Anda di halaman 1dari 14

BAB I

BIOGRAFI ALBERT BANDURA

Albert Bandura dilahirkan pada tanggal 4 Desember 1925 di Mundare, sebuah kota kecil
di barat daya Alberta Kanada sekitar 50 mil sebelah timur Edmonton. Dia anak adalah bungsu dan
hanya satu-satunya anak laki-laki diantara enam bersaudara dari keluarga keturunan Eropa Timur.
Kedua orangtuanya telah beremigrasi ke Kanada ketika mereka remaja, Ayahnya dari Krakow
Polandia dan Ibunya dari Ukraina. Ayah Bandura bekerja menjaga perlintasan kereta api jalur trans
Kanada dan Ibunya bekerja di toko general Town. Pada tahun 1952 Albert Bandura menikah
dengan Virginia Varns, yang bekerja menjadi staf pengajar di universitas perawat. Dari
perkawinannya, Albert Bandura dikaruniai dua orang anak. Yang pertama bernama Mary yang
lahir pada tahun 1954 dan yang kedua bernama Carol yang lahir pada 1958.

Seperti Skinner, dia tumbuh di sebuah kota yang sangat kecil, sekolah menengah umumnya
saja hanya memiliki 20 orang murid. Bandura mengambil gelar diplomanya dari University of
British Columbia dan gelar kesarjanaan psikologinya dari University of Loa. Di Loa dia belajar
bersama Robert Sears, salah satu perintis teori belajar sosial lainnya. Pada 1953 Bandura
bergabung dengan fakultas psikologi di Stanford dan berkarya disana sampai dia pensiun.
Dibidang psikologi, Bandura sudah membangun reputasi yang demikian tinggi sehingga pada
tahun 1974 dia dipercaya menjabat presiden Asosiasi Psikologi Amerika (APA). Murid-muridnya
sendiri menjuluki dia generalis modern, seorang pria dengan pengetahuan sangat luas dibanyak
bidang ilmu.
BAB II

TEORI ALBERT BANDURA

Bagi Bandura, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan
perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan dua fenomena penting yang diabaikan
atau ditolak oleh paradigma behaviorisme. Pertama, Bandura berpendapat bahwa manusia dapat
berpikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri; sehingga mereka bukan semata-mata bidak yang
menjadi obyek pengaruh lingkungan. Sifat kausal bukan dimiliki sendirian oleh lingkungan,
karena orang dan lingkungan saling mempengaruhi.

Kedua, Bandura menyatakan, banyak aspek fungsi kepribadian melibatkan interaksi orang
satu dengan orang lain. Dampaknya, teori kepribadian yang memadai harus memperhitungkan
konteks sosial (Social learning theory) dari Bandura, didasarkan pada konsep saling menentukan
(reciprocal determinism), tanpa penguatan (beyond reinforcement), dan penguatan diri,berpikir
(self-regulation/cognition).

1. Determinis Resiprokal: pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk
interaksi timbal-balik yang terus menerus antara determinan kognitif, behavioral dan
lingkungan. Orang menentukan/mempengaruhi tingkahlakunya dengan mengontrol kekuatan
lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu.
2. Tanpa Reinforsemen:. Menurutnya, reinforsemen penting dalam menentukan apakah suatu
tingkahlaku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu-satunya pembentuk tingkahlaku.
Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang
apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa adanya reinforsemen yang terlibat, berarti
tingkahlaku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi, itu merupakan pokok teori belajar sosial.
3. Kognisi dan Regulasi Diri:. Konsep Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat
mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkahlaku dengan cara mengatur
lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkahlakunya
sendiri. Kemampuan kecerdasan dalam berpikir simbolik menjadi sarana yang kuat untuk
menangani lingkungan.
2.1 Struktur Kepribadian
2.1.1 Sistem Self (Self System)
Tidak seperti Skinner yang teorinya tidak memiliki konstruk self, Bandura yakin
bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh self sebagai salah satu determinan tingkah laku
tidak dapat dihilangkan tanpa membahayakan penjelasan dan kekuatan peramalan.
Dengan kata lain Bandura mengakui bahwa self sebagai unsur struktur kepribadian.
Saling determinis menempatkan semua hal untuk salin berinteraksi, dimana pusat atau
pemulanya adalah sistem self. Sistem self itu bukan unsur psikis yang mengontrol
tingkah laku, tetapi mengacu pada struktur kognitif yang memberi pedoman mekanisme
dan seperangkat fungsi-fungsi persepsi, evaluasi, dan pengaturan tingkah laku. Self
tidak mengatur tingkah laku secara otonom, tetapi self menjadi bagian dari sistem
interaksi reciprocal.

2.1.2 Regulasi Diri


Menurut Bandura, akan terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi diri.
Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai,
strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi, orang memotivasi dan
membimbing tingkah lakunya sendiri melalui strategi proaktif, menciptakan
ketidakseimbangan, agar dapat memobilisasi kemampuan dan usahanya berdasarkan
antisipasi apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Ada 3 proses yang dapat
dipakai untuk melakukan pengaturan diri, yaitu memanipulasi faktor eksternal,
memonitor dan mengevaluasi tingkah laku internal. Tingkah laku manusia adalah hasil
pengaruh reciprocal faktor eksternal dan faktor internal.

a. Faktor eksternal dalam regulasi diri

Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan 2 cara, pertama faktor


eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingkah laku, faktor lingkungan
berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi diri
seseorang.

Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan, standar


tingkah laku dan penguatan biasanya bekerja sama; ketika orang dapat mencapai
standar tingkah laku tertentu, perlu penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi
pilihan untuk dilakukan lagi.

b. Faktor internal dalam regulasi diri


Bandura mengemukakan 3 bentuk pengaruh internal:
1) Observasi diri
Dilakukan berdasarkan kualitas penampilan, kuantitas penampilan,
orisinalitas tingkah laku diri dan lain-lain.
2) Proses penilaian atau mengadili tingkah laku
Adalah melihat kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi,
membandingkan tingkah laku dengan norma standar atau dengan tingkah laku
orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi
performansi.
3) Reaksi diri afektif
Akhirnya berdasarkan pengamatan dan judgement itu, orang mengevaluasi
diri sendiri positif atau negative dan kemudian menghadiahi atau menghukum diri
sendiri. Bisa terjadi tidak muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat
keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negative menjadi kurang
bermakna secara individual.

2.1.3 Efikasi diri (Self Effication)


Bandura menyebut bahwa efikasi diri merupakan keyakinan atau harapan diri
bahwa dia mampu atau tidak mampu melakukan tindakan yang memuaskan.

a. Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self effication – efficacy expectation)


Persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam
situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki
kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan
b. Ekspektasi hasil (outcome expectations)
Perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan
mencapai hasil tertentu.
Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau
buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mngerjakan sesuai dengan yang
dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita
menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai), sedang efikasi
menggambarkan penilaian kemampuan diri. Orang bisa memiliki ekspektasi hasil yang
realistik (apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan hasilnya), atau sebaliknya
ekspektasi hasilnya tidak realistik (mengharap terlalu tinggi dari hasil nyata yang dapat
dicapai). Orang yang ekspektasi efikasinya tinggi (percaya bahwa dia dapat
mengerjakan sesuai dengan tuntutan situasi) dan harapan hasilnya realistik
(memperkirakan hasil sesuai dengan kemampuan diri), orang itu akan bekerja keras dan
bertahan mengerjakan tugas sampai selesai.

