Anda di halaman 1dari 23

Lapora Hasil Pengamatan

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi

Starius Chandra Jobul 1707020015

PRODI PSIKOLOGI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima
kasih atas bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan
makalah ini, serta kepada dosen pengampu mata kuliah Psikoloagi Abnormal dan
Psikopatologi yang telah memberikan kami tugas pengamatan ini, sehingga kami menjadi
lebih memahami perilaku-perilaku normal maupun abnormal dari berbagai kelompok usia.
 Terlepas dari semua itu, sebagai kelompok, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih ada cukup banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat, tata bahasa serta isi dari
laporan ini. Oleh karena itu, dengan senang hati kami terbuka untuk segala bentuk kritik dan
saran yang bersifat membangun penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini
kedepannya. Semoga makalah ini dapat menjadi acuan dan pedoman bagi pembaca sekalian
agar bias lebih memahami perilaku-perilaku normal dan abnormal dari berbagi kelompok
usia. Salam hangat.

Kupang, Januari 2021

,Penulis
A. Pengantar
Banyak perilaku abnormal yang berkembang di masyarakat. Perilaku abnormal adalah
salah satu cabang psikologi yang menyelidiki segala bentuk gangguan mental dan
abnormalitas jiwa (Kartini, 2000) . Terjadinya perilaku abnormal karena adanya pergeseran
nilai yang berlaku di masyarakat. Akibat yang ditimbulkan dari gangguan jiwa ini adalah
hilangnya perasaan respon emosional dan menarik diri dari hubungan antar pribadi normal
serta beberapa perilaku abnormal lainnya . Abnormalitas dilihat dari sudut pandang biologis
berawal dari pendapat bahwa patologi otak merupakan faktor penyebab tingkah laku
abnormal. Pandangan ini ditunjang lebih kuat dengan perkembangan di abad ke-19
khususnya pada bidang anatomi faal, neurologi, kimia dan kedokteran umum kemudian ilmu
patologi terus berkembang hingga saat ini.
Perilaku abnormal bias disebabkan oleh berbagai faktor seperti sosial budaya,
keadaan ekonomi, lingkungan, genetik, system kepercayaan dan masih banyak lagi. Dua
kelompok masyarakat yang berbeda tentu akan berbeda pula dalam memandang taraf ke-
abnormal-an di tempat mereka berada. Sebagai contoh, di Negara-negara barat pada
umumnya, berciuman di tempat umum merupakan sesuatu yang normal-normal saja, tetapi
dibeberapa Negara timur seperti Indonesia hal tersebut bukanlah suatu kenormalan karena
bertentangan dengan norma-norma yang melekat pada masyarakat Indonesia.
Banyak perilaku normal dan abnormalitas yang ditunjukan oleh manusia , mulai dari
cakupan umur yang melibatkan bayi , anak anak , remaja , dewasa , dan juga lansia . banyak
perilaku perilaku yang ditampilkan secara berbeda antara perilaku abnormal maupun normal
hal tersebut membuat kami mengobservasi mereka untuk melihat bagaimana perilaku
perilaku normal abnormal yang ditunjukan , kriteria apa saja yang digunakan untuk
menentukan normal dan abnormalitasnya seseoang , faktor serta bentuk penilaian atau
asesmen yang digunakan.

B. Definisi
1. Normal
Normal didefinisikan sebagai segala sesuatu atau keadaan yang biasanya
terjadi dan sering terjadi. Normal adalah keadaan sehat (tidak patologis) dalam
hal fungsi keseluruhan. Perilaku Normal adalah perilaku yang adekuat (serasi dan
tepat) yang dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya. Sedangkan perilaku
pribadi normal adalah sikap hidup yang sesuai dengan pola kelompok masyarakat
tempat seseorang berada sehingga tercapai suatu relasi interpersonal dan
intersosial yang memuaskan. (Kartini Kartono, 1989).

2. Abnormal
Abnormal adalah hal-hal yang kurang atau tidak lazim dan menyimpang dari
yang normal (tidak biasa terjadi) (Maramis, 1999). Perilaku Abnormal adalah
suatu perilaku yang berbeda, tidak mengikuti peraturan yang berlaku, tidak
pantas, mengganggu dan tidak dapat dimengerti melalui kriteria yang biasa.
Dalam psikologi sendiri, abnormal diketahui sebagai perilaku menyimpang yang
tidak sesuai atau bertentangan dengan keadaan yang biasanya terjadi. Namun
berbeda tergantung faktor-faktor lainnya yang turut mempengaruhi.

Normal dan abnormal perlu dipertimbangkan dari berbagai aspek dan pendekatan.
Profesor Suprapti Sumarno (1976), ada dua pendekatan dalam membuat pedoman tentang
normalitas:
1. Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan yang didasarkan atas patokan statistik dengan melihat pada
sering atau tidaknya sesuatu terjadi dan acapkali berdasarkan perhitungan
maupun pikiran awam. Misalnya, perilaku makan sepuluh kali dalam sehari.
2. Pendekatan Kualitatif
Pendekatan yang didasarkan observasi empirik pada tipe-tipe ideal dan
sering terikat pada faktor sosial kultural setempat. Misalnya, perilaku
menangis berlebihan hingga menjerit-jerit pada mereka yang sedang
mengalami kehilangan seseorang di suatu lingkungan budaya.
Jadi, batas antara normal dengan abnormal bukan dilihat sebagai dua kutub yang
berlawanan, melainkan lebih berada dalam satu kontinum sehingga garis yang membedakan
sangatlah tipis.

3. Kriteria dalam menentukan Abnormalitas:


Menurut Spencer, dkk (2002), ada beberapa kriteria yang dapat digunakan
untuk membantu menentukan taraf abnormalitas, diantaranya:
1. Perilaku yang tidak biasa. Perilaku yang tidak biasa sering dikatakan
abnormal. Hanya sedikit dari kita yang menyatakan melihat ataupun
mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
2. Perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial atau melanggar norma
sosial. Setiap masyarakat memiliki norma-norma (Standar) yang
menentukan jenis perilaku yang dapat diterima dalam beragam tertentu.
Perilaku yang dianggap normal dalam satu budaya mungkin akan
dipandang sebagai abnormal dalam budaya lainnya.
3. Persepsi atau interpretasi yang salah terhadap realitas. Sistem sensori dan
kognitif yang memungkinkan seseorang untuk membentuk representasi
mental yang akurat tentang lingkungan sekitar. Namun melihat sesuatu
ataupun mendengar suara yant tidak ada objeknya akan disebut sebagai
halusinasi, dimana dalam budaya sering dianggap sebagai tanda-tanda
yang mendasari suatu gangguan.
4. Orang-orang tersebut berada dalam stress personal yang signifikan.
Kondisi stress personal yang diakibatkan oleh gangguan emosi, seperti
kecemasan, ketakutan, atau depresi, dapat dianggap abnormal. Namun
kecemasan dan depresi terkadang merupakan respon yang sesuai dengan
situasi tertentu.
5. Perilaku mal adaptif atau self-defeating. Perilaku yang menghasilkan
ketidakbahagiaan dan bukan self-fulfillment dapat dianggap sebagai
abnormal. Perilaku yang membatasi kemampuan kita untuk berfungsi
dalam peran yang diharapkan atau untuk beradaptasi dengan lingkungan
juga dapat disebut sebagai abnormal.
6. Perilaku berbahaya. Perilaku yang menimbulkan bahaya bagi orang itu
sendiri ataupun orang lain dapat dikatakan abnormal.

