Susanti (13030174009) Ayu Candra Sari (13030174020) Erin Wahyu Wijayanti (13030174036)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2015 A. TINJAUAN SEJARAH EDWARD LEE THORNDIKE
Edward L.Thorndike, merupakan pelopor tidakhanya
dalam teori belajar,tetapi juga dalam praktik pendidikan, verbal, psikologi komparatif, tes kecerdasan, masalah sifat mengasuh, transfertraining, dan penerapan ukuran kuantitatif untuk masalah socio psychological. Thorndike memulai penelitiannya tersebut ketika usianya lebih dari 60tahun.Penelitian dimulai dengan studi mengenai telepati mental pada anak-anak(yang dia dijelaskan sebagai pendeteksi bawah sadar pada gerakan tiap menit dari anak yang telah dibuat oleh eksperimen). Percobaan berikutnya melibatkan anak ayam, kucing, tikus, anjing, ikan, monyet, dan pada akhirnya manusia dewasa. Produktivitas ilmiah Thorndike sulit untuk dipercaya. Sampai tahun 1947, ia telah menulis sebanyak 507 buku, monographs dan artikel jurnal. Dalam otobiografinya tertulis bahwa ia telah menghabiskan waktu sebanyak 20.000 jam untuk membaca an mempelajari buku ilmiah dan jurnal. Thorndike lahir di Williamsburg, pada tanggal 31 Agustus 1874.Masa kanak-kanak dan pendidikannya adalah sebagai anak lelaki kedua dari seorang pendeta Metodis di Lowell, Massachusetts. Thorndike lulus dari The Roxbury Sekolah Latin (1981), di West Roxbury, Massachusetts, Wesleyan University (BS 1895), Harvard University (MA 1897), dan Columbia University (PhD. 1898). Awal karir Thorndike dibidang psikologi dimulai saat ia tertarik terhadap pada buku William James yang berjudul “Principles of Psychology, dimana ia masih menjadi mahasiswa di Universitas Wesleyan. Oleh sebab itu, ia memutuskan untuk mengambil mata kuliah James di Universitas Harvard. Hubungan Thorndike dengan James sangat dekat, tidak hanya sebatas dosen dengan mahasiswa.Hal ini terbukti dengan beberapa bantuan yang diberikan James terhadap Thorndike, antara lain mengijinkan Thorndike untuk tinggal di basementnya dan melakukan eksperimen di laboratoriumnya. Setelah ia menyelesaikan kuliah di Universitas Harvard, Thorndike bekerja di “Teacher’s College of Columbia” dibawah pimpinan James
Teori Thorndike | 141
Mc.Keen Cattell. Disinilah minatnya yang besar timbul terhadap proses belajar, pendidikan dan inteligensi. Diawal penelitian, Thorndike menggunakan anak ayam sebagai bahan penelitiannya, kemudian diganti dengan kucing, tikus, anjing, ikan, kera dan orang dewasa. Sebenarnya ia juga menggunakan gorilla, tetapi tidak berlangsung lama karena ia tidak punya uang untuk membeli dan merawatnya. Tahun-tahun penelitian hewan yang dirangkum dalam disertasi doktornya, berjudul animal intelligence: An Expert mental study of the associative Process in Animal,yang diterbitkan pada tahun 1890 dan diperluas dan diterbitkan ulang pada tahun 1911 sebagai Intelijen Hewan. Ide-ide dasar yang dikemukakan dalam dokumen-dokumen ini merasuki semua tulisan Thorndike dan pada kenyataannya sebagian besar berupa teori belajar. Pada tanggal 29 Agustus 1900, dia menikahi Elizabeth Moulton dan mereka mempunyai lima anak. Beliau merupakan seorang anggota dewan dari Psychological Association pada tahuan 1912.Kemudian, pada tahun 1937, Thorndike menjadi Presiden kedua Psychometric Society, mengikuti jejak Leon Thurstone yang telah mendirikan masyarakat dan jurnal Psychometrika tahun sebelumnya.Edward L. Thorndike meninggal tanggal 9 Agustus 1949.Beberapa buku yang pernah ditulis, antara lain : Animal Intelligence : An Experimental Study of Asociation Process in Animal – 1898 (saat Thorndike berusia 24 tahun)Buku ini berisi penelitian Thorndike terhadap tingkah laku beberapa jenis hewan, yang mencerminkan prinsip dasar dari proses belajar yang ia anut yaitu asosiasi Educational Psychology (1903) Buku ini merupakan penerapan prinsip transfer of training di bidang pendidikan. Berkat buku ini dan prestasinya yang lain, Thorndike diangkat menjadi guru besar di “Teacher’s College of Columbia”. Animal Intelligence (1911) Sebenarnya buku ini merupakan disertasi doktornya (1898) yang dikembangkan bersama dengan penelitian-penelitiannya yang lain.
