi dan pastoral, yaitu untuk konteks
tertentu. Tetapi semuanya berkarya atas praanggapan bahwa teologi mengungkapkan kebenaran tentang
Allah berdasarkan Kitab Suci (ditambah Tradisi bagi kaum Katolik, seperti Stephen Bevans sendiri).
Menurut Bevans, teologi kontekstual menambahkan satu sumber lagi, yaitu pengalaman manusia
sekarang.2

Adapun pengertian Teologi Kontekstual menurut para ahli, yaitu:

1. Teologi kontekstual menurut Yakob Tomatala dalam bukunya yang berjudul “Teologi Kontesktual:
Suatu Pengantar” adalah cabang ilmu teologi Kristen yang menelaah bagaimana ajaran Kristen dapat
menjadi relevan di konteks-konteks yang berbeda-beda. 

1
Wikipedia, Teologi Kontekstual
2
 Apa itu teologi kontekstual? Kata konteks merujuk ke budaya, keadaan sosial dan politik, sejarah dsb di suatu tempat.
3
2. Kobong memaparkan arti Teologi Kontekstual secara sederhana, yaitu kalau kita mendengarkan injil
Yesus Kristus yang diberitakan kepada kita, lalu kita berusaha mengertinya dengan cara kita merasa,
berpikir dan bertindak yang dibentuk dan ditentukan oleh adat istiadat dan kebudayaan kita, lalu hasil
penghayatan itu kemudian kita tuangkan dalam bentuk-bentuk yang dapat kita pahami dan hayati,
maka kita sudah terlibat dalam usaha kontekstualisas. Teologi hanya dapat disebut sebagai teologi
apabila ia benar-benar kontekstual. Alasannya adalah; karena teologi tidak lain dan tidak bukan
adalah upaya untuk mempertemukan secara dialektik, kreatif dan esensial antara “teks dengan
konteks” antara pernyataan injil yang universal dengan kenyataan hidup yang kontekstual.
3. Dalam bukunya yang berjudul “Penginjilan Masa Kini”, Yakob Tomatala juga mendefinisikan
Teologi Kontekstual sebagai berikut: Kata “Kontekstualisasi” (Contextualisation) berasal dari kata
‘konteks’ (Context) yang diangkat dari kata Latin “Contextere” yang berarti menenun atau
menghubungkan bersama (menjadikan satu). Kata benda “Contextus” menunjuk kepada apa yang
telah ditenun (tertenun), di mana semuanya telah dihubung-hubungkan secara keseluruhan menjadi
satu.
4. Menurut Budiman R. L. Teologi Kontekstual merupakan satu cara menyampaikan dan meneladani
Injil supaya kita dapat memenangkan sebanyak mungkin orang. Kita menyesuaikan diri dengan adat
setempat supaya Injil menjadi relevan. Kita juga hidup di bawah hukum Kristus supaya Injil uang
disampaikan itu tetap murni.
5. Menurut Eka Darmaputra, Teologi Kontekstual adalah teologi itu sendiri yang hanya dapat disebut
sabagai teologi apabila ia benar-benar kontekstual. Mengapa demikian? Oleh karena pada
hakekatnya, teologi tidak lain dan tidak bukan adalah upaya untuk mempertemukan secara dialektis
kreatif secara esensial antara teks dan konteks, antara kerygma yang universal dengan kenyataan
hidup yang kontekstual. Secara lebih sederhana dapat dikatakan bahwa teologi adalah upaya untuk
merumuskan penghayatan iman kristiani pada konteks, ruang, dan waktu yang tertentu.

Jadi, dari definisi beberapa tokoh tersebut, penulis menyimpulkan arti Teologi Kontekstual
merupakan suatu ilmu Teologi yang dipelajari dan diterapkan sehingga bisa sesuai dan dapat menjawab
kebutuhan masyarakat dimanapun Teologi itu dikembangkan. Teologi Kontekstual ialah ilmu teologi
yang penerapannya selalu sesuai dengan situasi, kondisi dan keadaan manusia dan hidup pada masa ini
dan masa yang terus berubah. Teologi Kontekstual merupakan aplikasi iman orang percaya dan ilmu yang
praktis dan bukan teoris.3

3
Adapun pengertian Teologi Kontekstual menurut para ahli, yaitu: 1. Teologi kontekstual menurut Yakob Tomatala dalam
bukunya.
4
BAB II

ISI

Di negara-negara yang baru merdeka itu, gereja-gereja diperhadapkan pada dua


tantangan. Pertama, mereka dituntut tanggungjawabnya untuk memberi kontribusi bagi pembangunan
nasional. Kedua,  mengembangkan sebuah teologi yang berakar di dalam konteks mereka sendiri dan yang
dapat membimbing mereka di dalam kehidupan dan kesaksian mereka.
Kedua tantangan ini tidak dengan mudah dijawab oleh gereja. Sebab di dalam gereja sendiri
tersimpan sejumlah masalah yang menghalanginya untuk segera menjawab kedua tantangan tersebut.
Masalah-masalah itu diantaranya adalah: pertama,  gereja hanya mempunyai sebuah teologi yaitu teologi
zending. Teologi ini berasal dari barat dan yang diwariskan kepada mereka oleh para missionaris-
missionaris barat. Dalam konteks Indonesia, Mojou mengkarakteristikan teologi zending dalam tiga
sifat: (1) triumphalistis; (2) model kesadaran teologis isolatif- asosial, dan (3) model kesadaran teologis
eksklusivitis. Dengan karakteristik teologi yang semacam ini, maka teologi zending cenderung untuk
melayani kepentingan-kepentingan kolonialisme. Kedua pendidikan teologi yang ada semuanya
dibangun ala Barat. Ilmu teologi yang dipelajari di dunia pendidikan teologi di Asia adalah ilmu teologi
Eropa dan Amerika yang sudah diperkembangkan bertahun-tahun di sana dan dimaksudkan untuk
menjawab berbagai persoalan yang ada di sana.
Jadi, terdapat jurang yang dalam antara apa yang dimiliki oleh gereja dan tantangan yang dihadapi
gereja. Jurang semacam ini mendorong para pemimpin gereja untuk memikirkan ulang arti dan kehadiran
gereja di tengah-tengah bangsanya. Dalam kerangka ini, persoalan untuk membangun kembali identitas
dan kesaksian gereja serta persoalan pendidikan teologi yang relevan untuk itu, menjadi pusat perhatian
para pemimpin gereja di negara-negara yang baru merdeka. Pada titik ini, Shoki Coe—yang selama
beberapa dekade menggumuli persoalan tersebut—menjadi tokoh sentral. Bagi Coe, teologi zending dan
pendidikan teologi barat tidak akan mampu mengatasi persoalan yang dihadapi oleh gereja-gereja yang
berada di negara-negara yang baru saja merdeka sebab persoalan-persoalan tersebut tidak menjadi
keprihatinan dari teologi zending dan pendidikan teologi Barat. Oleh karena itu Coe menyatakan perlunya
dilakukan reformasi di dalam pendidikan teologi. Bagi Coe yang dibutuhkan oleh gereja-gereja di negara-
negara baru adalah: “Kepemimpinan yang dipersiapkan untuk mengarahkan gereja-gereja untuk terlibat di
dalam Missio Dei di tengah-tengah berbagai situasi yang kompleks dan revolusioner . . . [dan] pendidikan
teologi yang effektif harus mengarah pada suatu pemahaman yang mendalam akan Injil di dalam konteks
budaya tertentu dan setting keberagamaan dari gereja. Pendidikan seperti itu . . . akan mengarahkan
gereja kepada sebuah pemahaman yang mendalam akan dirinya sendiri sebagai komunitas misioner yang
dikirim ke tengah-tengah dunia dan untuk suatu perjumpaan yang lebih effektif ditengah-tengah
kehidupan masyarakat.

5
Coe juga menegaskan bahwa: “Hanya teologi yang lahir dari konteks kehidupan gereja tertentulah
yang mampu menghidupi dan mendukung gereja itu dalam kesaksiannya kepada dunia”.4

Tokoh-tokoh yang Mengembangkan Teologi Kontekstual di Indonesia


1. Andreas A. Yewangoe
Andreas Anangguru Yewangoe adalah salah satu teolog yang mengembangkan teologi kontekstual
di Indonesia. Pendeta yang sering disebut A.A. Yewangoe ini mengembangkan teologi
penderitaan dalam konteks Asia, khususnya Indonesia. Ia juga memadukan ideologi Pancasila dengan
nilai-nilai Kristiani. Salah satu bukunya berjudul Theologia Crucis di Asia: Pandangan Kristen Asia
tentang Penderitaan dan Iman, Agama dan Masyarakat dalam Negara Pancasila.
2. Eka Darmaputera
Eka Darmaputera adalah pendeta dan teolog yang cukup berpengaruh dalam teologi kontekstual
di Indonesia. Ia mengembangkan teologi dalam studi Pancasila. Ia juga dikenal sebagai tokoh muda
yang memajukan pemikiran teologi di Indonesia. Ia sempat menjabat sebagai ketua Gerakan
Mahasiswa Kristen di Indonesia (GMKI)
3. Emanuel Gerrit Singgih
Emanuel Gerrit Singgih adalah salah satu teolog Perjanjian Lama di Indonesia. Ia juga
mengembangkan teologi kontekstual di Indonesia. Ia juga dosen di Fakultas Teologi, Universitas
Kristen Duta Wacana (UKDW). Salah satu bukunya berjudul Berteologi dalam Konteks.5

4
Chlaodhius Budhianto, “Lahirnya Teologi Kontekstual”, http://sttsangkakalagetasan.blogspot.com/2013/11/normal-0-false-
false-false-en-us-x-none_20.html
5
Ibid, h.1.
6
BAB III
PENUTUP
Kontekstualisasi adalah salah satu strategi untuk mengkomunikasikan Injil secara tepat dan berdaya
guna dalam konteks masyarakat tertentu. Dalam ilmu teologi, kontekstualisasi berarti kegiatan atau proses
penggabungan amanat Alkitab dengan situasi kondisi yang ada. Teologi kontesktual adalah teologi yang
dalam menjelaskan iman yang sangat peka terhadap situasi orang – orang yang kepadanya Injil
diberitakan dengan tujuan supaya Injil sebagai kabar baik dapat dipahami oleh mereka di dalam situasi
konkret mereka. Jadi dalam teologi kontekstual, tidak cukup hanya dengan mempelajari Alkitab tetapi
juga sangat penting untuk memahami konteks yang ada.6

 Pentingnya mempelejari tentang teologi kontekstualisasi ini, gunanya akan mempermudah kita
dalam pelayanan karena sangat penting untuk memahami budaya, bahasa, adat, dan etnis yang berbeda-
beda. Sehingga Injil kabar Baik bisa di sampaikan kedapa si penerima agar supaya Injil bisa diterima
dengan baik.7

6
Jadi dalam teologi kontekstual, tidak cukup hanya dengan mempelajari Alkitab tetapi juga sangat penting untuk memahami
konteks yang ada.
7
Ada beberapa latar belakang masalah yang melatar belakangi penulis untuk menulis Makalah.
7
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia, Teologi Kontekstual

Apa itu teologi kontekstual? Kata konteks merujuk ke budaya, keadaan sosial dan politik, sejarah dsb di
suatu tempat.
Adapun pengertian Teologi Kontekstual menurut para ahli, yaitu: 1. Teologi kontekstual menurut Yakob
Tomatala dalam bukunya.
Chlaodhius Budhianto, “Lahirnya Teologi Kontekstual”,
http://sttsangkakalagetasan.blogspot.com/2013/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_20.html
Jadi dalam teologi kontekstual, tidak cukup hanya dengan mempelajari Alkitab tetapi juga sangat
penting untuk memahami konteks yang ada.
Ada beberapa latar belakang masalah yang melatar belakangi penulis untuk menulis Makalah.

Anda mungkin juga menyukai