Anda di halaman 1dari 12

TEORI GUILFORD DAN

IMPLEMENTASINYA

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Shinta Hapsari Ardani (13030174002)


Erwanda Mahalistia (13030174016)
Firly Nur Miladia (14030174049)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2015
A. SEJARAH TEORI GUILFORD

Joy Paul Guilford adalah seorang


psikologi berkebangsaan Amerika.
Guilford lahir di Marquuette, Nebraska
pada tanggal 7 Maret 1897. Semasa
masih kecil, Guilford memiliki
kebiasaan mengamati perbedaan
kemampuan di antara anggota
keluarganya sendiri. Guilford lulus dari
Universitas Nebraska sebelum belajar
di bawah Edward Titchener di Cornell.
Pada tahun 1938 Guilford menjadi
Presiden ke-3 dari Masyarakat
Psikometri, mengikuti jejak pendirinya
Louis Thurstone Leon dan EL
Thorndike yang memegang posisi pada tahun 1937. Guilford memegang
beberapa posting di Nebraska dan sebentar di University of Southern
California.
Pada tahun 1941 ia masuk ke Angkatan Darat AS sebagai Letnan
Kolonel dan menjabat sebagai Direktur Unit Penelitian Psikologis No 3 di
Basis Angkatan Darat Santa Ana Air. Di sana ia bekerja pada pemilihan
dan peringkat trainee aircrew sebagai Angkatan Tentara Udara.
Guilford dibuang sebagai Kolonel penuh setelah perang, bergabung
dengan Fakultas Pendidikan di University of Southern California dan terus
meneliti faktor kecerdasan. Di sana Guilford memulai riset tentang faktor-
faktor inteligensi. Guilford mempublikasikan secara luas hasil risetnya
yang diberinya nama Structure of Intellect Theory. Dan riset pasca perang
ini mengidentifikasikan kemampuan intelektual diskrit yang berjumlah 90
dan 30 kemampuan perilaku. Penelitian Guilford ini menyebabkan
pengembangan Tes klasifikasi yang dimodifikasi dalam cara yang
berbeda, masuk dalam berbagai assesmen personil yang dikelola oleh
semua cabang US Armed Sevices. Dengan demikian secara umum, semua
ujian kualifikasi Militer AS pada tahun 1950an, 1960-an dan 1970- an
dapat dikatakan telah diturunkan menurut riset Guilford.
Guilford terus melakukan penelitian pada tes kecerdasan dengan
fokus terutama pada berpikir divergen dan kreativitas. Ia mendesain
Teori Guilford | 27
berbagai tes yang mengukur berpikir kreatif. Guilford pensiun dari
mengajar pada tahun 1967 tetapi terus menulis dan mempublikasikan.
Guilford meninggal pada tanggal 26 November 1987 di Los Angeles.

B. TEORI GUILFORD

Teori Guilford menerangkan tentang inteligensi yang diartikan


sebagai kemampuan seseorang dalam menjawab melalui situasi sekarang
untuk semua peristiwa masa lalu dan mengantisipasi masa yang akan
datang.

Guilford mengeluarkan satu model untuk menjelaskan kreativitas


manusia yang disebutnya sebagai Model Struktur Intelek (Structure of
Intellect). Dalam model ini, Guilford menjelaskan bahwa kreativitas
manusia pada dasarnya berkaitan dengan proses berpikir konvergen dan
divergen. Konvergen adalah cara berfikir untuk memberikan satu-satunya
jawaban yang benar. Sedangkan berpikir divergen adalah proses berfikir
yang memberikan serangkaian alternatif jawaban yang beraneka ragam.
Kemampuan berfikir divergen dikaitkan dengan kreativitas ditunjukkan
oleh beberapa karakteristik berikut:
1. Kelancaran, yaitu kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar
ide-ide atau solusi masalah dalam waktu singkat.
2. Fleksibilitas, yaitu kemampuan untuk secara bersamaan mengusulkan
berbagai pendekatan untuk masalah tertentu.
3. Orisinalitas, yaitu kemampuan untuk memproduksi hal baru, ide-ide
asli.
4. Elaborasi, yaitu kemampuan untuk melakukan sistematisasi dan
mengatur rincian ide di kepala dan membawanya keluar.