4. Psikopatologi
Patologi (pathology) adalah pengetahuan tentang penyakit atau gangguan.
Sedang psikopatologi (psychopathology) adalah cabang psikologi yang
berkepentingan untuk menyelidiki penyakit atau gangguan mental dan gejala-
gejala abnormal lainnya (Chaplin, 1999: 405). Psikopatologi atau sakit mental
adalah sakit yang tampak dalam bentuk perilaku dan fungsi kejiwaan yang tidak
stabil. Istilah psikopatologi mengacu pada sebuah sindroma yang luas, yang
meliputi ketidaknormalan kondisi indra, kognisi, dan emosi. Asumsi yang
berlaku pada bidang ini adalah bahwa sindrom psikopatologis atau sebuah gejala
tidak semata-mata berupa respon yang dapat diprediksi terhadap gejala tekanan
kejiwaan yang khusus, seperti kematian orang yang dicintai, tetapi lebih berupa
manifestasi psikologis atau disfungsi biologis seseorang (Mujib & Mudzakir,
2001: 164).
Dalam tinjauan psikologi, psikopatologi dapat bertolak dari tiga asumsi yang
masing-masing memiliki aplikasi psikologis yang berbeda. Asumsi pertama
dikembangkan oleh aliran psikoanalisa yang ditokohi oleh Sigmund Freud.
Menurut Freud, pada dasarnya jiwa manusia itu dilahirkan dalam keadaan sakit,
jahat, buruk, bersifat negatif atau merusak. Agar manusia berkembang dengan
positif, diperlukan cara-cara pendamping yang bersifat impersonal dan direktif
atau mengarahkan. Asumsi kedua, dikembangkan aliran behavioristik oleh BF.
Skinner. Menurut aliran ini, pada dasarnya jiwa manusia itu dilahirkan dalam
kondisi netral (tidak sakit dan tidak sehat) seperti tabularasa (kertas putih), hanya
lingkungan yang menentukan arah perkembangan jiwa tersebut. Lingkungan yang
baik akan membentuk suasana psikologis yang baik dan harmonis, sebaliknya
lingkungan yang buruk akan berimplikasi pada gejala psikologis yang buruk pula.
Asumsi ini selain bersifat deterministik dan mekanistik juga memperlakukan
manusia seperti makhluk yang tidak memiliki jiwa yang unik. Jiwa manusia
dianggap seperti jiwa hewan yang tidak memiliki kecenderungan apa-apa dan
dapat diatur seperti mesin atau robot.
Sedangkan asumsi ketiga dikembangkan aliran humanistik yang ditokohi
Abraham Maslow dan Carl Rogers. Menurut aliran ini jiwa manusia dilahirkan
dalam kondisi sadar, bebas, bertanggung jawab dan dibimbing oleh daya-daya
positif yang berasal dari dirinya sendiri ke arah pemekaran seluruh potensi
manusia secara penuh. Agar berkembang ke arah positif, manusia tidak
memerlukan pengarahan melainkan membutuhkan suasana dan pendamping
personal serta penuh penerimaan dan penghargaan demi berkembangnya potensi
positif yang melekat dalam dirinya. Normalitas manusia merupakan nature yang
alami, fitri, dan dari semula dimiliki manusia, sedang abnormalitas merupakan
nature yang baru datang setelah terjadi anomali (inkhiraf) pada diri manusia
(Mujib & Mudzakir, 2001: 165-166).
C. Laporan Pengamatan
1. Bayi
Dalam pengamatan kali ini di lakukan pada bayi berusia 9 bulan berjenis
kelamin laki-laki. Dengan berat badan 8,2 kg dan tinggi badan 67,9 cm. Seiring
kesadarannya yang berkembang, dia akan bereaksi saat berada pada situasi tertentu
yang sebelumnya tidak menjadi masalah untuknya, seperti lampu kamar yang
dimatikan atau menangis saat anda berangkat bekerja. Kabar baiknya adalah bayi 9
bulan umumnya tidak akan menangis dalam waktu lama karena perhatiannya dapat
dengan mudah dialihkan.
Kriteria perilaku normal dan abnormal yang ada pada bayi tersebut antara lain:
1. Kemampuan Motorik
Secara umum, bayi 9 bulan membutuhkan ruangan yang lapang dan aman
untuk bergerak, seperti merangkak, berdiri, serta menjelajahi sekitarnya. Hal
ini dikarenakan dia sudah dapat melakukan berbagai hal, seperti di antaranya:
 Dapat mengeluarkan benda dari dalam kotak mainannya. Dia akan
senang memindahkan mainan aneka warnanya dari satu tempat ke
tempat lain. Anda juga dapat menjadi teman mainnya, seperti dengan
menggelindingkan bola pada Anda berulang-ulang.
 Setelah belajar berdiri dengan berpegangan, dia akan belajar untuk
menekuk lututnya untuk duduk dari posisi berdiri.
 Bayi 9 bulan dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lain
dengan luwes.
 Sudah dapat menunjuk benda dengan jari telunjuknya.
 Di usia 9 bulan bayi Anda dapat merangkak dengan sangat aktif.
 Dia bahkan sudah dapat memegang mainan dengan satu tangan kiri dan
merangkak dengan kedua lutut dan tangan kanannya.
 Bayi 9 bulan dapat beralih posisi dengan cepat, mulai dari posisi
duduk, merangkak, kemudian memutar badan untuk mengambil
mainan.
 Dia dapat menjelajahi ruangan dengan berjalan kaki perlahan-lahan
sambil berpegangan pada sofa atau meja di sekeliling ruangan.
 Dia akan mencoba meraih berbagai benda dan memperhatikan cara
kerja satu benda dengan benda lain, seperti keran air yang dibuka atau
cara memegang telepon genggam yang mengeluarkan bunyi.
 Dapat mengangkat sesuatu dengan ibu jari tangan dan telunjuk. Juga
dapat memasukkan benda ke mulut.
 Dapat duduk tanpa bantuan orang lain
2. Kemampuan Bicara
Dia dapat makin memahami kata-kata Anda dan dapat berusaha merespons
juga dengan kata-kata. Misalnya ketika Anda bertanya, “Suara apa itu?”, dia
dapat menunjuk pada telepon yang sedang berdering. Begitu juga ketika Anda
bertanya, “Di mana bolanya?” Dia sudah bisa menunjuk ke arah benda yang
dimaksud.
Di sisi lain, dia  memahami larangan Anda dan kata ‘tidak’, walaupun
tetap  melanggarnya. Meski baru berusia 9 bulan, Anda sudah dapat
menerapkan peraturan sederhana, seperti ‘jangan membanting mainan’ atau
‘cuci tangan sebelum makan’ untuk membiasakannya membedakan hal baik
dan buruk.
Selain itu, dia sudah dapat mengucapkan kata-kata yang lebih panjang,
seperti ‘papa-papa’, ‘baba-baba’, atau mengucapkan sebuah kata dengan
benar. Dia juga dapat menirukan suara dan gerakan orang di sekitarnya.
3. Kemampuan Sosial
Pada usia ini, bayi berada pada titik puncak rasa tidak nyaman ketika tidak
berada bersama orang tua atau orang terdekatnya. Kondisi ini membuat
rekreasi bersama bayi menjadi lebih sedikit merepotkan karena dia perlu terus
menyesuaikan diri bertemu orang-orang dan suasana baru. Siapkan buku
bergambar, boneka tangan, atau mainan yang dapat berbunyi untuk
mengalihkan perhatian saat dia sedang merasa tidak nyaman. Namun sebagian
bayi 9 bulan lain bisa merasa senang menjadi pusat perhatian dan membuat
orang di sekitarnya tertawa. Dia bisa mengeluarkan suara atau gerakan-
gerakan yang dapat menarik perhatian dan mengundang tawa. Saat makan,
mungkin dia akan senang membagi-bagi atau memberikan makanannya pada
orang lain. Dengan menerimanya, Anda akan membuatnya senang.
4. Hal Lain yang Perlu Diperhatikan
Selain kemampuan motorik dan sosialnya yang sudah berkembang,
umumnya bayi 9 bulan juga memiliki kesadaran dan ingatan lebih sebagai
berikut:
 Dia sudah dapat mengingat hal-hal spesifik, seperti letak mainannya
disimpan.
 Dia dapat menirukan hal-hal yang dilihatnya, bahkan sesuatu yang
terjadi seminggu sebelumnya, seperti mengingat bagaimana cara
memainkan sebuah benda. Ini menunjukkan bahwa ingatan jangka
pendeknya sudah mulai bekerja. Sementara ingatan jangka panjangnya
baru akan berkembang setelah bayi berusia 2 tahun ke atas.
 Dia mulai sadar akan barang-barang yang menjadi miliknya, sehingga
akan bereaksi ketika ada yang mengambil barangnya.
 Mengisap adalah salah satu cara bayi untuk menenangkan dirinya
sendiri. Anda dapat memberinya dot atau empeng untuk
menenangkannya.
5. Pengamatan perilaku abnormal pada bayi ini kurang menonjol sehingga
saya hanya mengambil perkembanga si bayi secara garis besar.
Perkembangan tiap anak adalah unik. Bayi yang lahir prematur umumnya
berkembang lebih lambat dari anak-anak seusianya. Namun Anda dapat
memeriksakannya jika pada usia setahun dia masih belum dapat berdiri dengan
berpegangan, pada usia 18 bulan masih belum dapat berjalan, dan saat berusia
2 tahun masih belum dapat berjalan dengan seimbang.
 Tidak dapat duduk dengan bantuan.
 Tidak merespons ketika namanya dipanggil.
 Tidak dapat berdiri dan menopang berat badannya sendiri sambil
berpegangan atau tanpa bantuan.
 Tidak berceloteh.
 Tidak mengenali anggota keluarga atau orang-orang yang tiap hari
bersamanya.
 Tidakkah memperhatikan ke arah yang Anda tunjuk.
 Tidak dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lain.
 Tidak dapat bermain bersama orang lain.
Di samping itu, pada usia 9 bulan jalinan syaraf pada otak bayi terhubung
dengan pesat. Anda dapat terus mendukungnya dengan stimulasi yang baik,
sehingga bayi dapat menjadi lebih cepat belajar dan lebih banyak tahu.
Stimulasi tidak perlu dilakukan dengan benda atau kegiatan yang berbiaya
mahal. Kegiatan sehari-hari, seperti menyanyi, menari, membaca, bicara, serta
interaksi bayi dengan orang lain sudah menjadi stimulasi yang cukup untuk
mendukung perkembangannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut
Tidaklah mudah untuk menentukan suatu tingkah laku sebagai normal atau
abnormal. Normal menunjuk pada standar, sedangkan abnormal (ab = jauh
dari) berarti jauh dari atau menyimpang dari standar. Berikut faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku tersebut:
 Faktor keluarga.
Dalam hal ini keluarga menjadi salah satu faktor penting dalam
perkembangan anak, dimana peran orang tua lebih intens dalam
pengamatan perkembangan bayi.dimana dalam pengamatan ini orang tua
di tuntut untuk mampu memahami perkembangan baik secara motorik
maupun sosia-emosional.
 Faktor lingkungan
Faktor lingkungan menjadi sangat penting dalam perkembangan
bayi karna lingkungan menjadi salah satu dalam penentuan tingkah laku
seseorang. Contohnya dalam menyimpulkan bahwa perkembangan dan
kemampuan verbal bayi merupakan hasil dalam proses mempelajari
sesuatu yang di peroleh dari luar. Seperti menjadi pusat perhatian orang,
hal ini akan membuat dia senang dan membuat orang tertawa.

