Anda di halaman 1dari 20

PSIKOLOGI SOSIAL II

KOGNISI SOSIAL

DISUSUN OLEH :
CALVIN GUSTINOV (143310010205)
TRIA SARI (143310010147)
VIDI MARSHA LORENZA (143310010203)
TENGKU INTAN KHAIRANY (143310010151)
RAMALISA (1443310010157)
FERRY (143310010085)
GOGO RAJA BRANDY TARIGAN (143310010142)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
MEDAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai dangan apa yang diharapkan.
Adapun maksud dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Psikologi Sosial II dan juga agar penulis dan pembaca lebih mampu
memahami bahasan dari makalah ini. Makalah ini membahas mengenai salah satu
sub bahasan dari Psikologi Sosial itu sendiri yakni tentang KOGNISI SOSIAL.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pribadi
dan pembaca, serta dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan pengetahuan
kita tentang Persepsi Sosial.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan maka
dengan ini kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Akhir kata penulis mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan.

Medan, 23 Maret 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Setiap orang memilih jalannya sendiri dalam menjalani hidupnya. Dan

tidak banyak dari mereka menganggap bahwa hidup itu suatu hal yang harus
dijalani bahkan diperjuangkan. Semisal mereka memilih caranya sendiri dalam
menanggapi setiap liku kehidupan. Realitas tidaknya tindakan apa yang mereka
lakukan adalah sesuai dengan apa yang mereka pikirkan dan persepsikan. Oleh
karena itu aneh tidaknya setiap tingkah laku manusia itu adalah melainkan telah
memiliki makna tersendiri bagi mereka. Dan setiap tingkah laku itu adalah
wahana kognitif yang dijadikan upaya dalam pembentukan dunia mereka sendiri
dan bermakna bagi dirinya sendiri. Dan dalam dunia tersebut mereka
mengklasifikasikan dan menyusun objek objek tertentu yaitu orang lain.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sir Frederick Bartlett reaksi kognitif
manusia yakni reaksi dalam persepsi, imajinasi, berfikir, dan pertimbangan akal
sehatcocok bila dibahas sebagai suatu upaya yang terjadi sesudah timbulnya
maksud.

1.2

Rumusan Masalah

Adapun Rumusan Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah:
a. Apa pengertian Kognisi Sosial?
b. Apa saja teori-teori dalam Kognisi Sosial?
c. Apa saja aspek-aspek dasar dalam Kognisi Sosial?

d. Apa saja sumber-sumber potensi yang bisa menimbulkan kesalahan dalam


Kognisi Sosial?

1.3

Tujuan Masalah

Adapun Tujuan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah:
a.

Untuk mengetahui pengertian Kognisi Sosial

b.

Untuk mengetahui teori-teori dalam Kognisi Sosial

c.

Untuk mengetahui aspek-aspek dasar dalam Kognisi Sosial

a. Untuk mengetahui sumber-sumber potensi yang bisa menimbulkan


kesalahan dalam Kognisi Sosial.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Kognisi Sosial


Pengertian Kognisi Sosial menurut para ahli : Menurut scheerer (1954 :

49) kognisi adalah proses sentral yang menghubungkan peristiwa-peristiwa di luar


(external) dan di dalam (internal) diri sendiri. Menurut festinger (1957) kognisi
adalah elemen-elemen kognitif, yaitu hal-hal yang di ketahui oleh seseorang
tentang dirinya sendiri, tentang tingkah lakunya, dan tentang keadaan
disekitarnya.
Menurut Neisser (1967) kognisis adalah proses yang merubah, mereduksi,
memperinci, menyimpan, mengungkapkan dan memakai setiap masukan (input)
yang datang dari alat indera.
Menurut Baron & Byrne (2000) kognisi social adalah cara individu untuk
menganalisa, mengingat dan menggunakan informasi mengenai kejadian-kejadian
atau peristiwa-peristiwa social.[2] Dalam menganalisa peristiwa terdapat tiga
proses yaitu:
a. Attention, proses pertama kali dimana individu memperhatikan gejala
gejala social yang ada di sekelilingnya
b. Enconding, memasukkan apa yang diperhatikan ke dalam memori dan
menyimpannya

c. Retrieval, apabila kita menemukan gejala yang mirip, kita akan


mengeluarkan ingatan kita dan membandingkan, apabila ternyata sama
maka kita akan mengatakan sesuatu mengenai gejala tersebut atau
mengeluarkannya di saat akan menceritakan peristiwa yang dialami.
Kognisi adalah suatu sikap yang di pilih dalam menindaki atau menilai
seseorang atau benda yang diperoleh dari bagaimana mereka menyikapi kedua hal
tersebut. Dan kesan dari suatu hal tesebut bersifat individual. Seperti halnya, tidak
ada dua orang individu yang bisa berada dalam dunia kognisi yang sama. Kognisi
adalah konfigurasi pengetahuan yang terorganisir, berasal dari pengalaman masa
lalu yang kita gunakan untuk menginterpretasikan pengalaman kita. Sebagaimana
kita memiliki skema mengenai diri kita, kita juga memiliki skema tentang orang
lain. Pada kenyataannya kedua skema itu cukup serupa. Isi skema diri juga bisa
diterapkan pada orang lain. Psikolog Sir Fredick Bartlett (1932) memperkenalkan
istilah skema untuk menefer pada cara mempresentasikan proses memori. Dari
berbagai devinisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, kognisi sosial adalah
sebuah proses belajar yang dilakukan oleh individu dalam menyikapi atau
memahami dirinya maupun orang lain. (kognisi adalah pengetahuan dan
kesadaran) atau tata cara dimana kita menginterpretasikan, menganalisa,
mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia social. Dan kognisi social
itu terjadi secara otomatis.

2.2

Teori-teori Kognisi Sosial


Apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti dilakukan,

maka yang bersangkutan akan memilih alternative perilaku yang akan membawa

manfaat yang sebesar-besarnya. Atau biasa disebut subjective expected utility


(Fishbein dan Ajzen : 1975). Dengan kemampuan memilih ini berarti factor
berfikir berperan dalam menentukan pemilihannya. Dengan kemampuan berfikir
seseorang akan dapat melihat apa yang telah terjadi sebagai bahan pertimbangan
disamping melihat apa yang dihadapi pada waktu sekarang dan juga dapat melihat
ke depan apa yang akan terjadi dalam seseorang bertindak. Dalam teori kognitif
ini, proses kognitif menjadi dasar timbulnya prasangka. Hal ini berkaitan dengan :
a.

Kategorisasi atau penggolongan

Ketika seseorang mempersepsi orang lain atau kelompok mempersepsi kelompok.


Dan memasukkan itu ke dalam suatu kategori sekse, umur, pekerjaan, pembedaan
warna kulit, dll. Dan hal ini menimbulkan prasangka antara pihak satu dengan
yang lain.
b.

Ingroup lawan outgroup

Orang yang berada dalam satu kelompok merasa (ingroup) dan orang yang merasa
dari kelompok lain (outgroup) dan hal ini akan menimbulkan beberapa dampak,
antara lain : anggota ingroup lebih anggota lain lebih punya kesamaan disbanding
outgroup, ingroup lebih terfavorit daripada outgroup, ingroup memandang
outgroup lebih homogen daripada ingroup baik kepribadian atau yang lain.

2.2.1

Teori-Teori Konsistensi Kognitif


Teori-teori kognitif berpangkal pada sebuah proposisi umum yaitu

bahwa kognisi (pengetahuan, kesadaran) yang tidak konsisten dengan


kognisi-kognisi lain menimbulkan keadaan psikologis yang tidak

menyenangkan dan keadaan ini mendorong orang untuk bertingkah laku


agar tercapai konsistensi antar kognisi-kognisi tersebut yang akan
menimbulkan rasa senang. Keadaan inkosisten misalnya terjadi bila kita
melihat seorang menteri sedang nongkrong di warung di tepi jalan.
Menteri dan warung merupakan dua kognisi yang tidak bisa saling
berkaitan, bahkan mungkin saling berlawanan, sehingga kalau kedua
kognisi ini muncul sekaligus, timbul perasaan inkosisten dalam diri kita,
yang menyebabkan kita perlu melakukan sesuatu agar timbul konsistensi
yang menyenangkan, misalnya melihat orang itu sekali lagi untuk
meyakinkan bahwa dia sesungguhnya bukan menteri (orang yang mirip
menteri), atau mengubah struktur kognitif dengan menyatakan kepada diri
sendiri bahwa menteri adalah manusia juga yang sekali-sekali ingin santai
makan di warung.
Hubungan Inkosisten antara kognisi-kognisi diberi nama berbeda oleh
beberapa ahli sebagai berikut:
1.

