Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN BAHASA DAN BERFIKIR

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah

“Ilmu Lughah”

Dosen Pengampu:

Dr. Yufridal Fitri Nursalam, M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 3:

1. Ana Fauziah (202190113)


2. Rizki Farhan Az-Zidan (202210085)
3. Rozana Inayati Billah (202210089)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Konsep dan prinsip tentang metode pmbelajaran. Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Ilmu Lughah Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada Nabi Agung
Muhammad SAW, yang telah merintis umatnya dari zaman kegelapan menuju
zaman yang terang benderang, seperti zaman yang kita rasakan saat ini, sehinnga
kami dapat menjadi generasi yang berakhlak.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ustadz Dr.Yufridal Fitri Nursalam,


M.Pd. Selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Lughah, yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini. Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Ponorogo, 13 Maret 2023

Penulis

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu
didalamnya, yaitu segala sesuatu mampu termuat dalam lapangan
pemahaman manusia. Oleh karena itu memahami bahasa akan
memungkinkan untuk memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia.
Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak dimana objek-objek
faktual ditransformasikan ini maka manusia dapat berpikir mengenai
tentang sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan saat proses
berpikir itu dilakukan olehnya.1
Bahasa merupakan sebuah struktur yang unik yang hanya dimiliki
manusia dan membedakannya dari binatang. Pemilikan bahasa oleh
manusia membuatnya menjadi makhluk yang dapat berpikir, tanpa bahasa
manusia itu sama saja dengan binatang: tidak dapat berpikir. Bahasa dan
pikiran tidak bisa dipisahkan, yang satu tidak mungkin ada tanpa yang satu
lagi. Pada umumnya para ilmuan berpendapat bahwa bahasa itu adalah
pikiran dan pikiran itu adalah bahasa. Pikiran dan bahasa adalah satu dan
bersifat nurani: sudah ada di dalam otak begitu manusia dilahirkan. 2 Ernst
Cassier menyebut manusia sebagai animal symbolicum, makhluk yang
menggunakan symbol. Secara generik ungkapan ini lebih luas dari pada
sekedar homo sapiens. Bagi Cassier, keunikan manusia sebenarnya
bukanlah sekedar terletak pada kemampuannya berbahasa. Seorang filosof
kenamaan, H.G.Gadamer, menyatakan bahwa status manusia tidak dapat
melakukan apa-apa tanpa menggunakan bahasa. Dalam satu pernyataannya
yang terkenal, secara jelas pula seorang filosof bahasa, Ludwig Van

1
J. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Jakarta: Yayasan Obor, 1998.
2
Simanjuntak Mangantar, Pengantar Neuropsikolinguistik: USU, 2008.

1
Wittgeinstein, mengatakan bahwa batas dunia manusia adalah bahasa
mereka.3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan bahasa dan berpikir menurut teori Sapir-Whorf ?
2. Bagaimana hubungan bahasa dan berpikir menurut teori Wilhem Von
Humbold?
3. Bagaimana hubungan bahasa dan berpikir menurut teori Jean Piaget?
4. Bagaimana hubungan bahasa dan berpikir menurut teori L.S Vygotsky
5. Bagaimana hubungan bahasa dan berpikir menurut teori Noam
Chomsky

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui hubungan bahasa dan berpikir menurut teori Sapir-
Whorf.
2. Dapat mengetahui hubungan bahasa dan berpikir menurut teori Wilhem
Von Humbold.
3. Dapat mengetahui hubungan bahasa dan berpikir menurut teori Jean
Piaget.
4. Dapat mengetahui hubungan bahasa dan berpikir menurut teori L.S
Vygotsky.
5. Dapat mengetahui hubungan bahasa dan berpikir menurut teori Noam
Chomsky.

3
H. Sumaryono, Hermeneutik, Yogyakarta: Kasinius, 1993.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan Bahasa dan Berfikir Menurut Teori Sapir-Whorf


Edward Sapir (1884-1939), linguis Amerika memiliki pendapat
yang hampir sama dengan Van Humboldt. Sapir mengatakan bahwa
manusia hidup di dunia ini di bawah belas kasih bahasanya yang telah
menjadi alat pengantar dalam kehidupan bermasyarakat. Menurutnya, telah
menjadi fakta bahwa kehidupan suatu masyarakat “didirikan” di atas tabiat-
tabiat dan sifat-sifat bahasa itu. Karena itulah tidak ada dua bahasa yang
sama sehingga bisa mewakili satu masyarakat yang sama. Setiap Bahasa
satu masyarakat telah mendirikan satu dunia tersendiri untuk penutur bahasa
itu. Jadi, berapa banyak manusia yang hidup di dunia ini sama dengan
banyaknya jumlah bahasa yang ada di dunia ini. Dengan demikian, Sapir
menegaskan bahwa apa yang kita dengar, kita lihat, kita alami dan kita
perbuat saat ini adalah disebabkan oleh sifat-sifat/tabiat-tabiat bahasa yang
ada terlebih dahulu.
Menurut Benjamin Lee Worf (1897-1941), murid Sapir, sistem tata
bahasa bukan hanya alat untuk menyuarakan ide-ide, tetapi juga sebagai
pembentuk ide-ide itu, program kegiatan mental dan penentu struktur
mental seseorang. Dengan kata lain, bahasalah yang menentukan jalan
pikiran seseorang. Sesudah meneliti bahasa Hopi, salah satu bahasa Indian
di California Amerika Serikat, dengan mendalam Whorf mengajukan satu
hipotesa yang lazim disebut Hipotesa Whorf (Hipotesa Sapir-Whorf)
mengenai relativitas bahasa. Menurut hipotesa ini, bahasa-bahasa yang
berbeda membongkar alam ini dengan cara yang berbeda, sehingga
terciptalah konsep relativitas sistem-sistem konsep yang tergantung kepada
bahasa yang beragam itu. Tata bahasa itu bukan alat untuk mengeluarkan

3
ide-ide, tetapi merupakan pembentuk ide-ide itu. Tata bahasalah yang
menentukan jalan pikiran seseorang. 4
Sapir dan Worf mengatakan bahwa tidak ada dua bahasa yang memiliki
kesamaan untuk dipertimbangkan sebagai realitas sosial yang sama. Sapir
dan Worf menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa
dan pikiran.
1. Hipotesis pertama adalah lingusitic relativity hypothesis yang
menyatakan bahwa perbedaan struktur bahasa secara umum paralel
dengan perbedaan kognitif non bahasa (nonlinguistic cognitive).
Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang
menggunakan bahasa tersebut.
2. Hipotesis kedua adalah linguistics determinism yang menyatakan bahwa
struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi dan menalar
dunia perseptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan
oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa.
Untuk memperkuat hipotesisnya, Whorf dan Sapir memaparkan
beberapa contoh. Salah satu contoh yang diambil adalah kata salju.
Whorf mengatakan bahwa sebagian besar manusia memiliki kata yang
sama untuk menggambarkan salju. Salju yang baru saja turun dari langit,
salju yang sudah mengeras atau salju yang meleleh, semua objek salju
tersebut tetap dinamakan salju. Berbeda dengan kebanyakan
masyarakat, orang eskimo memberi label yang berbeda pada objek salju
tersebut. Uraian tersebut kemudian disanggah oleh Pinker (dalam
Schlenker, 2004) yang mengatakan bahwa orang pikiran eskimo tidak
berbeda dengan pikiran orang.
Bahasa bagi Whorf pemandu realitas sosial. Walaupun bahasa
biasanya tidak diminati oleh ilmuwan sosial, bahasa secara kuat
mengkondisikan pikiran individu tentang sebuah masalah dan proses
sosial. Individu tidak hidup dalam dunia objektif, tidak hanya dalam

4
Abdul Chaer, Psykolinguistic, Kajian Teoritik. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003, 51.

4
dunia kegiatan sosial seperti yang biasa dipahaminya, tetapi sangat
ditentukan oleh bahasa tertentu yang menjadi medium pernyataan bagi
masyarakatnya. Tidak ada dua bahasa yang cukup sama untuk mewakili
realitas yang sama. Dunia tempat tinggal berbagai masyarakat dinilai
oleh Whorf sebagai dunia yang sama akan tetapi dengan karakteristik
yang berbeda. Singkat kata, dapat disimpulkan bahwa pandangan
manusia tentang dunia dibentuk oleh bahasa sehingga karena bahasa
berbeda maka pandangan tentang dunia pun berbeda. Secara selektif
individu menyaring sensori yang masuk seperti yang diprogramkan oleh
bahasa yang dipakainya. Dengan begitu, masyarakat yang
menggunakan bahasa yang berbeda memiliki perbedaan sensori pula.5
Dari uraian di atas dapat saya simpulkan bahwa bahasa dan pikiran
tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Karena yang menentukan jalan
pikiran seseorang adalah tata bahasa bukan kata-kata. Oleh karena itu,
bahasa tidak saja berperan sebagai suatu mekanisme untuk
berlangsungnya komunikasi antara yang satu dengan yang lain tetapi
juga sebagai pedoman ke arah kenyataan sosial. Kenyataannya bahwa
seseorang berbicara atau mengungkapkan pendapatnya dengan
cara/bahasa yang berbeda karena mereka berpikir dengan cara yang
berbeda pula.
B. Hubungan Bahasa dan Berfikir Menurut Teori Wilhelm Von Humbolt
Wilhelm Von Humbolt adalah sosok sarjana Jerman pada abad
ke-19, dialah yang menekankan adanya ketergantungan pemikiran
manusia pada bahasa. Dalam pengertian bahwa pandangan hidup
dan budaya suatu masyarakat ditentukan oleh bahasa masyarakat
itu sendiri. Anggota-anggota masyarakat itu tidak dapat menyimpang
lagi dari garis-garis yang telah ditentukan oleh bahasanya itu.
Kalau salah seorang dari anggota masyarakat ini ingin mengubah
pandangan hidupnya, maka dia harus mempelajari dulu satu bahasa

5
J. Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Bandung : Rosdakarya, 1999.

5
lain. Maka dengan cara demikian dia akan menganut cara berpikir dan
juga berbudaya.
Mengenai bahasa itu sendiri Wilhelm Von Humbolt berpendapat
bahwa subtansi bahasa itu terdiri dari dua bagian. Bagian pertama
berupa bunyi-bunyi, dan lainnya berupa pikiran-pikiran yang belum
terbentuk. Bunyi-bunyi dibentuk oleh lautform, dan pikiran-pikiran
dibentuk oleh ideenform atau innereform. Jadi, bahasa menurut
Wilhelm Von Humbolt merupakan sintese dari bunyi (lautform) dan
pikiran (ideenform). 6
C. Hubungan Bahasa dan Berfikir Menurut Teori Jean Piaget
Menurut Piaget pertumbuhan kognitif bermula dari kemampuan
bawaan. Kemampuan bawaan tersebut kemudian berkembang dan
membentuk kompleksitas suatu pengetahuan kognitif. Perkembangan
kognitif tersebut dirumuskan ke dalam tiga tahap, yakni: organisasi,
adaptif dan ekuilibrasi. Pada tahap organisasi, seorang anak telah
mampu mengelompokkan suatu objek (menghubungkan antara
pengetahuan dengan realitas). Misalnya seorang anak menatap
lalu kemudian menggenggam suatu objek. Tahap selanjutnya yakni
tahap adaptif yang meliputi asimilasi dan akomodasi. Pada tahap
asimilasi, seorang anak mampu menghubungkan pengetahuan baru
dengan skema yang sudah ada. Misalnya, ketika seorang anak
diberikan suatu objek yang baru dilihatnya, namun objek tersebut
memiliki skema yang sama, maka anak tersebut bisa saja
menggenggam, menggigit, ataupun membanting objek tersebut. Sikap
yang dilakukan anak sesuai dengan skema yang ada di pikirannya.
Kemudian dilanjutkan dengan tahap ako- modasi, yakni tahap dimana
seorang anak mengubah skema yang sudah ada men- jadi suatu
pengetahuan baru berdasarkan kondisi yang ada. Misalkan ketika
seorang anak memegang makanan yang panas. Biasanya ketika

6
Abdul Chair. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka cipta. hal. 52

6
mendapati sebuah makanan, seorang anak akan memasukkan makanan
tersebut ke dalam mulutnya. Akan tetapi, mendapati makanan yang
panas ketika dimasukkan langsung ke mulut membuatnya tidak bisa
mengunyah. Pada kondisi berikutnya ia akan mengubah skema lama
menjadi skema baru, yakni tidak semua makanan bisa langsung ia
masukkan ke mulut. Tahap terakhir dari perkembangan kognisi yakni
tahap ekuilibrasi. Tahap ini merupakan tahap menuju kompleksitas
berpikir. Seorang anak telah mampu memunculkan pengetahuan baru
pada dirinya berdasarkan pengetahuan-penge- tahuan yang dimiliki.7
Realisasi tahap perkembangan kognisi selanjutnya dapat dikaitkan
dengan perkembangan bahasa anak. Mula-mula seorang anak belum
bisa mengucapkan satu kata apapun. Kemudian dalam perkembangannya,
dia sudah mulai dapat menggolong-golongkan benda, namun masih belum
bisa mengucapkannya. Tahap tersebut merupakan tahap berpikir seorang
anak sebelum ia dapat mengucapkan kata-kata. Selanjutnya, anak dapat
mengucapkan kata-kata dari proses meniru, na- mun belum dapat
mengucapkan secara sempurna. Misalnya, ia ingin mengatakan‘makan’
dengan sebutan ‘mam’ atau ‘mamam’, mengatakan minum dengan
sebutan ‘num’ atau ‘nom’, menunjukkan gambar jerapah dengan
menyebutkan ‘pah’, ‘bunda’ dengan sebutan ‘nda’,’ayah dengan sebutan
‘yah’, dan masih banyak lagi.
Proses perkembangan bahasa tersebut mengikuti proses pertumbuh
kognisi seorang anak hingga ia mampu mengucapkan kata bahkan
kalimat secara lengkap. Mengenai contoh tersebut diambil berdasarkan
hasil pengamatan penulis pada anak berusia 0 hingga 18 bulan.
D. Hubungan Bahasa dan Berfikir Menurut Teori L. S. Vygotsky

7
Mukhlisah, A.M. (2015). “Pengembangan Kognitif Jean Piaget dan Peningkatan
Belajar Anak Diskalkula (Studi Kasus pada MI Pangeran Diponegoro Sura- baya.”
Jurnal Kependidikan Islam Vol. 6 No. 2. Tahun 2015.

7
Bahasa menurut Vygotsky memiliki peran dalam perkembangan
manusia. Vygotsky berpendapat bahwa ada satu tahap perkembangan
bahasa sebelum adanya pikiran, dan satu tahap perkembangan berpikir
sebelum adanya bahasa. Bahasa dan berpikir pada awalnya terjadi secara
sendiri-sendiri, kemudian bertemu dan saling mempengaruhi. Dengan
demikian, seorang anak berpikir dengan menggunakan bahasa, dan
berbahasa dengan berpikir.
Proses berpikir dengan menggunakan bahasa, yaitu tahap ketika
anak memahami sesuatu dengan mengetahui kata pada suatu benda. Hal ini
dilakukan dengan cara mengamati orang dewasa ketika mengucapkan
sebuah kata dari suatu benda. Kemudian terjadilah proses berpikir sebelum
ia mampu mengucapkan kata secara tepat dan sesuai dengan benda yang
dimaksud. Dengan demikian, pikiran dan bahasa merupakan suatu proses.
Sedangkan berbahasa dengan berpikir, yaitu seorang anak sebelum
mengucapkan sesuatu, dia memikirkan terlebih dahulu sesuatu yang hendak
ia ucapkan dalam bentuk kata hingga kalimat.
Kajian Vygotsky mengenai gerak berfikir terbagi menjadi dua
bagian ucapan, yaitu ucapan dalam yang berupa aspek semantik dan ucapan
luar yang berupa aspek fonetik. Pada aspek semantik, bahasa mendahului
makna, sedangkan pada aspek fonetik, makna mendahului bahasa. Dalam
proses ini terjadi kesinambungan antara berpikir dan berbahasa. Berpikir
menghasilkan bahasa kemudian bahasa menghasilkan pikiran, begitu
seterusnya.
Vygotsky (1896-1934) menekankan pembahasan psikologi
perkembangan pada sudut pandang sosiocultural.8 Dengan demikian,
bahasa menurut Vygotsky juga dipengaruhi oleh kontak sosial. Oleh karena
itu, perkembangan bahasa tidak ada hubungannya dengan batasan umur
karena konsep bahasa dipengaruhi oleh kognisi yang diperoleh dari
lingkungan. Misalnya, anak yang terbiasa membaca akan lebih banyak

8
Aini Mahabbati, "Language and Mind Menurut Vygotsky, Aplikasi Terhadap Pendidikan Anak
dan " Kritiknya, Jurnal Pendidikan Edukasia Vol 2 No. 2 (2013): 3.

8
menyimpan kosakata dibandingkan dewasa yang hanya memperoleh
kosakata dari apa yang didengar sehari-hari.
Kemudian Vygotsky mengemukakan pandangannya mengenai
adanya empat tahapan dalam perkembangan bahasa, yakni sebagai berikut:
a. More dependence yaitu tahap seseorang masih bergantung pada orang lain
untuk mendapatkan bahasa.
b. Less dependence yaitu tahap seseorang mencari bahasa secara mandiri
dengan mulai melepaskan ketergantungan kepada orang lain.
c. Internalization yaitu tahap dimana bahasa dapat diucapkan secara alami.
d. De-automatization yaitu tahap dimana seseorang telah mampu
memunculkan gaya bahasa dan sense of language.
Maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi
oleh kehidupan sosial dimana seseorang dapat mempelajari dan
mengembangkan keterampilan berbahasanya sendiri. Seorang anak akan
membutuhkan bantuan orang dewasa untuk mempelajari bahasa dengan
menirukan dan memahami apa yang diucapkan oleh orang dewasa.
E. Hubungan Bahasa dan Berfikir Menurut Teori Noam Chomsky
Chomsky memelopori pandangan navistik (mentalistik)
beranggapan bahwa pengaruh lingkungan bukan faktor penting dalam
pemerolehan bahasa.9 Hal ini menunjukkan bahwa teori Chomsky bertolak
belakang dengan teori yang dikemukakan oleh Vygotsky. Chomsky
mengenai hubungan bahasa dan pikiran mengajukan hipotesis nurani yang
menyatakan bahwa setiap manusia telah memiliki kemampuan berbahasa
pada dirinya sejak lahir. Dalam otak manusia terdapat suatu sistem yang
mempunyai konsep yang universal tentang struktur bahasa. Sistem tersebut
oleh Chomsky disebut dengan LAD (Language Aqutition Device), yaitu
bagian otak yang khusus menangani tentang bahasa. Manusia sejak lahir
telah dianugerahi LAD yang terus berkembang seiring dengan