2.1.4 Sumber Efikasi Diri


Perubahan tingkah laku, dalam sistem Bandura kuncinya adalah perubahan
ekspektasi efikasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat
diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi
empat sumber, yaitu:

1. Pengalaman Performansi
Adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai
sumber, performansi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yang paling kuat
pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi,
sedang kegagalan akan menurunkan efikasi. Mencapai keberhasilan akan memberi
dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya:
1. Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi.
2. Kerja sendiri, lebih meningkatkan efikasi dibanding kerja kelompok, dibantu
orang lain.
3. Kegagalan menurunkan efikasi, kalau orang merasa sudah berusaha sebaik
mungkin.
4. Kegagalan dalam suasana emosional/stress, dampaknya tidak seburuk kalau
kondisinya optimal.
5. Kegagalan sesudah orang memiliki keyakinan efikasi yang kuat, dampaknya tidak
seburuk kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang keyakinan efikasinya belum
kuat.
6. Orang yang bisa berhasil, sesekali gagal tidak mempengaruhi efikasi.
2. Pengalaman Vikarus
Diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati
keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang
kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figur yang
diamati berbeda dengan diri sipengamat, pengaruh vikarus tidak besar. Sebaliknya
ketika mengamati kegagalan figur yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak
mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam
jangka waktu yang lama.
3. Persuasi Sosial
Efikasi diri juga daoat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi
sosial. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari
orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada
pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.
4. Keadaan Emosi
Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi di
bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stress, dapat mengurangi efikasi
diri. Namun bisa terjadi, peningkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat
meningkatkan efikasi diri.
Perubahan tingkah laku akan terjadi kalau sumber ekspektasi efikasinya
berubah. Pengubahan self-efficacy banyak dipakai untuk memperbaiki kesulitan dan
adaptasi tingkah laku orang yang mengalami berbagai masalah behavioral.

2.1.5 Efikasi Diri Sebagai Tingkahlaku


Menurut Bandura, sumber pengontrol tingkahlaku resiprokal antara lingkungan,
tingkahlaku, dan pribadi. Efikasi diri merupakan variabel pribadi yang penting, yang
kalau digabung dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman mengenai prestasi, akan
menjadi penentu tingkahlaku mendatang pemahaman mngenai prestasi, akan menjadi
penentu tingkahlaku mendatang yang penting. Berbeda dengan konsep-diri (Rogers)
yang bersifat kesatuan umum, efikasi diri bersifat fragmental. Setiap individu
mempunyai efikasi diri yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda, tergantung
kepada:

a. Kemampuan yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu.


b. Kehadiran orang lain, khususnya saingan dalam situasi itu.
c. Keadaan fisiologis dan emosional; kelelahan; kecemasan, apatis, murung.

2.1.6 Efikasi Kolektif (Collective Efficacy)


Keyakinan masyarakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat
menghasilkan perubahan sosial tertentu, disebut efikasi kolektif. Ini bukan ‘jiwa
kelompok' tetapi lebih sebagai efikasi pribadi dari banyak orang yang bekerja bersama.
Bandura berpendapat, orang berusaha mengontrol kehidupan dirinya bukan hanya
melalui efikasi diri individual, tetapi juga melalui efikasi kolektif. Efikasi diri dan
efikasi kolektif bersama-sama saling melengkapi untuk mengubah gaya hidup manusia.

2.2 Dinamika Kepribadian


Bandura menjelaskan bahwa motivasi merupakan konstruk negative yang mempunyai
dua sumber, gambaran hasil di masa yang akan dating, dan harapan keberhasilan didasarkan
pada pengalaman menetapkan dan mencapai tujuan-tujuan antara. Dengan kata lain, harapan
mendapat reinforsmen pada masa yang akan datang untuk berperilaku seperti itu.

Menurut bandura penguatan menjadi penyebab beelajar. Namun individu juga dapat
belajar dengan:

1. Penguatan yang diwakilkan (Vicarious Reinforcement): mengamati orang lain yang


mendapat penguatan, membuat orang ikut puas dan berusaha belajar gigih agar menjadi
seperti orang itu.
2. Penguatan yang ditunda (Expectation Reinforcement): orang terus menerus berbuat tanpa
mendapat penguatan, karena yakin akan mendapar penguatan yang sangat memuasakan
pada masa yang akan datang
3. Tanpa Penguatan (Beyond Reinforcement): belajar tanpa adanya reinforcement sama
sekali, mirip dengan konsep otonomi fungsional dari Allport.
Ekpektasi penguatan dapat dikembangkan dengan mengenali dampak dari tingkah laku;
pengamatan terhadap praktik mengganjar dan menghukum tingkah laku yang ada
dilingkungan sosial, dan mengganjar dan menghukum tingkah lakunya sendiri. Individu
mengembangkan standar pribadi berdasarkan standar sosial melalui interaksinya dengan
orang tua, guru, dan teman sebayanya. Individu dapan mengganjar dan menghukun tingkah
laku sendiri dengan menerima diri atau mengkritik diri. Penerimaan dan kritik diri ini sangat
besar perannya dalam membimbing tingkah laku, sehingga tingkah laku individu dapat
konsisten, tidak berubah ubah karena pengaruh sosial.

Dalam penelitian dikemukakan bahwa anak-anak yang diganjar dan dipuji untuk
pencapaian yang relative akan tumbuh dan mengembangan self-reward yang murah
dibandingkan anak yang standar pencapaiaanya tinggi. Begitupula dengan anak yang
mengamati model yang diganjar pada standar pencapaian yang rendah akan menajdi orang
dewasa yang murah dalam menggajanjar diri sendiri disbanding anak yang mengamati model
dengan standar ganjaran tinggi.

2.3 Perkembangan Kepribadian


2.3.1 Belajar melalui observasi
Menurut Bandura, kebanyakan belajar terjadi tanpa reinforsemen yang nyata.
Dalam penelitiannya, ternyata orang dapat mempelajari respon baru dengan melihat
respon orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang dipelajari
itu, dan model yang diamatonya juga tidak mendapat reinforsemen dari tingkahlakunya.
Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman
langsung. Melalui observasi orang dapat memperoleh respon yang tidak terhingga
banyaknya, yang mungkin diikuti dengan hubungan atau penguatan.

2.3.2 Peniruan (Modelling)


Inti dari belajar observasi adalah modelling. Peniruan atau meniru sesungguhnya
tidak tepat untuk mengganti kata modelling, karena modelling bukan sekedar menirukan
atau mengulangi apa yang dilakukan orang model (orang lain) tetapi modelling
melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkahlaku yang teramati,
menggenaralisisr berbagai pengataman sekaligus, melibatkan proses kognitif.
2.3.3 Pembelajaran Langsung

Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori belajar social dari Albert


Bandura. Pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang dirancang untuk
mengaajarkan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang diajarkan
setahap demi setahap. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modelling, yaitu suatu
fase dimana dosen memodelkan atau mencotohkan melalui demonstrasi bagaimana
suatu keterampilan itu dilakukan.

2.3.4 Modeling Tingkahlaku Baru

Melalui modelling orang dapat memperoleh tingkahlaku baru. ini dimungkinkan


karena adanya kemampuan kognitif. Stimuli berbentuk tingkahlaku model
ditransformasi menjadi gambaran mental, dan yang lebih penting lagi ditransformasi
menjadi symbol verbal yang dapat diingat kembali suatu saat nanti. Keterampilan
kognitif yang bersifat simbolik ini, membuat orang dapat mentransform apa yang
dipelajarinya atau menggabung-gabung apa yang diamatinya dalam berbagai situasi
menjadi pola tingkahlaku baru.

2.3.5 Modeling Mengubah Tingkahlaku Lama

Disamping dampak mempelajari tingkahlaku baru, modelling mempunyai dua


macam dampak terhadap tingkah laku lama. Pertama, tingkah laki model yang diterima
secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimilki pengamat. Kedua, tingkah
laku model yang tidak diterima secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah
pengamat untuk melakukan tingkah laku yang tidak diterima secara sosial, tergantung
apakah tingkah laku model itu diganjar atau dihukum. Kalau tingkah laku yang tidak
dihendaki itu justru diganjar, pengamat cenderung meniru tingkah laku itu, sebaliknya
kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki utu dihukum, respon pengamat menjadi
semakin lemah.

 Modeling Simbolik
Dewasa ini sebagian besar modeling tingkah laku berbentuk simbolik. Film dan
televisi menyajikan contoh tingkah laku yang tak terhitung yang mungkin
mempengaruhi pengamatnya. Sajian itu berpotensi sebagai sumber tingkah laku.
 Modeling Kondisioning
Modeling dapat digabung dengan kondisioning klasik menjadi pengkondisian
klasik vikarus. Pengamat mengobservasi model tingkah laku emosional yang
mendapat penguatan. Muncul respon emosional yang sama di dalam diri pengamat,
dan respon itu ditujukan ke obyek yang ada didekatnya saat dia mengamati model itu,
atau dianggao mempunyai hubungan dengan obyek yang menjadi sasaran emosional
model yang diamati.

2.3.6 Faktor-faktor penting dalam belajar melalui observasi


Tentu saja, mengamati orang lain melakukan sesuatu tidak mesti berakibat belajar,
karena belajar melalui observasi memerlukan beberapa faktor atau prakondisi. Menurut
Bandura, ada empat proses yang penting agar belajar melalui observasi dapat terjadi,
yakni:

1. Perhatian (attention process)


Sebelum meniru orang lain, perhatian harus dicurahkan ke orang itu. perhatian
ini dipengaruhi oleh asosiasi pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif,
dan arti penting tingkahlaku yang diamati bagi si pengamat.
2. Representasi (representation process)
Tingkahlaku yang akan ditiru, harus disimbolisasikan dalam ingatan. Baik
dalam bentuk verbal maupun dalam bentuk gambaran/imajinasi. Representasi verbal
memungkinkan orang mengevaluasi secara verbal tingkahlaku yang diamati, dan
menentukan mana yang dibuang dan mana yang akan dicoba dilakukan. Representasi
imajinasi memungkinkan dapat dilakukannya latihan simbolik dalam fikiran, tanpa
benar-benar melakukannya secara fisik.
3. Peniruan tingkahlaku model (behavior production process)
Sesudah mengamati dengan penuh perhatian, dan memasukkannya ke dalam
ingatan, orang lalu bertingkahlaku. Mengubah dari gambaran fikiran menjadi
tingkahlaku menimbulkan kebutuhan evaluasi; “Bagaimana melakukannya?” “Apa
yang harus dikerjakan?” “Apakah sudah benar?” Berkaitan dengan kebenaran, hasil
belajar melalui observasi tidak dinilai berdasarkan kemiripan respon dengan
tingkahlaku yang ditiru, tetapi lebih pada tujuan belajar dan efikasi dari pebelajar.
4. Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process)
Belajar melalui pengamatan menjadi efektif kalau pebelajar memiliki motivasi
yang tinggi untuk dapat melakukan tingkahlaku modelnya. Observasi mungkin
memudahkan orang untuk menguasi tingkahlaku tertentu, tetapi kalau motivasi untuk
itu tidak ada, tidak bakal terjadi proses belajar. Imitasi lebih kuat terjadi pada
tingkahlaku model yang diganjar, daripada tingkahlaku yang dihukum. Imitasi tetap
terjadi walaupun model tidak diganjar, sepanjang pengamat melihat model mendapat
ciri-ciri positif yang menjadi tanda dari gaya hidup yang berhasil, sehingga diyakini
model umumnya akan diganjar.

2.4 Produk Teori


2.4.1 Psikoterapi
Sama halnya dengan respon emosi yang dapat diperoleh secara langsung atau
secara vicarious, menghilangkan tingkahlaku (yang tidak dikehendaki) dapat dilakukan
secara langsung atau secara vicarious pula. Penakut dapat mengubah rasa takutnya
dengan melihat model yang tanpa rasa takut berinteraksi dengan hal yang ditakutkan itu.

Secara umum, terapi yang dilakukan Bandura adalah terapi kognitif-sosial. Dan
tujuannya untuk memperbaiki regulasi self, melalui pengubahan tingkahlaku dan
mempertahankan tingkahlaku yang terjadi. Ada tiga tingkatan keefektifan suatu tritmen
yakni; tingkatan induksi perubahan, generalisasi, dan pemeliharaan.

1. Tingkat induksi perubahan


Tritmen dikatakan efektif kalau dapat mengubah tingkahlaku. Misalnya terapi
menghilangkan takut ketinggian penderita akrofobia, sehingga dia berani naik tangga
yang tinggi.
2. Tingkat generalisasi
Tritmen yang lebih tinggi, memungkinkan terjadinya generalisasi. Penderita
akrofobia itu bukan hanya berani naik tangga, dia juga berani naik lift, naik kapal
terbang, dan membersihkan kaca gedung bertingkat.
3. Tingkat pemeliharaan
Sering terjadi tingkahlaku positif hasil terapi berubah kembali menjadi
tingkahlaku negatif (khususnya pada tingkahlaku habit negatif, merokok, alkoholik,
narkotik). Terapi mencapai tingkat efektif yang tertinggi kalau hasil induksi dan
generalisasi dapat dipelihara, tidak berubah menjadi negative.

Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan tritmen, yakni; latihan penguasaan


(desensitisasi modeli), modeling terbuka, dan modeling simbolik.

1. Latihan penguasaan (desensitisasi modeling)


Mengajari klien untuk menguasai tingkahlaku yang sebelumnya tidak bisa
dilakukan (misalnya karena takut). Tritmen konseling dimulai dengan membantu
klien mencapai relaksasi yang mendalam. Kemudian konselor meminta klien
membayangkan hal yang menakutkannya secara bertahap. Misalnya, ular,
dibayangkan melihat ular mainan di etalase took. Kalo klien dapat membayangkan
kejadian itu tanpa rasa takut, mereka dimminta membayangkan bermain-main
dengan ular mainan, kemudian melihat ular dikandang kebun binatang, kemudian
menyentuh ular, sampai akhirnya menggendong ular. Ini adalah model desensitisasi
sistematik. Yang pada paradigm behaviourisme dilakukan dengan memanfaatkan
variasi penguatan. Bandura memakai desensitisasi sistematik itu dalam fikiran
(karena itu teknik ini terkadang disebut: modeling kognitif) tanpa memakai
penguatan yang nyata.
2. Modeling terbuka (modeling partisipan)
Klien melihat model nyata, biasanya diikuti dengan klien berpartisipasi dalam
kegiatan model, dibantu oleh modelnya meniru tingkahlaku yang dikehendaki,
sampai akhirnya mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.
3. Modeling simbolik
Klien melihat model dalam film, atau gambar/cerita. Kepuasan vicarious
(melihat model dapat penguatan) mendorong klien untuk mencoba/meniru
tingkahlaku modelnya.

Ketika hasilnya dibandingkan, desensitisasi modeling dan modeling simbolik


relative sama kekuatannya untuk menghilangkan rasa takut. Namun yang paling berhasil
menghilangkan rasa takut adalah modeling partisipan.
2.4.2 Metodologi

Bandura banyak meneliti masalah dunia nyata dalam laboratorium, seperti masalah
agresi, fobia, penyembuhan dari seranga jantung, perolehan kemampuan matematik pada
anak. Tujuan pokoknya adalah untuk menyatukan kerangka konseptual yang dapat
mencakup berbagai hal yang mempengaruhi perubahan tingkahlaku. Dalam setiap kegiatan,
keterampilan dan kegiatan diri yang menjamin pemakaian kemampuan secara optimal
dibutuhkan agar diri dapat berfungsi sukses.

Bandura mengembangkan microanalytic approach: riset yang mementingkan asesmen


yang detail sepanjang waktu untuk mencapai keselarasaan antara persepsi diri dengan
tingkahlaku pada setiap tahap performansi tugas. Teknik ini cocok untuk strategi penelitian
yang melacak perubahan setiap saat, penelitian yang menganalisis proses, bukan hasil.
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang: UMM Press.


Crain, William. 2007. Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi terj. Yudi Santoso. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai