Anda di halaman 1dari 9

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang banyak hal yang berhubungan
dengan jiwa manusia diantaranya perasaan manusia, perilaku manusia, kebiasaan-kebiasaan
yang dilakukannya termasuk emosi adalah salah satunya. Dalam ilmu psikologi, emosi
merupakan kajian penting yang perlu dibahas karena dalam kehidupan sehari-hari manusia
selalu tak lepas akan adanya gejala-gejala emosi yang timbul. Berbagai peristiwa yang sering
terjadi yakni ketika manusia tidak lagi mendapatkan sesuatu yang diinginkan, mendapatkan
sebuah masalah, mengalami kerugian usaha yang besar, cobaan datang terus menerus. Inilah
yang menjadikan manusia kadang-kadang meluapkan emosinya karena tidak dapat
mengontrol atau mengendalikan dirinya sendiri terhadap keadaan yang dialaminya.
Selain itu emosi pada hakikatnya tidaklah mempelajari gejala negatif perasaan seorang
manusia yang timbul namun juga mempelajari emosi manusia yang bersifat positif seperti
bahagia, senang , dan ceria. Emosi tidak terjadi kadang-kadang namun emosi terjadi setiap
hari dimana manusia akan memunculkan hal tersebut sesuai dengan kondisi yang dialaminya.
Dengan berjalannya waktu, maka emosi akan selalu mengalami dinamika atau perubahan.
Sehingga emosi mengalami perkembangan sesuai bergantinya kondisi dan usia manusia.
Dimana kita perlu mempelajari tahapan emosi pada fase dasar hingga dewasa serta
mengkajinya secara jelas dan ilmiah.
Pertumbuhan dan perkembangan emosi dapat dilihat dari tingkah laku, yang ditentukan
oleh proses pematangan dan proses belajar. Contohnya seperti seorang bayi yang baru lahir ia
dapat menangis dan akan mencapai proses kematangannya ketika ia akan tertawa nanti.
Pada umumnya perbuatan kita sehari-hari disertai oleh perasaan-perasaan tertentu,
yaitu perasaan senang atau perasaan tidak senang. Perasaan senang atau tidak senang yang
selalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari yang disebut Warna Afektif. Warna
afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah atau samar-samar.
Perbedaan antara emosi dan perasaan tidak dapat dinyatakan dengan tegas, karena
keduanya merupakan suatu hal yang bersifat kualitatif yang tidak ada batasnya. Terkadang,
warna afektif dapat dinyatakan sebagai perasaan atau dapat dinyatakan sebagai emosi. Oleh
karena itu, emosi bukan hanya disebabkan karena perasaan saja, tetapi warna afektif yang
meliputi keadaan seseorang. Ada yang kuat, lemah atau mungkin samar-samar.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan emosi?
2. Apa teori dalam perkembangan emosi?
3. Apa aspek-aspek kecerdasan emosi?
4. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi?
5. Bagaimana cara mengendalikan emosi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui makna emosi
2. Untuk mengetahui teori dalam perkembangan emosi
3. Untuk mengetahui aspek-aspek kecerdasan emosi
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi
5. Untuk mengetahui cara mengendalikan emosi

BAB II
Pembahasan

2.1 Pengertian Emosi


Perilaku kita sehari-hari pada umumnya diwarnai oleh perasaan tertentu seperti
senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, sedih dan gembira. Perasaan yang terlalu
menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Apabila warna afektif
tersebut kuat, perasaan itu dinamakan emosi (Sarlito 1982:59). Beberapa contoh emosi yang
lainnya adalah cinta, marah, takut, cemas, malu, kecewa dan benci.
Apakah definisi dari emosi? Apakah sebagian orang mendefinisikan emosi sama
seperti perasaan yang mendalam apabila dirasakan? Emosi dan perasaan adalah dua konsep
yang berbeda, tetapi perbedaan keduanya tidak dapat dinyatakan secara tegas. Emosi dan
perasaan merupakan gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan tetapi tidak jelas
batasannya. Pada suatu saat, warna afektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi dapat
disebut sebagai emosi. Misalnya, marah yang ditunjukkan dalam bentuk diam. Oleh karena
itu, emosi dan perasaan tidak mudah untuk dibedakan.