Kedua proses berpikir tersebut oleh Guilford (1967) digambarkan


dalam sebuah model struktur intelek yang dikelompokkan ke dalam tiga
dimensi yaitu:

1. Dimensi Operasi Mental (Proses Befikir)


a. Cognition (Kemampuan untuk mengerti, memahami,
menemukan, dan menjadi sadar akan informasi).

Teori Guilford | 28
b. Memory Retention (Kemampuan untuk mengingat informasi
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari).
c. Memory Recording (Kemampuan untuk mengkodekan informasi
atau ingatan yang segera).
d. Divergent Production (Kemampuan berfikir melebar atau
menghasilkan banyak kemungkinan jawaban/ alternatif).
e. Convergent Production (Berfikir memusat atau hanya satu
kemungkinan jawaban/alternatif atau kemampuan untuk
menyimpulkan satu solusi untuk masalah).
f. Evaluation (Kemampuan untuk menilai apakah suatu itu baik,
akurat, atau memadai).

2. Dimensi Konten (Isi yang Dipikirkan)


Dimensi konten atau isi ini mencakup bidang atau tipe informasi
dalam operasi yang diterapkan.
a. Visual (Informasi yang dipersepsikan dalam bentuk konkret atau
gambaran melalui penglihatan).
b. Auditory (Informasi dirasakan melalui pendengaran)
c. Word Meaning/semantic (Informasi yang dipersepsikan dalam
kata-kata atau kalimat baik secara lisan ataupun tertulis)
d. Symbolic (Informasi dalam bentuk lambang, kata-kata atau angka
dan notasi musik).
e. Behavioral (Interaksi non verbal yang diperoleh melalui
penginderaan, ekspresi muka atau suara seorang individu).

3. Dimensi Produk (Hasil Berfikir)


Seperti namanya dimensi ini berisi hasil penerapan operasi tertentu
untuk isi tertentu
a. Unit (Item tunggal informasi).
b. Kelas (Kelompok item yang memiliki sifat-sifat yang sama).
c. Relasi (Keterkaitan antar informasi).
d. Sistem (Kompleksitas bagian saling berhubungan).
e. Transformasi (Perubahan, modifikasi, atau redefinisi informasi).
f. Implikasi (Informasi yang merupakan saran dari informasi item
lain).

Teori Guilford | 29
Struktur Intelegensi

1. Intelegensi dan IQ

Inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses


berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati
secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan
nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi :
a. Faktor bawaan atau keturunan
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu
keluarga sekitar 0,50.
b. Faktor lingkungan
Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan
otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi,
rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari
lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.

Intelegensi dan IQ berbeda. Intelegensi merupakan kecerdasan


sedangkan IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang
diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya
memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan
tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan. Skor IQ
mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur mental (Mental
Age) dengan umur kronologik (Chronological Age).

2. Pengukuran Intelegensi

Tes Stanford_Binet telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman


yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence
Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk
mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah
bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles
Sperrman 8 mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu
Teori Guilford | 30
faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-
faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory
of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini
adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa,
dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.

3. Intelegensi dan Bakat

Inteligensi adalah kemampuan untuk berpikir secara abstrak,


merespon secara benar dan tepat serta menyesuaikan dengan lingkungan.
Di dalam struktur inteligensi menurut Guilford juga terkandung komponen
ingatan. Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum
individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam
kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat
spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada
individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan,
kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah
yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak
dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka
bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini
disebut tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk
mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic
Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational
Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test
adalah tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination
(GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest
Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder
Occupational Interest Survey.

4. Intelegensi dan Kreativitas

Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen


karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif.
Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak
Teori Guilford | 31
selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan
bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan
inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak
mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat
kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu
diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu,
masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi,
ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat
kreativitas.
Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P.
Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang
bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif
jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi
hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen,
yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang
logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari
pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan
pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti
sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu
pengetahuan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inteligensi merupakan
potensi yang diturunkan dan dimiliki oleh setiap orang untuk berfikir
secara logis, berfikir abstrak dan kelincahan berfikir.
Belakangan ini banyak orang menggugat tentang kecerdasan
intelektual (unidimensional), yang konon dianggap sebagai anugerah yang
dapat mengantarkan kesuksesan hidup seseorang. Pertanyaan muncul,
bagaimana dengan tokoh-tokoh dunia, seperti Mozart dan Bethoven
dengan karya-karya musiknya yang mengagumkan, atau Maradona dan
Pele sang legenda sepakbola dunia. Apakah mereka termasuk juga orang-
orang yang genius atau cerdas? Dalam teori kecerdasan tunggal (uni-
dimensional), kemampuan mereka yang demikian hebat ternyata tidak
terakomodasikan. Maka munculah, teori inteligensi yang berusaha
mengakomodir kemampuan-kemampuan individu yang tidak hanya
berkenaan dengan aspek intelektual saja. Dalam hal ini, Teori Multiple
Inteligence, dengan aspek-aspeknya sebagai tampak dalam tabel di bawah
ini:

Teori Guilford | 32
INTELEGENSI KEMAMPUAN INTI
Logical Kepekaan dan kemampuan untuk mengamati
Mathematical pola-pola logis dan bilangan serta kemampuan
untuk berfikir rasional.
Linguistic Kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-
kata, dan keragaman fungsi-fungsi bahasa.
Musical Kemampuan untuk menghasilkan dan
mengapresiasikan ritme. Nada dan bentuk-
bentuk ekspresi musik.
Spatial Kemampuan mempersepsi dunia ruang-visual
secara akurat dan melakukan transformasi
persepsi tersebut.
Bodily Kinesthetic Kemampuan untuk mengontrol gerakan tubuh
dan mengenai objek-objek secara terampil.
Interpersonal Kemampuan untuk mengamati dan merespon
suasana hati, tempramen, dan motivasi orang
lain.
Intrapersonal Kemampuan untuk memahami perasaan,
kekuatan dan kelemahan serta intelegensi
sendiri.

Kecakapan potensial seseorang hanya dapat dideteksi dengan


mengidentifikasi indikator-indikatornya. Jika kita perhatikan penjelasan
tentang aspek-aspek inteligensi dari teori-teori inteligensi di atas, maka
pada dasarnya indikator kecerdasan akan mengerucut ke dalam tiga ciri
yaitu : kecepatan (waktu yang singkat), ketepatan (hasilnya sesuai dengan
yang diharapkan) dan kemudahan (tanpa menghadapi hambatan dan
kesulitan yang berarti) dalam bertindak.

Dengan indikator-indikator perilaku inteligensi tersebut, para ahli


mengembangkan instrumen-instrumen standar untuk mengukur perkiraan
kecakapan umum (kecerdasan) dan kecakapan khusus (bakat) seseorang.
Alat ukur inteligensi yang paling dikenal dan banyak digunakan di
Indonesia ialah Tes Binet Simon - walaupun sebetulnya menurut hemat
penulis alat ukur tersebut masih terbatas untuk mengukur inteligensi atau
bakat persekolahan (scholastic aptitude), belum dapat mengukur aspek –
Teori Guilford | 33
aspek inteligensi secara keseluruhan (multiple inteligence). Selain itu, ada
juga tes intelegensi yang bersifat lintas budaya yaitu Tes Progressive
Metrices (PM) yang dikembangkan oleh Raven.

Dari hasil pengukuran inteligensi tersebut dapat diketahui seberapa


besar tingkat integensi (biasa disebut IQ = Intelligent Quotient yaitu
ukuran kecerdasan dikaitkan dengan usia seseorang.

Rumus yang biasa digunakan untuk menghitung IQ seseorang adalah :

MA (Mental Age)
IQ=100×
CA (Chronological Age)

Di bawah ini disajikan norma ukuran kecerdasan dikaitkan dengan


usia seseorang.

IQ KATEGORI PRESENTASE
≥ 140 Jenius (Genius) 0.25%
130−139 Sangat Unggul (Very Superior) 0.75%
120−129 Unggul (Superior) 6%
110−119 Diatas Rata-rata (High Average) 13%
90−109 Rata-rata (Average) 60%
80−89 Di bawah Rata-rata (Low Average) 13%
70−79 Bodoh (Dull) 6%
50−69 Debil (Moron) 0.75%
25−49 Imbecil 0.20%
¿ 25 Idiot 0.05%