Gangguan-gangguan yang muncul.


 Gangguan tidur pada bayi
Hal yang paling penting mengisyaratkan bahwa seseorang telah
mengalami gangguan mental atau tidak adalah proses tidur.hal ini juga
berlaku pada bayi yang seharusnya memiliki waktu tidur yang cukup.
Secara spesifik bayi yang memiliki kesulitan tidur, seperti sering tidak
bisa tidur sama sekali atau sering terbangun sehingga terbiasa tidak
memiliki waktu tidur yang cukup, sehingga dapat sebagai
permasalahan serius yang mengacu pada gangguan mental.
 Terlalu fokus pada sesuatu
Kit tentu mengerti bahwa setiap bayi memang belajar untuk bisa fokus
terhadap sesuatu, akan tetapi bahwa bayi yang menunjukkan fokus
yang berlebihan pada sesuatu sehingga memberikan penolakan untuk
hal-hal lainnya dapat di kategorikan sebagai sebuah kelainan mental.
 Menunjukkan masalah dalam memberi respons
Bayi memang belum bisa berkomunikasinya, akan tetapi dalam proses
tumbuh kembangnya yang normal, ia sudah merespons melalui
berbagai gerak tubuh dan ekspresi wajah. Nah bagaimana dengan bayi
yang tidak pernah menunjukkan gerak tubuh dan ekspresi wajah nya
pada orang tua di anggap mengalami kelainan mental.
2. Anak-anak
Anak yang saya amati berusia 7 tahun dan merupakan siswa sekolah dasar
kelas 2. Anak ini mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi saat mengikuti sekolah
daring, maupun saat mengerjakan tugas sekolah yang diberikan. Jika dikaitkan dengan
tugas perkembangan anak usia 6 – 12 tahun menurut Havighurst dalam Hurlock,
1978, mengatakan bahwa salah satu tugas perkembangan anak adalah
mengembangkan kecakapan dasar dalam membaca, menulis, dan menghitung.
1. Berdasarkan hasil pengamatan saya, normal adalah suatu kebiasaan atau hal
umum yang biasa dilakukan oleh anak-anak di lingkungan sekitarnya (budaya)
tapi standar universal normal tetap dijadikan acuan. Sedangkan abnormal
adalah hal-hal yang tidak biasa dilakukan oleh anak-anak pada umumnya.
Contohnya pada saat sedang belajar gurunya menyuruh ia untuk menuliskan
kembali kata “makan” yang ditampilkan dilayar sebelumnya, tetapi ia tidak
mampu menuliskannya.
2. Kriteria normal dan abnormal yang digunakan pada anak tersebut :
a) Kriteria abnormal yang muncul pada anak tersebut (Menurut Singgih
2004:92), Sebagai berikut :
 Gangguan Perhatian
Anak tidak mampu memusatkan perhatianya kepada sesuatu hal
atau obyek tertentu untuk jangka waktu yang cukup lama. Anak tersebut
selalu mengalihkan perhatiannya pada permainan ketika gurunya sedang
mengajar.
 Keterampilan Persepsi
Perbedaan belajar yang meliputi persepsi, yaitu cara mereka
memahami dan memproses informasi yang masuk melalui pancaindra.
Seseorang melihat dengan mata, tetapi memproses dan memahami apa
yang dilihat dengan pikiran. Anak tersebut melihat kata yang ada dilayar
komputernya namun tidak mampu menuliskannya kembali.
 Kurang Ulet
Anak akan menunjukkan sifat kurang ulet dalam bekerja sehingga
pekerjaanya jarang pernah selesai. Anak juga akan mudah lelah sehingga
bila berfikir lama akan mudah menguap, menggeliat. Hal ini juga yang
sering muncul ketika anak tersebut sedang disuruh mengerjakan tugas
sekolahnya
 Selalu Berubah
Perhatian anak akan sangat tergantung pada motivasinya. Pada
motivasi yang tinggi fokus pehatian akan lebih tajam, misalnya: anak yang
saya amati lebih focus ketika ia sedang bermain game onlinenya.
b) Kriteria normal (Menurut teori Taksonomi Bloom, teori piaget, teori
kohlberg) yang muncul pada anak tersebut Sebagai berikut :
 Pada tahap ini anak sudah masuk pada ranah C3 (menerapkan) yang
masih dalam level rendah. Pada anak yang saya amati, saat awal jam
pelajaran ia masih mampu mengulangi kata-kata yang dismpaikan
gurunya.
 Kemampuan matematika anak pada fase ini masih dalam batasan
pengenalan angka, penjumlahan dan pengurangan.
 Anak berbuat baik karena ingin mendapatkan pujian.
 Anak sudah dapat menyesuaikan diri dengan nilai-nilai sosial dalam
kelompok berkaitan dengan hal baik dan buruk.
 Anak mulai patuh terhadap tuntutan atau aturan orang tua dan
lingkungan social.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan mental :
a) Kurang maksimalnya pendidikan moral dan agama. Daradjat (1989)
mengatakan bahwa yang menyebabkan kenakalan anak dan remaja adalah
kurang terlaksananya pendidikan moral dengan baik.
b) Dinamika keluarga. Dinamika keluarga yang tidak sehat dapat
mengakibatkan perilaku menyimpang. Misalkan dinamika keluarga yang
tidak sehat adalah penganiayaan anak. (Glod, 1998). Selain itu, disfungsi
sistem keluarga (misalkan, kurangnya sifat pengasuhan, komunikasi yang
buruk, kurangnya batasan antar generasi, dan perasaan terjebak) disertai
dengan keterampilan koping yang tidak adekuat antar anggota keluarga
dan model peran yang buruk dari orang tua.
c) Faktor lingkungan. Lingkungan dan kehidupan sosial yang tidak
menguntungkan akan menjadi penyebab utama pula, seperti kemiskinan,
perawatan pranatal yang tidak adekuat, dan nutrisi yang buruk.
d) Budaya keluarga. Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan
budaya sekitar dapat mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh
teman sebaya dan masalah psikologis.
e) Imitasi. Menurut Garisson (Walgito, 1995), perilaku menyimpang
(kenakalan) kadang timbul karena terlalu sering membaca buku-buku
bacaan, gambar-gambar, dan film-film yang identik dengan pelanggaran
norma.
f) Arus globalisasi. Cepatnya arus globalisasi terutama kemajuan teknologi
dalam kehidupan masyarakat, mengakibatkan berbagai informasi yang
terjadi di berbagai belahan dunia kini langsung dapat diketahui. Hal ini
dikarenakan cepatnya mengakses informasi di berbagai belahan dunia
membuat dunia ini seolah semakin sempit, dan akibatnya menimbulkan
adanya pergeseran perilaku pada individu, kelompok dan masyarakat
dalam lingkungan sosialnya.
g) Perubahan-perubahan fisik dan psikis yang sangat cepat menyebabkan
kegelisahan-kegelisahan internal, misalnya timbulnya rasa tertekan,
dorongan untuk mendapatkan kebebasan, goncangan emosional, rasa ingin
tahu yang menonjol, adanya fantasi yang berlebihan, ikatan kelompok
yang kuat, dan krisis identitas. (Kartono, 1992).
4. Jenis-jenis masalah atau gangguan abnornalitas yang umum dialami pada
masa anak-anak :
a) Perilaku bermasalah (problem behavior). Masalah perilaku yang dialami
anak dapat dikatakan masih dalam kategori wajar jika tidak merugikan
dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku bermasalah yang
dilakukan anak akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya
dengan temannya, dengan guru, dan dengan masyarakat. Misalkan,
perilaku malu dalam dalam mengikuti berbagai aktvitas yang digelar
sekolah menyebabkan seorang anak mengalami kekurangan pengalaman.
b) Gangguan perilaku menentang atau perilaku melawan atau oposisi dalam
istilah psikologi klinis disebut dengan Oppositional Defiant Disorder.
Gangguan ini merupakan gangguan yang biasanya paling banyak ditemui
pada masa anak-anak bahkan pada masa dewasa. APA menjelaskan bahwa
gangguan perilaku menentang (Oppositional Deviant Disorders) ditandai
dengan adanya perilaku menentang dan melanggar aturan. Biasanya
muncul dalam bentuk perilaku menolak mengikuti aturan dan otoritas dari
orang dewasa seperti orang tua, guru, ataupun orang dewasa lainnya
(Hairina, 2013).
c) Gangguan kecemasan atau ansietas akibat perpisahan adalah gangguan
masa kanak-kanak yang ditandai dengan rasa takut berpisah dari orang
yang paling dekat dengannya. Gejala-gejalanya meliputi menolak pergi ke
sekolah, ansietas berat terhadap perpisahan.

