Anda di halaman 1dari 9

RATIONAL EMOTIVE THERAPHY (R.E.

T)
(DR.Albert Ellis)

MAKALAH KELOMPOK III

Disusun Oleh :

Nama : Debora Br Sitepu

: Marina Zai

: Alvin Winata Halawa

: Simson Laoli

: Yosi Grace

Pengampu : Dr. Rosiany Hutagalung, M.Th

Prodi : Pastoral Konseling

Sekolah Tinggi Teologi Bina Muda Wirawan Medan

T.A 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia pernah mengalami kecemasan. Kecemasan merupakan bagian dari
dinamika kehidupan manusia yang menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu
dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat
menekan kehidupan seseorang. Sebagaimana penjelasan dari Wiramihardja (2005: 66)
bahwa “kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang merasa
ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya.”
Namun kecemasan jika tidak diatasi dapat menimbulkan akibat yang sangat fatal.
Sehingga sangat penting bagi seseorang individu untuk bisa menanggapi secara rasional
suatu kecemasan agar tidak terjadi pemikiran irasional dalam menghadapi suatu tekanan.
Banyak remaja yang ngalami ketidak pengontrolan diri dalam apa yang sedang
dialami sehingga rsionalnya atau cara berfikirnya menjadi kurang stabil. Seorang remaja
yang mengalami emosi yang tidak dapat dikontrol oleh dirinya sendiri atau orang
disekitarnya akan merusak dirinya sendiri dan orang-orang yang ada disekitarnya. Bunuh
diri terjadi bukan hanya kepada orang-orang dewasa saja, melainkan kebanyakan dari
remaja-remaja saat ini melakukan hal demikian karena tidak adanya pengontrolan dalam
emosi yang akan dihadapi.
B. Tujuan
Dalam penulisan makalah ini penulis akan menjelaskan bagaimana cara mengatasi
“RATIONAL EMOTIVE THERAPHY (R.E.T)”
BAB II
TEORI
1. Pendahuluan
Pengertian Terapi Rasional Emotif Terapi Rasional Emotif adalah sistem psikoterapi yang
mengajari individu bagaimana sistem keyakinannya menentukan yang dirasakan dan
dilakukannya pada berbagai peristiwa dalam kehidupan. Penekanan terapi ini pada cara
berpikir mempengaruhi perasaan, sehingga termasuk dalam terapi kognitif. Terapi ini
diperkenalkan pada tahun 1955 oleh Albert Ellis, seorang psikolog klinis. “Awalnya terapi
ini bernama terapi rasional, namun karena banyak memperoleh anggapan keliru bahwa
mengeksplorasi emosi-emosi klien tidak begitu penting bagi Ellis.” Sehingga pada tahun
1961 dia mengubah namanya menjadi terapi rasional emotif. Ellis menggabungkan terapi
humanistik, filosofis, dan behavioral menjadi terapi rasional emotif yang disingkat (TRE).
TRE banyak kesamaan dengan dengan terapi yang berorientasi pada kognisi, perilaku dan
perbuatan dimana TRE menekankan pada berpikir, memikirkan, mengambil keputusan,
menganalisis dan berbuat. TRE didasarkan pada asumsi bahwa kognisi, emosi, dan perilaku
berinteraksi secara signifikan dan memiliki hubungan sebab akibat timbal balik.

Menurut pakar terapi Albert Ellis, berfikir dan emosi merupakan dua hal yang saling
bertumpang tindih, dan untuk itu praktek keduanya merupakan hal yang sama. Emosi
disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan
diprasangkakan, yaitu suatu proses sikap dan kognitif yang intrinsic. Pikiran-pikiran
seorang dapat menjadi emosi seorang dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu dapat
menjadi pikiran seseorang, dan emosi. Artinya pikiran itu mempengaruhi emosi dan
sebaliknya emosi mempengaruhi pikiran. Pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang,
dan emosi dalam keadaan tertentu dapat berubah menjadi pikiran

Jadi Terapi Rasional Emotif menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan
bertindak secara simultan. Jarang manusia beremosi tanpa berfikir, sebab perasaan-perasaan
biasanya dicetuskan oleh persepsi atas situasi yang spesifik.

Aliran ini dimulai tahun 1995 oleh Dr. Albert Ellis (lahir 1931). Teori ini mempunyai dasar
pemikiran sebagai berikut:
1. Hal-hal yang dipelajari orang pada permulaan hidupnya, yang sifatnya tidak rasional
dan neurotik akan bertahan (tak mudah hilang).

2. Tiadanya “reinforcement” tidak berarti membawa akibat tiadanya sikap atau tingkah
laku yang tidak diinginkan.

3. Meskipun tingkah laku itu tidak di “reinforced” oleh pihak luar, individu itu sendiri
dapat juga terus-menerus memberikan reinforecement dengan mengindoktrinasi diri
sendiri, misalnya tentang “bagaimana tidak berharganya atau jelek nya dia”.

4. Demikianlah maka dia bertingkahlaku tidak rasional, atau tidak bernalar, karena
memiliki pikiran yang tidak logis tentang dirinya sendiri.

2. Dasar Pemikiran

Tema dasar: Menurut Elis, manusia adalah makluk yang rasional-unik, tetapi juga yang irasional-
unik. Sebab gangguan: Gangguan emosi disebabkan oleh pikiran manusia yang bernalar.
Terapi : Untuk menghilangkan gangguan dan menigkatkan tepat-guna berfungsinya individu,
maka:
* individu harus ditolong menggunakan pikirannya secara maksimal, dan

* mengurangi secara maksimal berpikir tidak rasional titik tolak pemikirannya adalah:

1) manusia dapat memperbaiki situasinya dengan berpikir logis dengan disiplin.

2) ia tidak perlu berada dalam kondisi terganggu secara emosional; ia dapat memperbaiki
situasinya dengan berkata kepada diri sendiri hal-hal yang logis daripada yang tidak logis tentang
dirinya sendiri.

3. Konsep-Konsep Dasar Teori Ini

Konsep dasar teori ini mengikuti pola yang teliti, didasarkan pada sistem A-B-C, yaitu :

* mewakili tidakan atau tingkah laku individu.


*Apa yang dikatakan individu itu kepada (tentang)diri sendiri sebagai akibat dari tingkah-
lakunya.

*Konsekuensi dari tingkahlaku itu.

Contoh: Seorang pemuda meminta seorang perempuan untuk pergi bersama dengannya (A).
Pemuda ini mengambil kesimpulan, “tentunya ia (pemuda itu) orang yang tak baik” (B), karena
itu perempuan menolaknya (C). Jika ia baik tentunya perempuan tersebut menerima ajakannya.
Jadi yang menjadi sumber persoalan sebenarnya bukanlah apa yang betul-betul terjadi,
melainkan apa yang disimpulkannya sendiri. Ataupun yang dikatakannya mengenai diri sendiri
itulah yang menjadi sebab dari kesukarannya. Selama orang itu bertahan memberi atribut (sifat)
negatif kepada dirinya, selama itu pula ia akan bertahan dalam hidup dengan masalah
emosionalnya.

Beberapa konsep dasar.

1. Irrasional mendasari emosionalitas. Gangguan emosi disebabkan oleh pikkiran irrasinal, yaitu
pemikiran orang tentang suatu situasi, persepsinya tentang dirinya sendiri dalam hubungan
dengan situasi itu yang menjadi sebab gangguan. Jika orang itu dapat sepenuhnya rasinal dan
logis dalam persepsinya dan tentang apa yang dikatakan mengenai diri sendiri, ia tak akan
mengalami gangguan. Hannya sayangnya, seringkali manusia tidak logis dan cenderung
merendahkan diri dalam pikirannya; sebab itu ia menghadapi masalah emosional.

2. Hubungan antara emosi dengan pikir. Karena antara perasaan dan pikir orang itu ada
hubungan yang erat, maka sering diartiakan sama. Beroperasinya hidup dengan segala fungsi
jiwanya seperti menyadari (sensing).bergerak (moving),merasa (emoting) dan berfikir (thinking)
biasanya dihayati sebagai keseluruhan, dan tidak secara terpisah. Ellis menyimpulkan, bahwa
emosi merupakan proses yang kompleks, yang dimulai bila sesuatu berita ditangkap (perceived),
dan dinilai (appraised). Penilaian menimbulkan kecenderunngan untuk bergerak mendekati atau
objek atau kejadian, tergantung dari daya tariknya.

3. Sumber berpikir tidak rasional. Berpikir tidak irasional bersumber pada disposisi biologis
dengan melewati pengalam diwaktu kecil dan karena pengaruh kebudayaan. Anak mempelajari
sikap terhadap diri sendiri serta lingkungannya. Lingkungan dapat membuat anak merasa kecil,
rendah atau tidak mampu Kesimpulan-kesimpulan yang dibuat tentang dirinya itu pada hahkikat
nya dihayati secara logis oleh anak karenapengaruh negatif lingkungannya, tetapi jika logis jika
dihubungkan dengan nilai dan kemamapuan yang sebenarnya dimilikinya.

4. Penggunann simbol dalam berpikir. Berpikir, baik logis atau tidak, dilakukan dengan
penggunaan simbol atau bahasa.Dengan menggunakan bahasa ini pula ia mengatakan kepada diri
sendiri apa yang ia pikirkan tentang diri sendiri. Perasaan negatif (juga terhadap diri sendiri yang
dipertahankan, yang dinyatakan dengan bahasa, dapat diatasi dengan cara berpihak yang benar.
Pengobatan bagimana dilakukan Ellis juga harus dilakuakn dengan menggunakan bahasa, dalam
bentuk mengatakan kepada diri sendiri hal-hal yang logis dan benar.

5. Self-verbalization dan gangguan. Self-verbalization yaitu”apa yang terus menerus dikatakan


kepda diri sendiri tentang diri sendiri”, menjadi sebab gangguan emosi. Hal ini dihubungkan oula
dengan persepsi orang itu tentang situasi dan hubungan antara dirinya dengan situasi. Jika
persepsi tidak betul, maka hal ini dapat menimbulkan emosi yang negatif. Emosi negatif ini
dinyatakan dengan bahsa, yang terus menerus “disuntikkan” pada diri sendiri, sehingga menjadi
keyakinan. Misalnya: “aku bodoh”, “aku tidak mampu”,”aku jelek”’ dsb.

6. Reorganisasi persepsi. Pikiran yang merusak atau yang merendahkan diri dan emosi negatif
dapat diatasi dengan reorganisasi persepsi denagn berpikir positif serta rasional. Persepsi yang
palsu membawa kesukaran, persepsi yang benar membawa akibat cara berpikir yang lebih logi.
Dengan titik tolak ini (berpikir betul dan logis) individu dapat bergerak/tumbuh kearah
kesembuhan.

Adapun Langkah-langkah Terapi Rasional Emotif sebagai berikut:


1. Terapi berusaha menunjukkan bahwa cara berfikir klien harus logis kemudian
membantu bagaimana dan mengapa klien sampai pada cara seperti itu,
menunjukkan pola hubungan antara pikiran logis dan perasaan yang tidak bahagia
atau dengan gangguan emosi yang di alami nya.
2. Menunjukkan kepada klien bahwa ia mampu mempertahankan perilakunya maka
akan terganggu dan cara pikirnya yang tidak logis inilah yang menyebabkan masih
adanya gangguan sebagaimana yang di rasakan.
Prose s Pelaksanaan Terapi Rasional Emotif (H.M Sattu Alang)

1. Bertujuan mengubah cara berfikir klien dengan membuang cara berfikir yang tidak
logis.
2. Dalam hal ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan
tertentu dalam situasi nyata Selanjutnya teknik-teknik Terapi Rasional Emotif dibagi
menjadi 3 sub pokok, yaitu;

a) Teknik emotif, yaitu teknik untuk mengubah emosi klien. Ini sepenuhnya melibatkan
emosi klien saat ia melawan keyakinan-keyakinannya yang irasional. Teknik ini
seperti; Rational Emotive Imagery, Humor, Imitasi, Assertive adaptive, Role
Playing, Shame-attacking, Force and Vigor.

b) Teknik kognitif, yaitu teknik untuk membantu klien berpikir mengenai pemikirannya
dengan cara yang lebih konstruktif (lebih membangun). Klien diajarkan untuk memeriksa bukti-
bukti yang mendukung dan menentang keyakinan-keyakinan irasionalnya dengan menggunakan
tiga kriteria utama: logika, realisme dan kemanfaatan. Teknik ini seperti; menyingkirkan
kepercayaan tidak rasional, tugasan Kognitif, Changing One’s Langguage, pengajaran, persuasif.

c) Teknik tingkah laku, yaitu teknik yang digunakan khusus untuk mengubah tingkah
laku. Teknik ini dinegosiasikan dengan klien atas dasar sifatnya yang menentang,
tetapi tidak sampai membuat kewalahan, yaitu, tugas-tugas yang cukup menstimulasi untuk
mewujudkan perubahan terapeutik, namun tidak terlalu menakutkan karena justru akan
menghambat menjalankan tugas-tugas tersebut. Teknik ini seperti; teknik peneguhan
(Reinforcement), desintisasi bersistematik, teknik Modelling, teknik releksasi.

Kemudian tujuan Terapi Rasional Emotif adalah untuk membantu individu-individu


menanggulangi problem-problem perilaku dan emosi mereka untuk membawa mereka
kekehidupan yang lebih bahagia, lebih sehat, dan lebih terpenuhi. Secara sederhana dan
umum tujuan terapi ini adalah membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-
gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis serta realisitik
sebagai penggantinya.
Terapi Rasional Emotif mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihan terapi ini adalah ;
(a)membantu klien untuk siap menghadapi kenyataan. Pendekatan ini cepat sampai kepada
masalah yang dihadapi oleh klien, menyadarkan klien terhadap pikiran/nilai yang irasional yang
membuatnya bermasalah. Dengan itu perawatan juga dapat dilakukan dengan cepat. (b)Lebih
rasional dalam membantu klien. Kaedah pemikiran logik yang diajarkan kepada klien dapat
digunakan dalam menghadapi gejala yang lain. (c) Klien merasakan diri mereka mempunyai
keupayaan intelektual dan kemajuan dari cara berfikir, sehingga dapat menyadarkan klien akan
kekuatan dan kelemahan diri serta menyikapinya secara tepat.
Kekurangan terapi ini, yaitu;
(a) Konselor lebih otoritatif, sehingga klien terkesan dipaksa untuk melakukan apa yang
selama ini ia merasa tidak sanggup untuk dilakukannya. (b) Ada klien yang boleh
ditolong melalui analisa logik dan falsafah, tetapi ada pula yang tidak begitu geliga
otaknya untuk dibantu dengan cara yang sedemikian yang berasaskan kepada logika.
Terapi ini terbatas pada individu dewasa, tidak dapat diterapkan pada anak dan remaja.
(c) Ada setengah klien yang begitu terpisah dari realiti sehingga usaha untuk
membawanya ke alam nyata sukar sekali dicapai. (d) Konselor terang-terangan dalam
menyerang irasional klien. Padahal ada juga klien yang terlalu berprasangka terhadap
logik, sehingga sukar untuk mereka menerima analisa logik. (e) Ada juga setengah klien
yang memang suka mengalami gangguan emosi dan bergantung kepadanya didalam
hidupnya, dan tidak mau membuat perubahan apa-apa lagi dalam hidup mereka.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam pembelajaran emotif theraphy ini kami dari kelompok menyimpulkan bawah; Ternyata
orang yang mengalami emosi yang tidak baik dalam tindakan, hal itu sangat berpengaruh oleh
pemikiran klien yang ia fikirkan dengan merasa tidak mampu dalam menyelesaikan setiap
problem-problem yang ia alami. Meskipun demikian hal ini yang harus diatasi oleh konselor
yaitu dengan cara memberikan penguatan kepada klien.

Terapi rasional emotif adalah sistem psikoterapi yang mengajari individu bagaimana
sistem keyakinannya menentukan yang dirasakan dan dilakukannya pada berbagai
peristiwa dalam kehidupan. Penekanan terapi ini pada cara berpikir mempengaruhi
perasaan, sehingga termasuk dalam terapi kognitif.

Tujuan terapi rasional emitif adalah untuk membantu individu-individu


menanggulangi problem-problem perilaku dan emosi mereka untuk membawa mereka
kekehidupan yang lebih bahagia, lebih sehat, dan lebih terpenuhi. Secara sederhana dan
umum tujuan terapi ini adalah membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-
gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis serta realisitik
sebagai penggantinya.

Pertanyaan dari kelompok:

1.Bagaimana cara kita menghadapi keluarga yang broken home?

2.hal apa yang menarik dari emotive tereapii dan apa saja yang menjaddi kekurangan
dan kelebihan dari emotive terapi ini?

Anda mungkin juga menyukai