Anda di halaman 1dari 11

PERKEMBANGAN SOSIOEMOSI DI MASA DEWASA TENGAH

(Psikologi Perkembangan 2)

Anggota Kelompok 6:

1. Eriyanto Manurung (201410515143)


2. Indah Permatasari Risa Putri (201410515090)
3. Syukur Abdullah (201410515129)

Semester 3 sore B
1. Teori Kepribadian dan Perkembangan
a. Tahap-tahap Masa Dewasa
 Tahap Generativitas versus Stagnasi dari Erikson
Erikson (1968) memberikan istilah untuk tahap ketujuh dalam teori masa-hidup
yaitu generativitas versus stagnasi. Generativitas merujuk pada hasrat orang
dewasa untuk mewariskan sesuatu dari diri mereka kepada generasi selanjutnya
(Peterson, 2002). Sebaliknya, stagnasi (sering disebut “tenggelam dalam diri
sendiri” atau “self-absorption”) akan terjadi jika individu merasa bahwa tidak ada
apa pun yang dapat dilakukan untuk generalisasi selanjutnya.
Orang dewasa yang berada di usia paruh baya dapat mengembangkan
generativitas melalui sejumlah cara (Kotre, 1984). Bentuk dari Generativitas
biologis adalah memiliki keturunan. Bentuk dari generativitas pengasuhan adalah
mengasuh dan membimbing anak-anak. Bentuk dari generativitas kerja adalah
mengembangkan keterampilan yang bisa diteruskan pada orang lain dan melalui
budaya, generativitas adalah menciptakan, memperbaharui, atau memelihara
beberapa aspek dari budaya.

 Masa Kehidupan Manusia dari Levinson


Dalam Season of a man’s life, psikolog klinis Daniel Levinson
melaporkan hasil wawancara yang dilakukan secara ekstensif pada pria paruh
baya yang berusia 40-an. Wawancara tersebut dilakukan pada pekerja yang
diupah per-jam, bisnis eksekutif, ahli biolog akademik, dan novelis. Levinson
mendukung kesimpulannya dengan menggunakan informasi yang
diperolehnya dari biografi sejumlah pria terkenal dan perkembangan karakter
yang mengesankan di literature.
Menurut Lavinson di akhir belasan tahun, seharusnya terjadi transisi dari
ketergantungan menjadi kemandirian. Levinson memandang usia dua
puluhan sebagai fase pemula (novice phase) dalam perkembangan orang
dewasa. Dari usia 28 hingga 33 tahun, seseorang mengalami transisi dimana
ia harus menghadapi pertanyaan yang lebih serius yang menyangkut
penentuan tujuannnya. Di tahun-tahun selanjutnya memasuki tahap yang
disebut Becoming One’s Own Man. Menurut Levinson transisi menuju
dewasa menengah berlangsung selama lima tahun (usia 40 hingga 45) dan
menurut pria dewasa untuk mengatasi konflik utama yang telah ada dalam
kehidupannya sejak remaja,
1. Menjadi tua versus menjadi muda,
2. Menjadi destruktif versus menjadi konstruktif,
3. Menjadi maskulin versus menajdi feminim,
4. Menjadi dekat orang lain versus menjadi terpisah dari orang lain.
Levinson memandang usia setengah baya sebagai masa kritis.
 Variasi Individual
Teori tahapan memfokuskan pada universalitas dari perkembangan
kepribadian individu ketika teori tersebut mencoba melibatkan tahpa-tahap
yang dilalui oleh semua individu di ssepanjang hidupnya. Teori ini secara
adekuat tidak membahas variasi individual di dalam perkembangan orang
dewasa. Sebuah studi luas yang melibatkan 500 pria di usia paruh baya,
misalnya, menemukan variasi individual yang luas terjadi di antara pria
(Farrell & Rosenberg,1981). Dalam pandangan mengenai variasi individual,
orang dewasa yang berada di usia paruh baya akan menginterpretasikan,
membentuk, mengubah, dan member makna pada kehidupannya.
Beberapa individu dapat mengalami krisis paruh baya dalam beberapa
konteks kehidupannya, namun tidak dalam beberapa konteks hidup lainnya
(Lachman, 2004). Contohnya; di dalam kontekas pekerjaan, seseorang dapat
mengalami badai dan stress, sementara segala sesuatunya berlangsung mulus
di rumah.
Para peneliti menemukan bahwa dari kasus-kasus individu yang
mengalami krisis paruh baya, sepertiga di antaranya menyatakan bahwa
krisis dipicu oleh peristiwa hidup seperti kerhilangan pekerjaan, masalah
financial, atau penyakit (Lachman, 2004).
b. Pendekatan Peristiwa Hidup (Life-Events Approach)
Tahap-tahap yang terkait usia mengungkapkan cara utama yang digunakan untuk
menelaah perkembangan kepribadian orang dewasa. Cara utama kedua untuk
merumuskan perkembangan kepribadian orang dewasa adalah dengan mengarahkan
perhatian pada peristiwa hidup (Serindo,2009). Di versi awal pendekatan peristiwa
hidup, peristiwa hidup dipandang sebagai kondisi yang membebani yang memaksa
mereka untuk mengubah kepribadian, kini pendekatan peristiwa hidup menjadi lebih
rumit.
Pendekatan peristiwa hidup kontemporer menekankan bahwa pengaruh peristiwa
hidup terhadap perkembangan individual tidak hanya tergantung pada peristiwa
hidup itu sendiri, namun juga tergantung pada faktor-faktor mediator (seperti
kesehatan, fisik, dukungan keluarga), adaptasi individu terhadap peristiwa hidup
(seperti penilaian mengenai ancaman, strategi penanggulangan masalah). Sebagai
contoh, kini individu lebih mampu mengatasi maslah perceraian secara efektif
dibandingkan pada tahun 1950-an karena kini peristiwa perceraian menjadi peristiwa
yang lebih umum dan diterima dimasyarakat.
Pendekatan ini memiliki kelemahan, salah satunya adalah terlalu banyak memberi
penekanan pada perubahan. Kekurangan lainnya adalah stress yang dialami,
mungkin terutama tidak disebabkan peristiwa yang besar melainkan disebabkan oleh
pengalaman kita sehari-hari

c. Stress dan kendali diri di Usia Paruh Baya


Usia paruh baya bukanlah sebuah masa dimana mayoritas orang dewasa
mengalami krisis. Seandainya mereka mengalami krisis, krisis itu sering kali
terkait dengan peristiwa hidup yang menekan. Sebuah studi menggunakan catatan
harian selama periode satu minggu menemukan bahwa baik dewasa muda dan
dewasa paruh baya memiliki hari-hari yang lebih menimbulkan stress dan lebih
banyak lagi hari-hari yang mengandung stress majemuk (Almeida & Horn, 2004).
Meskipun orang dewasa muda mengalami stressor harian lebih sering
dibandingkan dewasa paruh baya, orang dewasa menengah lebih banyak
dihadapkan pada stressor yang berlebihan yang melibatkan berbagai aktivitas
sekaligus dalam waktu yang sama. Para peneliti lainnya menemukan bahwa orang
dewasa paruh baya mengalami lebih sedikit stressor yang tidak dapat dikontrol
dibandingkan orang dewasa yang lebih muda atau lebih tua (Neupert, Almeida, &
Charles, 2007).
Para peneliti menemukan bahwa rata-rata kendali diri menurun seiring
dengan bertambahnya usia (Lachman, 2006). Beberapa aspek dari kendali diri
meningkat seiring dengan bertambahnya usia sementara yang lainnya menurun
(Lachman, 2006). Contohnya, orang dewasa paruh baya merasa bahwa mereka
mengalami rasa kendali yang lebih besar terhadap keadaan finansial, pekerjaan,
dan pernikahannya dibandingkan orang dewasa yang lebih muda, namun memiliki
kendali yang lebih kecil terhadap anak-anaknya dan kehidupan seks (Lachman &
Firth, 2004).

d. Konteks Perkembangan Individu di Usia Paruh Baya


 Konteks Historis (Efek Cohort)
Sejumlah ahli perkembangan berpendapat bahwa perubahan saat-saat
historis dan ekspektasi mempengaruhi perbedaan cohort. Bernice Neugarten
menekankan kekuatan nilai, sikap, ekspektasi, dan perilaku dipengaruhi oleh
periode ketika hidup. Neugarten berpendapat bahwa lingkungan sosial dari
kelompok usia tertentu dapat mengubah social clock.
social clock adalah fenomena masyarakat mengenai tingkah laku yang
sesuai untuk usia-usia tertentu diinternalisasi oleh individu yang diharapkan
melakukan tugas tertentu pada usia tertentu dan pada waktu yang tepat.
Contoh : Menjadi kakek-nenek di usia 50tahun dianggap tepat waktu,
sedangkan yang mempunyai cucu pertama pada usia 75tahun dianggap
terlambat.
 Konteks Gender
Para kritikus menyatakan bahwa teori tahapan perkembangan orang
dewasa mengandung bias pria. Teori tahapan orang dewasa dewasa juga
kurang menekankan pentingnya membesarkan dan mengasuh anak. Peran
wanita didalam keluarga merupakan hal yang kompleks dan lebih menonjol
dibandingkan dalam kehidupan pria.
 Konteks Budaya
Dalam banyak budaya khusunya budaya nonindustri, konsep mengenai
usia paruh baya tidak dirumuskan secara sangat jelas, atau dalam beberapa
kasus, konsep ini tidak ada sama sekali. Masyarakat nonindustri banyak yang
menyatakan individu –individu sebagai muda atau tua, namun tidak
menyatakan sebagai paruh baya, beberapa budaya tidak memiliki istilah
untuk “remaja” atau “dewasa muda” atau “dewasa menengah”
Budaya Gusii yang terletak dibagian utara Afrika Kenya. Gusii membagi
rangkaian hidup yang berbeda untuk pria dan wanita, wanita : (1)bayi,(2)
anak perempuan belum disunat,(3) anak perempuan sudah disunat,(4) wanita
yang telah menikah,(5) wanita tua,Pria : (1) bayi, (2) anak laki-laki belum
disunat,(3) anak laki-laki sudah disunat,(4) pria tua.
Bagaimana dengan usia paruh baya di budaya-budaya lain? Hal ini
tergantung pada modernitas budaya dan pandangan budaya mengenai peran-
peran gender.
2. Stabilitas dan Perubahan
a. Studi Longitudinal
 Studi Baltimore Costa & McCrae
Studi utama lain mengenai perkembangan kepribadian orang dewasa terus
dilakukan oleh Paul Costa dan Robert McCrae mereka memfokuskan pada
apa yang disebut sebagai lima faktor kepribadian, yang terdiri dari
keterbukaan terhadap pengalaman, sikap berhati-hati, keramahan,
extraversion, dan neurosisme. Faktor-faktor tersebut merupakan dimensi
penting dalam kepribadian. Dengan menggunakan tes lima faktor
kepribadian mereka mempelajari hampir seribu pria dan wanita
berpendidikan yang berusia 20 sampai 96 tahun dan menilai individu-
individu itu selama bertahun-tahun.
- Hasil untuk extraversion bersifat kompleks hingga dipilah-pilih lagi ke
dalam dominasi sosial dan vitalitas sosial. Dominasi sosial meningkat
dari remaja hingga dewasa menengah, vitalitas sosial meningkat
dimasa remaja dan kemudian menurun dimasa dewasa awal.
- Keramahan dan sikap berhati-hati meningkat dimasa dewasa awal dan
menengah.
- Neurotocism menurun di masa dewasa awal
- Keterbukaan terhadap pengalaman meningkat di masa remaja dan
dewasa awal, dan menurun dimasa dewasa akhir

Secara umum, sifat kepribadian paling banyak berubah selama masa


dewasa awal.

 Studi Longitudinal Berkeley


Studi yang melibatkan lebih dari 500 anak-anak dan orang tuanya ini
awalnya dilakukan di akhir tahun 1920-an dan awal 1930-an. Buku Present
and Past in Middle Life (Einchorn & lain-lain, 1981) menguraikan riwayat
individu-individu ini ketika mereka telah mencapai usia paruh baya. Hasil
yang diperoleh dari studi antara remaja awal hingga sebagian individu di usia
paruh baya, tidak mendukung ataupun membantah perdebatan mengenai
apakah kepribadian bersifat stabil atau berubah. Meskipun demikian, terdapat
beberapa karakteristik yang lebih stabil dibandingklan karakteristik lainnya.
Karakteristik yang paling stabil adalah karakteristik yang menyangkut sejauh
mana individu memiliki orientasi intelektual, memiliki keyakinan diri, dan
terbuka pada pengalaman baru. Karakteristik yang paling banyak berubah
adalah karakteristik yang menyangkut sejauh mana individu memiliki sifat
mengasuh atau memusuhi dan apakah mereka memiliki kendali diri atau
tidak.
John Clausen (1993), salah seorang peneliti dari Studi Longitudinal
Berkeley, menegaskan bahwa selama ini para ahli terlalu banyak
memberikan perhatian pada diskontinuitas yang terdapat pada semua spesies
manusia, sebagai gantinya, ia berpendapat bahwa beberapa orang mengalami
krisis secara berulang dan perubahan yang cukup besar sepanjang hidupnya,
sementara beberapa orang lainnya memiliki kehidupan yang lebih stabil,
memiliki kontinuitas, dan tidak banyak mengalami perubahan
 Studi Helson’s Mill College
Penyelidikan longitudinal lain mengenai perkembangan kepribadian orang
dewasa dilakukan oleh Ravenna Helson dan rekan-rekannya (Helson, 1997,
Helson & Mitchell, & Moane, 1984, Helson & Wink, 1992, Stewart,
Osgrove, & Helson, 2001). Awalnya mereka mempelajari 132 mahasiswi
senior di Mills College di California pada akhir 1950-an. Kemudia mereka
mempelajari orang-orang tersebut ketika berusia 30-an, 40-an, dan 50-an.
Helson dan rekan-rekannya membedakan 3 kelompok utama di antara para
wanita Mills, yang berorientasi pada keluarga, berorientasi pada karir, dan
mereka yang tidak mengikuti kedua orientasi tersebut. Dalam studi Mills
College beberapa wanita beralih menjadi “pilar masyarakat; di awal 40-
anhingga awal 50-an.

b. Kesimpulan
Menurut penelitian terbaru yang diulas oleh peneliti terkemuka Breant Roberts
dan Daniel Mroczek ada peningkatan bukti bahwa sifat kepribadian terus berubah
selama tahun-tahun masa dewasa, bahkan hingga masa dewasa akhir. Akan tetapi
dalam meta analisis terakhir dijelaskan perubahan sifat kepribadian terbesar terjadi
dimasa dewasa awal, dari usia 20 hingga 40 tahun. Dengan demikian, orang
menunjukan stabilitas yang lebih besar dalam kepribadiannya ketika mereka
mencapai usia paruh baya dibandingkan ketika mereka masih lebih muda, namun
bukan berarti tidak terjadi perubahan di usia paruh baya. Secara umum perubahan
sifat kepribadian selama masa dewasa juga terjadi dalam arah yang positif.

3. Relasi Akrab
a. Cinta dan Pernikahan di Usia Paruh Baya
Ada dua bentuk utama dari cinta yaitu cinta romantis dan cinta efektif. Beberapa
pernikahan dimasa dewasa awal akan terasa sulit dan terjal, akan berubah menjadi
lebih biasa dimasa dewasa menengah. Meskipun pasangan tersebut melalui
kehidupan yang sarat dengan badai, mereka akhirnya dapat menemukan fondasi
yang kokoh dalam relasi tersebut. Pasangan di usia paruh baya cenderung
memandang pernikahan mereka secara positif jika mereka melakukan aktivitas
timbal-balik.
Sebagian besar individu paruh baya yang menikah menyatakan cukup puas
dengan pernikahannya. Ada kemungkinan berbagai masalah serumit apapun telah
diselesaikan. Perceraian dimasa dewasa menengah dapat positif dalam beberapa hal,
dan negatife dalam hal lain, dibandingkan dengan perceraian dimasa dewasa awal.
Bagi individu yang matang resiko dari perceraian dapat lebih kecil dan kurang intens
dibandingkan individu yang masih muda.

b. Kekosongan dan Pemenuhannya


Sebuah peristiwa penting dalam keluarga adalah mengahantarkan anak memasuki
kehidupan dewasa. Para orang tua menyesuaikan ketidakhadiran anaknya. Pada
kenyataanya, orang tua yang hidupnya menyaksikan keberadaan anak-anak,
mungkin mengalami kekosongan, yang mencangkup menurunnya kepuasan
pernikahan setelah anak-anak meninggalkan rumah. Pada sebagian orang tua
kepuasan mereka tidak berkurang setelah anak-anak meninggalkan rumah.
Sesungguhnya, pada sebagian besar orang tua, kepuasan pernikahan mereka justru
meningkat di tahun-tahun setelah mengasuh anak-anak. Ketika anak-anak pergi,
pasangan yang menukah memiliki waktu untuk melakukan apa yang menjadi minat
karirnya dan memiliki banyak waktu bersama-sama. Dalam kondisi ekonomi yang
tidak pasti di masa sekarang, pemenuhan terhadap kekosongan menjadi lebih banyak
dilakukan karena anak-anak yang berusia dewasa kembali tinggal dirumah orang tua
mereka setelah beberapa tahun kuliah. Para orang dewasa muda juga pindah dan
tinggal bersama orang tuanya setelah karirnya tidak berhasil atau perceraian.
Beberapa individu tidak memiliki rumah hingga usia pertengahan akhir karena tidak
dapat menyokokng dirinya secara financial.

c. Relasi diantara Saudara Kandung dan Persahabatan


Bagi sebagian orang dewasa, relasi dengan saudara kandung akan berlangsung
terus seumur hidup. Relasi dimasa dewasa dengan saudara kandung bisa sangat
dekat, apatis atau sangat bersaing. Saudara kandung yang dimasa dewasa memiliki
relasi sangat dekat satu sama lain cenderung sudah memiliki kedekatan serupa saat
kanak-kanak. Kedekatan saudara kandung yang baru terjadi dimasa dewasa jarang
terjadi. Pria yang mengalami relasi persaudaraan yang buruk dimasa kecil lebih
besar kemungkinan mengalami depresi di usia 50 dibanding pria yang memiliki
relasi positif dengan saudara kandungnya ketika anak-anak.
Dimasa dewasa menengah, persahabatan tetap merupakan hal yang penting seperti
di masa dewasa awal. Dibutuhkan waktu untuk mengembangkan persahabatan yang
akrab.

d. Kakek-Nenek
Kakek-nenek memainkan peran penting dalam kehidupan cucu mereka
(Oberlander, Black, & Starr, 2007). Banyak orang dewasa menjadi kakek-nenek
untuk pertama kali di usia paruh baya. Secara konsisten, para peneliti menemukan
bahwa nenek lebih sering melakukan kontak dengan para cucu dibandingkan kakek
(Watson, Randolph, & Lyson, 2005). Kecenderunga wanita untuk mendefinisikan
peran mereka sebagai nenek, sebagian disebabkan oleh tanggung jawab untuk
membina ikatan dengan anggota keluarga antar generasi tersebut. Pria mungkin
memiliki harapan yang lebih rendah sehubungan dengan peran sebagai kakek dan
melihat peran itu lebih sebagai sesuatu yang bersifat sukarela.
 Peran dan gaya sebagai kakek-nenek
Bagi sejumlah individu lainnya, menjadi kakek- nenek dapat memberikan
imbalan biologis dan rasa kontinuitas. Bagi sejumlah individu lainnya,
menjadi kakek-nenek memberikan pengalaman pemenuhan diri yang bersifat
emosional, menciptakan rasa kebersamaan dan kepuasan yang mungkin
belum pernah dialami sebelumnya ketika berelasi sebagai orang tua-anak.
 Perubahan profi kakek-nenek
Perceraian, kehamilan remaja, dan penyalahguanaan obat yang dilakukan
orang tua, biasanya menjadi alasan utama para kakek-nenek itu untuk
kembali memegang peran sebagai “orang tua” meskipun sebetulnya hal itu
bukan tugas mereka lagi.
e. Relasi Antar Generasi
Keluarga adalah hal yang penting bagi kebanyakan orang. Ketika 21.000 orang
dewasa berusia 40 hingga 79 tahun di 21 negara ditanya “ketika anda memikirkan
tentang siapa anda, biasanya anda memikirkan ………….”. 63 persen menyatakan
“keluarga” 9 persen menyatakan “agama” dan 8 persen menyatakan “pekerjaan”.
Dalam studi ini di seluruh 21 negara , orang dewasa paruh baya dan yang lebih tua
mengekpresikan rasa tanggung jawab yang kuat antara generasi dengan keluarga
mereka,dimana ikatan antargenerasi terkuat terjadi di Arab Saudi, India, dan Turki.
Orang dalam masa dewasa menengah memainkan peran penting dalam kehidupan
orang-orang muda dan tua. Orang dewasa paruh baya membagikan pengalaman
mereka dan meneruskan nilai-nilainya pada generasi yang lebih muda.
Studi terbaru mengungkapkan bahwa sekalipun ketika orang tua yang sudah
menua mengalami masalah kesehatan, mereka dan anak-anak mereka secara umum
menggambarkan perubahan positif dalam relasi mereka pada tahun-tahun terakhir.
Akan tetapi, dalam sebagian kasus, para peneliti menemukan relasi antara orang tua
yang telah menua dan anak-anak . dalam setiap generasi baru, karakteristik
kepribadian , sikap-sikap, nilai-nilai yang ada mengalami replikasi atau perubahan.
Pada umumnya anggota-anggota keluarga berusaha membinakontak yang cukup
baik antar generasi.

Anda mungkin juga menyukai