Teori Thorndike | 142
B. TEORI EDWARD LEE THORNDIKE
Edward L. Thorndike (1874 – 1949) mengemukakan bahwa belajar
adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal – hal yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan siswa ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, persaan atau gerakan ( tindakan ). Dari definisi belajar tersebut maka menurut Thorndike perubahan atau tingkah laku akibat kegitan belajar itu dapat berwujud kongkrit yaitu dapat diamati.Teori belajar stimulus respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga Koneksionismekarena belajar merupakan proses pembentukan koneksi- koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut “Trial and error” bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba- coba dan membuat salah. Itulah sebabnya teori kenokionisme juga disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Psycology of learning” selain itu, teori ini juga terkenal dengan “Trial and Error Learning”. Istilah ini menunjuk pada panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan. Eksperimen Thorndike Tentang Puzzle Box Pada mulanya, model eksperimen Thorndike yaitu dengan mempergunakan kucing sebagai subjek dalam eksperimennya. Dengan konstruksi pintu kurungan yang dibuat sedemikian rupa, sehingga kalau kucing menyentuh tombol tertentu,maka pintu kurungan akan terbuka dan akhirnya kucing dapat keluar dan mencapaimakanan (daging) yang ditempatkan di luar kurungan sebagai hadiah atau daya penarik bagi kucing yang lapar tersebut. Thorndike menafsirkan bahwa “kucing itu sebenarnya tidak mengerti cara membebaskan diri dari kurungan itu, tetapi dia belajar mencamkan (mempertahankan)respon-respon yang benar dan menghilangkan atau meninggalkan respon – respon yang salah. “Eksperimen Thorndike
Teori Thorndike | 143
tersebut mempengaruhi pikirannya mengenai belajar pada taraf insansi (human)”. Pertama, keadaan kucing yang lapar.seandainya kucing itu kenyang, sudah tentu tidak akan berusaha keras untuk keluar. Bahkan, barangkali ia akan tidur saja dalam puzzlebox yang mengurungnya. Dengan kata lain, kucing itu tidak akan menampakkan gejala belajar untuk keluar. Sehubungan dengan hal ini, hampir dapat dipastikan bahwa motivasi (seperti rasa lapar) merupakan hal yang sangat vitaldalam belajar. Kedua, tersedianya makanan di muka pintu puzzle box, merupakan efek positif atau memuaskan yang dicapai oleh respondan kemudian menjadi dasar timbulnya hukum belajar yang disebut law of effect.Artinya, jika sebuah respon menghasilkan efek yang memuaskan, hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang dicapai respon, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respon tersebut. Percobaan yang dilakukan berulang-ulang maka akan terlihat beberapa perubahan yaitu: 1) Waktu yang diperlukan untuk menyentuh engsel bertambah singkat. 2) Kesalahan-kesalahan (reaksi yang tidak relevan) semakin berkurang dan malah akhirnya kucing sama sekali tidak berbuat kesalahan lagi, begitu dimasukkan ke dalam kotak, kucing langsung menyentuh engsel. Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu, dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan trial and error: 1. Ada motif pendorong aktivitas 2. Ada berbagai respon terhadap situasi 3. Ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah 4. Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu. Teori belajar koneksionisme ini ada juga keberatan-keberatannya antara lain: a. Belajar menurut teori ini bersifat mekanistis. Bila diberikan S dengan sendirinya atau secara mekanis/ otomatis timbul R. latihan-latihan ujian banyak berdasarkan pendirian ini.
Teori Thorndike | 144
b. Pelajaran bersifat teacher-centered. Yang terutama aktif adalah guru. Dialah yang melatih anak-anak dan yang menentukan apa yang harus diketahui oleh anak-anak. c. Anak-anak pasif artinya kurang didorong untuk aktif berfikir, tak turut menentukan bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. d. Teori ini membutuhkan pembentukan materil, yakni menumpuk pengetahuan, dan arena sering menjadi intelektualis. Pengetahuan dianggap berkuasa. Dari percobaan puzzle box Thorndike, ia menemukan hukum-hukum belajar sebagaiberikut yaitu hukum kesiapan (law ofreadiness), hukum latihan (law of exsercise) dan hukum akibat (law of effect).
