Anda di halaman 1dari 28

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh
mana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan
kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang didapat di sekolah dan di luar sekolah ia memiliki
sejumlah pengetahuan, kecakapan, minat-minat, dan sikap-sikap. Dengan
pengalaman-pengalaman itu ia secara berkesinambungan dibentuk menjadi seorang
pribadi seperti apa yang dia miliki sekarang dan menjadi seorang pribadi tertentu di
masa mendatang.
Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri
atau tidak mampu menyesuaikan diri. Kondisi fisik, mental dan emosional
dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan
berkembang proses penyesuaian yang baik atau yang salah.
Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organisme yang
aktif. Ia aktif dengan tujuan dan aktifitas yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan yang
memberi peluang kepadanya untuk berfungsi sebagai anggota kelompoknya.
Penyesuaian diri adalah suatu proses. Dan salah satu ciri pokok dari kepribadian yang
sehat mentalnya adalah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri
secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.

B. Rumusan Masalah
Yang menjadi permasalan mendasar dalam makalah ni yaitu:
1. Apakah pengertian dari penyesuain diri itu?
2. Bagaimana proses penyesuaian diri?
3. Apa saja karakteristik penyesuaian diri?

1
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri?
5. Apa saja permasalahan penyesuaian diri remaja?
6. Bagaimana implikasi proses penyesuaian remaja terhadap penyelenggaraan
pendidikan?

C. Tujuan
Setelah membaca makalah ini pembaca diharapkan dapat memahami tentang
pengertian penyesuaian diri, proses penyesuaian diri, karakteristik penyesuaian diri,
factor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, permasalahan penyesuaian diri
remaja, serta implikasi penyesuaian diri remaja itu terhadap penyelenggaraan
pendidikan.

2
II. PEMBAHASAN

A. Konsep dan Proses Penyesuaian Diri


1. Pengertian Penyesuaian Diri
Menurut Prof.Dr.H.Sunarto dan Dra.Ny.B. Agung Hartono dalam bukunya
(2013 : 221-222), penyesuaian diri dapat di artikan atau dideskripsikan sebagai
berikut:
a) Penyesuaian berarti adaptasi, dapat mempertahankan eksistensinya, atatu bisa
“survive” dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat
mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan social.
b) Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti
menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip.
c) Penyesuaian dapat diartikan sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan
untuk membuat rencana dan mengorganisasi respon-respon sedemikian rupa,
sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustasi-frustasi
secara efisien. Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup
dengan cara yang adekuat/memenuhi syarat.
d) Penyesuaian dapat diartikan penguasaan dan kematangan emosional.
Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki respon
emosional yang tepat pada setiap situasi.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu


proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi
hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar
pengertian tersebut dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup
untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan
lingkungannya.

3
Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan
penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai
berikut :

1) Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya
sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan
lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa
kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan
kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak
adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau
tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak
adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas,
rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan
emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya,
sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh
lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian
terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu
harus melakukan penyesuaian diri.
2) Penyesuaian Sosial
Setiap iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut
terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses
tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah
aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai
penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari.
Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses
penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial
tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan

4
tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya,
keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini
individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi
komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang
ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang
diberikan oleh sang individu.
Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi
dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian
sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan
sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu
dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan
peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan
yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu
yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses
penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan
peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari
pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku
kelompok.
Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan
individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan
diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial,
berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh
jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang
berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan
kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh
masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh
masyarakat.

5
2. Proses Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat (life long), dan
manusia terus-menerus berupaya menemukan dan mengatsi tekanan dan
tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.
Respon penyesuaian, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang
sebafai suatu upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan
untuk memelihara kondisi-kondisi keseimbangan yang lebih wajar. Penyesuaian
adalah sebagai suatu proses ke arah hubungan yang harmonis antara tuntutan
internal dan tuntutan eksternal. Dalam proses penyesuaian diri dapat saja muncul
konflik, tekanan, dan frustasi, membebaskan diri dari ketegangan.
Contoh: seorang anak yang membutuhkan rasa kasih sayang dari ibunya yang
terlalu sibuk dengan tugas-tugas lain anak akan frustasi dan berusaha menemukan
pemecahan untuk mereduksi ketegangan/kebutuhan yang belum terpenuhi. Dia
mungkin mencari kasih sayang di mana-mana, atau menghisap jarinya, atau
bahkan tidak berupaya sana sekalim atau makan secara berlebihan, sebagai respon
pengganti bila kebutuhan-kebutuhan tidak terpenuhi secara wajar. Dalam
beberapa hal, respon pengganti tidak tersedia, sehingga individu mencari suatu
respon lain yang akan memuaskan motvasi dan mereduksi ketegangan.
Elemen-elemen umum dan esensial dalam semua situasi frustasi ialah:
motivasi,frustasi atau terhalangnya keinginan dan motif-motif, respon yang
bervariasi, dan pemecahan untuk mereduksi masalah, frustasi, atau ketegangan
dengan beberapa bentuk respon.
Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa motivasi mengambil variasi bentuk
dapat diarahkan kepada rintangan aatau frustasi yang disebabkan oleh beberapa
aspek realitas misalnya : pembatasan orang tua, hambatan fiik, aturan sosial dan
semacamnya. rintangan-rintangan ini menyebabkan individu meneliti cara-cara
responnya yang berbeda-beda sampai mendapatkan pemuasan.

