Anda di halaman 1dari 8

TUGAS AFTER UTS

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan

Dosen pengampu :
Dra. Hj. Zikri Neni Iska, M.Psi

Disusun oleh :

Salma Indah Maharani 11220120000052

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

2023
1. Fenomena Fakta Realita pada Gejala Psikologis yang Tampak Mata dan Tak Tampak
Mata
Dalam psikologis banyak pembahasan mengenai gejala-gejala kejiwaan yang dapat
membuat seseorang merasa stres, depresi, atau lain sebagainya. Adapun hal tersebut
dikenal dengan gejala psikologis. Pada pembahasan gejala psikologis banyak terbagi
ke dalam berbagai bagian, tapi yang akan dibahas kali ini adalah gejala-gejala
psikologis yang tampak mata dan tak tampak mata. Adapun yang tampak mata artinya
adalah perilaku yang bisa langsung dapat diobservasi melalui alat indera manusia.
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek,
yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).
Dan yang tak tampak mata adalah perilaku yang tidak dapat ditangkap melalui indera,
melainkan harus menggunakan alat pengukuran tertentu, seperti psikotes. Perilaku
tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (convert). Adapun pada kenyataanya, gejala psikologis baik yang tampak
mata maupun tak tampak mata memiliki tingkatannya masing-masing. Ada beberapa
gejala psikologis yang mudah kita jumpai pada orang sekitar. Meskipun tidak semua
gejala psikologis ditunjukkan ke khalayak umum, tapi seseorang yang menderita
psikologis perlu di obati dan ditangani dengan betul, agar gejala psikologis yang tidak
terlalu tinggi tingkatannya tidak berkembang menjadi gejala psikologi yang
mengakibatkan depresi. Adapun Gejala Psikologis yang akan saya bahas adalah
mengenai emosi. Mengapa emosi? Karena emosi yang berlebihan atau ledakan emosi
termasuk ke dalam salah satu gejala psikologis yang tampak nyata. Setiap orang
memiliki tingkat emosinya masing-masing. Lantas bagaimana menghadapi orang
yang mudah naik emosi? Adapun emosi yang akan kita bahas adalah emosi marah.
Pada gejala psikologis tak tampak mata terdapat perasaan merasa bersalah atau tidak
berharga. Pada umumnya seseorang yang merasa bersalah akan selalu menyalahkan
dirinya pada setiap kesalahan yang terjadi. Perasaan salah tersebut selalu
mengikutinya. Jika rasa bersalah itu muncul sejak dia kecil, maka hal yang terjadi
ketika dia besar adalah dia tidak berani menerima tanggung jawab besar. Karena ia
selalu merasa bersalah. Begitu pun dengan rasa tidak berharga. Orang-orang yang
memiliki gejala psikologis seperti ini sangat rentan dengan perihal tanggung jawab.
Bukan mereka tidak berani mencoba, hanya saja mereka takut akan rasa bersalah dan
tidak berharga tersebut. Dalam setiap gejala psikologis yang tak nampak mata, hal
yang dibutuhkan adalah terbukanya pikiran (open mindset). Jangan selalu merasa
bersalah, atau takut di salahkan, pemikiran seperti itu harus di buka dengan wawasan
dan mindset bahwa tidak semua hal selalu sulit dilakukan, dan tidak semua orang bisa
melakukan segala sesuatu dengan sempurna. Begitu pula dengan contoh gejala
psikologi yang tampak mata. Ketika kita merasa sedih, kecewa, ataupun khawatir,
meskipun sudah kita tutupi sebaik mungkin, perasaan itu pasti akan terlihat oleh orang
lain. Maka hal yang kita butuhkan adalah ketenangan dan rasa ikhlas yang besar.
2. Temukanlah hubungan kausalitasnya, sebab karenanya /kronologis/latar belakang dari
Fenomena tersebut diatas!
Ledakan Emosi. Setiap orang memiliki suasana hati yang berbeda, tapi perubahan
suasana hati secara drastis bisa menjadi tanda gangguan psikis atau emosi tidak stabil.
Contohnya, marah yang disertai destruktif diri atau orang lain, marah verbal, hingga
marah untuk pembalasan. Marah yang digambarkan disini berkaitan erta dengan
emosi setiap orang.
3. Munculkanlah Judul yang tepat relevan dengan materi Psikologi Pendidikan
Judul yang saya ambil yaitu : Pengaruh Kestabilan Emosi terhadap Kecerdasan Anak

4. Buatlah materi yang sesuai dengan judul tersebut minimal lima halaman!

Apa itu Emosi?


Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu “emovere”, yang berarti bergerak menjauh.
Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak
dalam emosi. Menurut Daniel Goleman emosi merujuk pada suatu perasaan dan
pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk
bertindak.Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam
diri individu.Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati
seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong
seseorang berperilaku menangis.1
Salah satu materi psikologi yang akrab sekali dengan kehidupan sehari-hari kita
adalah munculnya emosi, banyak orang yang beranggapan bahwasanya emosi itu
adalah sesuatu hal yang buruk, sesuatu yang diidentikan dengan amarah. Namun pada
kenyataannya emosi itu tidaklah hanya berupa amarah, emosi juga bisa dalam hal
kebaikan. Lalu dari mana emosi itu muncul, apakah timbul dari pikiran atau dari
tubuh, agaknya tak seorangpun dapat menjawabnya dengan pasti. Ada yang
mengatakan itu merupakan tindakan dahulu (tubuh), baru muncul emosi, ada yang
mengemukakan emosi dulu(pikiran), baru timbul tindakan. Emosi tidak hanya berupa
amarah, ada beberapa macam emosi dasar yang sudah dimiliki oleh manusia sejak
lahir. Oleh karena itu kita perlu mempelajari materi psikologi agar kita dapat
mengenali emosi pada diri kita sendiri sehingga kita dapat mengendalikan dan
mengembangkan emosi kita dengan baik.2
Menurut Chaplin (1989) dalam Dictionary of psychology, emosi adalah sebagai suatu
keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang
disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989)
membedakan emosi dengan perasaan, parasaan (feelings) adalah pengalaman disadari
yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam
keadaan jasmaniah (Al Baqi, 2015). Pertumbuhan dan perkembangan emosi seperti
juga pada tingkah laku lainnya ditentukan oleh pematangan dan proses belajar
seorang bayi yang baru lahir dapat menangis tetapi ia harus mencapai ringkas
kematangan tertentu untuk dapat tertawa setelah anak itu sudah besar maka ia akan
belajar bahwa menangis dan tertawa digunakan untuk maksud-maksud tertentu atau
untuk situasi tertentu. Makin besar anak itu makin besar pula kemampuannya untuk
belajar sehingga perkembangan emosinya makin rumit. Perkembangan emosi melalui
proses kematangan hanya terjadi sampai usia satu tahun. Setelah itu perkembangan
selanjutnya lebih banyak ditentukan oleh proses belajar.3
1
S. Alisuf, “Pengantar Psikologi Umum Dan Perkembangan,” Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993.
2
E. Usman and S. Praja, “Pengantar Psikologi,” Bandung, Angkasa, 1985.
3
Alisuf, “Pengantar Psikologi Umum Dan Perkembangan.”
Kepribadian emosional terdapat pada individu yang tingkah lakunya dipengaruhi oleh
perasaan. Gejala jiwa perasaan (emosi) Bigot, dkk. Membagi gejala jiwa emosi
menjadi 2 bagian, yaitu perasaan rendah-rendah (jasmaniah), seperti penginderaan,
gairah seksual, dan sebagainya; dan perasaan luhur (rohaniah), misalnya perasaan
keindahan, sosial, etika, religius, harga diri, dan sebagainya. Adapun ledakan emosi
yang akan kita bahas adalah mengenai amarah dan perasaan.

Gangguan Psikis pada Manusia

1. Pandangan Psikopatologis

Meskipun konsep tentang gangguan dan penyakit kejiwaan, sekaligus juga cara-cara
pengobatannya (terapeutik) telah berhasil ditemukan dalam dunia psikologi. Namun,
pelbagai gejala gangguan dan penyakit jiwa yang dialami oleh manusia masih sukar
ditentukan batasannya. Misalnya, ada sikap dan gaya hidup yang dianggap normal
oleh suatu kelompok, tapi ternyata di pandang abnormal oleh kelompok lain. Dan,
yang dianggap abnormal pada jaman dahulu, justru dipandang normal pada saat ini.
Abraham Maslow dan Mittelman (Wijaya, 1988), dalam bukunya Principles of
Abnormal Psychology (1951), mengemukakan beberapa kriteria orang yang
berkepribadian dan bermental sehat, sebagai berikut:
a. Memiliki perasaan aman. Individu tidak dihantui oleh perasaan takut, berdosa, dan
rasa bersalah, hidup wajar, sejahtera dan mampu mengadakan interaksi sosial.
b. Memiliki penilaian diri. Individu dapat menilai dirinya sendiri dan mampu menilai
orang lain yang dipandang menyimpang dari kebiasaan umum, moralnya baik dan
sikapnya rasional.
c. Memiliki spontanitas dan emosionalitas yang baik. Individu bisa menciptakan
hubungan yang baik, erat, kuat dan lama. Individu juga mampu mengekspresikan
kekesalan hatinya tanpa kehilangan kontrol, bahkan individu bisa ikut merasakan,
mengerti pengalaman dan perasaan orang lain.
d. Memiliki interaksi dengan realitas yang efesien. Individu dapat mempersepsikan
kehidupannya secara realistis dan luas. Individu dapat menerima cobaan,
kegagalan, dan masalah dalamkehidupannya.Dan individu bisamelakukan
penyesuaian, mengubah dan memperbaiki lingkungan.
e. Memiliki dorongan dan nafsu jasmaniah yang sehat. Individu mampu menikmati
kesenangan hidup seperti makan, minum, rekreasi dan cepat pulih dari kelelahan.
Nafsul seksualnya sehat dan dapat memenuhinya tanpa rasa bersalah, takut dan
berdosa.
f. Memiliki pengetahuan yang cukup. Individu menyadari motif-motif, nafsu, hasrat,
cita-cita, kebutuhan, dan tujuan hidupnya secara realistis. Bahkan, dapat
membatasi ambisiambisinya, menghindari dari mekanisme pertahanan diri dan
dapat melakukan kompensasi positif, serta bisa menyalurkan rasa inferiornya.
g. Memiliki tujuan hidup yang memadai. Tujuan hidupnya realistis dan dapat dicapai
dengan kemampuannya sendiri. Tekun dalam mencapai tujuan hidupnya, dan
perilakunya berguna bagi masyarakat.
h. Memiliki kemampuan belajar dari pengalaman. Mampu menerima dan mengolah
pengalaman. Sanggup belajar secara spontanitas, tidak menghindari diri dari
kesulitan, tetapi berusaha mengatasinya.
i. Memiliki kesanggupan memuaskan tuntutan dan kebutuhan kelompoknya. Dapat
menyesuaikan diri dengan tradisi, adat-istiadat, agama, paham, norma-norma
dalam kelompoknya. Dan juga bertanggung jawab, loyal dan bersahabat.
j. Memiliki sikap sehat terhadap kelompok dan kebudayaannya. Tidak terlalu
munafik, sombong, menjilat, memaksakan dan menonjolkan dirinya. Memiliki
apresiasi yang cukup besar terhadap kebudayaan dan perubahan sosial.
k. Memiliki integritas kepribadian. Perkembangan dan pertumbuhan jasmani dan
rohaninya berjalan baik. Mempunyai interes dan konsentrasi terhadap berbagai
kegiatan. Fleksibel terhadap orang lain, tidak diganggu oleh konflik- konflik dan
disasosiasi yang serius.4
Deskripsi yang dipaparkan oleh Maslow dan Mittelman, dapat dipertimbangkan
sebagai patokan; mana orang yang di anggap normal dan abnormal. Namun, apa yang
digambarkan oleh kedua pakar tersebut, belumlah ideal dalam realitas sehari -hari
yang kita temui, yakni relatif banyak individu yang memiliki kelemahan, kekurangan
dan kelebihan tertentu. Akan tetapi, kita bisa menganalisa seseorang normal, jika tidak
terlalu menyimpang dari pandangan di atas, dan bila sebaliknya menyimpang, maka
dapat dikategorikan ke dalam kelompok abnormal.
2. Sekilas Tentang Perilaku Patologis

