Oleh Kelompok 7:
Niken Meilani Putri 2010321008
Fitri Hayati 2010321024
Maulida Quratu Ai’ny Siregar 2010322052
DOSEN PENGAMPU :
Nelia Afriyeni, M. A.
Dwi Puspa Sari, M. Psi., