Anda di halaman 1dari 26

TEORI HOWARD E.

GARDNER
DAN IMPLEMENTASINYA

Disusun Oleh:

Kelompok 9

Wilda Pratiwi (13030174001)


Venny Lutvita Sari (13030174033)
Anis Safitri (13030174034)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2015
A. TINJAUAN SEJARAH HOWARD E. GARDNER

Menurut Howard Gardner, setelah melakukan penelitian selama


bertahun-tahun, semua manusia memiliki kecerdasan. Tidak ada
istilah manusia yang tidak cerdas. Paradigma ini menentang teori
dikotomi cerdas-tidak cerdas dari ahli terdahulu. Gardner juga
menentang anggapan “cerdas”
dari sisi IQ (intelectual quotion),
yang hanya mengacu pada tiga
jenis kecerdasan, yakni
logika-matematik, linguistik,
dan spasial.
Kecerdasan seringkali
dimaknai sebagai kemampuan
memahami sesuatu dan
kemampuan berpendapat.
Dalam hal ini kecerdasan
dipahami sebagai kemampuan
intelektual yang menekankan
logika dalam memecahkan
masalah. Kecerdasan biasanya diukur dari kemampuan menjawab soal-
soal tes standar di ruang kelas (tes IQ). Tes tersebut, menurut Thomas R.
Hoerr, sebenarnya hanya mengukur kecerdasan secara sempit karena
hanya menekankan pada kecerdasan linguistik dan matematis-logis.
Walaupun dapat mengukur keberhasilan anak di sekolah, namun tidak bisa
memprediksi keberhasilan seseorang di dunia nyata, karena keberhasilan
di dunia nyata saat ini mencakup lebih dari sekedar kecakapan linguistik
dan matematis-logis.
Pengagungan terhadap IQ dalam menentukan kesuksesan masih
mendominasi pembelajaran di sekolah dan salah satunya tampak pada
penggunaan metode-metode pembelajaran tradisional, seperti ceramah dan
cerita yang lebih sesuai dengan kecerdasan linguistik, dan penggunaan
pendekatan rasional dengan logika-matematika yang lebih sesuai dengan
kecerdasan matematis-logis.
Howard Gardner adalah tokoh pendidikan dan psikologi terkenal yang
mencetuskan teori tentang kecerdasan majemuk atau multiple intelligence.
Ia berkebangsaan Amerika yang lahir dengan nama lengkap Howard Earl

Teori Gardner | 155


Gardner pada tanggal 11 Juli 1943 di Scranton, Pennsilvania. Ia adalah co-
direction pada project Zero, sebuah kelompok penelitian di Havard School
Graduate School of Education. Howard Gardner terinspirasi oleh buku
Jean Piaget dalam bidang psikologi Perkembangan. Ia juga belajar
Neuropsikologi dari Norman Geschwind dan belajar psikolinguistik dari
Roger Brown.
Howard Gardner masuk Universitas Harvard pada tahun 1961.
Dengan keinginan awal, masuk Jurusan Sejarah, tetapi di bawah pengaruh
Erik Erikson, ia berubah mempelajari hubungan-sosial (gabungan
psikologi, sosiologi, dan antropologi), dengan konsentrasi di psikologi
klinis. Selama menyelesaikan gelar kesarjanaannya, Howard Gardner
bekerja dengan ahli psikolinguistik ternama yaitu Erik Erikson. Pada tahun
1965 Howard Gardner mendapat gelar sarjana muda di bidang
perhubungan sosial dari Universitas Harvard dengan predikat summa
cumlaude. Pada tahun 1965-1966, ia mempelajari filsafat dan sosiologi di
London School of Economics. Dia memperoleh gelar PhD dalam bidang
sosial dan psikologi perkembangan dari Havard University pada tahun
1971, oleh karena tesisnya yang berjudul The Development of Sensitivity
to Vigural and Stylistic Aspect of Painting. Lalu Gardner bekerja di
Proyek Zero, Harvard. Proyek Zero didirikan pada tahun 1967,
dikhususkan pada kajian sistematis pemikiran artistik dan kreativitas
dalam seni, serta humanistik dan disiplin ilmu, baik di tingkat individu dan
kelembagaan. Proyek Zero adalah pusat penelitian dan pendidikan yang
mengembangkan cara belajar, berpikir, dan kreativitas dalam mempelajari
suatu bidang bagi individu dan institusi.
Howard Gardner mulai mengajar di havard School of Education pada
tahun 1986, sementara ia berpergian melakukan penelitiannya di Cina,
sepanjang tahun 1980 seluruh karirnya dihabiskan di Cambridge
Massachusetts. Sejak tahun 1995, pekerjaannya difokuskan di Good Work
Project yang terkenal sebagai Good Project. Diantara sejumlah
penghargaan yang diraihnya, Gardner menerima Mac Arthur Prize
Fellowship tahun 1981. Howard Gardner juga dihadiahi sebanyak dua
puluh gelar kehormatan, antara lain dari Princeton University, McGill
University dan Tel Aviv University.
Gardner telah mengarang puluhan buku dan ratusan artikel, dan
beberapa diantaranya telah dialihbahasakan ke dalam 26 bahasa,
diantaranya adalah Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligence

Teori Gardner | 156


(1983), (1993 ed.), Multiple Intelligences: The Theory in Practice (1993),
(1993 ed.), Intelligence Reframed: Multiple Intelligences for the 21st
Century (1993), Changing Minds: The Art and Science of Changing Our
Own and Other People's Minds (2004), dan lain-lain.
Howard Gardner menikah dengan Ellen Winner, psikolog
perkembangan yang mengajar di Boston College dan dikaruniai empat
anak: Kerith (1969), Jay (1971), Andrew (1976), dan Benjamin (1985).
Kecintaan Gardner tertuju kepada keluarga dan pekerjaannya, sedangkan
hobinya bepergian dan menyukai sejumlah jenis kesenian.