Banyak faktor dan penyebab orang bertingkah laku menyimpang (patologis). Kita
bisa menganilisis kehidupan di kota-kota besar pada abad modern ini sangat komplek
dan bervariasi. Pelbagai sikap kehidupan tampak begitu kentara; hubungan sosial
semakin renggang, rasa kasih sayang antarsemakin berkurang, hidup semakin
materialistis dan individualistis, moralitas hampir punah dan kehidupan yang
dirasakan semakin bingung, sebab tergesa-gesa, penuh persaingan, serta kecemburuan
semakin meningkat, dan sebagainya.5
Merujuk pada kompleksitas masalah di kehidupan modern tersebut, maka suasana dan
kondisi yang diterima oleh individu adalah ketegangan dan frustrasi. Implikasinya,
manusia mencoba menghindari dan melarikan diri kepada hal-hal yang negatif dan
menyimpang. Banyak orang terjerumus ke dalam prostitusi, perceraian, manipulasi,
korupsi, kemaksiatan dan kejahatan-kejahatan lainnya. Kesemua gejala ini akan
memicu timbulnya perilaku patologis (gangguan dan penyakit jiwa). Dan, perilaku
patologis ini tampak dalam pelbagai warna dan corak, seperti; psikopati, dan
pskoneurosis.
a. Psikopati, adalah kekalutan mental yang ditandai dengan tidak adanya
pengorganisasian dan pengintegrasian pribadi (Wijaya, 1988). Pribadi
psikopati ini adalah pribadi yang anti sosial, tidak dapat bertanggung

4
D. G. Asmawati, “C., Mariny, AG, Siti Rozaini, K., Noor Azniza, I. &Mohd Makzan, M.(2015),” Pengantar
Psikologi, 2015.
5
R. L. Atkinson, “Pengantar Psikologi 2 (Terjemahan: Nurdjannah),” Jakarta: Erlangga, 1991.
jawab secara moral, selalu kontra dan terjadi konflik dengan norma-norma,
karena proses dinamika kehidupan individu ini berada dalam lingkungan
sosial yang immoral.
Individu yang menderita psikopati;sejak kecil tidak pernah mendapat kasih
sayang, kelembutan, kemesraan dan perasaan aman dari keluarga, dan
lingkungan sosial, sehingga untuk selamanya ia kehilangan kemauan dan
kemampuan untuk menerima rasa kasih sayang dan cinta dari orang lain.
Akibatnya, dalam diri individu yang bersangkutan akan menimbulkan
perasaan benci, dendam, dikejar-kejar, gelisah, kacau, merasa bersalah dan
tidak memiliki rasa perikemanusiaan.
b. Psikoneurosis, adalah bentuk gangguan jiwa akibat komplikasi perasaan
ketakutan dan kecemasan yang mendalam. Penderita dalam kategori ini,
biasanya tidak mampu mengadakan penyesuaian dan pengadaptasian
terhadap lingkungan dan respon yang mengenainya.
Wijaya (1988) menjelaskan bahwa biasanya gangguan ini dibedakan
dalam dua jenis psikoneurosis, yaitu histeria dan psikastenia. Histeria
adalah gangguan emosional yang ekstrem, mencakup gangguan fungsi
psikis,sensoris, motoris, dan syaraf-syaraf yang disebabkan oleh usaha
represi terhadap konflik-konflik di dalam ketiak\sadaran individu. Histeria
biasanya diakibatkan oleh lemahnya pembawaan sistem syaraf, tekanan
mental, stres (akibat kecewa), shock, trauma dan pengalaman-pengalaman
pahit lainnya. Gejala individu yang menderita histeria ditandai dengan;
sangat egois, suka dipuji, ingin diperhatikan dan dikasihani serta perilaku
semaunya. Bahkan ada gejala-gejala, seperti; sering gemetar, kejang-
kejang, sering pingsan, pelupa, dan sering sedih.6
Sedangkan psikastenia adalah ketegangan-ketegangan akibat rasa takut
(fobia). Psikastenia umumnya disebabkan oleh pernah mengalami sesuatu
hal yang menakutkan, mengguncangkan, mengerikan, dan sebagainya.
Kemudian pengalaman itu coba disalurkan ke alam bawah sadar dan
dilupakan, namun akan timbul kembali bila ada objek yang sama, dan pada
saat itulah ketegangan terjadi. Fenomena kepribadian penderita psikastenia
ini ditandai oleh adanya ketakutan-ketakutan yang tidak beralasan dan
tidak rasional.
Adapun gangguan-gangguan yang mengikuti psikastenia di antaranya;
fobia, obsesi, dan kompulsi. Fobia sering diartikan sebagai ketakutan yang
tidak rasional dan tidak bisa dikontrol oleh si penderita terhadap
sesuatu/situasi tertentu. Obsesi adalah emosi yang terus-menerus melekat
dalam hati dan tidak mau hilang, meskipun si penderita berupaya
menghilangkannya. Sedangkan, kompulsi adalah tendensi yang tidak dapat
dicegah oleh si penderita untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah
bagaimana mencegah pelbagai gangguan tersebut? Banyak teknik terapi
telah diupayakan oleh para ahli psikologi untuk mengatasi segala bentuk
gangguan di atas. Metode atau model terapi itu coba di tawarkan oleh
psikologi dalam menganalisis pelbagai gangguan dan penyakit kejiwaan,