Para ahli psikologi seperti Fehr dan Russel menegaskan bahwa setiap orang tahu apa
itu emosi, sampai dia diminta untuk memberikan definisi tentang emosi itu sendiri. Setelah
itu, tidak ada satu orang pun dari mereka yang mengetahuinya. Ketika kita menggunakan
istilah tersebut, emosi merupakan sebuah pengalaman asa. Kita merasakan adanya emosi, kita
tidak sekedar memikirkannya. Ketika seseorang mengatakan atau melakukan sesuatu yang
secara pribadi penting untuk kita. Maka emosi kita akan meresponnya, biasanya diikuti
dengan pikiran yang ada hubungannya dengan perkataan tersebut, perubahan psikis, dan juga
hasrat untuk melakukan sesuatu. Jika ada seorang bawahan yang menyuruh kita untuk
mencatat hasil pertemuan, mungkin kita akan merasa marah dan berpikir siapa sih dia,
berani-beraninya menyuruh saya melakukan apa yang harus saya lakukan? psikis kita akan
mengalami perubahan ketika tekanan darah kita meninggi, dan kita merasakan adanya sebuah
keinginan untuk memarahinya.
Menurut Crow & Crow (1958), pengertian emosi adalah An emotion, is an affective
experience that accompanies generalized inner adjustment and mental and physiological
stirredup states in the individual, and that shows it self in his evert behavior. Jadi, emosi
adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan baik.
Penggolongan emosi dapat dibedakan menjadi menjadi sebagai berikut :
1. Emosi yang sangat mendalam (misalnya sangat marah atau sangat takut) menyebabkan
aktivitas yang sangat tinggi, sehingga seluruh tubuh diaktifkan, dan dalam keadaan seperti ini
sukar untuk menentukan apakah seseorang sedang takut atau sedang marah
2. Satu orang dapat menghayati satu macam emosi dengan berbagai cara. Misalnya kalau
marah orang dapat gemetar di tempat dan mungkin memaki atau mungkin lari dan diam.
3. Nama yang umumnya diberikan kepada berbagai jenis emosi biasanya didasarkan pada
sifat rangsangnya bukan pada keadaan emosinya sendiri. Jadi takut adalah emosi yang
timbul terhadap suatu bahaya, dan marah adalah emosi yang timbul dari suatu yang
menjengkelkan.
4. Pengenalan emosi secara subyektif dan introspektif juga sukar dilakukan karena selalu saja
akan ada pengaruh dari lingkungan.
Pada saat emosi, sering terjadi perubahan-perubahan fisik pada seseorang, seperti :
a. Reaksi elektris pada kulit meningkat bila terpesona
b. Peredaran darah bertambah cepat bila marah
c. Denyut jantung bertambah cepat bila terkejut
d. Bernapas panjang kalau kecewa
e. Pupil mata membesar bila marah
f. Air liur mengering bila takut atau tegang
g. Bulu roma berdiri kalau takut
h. Pencernaan menjadi sakit atau mencret-mencret kalau tegang
i. Otot menjadi tegang atau bergetar
j. Komposisi darah berubah dan kelenjar-kelenjar lebih aktif
Perkembangan emosi dialami oleh seorang bayi, anak-anak, remaja dan dewasa.
Dimana seeorang akan merasakannya sebagai sebuah persepsi yang dilalui oleh sistem-sistem
saraf mereka sesuai dengan perkembangan emosinya.
Menurut Elizabeth B. Hurlock (1978:79) reaksi yang menyenangkan pada bayi dapat
diperoleh dengan cara mengubah posisi tubuh secara tiba-tiba, membuat suara keras atau
membiarkan bayi menggunakan popok yang basah. Rangsangan ini menimbulkan reaksi
emosional berupa tangisan dan ativitas yang kuat. Sebaliknya reaksi yang menyenangkan
dapat tampak jelas tatkala bayi menyusui pada ibunya.