Latar Belakang Multiple Intelligence

Di tahun 1979 sebuah tim kecil peneliti di Harvard Graduate School


of Education diminta oleh Bernard Van Leer Foundation dari Den Haag
untuk melakukan penelitian mengenai topik besar: “Sifat Alami dan
Realisasi Potensi Manusia”. Sebagai anggota junior dari kelompok riset
tersebut, beliau mendapat tugas yang mengecilkan hatinya tetapi
menghibur. Tugasnya, tak kurang dari menulis monograf mengenai apa
yang telah diterima dalam ilmu pengetahuan manusia mengenai sifat alami
manusia belajar.
Ketika ia mulai penelitian yang mencapai puncaknya dalam
penerbitan Frames of Mind di tahun 1983, Gardner memandang usaha ini
sebagai peluang untuk melakukan sintesis usaha risetnya sendiri dengan
anak-anak dan orang dewasa yang cedera otaknya. Sasarannya adalah
menghasilkan pandangan mengenai pemikiran manusia yang lebih luas
dan lebih lengkap daripada yang telah diterima dalam penelitian belajar.
Target yang ia incar adalah konsep pengaruh dari Jean Piaget, yang
memandang semua pemikiran manusia sebagai usaha keras ke arah
pemikiran ideal; dan pencetusan buah pemikiran lazim mengenai
inteligensi yang mengkaitkannya dengan kemampuan menyediakan
jawaban singkat secara cepat pada masalah yang menyangkut
keterampilan linguistik dan logika.
Dalam usaha ini, ilmu pengetahuan mencoba menemukan uraian yang
tepat mengenai inteligensi. Untuk mencoba menjawab pertanyaan ini, ia
bersama rekan-rekannya mengadakan penelitian yang belum pernah
dipertimbangkan secara bersamaan sebelumnya. Yakni, sebuah sumber
mengenai apa yang sudah kita ketahui menyangkut pengembangan jenis
ketrampilan yang berbeda dalam diri anak-anak normal dan informasi

Teori Gardner | 157


mengenai cara kemampuan ini hilang atau menyusut karena adanya
kerusakan otak. Riset yang menyangkut pasien dengan kerusakan otak ini
menghasilkan semacam bukti yang amat kuat, karena mencerminkan cara
sistem syaraf mengalami evolusi selama beberapa waktu untuk
menghasilkan jenis inteligensi yang berdiri sendiri.
Kelompok risetnya juga mengamati populasi khusus lain, yaitu orang-
orang yang luar biasa, orang yang amat cerdas dalam bidang tertentu
tetapi nyaris tidak memahami bidang yang lain (idiot savant), anak-anak
penderita autisme, anak-anak yang tidak mampu belajar, semua yang
menunjukkan profil pemahaman dengan perbedaan amat tajam; profil
yang amat sulit dijelaskan dalam arti pandangan inteligensi yang
menggunakan unit. Mereka juga meneliti pemahaman pada berbagai jenis
binatang dan dalam budaya yang amat berbeda. Akhirnya, mereka
mempertimbangkan dua jenis bukti psikologi, yaitu hubungan di antara tes
psikologi dari jenis yang dihasilkan oleh analisis statistik secara seksama
dari sederetan tes sejenis, dan hasil dari usaha pelatihan keterampilan.
Di lain sisi, orang Barat selalu mengandalkan pada penilaian intuitif
mengenai seberapa cerdik orang lain. Hal ini didasarkan pada hasil
penelitian ahli psikologi Prancis bernama Alfred Binet (1900), dengan
penemuan monumentalnya yang disebut dengan “tes inteligensi”;
ukurannya IQ. Tes IQ digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang
dalam berpikir. Tes ini berfungsi sebagai suplemen untuk mengukur
kualitas-kualitas inteligensi, seperti karakter, personalitas, bakat,
ketekunan, dan aplikasi. Dalam hal ini, terdapat beberapa serangkaian tes
yang meliputi klasifikasi, sinonim, antonim, analogi, kata ganda, gambar,
diagram, kalkulasi dan logika. Inteligensi ini hanya mempunyai satu
dimensi akan kemampuan mental manusia, dan dapat diukur serta
dinyatakan dalam angka. Tentu saja, terdapat versi tes IQ dari versi yang
lebih canggih. Salah satu diantaranya disebut Scholastic Aptitude Test
(SAT).
Frames menarik perhatian yang amat besar pada khalayak pendidik
professional. Ia menawarkan pemikiran bahwa di samping terdapat
pandangan satu dimensi tentang cara menilai pikiran orang, terdapat
pandangan berkaitan dengan sekolah, yakni sebuah “pandangan
seragam”. Dalam sekolah seragam, terdapat kurikulum inti, sekumpulan
fakta yang harus diketahui setiap orang, dan hanya terdapat sedikit pilihan.

Teori Gardner | 158


Di sini, terdapat penilaian teratur, menggunakan peralatan kertas dan
pensil, variasi dari IQ dan SAT.
Gardner mempunyai visi alternatif yang didasarkan pada pandangan
mengenai pikiran yang berbeda secara radikal dan visi yang menghasilkan
pandangan mengenai sekolah yang amat berbeda. Ini adalah pandangan
pluralistik mengenai pikiran, mengakui banyak segi pemahaman berbeda
dan berdiri sendiri, menerima bahwa orang mempunyai kekuatan
memahami berbeda dan gaya pemahaman yang kontras. Dia
memperkenalkan konsep mengenai sekolah yang berpusat pada individual
dan menerima pandangan multi dimensi dari inteligensi. Model untuk
sekolah ini sebagian didasarkan pada penemuan dari ilmu pengetahuan
yang bahkan belum ada di masa Binet, yakni ilmu pengetahuan kognitif
(pengetahuan mengenai pikiran) dan neuroscience (pengetahuan mengenai
otak). Hasilnya, penemuan mutakhir dalam neuroscience semakin
membuktikan bahwa bagian-bagian tertentu otak bertanggung jawab
dalam menata jenis inteligensi manusia

