Anda di halaman 1dari 8

Psikoterapi dalam Pendekatan Psikoanalisa

Psikoterapi pendekatan psikoanalisa ini, umumnya berlangsung


lama karena berusaha merekonstruksi kepribadian seseorang
setelah dibongkar isi ketidaksadarannya.Seseorang menjadi
sakit atau terganggu bila banyak mengalami represi. Untuk
menjadikannya seorang yang sehat, ia harus mengurangi
represi, mengurangi isi ketidaksadaran yang mengganggu,
dengan jalan lebih menyadari apa yang ada di dalam dirinya.
Terapis yang melaksanakan psikoterapi berorientasi
psikoanalisis biasanya harus pernah mengalami psikoanalisis
bagi dirinya sendiri.
Sebagai contoh ni, dapat kita lihat kasus pasien yang
menunjukkan simtom perilaku gemetar. Nah di dalam
pendekatan Psikoanalisis ini, mendekripsikan simtom ini
sebagai kurangnya daya integrasi ego (Stern), atau sebgai
defense terhadap perasaan cemas atau perasaan bermusuhan
yang direpresi (Freud). Untuk pemahaman lebih lanjut atas
kasus pasien melalui riwayat hidup,dapat diteliti ada tidaknya
inferioritas (Adler), atau pola interaksi sosialnya (Horney), agar
dapat dipahami dinamika terjadinya simptom sekaligus
membahas struktur kepribadiannya.
A. Tujuan Psikoterapi
Tujuan utama psikoterapi psikodinamik adalah untuk membuat
yang tidak disadari menjadi disadari. Psikoterapi psikodinamik
ini, membantu klien menjadi sadar akan pikiran, perasaan, dan
aktivitas mental lainnya yang tidak disadari klien pada awal
terapi. Menurut Freud dan murid psikodinamiknya,
ketidaksadaran tidak hanya ada, tetapi memberikan pengaruh
yang kuat pada kehidupan kita hari demi hari, menit demi
menit.
B. Mengakses Ketidaksadaran di bagi menjadi 6 apa saja si?
1. Asosiasi Bebas
Suatu teknik dalam psikoterapi dimana sang terapis hanya
meminta klien untuk mengatakan apa saja yang dalam
pikirannya tanpa ada sensor apa pun. Klien diminta untuk
mengungkapkan setiap pemikiran yang muncul, tidak peduli
seberapa absurd, tidak pantas, tidak logis atau sepele apapun
pemikiran tersebut.
2. “Slip” Freudian
Menurut psikoterapis psikodinamik, perilaku kita telah
ditentukan sebelumnya dan tidak ada yang disebut kesalahan
acak, kecelakaan, atau slip. Jika suatu perilaku tidak dapat
dijelaskan oleh motif sadar, maka itu pasti disebabkan oleh
motif tidak sadar. Melalui cara ini kita mendapatkan sesuatu
yang salah atau lupa akan sesuatu, mengungkapkan keinginan
tak sadar. Slip Freudian contohnya kebanyakan yang bersifat
verbal, tetapi juga bias bersifat perilaku.
3. Mimpi
Psikoterapis psikodinamik percaya bahwa mimpi
mengomunikasikan materi yang tidak disadari. Teori Freud ini,
mengatakan bahwa ketika kita tidur, pikiran kita mengubah isi
laten (pikiran dan perasaan primitif di alam bawah sadar kita)
menjadi isi manifes (rangkaian mimpi sebenarnya yang kita
ingat) Proses ini disebut sebagai kinerja mimpi, menggunakan
simbol untuk mengungkapkan keinginan, yang dapat
menyebabkan keinginan tak sadar muncul dalam bentuk yang
sangat terdistorsi atau disamarkan.
Dalam psikoterapi psikodinamik, terapis menganalisis mimpi
dengan mengungkapkan makna yang tidak disadari di balik
mimpi tersebut. Terapis akan sering meminta klien untuk
membantu dalam proses interpretasi mimpi dengan
menjelaskan makna pribadi dari simbol-simbol yang muncul
dalam mimpi.
4. Resistensi
Dalam perjalan terapi, kadangkala klien menunjukan sikap
menyangkal atau enggan pada suatu topic, cara mereka
menunjukan keengganannya bisa dengan sangat jelas atau
sebaliknya, mereka mengganti topic pembahasan, mengisi sesi
terapi dengan membicarakan topic yang tidak esensial, datang
terlambat dipertemuan berikutnya atau bahkan tidak datang
sama sekali.
Perilaku klien ini di sebut dengan resistensi, yaitu dimana klien
merasa bahwa pikiran dan perasaan tak-sadar sedang di
ungkapkan secara luas (gamblang) dan cepat, yang
menimbulkan rasa was-was. Dari rasa cemas inilah yang
memotivasi klien untuk menciptakan berbagai penghalang yang
menghalangi eksplorasi pikiran dan perasaan tersebut.
5. Mekanisme Pertahanan
Dalam psikoterapis psikodinamik, mengidentifikasi mekanisme
pertahanan bawah sadar dan membawanya ke kesadaran klien
diyakini dapat meningkatkan kualitas hidup klien
Menurut Freud, proses mental bawah sadar melibatkan
pergulatan terus-menerus antara id, yang membutuhkan
pemuasan instan, dan superego, yang menuntut pengendalian
diri terus-menerus, dalam hal ini ego bertugas sebagai
penengah, membuat kompromi antara id dan superego.
# Represi.
Ketika id memiliki dorongan dan superego menolaknya, ego
dapat menekan kesadaran akan dorongan itu dan konflik
id/superego di sekitarnya. Denial (pengingkaran) adalah
mekanisme pertahanan yang serupa, tetapi secara umum
mengacu pada peristiwa yang terjadi pada kita daripada
dorongan yang muncul dalam diri kita.
# Proyeksi.
Ketika id memiliki dorongan(impuls) dan superego menolaknya,
ego dapat memproyeksikan dorongan id tersebut kepada orang
lain di sekitar kita Dengan cara ini, kita mencoba meyakinkan
diri sendiri bahwa dorongan yang tidak dapat diterima adalah
milik orang lain, bukan milik kita.
# Bentuk reaksi.
Ketika id memiliki dorongan (impuls) dan superego
menolaknya, ego bisa membentuk sebuah reaksi melawan
impuls tersebut dengan melakukan sesuatu yang merupakan
lawan dari impuls tersebut.
# Pengalihan.
Ketika id memiliki dorongan dan superego menolaknya, ego
dapat mengarahkan dorongan id ke target yang lebih aman.
Bukannya mengarahkan perilaku yang diinginkan id kepada
orang atau benda yang diinginkannya, kita mengarahkan
dorongan ke orang atau objek lain untuk mengurangi
penolakan, sehingga superego juga sedikit terpuaskan.
# Sublimasi.
Ketika id memiliki dorongan dan superego menolaknya, ego
pada dasarnya dapat menyublimkannya, mengarahkannya
sehingga perilaku yang dihasilkan benar-benar bermanfaat bagi
orang lain.
6. Transferensi
Transferensi mengacu pada kecenderungan klien untuk
berhubungan dengan terapis, yaitu, mereka secara tidak sadar
mengharapkan terapis mereka untuk bertindak sebagai orang
penting dari masa lalu klien Dengan kata lain, tanpa disadari,
klien mentransfer perasaan, harapan, dan asumsi dari
hubungan sebelumnya ke dalam hubungan dengan terapis.