6
Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia
dapat memenuhi kebutuhannyadengan cara-cara yang wajar atau apabila dapat
diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.

3. Karakteristik Penyesuaian Diri


Tidak selamnya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena
kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil
melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam
dirinya atau mungkin di luar dirinya. Dalam hubungannya dengan rintangan-
rintangan tersebut ada individu-individu yang dapat melakukan penyesuaian diri
secara positif, namun ada pula individu-individu yang melakukan penyesuaian
diri yang salah. Berikut ini akan ditinjau karakteristik penyesuaian diri yang
positif dan penyesuaian diri yang salah.
a. Penyesuaian Diri Secara Positif
Mereka tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai
hal-hal sebagai berikut:
1) Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional.
2) Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.
3) Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.
4) Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
5) Mampu dalam belajar.
6) Menghargai pengalaman.
7) Bersikap realistik dan objektif.
Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan
melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain:
1) Penyesuaian diri dengan menghadapi masalah secara langsung
Dalam situasi ini individu secara langsung menghadapi masalahnya
dengan segala akibat-akibatnya. Ia melakukan segala tindakan sesuai
dengan masalah yang dihadapinya. Misalnya seorang siswa yang

7
terlambat dalam menyerahkan tugas karena sakit, maka ia menghadapinya
secara langsung, ia mengemukakan segala masalah-masalahnya kepada
guru.
2) Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan)
Dalam situasi ini individu mencari berbagai bahan pengalaman untuk
dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya. Misalnya seorang siswa
yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas, ia akan mencari
bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut, dengan membaca buku,
konsultasi, diskusi, dan sebagainya.
3) Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba
Dalam cara ini individu melakukan suatu tindakan coba-coba, dalam
arti kalau menguntungkan diteruskan dan kalau gagal tidak diteruskan.
Taraf pemikiran kurang begitu berperan dibandingkan dengan cara
eksplorasi.
4) Penyesuaian dengan substitusi (mencari pengganti)
Jika individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, maka ia dapat
memperoleh penyesuaian dengan jalan mencari pengganti. Misalnya gagal
menonton di gedung bioskop, dia pindah nonton TV.
5) Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan diri
Dalam hal ini individu mencoba menggali kemampuan-kemampuan
khusus dalam dirinya, dan kemudian dikembangkan sehingga dapat
membantu penyesuaian diri. Misalnya seorang siswa yang mempunyai
kesulitan dalam keuangan, berusaha mengembangkan kemampuannya
dalam menulis (mengarang). Dari usaha mengarang, ia dapat membantu
mengatasi kesulitan dalam keuangan.
6) Penyesuaian dengan belajar
Dengan belajar, individu akan banyak memperoleh pengetahuan dan
keterampilan yang dapat membantu menyesuaian diri. Misalnya seorang

8
guru akan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak belajar tentang
berbagai pengetahuan keguruan.
7) Penyesuaian dengan inhibisi dan pengendalian diri
Penyesuaian diri akan lebih berhasil jika disertai dengan kemampuan
memilih tindakan yang tepat dan pengendalian diri secara tepat pula.
Dalam situasi ini individu berusaha memilih tindakan mana yang harus
dilakukan, dan tindakan mana yang tidak perlu dilakukan. Cara inilah
yang disebut inhibisi. Disamping itu, individu harus mampu
mengendalikan dirinya dalam melakukan tindakannya.
8) Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat
Dalam situasi ini tindakan yang dilakukan merupakan keputusan yang
diambil berdasarkan perencanaan yang cermat. Keputusan dimbil setelah
dipertimbangkan dari berbagai segi, antara lain segi untung dan ruginya.