Pada umumnya anak kecil lebih emosional daripada orang dewasa karena pada usia
ini anak masih relatif muda dan belum dapat mengendalikan emosinya. Anak kecil memiliki
perilaku yang sangat memaksa. Mereka hanya mempunyai sedikit kendali dari dorongan hati
mereka dan mudah merasa putus asa. Pada saat anak mencapai usia tiga tahun mereka sudah
menumbuhkan beberapa sikap toleransi untuk mengatasi hal tersebut. Mereka juga sudah
dapat mengembangkan beberapa sikap pengendalian diri, mereka tidak bereaksi terhadap
setiap dorongan hati. Perkembangan emosi berkaitan dengan pengendalian diri, apa yang
disukai dan yang tidak disukai.
Pada usia dua sampai empat tahun, karakteristik emosi anak muncul pada ledakan
amarahnya atau temper tantrums (Elizabeth B. Hurlock, 1978). Anak yang berusia tiga dan
empat tahun menyenangi kejutan-kejutan dan juga peristiwa roman. Mereka memerlukan
keamanan dengan mengetahui bahwa ada suatu struktur dalam kehidupan sehari-hari. Anak
yang berusia tiga dan empat tahun juga sudah mulai menunjukk an selera humor. Pada usia
lima sampai enam tahun anak mulai matang dan mulai menyadari akibat-akibat dari
emosinya. Ekspresi emosi anak dapat berubah secara drastis dan cepat, contohnya baru saja
anak menangis tetapi setelah beberapa menit kemudian anak bisa gembira lagi karena
mendapatkan hiburan dari orang yang mengendalikan emosinya.
Anak-anak yang berusia tujuh dan delapan tahun mulai mencoba kembali untuk
memperoleh kendali yang lebih baik lagi dari tanggapan emosional mereka. Mereka mulai
menyadari kondisi di dunia dan lebih menaruh perhatian terhadap cerita-cerita baru yang
mereka lihat di televisi atau yang mereka dengar dari bahan diskusi orang-orang dewasa.
Anak yang berusia tujuh dan delapan tahun mulai menunjukkan ketekunan di dalam
usaha yang mereka lakukan untuk mencapai tujuan mereka. Ini sering menyebabkan orang
tua mereka menjadi kesal dimana ketika anak meminta orang tua untuk melakukan suatu hal
secara berulang kali. Pada usia ini anak-anak mengembangkan sikap empati yang lebih
memperkenalkan diri kepada orang lain dan juga merasa bersalah ketika mereka melukai
orang lain, baik secara fisik ataupun emosional. Mereka mencoba untuk menimbulkan rasa
nyaman terhadap keluarga atau teman tanpa diminta untuk melakukannya.
Sedangkan pola emosi remaja juga hampir sama dengan pola emosi masa kanak-
kanak. Jenis emosi yang secara normal sering dialami remaja adalah kasih sayang, gembira,
amarah, takut dan cemas, cinta, cemburu, kecewa, sedih dan lain-lain. Perbedaannya terletak
pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosi dan pola pengendalian yang
dilakukan individu terhadap emosinya.
Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja dalam dua rentang usia, yaitu usia
12-15 tahun dan usia 15-18 tahun. Adapun ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun
adalah sebagai berikut :
- Cenderung bersikap pemurung. Sebagian disebabkan karena perubahan biologis dalam
hubungannya dengan kematangan seksual dan sebagiannya lagi karena kebingungannya
dalam menghadapi orang dewasa. Karena kemurungan, hal ini dapat memicu terjadinya
suasana hati yang depresi yang lebih banyak dialami oleh perempuan.
- Ada kalanya bersikap kasar dalam menutupi kekurangannya dalam hal percaya diri
- Ledakan-ledakan kemarahan sering terjadi sebagai akibat dari kombinasi ketegangan
psikologis, ketidakstabilan biologis dan kelelahan karena bekerja yang terlalu keras atau pola
makan yang tidak tepat ataupun tidur yang kurang cukup.
- Cenderung berperilaku tidak toleran terhadap orang lain dengan membenarkan
pendapatnya sendiri
- Mengamati orang tua dan guru secara lebih objektif dan mungkin marah apabila tertipu
dengan gaya guru yang bersifat sok tahu.
Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun adalah sebagai berikut :
- Sering memberontak sebagai ekspresi dari perubahan dari masa kanak-kanak ke dewasa
- Dengan bertambahnya kebebasan, banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang
tuanya. Mereka mengharapkan perhatian, simpati dan nasihat orang tua.
- Sering melamun untuk memikirkan masa depannya.
Para peneliti mengemukakan bahwa perubahan pubertas berkaitan dengan
meningkatnya emosi-emosi negatif. Meskipun demikian sebagian besar peneliti
berkesimpulan bahwa pengaruh hormonal itu kecil dan jika hal itu terjadi, biasanya berkaitan
dengan faktor lain seperti stres, pola makan, aktivitas seksual dan relasi sosial. Sesungguhnya
pengalaman lingkungan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap emosi
remaja dibandingkan perubahan hormonal.
Banyak remaja yang tidak dapat mengelola emosinya secara lebih efektif. Sebagai
akibatnya mereka rentan mengalami depresi, kemarahan, kurang mampu meregulasi
emosinya yang selanjutnya dapat memicu munculnya berbagai masalah seperti kesulitan
akademis.
Pada masa dewasa perkembangan emosi mereka, akan mereka tujukan kepada hal-hal
tentang percintaan, mulai meninggalkan rumah, mengembangkan karir dan bersosialisasi.
2.2 Teori tentang Emosi
Terdapat beberapa teori tentang emosi yang dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu
adalah sebagai berikut,
1. Teori Emosi Dua-Faktor Schachter-Singer
Teori ini dikenal sebagai teori yang paling klasik yang berorientasi pada rangsangan.
Reaksi fisiologik dapat saja sama (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat,
adrenalin dialirkan dalam darah dan sebagainya) namun jika rangsangannya menyenangkan
seperti diterima di perguruan tinggi yang diminati, emosi yang timbul dinamakan senang.
Sebaliknya jika rangsangannya membahayakan (misalnya melihat ular yang berbisa) emosi
yang timbul dinamakan takut. Para ahli psikologi melihat teori ini lebih sesuai dengan teori
kognisi.
Menurut Berkowitz (1993), banyak pemikiran saat ini tentang peran ateribusi dalam
emosi mulai dengan sebuah teori kognitif yang sangat dikenal yang dipublikasikan oleh
Stanley Schachter dan Jerome Singer pada tahun 1962 . konsepsi Berkowitz tentang
bagaimana pikiran tingkat tinggi menentukan pembentukan suasana emosional setelah
munculnya reaksi saraf, relatif primitif dan emosional dipengaruhi oleh formula ini.
Schachter dan Singer mengemukakan bahwa emosi tertentu merupakan fungsi dari
reaksi-reaksi tubuh tertentu. Menurutnya pula kita tidak merasa marah karena ketegangan
otot, rahang yang berderak, denyut nadi kita menjadi cepat, dan sebagainya tetapi karena kita
secara umum jengkel dan kita mempunyai beberapa kognisi tertentu tentang sifat kejengkelan
kita.
2. Teori Emosi James Lange
Menurut teori ini, emosi merupakan hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap berbagai rangsangan yang
datang dari luar. Jadi jika seseorang misalnya melihat harimau, reaksinya adalah peredaran
darah makin cepat karena denyut jantung makin cepat, paru-paru lebih cepat memompa udara
dan sebagainya. Respon-respon tubuh ini kemudian dipersepsikan dan timbullah rasa takut.
Mengapa rasa takut yang timbul? Ini disebabkan oleh hasil pengalaman dan proses belajar.
Orang bersangkutan dari hasil pengalamannya mengetahui bahwa harimau adalah makhluk
yang berbahaya, karena itu debaran jantung dipersepsikan sebagai rasa takut.
Emosi menurut kedua ahli ini, terjadi adanya perubahan pada sistem vasomotor (otot-
otot). Suatu peristiwa dipersepsikan menimbulkan perubahan fisiologis dan perubahan
psikologis yang disebut emosi. Dengan kata lain menurut James Lange, seseorang bukan
tertawa karena senang, melainkan ia senang karena tertawa.
James Lange mengemukakan proses-proses terjadinya emosi dihubungkan dengan
faktor fisik dengan urutan sebagai berikut :
1. Mempersepsikan situasi di lingkungan yang mungkin menimbulkan emosi
2. Memberikan reaksi terhadap situasi dengan pola khusus melalui aktivitas fisik
3. Mempersiapkan pola aktivitas fisik yang mengakibatkan munculnya emosi secara khusus.
Uraian ini disingkat menjadi :
Lingkungan Otak Perubahan pada tubuh + emosi
James Lange menghasilkan lima tingkatan emosi dalam proses emosi yang terdiri dari
:
1. Situasi
2. Persepsi tentang situasi
3. Perubahan-perubahan dalam tubuh
4. Perbuatan yang terlihat, misalkan melarikan diri dari bahaya
5. Keadaan sadar dari emosi
3. Teori Emergency Cannon
Teori ini dikemukakan oleh Walter B. Cannon (1929), ia menyatakan bahwa karena
gejolak emosi itu menyiapkan seseorang untuk mengatasi keadaan yang genting, orang-orang
primitif yang membuat respon semacam itu bisa survive dalam hidupnya.
Cannon menyalahkan teori James Lange karena beberapa alasan, termasuk fokus
eksklusif teori pada organ dalam. Cannon mengatakan, antara lain bahwa organ dalam
umumnya terlalu intensitif dan terlalu dalam responsnya untuk bisa menjadi dasar
berkembangnya dan berubahnya suasana emosional yang seringkali berlangsung demikian
cepat. Meskipun begitu, ia sebenarnya tidak beranggapan bahwa organ dalam merupakan
satu-satunya faktor yang menentukan suasana emosional.
2.3 Aspek-aspek Kecerdasan Emosi
Goleman (1997) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih
yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan,
mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Kecerdasan
emosi adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang yang dapat mengendalikan emosinya,
menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain
dan menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan
dan pekerjaan sehari-hari.
Aspek-aspek kecerdasan emosi adalah sebagai berikut :
1. Pengelolaan diri
Mengandung arti bagaimana seseorang mengelola diri dan perasaan-perasaan yang
dialaminya dan tahan terhadap frustasi.
2. Kemampuan untuk memotivasi diri
Kemampuan ini berguna untuk mencapai tujuan jangka panjang untuk mengatasi
setiap kesulitan yang dialami bahkan untul mekegakan kegagalan yang terjadi.
3. Empati
Empati ini dibangun dari kesadaran diri dengan memposisikan diri senada, serasa
dengan emosi orang lain akan membantu untuk memahami perasaan orang lain tersebut.
4. Keterampilan sosial
Merupakan keterampilan yang dapat dipelajari seseorang semenjak kecil mengenai
pola-pola berhubungan dengan orang lain.
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Sejumlah penelitian tentang emosi menunjukkan bahwa perkembangan emosi
terutama bagi remaja sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan faktor
belajar (Hurlock, 1960:266). Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam
mempengaruhi perkembangan emosi. Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan
berpikir kritis untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti dan menimbulkan
emosi terarah pada satu objek. Demikian pula kemampuan mengingat dan menghapal
mempengaruhi reaksi emosional. Dengan demikian remaja menjadi reaktif terhadap
rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia yang lebih muda.