C. Bentuk-bentuk Psikoterapi Psikodinamik Yang Lebih


Kontemporer
Dua contoh variasi psikoterapi psikodinamik kontemporer,
yaitu:
1. Terapi Interpersonal
Terapi interpersonal (interpersonal therapy) (IPT) awalnya
diciptakan untuk menangani depresi, tetapi sejak itu telah
digunakan untuk menangani banyak gangguan lain. Asumsi
yang mendasari IPT adalah bahwa depresi terjadi dalam
konteks hubungan interpersonal Oleh karena itu, memperbaiki
hubungan klien dengan orang lain akan membantu
memperbaiki gejala depresi klien. Terdapat 4 kategori
permasalahan interpersonal yang cenderung berkontribusi
pada masalah klien, yaitu: transisi peran, seperti menjadi orang
tua; konflik peran, seperti memasuki gerbang pernikahan;
gangguan interpersonal, seperti kurangnya dukungan social;
dan kesedihan, seperti reaksi terhadap kehilangan orang yang
dicintai.
IPT berjalan dalam tiga tahap. Tahap pertama (sekitar 2 sesi
pada banyak kasus) dengan melibatkan pengkategorian
masalah klien ke dalam salah satu dari empat kategori
permasalahan interpersonal. Tahap pertengahan (10-12 sesi)
menekankan pada perbaikan masalah klien yang telah
diidentifikasi di tahap pertama, pada tahap ini juga terapis akan
mengajari klien mengenai depresi dan gejalanya. Tahap terakhir
(2-4 sesi) melibatkan tentang tinjauan pencapaian klien,
pengakuan akan kapasitas klien untuk berhasil mengatasi
depresi tanpa bantuan terus menerus dari terapis, dan upaya
untuk mencegah kambuhan.
2. Psikoterapi Dinamika Berbatas Waktu
Psikoterapi dinamika berbatas waktu (time-limited dynamic
psychotherapy) (TLDP) adalah aplikasi modern dari apa yang
disebut “pengalaman emosional korektif. Klien akan dibawa
dalam terapi isu transferensi yang sama yang mereka bawa ke
banyak interaksi lain & tugas terapis memastikan bahwa kali ini
interaksinya akan berakhir menggunakan cara lain.
TLDP ini umumnya jauh lebih singkat dibandingkan psikoanalisa
klasik (kurang lebih 20-25 sesi; Levenson, 2010). Tugas utama
terapis merupakan mengidentifikasi "skrip" yang sepertinya
tanpa sadar diikuti sang klien. Skrip ini merupakan produk
sampingan berdasarkan interaksi-interaksi sebelumnya, saat
klien belajar mengenai apa yang paling tidak sebagian
ditimbulkan oleh penerapan skrip ini dalam interaksi atau
situasi yang tidak sesuai.
Saat terapis melakukan TLDP, mereka sering menggunakan
sebuah diagram visual yang disebut pola siklus maladaptif
(Levenson,1995). Ini merupakan contoh kerja berdasarkan isu-
isu utama klien yang dioorganisasikan sebagai empat kategori:
tindakan orang itu sendiri (bagaimana seorang pada kenyataan
berperilaku pada tempat umum), ekspektasi mengenai reaksi
orang lain, tindakan orang lain terhadap orang itu dan tindakan
orang itu terhadap dirinya sendiri. Dengan mengidentifikasi
keempat komponen siklusnya, terapis TLDP bisa membantu
klien untuk lebih menyadari mengenai pikiran & perilaku
tertentu yang berkontribusi dalam skrip keliru yang mereka
terapkan, juga cara lain yang lebih sehat untuk pikiran dan
perilaku tersebut.

Anda mungkin juga menyukai