Anda di halaman 1dari 3

Nama : Dini Arifah

NIM : 1196000051
Kelas : A

Fitrah Bertauhid dan Tuhan Sejarah Manusia


a. Fitrah Bertauhid
Fitrah berasal dari kata Al-Fathr yang berarti belahan, dan dari makna ini lahir
makma-makna lain diantaranya “penciptaan” atau “kejadian”. Manusia menajalani hidup
bersama Tuhan dan akan mati kembali menuju Tuhan. Setiap manusia lahir ke dunia telah
bersyahadah untuk tidak menyembah selain Allah, bersyahadah bahwasanya tidak ada
ilah selain Allah (QS. Al-A’raf : 172), tidak ada yang wajib diibadahi selain Allah, dan
tidak ada yang dituju dalam hidup selain Allah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada
hakikatnya manusia memiliki fitrah untuk bertauhid.

Fitrah bertauhid pada manusia adalah hal yang tidak bisa disangkal. Segelintir orang
yang mengingkari hal tersebut adalah mereka yang tidak menggunakan akal sebagaimana
fungsinya. Karena akal yang sehat akan mengetahui bahwa setiap yang tampak di alam
ini pasti ada yang menciptakannya.

Erick Fromm pernah mengungkapkan bahwa mustahil ada manusia di bumi ini yang
tidak ber-Tuhan, sekalipun mengaku Atheis. Yang ada, lanjut Fromm, hanyalah peluang
perbedaan konsepsi mengenai Tuhan, yakni Tuhan menurut konsepsi masing-masing.

Secara filosofis, penyebutan A-Theis (tidak ber-Tuhan) justru menunjukkan sebuah


pengakuan yang paling nyata tentang adanya Tuhan. Ketika kata Tuhan muncul sebagai
symbol yang diingkari, maka hal yang sesungguhnya justru merupakan sebuah konsep
yang diyakini ada-Nya, ditakuti pengaruh-Nya, dihindari ajaran-Nya, serta dipura-pura
lupakan keberadaannya.

Manusia hakikatnya mengakui kehadiran Allah dalam dirinya sebagai bawaan yang
bersifat inhern, embedded, melekat secara bawaan (buit in), terlepas bisa dibuktikan
berdasarkan pemahaman manusia yang sungguh sangat terbatas untuk menjangkau dunia
luar.

Kemajuan yang dikembangkan ilmu kedokteran atau rekayasa genetika, secara nyata
menunjukkan bahwa Tuhan telah ada dalam gen setiap manusia. Gen manusia telah
membawa informasi tentang Tuhan sehingga manusia dipastikan tak bisa menghindar dari
keimanan terhadap Tuhan atau Yang Agung, ungkap Kazuo Murakami (2008:166).
Sachiko Murata (1997:29) dalam The Tao Of Islam menggambarkan tentang
pengertian Tuhan dalam konsepsi Aku (menurut konsepsi masing-masing diri) da nada
Tuhan yang Hakiki, yakni Tuhan yang tidak terbandingkan dengan kualitas manusia atau
dengan sesuatu apapun. Tetapi meski tidak dapat menjangkau Tuhan yang Hakiki, namun
manusia mengakui sepenuhnya akan adanya Tuhan, kehadiran Tuhan dalam dirinya, dan
kekuatan Tuhan dalam kehidupannya.
b. Tuhan Sejarah Kehidupan
Fakta sejarah yang tak terbantahkan selalu menunjukkan bahwa manusia
adalah makhluk ber-Tuhan, yakni makhluk yang hidup dengan adanya Tuhan sebagai
keniscayaan. Konsep meniadakan Tuhan berarti bukti adanya Tuhan. Kemudian
ditiadakan, diingkari, dijauhi, dan akhirnya “dibunuh”. Jadi hakikatnya tidak ada
atheism, tidak ada pandangan tanpa pengakuan terhadap Tuhan.

Menurut Muhammad Athoillah disebutnya Tuhan Sejarah, Tuhan yang


dipersepsi dan dikonsepsikan oleh manusia dari masa ke masa baik dalam konsepsi
Tuhan Monotheisme, Politheisme, maupun Agnotheisme. Sedangkan Tuhan yang
Hakiki, tidak bisa ditemukan manusia karena keberjarakan yang begitu jauh.
Muhammad Athoillah menyebutnya Tuhan Alam, Tuhan yang diprasangkai tetapi
tetap tak pernah bertemu, selalu salah dan salah, serta jauh dari prasangka manusia.

Charles Le Gai Eaton (1999:203), membantu memberikan pemahaman tentang


tradisi penghayatan Tuhan dalam tiga tahapana yang tercakup dalam konsep tentang
Tuhan. Pertama, apa yang disebut Zat Allah tak bisa dilukiskan dengan apapun
kecuali kata sesuatu. Ia tidak bisa disandingkan dengan apapun di dunia ini, Ia adalah
cahaya yang sangat terang yang tampak kepada kita sebagai kegelapan.

Kedua, “Tuhan Agama-agama”, Tuhan telah mengungkapkan diri-Nya sendiri


dengan, “nama-nama yang indah” dalam Al-Qur’an. Konteks ini merupakan wajah
yang menghadap kearah makhluk tanpa penyimpangan sedikitpun dalam keseluruhan
transendensinya.

Ketiga, Tuhan Personal, Tuhan yang dikonsepsikan secara individual.


Hubungan atau relasi yang unik dan spesifik terlahir dan diperoleh dari pengalaman
spiritual yang bersifat pribadi dan privasi.

Anda mungkin juga menyukai