2.5 Cara Mengendalikan Emosi
Contoh aktivitas yang dapat membantu anak-anak dalam perkembangan emosinya :
- Mintalah anak untuk menggambarkan suatu situasi di mana rasa frustasi dan kemarahan
seharusnya ditangani dengan sewajarnya
- Menggunakan boneka sebagai model yang tepat dalam pemberian respons terhadap emosi
- Membantu anak-anak belajar untuk mengakui tentang suatu hal dan memberi label
terhadap perasaan mereka sendiri
- Memilih literatur di mana setiap karakter bereaksi dengan emosi yang sewajarnya dan
mendiskusikan bagaimana mereka merasakan dan juga bagaimana mereka bertindak
- Memberikan rasa empati bagi anak-anak yang merasa ketakutan dan juga yang
membutuhkan perhatian
- Izinkan anak-anak untuk berbagi lelucon mereka, hargai setiap tahapan perkembangan
rasa humor mereka.
Sedangkan ada beberapa tahap atau cara untuk mengendalikan emosi seseorang khusunya
bagi remaja dan dewasa. Seseorang harus mampu untuk tetap terbuka untuk rasa
menyenangkan ataupun tidak menyenangkan, mampu melibatkan diri atau menarik diri
secara reflektif dari suatu emosi dan mendasarkan pada pertimbangan informasi dan
kegunannya. Berikutnya, seseorang harus mampu memantau emosi secara reflektif dalam
hubungan diri sendiri dan dengan orang lain. Selalu berpikir positif dan merefleksikan hanya
untuk meluapkan amarah saja dan tidak untuk mendendam.
Ada contoh sebuah kasus yang dialami seseorang yang berkebangsaan Indonesia,
yang bernama Doni, ia seorang mahasiswa psikologi di suatu perguruan tinggi negeri yang
tidak dapat melanjutkan kuliahnya karena kekurangan biaya.
Dalam kasus ini, Doni dapat dikatakan orang yang memiliki kecerdasan emosi apabila
ia dapat mengendalikan diri terhadap keadaan yang menimpanya, sehingga ia mampu
memotivasi dirinya untuk bangkit dari keadannya. Walaupun terasa berat, tetapi Doni akan
mencapai kecerdasan emosinya apabila ia dapat bertahan dan tidak menggunakan emosi yang
berlebihan. Mungkin dengan jalan lain Doni dapat bekerja atau mencari penghasilan untuk
menutupi kekurangan biayanya. Apabila Doni tidak putus asa dan berhasil menghadapi
kecerdasannya dengan baik, maka ia dapat dikatakan orang yang memiliki kecerdasan emosi,
karena Doni memiliki ciri-ciri dari kecerdasan emosi, yaitu mampu memotivasi diri, tahan
terhadap frustasi dan mampu mengendalikan diri. Stress dan masalah yang dihadapi dirinya
tidak menyebabkan kemampuan berpikirnya melemah dan tidak membuatnya patah semangat
ataupun malas belajar dalam melanjutkan pendidikannya

BAB III
Penutup

3.1 Kesimpulan
Pada umumnya setiap orang pasti dapat mengekspresikan perasaan senang, takut,
sedih, marah dan sebagainya. Ekspresi yang dapat diperlihatkan antara lain dengan emosi
atau marah atau menangis dan tertawa atau bergembira. Perbedaan emosi dengan perasaan
merupakan suatu hal yang bersifat kualitatif yang tidak ada batasnya tergantung dari warna
afektifnya masing-masing.
Dengan perbedaan emosi antara anak-anak sampai dewasa, kita bisa melihat
bagaimana seseorang memperlihatkan emosinya maupun yang hanya diam ataupun yang
berlebihan sekalipun emosi tersebut merupakan kemarahan atau kegembiraan. Apabila masih
anak-anak emosi yang diperlihatkan cenderung lebih sering terjadi dan berlangsung singkat
atau cepat reda, karena biasanya anak kecil lebih gampang terhibur dan melupakan
kemarahan atau rasa emosi yang mereka alami. Berbeda dengan remaja atau orang dewasa
yang terkadang suka membendung emosinya sampai waktu yang lama dan sulit untuk
diluapkan.dan pandai menyembunyikannya, yang terkadang dapat membuat mereka stres
atau sakit.
Emosi itu sendiri sebenarnya melibatkan dua hal yang penting yaitu psikologis dan
fisik. Hal ini dapat dilihat dari reaksi fisik seseorang yang disertai dengan penyesuaian dari
dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik serta tingkah laku yang tampak.
Orang yang mampu menghadapi frustasinya, mampu memotivasi diri dan mampu
mengendalikan diri adalah orang yang mempunyai kecerdasan emosional. Dia mampu juga
merasakan empati dan bersikap senada pula bagi orang yang sedang mengalami emosi dan
berusaha mengendalikan emosi orang lain tersebut. Sifat ini baik untuk dimiliki seseorang
agar tidak mudah menghadapi stres atau kesulitan dan frustasi di dalam hidup.
3.2 Saran
Emosi adalah warna afektif dari perasaan seseorang untuk menunjukkan reaksinya.
Reaksi itu bermacam-macam, ada yang senang, gembira, suka, semangat, cinta, takut, marah,
cemas ataupun gelisah dan sebagainya. Terlebih bagi anak usia dini, emosi yang ditunjukkan
sangat bervariasi yang dimulai dari infant (bayi) yang ia tampakkan dari tangisan atau
raungan. Biasanya bayi menangis karena ia merasa lapar atau kegerahan, dan kita sebagai
pendidik dan orang tua harus mengerti dan paham arti dari emosi yang ia tampakkan dari
reaksi fisik seperti itu.
Bagi anak usia dini yang sudah berusia dua sampai lima tahun, emosi mereka mulai
tidak terkontrol dan bersifat memaksa, untuk itu bagi kita para pendidik dan orang tua harus
pintar dalam menghadapi emosi (mungkin sampai temper tantrum) si anak dengan cara
memberikan perhatian fokus kepada anak dengan lemah lembut tetapi tidak memanjakannya.
Apabila hal tersebut masih membuat si anak tidak bisa mengkontrol emosinya, sebaiknya kita
abaikan saja dan dengan tegas kita mengatakan bahwa kita sebagai orang tua tidak menyukai
tingkah laku anak yang seperti itu, maka anak akan mengerti dan merasa lelah sendiri atas
apa yang ia lakukannya itu.
Semakin lama anak akan beranjak dewasa dan semakin mengerti bagaimana ia harus
memposisikan emosinya. Sebaiknya kita harus mengajarkan kepada anak kita sedari dini
untuk bisa menjaga emosinya dan tidak meraung-raung atau malah melakukan aktivitas fisik
seperti membenturkan kepala ke dinding atau malah memaki-maki. Karena hal tersebut
merupakan hal yang buruk dan hanya memalukan diri sendiri apabila dilakukan di keramaian
umum. Berilah pelajaran-pelajaran kecerdasan emosi kepada anak sedari dini agar ketika ia
sudah dewasa nanti, ia bisa mengendalikan dirinya dari emosi dan dapat bersikap empati
terhadap orang lain.
Daftar Pustaka

Fatimah, Enung. (2008). Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik).Bandung:


CV. Pustaka Setia.
Santrock, John W. (2007). Remaja Edisi 11 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sujiono, Yuliani Nurani. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.
Sobur, Alex. (2005). Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Syaodih, Emawulan. (2010). Perkembangan Anak Taman Kank-kanak. Bandung.
Roger, Daniel S. (2008). Keajaiban Emosi Manusia (Quantum Emotion for Smart Life).
Jogjakarta: Think Jogjakarta.
http://www.ehow.com/about_5076921_early-adulthood-emotional-
development.html#ixzz17EFMuP1G

http://www.suite101.com/content/theories-of-emotions-a304249#ixzz17EQykFM9

http://id.wikipedia.org/wiki/Emosi

Anda mungkin juga menyukai