B. TEORI HOWARD E. GARDNER


Pada tahun 1983, seorang ahli psikologi barat yaitu Howard
Gardner telah mengasaskan satu teori yang berkaitan dengan
kecerdasan yaitu teori kecerdasan majemuk. Menurut Howard
Gardner, kecerdasan tidak boleh diwarisi semata-mata dan kecerdasan
bisa dipengaruhi oleh budaya, persekitaran, peluang pendidikan,
makanan, suasana pembelajaran dan lain-lain. Teori Kecerdasan
majemuk yang diperkenalkan oleh Howard Gardner lebih kepada aspek
kognitif dan perkembangan psikologi, antrapologi dan sosiologi dalam
menjelaskan kecerdasan manusia.
Pendapat yang dikemukakan oleh Howard Gardner menunjukkan
bahwa kecerdasan seseorang dapat ditingkatkan melalui pendidikan
dan latihan. Beliau telah menguraikan sembilan kecerdasan yang
terdapat pada seseorang. Kecerdasan seseorang tidak semestinya
melibatkan semua kecerdasan yang dinyatakan oleh Howard Gardner.
Walau bagaimanapun, terdapat juga mereka yang mempunyai tahap
kecerdasan dalam kesembilan kecerdasan yang dikemukakan.
Teori tentang kecerdasan majemuk ini bergema sangat kuat di
kalangan pendidik karena menawarkan model untuk bertindak sesuai
dengan keyakinan bahwa semua anak memiliki kelebihan. Gardner dalam

Teori Gardner | 159


bukunya yang berjudul Frames of Mind: Teori Multiple Intelligence tahun
1983 mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan
suatu masalah guna menciptakan suatu produk yang bernilai dalam suatu
budaya. Pada mulanya Howard Gardner menyatakan ada tujuh jenis
kecerdasan, yaitu:

1. Kecerdasan Bahasa atau Linguistik


Terdiri dari kemampuan untuk berfikir dalam kata-kata,
menggunakan bahasa untuk mengungkapkan dan mengapresiasi makna
yang komplek. Gardner menjelaskan inteligensi linguistik sebagai
kemampuan untuk menggunakan dan mengolah kata-kata secara efektif
baik secara oral maupun tertulis seperti dimiliki para pencipta puisi,
editor, jurnalis, dramawan, sastrawan, pemain sandiwara, penulis,
penyiar, jurnalis, pembicara, pembaca berita, maupun orator.
Kemampuan ini berkaitan dengan penggunaan dan pengembangan
bahasa secara umum.
Orang yang berinteligensi linguistik tinggi akan berbahasa lancar,
baik, dan lengkap. Ia mudah untuk mengembangkan pengetahuan dan
kemampuan berbahasa, mudah belajar beberapa bahasa. Orang tersebut
dengan mudah mengerti urutan dan arti kata-kata dalam belajar bahasa.
Mereka mudah untuk menjelaskan, mengajarkan, menceritakan
pemikirannya kepada orang lain. Mereka lancar dalam berdebat. Dalam
mempelajari dan membaca teks sastra, dengan mudah akan mengingat
dan bahkan menghafalkan puisi yang begitu panjang. Dalam pengertian
bahasa, orang itu mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap makna
kata-kata (semantik), aturan diantara kata-kata (sintaksis), pada suara
dan ritme ungkapan kata (fonologi), dan terhadap perbedaan fungsi
bahasa (pragmatik). Tokoh-tokoh yang menonjol seperti Soekarno,
Rosihan Anwar, Paus Yohanes Paulus II, Martin Luther King Jr,
Winston Churchill.
Peserta didik yang mempunyai inteligensi linguistik tinggi senang
mengekspresikan diri dengan bahasa, biasanya nilai bahasanya lebih
baik dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Seorang guru
yang cermat dengan melihat hasil karangan anak-anak dengan cepat
akan mengerti bahwa anak tersebut mempunyai kemampuan berbahasa
lebih dari yang lain.

Teori Gardner | 160


Orang yang inteligensi linguistiknya tidak tinggi, tetap dapat belajar
bahasa dan menggunakan bahasa tersebut. Namun, hasilnya akan
kurang lancar seperti yang mempunyai inteligensi linguistik tinggi.
2. Kecerdasan logika Matematika
Menurut Gardner (dalam Paul Suparno, 2008) inteligensi
matematis–logis atau kecerdasan logika matematika adalah
kemampuan yang lebih berkaitan dengan penggunaan bilangan dan
logika secara efektif, seperti dipunyai seorang matematikawan, saintis,
programmer, dan logikus. Termasuk dalam inteligensi tersebut adalah
kepekaan pada pola logika, abstraksi, kategorisasi, dan perhitungan.
Kecerdasan logika Matematika ini merupakan kemampuan untuk
menghitung, mengukur, mempertimbangkan dalil atau rumus, hipotesis
dan menyelesaikan operasi matematik yang kompleks. Inteligensi
logika matematika melibatkan keterampilan mengolah angka dan atau
kemahiran menggunakan logika atau akal sehat. Ini adalah inteligensi
yang digunakan ilmuwan ketika menciptakan hipotesis dan dengan
tekun mengujinya dengan data eksperimental. Hal ini merupakan
inteligensi yang digunakan akuntan pajak, scientist, programmer
komputer, dan ahli matematika. Termasuk dalam inteligensi tersebut
adalah kepekaan pada pola logika, abstraksi, kategorisasi, dan
perhitungan.
Orang yang mempunyai inteligensi matematis – logis sangat mudah
membuat klasifikasi dan kategorisasi dalam pemikiran serta cara
mereka bekerja. Dalam menghadapi banyak persoalan, dia akan
mencoba mengelompokkannya sehingga mudah dilihat mana yang
pokok dan yang tidak, mana yang berkaitan antara satu dan yang lain,
serta mana yang merupakan persoalan- persoalan lepas. Maka, dia tidak
mudah bingung. Mereka juga dengan mudah membuat abstraksi dari
suatu persoalan yang luas dan bermacam-macam sehingga dapat
melihat inti persoalan yang dihadapi dengan jelas. Mereka suka dengan
simbolisasi, termasuk simbolisasi matematis. Pemikiran orang
berinteligensi matematis-logis adalah induktif dan deduktif. Jalan
pikirannya bernalar dan dengan mudah mengembangkan pola sebab
akibat. Bila menghadapi persoalan, ia akan lebih dulu menganalisisnya
secara sistematis, baru kemudian mengambil langkah untuk
memecahkannya. Biasanya orang yang menonjol dalam inteligensi ini
dapat menjadi organisator yang baik. Tokoh-tokoh yang menonjol

Teori Gardner | 161


dalam inteligensi matematis logis misalnya Habibie. Einstein, John
Dewey, Stephen Hawking.
Peserta didik yang mempunyai inteligensi matematis-logis menonjol
biasanya mempunyai nilai matematika yang baik, jalan pikirannya
logis, pikirannya rasional. Ia mudah belajar matematika dan sains.
Peserta didik ini biasanya mudah belajar dengan skema, bagan, dan
tidak begitu suka dengan bacaan yang panjang kalimatnya.