6
Usman and Praja, “Pengantar Psikologi.”
di antaranya; dengan konsep demonologis, naturalistis, organis, psikologis,
intrapsikis, psikoanalisis dan behavioral.
Para ahli mengemukakan bahwa berdasarkan pengalaman yang mereka
praktekkan dengan menggunakan pelbagai teknik pengobatan itu, dapat
dianalisis pelbagai gejala dan penyebab gangguan jiwa. Hal semacam itu
telah coba dipraktekkan oleh Sigmund Freud, para psikiater dan para ahli
psikologi dalam lainnya.

Peran Emosi dalam Pembelajaran


Emosi membantu berperan dalam membantu mempercepat dan memperlambat proses
pembelajaran. Emosi juga membantu proses pembelajaran lebih bermakna dan
menyenangkan. Berbagai penelitian menunjukkan adanya keterkaitan antara emosi dan
struktur otak manusia. Goleman dkk (dalam DePorter, 2000) menyatakan bahwa tanpa
keterlibatan.7
Kegiatan saraf otak kurang dari yang dibutuhkan untuk “merekatkan” pelajaran dalam
ingatan. Suasana emosi yang positif atau menyenangkan dan negative atau tidak
menyenangkan membawa pengaruh pada cara kerja struktur otak manusia dan akan
berpengaruh pula dalam proses dan hasil belajar. Ketika otak menerima ancaman atau
tekanan, kapasitas saraf untuk berfikir rasional mengecil. Otak “dibajak secara
emosional”menjadi bertempur atau kabur dan beroperasi pada tingkat bertahan hidup
(Goleman, 1995), Otak tidak dapat mengakses secara maksimal. Fenomena tersebut dikenal
dengan downshifting. Fenomena seperti muncul pada saat kondisi emosi marah, sedih,
ketakutan, dan suasana emosi lain yang membuat kita tertekan dan terancam. Ketika kita
belajar dalam kondisi demikian maka kemampuan belajarnya menjadi kurang maksimal
karena adanya hambatan emosi. Hal ini dirasakan pada saat belajar karena dipaksa oleh guru
atau orang tua, padahal kita sendiri tidak menyukai pelajaran tersebut. Maka biasanya yang
kita lakukan hanyalah bertahan agar tidak mendapat amarah atau hukuman dari guru atau
orang tua, meskipun sangat itu kita sudah berusaha belajar. Sebaliknya dengan tekanan positif
atau suportif, otak akan terlibat secara emosional dan memungkinkan sel-sel saraf bekerja
maksimal. Fenomena ini dikenal dengan eustress. Pada kondisi ini otak terlibat secara
emosional, dan memungkinkan sel-sel saraf bekerja secara maksimal. Fenomena seperti ini
muncul pada kondisi senang dan semangat dalam belajar, dan kondisi demikian akan
membuat kita maksimal dalam belajar. Dalam kondisi senang kita akan belajar lebih lama dan
lebih giat. Hasil belajar akan menjadi maksimal. Dengan demikian suasana emosional positif
perlu dibangun dalam proses pembelajaran suasana emosional juga mempengaruhi memori
atau ikatan dalam menerima danemunculkan kembali informasi yang sudah dipelajari.
Seorang ilmuan syarat, Dr Joseph LeDoux (dalam DePorter, 2000) menyatakan
bahwa ..”Perangsangan amigdala agaknya lebih kuat mematrikan kejadian dengan
perangsangan emosional dalam memori….Karena itulah kita lebih mudah mengingat,
misalnya tempat pertama kali bertemu, atau apa yang kita lakukan saat.
5. Tulis juga dalil naqli yang match bagi penguatan sebagai Universitas Islam!

