Anda di halaman 1dari 9

A.

Pengantar
B. Pendahuluan
Sekilas tentang psikoanalisis. Psikoanalisis dikembangkan oleh Dr Sigmund
Freud dan sering dinamakan aliran Freud (Freudian School). Pada taun 1882 Freud jatuh
cinta kepada wanita cantik bernama Martha Bernays. Sayangnya ia tidak memiliki uang
dan status sosial yang cukup untuk segera menikah dan tentunya membuat dorongan
seksualnya tidak terpuaskan (Friedman & Schustack, 2006). Pada saat itu Freud dan
Martha berusia 20 tahunan dan tidak menjalani hubungan seksual pra nikah. Freud harus
menunggu 4 tahun untuk cukup mapan menikahi Martha.
Selama empat tahun tersebut ia mendalami mengenai tekanan yang diciptakan
oleh dorongan seksualnya pada aspek-aspek lain kehidupannya. Sepuluh tahun kemudian
pada tahun 1890 Freud mengambangkan teori psikoseksualnya mengenai psike manusia
(Friedman & Schustack, 2006). Freud muda mengingat kesan yang muncul ketika dia
melihat ibu mudanya telanjang. Dia memasukan cinta dan hubungan cinta yang tak
terpuaskan ke dalam teori psikoseksualnya (Friedman & Schustack, 2006).
Freud adalah ahli syaraf yang terkenal dengan kelihaiannya dalam menangani
penyakit berkaitan dengan syaraf dan otak serta pengembangan teknik laboratorium yang
digunakan dalam penelitian otak. Sebagian masyarakat yang memiliki kasus penyakit
syaraf yang berat selalu merekomendasikan Freud sebagai pilihan utama (Produska &
Turman, 2008). Suatu ketika terdapat kasus dimana syaraf tidak ada masalah namun
pasien mengalami histeria. Freud berusaha melakukan latihan bersama Dr Charcote dari
Perancis untuk menyembuhkan histeria.
Freud menggunakan teknik hipnosis untuk menyembukan itu. Teknik tersebut
berhasil namun dia juga memperoleh hasil yang sama tanpa menggunakan hipnosis yaitu
menggunakan terapi bicara (Produska & Turman, 2008). Hipnosis hanya pintu masuk ke
alam bawah sadar seseorang. Freud menemukan bawa dengan bimbingan yang wajar ada
jalan masuk ke dalam jiwa tidak sadar. Beberapa jalan masuk ini yang sering dijumpai
dan sangat dikenal adalah asosiasi kata dan analisis mimpi Maka dari itu aliran
Psikoanalisa mengutamakan pentingnya proses ketidaksadaran (Produska & Turman,
2008).
Freud mengunjungi Amerika Serikat sekitar tahun 1909 atas undangan psikolog
anak terkenal yaitu G. Stanley Hall yang menjabat sebagai presiden Universitas Clark.
Freud ditemani oleh Carl Jung muridnya. Keduanya belum terkenal namun ide-ide
seksualitas bawah sadar dinilai menarik oleh orang-orang Amerika yang membaca karya
mereka. Di Universitas Clark mereka bertemu beebrapa psikolog terkenal termasuk
William James dan psikolog filsuf Harvard yang merupakan salah satu pendiri psikologi
Amerika (Friedman & Schustack, 2006).
Freud di Amerika mempresentasikan ide-ide psikoanalisis dan itu merupakan
awal dari penyebaran aliran psikoanalisis di Amerika. Sekarang karya Freud adalah karya
yang paling banyak dikutip di bidang psikologi dan ilmu sosial lainnya.

C. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu terdiri dari dua kata yaitu filsafat dan ilmu. Masing-masing memiliki
definisi dan hakikat yang berbeda. Rene Decrates mendefinisikan filsafat sebagai
kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, manusia dan alam menjadi pokok
pembahasan. Sedangkan Imanuel Kant mendefiniskan filsafat sebagai ilmu yang menjadi
pokok pangkal segala pengetahuan yang didalamnya terdapat masalah epistimologis,
etika dan ketuhanan (Susanto, 2014). Kesimpulannya, filsafat adalah telaah yang ingin
menjawab berbagai persoalan mendalam tentang hakikat sesuatu.