b. Penyesuaian Diri yang Salah


Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat
mengakibatkan individu melakukan penyesuaian yang salah. Penyesuaian diri
yang salah ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah,
tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, agresif, dan sebagainya.
Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah yaitu: reaksi bertahan,
reaksi menyerang, dan reaksi melarikan diri.
1) Reaksi Bertahan (Defence Reaction)
Individu berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak
menghadapi kegagalan. Ia selalu berusaha untuk menunjukkan bahwa
dirinya tidak mengalami kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini antara lain:
a) Rasionalisasi, yaitu mencari-cari alasan yang masuk akal untuk
membenarkan tindakannya yang salah.
b) Represi, yaitu menekankan perasaan yang dirasakan kurang enak ke
alam tidak sadar. Ia berusaha melupakan pengalamannya yang kurang

9
menyenangkan. Misalnya seorang pemuda berusaha melupakan
kegagalan cintanya dengan seorang gadis.
c) Proyeksi, yaitu menyalahkan kegagalan dirinya pada pihak lain atau
pihak ketiga untuk mencari alasan yang dapat diterima. Misalnya
seorang siswa yang tidak lulus mengatakan bahwa gurunya membenci
dirinya.
d) “Sour Grapes”(anggur kecut), yaitu dengan memutarbalikan fakta atau
kenyataan. Misalnya seorang siswa yang gagal mengetik, mengatakan
bahwa mesin ketiknya rusak, padahal dia sendiri tidak bisa mengetik.
2) Reaksi Menyerang (Aggressive Reaction)
Individu yang salah suai akan sikap dan menunjukkan tingkah laku
yang bersifat menyerang atau konfrontasi untuk menutupi kekurangan
atau kegagalannya. Ia tidak mau menyadari kegagalannya. Reaksi-
reaksinya tampak dalam tingkah laku:
a. Selalu membenarkan diri sendiri
b. Selalu berkuasa dalam setiap situasi
c. Mau memiliki segalanya
d. Merasa senang bila mengganggu orang lain
e. Suka menggertak, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan
f. Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka
g. Menunjukkan sikap menyerang dan merusak
h. Keras kepala dalam sikap dan perbuatannya
i. Bersikap balas dendam
j. Memperkosa hak orang lain
k. Tindakan yang serampangan
l. Marah secara sadis
3) Reaksi melarikan diri ( Escape Reaction )

10
Dalam reaksi ini orang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan
melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalan, reaksinya
tampak dalam tingkah laku sebagai berikut:
a. Berfantasi yaitu memasukan keinginan yang tidak tercapai dalam
bentuk angan-angan (seolah-olah sudah tercapai)
b. Banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu
ganja, narkotika
c. Regresi yaitu kembali kepada awal (misal orang dewasa yang bersikap
dan berwatak saperti anak kecil) dan lain-lain.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri


Penyesuaian diri pada diri remaja sangatlah penting dimana penyesuaian diri
pada masa ini dapat menentukan sikap dan psikologi remaja pada masa yang akan
datang, dimana jika remaja sulit atau tidak bisa menyesuaikan diri pada
lingkungan dimana dia berada akan berdampak buruk pada perkembangan diri
anak itu sendiri, baik pada masa penyesuaian atau pun pada masa yang akan
datang.
Pentingnya memahami faktor faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri
remaja, yaitu:
a. Mengantisipasi berbagai masalah yang akan muncul dalam proses
penyesuaian diri remaja baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat.
b. Mencegah berbagai pengaruh negatif yang menjadi kendala bagi
perkembangan diri remaja.
Faktor - faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri remaja adalah penentu
penyesuaian diri yang meliputi faktor - faktor yang mengatur perkembangan dan
terbentuknya pribadi remaja secara bertahap. Penentu-penentu itu dapat
dikelompokkan sebagai berikut:

11
1) Kondisi-kondisi fisik, termasuk didalamnya keturunan, konstitusi fisik,
susunan saraf, kelenjar, dan system otot, kesehatan, penyakit, dan sebagainya.
2) Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, social,
moral, dan emosional.
3) Penentuan psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajarnya,
pengkondisian, penetuan diri, frustasi, dan konflik.
4) Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah.
5) Penentuan cultural termasuk agama.
a. Kondisi jasmaniah
Kondisi jasmaniah seperti pembawaan dan struktur/konstitusi fisik dan
temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya
secara instrinsik bekaitan erat dengan susunan/konstitusi tubuh. Shekdon
mengemukakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk
tubuh dan tipe-tipe temperamen (Sunarto & Agung Hartono, 2013: 230).
Misalnya orang yang tergolong ektomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya
rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktifitas sosial,
pemalu, dan sebagainya.
Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah
laku maka dapat diperkirakan bahwa system saraf, kelenjar, dan otot
merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa gangguan-gangguan dalam system saraf,
kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah
laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem-sistem tubuh yang
baik merupakan syarat bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik.
b. Perkembangan, Kematangan, dan Penyesuaian Diri
Dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon
yang bersifat instinktif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan
pengalaman. Dengan bertambahnya usia perubahan dan perkembangan
respon, tidak hanya melalui proses belajar saja melainkan anak juga menjadi

12
matang untuk melakukan respon dan ini menentukan pola-pola penyesuaian
dirinya.
Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang
dicapai berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya, sehingga
pencapaian pola-pola penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual.
Dengan kata lain, pola penyesuaian diri akan bervariasi sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Disamping itu, hubungan
antara penyesuaian dengan perkembangan dapat berbeda menurut jenis aspek
perkembangan yang dicapai. Kondisi-kondisi perkembangan mempengaruhi
setiap aspek kepribadian seperti: emosional, sosial, moral, keagamaan dan
intelektual.
c. Penentu Psikologis terhadap Penyesuaian diri
faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuaian diri, diantaranya adalah:
1) Pengalaman
Tidak semua pengalaman mempunyai arti bagi penyesuaian diri.
Pengalaman-pengalaman tertentu yang mempunyai arti dalam penyesuaian
diri adalah pengalaman yang menyenangkan dan pengalaman traumatic
(menyusahkan).
2) Belajar
Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses
penyesuaian diri, karena melalui belajar ini akan berkembang pola-pola
respon yang akan membentuk kepribadian.
3) Determinasi Diri
Dalam proses penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktor-
faktor tersebut diatas, orangnya itu sendiri menentukan dirinya, terdapat
faktor kekuatan yang mendorong untuk mencapai sesuatu yang baik atau
buruk, untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi, dan atau merusak
diri. Faktor-faktor itulah yang disebut determinasi diri.
4) Konflik dan penyesuaian

13
Ada beberapa pandangan bahwa semua konflik bersifat mengganggu
atau merugikan. Sebenarnya, beberapa konflik dapat bermanfaat
memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan.
d. Lingkungan sebagai Penentu Penyesuaian Diri
Berbagai lingkungan anak seperti keluaga dan pola hubungan
didalamnya, sekolah, masyarakat, kultur dan agama berpengaruh terhadap
penyesuaian diri anak.

1) Pengaruh rumah dan keluarga.


Dari sekian banyak faktor yang mengondisikan penyesuaian diri,
faktor rumah dan keluarga merupakan faktor yang sangat penting, karena
keluarga merupakan satuan kelompok sosial terkecil. Interaksi sosial yang
pertama diperoleh individu adalah dalam keluarga. Kemampuan interaksi
sosial ini kemudian akan dikembangkan di masyarakat.
2) Hubungan Orang Tua dan Anak
Pola hubungan antara orang tua dengan anak akan mempunyai
pengaruh terhadap proses penyesuaian diri anak –anak. Beberapa pola
hubungan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri antara lain :
a) Menerima (acceptance), yaitu situasi hubungan dimana orang tua
menerima anaknya dengan baik. Sikap penerimaan ini dapat
menimbulkan suasana hangat dan rasa aman bagi anak.
b) Menghukum dan disiplin yang berlebihan. Dalam pola ini, hubungan
orang tua denagn anak bersifat keras. Disiplin yang ditanamkan orang
tua terlalu kaku dan berlebihan sehingga dapat menimbulkan suasana
psikologis yang kurang menguntungkan anak.
c) Memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan. Perlindungan
dan pemanjaan secara berlebihan dapat menimbulkan perasaan tidak
aman, cemburu, rendah diri, canggung, dan gejala-gejala salah suai
lainnya.

