Disusun oleh :
Esti Edyarti
(114411008)
(114411010)
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
Pendahuluan
Psikologi Klinis adalah salah satu bidang psikologi terapan selain Psikologi
Pendidikan, Psikologi Industri, dan lain-lain. Psikologi Klinis menggunakan konsepkonsep Psikologi Abnormal, Psikologi Perkembangan, Psikopatologi dan Psikologi
Kepribadian, serta prinsip-prinsip dalam assesment dan intervensi, untuk dapat
memahami masalah-masalah psikologis, gangguan penyesuaian diri dan tingkah laku
abnormal.
Psikologi klinis tidak akan pernah bisa dilepaskan dari assessment dan
diagnosa psikologis. Pada pembahasan kali ini kita akan membahas bagaimana
seorang clinician bisa menjadikan data pada assessmentnya menjadi sebuah
keputusan, keakuratan clinical judgement dan kesan (impressions), serta bagaimana
hasil dari assessment biasanya disampaikan atau dikomunikasikan sebagai laporan
klinis.
II.
Pembahasan
A. Process and Acuracy
Untuk pembahasan ini akan dimulai dari hal yang paling mendasar dari
clinical judgement yakni interpretasi.
1. Interpretation
Adalah sebuah aktivitas yang sangat penting dalam membangun
clinical judgmrnt. Interpretasi adalah hal yang dapat dilakukan seorang
clinician untuk memperkirakan apa yang sedang terjadi, berandai-andai,
membuat rancangan kemungkinan dan yang lainnya untuk mempermudah
jalannya diagnosa. Interpretasi klinis ini merupakan hal yang kompleks.
Dimana, setelah clinician mendapatkan data tes psikologis atau data
dari wawancara seperti suara, gesture dan mimic, interpretasi juga melibatkan
respon dari clinician sendiri. Meliputi apa yang ia pikirkan tentang si pasien,
koginitif clinician hingga karakteristik si clinician sendiri. Situasi juga
berpengaruh dalam clinical judgement ini. Seperti lokasi, apakah pasien
berada
di
tempat
terapi atau
di
rumah
sakit,
bagaimana
kondisi
ekonomi pada clinicians judgment ( Sutton & amp; Kessler, 1986 ). Contoh
dari responden 242 membaca case histories identik dalam segala hal kecuali
bahwa klien ditempatkan di berbagai kelas sosial ekonomi. Ketika klien
digambarkan sebagai penerima kesejahteraan pengangguran dengan ketujuhkelas pendidikan, clinician dikaitkan sebagai prognosis yang kurang
berwawasan dan cenderung untuk merekomendasikan terapi yang lebih
berwawasan.
C. Communication: The Clinical Report
Setelah clinician menyelesaikan wawancara, mengadministrasikan tes, dan
membaca sejarah/riwayat kasus; tes telah diskoring, dan hipotesis telah dibuat,
maka waktunya untuk menulis laporan. Ini adalah fase komunikasi dari proses
asesmen.
Assessor membuat laporan dengan memperhatikan adat istiadat dan halhal yang berhubungan agar bisa diterima. Laporan harus diarahkan pada orangorang yang paling mungkin menerapkannya, seperti petugas bangsal rumah sakit,
perawat, psikiater, dan lain-lain. Assessor harus meyakinkan mereka tentang
validitas laporan dan merekomendasikan agar mereka bertindak berdasarkan
laporan itu.
Tidak ada satu format laporan yang paling baik (Tallent, 1960). Sifat
rujukan, kepada siapa laporan itu diarahkan, jenis prosedur asesmen yang
digunakan, dan persuasi teoritis dari klinisi hanya beberapa pertimbangan yang
dapat mempengaruhi penyajian laporan klinis (Tallent, 1983). Dan banyak aspek
lain dari penulisan laporan telah ditentukan / dicakup oleh Hammond dan Allen
(1953), Appelbaum (1970), dan Ownby (1987).
1. The Referral Source (Sumber Rujukan)
Tanggung jawab utama dari laporan adalah untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan rujukan. Laporan tes harus menjawab pertanyaanpertanyaan yang memicu/ mendorong asesmen secara eksplisit dan hati-hati.
Jika pertanyaan tidak dapat dijawab atau tidak tepat/ pantas, maka harus
dinyatakan di dalam laporan dan diberikan alasannya. Dalam kebanyakan
kasus, kontradiksi akan melekat dengan data asesmen. Walaupun klinisi
berusaha menyelesaikan kontradiksi dan menyajikan gambaran yang terpadu/
kompak tentang pasien, ada kasus-kasus dimana resolusi seperti itu tidak
mungkin. Dalam kasus-kasus ini, kontradiksi harus dijelaskan.
Seringkali ada pembaca sekunder/ kedua dari laporan klinis
(Hammond dan Allen, 1953). Dalam keadaan tertentu, mungkin perlu untuk
mempersiapkan laporan khusus untuk orang-orang ini. Bagaimanapun juga,
laporan klinis tidak selalu berfungsi menolong langsung atau menolong secara
klinis, tapi juga berguna dalam penelitian psikologi. Informasi dalam laporan
klinis seringkali dapat menolong dalam validasi tes atau interpretasi dan
prediksi yang dibuat dari tes. Data seperti itu kadang-kadang dapat
memberikan acuan awal untuk membandingkan perubahan berikutnya pada
pasien sebagai fungsi dari berbagai bentuk intervensi.
2. Aids to Communication (Bantuan untuk Komunikasi)
Fungsi sebuah laporan adalah komunikasi. Berikut ini adalah beberapa
hal yang dapat meningkatkan fungsi itu.
Language (bahasa), Seseorang tidak boleh menulis laporan dengan jargon
tertentu, atau laporan respon pasien tes demi tes tiap menit yang
membosankan (Foster, 1951; Klopfer, 1960). Secara umum, mungkin
paling baik untuk menulis dengan gaya dan bahasa yang dapat dimengerti
oleh orang dengan kecerdasan awam. Tentu saja, jargon atau istilah teknis
bergantung kepada siapa yang melihatnya. Cukup banyak istilah teknis
dapat ditoleransi dalam laporan yang ditujukan pada kolega profesional,
tapi tidak pada orang tua.
Individualized Reports (Laporan Individual), Forer (1959), Lodge (1953),
Klopfer
(1960),
dan
Tallent
(1958),
semua
merekomendasikan
Kesimpulan
Psikologi klinis tidak akan pernah bisa dilepaskan dari assessment dan
diagnosa psikologis. Saat data terkumpul, langkah selanjutnya dalam asesmen adalah
menentukan arti dari data tersebut. Jika informasi tersebut sekiranya berguna
dalampencapaian tujuan asesmen, maka informasi itu akan dipindahkan dari data
kasar menjadi format interpretatif. Langkah tersebut biasanya disebut pemrosesan
data asesmen atau clinical judgment.