3. Kecerdasan Intrapersonal
Merujuk pada kemampuan untuk membangun anggapan yang tepat
pada seseorang dan untuk menggunakan sejenis pengetahuan dalam
merencanakan dan mengarahkan hidup seseorang. Pekerjaan yang
cocok untuk kecerdasan ini adalah sebagai teolog, psikolog, filsuf.
Inteligensi intrapersonal adalah pengenalan diri. Seseorang dengan
tingkat inteligensi intrapersonal yang tinggi mengetahui kekuatan dan
kelemahan dirinya, kehendak dan ketakutannya, dan bisa bertindak
berdasarkan pengetahuannya mengenai ini dalam cara yang sesuai.
Inteligensi intrapersonal adalah kemampuan yang berkaitan dengan
pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara
adaptasi berdasar pengenalan diri itu. Termasuk dalam inteligensi ini
adalah kemampuan berefleksi dan keseimbangan diri. Orang lain punya
kesadaran diri akan gagasan-gagasannya, dan mempunyai kemampuan
untuk mengambil keputusan pribadi. Ia sadar akan tujuan hidupnya. Ia
dapat mengatur perasaan dan emosinya sehingga kelihatan sangat
tenang. Salah seorang genius besar di wilayah ini adalah Sigmund
Freud (psikoanalis).
Peserta didik yang menonjol dalam inteligensi ini, sering terlihat
diam, lebih suka bermenung di kelas. Ia lebih suka bekerja sendiri. Bila
pendidik memberikan tugas bebas, peserta didik ini kadang diam lama
merenungkan tugas itu sebelum mengerjakan sendiri. Pendidik yang
tidak tahu, sering memarahi peserta didik ini karena ia nampak tidak
mendengarkan dan hanya melamun. Padahal ia sebenarnya sedang
berpikir.

4. Kecerdasan Interpersonal
Inteligensi interpersonal adalah kemampuan untuk memahami orang
lain: apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja,

Teori Gardner | 162


bagaimana bekerjasama dengan mereka, mengerti dan menjadi peka
terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, temperamen orang lain
juga termasuk dalam inteligensi ini. Secara umum inteligensi
interpersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menjalin
relasi dan komunikasi dengan berbagai orang. Inteligensi ini banyak
dipunyai oleh para komunikator, fasilitator, politisi, dan penggerak
massa. Orang-orang yang memiliki kecerdasan interpersonal adalah
seperti Soe Hok Gie, Arif Rahman Hakim, Mahatma Gandhi, Ronald
Reagan, Ibu Theresa.
Peserta didik yang mempunyai inteligensi interpersonal tinggi
mudah bergaul dan berteman. Ia mudah berkomunikasi dan
mengumpulkan teman lain. Bila dilepas seorang diri, ia akan dengan
cepat mencari teman. Dalam konteks belajar, ia lebih suka belajar
bersama orang lain, suka mengadakan belajar kelompok. Dalam suatu
kelas bila guru memberikan pekerjaan atau tugas secara bebas, siswa-
siswa yang mempuyai intelegensi interpesonal akan dengan cepat
berdiri dan mencari teman yang mau diajak kerja sama.

5. Kecerdasan Musik
Kepekaan terhadap nada, melodi dan irama. Orang yang
menunjukkan kecerdasan ini adalah composer, dirigen, musisi, kritikus,
pengarang musik dan pendengar musik. Inteligensi musikal adalah
kemampuan untuk menikmati, mengamati, membedakan, mengarang,
membentuk dan mengekspresikan bentuk-bentuk musik. Inteligensi ini
meliputi kepekaan terhadap ritme, melodi dan timbre dari musik yang
didengar, kemampuan memainkan alat musik, kemampuan menyanyi;
kemampuan untuk mencipta lagu, kemampuan untuk menikmati lagu,
musik, dan nyanyian. Tokoh-tokoh yang menonjol seperti Erwin
Gutawa, Melly Goeslaw, Mozart, Beethoven, Elton John.
Peserta didik yang mempunyai inteligensi musikal tinggi kentara
dalam penampilannya bila sedang bernyanyi di kelas, juga dalam tugas-
tugas yang berkaitan dengan musik. Mereka biasanya bernyanyi dengan
baik, dapat memainkan suatu alat musik bila ada, mudah mempelajari
not dan lagu. Dan yang menarik, peserta didik ini akan mudah
mempelajari suatu mata pelajaran lain bila mata pelajaran itu
diterangkan dengan suatu lagu atau musik.

Teori Gardner | 163


6. Kecerdasan Visual dan Kecerdasan Spasial
Gardner menegaskan bahwa kecerdasan spasial mencakup sejumlah
kapasitas yang kurang berhubungan, kemampuan mengenali contoh-
contoh dari unsur yang sama, kemampuan mentransformasikan atau
mengenali transformasi satu elemen ke elemen yang lain, kemampuan
untuk menyulap pencitraan mental (mind imagery), lantas
mentransformasikan pencitraan tersebut, kemampuan memproduksi
kesukaan grafis dari informasi spasial dan seterusnya. Kecerdasan
spasial dapat diturunkan dalam sejumlah arena yang berbeda.
Dengan begitu, Gardner (dalam Agus Effendi, 2005) memaksudkan
bahwa kecerdasan spasial adalah kecerdasan yang dapat digunakan
untuk mengenali objek dan pemandangan di lingkungan aslinya.
Kecerdasan ini juga digunakan ketika seseorang membuat lukisan
grafis dua atau tiga dimensi atau simbol-simbol lain seperti peta,
diagram, atau bentuk-bentuk geometrik.
Mengenai perkembangan kecerdasan spasial, menurut Gardner,
meski sentralitasnya telah dikenali oleh para peneliti yang meneliti
orang-orang dewasa, namun penelitian mengenai kecerdasan ini pada
anak-anak masih sangat terbatas. Ini bukan saja disebabkan oleh
sulitnya menguji keterampilan spasial pada anak-anak tetapi karena
perkembangan anak-anak itu secara intuitif kurang. Selain itu, juga
karena anak-anak kurang tertarik kepada kecerdasan spasial.
Kecerdasan visual dan kecerdasan spasial adalah kemampuan untuk
mengindera dunia secara akurat dan menciptakan kembali atau
mengubah aspek-aspek dunia tersebut. Kecerdasan ini Nampak pada
keahlian seorang pelaut, pilot, pemahat, pelukis dan arsitek. Inteligensi
spasial terkadang disebut inteligensi visual atau visual-spasial, adalah
kemampuan untuk membentuk dan menggunakan model mental. Orang
yang memiliki inteligensi ini cenderung berpikir dalam atau dengan
gambar dan cenderung mudah belajar melalui sajian-sajian visual
seperti film, gambar, video dan peragaan yang menggunakan model
dan slide. Termasuk di dalamnya adalah kemampuan untuk mengenal
bentuk dan benda secara tepat, melakukan perubahan suatu benda
dalam pikirannya dan mengenali perubahan itu, menggambarkan suatu
hal atau benda dalam pikiran dan mengubahnya dalam bentuk nyata,
serta mengungkapkan data dalam suatu grafik. Juga kepekaan terhadap
keseimbangan, relasi, warna, garis, bentuk, dan ruang. Beberapa tokoh

Teori Gardner | 164


berikut dapat dimasukkan dalam kelompok berinteligensi spasial-visual
tinggi, seperti Pablo Picasso, Affandi, Sidharta, dan Michaelangelo.
Peserta didik yang berinteligensi spasial-visual yang baik akan
dengan mudah belajar ilmu ukur ruang. Ia dengan mudah akan
menentukan letak suatu benda dalam ruangan. Ia dapat membayangkan
suatu bentuk secara benar, meski dapat perspektif. Bila menggambar
suatu pemandangan dia dengan mudah menempatkan benda-benda
pada tempatnya yang tepat, dan benar dimensinya.

7. Kecerdasan Kinestetik
Menurut Gardner (dalam Paul Suparno, 2008) inteligensi kinestetik
adalah kemampuan menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk
mengekspresikan gagasan dan perasaan atau kemampuan
mengendalikan dan meningkatkan fisiknya. Seperti ada pada aktor,
atlet, penari, pemahat, dan ahli bedah. Dalam inteligensi ini termasuk
keterampilan koordinasi dan fleksibilitas tubuh. Beberapa tokoh
tersebut sering dimasukkan dalam mereka yang berinteligensi gerak-
badani atau kecerdasan kinestetik tinggi, yaitu Taufik Hidayat, Ade
Rai, Christine Hakim, Tiger Woods, Charlie Chaplin.
Peserta didik yang mempunyai kecerdasan kinestetik biasanya suka
menari, olahraga, dan suka bergerak. Peserta didik ini biasanya tidak
suka diam. Ia selalu ingin menggerakkan tubuhnya, bila waktu luang
dan tidak ada pelajaran, peserta didik ini langsung keluyuran.
Kemudian sesuai dengan perkembangan penelitiannya, pada tahun
1998, Howard Gardner memasukkan kecerdasan yang ke delapan yaitu
kecerdasan alami (naturalis).

8. Kecerdasan Alam atau Kecerdasan Naturalis


Gardner menjelaskan intelegensi lingkungan sebagai kemampuan
seseorang untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat
membuat distingsi konsekuensial lain dalam alam natural, kemampuan
untuk memahami dan menikmati alam, dan menggunakan kemampuan
itu secara produktif dalam berburu, bertani, dan mengembangkan
pengetahuan akan alam. Dalam pembicaraannya dengan Durie, Gardner
menjelaskan bahwa intelegensi lingkungan adalah kemampuan
manusiawi untuk mengenal tanaman, binatang dan bagian-bagian lain
dari lingkungan alam seperti awan dan batu-batuan.

Teori Gardner | 165


Kecerdasan alam atau kecerdasan natural merupakan kemampuan
untuk mengenali dan mengklasifikasi aneka spesies, tumbuhan atau
flora, dan hewan atau fauna dalam lingkungan. Kecerdasan ini
ditunjukkan oleh ahli biologi, pecinta alam, penjelajah alam.
Peserta didik yang mempunyai inteligensi lingkungan tinggi kiranya
dapat dilihat pada kemampuan mengenal, mengklasifikasi, dan
menggolongkan tanaman-tanaman, binatang, serta alam mini yang
berada di sekolah. Tokoh pada inteligensi ini adalah Prof. Hembing,
Charles Darwin. Peserta didik yang berintelegensi lingkungan tinggi
akan senang bila ada acara di luar sekolah, seperti berkemah bersama di
pegunungan, karena dia akan dapat menikmati keindahan alam.
Kemudian sesuai dengan perkembangan penelitiannya, pada tahun
2000, Howard Gardner memasukkan kecerdasan yang ke sembilan
yaitu kecerdasan eksistensial.

9. Kecerdasan Eksistensial
Gardner pada tahun 2000 menambahkan satu intelegensi lagi, yaitu
intelegensi eksistensial. Intelegensi ini lebih menyangkut kepekaan dan
kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam
eksistensi atau keberadaan manusia. Orang tidak puas menerima
keberadaannya secara otomatis, tetapi mencoba menyadarinya dan
mencari jawaban yang terdalam. Intelegensi ini tampaknya sangat
berkembang pada banyak filsuf, terlebih filsuf eksistensial yang selalu
mempertanyakan dan mencoba menjawab persoalan eksistensi hidup
manusia. Filsuf-filsuf seperti Sokrates, Plato, Thomas Aquinas,
Descaretes termasuk mempunyai intelegensi eksistensial tinggi.
Kecerdasan eksistensial berkaitan dengan kemampuan seseorang
untuk menempatkan diri dalam lingkup yang terjauh. Kecerdasan
eksistensial juga berkaitan dengan kemampuan merasakan,
memimpikan, dan menjadi pemikir menyangkut hal-hal yang besar.
Peserta didik yang memiliki kecerdasan eksistensial biasanya
cenderung memiliki kesadaran akan hakikat sesuatu dan menanyakan
berbagai hal yang mungkin tidak dipikirkan oleh anak sebayanya.

Menurut Howard Gardner, semua orang unik dan semua orang


memiliki caranya sendiri untuk memberikan kontribusinya bagi budaya
dalam masyarakat. Dalam penelitiaanya tentang kapasitas (kemampuan)

Teori Gardner | 166


manusia, ia menetapkan kriteria yang mana kriteria tersebut mengukur
apakah bakat seseorang benar-benar merupakan kecerdasan. Setiap
kecerdasan pastinya memiliki ciri-ciri perkembangan, dapat diamati
bahkan dalam kasus khusus seperti sebuah kejadian ajaib pada penderita
idiot atau autis savant, mereka semua membuktikan adanya pemusatan
pada otak dan menciptakan sebuah rangkaian simbol dan notasi. Howard
Gardner menyatakan bahwa setiap orang memiliki semua komponen
kecerdasan, memiliki sejumlah kecerdasan yang tergabung yang kemudian
secara personal menggunakan dalam cara yang khusus. Tidak dapat
dikatakan bahwa seseorang mempunyai kecerdasan matematis-logis
namun tidak musikal, atau mempunyai kecerdasan linguistik namun tidak
interpersonal, dan sebagainya. Bagi gardner kecerdasan adalah kategori
untuk membantu kita menemukan perbedaan dalam bentuk representasi
mental, tetapi bukan karakteristik yang baik untuk menentukan orang
macam apa mereka.
Dengan intelegensi ganda pendidik dapat menaruh perhatian pada
perbedaan diantara anak-anak didik dan mencoba menggunakannya dalam
pembelajaran dan pendidikan serta evaluasi yang lebih personal. Sehingga,
anak didik tidak dianggap sebagai blok-blok yang sama.
Howard Gardner telah memecahkan teori tradisional tentang
kecerdasan yang telah melekat menjadi dua keyakinan dasar masyarakat,
bahwa kemampuan seseorang adalah sebuah kesatuan dan bahwa semua
individu cukup digambarkan dengan sebuah kecerdasan tunggal yang
dapat diukur. Howard Gardner menilai teori ini berfokus secara berlebihan
pada kecerdasan linguistik dan matematik sehingga menghambat
pentingnya mengetahui tentang bentuk kecerdasan yang lain. Banyak
siswa yang gagal menunjukkan prestasi akademiknya dikategorikan dalam
penghargaan yang rendah atau low esteem dan kemampuan mereka (yang
sebenarnya) menjadi tidak terlihat atau tidak muncul atau tidak terjadi dan
hilang dari sekolah dan bahkan dari masyarakat secara luas.
Howard Gardner melihat kecerdasan seseorang dalam sebuah nilai
dan tes yang terstandar, ia mendefinisikan kecerdasan sebagai:
1. Kemampuan seseorang untuk menyelesaikan masalah yang
ditemukan dalam kehidupan nyata.
2. Kemampuan untuk menciptakan masalah baru untuk
diselesaikan.

Teori Gardner | 167


Kemampuan untuk menghasilkan sesuatu (produk) atau menawarkan
sebuah pelayanan yang dihasilkan dari kebudayaannya.

C. IMPLIKASI TEORI HOWARD E. GARDNER DALAM


PEMBELAJARAN MATEMATIKA

1. Aplikasi pada anak TK

Tujuan : Mengenal berbagai bentuk benda yang berwujud


lingkaran

Alat : Berbagai benda yang berbentuk lingkaran dengan


berwarna-warni dan besarnya berbeda

Intelegensi yang ditekankan : Interpersonal, kinestetik – badani,


intrapersonal,visual- spasial, musik, linguistik, matematis
– logis.

Cara :

1. Siswa diajak membuat lingkaran dengan cara setiap siswa


diminta bergandengan tangan dengan teman yang lain
(interpersonal dan kinestetik badani).
2. Siswa diajak membentuk lingkaran dengan tubuh mereka saling
berdekatan dan merasakan sentuhan teman (intrapersonal dan
kinstetik badani).
3. Siswa diajak berkeliling kelas untuk melihat, mengamati, meraba
semua benda berbentuk lingkaran yang disiapkan, lalu siswa
diminta menggambar lingkaran seperti yang mereka lihat (ruang
– visual).
4. Siswa diajak menyanyi : lingkaran-lingkaran yang dibuat guru
(musikal).
5. Siswa bercerita tentang lingkaran yang telah dilihatnya
(linguistik).
6. Siswa membandingkan lingkaran mana yang besar dan kecil,
yang berwarna sama, mengurutkan (matematis logis, ruang-
visual, dan lingkungan).

Teori Gardner | 168


Gambar 1 mengurutkan dari lingkaran terbesar sampai terkecil

Gambar 2 mengelompokkan lingkaran berdasarkan warna yang sama

2. Aplikasi pada anak SD

Tujuan : Menjelaskan bilangan pecahan

Alat : Beberapa buah pizza, alat tulis dan kertas.

Intelegensi yang ditekankan :Matematis-logis, linguistik, kinestetik-


badani, musikal, interpersonal,
intrapersonal, ruang-visual.

Cara :

Teori Gardner | 169


1. Siswa diminta untuk memikirkan sendiri apa yang harus dilakukan
bila hanya mempunyai 1 pizza, sedangkan ada 2 anak yang ingin
mendapatkannya. Lalu siswa diminta untuk menuliskan
jawabannya pada kertas kecil. Selanjutnya, guru dapat menanyakan
jawaban itu secara lisan (matematis-logis dan linguistik).
2. Siswa diminta dalam kelompok membagi pizza yang telah
disediakan. 1 buah dipotong menjadi 2 sama besar, dan yang satu
lagi menjadi 4 sama besar (interpersonal dan visual).

Gambar 3 aplikasi pecahan

1 1
3. Siswa dibantu untuk menuliskan pecahan itu dalam simbol : 1, ,
2 4
. Siswa dibantu memberi nama pecahan tersebut : satu, setengah,
seperempat (matematis-logis).
4. Siswa diminta bermain berkelompok, misalnya 8 siswa
perkelompok. Mintalah setiap kelompok dibagi menjadi 2 sama
besar. Kemudian guru bertanya berapa jumlah siswa dalam setiap
kelompok? Lalu siswa diminta untuk menuliskannya dalam bentuk
8 8
simbol angka = 4. Demikian seterusnya, lalu dibagi 4 menjadi
2 4
= 2. (kinestetik badani dan matematis logis).
5. Menyanyikan lagu dengan tema pecahan atau pembagian (musikal)

Teori Gardner | 170


3. Aplikasi pada anak SMP

Tujuan : Menentukan besarnya keliling lingkaran

Alat : Tali panjang.