7
R. Atkinson, “L., Richard C. Atkinson, Edward E. Smith, Daryl J, Bem, 2011,” Pengantar Psikologi, 2011.
‫ "َم ن َك َظَم‬:‫ َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا عليه وسلم‬: ‫ َع ْن َأِبيِه َقاَل‬، ‫َع ْن َر ُج ٍل ِم ْن َأْبَناِء َأْص َح اِب الَّنِبِّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
‫َغْيًظا َو ُهَو َقاِد ٌر َع َلى أْن ُيْنِفَذ ه َم ألُه ُهللا َأْم ًنا َو إيماًنا‬

Artinya: “Barang siapa yang menahan amarah, sedangkan dia mampu


mengeluarkannya, maka Allah memenuhi rongganya dengan keamanan dan iman.”

Hadis ini disampaikan oleh Imam Abu Daud. Ia mengatakan telah menceritakan
kepada kami Uqbah ibnu Makram, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman
(yakni Ibnu Mahdi), dari Bisyr (yakni Ibnu Mansur), dari Muhammad ibnu Ajlan, dari
Suwaid ibnu Wahb, dari seorang lelaki anak seorang sahabat Rasulullah SAW, dari
ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda seperti yang
sudah disebutkan.

Hadis ini diceritakan oleh Humaid ibnu Abdur Rahman.

6. Akhiri tulisan anda pada tugas ini dengan membuat Konklusinya!


Setelah memaparkan materi di atas beserta isinya dapat kita ketahui bahwa emosi
memiliki berbagai macam kategori, namun pada kenyataannya banyak orang orang
yang menafsirkan emosi sebagai rasa marah yang mengutarakan rasa tidak suka,
tidak nyaman dan lain sebagainya. Ternyata emosi memiliki pengaruh yang sangat
besar terhadap perasaan dan seluruh perasaan serta sifat manusia. Adapun cara
meredakan emosi yang bergejolak tentu sudah dijelaskan melalui psikologi. Tapi
ternyata yang paling utama dalam meredakan emosi adalah rasa sadar.

Daftar Pustaka
Alisuf, S. “Pengantar Psikologi Umum Dan Perkembangan.” Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1993.
Asmawati, D. G. “C., Mariny, AG, Siti Rozaini, K., Noor Azniza, I. &Mohd Makzan, M.
(2015).” Pengantar Psikologi, 2015.
Atkinson, R. “L., Richard C. Atkinson, Edward E. Smith, Daryl J, Bem, 2011.” Pengantar
Psikologi, 2011.
Atkinson, R. L. “Pengantar Psikologi 2 (Terjemahan: Nurdjannah).” Jakarta: Erlangga,
1991.
Usman, E., and S. Praja. “Pengantar Psikologi.” Bandung, Angkasa, 1985.

Anda mungkin juga menyukai