Heider (1946) menamakannya ketidakseimbangan kognitif (cognitive


imbalance).

2.

Newcomb (1953) menamakannya asimetri (asymetry)

3.

Osgood

&

Tannembaun

(1955)

menamakannya

ketidakselarasan

(incongruence)
4.

Festinger (1957) menamakannya disonansi (Dissonance)


Dari ke empat tokoh yang dikemukakan di atas, yang paling terbatas
kegunaan teorinya (hanya dapat digunakan dalam situasi-situasi tertentu)
adalah Teori Ossgood & Tannembaun, sedangkan yang paling luas

pemakaiannya adalah Teori Festinger yang dikenal dengan teori disonansi


kognitif. Sikap individu itu biasanya konsisten satu dengan yang lain.
Misal : ia berpendapat bahwa pendidikan itu baik, maka mereka mengirim
anaknya ke sekolah, menurut teori ini, elemen kognitif meliputi
pengetahuan, pandangan/perbuatan, dan kepercayaan tentang lingkungan.

2.3

Aspek-aspek dasar dalam Kognisi Sosial


Dalam kognisi sosial terdapat aspek-aspek dasar yang digunakan dalam

menginterprestasikan, menganalisis mengingat dan menggunakan informasi


tentang dunia sosial. Adapun aspek aspek dasar tersebut, antara lain:
2.3.1

Skema
Sebuah schema (skema) adalah seperangkat tatanan struktur

pengetahuan atau pemahaman mengenai beberapa konsep atau stimulus.


Skema berisi pengetahuan tentang konsep atau stimulus relasi antar
berbagai pemahaman tentang konsep itu, dan contoh-contoh spesifiknya
(Fiske dan Taylor, 1991).[9] Skema dapat berupa skema tentang orang
terntentu, peran sosial, atau diri sendiri; sikap terhadap objek tertentu;
steorotip tentang kelompok tertentu; atau persepsi tentang kejadian
umum.
Skema semacam kerangka atau gambaran yang membantu individu
dalam mengorganisasikan informasi-informasi suatu fenomena yang
diperhatikan individu. Skema membantu kita mengenali aspek dari suatu
situasi atau stimulus dan skema menciptakan struktur dan penataan

situasi, memampukan kita untuk mengingat informasi dengan baik,


menata dengan dtail dan mempercepat pemrosesan informasi yang
relevan. Terdapat 3 macam jenis skema, yaitu:
a. person : gambaran mengenai atribut-atribut atau ciri-ciri dari individu
lain atau diri individu itu sendiri
b. roles : gambaran mengenai tugas dan peranan individu-individu di
sekeliling kita
c. events : gambaran mengenai peristiwa-peristiwa sosial yang dialami
atau dilihat individu sehari-hari
Selain menginterpretasikan aspek-aspek dasar yang terdapat dalam
kognisi sosial, individu juga dapat melakukan kesalahan-kesalahan dalam
mengupayakan sesuatu.
Skema terbukti berpengaruh terhadap semua aspek dasar kognisi
social (Wyer & Srull, 1994). Dalam hubungannya dengan atensi, skema
seringkali berperan sebagai penyaring: informasi yang konsisten dengan
skema lebih diperhatikan dan lebih mungkin untuk masuk ke dalam
kesadaran kita. Informasi yang tidak cocok dengan skema kita seringkali
diabaikan (Fiske, 1993), kecuali iinformasi itu sangat ekstrem.
Pengkodeaninformasi apa yang dimasukkan ke dalam ingatan
informasi yang menjadi focus atensi lebih mungkin untuk disimoan
dalam ingatan jangka panjang. Mengingat kembali informasi (retrieval)
informasi apa yang paling siap untuuk diingatsecara umum, orang
melaporkan informasi yang konsisten dengan skema mereka, namun

kenyataannya, informasi yang tidak konsisten dengan skema juga dapat


secara kuat muncul dalam ingatan.
Skema

juga

memiliki

kelemahan

(segi

negative).

Skema

mempengaruhi apa yang kita perhatikan, apa yang masuk dalam ingatan
kita, dan apa yang kita ingat, sehingga terjadi distorsi pada pemahaman
kita terhadap dunia social. Skema memainkan peran penting dalam
pembentukan prasangka, dalam pembentukan satu komponen dasar pada
stereotip tentang kelompok-kelompok social tertentu. Skema seringkali
sulit diubahskema memiliki efek bertahan (perseverance effect), tidak
berubah nahkan ketika menghadapi informasi yang kontradiktif.
Kadangkala skjema bisa memberikan efek pemenuhan harapan diri (selffulfilling) yaitu skema membuat dunia social yang kita alami menjadi
konsisten dengan skema yang kita miliki. Contoh efek bertahan, ketika
kita gagal kita berusaha menghibur diri sendiri dengan berkata, kamu
hebat kok, ini karena pertandingan yang tidak adil, dsb. contoh ramalan
yang mewujudkan dirinya sendiri (self-fulfilling prophecy)ramalan
yang membuat ramalan itu sendiri benar-benar terjadi, skema guru untuk
siswa yang minoritas yang menyebabkan guru memperlakukan siswa
minoritas itu secara berbeda (kurang positif) sehingga menyebabkan
prestasi siswa minoritas ini menurun. Stereotip tidak hanya memiliki
pengaruh, namun bisa melalui efek pemastian dirinya, stereotip juga
membentuk realitas social.

2.3.2

Heuristic
Seperti yang sudah dibahas di atas tadi, tekanan efisiensi sering

menyebabkan orang mengandalkan skema yang mereka punya untuk


menangani aliran informasi yang kompleks dan cepat dalam dunia sosial.
Kita membutuhkan cara untuk memilah informasi di sekitar ini. Kita
perlu tau nama struktur yang ada dalam memori jangka panjang kita yang
cocok untuk memahami situasi sosial tertentu. Tugas yang kompleks ini
diselesaikan sebagian dengan menggunakan Heuristic (Heuristis)
(Tversky & Kahneman, 1974).
Pada dasarnya metode Heuristis ini meyandingkan informasi dalam
lingkungan dengan skema untuk menentukan kemungkinan apakah
penyandingan itu tepat atau tidak.
Kejenuhan informasi (information overloaded) adalah suatu
keadaan di mana pengolahan informasi kita telah berada di luar kapasitas
kemampuan yang sesungguhnya sehingga menuntut system kognitif yang
lebih besar daripada yang bisa diolah. Berbagai strategi untuk
melebarkan kapasitas kognitif harus memenuhi 2 persyaratan, yaitu:
harus menyediakan cara yang cepat dan sederhana untuk dapat mengolah
informasi social dalam jumlah yang banyak, dan harus dapat digunakan
harus berhasil. Namun, yang paling berguna adalah Heuristic yaitu
aturan sederhana untuk membuat keputusan kompleks atau untuk
menarik kesimpulan secara cepat dan seakan tanpa usaha yang berarti.
Heuristic ada 2 macam :

1. Heuristic keterwakilan (heuristic representativeness) yaitu sebuah


strategi untuk membuat penilaian berdasarkan pada sejauh mana
stimuli atau peristiwa tersebut mempunyai kemiripan dengan stimuli
atau kategori yang lain. Contoh: kita mengenal Ratna sebagai pribadi
yang teratur, lramah, rapi, memiliki perpustakaan di rumahnya dan
sedikit pemalu. Namun kita tidak mengetahui pekerjaannya.
Mungkin kita langsung menilainya sebagai pustakawan. Dengan kata
lain, kita menilai berdasarkan: semakin mirip seseorang dengan ciriciri khas orang-orang dari suatu kelompok, semakin mungkin ia
merupakan bagian dari kelompok tersebut.
2. Heuristic ketersediaan (availability heuristic) yaitu sebuah strategi
untuk membuat keputusan berdasarkan seberapa mudah suatu
informasi yang spesifik dapat dimunculkan dalam benak kita.
Heuristic ini dapat mengarahkan kita untuk melebih-lebihkan
kemungkinan munculnya peristiwa dramatis, namun jarang, karena
peristiwa itu mudah masuk ke pikiran kita. Contoh: banyak orang
merasa lebih takut tewas dalam kecelakaan pesawat daripada
kecelakaan di darat. Hal ini karena fakta bahwa kecelakaan pesawat
jauh lebih dramatis dan menyedot lebih banyak perhatian media.
Akibatnya, kecelakaan pesawat lebih mudah terpikir sehingga
berpengaruh lebih kuat dalam penilaian individu. Heuristic ini
berhubungan

dengan

proses

pemaparan

awal

(priming)

meningkatnya ketersediaan informasi sebagai hasil dari sering


hadirnya rangsangan atau peristiwa-peristiwa khusus. Pemaparan

awal bisa muncul bahkan ketika individu tidak sadar akan adanya
rangsangan yang telah dipaparkan sebelumnyadisebut juga
pemaparan awal otomatis.
Cara lainnya adalah dengan pemrosesan otomatis (automatic
processing) yang terjadi ketika, setelah berpengalaman melakukan suatu
tugas atau mengolah suatu onformasi tertentu yang seakan tanpa perlu
usaha yang besar, secara otomatis dan tidak disadari. Contohnya: saat
pertama kali belajar sepeda, kita memerlukan perhatian khusus dalam
mengendarainya. Seiring dengan berkembangnya keahlian bersepeda
kita, kita dapat melakukan tugas-tugas lain seperti berbicara sambil
bersepeda. Begitu teraktivasi, skema dapat menimbulkan efek perilaku
yang otomatis.

2.4. Sumber-sumber potensi yang bisa menimbulkan kesalahan dalam


Kognisi Sosial.
2.4.1.

Bias negativitas
Yaitu kecenderungan memberikan perhatian lebih pada informasi

yang negative. Dibandingkan dengan informasi positif, satu saja


informasi negative akan memiliki pengaruh yang lebih kuat. Contoh :
kita diberitahu bahwa dosen yang akan mengajar nanti adalah orang yang
pandai, masih muda, ramah, baik hati, cantik, namun diduga terlibat
skandal seks. Bias negative menyebabkan kita justru terpaku pada hal
yang negative dan mengabaikan hal positif.

Informasi negatif lebih menarik perhatian ketimbang informasi


positif (Pratto John, 1991).[11] Konsekuensinya, informasi negatif lebih
dipertimbangkan ketimbang informasi positif saat orang akan melakukan
penilaian (Coovert & Reeder, 1990). Studi-studi, mulai dari studi
pembentukan kesan tentang orang lain hingga evaluasi informasi negatif
dan positif untuk mengambil keputusan, menunjukkan bahwa informasi
negatif di anggap lebih penting (Taylor, 1991).

2.4.2.

Bias optimistic
Yaitu suatu predisposisi untuk mengharapkan agar segala sesuatu

dapat berakhir baik. Contoh : pemerintah sering kali mengumumkan


rencana yang terlalu optimis mengenai proyek-proyek besar, jalan,
bandara, dll. Dan hal ini menyebabkan kesalahan perencanaan. Namun,
ketika individu memperkirakan akan menerima umpan balik atau
informasi yang mungkin negatie dan memiliki konsekuensi penting,
tampak ia justru bersiap menghadapi hal yang buruk dan menunjukkan
kebalikan dari pola optimistic mereka menjadi pesimis.

2.4.3.

Pemikiran konterfaktual
Memikirkan apa yang akan terjadi seandainya. Contoh: ketika

selamat dari kecelakaan pesawat, Andi justru memikirkan, bagaimana


bila saya tidak langsung terjun tadi, saya sudah mati pastinya, lalu
bagaimana nasib keluarga saya sepeninggalan saya?, dsb. Pemikiran
konterfaktual dapat secara kuat berpengaruh terhadap afeksi kita.

Inaction

inertiakelambanan

apatismuncul

ketika

individu

memutuskan untuk tidak melakukan sesuatu sehingga kehilangan


kesempatan untuk mendapatkan hasil yang positif.

2.4.4.

Pemikiran magis
Yaitu berpikir dengan melibatkan asumsi yang tidak didasari alasan

yang rasional. Contoh: supaya ujian lulus, Raju berdoa banyak-banyak


dan memakai banyak cincin.
2.4.5.

Menekan pikiran
Yaitu usaha untuk mencegah pikiran-pikiran tertentu memasuki

alam kesadaran. Proses ini melibatkan 2 komponen, yaitu: proses


pemantauan yang otomatis yang mencari tanda-tanda adanya pemikiran
yang tidak diinginkan yang memaksa untul muncul ke alam kesadaran.
Ketika pikiran tersebut terdeteksi, proses kedua terjadi, yaitu mencegah
agar pikiran tersebut tetap berada di luar kesadaran tanpa mengganggu
pikiran yang lain. Contoh: Lutfi yang ikut program diet menekan
pikirannya untuk tidak memakan makanan manis.
2.4.6.

Afek dan Kognisi


Bahwa perasaan membentuk atau mempengaruhi fikiran dan

fikiran akan membentuk perasaan. Begitu pula dengan perasaan dan


suasana hati, memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa aspek
kognisi ataupun sebaliknya. Suasana hati saat ini dapat seara kuat
mempengaruhi reaksi kita terhadap rangsang yang pertama kali kita

temui. Contoh : ketika suasana hati sedang bergembira, dan berkenalan


dengan orang lain, penilaian kita terhadap orang tersebut akan lebih baik
disbanding ketika kita berkenalan dengan suasana hati yang sedang
bersedih.
Pengaruh afek lainnya adalah pengaruh pada ingatan. Ingatan yang
bergantung pada suasana hati (mood-dependent memory) yaitu apa yang
kita ingat saat berada dalam suasana hati tertentu, sebagian besar
ditentukan oleh apa yang kita pelajari sebelumnya ketika kita berada
dalam suasana hati tersebut. Pengaruh kedua dikenal dengan efek
kesesuaian suasana hati (mood-congruence effects) yaitu kecenderungan
untuk menyimpan atau mengingat informasi positif ketika berada dalam
suasana hati positif dan informasi negattif ketika berada dalam suasana
hati yang negative. Suasana hati saat ini juga berpengaruh pada
komponen kognisi lain yaitu kreativitas. Informasi yang emosional
(emotional contamination) yaitu suatu proses di mana penilaian, emosi
atau perilaku kita dipengaruhi oleh pemrosesan mental yang tidak
disadari dan tidak terkontrol (Wilson & Brekke, 1994).
Kognisi juga dapat mempengaruhi afeksi. Seperti yang dijelaskan
dalam teori dua fator (Schater : 1964) yang menjelaskan bahwa kita
sering tidak mengetahui perasaan atau sikap kita sendiri. Sehingga kita
menyimpulkannya dari lingkungan. Dari situasi dimana kita mengalami
reaksi internal ini. contoh: ketika kita mengalami perasaan tertentu atas
kehadiran seseorang yang menarik, kita menyimpulkan bahwa kita
sedang jatuh inta. Selain itu, kognisi bisa mempengaruhi emosi melalui

aktivitas skema yang di dalamnya terdapat komponen afektif yang kuat.


Selain itu, fikiran bisa mempengaruhi afeksi yang melibatkan kita dalam
mengatur emosi kita.

BAB III

PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Kognisi sosial adalah sebuah proses belajar yang dilakukan oleh individu

dalam menyikapi atau memahami dirinya maupun orang lain. (kognisi adalah
pengetahuan dan kesadaran) atau tata cara dimana kita menginterpretasi,
menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia social. Dan
kognisi social itu terjadi secara otomatis. Dalam kognisi sosial terdapat aspekaspek dasar yang digunakan dalam menginterprestasikan, menganalisis mengingat
dan menggunakan informasi tentang dunia sosial. Adapun aspek aspek dasar
tersebut. Skema semacam kerangka atau gambaran yang membantu individu
dalam mengorganisasikan informasi-informasi suatu fenomena yang diperhatikan
individu. Skema membantu kita mengenali aspek dari suatu situasi atau stimulus
dan skema menciptakan struktur dan penataan situasi, memampukan kita untuk
mengingat informasi dengan baik, menata dengan detail dan mempercepat
pemrosesan informasi yang relevan. Berpikir jalan pintas (heuristic) individu
cenderung malas untuk berpikir kompleks sehingga cenderung menyederhanakan
suatu peristiwa yang dialami. Berpikir Ilusi (Illusory Thinking) ilusi dalam konsep
psikologi adalah kesalahan dalam mempersepsi sesuatu. Dalam psikologi sosial,
individu sering mengalami kesalahan dalam mempersepsi sesuatu yang
mengakibatkan terjadinya kesalahan pula dalam kognisi sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Bimo walgito. 1978.Psikologi social. Yogyakarta: ANDI


Robert A. Baron.2003.Psikologi social.Airlangga
Sarlito Wirawan Sarwono.2009.Psikologi Sosial.Jakarta:Salemba Humanika
Wirawan E.Henny, 1998.Buku ajar Psikologi Sosial 1,Jakarta:UPT Penerbit
http://fachrugianappb.blogspot.com/2010/09/persepsi-kognisi-sosialkonformitas.html
https://annisaavianti.wordpress.com/2010/07/10/kognisi-sosial-berpikirmengenai-dunia-sosial/

Anda mungkin juga menyukai