1. Hukum Kesiapan ( law of readiness )
Hukum ini menerangkan bagaimana kesiapan seseorang siswa dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang siswa yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu dan kemudian dia benar melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi dirinya. Seorang siswa yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak dan kemudian bertindak, sedangkan tindakannya itu mengakibatkan ketidakpuasan bagi dirinya, akan selalu menghindarkan dirinya dari tindakan-tindakan yang melahirkan ketidakpuasan tersebut. Dari ciri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa seorang siswa akan lebih berhasil belajarnya, jika ia telah siap untuk melakukan kegiatan belajar. Contoh : Siswa yang sudah belajar sebelumnya tentang materi yang akan disampaikan oleh guru maka siswa sudah siap jika guru menunjuk dan memberikan sebuah pertanyaan, sehingga siswa bisa menjawabnya dengan mudah. Tetapi siswa yang tidak belajar sebelumnya tentang materi yang akan disampaikan oleh guru maka siswa belum siap jika guru menunjuk dan memberi pertanyaan sehingga siswa kesulitan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan.
2. Hukum Latihan. ( law of ecexcise )
Menyatakan bahwa jika hubungan stimulus respon sering terjadi akibatnya hubungan akan semakin kuat. Sedangkan makin jarang hubungan stimulus respon dipergunakan, maka makin lemahlah hubungan yang terjadi. Hukum latihan pada dasarnya mengungkapkan bahwa
Teori Thorndike | 145
stimulus dan respon memiliki hubungan satu sama lain secara kuat, jika proses pengulangan sering terjadi, dan makin banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang terjadi akan bersirfat otomatis. Seorang siswa dihadapkan pada suatu persoalan yang sering ditemuinya akan segera melakukan tanggapan secara cepat sesuai dengan pengalamannya pada waktu sebelumnya. Kenyataan menunjukkan bahwa pengulangan yang akan memberikan dampak positif adalah pengulangan yang frekuensinya teratur, bentuk pengulangannya tidak membosankan dan kegiatannya disajikan dengan cara yang menarik. Sebagai contoh untuk mengajarkan konsep pemetaan pada siswa, guru menguji apakah siswa sudah benar-benar menguasai konsep pemetaan.Untuk itu guru menanyakan apakah semua relasi yang diperlihatkannya itu termasuk pemetaan atau tidak.Jika tidak, siswa diminta untuk menjelaskan alasan atau sebab-sebab kriteria pemetaan tidak dipenuhi. Penguatan konsep lewat cara ini dilakukan dengan pengulangan. Namun tidak berarti bahwa pengulangan dilakukan dengan bentuk pernyataan dan informasi yang sama, melainkan dalam bentuk informasi yang dimodifikasi, sehingga siswa tidak merasa bosan. Contoh :Seorang siswa sedang mengerjakan soal matematika. Dia mengalami kesulitan mengerjakan soal tersebut, yang pertama dan kedua dia mengalami kegagalan dalam mengerjakan dia tetap berusaha dalam mengerjakan soal. Selanjutnya dia berhasil mengerjakan soal, hal ini menyatakan bahwa latihan yang dilakukukan terus menerus dan informasi yang diterimanya dilakukan berulang – ulang tidak akan mudah hilang.