14
d) Penolakan, yaitu pola hubungan dimana orang tua menolak kehadiran
anaknya. Beberapa penelitian menujukkan bahwa penolakan orang tua
terhadap anaknya dapat menimbulkan hambatan dalam penyesuaian
diri.
3) Hubungan saudara
Suasana hubungan saudara yang penuh persahabatan, kooperatif,
saling menghormati, penuh kasih sayang, mempunyai kemungkinan yang
lebih besar untuk tercapainya penyesuaian yang lebih baik. Sebaliknya
suasana permusuhan, perselisihan, iri hati, kebencian, dan sebagainya
dapat menimbulkan kesulitan dan kegagalan penyesuaian diri.
4) Masyarakat
Keadaan lingkungan masyarakat dimana individu berada
merupakan kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penyesuaian
diri. Kondisi studi menunjukkan bahwa banyak gejala tingkah laku salah
bersumber dari keadaan masyarakat. Pergaulan yang salah di kalangan
remaja dapat mempengaruhi pola-pola penyesuaian dirinya.
5) Sekolah
Sekolah mempunyai peranan sebagai media untuk mempengaruhi
kehidupan intelektual, sosial dan moral para siswa. Suasana di sekolah
baik sosial maupun psikologis menentukan proses dan pola penyesuaian
diri. Disamping itu, hasil pendidikan yang diterima anak disekolah akan
merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri di masyarakat.
e. Kultural dan Agama Sebagai Penentu Penyesuaian Diri
Lingkungan kultural dimana individu berada dan berinteraksi akan
menentukan pola-pola penyesuaian dirinya. Contohnya tatacara kehidupan di
sekolah, masjid, gereja, dan semacamnya akan mempengaruhi bagaimana
anak menempatkan diri dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya.
Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi
konflik, frustasi dan ketegangan lainnya. Agama juga memberikan suasana

15
damai dan tenang bagi anak. Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan
dan pola-pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti, tujuan,
dan kestabilan hidup umat manusia. Agama Tanda memegang peranan
penting sebagai penentu dalam proses penyesuaian diri.
Bahaya yang umum dari ketidakmampuan penyesuaian diri remaja :
1) Tidak bertanggung jawab, tampak dalam perilaku mengabaikan pelajaran,
misanya : untuk bersenang-senang dan mendapatkan dukungan sosial.
2) Sikap yang sangat agresif dan sangat yakin pada diri sendiri
3) Perasaan tidak aman, yang menyebabkan remaja patuh mengikuti standar-
standar kelompok
4) Merasa ingin pulang bila berada jauh dari lingkungan yang dikenal
5) Perasaan menyerah
6) Terlalu banyak berhayal untuk mengimbangi ketidak puasan yang
diperoleh dari kehidupan sehari-hari
7) Mundur ketingkat perilaku yang sebelumnya agar supaya disenangi dan
diperhatikan
8) Menggunakan mekanisme pertahanan seperti rasionalisasi, proyeksi,
bekhayal, dan memindahkan.

B. Permasalahan-Permasalahan Penyesuaian Diri Remaja


Diantara persoalan yang terpenting yang dihadapai remaja dalam penyesuaian
diri yaitu:
a) Hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang tua.
Disini sangat dipengaruhi oleh sikap orang tua dan suasana psikologi dan
sosial dalam keluarga (kondisi lingkunan keluarga).Orang tua yang otoriter akan
menghambat perkembangan penyesuaian diri remaja, begitu juga perlindungan
orang tua yang berlebihan juga berakibat tidak baik. Perpindahan tempat juga
memiliki pengaruh yang kuat.

16
b) Sekolah juga memiliki peranan/pengaruh yang kuat dalam dalam perkembangan
jiwa remaja.

Tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugasnya dengan baik. Menurut


Hurlock dalam http://angsanatirta.blogspot.com, ada beberapa masalah yang dialami
remaja dalam memenuhi tugas-tugasnya, yaitu:
1) Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan
kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial,
tugas dan nilai-nilai.
2) Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas
pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau
penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan
lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.

Elkind dan Postman (http://angsanatirta.blogspot.com) menyebutkan tentang


fenomena akhir abad duapuluh, yaitu berkembangnya kesamaan perlakuan dan
harapan terhadap anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak masa kini mengalami
banjir stres yang datang dari perubahan sosial yang cepat dan membingungkan serta
harapan masyarakat yang menginginkan mereka melakukan peran dewasa sebelum
mereka masak secara psikologis untuk menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut
menimbulkan akibat seperti kegagalan di sekolah, penyalahgunaan obat-obatan,
depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan somatik dan kesedihan yang kronis.
Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini
membutuhkan orang yang sangat kompeten dan trampil untuk mengelola teknologi
tersebut. Ketidakmampuan remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian
cepat dapat membuat mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan
mengalami gangguan emosional.
Bellak dalam http://angsanatirta.blogspot.com secara khusus membahas
pengaruh tekanan media terhadap perkembangan remaja. Menurutnya, remaja masa

17
kini dihadapkan pada lingkungan dimana segala sesuatu berubah sangat cepat.
Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu banyak dan terlalu cepat untuk diserap
dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk hingga mencapai apa yang disebut
information overload. Akibatnya timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas,
problem identitas dan masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya.
Uraian di atas memberikan gambaran betapa majemuknya masalah yang
dialami remaja masa kini. Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis
pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya
serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali
mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian
diri atau ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat digolongkan
dalam delinkuensi.
Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapaikemasakan
dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah
sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik
dengan psikis pada remaja. Berikut kondisi psikososial dan ketiga kutub yang
merupakan faktor yang kondusif bagi terjadinya kenakalan remaja
(http://angsanatirta.blogspot.com):
a. Kutub Keluarga ( Rumah Tangga)
Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa
anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak
baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan
kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih
besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga
sehat/harmonis (sakinah).
Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli, antara lain:
1) Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)

18
2) Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan
anak di rumah
3) Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak
baik (buruk)
4) Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi
daripada kejiwaan (psikologis).
Selain daripada kondisi keluarga tersebut di atas, berikut adalah rincian kondisi
keluarga yang merupakan sumber stres pada anak dan remaja
(http://angsanatirta.blogspot.com), yaitu:
1) Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu
2) Terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga
3) Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orangtua atau oleh
kakek/nenek
4) Sikap orangtua yang dingin dan acuh tak acuh terhadap anak
5) Sikap orangtua yang kasar dan keras kepada anak
6) Campur tangan atau perhatian yang berlebih dari orangtua terhadap anak
7) Orang tua yang jarang di rumah atau terdapatnya isteri lain
8) Sikap atau kontrol yang tidak konsisiten, kontrol yang tidak cukup
9) Kurang stimuli kongnitif atau sosial
10) Lain-lain, menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orang tua,
dan lain sebagainya.
Anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sebagaimana diuraikan di
atas,resiko untuk berkepribadian anti soial dan berperilaku menyimpang lebih
besar dibandingkan dengan anak/maja yang dibesarkan dalam keluarga yang
sehat/harmonis (sakinah).
b. Kutub Sekolah
Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar
mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada

19
anak didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik
tersebut, antara lain;
1) Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai
2) Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
3) Kualitas dan kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai
4) Kesejahteraan guru yang tidak memadai
5) Kurikilum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti
yang kurang
6) Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya.
c. Kutub Masyarakat (Kondisi Lingkungan Sosial)
Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat
merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku
menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu
pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua, faktor daerah rawan (gangguan
kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut, antara lain:
1. Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan)
a) Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini
hari
b) Peredaran alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
c) Pengangguran
d) Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
e) Wanita tuna susila (wts)
f) Beredarnya bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya
pornografis dan kekerasan
g) Perumahan kumuh dan padat
h) Pencemaran lingkungan
i) Tindak kekerasan dan kriminalitas
j) Kesenjangan sosial
2. Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas)

20
a) Penyalahgunaan alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya
b) Perkelahian perorangan atau berkelompok/massal
c) Kebut-kebutan
d) Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan
e) Perkosaan
f) Pembunuhan
g) Tindak kekerasan lainnya
h) Pengrusakan
i) Coret-coret dan lain sebagainya

C. Implikasi Proses Penyesuaian Diri Remaja Terhadap Penyelenggaraan


Pendidikan
Masa remaja adalah masa dimana seorang remaja mencari jati dirinya.
Namun, para remaja pada masa perkembangan dihadapkan dengan berbagai masalah,
baik eksternal maupun internal. Masalah-masalah yang timbul pada masa remaja
harus bisa di pahami oleh seorang pendidik, agar remaja tidak mengalami
kemunduran mental. Karena remaja yang tidak mendapatkan bimbingan pada masa
remaja, Mereka akan cenderung melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar
norma-norma kehidupan. Pemecahan masalah tersebut bisa di selesaikan dengan
mengaitkan masalah-masalah tersebut dengan pen-didikan, baik pendidikan formal
ataupun non-formal.
Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity).
Usaha pencarian identitas banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-
coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas
dirinya, dia akan mengalami krisis identitas (identity confusion), sehingga mungkin
saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri
yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum
terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun
sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia

21
menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali
terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya.
Masa perkembangan remaja juga ditandai dengan keinginan
mengaktualisasikan segala ide pikiran yang dimatangkan selama mengikuti
pendidikan. Mereka bersemangat untuk meraih keberhasilan. Oleh karena itu, mereka
berlomba dan bersaing dengan orang lain guna membuktikan kemampuannya. Segala
daya upaya yang berorientasi untuk mencapai keberhasilan akan selalu ditempuh dan
diikuti. Sebab dengan keberhasilan itu, ia akan meningkatkan harkat dan martabat
hidup mereka di mata orang lain.
Laju proses perkembangan perilaku dan pribadi remaja dipengaruhi oleh tiga
faktor dominan ialah faktor bawaan (heredity), kematangan (maturation), dan ling-
kungan (environment): termasuk belajar dan latihan (training and learning). Ketiga
faktor dominan utama itu senantiasa bervariasiyang mungkin dapat menguntungkan,
menghambat atau membatasi lajunya proses perkembangan tesebut.
Selain itu, perilaku remaja mengalami perubahan krisis aspek pada masa
perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Remaja
sering berusaha memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa, yaitu
merokok, minum-minuman keras, dan menggunakan obat terlarang. Periode remaja
seharusnya sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-
masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang
sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan alternatif
pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir
secara logis dan abstrak berkembang sehingga mereka mampu berpikir multidimensi
seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi
mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran
mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan
sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk
masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu
mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.Oleh karena itu, remaja

22
sekarang harus bisa memilih-milih mana perilaku yang harus dilakukan, jangan
sampai perilaku tersebut terjerumus ke dalam perilaku negative.
Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan
jiwa remaja. Sekolah selain mengemban fungsi pengajaran juga fungsi-fungsi
pendidikan (transformasi norma). Dalam kaitannya dengan pendidikan ini, peranan
sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari peranan keluarga, yaitu sebagai rujukan dan
tempat perlindungan jika anak didik mengalami masalah.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar proeses penyesuaian diri
remaja khususnya di sekolah adalah:
1) Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa “ betah” (at home)
bagi anak-anak didik , baik secara sosial , fisik maupun akademis.
2) Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak.
3) Usaha memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar, sosial ,
maupun seluruh aspek pribadinya.
4) Menggunakan metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah belajar.
5) Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.
6) Ruang kelas yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
7) Peraturan / tata tertib yamg jelas dan dapat dipahami oleh siswa.
8) Teladan dari para guru dalam segi pendidikan.
9) Kerja sama dan saling pengertian dari para guru dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan di sekolah.
10) Pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan yang sbaik-baiknya.
11) Situasi kepemimpinan yang penuh saling pengertian dan tanggungjawab baik
pada murid maupun pada guru.
12) Hubungan yang baik dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang tua
siswa dan masyarakat.
Karena di sekolah guru merupakan figur pendidik yang penting dan besar
pengaruhnya terhadap penyesuaian siswa-siswinya, maka dituntut sifat –sifat guru
yang efektif, yakni sebagi berikut (Ryans dalam http://angsanatirta.blogspot.com).

23
1) Memberi kesempatan (alert), tampak antusias dalam berminat dalam aktivitas
siswa dalam kelas .
2) Ramah (cheerful) dan optimistis.
3) Mampu mengontrol diri, tidak mudah kacau (terganggu ), dan teratur tindakannya
4) Senang kelakar, mempunyai ras humor.
5) Mengetahui dan mengakui kesalahan-kesalahan sendiri.
6) Jujur dan opjektif dalam memperlakukan siswa.
7) Menunjukan pengertian dan ras a simpati dalam bekerja dengan sisiwa-siswinya.
Jika para guru bersama dengan seluruh staf disekolah dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik , maka anak-anak didik di sekolah itu yang berada dalam usia
remaja akan cenderung berkurang kemugkinannya untuk menglami permasalahan-
permasalahan penyesuaaian diri atau terlibat dalam masalah yang bisa menyebabkan
perilaku yang menyimpang.
Conger dalam http://angsanatirta.blogspot.com menegaskan bahwa
pemahaman dan pemecahan masalah yang timbul pada masa remaja harus dilakukan
secara interdisipliner dan antar lembaga. Meskipun demikian, pendekatan dan
pemecahannya dari pendidikan merupakan salah satu jalan yang paling efektif dan
strategis, karena bagi sebagian besar remaja bersekolah dengan para pendidik,
khususnya para guru, banyak mempunyai kesempatan berkomunikasi dan bergaul.
Diantara usaha-usaha pembinaan yang perlu di perhatikan, sekurang-kurangnya untuk
mengurangi kemungkinan tumbuhnya permasalahan yang timbul pada masa remaja,
dalam rangka kegiatan pendidikan yang dapat dilakukan para pendidik umumnya dan
para guru khususnya:
a. Hendaknya seorang guru mengadakan program dan perlakuan layanan khusus
bagi siswa remaja pria dan siswa remaja wanita (misalnya dalam pelajaran
anatomi, fisiologi dan pendidikan olahraga) yang diberikan pula oleh para guru
yang dapat menyelenggarakan penjelasannya dengan penuh dignity. Tujuan dari
usaha tersebut adalah untuk memahami dan mengurangi masalah-masalah yang
mungkin timbul bertalian dengan perkembangan fisik dan psikomotorik remaja.

24
b. Memperhitungkan segala aspek selengkap mungkin dengan data atau informasi
secermat mungkin yang menyangkut kemampuan dasar intelektual (IQ), bakat
khusus (aptitudes), disamping aspirasi atau keinginan orangtuanya dan siswa yang
bersangkutan. Terutama pada masa penjurusan atau pemilihan dan penentuan
program studi. Upaya tersebut bertujuan untuk memahami dan mengurangi
masalah-masalah yang mungkin timbul bertalian dengan perkembangan bahasa
dan perilaku kognitif.
c. Seharusnya seorang guru bisa mengaktifkan dan mengkaitkan hubungan rumah
dengan sekolah (parent teacher association) untuk saling mendekatkan dan
menyelaraskan sistem nilai yang dikembangkan dan cara pendekatan terhadap
siswa remaja serta sikap dan tindakan perlakuan layanan yang diberikan dalam
pembinaannya. Tujuannya adalah untuk memahami dan mengurangi masalah-
masalah yang mungkin timbul bertalian dengan perkembangan perilaku sosial,
moralitas dan kesadaran hidup atau penghayatan keagamaan,
d. Seorang guru atau pendidik untuk memahami dan mengurangi masalah-masalah
yang mungkin timbul bertalian dengan perkembangan fungsi-fungsi konatif,
afektif dan kepribadian, seyogyanya seorang guru memberikan tugas-tugas yang
dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab, belajar menimbang, memilih dan
mengambil keputusan atau tindakan yang tepat akan sangat menunjang bagi
pembinaan kepribadiannya.

25
III. PENUTUP

A. Kesimpulan
Manusia tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri,
maka penyesuaian diri terhadap lingkungan hidup, pertumbuhan dan
perkembangan memerlukan proses yamg cukup unik. Penyesuaian diri dapat
diartikan adaptasi, konformitas, penguasaan, dan kematangan emosional. Proses
penyesuaian diri yang tertuju pada pencapaian keharmonisan antara faktor
internal dan eksternal anak sering menimbulkan konflik, tekanan, frustasi, dan
berbagai macam perilaku untuk membebaskan diri dari ketegangan.
Kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh
faktor-faktor lingkungan di mana kemungkinan akan berkembang proses
penyesuaian yang baik atau salah. Selain faktor lingkungan, faktor psikologis,
kematangan, kondisi fisik, dan kebudayaan juga mempengaruhi proses
penyesuaian diri.
Permasalahn-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat
berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Selain itu
permasalahan-permasalahan penyesuaian akan muncul bagi remaja yang sering
pindah tempat tinggal.
Lingkungan sekolah juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perkembangan jiwa remaja. Sekolah selain megemban fungsi pengajaran juga
fungsi pendidikan. Di sekolah, guru hendaknya dapat bersikap yang lebih efektif,
seperti adil, jujur, menyenangkan dan sebagainya sehingga siswanya akan merasa
senang dan aman bersamanya.

B. Saran
seharusnya orang tua memahami keadaan remaja anaknya sehingga orang tua
mampu mengarahkan anak remajanya menuju penyesuaian diri yang tepat. orang
tua juga harus peduli dengan semua faktor berpengaruh pada proses penyesuaian

26
diri remaja. Selain itu, pihak sekolah juga harus ikut mendukung proses
penyesuaian diri remaja. Karena lingkungan sekolah sangat berpengaruh pada
perkembangan jiwa remaja, selain berfungsi sebagai pengajaran, sekolah juga
berfungsi sebagai transformasi norma.Dalam hal ini sekolah memiliki peranan
yang tidak jauh dari keluarga, terutama wali kelas dan guru-guru BK.

27
DAFTAR PUSTAKA

Bima, Ian. 2013. Penyesuaian diri remaja. http://ianthepoorlittleboy.blogspot.com.


Diakses tanggal 21 April 2014

No Name, 2012. Penyesuaian Diri Remaja. http://angsanatirta.blogspot.com. Diakses


tanggal 19 April 2014

Sahniah, Salasiah Usni. 2013. Perkembangan dan Penyesuaian Diri Remaja.


http://ppknsalasiah.blogspot.com. Diakses tanggal 19 April 2014

Sunarto & Hartono, Agung. 2013. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Rineka
Cipta

28

Anda mungkin juga menyukai