3. Remaja
Remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun. Masa remaja adalah
masa peralihan atau masa transisi dari anak menuju masa dewasa. Pada masa ini
begitu pesat mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik itu fisik maupun
mental. Pengamatan kali ini dilakukan kepada seorang remaja berusia 17 tahun. Pada
usia subjek dimana bisa diketahui subjek telah memasuki fase remaja lanjut dengan
ciri dirinya ingin menjadi pusat perhatian, ia ingin menonjolkan dirinya,caranya lain
dengan remaja awal. Ia idealis, mempunyai cita-cita tinggi, bersemangat dan
mempunyai energi yang besar. Ia berusaha memantapkan identitas diri dan ingin
mencapai ketidaktergantungan emosional.
Saat pengamatan dilakukan subjek kerap kali menunjukkan perilaku normal
seperti bermain dengan teman sebaya serta juga memperhatikan penampilan. Emosi
yang masih belum stabil juga muncul ketika subjek sedang bermain game di telepon
genggam miliknya. Perilaku abnormal yang ditunjukkan subjek yakni perilaku
merokok, perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan,
baik untuk diri sendiri maupun orang di sekelilingnya. Ada banyak alasan yang
melatarbelakngi perilaku merokok pada remaja. Secara umum menurut Kurt Lewin,
bahwa perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya,
perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri, juga disebabkan
faktor lingkungan. Pada subjek sendiri perilaku merokok yang ia tunjukkan dalam
sehari dapat menghabiskan satu slot rokok.
Definisi Normal dan Abnormal pada Remaja
Definisi normal pada remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi
dewasa.Pada periode ini berbagai perubahan terjadi baik perubahan hormonal, fisik,
psikologis maupun sosial.Perubahan ini terjadi dengan sangat cepat dan terkadang
tanpa kita sadari. Perubahan fisik yang menonjol adalah perkembangan tanda-tanda
seks sekunder, terjadinya pacu tumbuh, serta perubahan perilaku dan hubungan sosial
dengan lingkungannya.Terjadi perubahan psikososial anak baik dalam tingkah laku,
hubungan dengan lingkungan serta ketertarikan dengan lawan jenis.
Definisi abnormal diartikan sebagai non konformitas , yaitu sifat tidak patuh
atau tidak sejalan dengan norma sosial. Inilah yang disebut relativisme budaya bahwa
apa saja yang umum atau lazim adalah normal.Pada remaja yakni remaja belum stabil
dalam mengelola emosinya. Dalam masa peralihan remaja dihadapkan pada masalah-
masalah penguasaan diri atau kontrol diri. Pertentangan dan pemberontakan adalah
bagian alamiah dari kebutuhan para remaja untuk menjadi dewasa yang mandiri dan
peka secara emosional.
Kriteria Normal dan Abnormal
1) Kriteria Abnormal yang muncul pada subjek yakni perilaku maladjusment
 Tingkah laku salah suai akibat pemikiran yang irasional yang
dilakukan oleh peserta didik ada yang bisa menimbulkan korban fisik,
materi dan melawan status yang dimiliki oleh peserta didik.
 Tidak mampu mengontrol diri dan mudah terpengaruh oleh lingkungan
sehingga merugikan diri dan orang lain.
2) Kriteria Normal
 Subjek mulai menjaga penampilannya
 Emosi yang belum stabil ketika dihadapi dengan masalah
 Pencarian jati diri lewat teman sebaya
 Adanya ketertarikan dengan lawan jenis
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kondisi Kesehatan Mental Individu pada
Remaja
1) Faktor dalam diri anak; seperti faktor genetik, temperamen, dan kesehatan
fisik perlu diamati.
2) Faktor dari keluarga; meliputi pola asuh orang tua serta kelekatan anak
terhadap orang tua.
3) Faktor lain yang juga penting adalah pengaruh peer (teman sebaya); yang
dapat membuat anak perlu mengembangkan kemampuan terkait penyesuaian
diri dan regulasi diri.
Jenis-jenis Masalah atau Gangguan Abnormalitas yang Umum Dialami oleh
Remaja
1) Gangguan perkembangan pervasive
2) Retardasi mental
3) Gangguan belajar
4) Gangguan komunikasi
5) Kecemasan dan depresi
6) Gangguan eliminasi

4. Dewasa
Definisi Normal dan Abnormal

o Pada Orang dewasa


o Normal adalah suatu kondisi dimana seseorang mampu menyesuaikan diri
, mampu menyelesaikan permasalahan secara efektif dan dapat membina
dan menghargai hubungannya dengan orang lain dalam menjalani
kehidupan sehari harinya .
o Abnormal adalah kondisi yang bertolak belakang dengan kondisi normal
dimana suatu kondisi pada seseorang yang mana keadaan pikiran , atau
cara bertingkah laku merusak kemampuannya untuk menghadapi
tantangan dalam kehidupannya sehari hari sehingga mempengaruhi
aktifitas sehari harinya .
Kriteria untuk menentukan normal dan abnormalitas
 Pada orang dewasa
Normal :
- Beperilaku selayaknya / pada umumnya
- Perilaku dapat diterima secara sosial
- Dapat membangun hubungan sosial dengan orang lain
- Beraktifitas secara lancar ( kantor )
- Melakukan pekerjaan dengan baik dan benar
- Berperilaku dan bersikap sesuai norma norma yang berlaku
Abnormalitas (Kriteria abnormalitas menurut Mental Health
Professionals):
- Berperilaku tidak sesuai / pada umumnya
- Berperilaku menyimpang (masalah dalam hal penyesuaian diri dengan
lingkungan sosial mereka)
- Personal Disstress (Gangguan secara spesifik)

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kondisi kesehatan mental individu


pada setiap kelompok usia?