Adapun kata ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang sesuatu atau bagian dari
pengetahuan. Pengetahuan bisa dikategorikan sebagai ilmu pengetauan bila memiliki
syarat sistematik, general, rasional, objektif, menggunakan metode ilmiah, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Michael V Berry mendefinisikan filsafat ilmu sebagai
penelaahan tentang logika dan teori ilmiah, hubungana antara teori dengan percobaan,
yakini tentang metode ilmiah. Alfred Cyril Ewing juga mendefinisikan filsafat ilmu
sebagai salah satu bagian dari filsafat yang membahas tentang logika, dimana didalamnya
ada tata cara yang dikhususkan metode dari ilmu yang berlainan (Susanto, 2014).
Kesimpulannya, filsafat ilmu adalah pembahasan tentang ciri pengetahuan ilmiah dan
cara memperoleh pengetahuan tersebut.
Secara umum bidang kajian filsafat ilmu cukup luas namun dalam literature Suria
dan Sumantri (dalam Susanto, 2014) secara garis besar filsafat memiliki tiga bidang
kajian utama yang merupakan penyangga pengetahuan yaitu ontologis, epistimologis dan
aksiologis.
1. Ontologis
Ontologis merupkan kajian bidang filsafat yang paling kuno dari Yunani. Studi
tersebut membahas keberadaan atau hakikat sesuatu yang konkert/ nyata. Pertama kali
manusia dihadapkan dua macam kenyataan yaitu berupa kebendaan/ materi dan berupa
rohani/ kejiwaan (Rachmat, Semiawan, Nomida, Arianto, Djoyosuroto, Djamaris,
Nadiroh, Putra & Akaidah, 2011). Pembahasan tentang ontologis sebagai dasar ilmu
berusaha menjawab apa yang menurut Aristotels merupakan filosofi pertama dan ilmu
mengenai esensi benda. Ontologis dalam bahasa Yunani artinya “on” sama dengan
“being” dan “logos” sama dengan “logic”. Jadi, ontologis adalah teori tentang keberadaan
sebagai keberadaan. Ontologis menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara
fundamental (Susanto, 2014).
Term ontologis pertama diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius untuk menamai
teori tentang hakikat yang bersifat metafisika Rudolf membagai metafisika menjadi dua
yaitu metafisika umum dan khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah
ontologis. Dengan demikian ontologis adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip
paling dasar dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisikan khusus dibagi menjadi
kosmologi, psikologi dan teologi. Kosmologi adalah cabang filsafat yang membahas alam
semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang jiwa manusaia. Teologi
adalah cabang filsafat yang membahasa tentang Tuhan (Susanto, 2014).
2. Epistimotologis
Epistimologis sering disebut dengan teori ilmu pengetahuan berasal dari kata
Yunani yang artinya “episteme” yang artinya pengetahuan/ pengetahuan yang benar/ yang
ilmiah dan “logos” artinya ilmu/ teori. Jadi, epistimologis dapat didefinisikan sebagai
cabang ilmu filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, moetode dan
sahnya pengetahuan (Rachmat dkk, 2011).
Epistimologis dibatasi pada aspek epistimologis ilmu yang berarti metode ilmiah.
Metode ilmiah merupaka prosedur untuk mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.
Tidak semua pengetahuan bisa disebut ilmu sebab ilmu harus memenuhi syarat-syarat
tertentu. Surajiyo (2013) menyebutkan metode ilmiah bisa juga disebut cara ilmu
memperoleh dan menyusun pengetahuannya berdasarkan :
a. Kerangka pemikiran yang bersifat logis dan argimentatif
b. Menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari pemikiran tersebut
c. Melakukan verifikasi terhadap hipotesis untuk menguji kebenaran pernyataan secara
faktual
3. Aksiologis
Aksiologis bersal dari bahasa Yunani “axio” yang artinya nilai dan “logos” artinya
ilmu/ teori. Dengan demikian aksiologis adalah teori tentang nilai (Racmat dkk, 2011).
Teori tentang nilai yang secara filsafat mengacu kepada permasalahan nilai moral, nilai
agama, dan nilai estetika. Aksiologis juga menunjukan kaidah apa yang harus
diperhatikan dalam menerapkan ilmu ke dalam praktis (Susanto, 2014).
Aksiologis adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari tentang nilai secara
umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologis mempertanyakan untuk apa ilmu pengetahuan
digunakan? Bagaimana kaitannya antara cara penggunaan dan kaidah moral? Bagaimana
menentukan objek yang ditelaah berdasarlan pilihan moral? Bagaimana kaitannya antara
teknik, prosedur yang merupakan operasionalisasi dari metode ilmiah dengan norma
moral? (Suriasumantri, dalam Surajiyo, 2013).
Kesimpulannya, ilmu pengetahuan yang diperoleh harus sesuai dengan nilai-nilai
moral, agama dan estetika. Mulai dari bagaimana cara memperoleh ilmu tersebut sampai
kegunaan ilmu tersebut dalam kehidupan manusia.
D. Hakikat Manusia
Hakikat manusia sesunguhnya adalah mahluk Tuhan yang otonom, berdiri secara
pribadi yang tersusun atas kesatuan jiwa dan raga dan eksis sebagai individu yang
bermasyarakat (Suhartono, 2009). Pribadi yang tersusun atas kesatuan jiwa dan raga
maksdunya adalah manusia terdiri atas jiawa yang menyatu dengan raganya. Jiwa tidak
terlihat oleh pancaindra tetapi kejiwaan seseorang bisa terlihat dari tingkah laku raganya
dan raga seseorang itu mencerminkan jiwanya (Suhartono, 2009).
Jiwa manusia tidak sama dengan jiwa hewan. Jiwa manusia adalah berkesadaran.
Sadar akan dirinya, sadar akan sesamanya, sadar akan dunianya dan sadar aka nasal mula
dan tujuannya. Kesadaran jiwa ini yang membentuk perbedaan badan manusia dengan
segala gerak geriknya dengan badan hewan (Suhartono, 2009).
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa psikologi adalah cabang ilmu
yang mempelajari tentang jiwa manusia. Aliran psikoanalisis yang dicetuskan oleh
Sigmund Freud juga membahas jiwa manusia yang diumpamakan seperti gunung es.
Puncak gunung es dinamakan kesadaran (conciousnes), bagian tengah dinamakan pra
kesadaran (sub conciusnes), dan bagian dasar yang tertutup air adalah ketidak sadaran
(unconciousnes).Aliran ini berasumsi bahwa energik penggerak awal perilaku manusia
berasal dari dalam dirinya yang terletak jauh di alam bawah sadar.
E. Teori Psikoanalisis Menurut Sigmund Freud
Freud memiliki pengalaman masa kanak-kanak seperti perasaan erotis yang
terepresi, dan konflik tidak sadar yang bisa mempengarui perilaku dewasa (Friedman &
Schustack, 2006). Berangkat dari pengelaman tersebut Freud berhasil teori psikoanalisis
terhadap kepribadian yang kini menjadi pondasi ilmu psikologi (Friedman & Schustack,
2006). Menurut Freud untuk memahami kesadaran yang terpenting bukanlah kesadaran
yang nampak namun ketidak sadaran yang ada dalam diri manusia. Pada ketidaksadaran
ini ditemukan dorongan, nafsu, pikiran yang direpresikan, ketidaksadaran yang berisi
kekuatan yang mengendalikan pikiran dan perbuatan sadar manusia (Semium, dalam
Alfian, 2018).
Persepsi tentang jiwa manusia menurut Freud diumpamakan seperti gunung es.
Puncak gunung es dinamakan kesadaran (conciousnes), bagian tengah dinamakan pra
kesadaran (sub conciusnes), dan bagian dasar yang tertutup air adalah ketidak sadaran
(unconciousnes).Aliran ini berasumsi bahwa energik penggerak awal perilaku manusia
berasal dari dalam dirinya yang terletak jauh di alam bawah sadar. Sigmund Freud,
pendiri psikoanalisis merupakan ahli psikologi pertama yang memfokuskan perhatianya
pada totalitas kepribadian manusia, bukan kepada bagian-bagian yang terpisah. Freud
berkeyakinan bahwa jiwa manusia juga memiliki struktur meliputi tiga system yang
berbeda dan masing-masing system memiliki peran dan fungsi sendiri-sendiri.
Keselarasan kerja sama diantara ketiganya sangat menentukan kesehatan jiwa seseorang.
Ketiga struktur kepribadian manusia ini adalah id, ego, dan super ego.
1. Id, Ego dan Super Ego
Id adalah bagian ketidaksadaran manusia yaitu bagian bawah gunung es yang
tidak terlihat. Id terdiri dari naluri atau insting bawaan (khususnya naluri seksual),
agresivitas, dan keinginan-keinginan lain yang direpres. Id adalah bagian kepribadian
yang menyimpan dorongan biologis manusia, pusat insting. Ada dua insting dominan
yaitu insting kehidupan (eros) yang bukan hanya meliputi dorongan seksual tetapi hal lain
yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, cinta diri dan pemujaan kepada
Tuhan. Id brgerak berdasarkan kesenangan ingin segera memenuhi kebutuhannya. Id
bersifat egoistis, tidak bermoral, dan tidak mau tau dengan kenyataan.
Kehidupan psikis seseorang sebagian besar tidak disadari oleh yang bersangkutan.
Hal itu dinamakan ketidaksadaran dinamis. Pandangan ini dipelopori oleh seorang filsuf
Perancis, Rene Descrates (1596-1650), menurutnya adanya aktivitas psikis tidak disadari
merupakan sebuah kontradiksi. Fenomena id dalam diri bisa terungkap melalui mimpi,
perilaku salah ucap/ keseleo lidah dan lupa, dan penyakit neurosis. Freud juga
menemukan bahwa penyakit neuroris disebabkan oleh faktor-faktor tak sadar.
Demikianlah gambaran selintas tentang id. Bagaimanapun keadaan Id merupakan
reservoir energy psikis yang menggerakan ego dan superego. Energi psikis dalam Id
dapat meningkat karena adanya rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar individu.
Id hanya mengejar kesenangan pribadi maka dari itu perlu adanya system lain yang
menghubungkan pribadi dengan dunia objektif. Sistem tersebut adalah ego.
Ego berfungsi menjembatani tuntunan Id dengan realitas dunia luar. Jadi, ego
adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan manusia untuk
berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan. Orang lapar tentu harus makan untuk
menghilangkan ketegangan yang ada dalam dirinya. Ini berarti bahwa individu harus
dapat membedakan antara khayalan dengan kenyataan tentang makanan. Disini letak
perbedanya. Id hanya mengenal dunia subjektif sementara Ego dapat membedakan
sesuatu yang hanya ada dalam batin dan di dunia luar. Tugas pokok ego adalah menjaga
integritas pribadi dan menjamin penyesuaian dengan realitas. Selain itu juga berperan
memecakan konflik dengan realitas dan konflik dengan keinginan yang tidak cocok satu
sama lain. Ego juga mengontrol apa yang masuk dalam kesadaran dan apa yang akan
dilakukan.
Terakhir adalah super ego yang merupakan dasar moral hati nurani. Mengapa
demikian? Karena super ego adalah berdasarkan nilai dan norma yang berlaku di dunia
eksternal, kemudia melalui proses internalisasi nilai dan norma tersebut menjadi acuan
bagi perilaku individu. Konflik antara ego dans upper ego biasanya terjadi bila perilaku
yang ditunjukan tidak sejalan dengan super ego akibatnya akan menimbulkan emosi
negatif seperti rasa bersalah, menyesal dan rasa malu.
2. Mekanisme Pertahanan Diri (Defence Mechanism)
Selain id, ego dan super ego menurut Freud, ada mekanisme lain yang
berpengaruh pada perilaku manusia terutama perilaku yang tidak sehat. Mekanisme ini
dinamakan mekanisme pertahanan diri. Sebagian dari cara individu mereduksi perasaan
tertekan, kecemasan, stress ataupun konflik dengan melakukan mekanisme pertahanan
diri. Mekanisme ini bekerja secara tak sadar yang melindungi individu dari kecemasan
melalui memutarbalikan kenyataan. Ada beberapa jenis mekanisme pertahanan diri yang
dikembangkan Freud dan ahli psikoanalisis lainnya yaitu represi, fiksasi, supresi,
pembentukan reaksi, menarik diri, mengelak, denial, rasionalisasi, intelektualisasi, dan
proyeksi.
3. Perkembangan Psikoseksual
Freud melihat dunia psikologis sebagai suatu rangkaian ketegangan yang saling
bertentangan seperti ketegangan antara ke dirian dan masyarakat, dan ketegangan dalam
diri yang berusaha dilepaskan. Dasar dari ketegangan ini menurut Freud adalah energy
seksual atau libido. Sebelum freud menempatkan sksualitas ke dalam kerangka kerja
ilmiah, dorongan seksual dan perilaku seksual di luar nikah tidak dianggap sehat atau
normal. Freud tertarik dengan beragam pengalaman seksual yang di abaca dan dia
temuka di klien-kliennya sendiri.
4. Teknik Terapi
Id yang terlalu kuat dan super ego tidak mampu mengontrol maka akan
menimbulkan psikosis/ neurosis (Poduska & Turman, 2008). Peristiwa tersebut
merupakan konflik diri yang dianggap sebagai penyebab permasalahn mental dan psikis
individu dan Freud percaya mimpi merupakan kunci untuk membuka rahasia terdalam
individu (Friedman & Schustack, 2006). Naurosis adalah kemampuan seseorang yang
tidak bisa merasakan kesenangan dan efisiensi. Agar bisa merasakan kesenangan
membutukan kemampuan menyebarkan libido mereka ke objek riil dan tidak
mentransformasikan menjadi gejala. Freud menganggap terapi psikoanalisis cocok untuk
klien dengan penyakit saraf seperti histeria, kecemasan dan neurosis obsessional (Jones,
2011). Terapi ini dikenal dengan terapi psikodinamika yang menekankan pentingnya
pikiran yang tida disadari, pemaknaan yang emndalam oleh terapis dan peran pengalaman
masa anak-anak pada perkembangan masalah yang dihadapi individu (King, 2010). Freud
dalam (King 2010; Jones 2011) menyebutkan ada beberapa intervensi/ terapi
psikoanalisis :
a. Asosiasi bebas/ asosiasi kata : aturan asosiasi bebas bagi klien adalah dia harus
mengatakan kepada terapisnya semua hal yang terjadi pada dirinya, bahkan walaupun
hal itu tidak menyenangkan dan tidak ada artinya. Sejauh mungkin klien didorong
untuk tidak mengkritik dirinya dan menyampaikan segala perasaan, ide, kenangan
dan asosiasi mereka secara bebas. Tujuannya adalah untuk membantu mengangkat
represi dengan membuat materi yang tidak disadari menjadi semakin disadari. Selain
itu juga memungkinkan perasaan emosional muncul dan melakukan pelepasan
ketegangan emosional dan menghidupkan kembali pengalaman konflik dan penuh
emosi (katarsis).
b. Tafsir/ analisis mimpi : klien diminta untuk mengkomunikasikan kepada terapis setiap
ide atau pikiran yang terjadi dalam kaitennya dengan topik tertentu, termasuk
diantaranya mimpi-mimpi mereka. Bagi Freud mimpi bisa diselipkan ke dalam rantai
psikis yang arus dilacak mundur dalam ingatan dari sebuah ego psikologis. Selama
tidur, ego mengurangi represinya dan olehs ebab itu materi tidak sadar menjadi materi
sadar dalam bentuk mimpi. Freud juga melihat bahwa mimpi merupakan pemenuhan
tersamar dari keinginan yang direpresi
c. Transferens : Freud percaya bahw transferens tidak dapat dihindarkan dan merupakan
aspek penting dari hubungan klien dan terapis. Transferens adalah cara individu
berhubungan dengan terpais menghasilkan kembali hubungan penting dalam
kehidupan individu. Transferens dapat digunakan secara terapeutik sebagai sebuah
model bagaimana individu berhubungan dengan orang yang penting dalam
kehidupannya.
d. Resistensi : adalah istilah psikologi untuk strategi pertahanan klien yang tidak
disadari yang mencegah terapis untuk memahami permasalahan klien. Resistensi
terjadi karena permasalahan klien terlalu menyakitkan untuk dibawa ke kesadaran
pribadi. Datang terlambat, melewatis sebuah sesi, dan berbohong pada terapi saat
asosiasi bebas adalah bentuk dari resistensi. Tantangan terapis adalah mampu
menghilangkan resistensi klien.

Jahja, Y. (2015). Psikologi perkembangan. Jakarta: Prenamedia Group


Alfian, A. (2018). Perubahan psikoanalisis dari sigmund freud ke jacques lacan dalam
perspektif perkembngan ilmu thomas kuhn. Diundu dari
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154257/potongan/S1-2018-300760-
introduction.pdf.
Produska, B & Turman, R. S. (2008). 4 teori kepribadian eksistensialis, behavioris,
psikoanalitik, aktualisasi diri. Jakarta: Restu Agung
Friedman, H. S & Schustack, M. W. (2006). Kepribadian: teori klasik dan riset modern
edisi ketiga jilid 1. Jakarta: Erlangga
Jones, R. N. (2011). Teori dan praktik konseling dan terapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
King, L. A. (2010). Psikologi umum sebuah pandangan apresiatif. Jakarta: Salemba
Humanika
Susanto. (2014). Filsafat ilmu: suatu kajian dalam dimensi ontologis, epistimologis, dan
aksiologis. Jakarta: PT Bumi Aksara
Surajiyo. (2013). Filsafat ilmu dan perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT Bumi
Aksara
Suhartono, S. (2009).
Rachmat, A., Semiawan, C., Nomida, D., Arianto, I., Djoyosuroto, K., Djamaris, M.,
Nadiorh., Putra, N., Akhaidah, S. (2011). Filsafat ilmu lanjutan. Jakarta:
Prenamedia Group

Anda mungkin juga menyukai