3. Hukum Akibat.( law of effect )
Thorndike mengemukakan bahwa suatu tindakan akan menimbulkan pengaruh bagi tindakan yang serupa. Ini memberikan gambaran bahwa jika suatu tindakan yang dilakukan seorang siswa menimbulkan hal-hal yang mengakibatkan bagi dirinya, tindakan tersebut cenderung akan diulanginya. Sebaliknya tiap-tiap tindakan yang mengakibatkan kekecewaan atau hal-hal yang tidak menyenangkan, cenderung akan dihindarinya. Dilihat dari ciri-cirinya ini hukum akibat lebih mendekati ganjaran dan hukuman. Dari hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan yang terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan dari siswa, dan cenderung untuk berusaha melakukan atau meningkatkan apa yang telah dicapainya itu. Guru memberi senyuman
Teori Thorndike | 146
wajar terhadap jawaban siswa, akan semakin menguatkan konsep yang tertanam pada diri siswa. Katakan “Bagus”, “Hebat”, “Kau sangat teliti”, dan semacamnya akan merupakan hadiah bagi siswa yang kelak akan meningkatkan dirinya dalam menguasai pelajaran. Stimulus ini termasuk reinforcement.Sebaliknya guru juga harus tanggap terhadap respon siswa yang salah. Jika kekeliruan siswa dibiarkan tanpa penjelasan yang benar dari guru, ada kemungkinan siswa akan menganggap benar dan kemudian mengulanginya. Siswa yang menyelesaikan tugas atau pekerjaan rumah, namun hasil kerjanya itu tidak diperiksa oleh gurunya, ada kemungkinan beranggapan bahwa jawaban yang dia berikan adalah benar. Anggapan ini akan mengakibatkan jawaban yang tetap salah di saat siswa mengikuti tes. Demikian pula siswa yang telah mengikuti ulangan dan mendapat nilai jelek, perlu diberitahukan kekeliruan yang dilakukannya pada saat siswa diberi tes berulang, namun hasilnya tetap buruk.Ada kemungkinan konsep yang dipegangnya itu dianggap sebagai jawaban yang benar. Penguatan seperti ini akan sangat merugikan siswa. oleh karena itu perlu dihilangkan. Dari hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa jika terdapat asosiasi yang kuat antara pertanyaan dan jawaban, maka bahan yang disajikan akan tertanam lebih lama dalam ingatan siswa. selain itu banyaknya pengulangan akan sangat menentukan lamanya konsep diingat siswa. Makin sering pengulangan dilakukan akan semakin kuat konsep tertanam dalam ingatan siswa. Contoh :Ketika seorang anak mendapat nilai bagus (missal 100) pada ulangan matematika, ibunya menjajikan kepada anak tersebut bahwa anak tersebut diperbolehkan untuk nonton bioskop bersama temannya setiap minggu, tetapi jika anak tersebut mendapat nilai jelek pada ulangan matematika, ibunya menyuruh anak tersebut untuk membersihkan kamar mandi selama seminggu.
Lima Hukum Tambahan Thorndike
a) Multiple Respons atau reaksi yang bervariasi. Melalui proses trial and error seseorang akan terus melakukan respons sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Contoh: Ketika mengerjakan soal matematika, cara yang pertama dia tidak menemukan jawaban, kemudian dia mencari cara yang lain sampai dia menemukan jawaban yang benar.
Teori Thorndike | 147
b) Set atau attitude, situasi di dalam diri individu yang menentukan apakah sesuatu itu menyenangkan atau tidak bagi individu tersebut. Proses belajar berlangsung denganbaik bila situasi menyenangkan dan terganggu bila situasi tidak menyenangkan. Contoh: Kesan awal guru saat mengajar kepada siswa. Jika guru memberikan kesan yang baik saat diawal pembelajaran maka siswa akan merasa nyaman dalam belajar begitu juga sebaliknya jika diawal pembelajaran guru memberikan kesan yang kurang baik maka siswa tidaka akan merasa nyaman dala pembelajaran. c) Prinsip aktivitas berat sebelah (partial activity/prepotency of elements) yaitu manusiamemberikan respons hanya pada aspek tertentu. Dalambelajar harus diperhatikan lingkungan yang sangat komplekyang dapat memberi kesan berbeda untuk orang yangberbeda. Contoh: Didalam kelas guru sedang memberikan penjelasan tentang unsur- unsur Lingkaran, dengan guru membawa media lingkaran. Siswa yang memperhatikan tidak akan perduli dengan keadaan diluar kelas dan akan memberikan respons dari stimulus (penjelasan tentang unsur- unsur lingkaran) yang ada.
d) Prinsip Response by analogy atau transfer of training. Yaitu manusia
merespon situasi yang belum pernah dialami melalui pemindahan ( transfer) unsur-unsur yang telah mereka kenal kepada situasi baru. Dikenal dengan theory ofidentical elements yang menyatakan bahwa makin banyak unsur yang identik, maka proses transfer semakin mudah. Contoh : Ketika di SD kita mendapat pengetahuan kalau bumi itu berbentuk bulat. Namun, pada saat SMA kita mendapatkan pengetahuan kalau bumi itu berbentuk oval yang pepat antara kedua ujungnya. Sehingga informasi yang dulu dia terima kemudian akan berubah menjadi informasi yang baru saja dia terima. e) Perpindahan asosiasi ( Associative Shifting ). Yaitu proses peralihan suatu situasi yang telah dikenal ke situasi yang belum dikenal secara bertahap, dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur-unsur ( elemen ) baru dan membuang unsur-unsur lama sedikit demi sedikit sekali sehingga unsur baru dapat dikenal dengan mudah oleh individu. Contoh :Dalam menemukan rumus luas lingkaran menggunakan media pembelajaran. agar konsep luas lingkaran tersebut tertanam pada siswa.