 Pada orang dewasa


- Faktor lingkungan (sulit beradaptasi dengan lingkungan)
- Faktor psikologis (Stress berlebihan, Depresi , Gangguan kecemasan
dll)
- Faktor internal ( sulit bersosialisasi , penyendiri , sulit membangun
hubungan dengan orang lain , sulit menyelesaikan permasalahan )
- Faktor biologis ( yang berhubungan dengan gangguan neurofisiologi ,
sistem endoktrin , sensori , atau pada saat masa kehamilan)

2) Jenis-jenis masalah atau gangguan abnornalitas yang umum dialami oleh setiap
kelompok usia
 Pada orang dewasa
- Gangguan kecemasan berlebihan , Gangguan kecemasan ini pada
umumnya menyerang orang dewasa dan anak-anak. Beberapa tanda
atau ciri Anda terkena gangguan kecemasan antara lain panik, selalu
terburu-buru, mudah cemas, dan takut pada hal-hal sepele. Orang
dengan gangguan ini akan terus merasa ketakutan dan tidak tenang.
Jika tidak ditangani dengan segera maka bisa menyebabkan beberapa
gangguan kesehatan fisik tubuh seperti pusing, otot yang tegang, mulut
kering, dan rasa kebas (mati rasa).
- Gangguan Mood , perilaku yang ditunjukan antara lain larut dalam
kesedihan dalam waktu lama, tidak pernah merasa bahagia, hilang
nafsu makan, pola tidur yang berubah dan tidak teratur, dan merasa
tidak berguna.
- Gangguan adiksi dan kontrol impuls (Gangguan ini dicirikan dengan
ketagihan pada obat-obatan, ketagihan mencuri, dan suka melakukan
kegiatan merusak atau destruktif.)

5. Lanjut Usia (Lansia)


Dalam pengamatan ini dilakukan kepada lansia wanita dengan umur sekitar 58
tahun yang sudah ditinggal mati oleh suaminya. Perilaku sehari-hari hanya yang
dilihat adalah ia membantu anaknya memasak,bermain dengan cucu-cucunya dan
biasanya ia duduk-duduk di ruang tamu atau di teras rumahnya. Namun ada beberapa
perilaku menyimpang yang kadang ia tunjukan seperti suka mengamuk tidak jelas
kepada tetangga sekitar dan sering berkata kalau tetangga mencuri barangnya dan
ingin membunuhnya. Bahkan ketika ada orang baru yang datang kerumah
tetangganya lansia tersebut tidak segan-segan untuk mengamuk kepada orang baru
itu. Kata yang sering diucapkan oleh lansia tersebut adalah “ kalian mau datang untuk
mencuri harta milik saya, kalian itu miskin” dan kata-kata yang lain yang tidak jelas
bagi tetangga-tetangganya. Hal itu biasanya terjadi ketika tetangganya sedang
berkumpul ramai-ramai dirumah mereka. Pada saat dia mengamuk dan ada anaknya,
maka akan ditegur pada awalnya namun lama kelamaan makin kesini anaknya pun
malas untuk menegur lansia tersebut, kecuali perilaku lansia itu sudah yang sangat
berbahaya seperti ingin melempar menggunakan batu, disitu baru anaknya akan
menegur. Ia bersama keluarganya tidak akan mengamuk namun kepada orang lain
atau tetangganya baru ia mengamuk dan menunjukan perilaku menyimpang tersebut.
Definisi normal dan abnormal
Definisi normal menurut pengamatan pada kelompok umur lansia adalah
dimana ketika seseorang mulai mengalami penurunan dalam segala aspek pada masa
tua dan perilaku yang tunjukan sesuai dengan norma yang ada dalammasyarakat dan
dapat diterima serta tidak menyimpang dari hal-hal yang seharusnya terjadi.
Definisi abnormal menurut pengamatan pada kelompok umur lansia adalah
dimana seseorang ketika dalam masa tuanya tidak mencerminkan perilaku yang baik
seperti tingkat emosional yang tidak terkontrol dengan baik, mengalami gangguan
mental dan hal-hal diluar batas lainnya. Hal tersebut bisa dipicu dari lingkungan
sekitar baik itu keluarga maupun anggota masyarakat sekitar atau adanya gangguan
mental dari orang tersebut.
Kriteria normal dan abnormal
a. Kriteria normal
- Bertingkah laku sesuai aturan dalam masyarakat sekitar
- Perilaku saling menghargai antar sesama
- Sikap toleransi yang baik kepada sesama
b. Kriteria abnormal
- Berbicara asal kepada orang lain
- Menunjukan perilaku berbahaya
- Melanggar normal sosial di lingkunngan
- Menyakiti atau mengganggu orang lain
- Sikap Tidak bertanggungjawab
- Perilaku maladaptif
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan mental individu
pada umur lansia
1. Kondisi fisik
kondisi fisik disini adalah ketika seseorang merasa ia sudah tidak
bisa melakukan segala aktivitas sebagaimana mestinya akibat penuaan,
sehingga terkadang ia tidak bisa menyesuaikan diri sehingga dapat
mengakibatkan depresi pada lansia tersebut. Yang biasanya terjadi juga
lansia ketika merasa dirinya sudah tak sekuat dulu ia akan merasa tertekan
dan merasa dirinya tak berarti bagi orang-orang sekitar. Akibatnya akan
ada penurunan pada kesehatan mental lansia.
2. Faktor keluarga
Kebanyakan orang yang sudah berumur akan bergantung pada
keluarganya baik itu anak, menantu dan juga keluarga yang ada. Disini
peran keluarga sangat penting bagi kesehatan mental lansia. Apalagi
ketika lansia yang sudah kehilangan pasangan hidupnya, disini keluarga
harus bisa memberikan kasih sayang dan perhatian lebih dan harus bisa
mengurus lansia dengan baik dan membantu lansia untuk menyesuaikan
diri dengan hal-hal seperti itu. Ketika keluarga kurang memperhatikan hal-
hal tersebut, lansia akan merasa kesepian dan itu dapat berdampak pada
kesehatan mentalnya.
3. Faktor lingkungan sosial
Faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan mental pada lansia
adalah lingkungan sosial dimana ketika seseorang menjadi tua ia akan
merasa diasingkan dari lingkungannyam hal tersebut dapat menyebabkan
ia merasa cemas dan juga stress akibat rasa asing tersebut.
4. Faktor psikososial
Psikososial merupakan hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan sehingga membawa lansia kearah kerusakan atau
kemerosotan yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak
misalnya, bingung, panic, depresif, dan apatis. Hal itu biasanya bersumber
dari munculnya stressor psikososial yang paling berat seperti, kematian
pasangan hidup, kematian anak atau saudara dekat, atau trauma psikis.