Intelegensi yang ditekankan :Matematis-logis, linguistik, kinestetik-


badani, interpersonal, intrapersonal.

Cara :

Gambar 4 lingkaran

1. Siswa diminta membuat lingkaran dengan tali yang panjang (lihat


gambar A).
2. Siswa diminta untuk berdiri tepat mengelilingi lingkaran. Mereka
diminta menghitung ada berapa orang yang tepat berdiri di
sekeliling lingkaran itu (gambar A, kinestetik badani).
3. Siswa diminta untuk menarik garis tengah lingkaran, dan
menghitung berapa orang tepat dapat berdiri untuk mengisi garis
tengah tersebut (gambar B, kinestetik badani).
4. Siswa diminta mendiskusikan hubungan antara jumlah siswa yang
berdiri di garis tengah dan yang berdiri di sepanjang lingkaran,
serta bagaimana cara menghitungnya (matematis logis dan
interpersonal).
5. Cari rumusan keliling lingkaran dengan garis tengah tadi dalam
diskusi (interpersonal dan matematis logis).
6. Siswa diminta merefleksikan apa yang diperolehnya dari diskusi
tersebut (intrapersonal).
7. Kemudian,diminta menuliskan dalam kertas apa yang mereka
temukan dalam pelajaran itu (linguistik).

Teori Gardner | 171


4. Aplikasi pada anak SMA

Tujuan : Memahami prinsip probabilitas pada pelantunan uang logam

Alat : Koin.

Intelegensi yang ditekankan : Matematis-logis, linguistik, kinestetik-


badani, interpersonal, intrapersonal,
ruang-visual, naturalis.

Cara :

1. Siswa dalam kelompok berlima mengambil 10 koin. Mereka


diminta melakukan percobaan dengan melantunkan koin itu
serentak (kinestetik-badani), lalu menghitung beberapa gambar
yang keluar. Lalu mereka mencatatnya kedalam tabel (matematis-
logis, interpersonal, ruang visual).
2. Siswa diminta melakukan pelantunan sebanyak 25 kali dan setiap
kali mendapatkan hasil dari lantunan siswa harus memasukkan
data kedalam tabel (matematis-logis).
3. Siswa diminta membuat grafik yang menggambarkan frekuensi
gambar yang sering keluar dari tabel yang dipunyai (ruang-visual).
4. Siswa diminta mendiskusikan hasilnya, berapa gambar yang sering
keluar. Kemudian, diminta untuk merumuskan berapa probabilitas
gambar keluar dari koin itu? Bandingkan dengan tabel, berapa
gambar yang sering keluar (matematis logis dan interpersonal).
5. Setelah selesai, siswa diminta membuat laporan tertulis tentang
percobaan dan hasilnya (linguistik).
6. Di rumah setiap siswa diminta untuk mencari contoh dalam
kehidupan sehari-hari, persitiwa apa saja yang mempunyai
1
probabilitas (intrapersonal, naturalis)
2

Langkah-langkah membuat rencana pembelajaran dengan penerapan


multiple intelligence atau kecerdasan majemuk dalam pembelajaran
tematik sebagai berikut, (modifikasi dari Amstrong, 2013):
1. Fokus pada tema dan tujuan tertentu.
2. Menyusun pertanyaan-pertanyaan kunci tentang kecerdasan
majemuk dengan suatu tema tertentu.

Teori Gardner | 172


3. Mengembangkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi,
dengan menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan
dengan jenis-jenis pendekatan pengajaran yang bisa dilakukan untuk
masing-masing kecerdasan.
4. Memilih aktivitas yang sesuai dengan lingkungan pendidikan dan
yang mungkin diterapkan.
5. Mengatur dalam sebuah rencana yang berurutan sesuai dengan
kecerdasan apa yang akan dikembangkan disesuaikan alokasi waktu
dan kompetensi yang akan dicapai.
6. Melaksanakan rencana tersebut. Mengumpulkan bahan-bahan yang
dibutuhkan, memilih waktu yang sesuai, dan menjalankan rencana
tersebut.

D. IMPLEMENTASI KECERDASAN GANDA DALAM PROSES


PEMBELAJARAN.   
Implementasi teori kecerdasan ganda yang di cetus oleh Howard
Gardner banyak memberikan sumbangan dalam proses pembelajaran,
lebih-lebih di Amerika Serikat, bahkan di Indonesia pun kini banyak
digunakan dalam implementasi pembelajaran. Berikut akan dijelaskan
beberapa implementasi Teori Intelegensi ganda dalam pembelajaran.
1. Implementasi teori Kecerdasan ganda dalam aspek kurikulum
Beberapa tahun belakangan bahwa teori kecerdasan ganda telah
banyak memberikan input bagi kurikulum di Indonesia, misalnya saja,
dari segi pengaturan materi pelajaran yang bersifat tematik, proses
pembelajaran tematik telah banyak dilakukan dan diaplikasikan di
sekolah-sekolah dasar dan sekolah menengah dengan diterapkannya
buku-buku pelajaran terpadu seperti IPA Terpadu dan IPS Terpadu.
Tidak hanya itu dengan adanya pengaruh teori kecerdasan ganda
metode mengajar guru yang dahulunya bersifat konvensional sekarang
menjadi lebih bervariasi.
2. Implementasi dalam Pengaturan Kelas
Saat ini telah banyak berkembang model-model pembelajaran
yang menekankan pada pengelolaan kelas dalam proses belajar
mengajar. Model-model pembelajaran yang bervariasi dapat
meningkatkan motivasi siswa sehingga mereka tidak merasa bosan dan
tidak jenuh ketika proses belajar mengajar berlangsung. Salah satu
yang mungkin sering kita dengar yaitu model pembelajaran