Teori Thorndike | 148
Sehingga saat siswa diberikan soal mengenai luas lingkaran siswa bisa langsung menggunakan rumus yang diketahui tanpa harus menggunakan media pembelajaran tersebut untuk mengerjakan soal tentang luas lingkaran.
Revisi Hukum Belajar dari Thorndike
a) Hukum latihan ditinggalkan, karena ditemukan bila pengulangan saja cukup untuk memperkuat hubungan stimulus dengan respons. Meskipun demikian, thorndike masih mempertahankn bahwa latihan menyebabkan peningkatan kecil dan bahwa kurangnya latihan menyebabkan sedikit lupa. b) Hukum akibat (the law of effect) direvisi, ditemukan bahwa hadiah (reward) akan meningkatkan hubungan, tetapi hukuman (punisment) tidak mengakibatkan efek apa-apa. c) Belongingness, yaitu terjadinya hubungan stimulus respon bukannya kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara kedua hal tersebut. Situasi belajar akanmempengaruhi hasil belajar. d) Spread of effect, yaitu bahwa akibat dari suatu perbuatan dapat menular
C. IMPLIKASI TEORI THORNDIKE DALAM PEMBELAJARAN
Penerapan Teori Belajar Koneksionisme a. Guru dalam proses pembelajaran harus tahu apa yang hendak diberikan kepada siswa. b. Dalam proses pembelajaran, tujuan yang akan dicapai harus dirumuskan dengan jelas, masih dalam jangkauan kemampuan siswa. c. Motivasi dalam belajar tidak begitu penting, yang lebih penting ialah adanya respon-respons yang benar terhadap stimuli. d. Ulangan yang teratur perlu sebagai umpan balik bagi guru, apakah proses pembelajaran sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai atau belum. e. Siswa yang sudah belajar dengan baik segeradiarahkan. f. Situasi belajar dibuat mirip dengan kehidupan nyata,sehingga terjadi transfer dari kelas ke lingkungan luar. g. Materi pembelajaran yang diberikan harus dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Teori Thorndike | 149
h. Tugas yang melebihi kemampuan peserta didiktidak akan meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan permasalahannya
Implikasi Hukum Kesiapan dalam Pendidikan
a. Sebelum gurudalam kelas mulai mengajar, maka anak – anak disiapkan mentalnya terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang dan sebagainya. b. Penggunaan tes bakat sangat membantu untuk menyalurkan bakat anak. Sebab mendidik sesuai dengan bakatnya akan lebih lancar dibandingkan dengan bila tidak berbakat.
Implikasi Hukum Latihan dalam Pendidikan
Penggunaan hukum latihan dalam proses belajar mengajar adalah prinsip ulangan, misalnya : a. Memberi keterampilan kepada para siswa agar sering atau makin banyak menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. b. Diadakan latihan resitasi dari bahan – bahan yang dipelajari. c. Diadakan ulangan yang teratur dan bahkan dengan ulangan yang ketat atau system drill, ini akan memperkuat hubungan S-R.
Implikasi Hukum Efek dalam Pendidikan
a. Pengalaman atau situasi kelas buatlah sedemikian rupa sehingga menyenangkan bagi para siswa/guru maupun karyawan sekolah. b. Penghuni sekolah merasa puas, aman, dan mereka senang pada tugasnya masing – masing. c. Bahan–bahan pengajaran buatlah ada artinya, dapat diterima atau dimengerti berguna bagi kehidupan. d. Tugas–tugas sekolah diatur dengan tahap–tahap pencapaian hasilnya dan memberi keyakinan bagi para pelajar, guru, maupun petugas lainnya. e. Tugas-tugas sekolah ditata dengan tahap-tahap kesukarannya sehingga para siswa dapat maju tanpa mengalami kegagalan f. Bahan-bahan pelajaran diadakan variasi dan metode pengajaran juga dapat dibuat bervariasi agar pengalaman-pengalaman belajar mengajar menjadi segar dan menyenangkan, tidak menjemukan. g. Bimbingan , pemberian hadiah, pujian, bahkan bila perlu hukuman tentulah akan dapat memberi motivasi proses belajar mengajar.
Teori Thorndike | 150
D. Penerapan Edward L Thorndike dalam Pembelajaran Matematika Penerapan teori koneksionisme dalam pembelajaran matematika Karakteristik untuk penerepan teori koneksionisme dalam pembelajaran matematika yaitu materinya harus kontinu karena agar materi di masa lampau bisa diingat kembali oleh siswa. Jadi menurut kami materi tersebut ialah materi (pelajaran dengan prasyarat). Misalkan materi program linear (SMA kelas XI) dengan indicator menentukan keuntungan maksimum atau biaya minimum. Materi program liniear ini akan berkaitan dengan materi SPLDV (Materi masa lampau) sehingga dengan demikian siswa tetap ingat materi SPLDV yang dipelajari di SMP. Proses pembelajarannya harus bertahap dari sederhana ke kompleks (mudah ke susah), jadi guru dalam memberikan soal latihan harus memiliki tingkatan yaitu dari tingkat yang mudah menuju ke tingkat yang kompleks (sukar). Misalkan pada materi program linear diawal pelajaran guru memberikan soal latihan untuk memodelkan (pemberian Variabel), kemudian barulah menentukan fungsi objektif dan pada soal latihan pada tingkat kompleks guru memberikan soal latihan untuk menentukan keuntungan maksimum atau biaya minimum jika dalam pemodelan didapat variable atau persamaan yang lebih dari dua.
E. Kelebihan dan Kelemahan Teori Edward L Thorndike
Kelemahan Teori Thorndike dalam Pembelajaran Matematika
1. Sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon 2. Teori ini tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya 3. Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan otomatisme belaka disamakan dengan hewan. Meskipun banyak tingkah laku yang otomatis, tetapi tidak selalu bahwa tingkah laku manusia itu
Teori Thorndike | 151
dapat dipengaruhi secara trial and error.trial and error tidak berlaku mutlak bagi manusia. 4. Memandang belajar hanya merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respon. Sehingga yang dipentingkan dalam belajar ialah memperkuat asosiasi tersebut dengan latihan-latihan, atau ulangan- ulangan yang terus menerus. 5. Karena belajar berlangsung secara mekanistis, maka pengertian tidak dipandangnya sebagai suatu yang pokok dalam belajar. Mereka mengabaikan pengertian sebagai unsure yang pokok dalam belajar. 6. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena system pembelajaran tersebut bersifat otomatis- omekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Kelebihan Teori Thorndike dalam Pembelajaran Matematika
1. Teori ini mengarahkan anak untuk berfikir linier dan konvergen. Belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa anak menuju atau mencapai target tertentu 2. Membantu guru dalam menyelesaikan indikator pembelajaran Matematika 3. Dengan sering melakukan pengulangan dalam memcahkan suatu permasalahan, anak didik akan memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan adanya system pemberian hadiah, akan membuat anak didik menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
Teori Thorndike | 152
DAFTAR PUSTAKA
Prastiwi, Aulia Hayyu. 2012.Edward Lee Thorndike[Online].Tersedia
:http://Anak BK A 2010 Unesa EDWARD LEE THORNDIKE.html [Diakses pada 22 Oktober 2015, pukul 04:31 WIB ] Yulianto, Adi. 2012. Teori Thorndike dalam Belajar[Online].Tersedia :http://www.pandidikan.blogspot.com/2010/04/teori-thorndike-dalam- belajar.html. [Diakses pada 17Oktober 2015, pukul 01:24 WIB ] Ayuni, Nizwa. 2011. Teori Belajar Thorndike [Online].Tersedia :http://www.academia.edu/5530707/Makalah_TEORI_BELAJAR_T HORNDIKE. [Diakses pada 08 Oktober 2015, pukul 02:26 WIB]. Elbasya.2012. Teori Koneksionisme E.L Thorndike Dalam Pembelajaran Matematika [Online]. Tersedia :https://elbasya29.wordpress.com/2012/12/30/teori- koneksionisme-e-l-thorndike-dalam-pembelajaran-matematika/ [Diakses pada 17 November 2015, pukul 03:00 WIB]