Selain kecerdasan intelektual J.F. Guilford juga mengemukakan


mengenai faktor kepribadian seseorang. Kepribadian sudah dimulai
sekurang-kurangnya pada awal tahun 1930-an, ketika ia menerbitkan
sebuah makalah yang menunjukan bahwa item-item yang dimaksudkan
untuk mengukur sifat tunggal introversi-ekstroversi sesungguhnya
mencakup beberapa faktor kepribadian yang berbeda, salah satu hasil dari
Teori Guilford | 34
penelitian ini adalah inventori keperibadian yang dinamakan Guilford
Zimmerman Temperament Survey yang mengukur 10 sifat yang
dirumuskan sebagai faktor-aktivitas umum, rasa terkekang versus ratimia
(kecenderungan untuk takenal susah), sifat subyek berkuasa, sifat suka
bergaul, stabilitas emosi, objektivitas, keramah-tamahan, sifat hati-hati,
hubunganhubungan pribadi, dan kejantanan tampak, ada sedikit
persamaan antara daftar ini dan daftar Cattell. Rupanya sampai taraf
tertentu, hal ini disebabkan karena Guilford lebih suka menggunakan
faktor-faktor ortogonal, sedangkan Cattell membiarkan faktor-faktornya
bersifat oblik satu sama lain.

Guilford melihat keperibadian sebagai suatu struktur sifat yang


tersusun secara hirarkis, mulai dari tipe-tipe yang luas pada puncaknya.
Kemudian sifat-sifat primer , kemudian hexes ( yakni, diposisi-diposisi
agak khusus seperti kebiasaan-kebiasaan.). Guilford juga mengakui
adanya sejumlah sub-area utama dalam keperibadian serta sifat-sifat
abilitas, teperamen dan dinamik. Jadi, dalam ranah temperamen, dimensi
“positif-negatif “ melahirkan faktor “ percaya dari versus interior” dalam
bidang tingkah laku umum dan faktor” sifat periang versus sifat pemalu”
dalam bidang emosi.

C. IMPLEMENTASI TEORI GUILFORD DALAM PEMBELAJARAN


MATEMATIKA

1. Pembelajaran di Tingkat Sekolah Menengah Pertama


Guru menerapkan soal-soal open-ended kepada siswa. Dari jawaban
yang diberikan siswa dapat dibuktikan bahwa kemampuan untuk
memberikan berbagai alternatif jawaban adalah berdasarkan informasi
yang diberikan oleh guru maupun pengalaman pribadinya. Misalnya,
dalam pembelajaran matematika mengenai Geometri. Guru
mengintruksikan siswa untuk membuat garis tinggi dalam segitiga.
Setiap siswa akan memberikan jawaban yang berbeda beda karena
jawaban tersebut di dapat berdasarkan informasi yang telah diketahui
pada masing – masing siswa.

2. Pembelajaran di Tingkat Sekolah Menengah Atas


Teori Guilford | 35
Guru memberikan permasalahan yang dapat menimbulkan kreatifitas
siswa. Kreatifitas seorang siswa dapat dilihat ketika siswa tersebut
dapat menyelesaikan suatu persoalan mengenai materi matematika
tanpa bersumber pada satu teori saja. Misalnya, dalam pembelajaran
matematika mengenai Trigonomeri. Guru memberikan pertanyaan
sin 4 2 x +cos 4 5 x . Dari soal tersebut, guru dapat mengetahui kreatifitas
siswanya dari jawaban yang diberikan siswa. Trigonometri memiliki
banyak identitas. Siswa yang hanya mengetahui sedikit tipe dan
identitas tentang soal – soal trigonometri akan merasa kesulitan dalam
mengerjakan soal tersebut. Hal ini yang dimaksud dengan berpikir
konvergen. Kemudian, ada siswa yang tidak merasa kesulitan
menyelesaikan soal tersebut karena sering berlatih soal – soal
mengenai trigonometri. Hal ini yang dimaksud dengan berpikir
divergen.

Teori Guilford | 36
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Bistream Chapter 20. (online),


(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17377/3/Chapter
%20II.pdf, diunduh 09 September 2015)

Anonim. 2013. Teori Guilford. (online),


(https://www.academia.edu/9262924/Teori_Guilford, diunduh 09
September 2015)

Ertiana. 2011. Artikel Intelegensi Joy Paul Guilford dan Teori Intelegensi.
(online), (http://ertiana-fpsi11.web.unair.ac.id/artikel_detail-45656-
Inteligensi-Joy%20Paul%20Guilford%20dan%20Teori%20Inteligensi
%20.html, diunduh 09 September 2015)

Sidiq, Zulkifli. 2013. Konsep dan Pengukuran Kreativitas. (online),


(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/19601015
1987101-
ZULKIFLI_SIDIQ/KONSEP_DAN_PENGUKURAN_KREATIVITAS.p
df, diunduh 09 September 2015)

Teori Guilford | 37

Anda mungkin juga menyukai