Anda di halaman 1dari 11

Budaya dan Kepribadian

Matsumoto dan Juang (2004) mendefinisikan


kepribadian sebagai satu set perilaku dan ciri-ciri
kogniif, sifat (trait), atau predisposisi
(kecenderungan) yang relatif berlangsung secara
terus menerus, dan dibawa oleh seseorang dalam
berbagai konteks kehidupannya serta saat
berinteraksi dengan orang lain sehingga
membedakannya dengan orang yang lainnya.
Allport (dalam sarwono, 2014) berpendapat bahwa
kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri
individu yang terdiri atas ciri-ciri psiko-fisik yang
menentukan cara manusia menyesuaikan diri
dengan lingkungannya.

Allport

Motif &
Dorongan
Dorongan bermula dari
motif, namun dorongan
bisa berkembang
sehingga melebihi motif.

Inti
kepribadian
adalah Trait
Trait
Kardinal

Trait
Sentral

Trait
Sekunder

Sifat yang
dominan

Sifat yang sering


digunakan untuk
menyebut
seseorang
Sifat yang
muncul dalam
situasi
tertentu

Meskipun motifnya sudah


selesai, dorongan dapat
berjalan terus dan
berusaha untuk
menghasilkan sesuatu
yang lebih baik.

Dorongan untuk terus


berputar disebut Otonomi
Fungsional (functional
autonomy)

Paradigma

Antropologi

Budaya

Psikologi

Lintas Budaya

Ulayat

Antopologi :
Paradigma antropologi mengutamakan proses belajar
melalui praktik budaya, bukan pada faktor biologis dan
evolusi.
Meinarno dkk (2011) menyebutkan bahwa dalam paradigma
ini budaya dan kepribadian harus dilihat sebagai keutuhan
aspek di lapangan, bukan system yang dilihat secara
terpisah.
Psikologi :
Dalam paradigma psikologi, hal yang lebih ditekankan
adalah sifat (trait) (G.W Allport).
Meskipun para ahli memiliki pendapat yang berbeda-beda
namun mereka sepakat bahwa kepribadian itu merupakan
sesuatu yang relatif stabil dalam berbagai konteks dan
situasi.

Lintas budaya
Paradigma lintas budaya memandang kepribadian sebagai gejala
universal yang sama bermakna dan relevannya antar budaya
yang diteliti.
Ulayat (Indigenous)
Dalam paradigma ini kepribadian dipandang sebagai sifat-sifat
yang hanya ditemukan di lingkungan etnik tertentu saja. Pada
umumnya, tidak hanya konsep kepribadian yang mengakar dan
berasal dari kelompok budaya tertentu, namun metodelogi yang
digunakan dalam penelitian harus disesuaikan dengan budaya
tersebut.
Budaya
Paradigma budaya mengatakan bahwa kepribadian bukan hanya
dipengaruhi oleh budaya, namun juga dibentuk olehnya. (Markus
& Kitamaya,1998)

Pengukuran Kepribadian
Dalam pengukuran kepribadian, ada beberapa
hal yang menurut psikologi dapat diukur, yaitu:
Kecerdasan (IQ)

Sikap

Kreatifitas (CQ)

Minat

Emosi (EI)

Locus of control

Religiusitas

Extraversion dan
intervertion

Konsep-konsep ini diukur menggunakan metode


psikometri. Contohnya MBTI
Pengukuran ini sering digunakan dalam konteks
lintas budaya. Untuk itu diperlukan penerjemah
yang baik untuk menjaga reliabelitas dan
validitas.

Budaya dan Five Factor Model dari


Kepribadian

Five factor model (FFM) dari kepribadian adalah model konseptual


yang terdiri dari lima dimensi dasar yang terpisah dan tampak
sebagai konsep yang universal untuk semua orang (Matsumoto
&Juang,2004)
Fiske (1949)

Norman (1963)

McCrae dan Costa


(1990)

Confident selfexpression

Surgency

Openness

Social adaptability

Agreeableness

Conscientiousness

Conformity

Conscientiousness

Extravertion

Emotional control

Emotional stability

Agreeableness

Inquiring intellect

Culture

Neurotcism

Eysenck (1992) melakukan penelitian mengenai trait pada kembar


identic dan frenatal. Hasil penelitian menunjukan bahwa anak
kembar identic cenderung memiliki trait yang sama dibandingkan
dengan anak kembar frenatal.

Fanny Cheung dkk (2011) menemukan trait lain diluar FFM di Cina.
Trait tersebut diantaranya harmoni, ren qing (orientasi hubungan
social), irit (thrift) dan foya-foya (extravagance), mentalitas Ah-Q
(defensive), dan muka (tidak mau kehilangan muka).

Di Filipina, Tim Church (1986) menemukan pakamadaldal


(keingintahuan social), pakamapaksapalaran (pengambilan resiko),
dan religiousity ( ketaatan beragama).

Penelitian mengenai Locus of Control (LOC) menunjukan bahwa


orang di Negara barat (Amerika Serikat) memiliki LOC yang
berbeda dengan orang-orang di Negara timur (Jepang) (Berry dkk,
1992).

- Orang dari negara Barat cenderung memiliki


LoC internal.
Ketika seseorang mendapatkan musibah (kebakaran)
orang tersebut beranggapan bahwa mereka yang
bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

- Orang dari negara Timur cenderung memiliki LoC eksternal


Sedangkan di negara Timur, ketika seseorang
mendapatkan musibah (kebakaran) orang
tersebut cederung untuk beranggapan bahwa hal
yang menimpa dirinya merupakan hal yang ada di
luar kendali mereka.

Anda mungkin juga menyukai