9
Eko Kuntarto, Memahami Konsepsi Psikolinguistik, (Jambi: FKIP Universitas Jambi, 2017), 26.

9
perkembangan bahasa seseorang. Dengan kata lain, terdapat dua aspek yang
terpisah namun saling berhubungan antara pikiran dan bahasa.
Mengenai bahasa dan pikiran, Chomsky juga mengajukan konsep
deepstructure dan surfacestructure. Bahasa-bahasa yang ada di dunia
memiliki struktur yang sama atau universal. Inilah yang disebut sebagai
struktur dalam atau deepstructure. Deepstructure ini memungkinkan bahasa
dapat diturunkan dalam konsep yang sama, yaitu proses generatif bahasa
yang kemudian menghasilkan tata bahasa generatif. Misalnya konsep
kalimat subjek kemudian diikuti predikat, itu merupakan sistem yang
universal dan dapat diturunkan pada bahasa manapun di dunia. Sebaliknya,
surfacestructure memungkinkan adanya keberagaman bahasa.
Surfacestructure merupakan bentuk luaran bahasa yang memungkinkan
adanya bahasa yang berbeda. Ini merupakan bentuk pola pandangan penutur
bahasa yang berbeda pula.
Struktur dalam atau deepstructure merupakan suatu konsep abstrak
yang ada pada pemahaman seseorang terhadap makna. Keluarannya berupa
kalimat atau bunyi yang disebut sebagai struktur luar atau surfacestructure.
Dengan demikian, aspek semantik merupakan bentuk dari deepstructure.
Sedangkan aspek sintaktik dan fonetik merupakan bentuk dari
surfacestructure. Hal ini menguatkan pula tentang adanya hubungan
berbahasa dan berpikir.

10
BAB III

KESIMPULAN

Sapir menegaskan bahwa apa yang kita dengar, kita lihat, kita alami
dan kita perbuat saat ini adalah disebabkan oleh sifat-sifat/tabiat-tabiat
bahasa yang ada terlebih dahulu. bahasa dan pikiran tidak bisa dipisahkan
satu sama lain. Oleh karena itu, bahasa tidak hanya berperan sebagai suatu
mekanisme komunikasi tetapi juga sebagai pedoman ke arah kenyataan
sosial.
Wilhelm Von Humbolt berpendapat bahwa subtansi bahasa itu
terdiri dari dua bagian, yaitu bunyi-bunyi dan lainnya berupa pikiran-
pikiran yang belum terbentuk.
Menurut Piaget pertumbuhan kognitif bermula dari kemampuan
bawaan. Kemampuan bawaan tersebut kemudian berkembang dan
membentuk kompleksitas suatu pengetahuan kognitif. Perkembangan
kognitif tersebut dirumuskan ke dalam tiga tahap, yakni: organisasi,
adaptif dan ekuilibrasi.
Vygotsky berpendapat bahwa ada satu tahap perkembangan bahasa
sebelum adanya pikiran, dan satu tahap perkembangan berpikir sebelum
adanya bahasa. Kajian Vygotsky mengenai gerak berfikir terbagi menjadi
dua bagian ucapan, yaitu ucapan dalam yang berupa aspek semantik dan
ucapan luar yang berupa aspek fonetik.
Chomsky memelopori pandangan navistik (mentalistik)
beranggapan bahwa pengaruh lingkungan bukan faktor penting dalam
pemerolehan bahasa. Mengenai bahasa dan pikiran, Chomsky juga
mengajukan konsep deepstructure dan surfacestructure.

11
DAFTAR PUSTAKA

Suriasumantri, J. 1998. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor.

Mangantar, Simanjuntak. 2008. Pengantar Neuropsikolinguistik: USU.

Sumaryono, H. 1993. Hermeneutik. Yogyakarta: Kasinius.

A.M., Mukhlisah. 2015. “Pengembangan Kognitif Jean Piaget dan Peningkatan


Belajar Anak Diskalkula (Studi Kasus pada MI Pangeran Diponegoro Sura-
baya.” Jurnal Kependidikan Islam Vol. 6 No. 2.
Mahabbati, Aini. 2013. “Language and Mind Menurut Vygotsky, Aplikasi

Terhadap Pendidikan Anak dan “ Kritiknya, Jurnal Pendidikan Edukasia

Vol 2 No. 2.

Kuntarto, Eko. 2017. Memahami Konsepsi Psikolinguistik. Jambi: FKIP

Universitas Jambi.

Chaer, Abdul. 2003. Psykolinguistic, Kajian Teoritik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Rakhmat, J. 1999. Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosdakarya.

12

Anda mungkin juga menyukai