Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kemampuan kita mengenali jenis-jenis obyek yang familiar bagi kita
adalah suatu karakteristik mengagumkan yang dimiliki manusia. Kemampuan
tersebut membuat kita mengenali seorang sahabat di tengah-tengah
sekumpulan orang, mengenali sebuah lagu hanya dari beberapa nada yang kita
dengar, membaca kalimat-kalimat mengenai citarasa minuman tertentu atau
mengenali aroma setangkai mawar. Pengenalan pola dan kemampuan
mengenai objek adalah sebuah kemampuan kognitif yang pada umumnya kita
laksanakan dngan mulus, cepat, dan tanpa banyak usaha. Kita menggunakan
kemampuuan pengenalan objek dan pola sepanjang waktu, namun ironisnya
pemahaman tentang struktur kognitif yang mendukung pengenalan tersebut
baru di kembangkan baru-baru ini. Bagaimana kita dapat mengenali seseorang
yang kita ketahui? sebagai contoh, bagaimana seseorang mengenali neneknya?
Adakah semacam cetak-biru (template) yang sedemikian unik, di pikiran
anda, yang hanya cocok dengan nenek anda ? adakah sebuah prototype umum
tentang ‘nenek’ yang membuat seseoran mengenal neneknya dalam berbagai
situasi ? ketika kita melihat seseorang yang tidak asing bagi kita, apakah kita
setiap cii-ciri wajah dan membandingkannya dengan sebuah daftar ‘induk’
tentang ciri-ciri utama orang tersebut? Beberapa peneliti memberikan
hipotesis mengenai keberadaan sel nenek (grandmother cell) suatu neuron
tungggal yang nyala ketika neuron tersebut menerima sinyal-sinyal visual
tentang seseorag yang akrab bagi si pengamat.
Pengenalan pola sehari-hari melibatkan sebuah interaksi rumit antara
sensasi, persepsi memori dan pencarian kognitif dengan tujuan pengenalan
terhadap pola tersebut. Seberapapun rumitnya proses pengenalan suatu objek,
sesungguhnya proses tersebut selesai kurang dari satu detik. Berdasarkan
studi-studi laboratoris (dan pengalaman sehari-hari) kita dapat mengetahui

1
bahwa kita dapat mengenali dan mengevaluasi obyek-obyek dengan cepat dan
akurat, bahkan terhadap obyek-obyek yang asing bagi kita.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa sajakah isu-isu utama terkait Pengenalan Objek ?
2. Apakah yang di maksud dengan Teori Perseptual?
3. Apakah pengertian dari Pengenalan Pola Visual?
4. Apakah psikologi gestalt, dan bagaimanakah teori gestalt menjelaskan
persepsi ?
5. Bagaimana pengenalan objek dengan teknik pemrosesan Bottom-Up
versus Top-Down?
6. Apa sajakah karakteristik utama dari ide-ide terkait mengenai pengenalan
pola berikut ini: pencocokan template, analisis fitur, dan pembentukan
prototipe ?
7. Bagimana pengenalan pola pada Pakar?

1.3 Manfaat & Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui tentang teori Perseptual.
2. Untuk mengetahui tentang pengenalan Pola Visual.
3. Untuk mengetahui tentang teori Gestalt
4. Untuk mengetahui tentang Pencocokan Template
5. Untuk mengetahui tentang pemrosesan Bottom-Up versus Top-Down.
6. Utuk mengetahui tentang analisis fitur.
7. Dan untuk mengetahui tentang pencocokan prototype dan pengenalan pola
pada para pakar.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori-Teori Perseptual

Para psikolog yang telah mempelajari persepsi mengembangkan dua


teori utama tentang cara manusia memahami dunia. Teori pertama, persepsi
konstruktif (constructive perception) menyatakan bahwa manusia
“merekonstruksi” persepsi dengan secara aktif memilih stimuli dan
menggabungkan sensansi dengan memori. Para konstruktivis berpendapat
bahwa perubahan pola pada stimulus asli tetap dapat dikenali karena
adanya interfensi bawah – sadar (unconscious interference), yakni sebuah
proses pengintegrasian informasi secara spontan untuk menyusun interpretasi.
Sedangkan teori kedua, persepsi langsung (direct perception), menyatakan
bahwa persepsi terbentuk dari perolehan informasi secara langsung dari
lingkungan. Kedua teori tersebut sama – sama menjelaskan persepsi namun
berfokus pada tahap – tahap proses yang berbeda.
Para teknisi radar dapat menginterpretasikan pada blip (titik penanda
obyek ) di radar semata-mata berdasarkan ukuran dan bentuk blip tersebut
(secara bottom-up) atau mereka dapat menggunkan informasi tentng
keberadaan kapal-kapal musuh dengan menginterpretas blip ( jad secara top-
down). Persepsi kontruksi menggunakan srategi tpo-down sedangkn persepsi
langsung menggunakan strategi bottom-up.
2.1.1 Persepsi Konstruktif
Teori persepsi konstruktif disusun berdasarkan anggapan bahwa selama
persepsi kita membentuk dan menguji hipotesis yang berhubungan
dengan persepsi berdasarkan dari apa yang kita indera dan apa yang kita
ketahui. Dengan demikian, persepsi adalah efek dari kombinasi
informasi yang di terima system sensorik dan pengetahuan yang kita
pelajari dari dunia, yang kita dapatkan dari pengalaman. Ketika anda
melihat seorang teman anda yang datang mendatangi anda dari

3
kejauhan, anda dapat mengenalinya karna ciri-ciri fisiknya: hidungnya,
matanya, rambutnya, dan sebagainya. Anda bahkan dapa mengenali
rekan anda meskipun iya menumbuhkan janggut, atau mengubah gaya
rambutnya atau mangenakan kacamata.para konstruktivis berpendapat
bahwa perubahan pola pada stimulus asli tetap anda kenali karena
adanya interfenrensi bawah-sadar (unconscious interference) yakni
sebuah proses ketika kita secara spontan mengintegrasika informasi dari
sejumlah sumber, untuk menyusun suatu interpretasi.
2.1.2 Persepsi Langsung
Teori persepsi langsung menyatakan bahwa informasi dalam stimuli
adalah elemen penting dalam persepsi dan bahwa pebelajaran dan
kognisi tidaklah penting dalam persepsi karena lingkungan telah
mengandung cukup informasi yang dapat digunakan untuk interpretasi.
Pendukung utama teori ini adalah almarhum James Gipson dan para
muridnya di Universitas Cornell, seperti James Cutting yang
menyatakan bahwa “ persepsi langsung mengasumsikan bahwa
keanekaragaman lapisan-lapisan optic sama kayanya dengan
keanekaragaman dalam dunia ini” gagasan tersebut yang didukung oleh
para psikolog yang berorientasi ekologis, menyatakan bahwa stimulus
itu sendiri telah memiliki informasi yang cukup untuk menghasilkan
persepsi yang tepat dan tidak memerlukan adanya representasi internal.
Seorang pengamat hanya melakukan sedikit upaya dalam proses
persepsi karena dunia ini telah menyediakan sedemikian besar
informasi, sehingga pengamat tidak perlu berupaya menyusun persepsi
atau menarik kesimpulan kesimpulan.

2.2 Pengenalan Pola Visual


Masing – masing sudut pandang memiliki kesamaan dasar teori satu
sama lain, sedangkan perbedaan yang ada akan menyediakan sebuah kerangka
organsiasional. Seorang konstruktivis akan menyatakan bahwa otak bersifat
interpretatif. Otak menggunakan heuristik dan algoritma untuk memproses sinyal

4
– sinyal informasi. Namun diantara keduanya otak cenderung mengandalkan
heuristik sehingga akan sering membuat kekeliruan. Kekeliruan tersebut
umumnya bersumber pada ilusi perseptual yang menyebabkan kita melihat yang
sesungguhnya tidak ada di dunia fisik. Jenis ilusi menggambarkan cara pikiran
mengorganisasikan stimuli visual sekaligus menggambarkan pentingnya pikiran
dalam pengenalan objek adalah ilusi yang disebut kontur ilusoris (ilusory
contour). Dalam kontur ilusoris ini terdapat inhibisi lateral (lateral
inhibition) yakni tendensi dari elemen – elemen neural yang saling berdekatan
dalam retina untuk merintangi sel - sel di sekelilingnya, sehingga memperkuat
kesan terhadap kontur. Para psikolog Gestalt mengajukan argumen bahwa
manusia membentuk ilusi – ilusi subjektif karena adanya figur sederhana dan
familiar dalam wujud yang baik di sebuah lingkungan. Gagasan ini dikenal
sebagai hukum Prägnanz dan dianggap hukum utama persepsi Gestalt.

2.3 Teori Gestalt


Max Wertheimer (1880-1943) adalah seorang tokoh yang di anggap
sebagai pelopor lahirnya gestalt. Max wertheier bekerja sama dengan kedua
temannya, yaitu Wolfgang Kohler (1887-1967) dan Kurt Koffka (1886- 1941)
dalam mengembangkan teori gestalt. Aliran gestalt dalam psikologi
mempelajari gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, sehingga suatu
gejala tidak dapat dipandang dari bagian per bagian.
Gestalt mempelajari bagaimana manusia mengorganisasikan stimuli
dan bagaimana mengklasifikasikannya selama awal abad 20-an. Organisasi
pola (pattern recognition bagi para penganut aliran gestalt adalah proses yang
melibatkan kerjasama seluruh stimuli dalam menghasilkan sebuah kesan yang
melampaui gabungan seluruh sensasi. Menurut max wertheimer, beberapa
pola stimulus diorganisasikan secara spontan atau natural. Aliran gestalt
memandang bahwa dasar pengenalan pola adalah persepsi terhadap pola baru
dari stimulus. Bagian dari keseluruhan konfigurasi memiliki arti karena
mereka dilihat secara keseluran sebagai suatu bentuk, bukan sebagai bagian
dari keseluruhan bentuk tersebut.

5
Pragnanz mempengaruhi kita untuk melihat gambar disamping
sebagai suatubentuk persegi, ataupun sebuah lingkaran. Bila semua lingkaran
tersebut disusun secara berbeda, kita akan melihat adanya garis-garis yang
bersebrangan. Namun bila tata letak titik-titik tersebut tidak memiliki pola,
kita hanya melihat sebuah abstrak. Bila dari setiap dua titik yang
berdampingan kita beri jarak ekstra dengan dua deret titik di sebelahnya,
maka kita akan dapat melihat sembilan buah pola titik, dimasing-masing pola
ada dua titik, karena adanya hukum kedekatan (proxymity ). Namun bila kita
mengubah pola-pola titik seperti pola diatas, maka akan terlihat seperti baris-
baris, karena pengaruh hukum kesamaan (similarity).
Beberapa orang mungkin akan mempersepsikan kalau pola di atas
adalah sebuah segitiga. Fenomena tersebut disebut dengan hukum penutupan
atau closure. Sedangkan ketika kita sedang berusaha untuk menguraikan
sebuah stimuli perseptual, kita sedang menggunakan hukum kontinuitas.
Hukum nasib bersama (common fate) berisikan tentang gagasan bahwa
objek-objek yang menghadap, menuju maupun bergerak ke arah yang sama
pastilah bergabung dalam kelompok yang sama, sehingga di persepsikan
sebagai suatu kelompok. Studi tentang pengenalan pola oleh psikologi gestalt
memerluas bidang penelitian dalam psikologi gestalt.

2.4 Pemrosesan Bottom-Up versus Pemrosesan Top-Down


Ketika seseorang melihat kambing, bagaimana seseorang tersebut
dapat mengenali kalau itu adalah seekor kambing ketika seseorang melihat
kakek, bagaimana seseorang tersebut dapat menyebut seseorang tersebut
sebagai kakek ? apakah ada atribut tertentu yang mengakibatkan hal yang
dilihat itu sebagai kakek, dengan tongkat atau jenggot yang panjang misalnya.
Ada dua teori yang akan menjelskan pertanyaan-pertanyaan diatas.
Pertama adalah teori pemrosesan buttom-up. Teori bottom- up adalah
teori yang mengajukan gagasan bahwa proses pengenalan diawali dengan
identifikasi terhadap bagian-bagian spesifik dari suatu pola, yang menjadi
landasar pengenalan pola secara keseluruhan. Kedua adalah pemrosesan top-

6
down. Ini adalah teori yang mengajukan bahwa pemrosesan pengenalan
diawali dengan suatu hipotesis mengenai identitas suatu pola, yang diikuti
dengan pengenalan terhadap bagian-bagian tersebut, berdasarkan asumsi yang
telah di buat sebelumnya.
Seringkali pemrosesan buttom-top dengan top-down terjadi secara
bersamaan ketika seseorang mengenali suatu objek. Misalnya dalam
pengenalan sebuah wajah yang di contohkan oleh seorang ilmuan, yaitu
palmer. Bagian-bagian wajah seperti hidung, dagu, bibir dsb, menjadi suatu
bentuk ambigu ketika di tampilkan sendiri-sendiri. Kadang orang tidak
mengenali kalau yang di tampilkan adalah bentuk hidung atau bibir atau yang
lain sebagainya. Meskipun tampilan tersebut dapat di kenali apabila tampilan
di lengkapi dengan dengan informasi yang jelas dan detail. Namun bentuk-
bentuk tersebut menjadi konteks yang jelas bila di tempatkan dalam konteks
yang jelas. Menurut palmer, ekspektasi memiliki peran yang penting dalam
pemrosesan. Menurut palmer apabila dalam pemrosesan, seseorang hanya
menggunakan model pemrosesan buttom-up atau top-down saja, maka akan
muncul yang namanya parsing paradox, yaitu kesulitan-kesulitan yang di
jumpai ketika dalam pemrosesan, seseorang hanya menggunakan pemrosesan
buttom-up atau to-down saja. Seperti yang di nyatakan oleh Palmer bahwa
bagaimana seseorang dapat mengenali sebuah wajah sebelum ia pertama
mengenali hidung wajah, mata ataupun bagian wajah lainnya ? namun
bagaimana juga seseorang dapat mengenali mata, hidung, bibir apabila ia
belum mengenali bahwa bagian-bagian tersebut adalah bagian-bagian dari
wajah ?. kesulitan-kesulitan yang demikian yang disebut dengan parsing
paradox oleh Palmer.

2.5 Pencocokan Template, Analisis Fitur, dan Pencocokan Prototipe


Dalam konteks pengenalan pola dalam kajian psikologi kognitif,
template merupakan sebuah konstruk, yang ketika konstruk tersebut di
cocokkan dengan stimulus sensorik yang diterima, makan akan terjadi
pengenalan terhadap objek. Teori pencocokan template merupakan teori

7
tentang cara otak mengenali sebuah pola atau objek. Teori ini mengeluarkan
gagasan tentang pengenalan pola dalam psikologi kognitif bahwa dalam
perjalanan hidup individu, individu telah membentuk template dalam jumlah
yang besar, kemudian semua template yang telah terbentuk terasosiasi dengan
sebuah makna yang spesifik. Kemudian teori pencocokan template ini
menggambarkan pengenalan pola yang dilakukan seperti berikut.
Cahaya yang di pantukan oleh benda atau suatu pola di terima oleh
retina, untuk kemudian disampaikan kepada energi neural selanjutnya oleh
energi neural dikirim ke otak. Kemudian otak mencari bentuk tamplate dari
sensor yang di terima dalam memori-memori yang sudah disimpan otak
sebelumnya. Apabila otak menemukan tample yang disampaikan oleh neural
dalam kumpulan memori-memori yang sudah disimpan tersebut, maka
terjadilah yang namanya pengenalan pola atau suatu objek. Apabila proses
pencocokan terhadap suatu template itu selesai dilakukan, maka proses
selanjutnya dapat dilakukan, yaitu pemrosesan dan interpretasi terhadap suatu
bentuk atau pula.
Sebagai teori yang digunakan untuk memahami bagaimana proses
pengenalan pola dapat terjadi, teori pencocokan template masih memiliki
kelemahan. Kelemahannya adalah bahwa teori pencocokan templae hanya
akan terjadi bila objek yang diidentifikasikan sama persis dengan persis
dengan representesi internal, atau sama dengan karakter yang disimpan dalam
memori. Apabila ada sedikit perbedaan, maka akan terjadi kesulitan dalam
proses pengenalannya, atau seharusnya objek tidak dapat dikenali. Kemudian
kekurangan yang lain, yang juga sebagai kritik adalah apabila teori
pencocokan template ini benar, maka otak akan menyimpan berjuta-juta
template, bahkan lebih agar otak mampu mengidentifikasi templae dengan
karaktear pola baru yang dilihat oleh mata.
Kelebihan dari teori pencocokan templae adalah peran otak. Jelas agar
mampu mengenali suatu pola, ataupun mengidentifikasi pola baru yang
dilihat dengan template, otak harus membandingkan dan ngidentifikasi

8
apakah karakter pola yang dilihat sama dengan template yang sudah di
arsipkan di otak.
Sebuah pendekatan terhadap problem bagimana kita menyaring
informansi dari stimuli rumit di sebut pendekatan analisis fitur (feature
analysis). Teori menyatakan bahwa pengenalan objek merupakan pemrosesan
informasi tingkat tinggi yang di dahului oleh pengidentifikasian stimuli
kompleks yang masuk ke retina sesuai fitur-fitur yang lebih sederhana.
Dengan demikian, menurut pendekatan ini sebelum kita memahami
keseluruhan pola informasi visual, kita mereduksi dan menganalisis
komponen-komponen infotmasi visual. Dalam sebuah level visual yang
sederhana, sebuah kata (misalnya panah) tidak serta merta di ubah menjadi
representasi definitive atau representasi visual dalam memori kita (misalnya,
“sebuah batang berujung tajan yang di tembkkan dengan busur” ). Tidak pula
kata tersebut kita baca “panah” atau kita persepsikan per huruf (p-a-n-a-h),
namun kita mendeteksi dan menganalisis fitur-fitur atau komponen-
komponen dari masing – masing huruf. Misalnya huruf a bisa di pecah
menjadi dua garus horisontal (/ \ ) kemudia garis horisontal (-) sebuah ujung
yang bersudut (^) dan dengan bagian bawah terbuka ( /---\ ).
Agar kita dapat memahami kerumita jaringan sensorik dan perseptual
yang penting dalam persepsi dan reaksi “sederhana”, pikirkanlah proses yang
terjadi saat kita memukul bola tenis. Dalam waktu kurang dari satu detik, kita
mampu mengevaluasi bentuk, ukuran, kecepatan, arah lintasan dan arah
lengung bola, serta perkiraan lokasi selanjutnya. Otak kita harus
menerjemahkan seluruh informasi tersebut (yang di rekam oleh retina dalam
bentuk dua dimensi ) bola tersebut. Selain fakta bahwa proses tersebut
berlangsung hanya dalam sekejap, sebagian besar informasi tersebut
berlangsung hanya dalam sekejap.
Pendekatan teori lain tentang pengenalan suatu pola adalah teori
pencocokan prototipe. Pencocokan prototipe lebih dari sekedar bentuk
spesifik dari suatu template atau bahkan membentuk beragam fitur yang akan
kita identifikasi. Kita akan menyimpan sejumlah pola abstraksi dalam

9
memori, dan abstraksi tersebut berperan sebagai suatu prototipe. Sebuah pola
yang akan di inderakan selanjutnya di bandingkan dengan prototipe dalam
memori, jika ada kesamaan, maka pola dapat di kenali.
Sebagai sebuah teori pengenalan pola, pencocokan template memiliki
kegunaan dalam program-program computer (seperti penyandian bar-code ) ,
namun bentunya yang kaku, penccokan template tidak dapat menjelaskan
pengenalan pola pada manusia yang sangat beragam, akurat dan ekonomis.
Sebagai rangkuman, pengenaln pola mengasumsikan adaya suatu opersi
(suatu tindakan) ang berlangsung dalam memori. Dalam wacana yang
sederhanamenyatakan bahwa sebuah pola di identifikasi oleh sejumlah proses
yang melibatkan pencocokan informasi sensoris dengan sejumlah ingatan
yang di simpan di tempat informasi dalam memori.
2.5.1 Abstraksi informasi visual
Pencocokan template dapat terjadi dalam tahap pengenalan visual.
Namun pada tahap yang lebih tinggi, atau tahap yang lain mungkin
akan menggunakan pencocokan prototipe. Prototipe adalah sebuah
abstraksi dari serangkaian stimuli yang mencangkup jumlah besar
bentuk-bentuk serupa dari pola yang sama.
2.5.2 Pseudomemori
Dalam sebuah eksperimen mengenai pebentukan prototype dengan
menggunakan prosedur Franks dan Bansford, Solso dan McCarthy
menemukan bahwa perisipan kerap menemukan suatu kekeliruan, yakni
“mengenali” prototype sebagai suau bentuk stimulus yang pernah di
tampilkan sebelumnya (padahal prototype sebelumya telah di tampilkan
) bahkan partisipan merasa lebih yain dibandingkan saat mereka
mengidentifikasi bentuk-bentuk yang memang sudah pernah mereka
lihat sebelumnya. Fenomena ini disebut pseudomemori (pseudomemory
) atau memori semu. Solso dan McCarthy mengajukan hipotesis bahwa
prototype di bentuk berdasarkan fitur-fitur yang sering di jumpai
partisipan. Fitur-fitur tersebut, seperti garis-garis individual dalam suatu
figure atau bagian-bagian wajah manusia, di simpan dalam memori.

10
2.5.3 Teori pembentukan Prototype
a. Teori tendensi sentral
Teori ini menyatakan bahwa sebuah prototype di
konseptualisasikan mewakilinilai rata-rata (mean) dari suatu
eksemplar penelitian posner dan keele cenderung mendukung teori
ini.mereka neyakini bahwa prototype di presentasikan secara
matematis melalui seebuah titik hipotik melalui titik hipotok dalam
ruan muti dimensi, tang di dalamnya niai rata-rata jarak antar
atribut saling bersilangan.
b. Teori frekuensi atribut
Menyatakan prototype mewakili mode atau kombinasi atribut-
atribut yang sering di alami seseorang.. dalam teori ini, suatu
protipe bersinonim dengan “contoh terbaik” dari suatu rangkaian
pola. Sebuah prototype adalah suatu pola yang menggabungkan
fitur yang paling sering di jumpai pengamat, yang di tampilkan
dalam rangkaian eksemplar.

2.6 Pengenalan Pola pada Pakar


Chase dan Simon mempelajari problem ini dengan menganalisis pola
rumit yang di hasilkan oleh buah-buah catur di atas sebuah papan catur.
Selain itu para peneliti tersebut menganalisis pola rumit yang perbedaan
antara maestro-maestro catur catur denganpara pemain amatir. Dalam studi
tersebut, pola tersusun dari kumpulan sejumlah objek. Secara intuitif, kita
mengetahui bahwa perbedaan kognitif antara seorang maestro catur dengan
seorang yang amatir terletak padda seberapa banyak langkah yang dapat di
rencanakan oleh maestro di banding amatir. Intuisi tersebut ternyata keliru,
setidaknya menurut penelitian groot, yang menemukan para maestro dan
pemain amatir merencanakan kemungknan langkah dan jumlah yang sama,
mempertimbangkan jumlah langkah dan an proses pencarian yang sama.
Chase dan simon menguji hipotesis inimenggunakan tigajenis partisipan,
seorang maestro, sorang pemain catur level Adan seorang amatir. Dalam

11
eksperimen tersebut, para partisipan di minta untuk merekonstruksi duapuluh
pola buah –buah catur , sepuluh pola di babak pertengahan dan sepuluh pola
di babak ahir.
Eksperimen Chase dan Simon memiliki dampak teoritik yang
signifikan. Bongkahan informasi yng d satukan oleh hubungan yang bersifat
abstrak mungkin merupakan landasan teorisintaksis pola. Potongan informasi
yang idak disertai konteks yang bermakna atau sulit di kelompokkan ternyata
lebih sulit di sandikan , apapun bentuk informasi itu. Namu, apabila
inforrmasi tersebut di tempatan pada sebuah struktur yang tepat, informasi
tersebutmenjadi signifikan karna dapat d abstraksikan dengan mudah menjadi
satu.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kemampuan mengenali dan mengolah pola-pola dan objek visual
telah dipelajari dari sejumlah perspektif teoritik : psikologi Gestalt,
pemrosesan bottom-up dan pemrosesan top-down, pencocokan template ,
analisis fitur, dan pengenalan prototype. Para psikolog Gestalt mengajukan
gagasan bahwa persepsi pola visual diorganisasikan sesuai prinsip
keterdekatan, kesamaan dan pengorganisasian spontan. Pengenalan objek
dapat diawali oleh pengenalan terhadap pola, yang kemudian diikuti
kesimpulan terhadap bentuk keseluruhan (pemrosesan bottom-up) namun
dapat diawali pula dengan dibentuknya suatu hipotesis yang dibuat oleh
pengamat, yang menyebabkan pengenalan terhadap keseluruhan pola dan
diikuti pengenalan komponen-komponen pola (top-down ).
Studi-studi eksperimental menunjukkan bahwa persepsi terhadap
objek sangat dipengeruhi oleh hipotesis yang disusun pengamat berdasarkan
konteks stimuli . teori pencocokam template menunjukkan gagasan bahwa
pengenalan objek terjadi ketika representasi internal stimuli tersbut sama
persis dengan stimuli yang diindra istem sensorik. Teori ini memiliki
kegunaan konseptual dan praktikal, namun tidak dapat menjelaskan
prosesproses kognitif yang rumit, seperti kemampuan kita menginterpretasi
bentuk-bentuk yang asing dengan cepat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Solso, Robert L, dkk. 2007. Psikologi kognitif. Jakarta. Erlangga


http://nurul-h--fpsi.web.unair.ac.id/artikel_detail-64979-umum-pengenalan-objek-
dan-teori-teori-perseptual_54f433407455137e2b6c8a1b
http://sumberrbelajar.wordpress.com/teori-sensual-dan-teori-perseptual-dalam-
komunikasi-visual
http://khadranotes.blogspot.co.id/2012/12/latar-belakang-pengenalan-objek-
visual.html
http://www.academia.edu/9496492/psikologi-kognitif
http://ilmu-psikologi.blogspot.co.id/2012/04/pengenalan-pola.html
http://nurul-h--fpsi10.web.unair.ac.id/artikel_detail-64979-umum-Pengenalan
%20Pola.html
http://riskofdawn.blogspot.co.id/2012/12/pengenalan-pola-benda-psikologi.html
http://www.kompasiana.com/esthu666/pengenalan-objek-dalam-psiko-
kognitif_54f44fb9745513a32b6c897a
http://www.scribd.com/doc/188263620/Makalah-Psikologi-Dasar-Pengenalan-
Pola#scribd
http://modul.mercubuana.ac.id/modul/Fakultas%20Psikologi/Psikologi/Yenny%

14

Anda mungkin juga menyukai