Jenis-jenis masalah atau gangguan abormalitas yang umum dialami oleh lansia
1. Kecemasan yang berlebihan
Ketika seseorang sudah memasuki tahap lansia akan terjadi perubahan-
perubahan fisiologis maupun psikososial yang akan berpotensi pada masalah
kesehatan baik itu fisik maupun psikologis. Salah satu masalah psikologisnya
yaitu muncul kecemasan. Kecemasan disini diartikan sebagai kondisi emosi yang
menimbulkan ketidaknyamanan ditandai dengan perasaan khawatir, kegelisahan
dan ketakutan sehingga dapat mengganggu kehidupan lansia. Rasa cemas sendiri
normal terjadi pada setiap manusia, namun ketika rasa cemas itu bertambah dan
makin merugikan kesehatan maka itu akan menjadi suatu gejala sakit mental.
2. Stress
Diketahui bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia dapat
berkembang menjadi masalah-masalah lain yang seringkali juga disertai dengan
terjadinya perubahan konsep diri. Stres merupakan reaksi fisiologis dan
psikologis yang terjadi jika seseorang merasakan ketidakseimbangan antara
tuntutan yang dihadapi dengan kemampuan untuk mengatasi tuntutan tersebut.
Stres dapat dikatakan adalah gejala penyakit masa kini yang erat kaitannya
dengan adanya kemajuan pesat dan perubahan yang menuntut adaptasi seseorang
terhadap perubahan tersebut dengan sama pesatnya. Usaha, kesulitan, hambatan,
dan kegagalan dalam mengikuti derap kemajuan dan perubahannya menimbulkan
beraneka ragam keluhan.
3. Depresi
Depresi pada lanjut usia sangat sering terjadi dan secara bermakna
menurunkan kualitas kehidupan para lansia. Depresi sering dianggap sebagai
bagian yang biasa dari proses penuaan sehingga sering tidak menjadi perhatian.
Depresi yang terjadi pada usia lanjut, banyak disertai organik patologis, seperti
kelainan neurologis, kelainan struktur otak dan pembuluh darah subkortikal,
adanya penebalan intima-media dari arteri karotis yang merupakan marker
artherosklerotik. Depresi tanpa kesedihan sering terdapat pada usia lanjut,
sindroma penurunan (depletion syndrome) berupa penarikan diri, apatis,
kekurangan energi atau kurang aktif.
D. Kesimpulan
Dari uraian di atas, kami menyimpulkan bahwa:
 Normal adalah keadaan sehat (tidak patologis) dalam hal fungsi
keseluruhan. Perilaku Normal adalah perilaku yang adekuat (serasi dan
tepat) yang dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya.
 Abnormal adalah hal-hal yang kurang atau tidak lazim dan menyimpang
dari yang normal (tidak biasa terjadi).
 Ada dua pendekatan dalam membuat pedoman tentang normalitas, yaitu
Pendekatan Kuantitatif (berdasarkan patokan statistic) dan Pendekatan
Kualitatif (berdasarkan observasi empirik).
 Psikopatologi (psychopathology) adalah cabang psikologi yang
berkepentingan untuk menyelidiki penyakit atau gangguan mental dan
gejala-gejala abnormal lainnya.
 Dalam tinjauan psikologi, psikopatologi dapat bertolak dari tiga asumsi,
yakni Asumsi Psikoanalisa (Freud), Asumsi Behaviouristik (Skinner) dan
Asumsi Humanistik (Maslow dan Rogers).
 Ada beberapa kriteria yang harus ditentukan untuk untuk menentukan
penilaian akan abnormalitas, salah satunya adalah yang dikemukakan
Spencer, dkk (2002).
 Perilaku abnormal dapat terjadi pada semua kelompok usia dan
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, seperti kebutuhan, genetik,
persepsi dan pola piker, sosial budaya, sistem kepercayaan dan masih
banyak lagi.

Referensi:

Alim Abdul. (2009). Mengatasi Sulit Konsentrasi Pada Anak Usia Dini. Jurnal Medikora.
5(1), 55-70.
Cooper, M., Hooper, C., & Thompson, M. (2005). Child and Adolescent Mental Health:
Theory and Practice. United Kingdom: Edward Arnold Ltd.
Dadang hawari. (2006). Managemen stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: Gaya Baru
Daradjat, Z. (1973). Peran Agama Dalam Kesehatan Mental. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Damanik & Achmad Chusairi. Jakarta: Erlangga. Kartono, K. (1992). Patologi Sosial 2
Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Gunatirin, Elly Yuliandari (2018) Kesehatan Mental Anak dan Remaja. In: Kesehatan Mental
Anak dan Remaja. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Jeffrey S. Nevid, Spencer A. Rathus, Beverly Greene (2002). Psikologi Abnormal. Edisi 5
Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Rahmawati, A. D. (2013). Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik
Dalam Keluarga (1st ed.). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Santrock, J. W. (2002). Life-Span Development. Perkembangan masa hidup. Alih Bahasa:
Juda.
Santrock, J. W. (2012). Life – Span Development, Perkembangan Masa Hidup (Edisi
Ketigabelas) Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Singgih D Gunarsa , (2004). Psikologi Olahraga Prestasi. Jakarta , Gunung Mulia.
Walgito, B. (1995). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta : Andi Offset
http://psikologi.uin-malang.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/3-Konsep-Normal-dan-
Abnormal-klasifikasi-gangguan-jiwa.pdf
https://www.psikologimultitalent.com/2015/10/pengertian-normal-dan-abnormal-
dalam.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai