Anda di halaman 1dari 7

Tugas Laporan Bacaan

HARTA DALAM BEJANA

“SEJARAH GEREJA RINGKAS” (Dr. Th. van den End)

Laporan bacaan ini diserahkan sebagai salah satu syarat penilaian pada mata kuliah

Sejarah Gereja Umum ( SGU )

Dosen:

Ibu. Tabita Br.Sembiring, M.Th

Mahasiswa:

Muliadi Suprianto Manik

Tikat : II ( Dua)

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BINA MUDA WIRAWAN MEDAN

2021
Judul Buku:

HARTA DALAM BEJANA

Penulis:

Dr. Th. van den End

Penerbit:

BPK Gunung Mulia, 2001

Jumlah Halaman:

419 halaman
HARTA DALAM BEJANA
“Sejarah Gereja Ringkas”

Pada masa mulainya kejayaan gereja pada abad mula-mula, gereja harus
diperhadapkanoleh pertentangan dan hambatan-hambatan baik itu dari luar maupun dari
dalam tubuh gereja itu sendiri. Terbukti setelah gereja mulai bisa berdiri sendiri di luar
paham maupun idealisme lainnya, seperti filsafat pada zaman itu, maka hambatan baru
pun mulai bermunculan dari dalam tubuh gereja, yakni menyangkut tentang Trinitas.
Dalam hal ini yang dipersoalkan adalah diri Kristus, yaitu: hubungan-Nya dengan Allah
Bapa. Serta pertikaian lain mengenai sifat keilahian Kristus dan sifat kemanusiaan-Nya
(Kristologi).

Banyak yang menerima bahwa Yesus adalah Tuhan seutuhnya dan manusia
seutuhnya, namun adapula pandangan bahwa Yesus adalah setengah memiliki sifat
Allah dan setengahnya manusia. Hal inilah yang menyebabkan para Teolog dan Filsuf
pada zaman itu membentuk suatu kelompok-kelompok yang saling beradu pemikiran,
misalnya seorang uskup yang berasal dari Smirna di Asia kecil (Turki) yaitu Irenaeus
yang cenderung untuk menghapuskan batas antara Allah Bapa dengan Kristus yaitu
mempertahankan bahwa Yesus adalah Allah sepenuhnya. Ada pula kelompok lain, yaitu
Origenes seorang Mesir dari Aleksandria yang begitu menggemari ilmu filsafat
zamannya sehingga cenderung mengabaikan keesaan Allah dan ketuhanan Kristus dan
berpandangan bahwa Yesus berpangkat lebih rendah daripada Allah. Dalam arti kata
lain, Yesus adalah “Allah kedua”.

Pertikaian tersebut tidak hanya sampai disitu saja, melainkan berlanjut pada
pengikut-pengikut Irenaeus dan Origenes yang dimulai pada tahun 315. Pemikiran
Irenaeus dipertahankan oleh Athanasius, sednagkan pemikiran Origenes diwakili oleh
Arius.
Arius adalah seorang Teolog dari Aleksandria, ia mempertahankan bahwa Yesus
berada di bawah Allah, bahkan mengatakan bahwa Ia adalah mahkluk yaitu salah satu
malaikat tertinggi yang diangkat menjadi Anak Allah. Pernyataan ini pun mendapat
pertentangan dari uskup Aleksandria, yaitu Athanasius. Ia menyatakan bahwa: Kristus
adalah Allah sepenuhnya, dan tidak boleh dibedakan daripada Allah Bapa.

Di samping pertikaian itu, para uskup yang ada pada saat itu cenderung lebih
menerima pandangan Irenaeus dan Athanasius. Karena menurut mereka, pandangan
Arius sangat bertentangan dengan Alkitab (Yoh. 1:1). Oleh karena itu untuk
mempersatukan gereja, maka Kaisar Konstantinus mengadakan konsili di kota Nicea
(325) dan membujuk uskup-uskup untuk menerima rumus kompromi, yaitu Kristus
sehakikat dengan Allah. Puncak dari pertiakaian tersebut maka setengah abad kemudian
dirumuskan kembali suatu keputusan dalam konsili Konstantinopel (381) yang
mencapai persetujuan, yaitu: Bapa, Anak dan Roh Kudus Esa menurut hakikatnya
(kealaahannya), tetapi merupakan tiga pribadi.

Pertiakaian tentang Trinitas disusul dengan pertikaian tentang kedua tabiat


Lristus. Tokoh yang bertikai di dalamnya ialah Nestorius yang juga pengikut Origenes
serta Cyrillus pengikut Irenaeus. Nestorius mengatakan bahwa hubungan kedua tabiat
Kristus itu tidak begitu erat, misalnya seperti minyak dengan air dalam satu gelas.
Sedangakan Cyrillus menyatakan bahwa hubungan itu seperti susu dengan air. Namun
sekali lagi persoalan Kristologi tersebut dipecahkan pada Konsili Chalcedon (451).
Yaitu: Tabiat Kristus, “tak terbagi, tak terpisah” akan tetapi juga “tak bercampur, tak
berubah”
Pada abad ke-4, perbedaan corak gereja di bagian Barat Kekaisaran Romawi sudah
tampak berbeda dengan corak gereja di bagian timur. Hal inilah yang menjadi pemicu
perpecahan antara Gereja Barat, yang meliputi: Gereja Katolik Roma dan gereja-gereja
Reformasi (Protestan) dan Gereja Timur yang meliputi: Gereja Ortodoks Timur dan
beberapa gereja lain

Ciri khas dari Gereja Timur adalah masih tetap mempertahankan suasana Gereja
Lama dalam hal tata gereja atau masih berpegang pada system episkopal. Teologi Timur
berkisar sekitar soal-soal kefanaan dan ketidakfanaan, tokoh Alkitab yang paling
disukai adalah Yohanes. Sedangkan Teologi Barat berkisar soal-soal dosa dan rahmat,
dan tokoh Alkitab yang paling disukai adalah Paulus.

Tokoh Gereja Barat yang sangat berpengaruh adalah Ambrosius dan


Augustinus.
Ambrosius adalah orang yang mewakili pemikiran Barat tentang gereja-negara. Ia
menganggap tindakan para pemerintah pada zamannya berlawanan dengan kehendak
Allah sehingga hal ini menimbulkan bentrok yang sangat sensitif. Ia berpendapat
seharusnya para pemerintah pada umumnya adalah “Prajurit Allah”, yang harus
bertindak sesuai dengan kehendak Allah, kalau mereka berdosa maka gereja patut
memberikan
hukuman disiplin gereja.

Sedangkan Augustinus adalah Bapa Gereja Barat yang paling masyhur. Sebelum
bertobat, ia sangat gemar mempelajari salah satu aliran gnostik yaitu Manikheisme. Ia
teru menerus mencari kebenaran sejati dengan mempelajari aliran-aliran filsafat pada
saat itu. Namun demikian, ia pun akhirnya meyakini bahwa kebenaran yang dicarinya
hanya terdapat dalam Injil Yesus Kristus saja. Ia kemudian dibabtis oleh Ambrosius
bersama anaknya Adeodatus pada tahun 387.

Pertobatan itu membuahkan hasil yang luar biasa dalam kehidupan rohaninya, ia
kemudian menjadi salah satu pemimpin besar Gereja Barat di Aljazair Timur, Afrika.
Gereja Barat dan Gereja Timur dibagi bukan berdasarkan tempat atau daerah tertentu,
melainkan menurut pembagian wilayah kekuasaan Romawi pada waktu itu. Kekaisaran
Romawi sangat luas. Gereja Barat dikemudian hari disebut sebagai gereja Katolik Roma
yang berpusat di Vatikan sedangkan Gereja Timur disebut gereja Ortodoks.
Reformasi gereja yang terjadi di Eropa Barat tidak dapat terlepas dari keadaan
masyarakat Eropa Barat dan organisasi gereja-gereja yang ada pada saat itu. Dalam
struktur hierarki gereja, hierarki paling tinggi adalah Paus yang berdomisili di Basilica
St. Petrus (Roma). Oleh karena itu, Paus memiliki wewenang yang begitu besar dalam
gereja namun wibawanya mulai berkurang. Paus yang ingin menyatukan seluruh orang
Kristen dibawah kepemimpinannya pun mulai pudar.  Setiap raja-raja dan kaisar-kaisar
ingin menguasai daerah pemerintahannya sendiri, begitupun gereja-gerja yang ada
dalam wilayah kepemimpinannya. Pada saat itu pula perekonomian di Eropa sedang
mengalami perkembangan yang begitu pesat sehingga sistem sosial yang ada
sebelumnya.

Martin Luther berasal dari keluarga sederhana, yaitu keluarga petani yang
tinggal di negeri Thüringen. Namun karena menginginkan penghidupan yang lebih
layak orang tuanya pindah ke Eisleben dan menjadi penggali tambang tembaga di sana.
Ayahnya bernama Hans Luther dan ibunya bernama Magdalena Lindemann. Martin
Luther lahir pada tanggal 10 November 1483 dan pada keesokan harinya ia dibaptis di
gereja Petrus dan ia diberi nama sesuai dengan nama Santo pada saat itu yaitu St.
Martinus dari Tours, sehingga ia diberi nama Martin. Martin Luther dididik menurut
cita-cita agama zamannya karena orang tuanya pun dikenal sebagai keluarga yang setia
pada gereja Katolik Roma. Karena didikan yang sedemikian rupa pula yang membuat
Luther ketakutan bila mendengar nama Kristus karena dia memandang Kristus sebagai
seorang hakim yang keras dan pemurka.
Pada tahun 1510 Luther dikirim ke Roma sebagai utusan dari ordo Augustin
untuk memecahkan persoalan mengenai aturan-aturan dalam ordo Augustin itu.
Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Martin karena ia berpikir bahwa ketenangan
batin yang selam ini ia cari akan ia dapatkan di sana, mengingat Roma merupakan pusat
agama Kristen pada waktu itu. Karena keinginannya yang begitu besar untuk mencari
kedamaian baginya, maka ia pun mengikuti setiap ritual suci di Gereja St. Petrus. Ia pun
menaiki setiap tangga gereja dengan lututnya dan berdoa Bapa Kami untuk para nenek
moyangnya yang telah meninggal. Doa ini menurut aturan pada saat itu adalah untuk
melepaskan mereka dari siksa yang masih dialaminya di dunia seberang sana. Namun
ketika ia menaiki anak tangga yang terakhir, ia mempertanyakan akan tindakan yang ia
lakukan itu. Benar atau salahkah. Akhirnya ia pun mengambil suatu kesimpulan bahwa
surat Penghapusan Siksa di Purgatoriumlah yang merajai jemaat pada saat itu dan bukan
bagaimana mengalami anugerah Allah. Kembalinya ke Wittenberg, dua tahun kemudian
ia mencapai gelar “doctor dalam Kitab Suci” dan diangkat menjadi guru besar dalam
ilmu teologi di Wittenberg. Tugas utamanya adalah menafsirkan Alkitab, dan sampai
pada tahun 1517 ia menafsirkan Kitab Mazmur dan surat-surat Paulus, seperti Roma,
Galatia dan Ibrani. Pada saat itu juga ia mengepalai akan kesebelas biara propinsinya
dan harus berkhotbah dan melayani jemaat di Wittenberg.

Anda mungkin juga menyukai