Teori Gardner | 173


karyawisata, yang bertujuan menghadirkan obyek langsung kepada
siswa seperti berkunjung ke museum, hutan, atau tempat-tempat yang
menarik lainnya. Dengan model ini siswa akan memunculkan
kecerdasan-kecerdasan yang berbeda, siswa akan berkembang dengan
mengekspresikan apa yang mereka alami dan temukan.
3. Implementasi Terhadap Evaluasi
Peran teori intelegensi ganda banyak diterapkan di ranah
perguruan tinggi, penerapan teori intelegensi ganda untuk sekolah dasar
ataupun menengah masih belum terlalu banyak berkembang, namun
proses untuk mengembangkan sistem evaluasi yang diterapkan teori
intelegensi ganda sudah ada dan sedang dikembangkan, lebih-lebih
penerapan kurikulum baru yang menggunakan pendekatan scientific,
tentu saja dalam pengembangannya nanti evaluasi hasil belajar siswa
akan lebih banyak di evaluasi dari kegiatan-kegiatan sehari-hari, mulai
dari keaktivan siswa, kerja kelompok dan lain sebagainya.
4. Dampak Terhadap Pendidikan Nilai
Pada Kurikulum KTSP kita ketahui bahwa tujuan dari penerapan
kurikulum KTSP adalah dalam rangka menanamkan pendidikan
berkarakter kepada siswa. Sehingga dalam setiap materi yang dimuat
dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) diharapkan bisa
menanamkan dan menumbuhkan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-
hari, seperti kejujuran, rasa tanggung jawab dan lain sebagainya. Saat
ini penerapan pendidikan karakter yang mengharapkan tertanamnya
nilai-nilai luhur kepada siswa masih terus dikembangkan untuk
melahirkan generasi-generasi penerus bangsa yang memiliki karakter-
karakter yang diharapkan untuk menyongsong masa depan.
5. Sekolah Individual
Dengan munculnya teori kecerdasan ganda, tidak hanya merubah
sistem kurikulum dan yang lainnya, lahirnya teori kecerdasan ganda
juga memicu lahirnya sekolah-sekolah individu yang istilahnya
mungkin tidak asing kita dengar yaitu yang biasa disebut dengan istilah
sekolah private.

E. KECENDERUNGAN DAN METODE BELAJAR YANG DAPAT


DIGUNAKAN UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN
GANDA

Teori Gardner | 174


Kecenderungan dan metode belajar yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kecerdasan ganda disajikan dalam tabel di bawah ini:

JENIS KECENDERUNGAN /
METODE BELAJAR
KECERDASAN
KEGEMARAN
Gemar : Membaca, menulis, mendengar

 Membaca

Bahasa / Verbal  Menulis

 Bercerita

 Bermain kata

Gemar : Berhitung, aplikasi rumus,


eksperimen
 Bereksperimen

Matematis-
 Tanya-jawab
Logis
 Menjawab teka-teki

 Logis

Gemar : Observasi, menggambar,


mewarnai, membuat peta
 Mendesain

Spasial  Menggambar

 Berimajinasi

 Membuat sketsa

Kinestetik Gemar : Membangun, mempraktekan.


(tubuh) menari, ekspresi
 Menari

Teori Gardner | 175


JENIS KECENDERUNGAN /
METODE BELAJAR
KECERDASAN
KEGEMARAN

 Berlari

 Melompat

 Meraba

 Memberi isyarat  

Gemar : Menyanyi, menghayati lagu,


mamainkan instrumen musik
 Bernyanyi
Musikal
 Bersiul

 bersenandung

Gemar : Kerjasama dan interaksi dengan


orang lain
 Memimpin

Interpersonal  Berorganisasi

 Bergaul

 Menjadi mediator

Intrapersonal Gemar : Berfikir filosofi, analitis, berfikir


reflektif
 Menyusun tujuan

 Meditasi

 Imajinasi

 Membuat rencana

Teori Gardner | 176


JENIS KECENDERUNGAN /
METODE BELAJAR
KECERDASAN
KEGEMARAN

 Merenung

Gemar : Observasi alam dan


mengidentifikasi karakteristik
 Bermain dengan flora flora dan fauna
fauna
Naturalis
 Mengamati alam

 Menjaga lingkungan

F. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI INTELIGENSI


GANDA GARDNER

1. Kelebihan Teori Inteligensi Ganda Gardner

a) Setiap kemampuan mental pada individu memiliki keunikan


tersendiri.
b) Terdapat kategorisasi yang rinci dalam tiap faktor kemampuan
mental pada setiap individu yang menggambarkan perbedaan
individual
c) Dapat digunakan untuk memaksimalkan kemampuan yang dimiliki
individu dan memberi perhatian khusus pada kemampuan tertentu
sehingga dapat digunakan untuk membuat kurikulum disekolah. 
d) Mampu memaksimalkan semua potensi yang ada dalam diri individu
khususnya pada proses berfikir yang lebih bermacam-macam
(kompleks)

2. Kekurangan Teori Inteligensi Ganda Gardner

a) Memiliki kontroversi terutama dalam pandangan ahli psikologi


tradisional, antara lain mencampuradukkan pengertian kecerdasan,
keterampilan dan bakat.

Teori Gardner | 177


b) Bersifat personal/individual sehingga teori ini lebih efektif
digunakan untuk mengembangkan pembelajaran orang per orang
daripada mengembangkan pembelajaran massa atau klasikal.
c) Alat pengukuran masih belum ada yang sekaligus mengukur semua
jenis kecerdasan dalam satu alat tes, tetapi masih di ukur secara
terpisah
d) Membutuhkan fasilitas yang lengkap sehingga membutuhkan biaya
besar untuk operasional klasikal atau massal. Tenaga kependidikan
di Indonesia belum sepenuhnya siap melaksanakan teori ini dalam
praktek di dalam kelas ataupun juga pembelajaran yang melibatkan
pelajar dewasa, karena sudut pandang kebanyakan orang masih
sudut pandang tradisional.

Teori Gardner | 178


DAFTAR PUSTAKA

Musfiroh, Tadkiroatun. 2012. MULTIPLE INTELLIGENCES. Yogyakarta:


UNY
Suparno, P. 2008. Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah.
Yogyakarta: Kasinius.

http://aguswuryanto.files.wordpress.com/2010/10/kecerdasan-beragam.pdf
diakses tanggal 17 Oktober 2015

Teori Gardner | 179

Anda mungkin juga menyukai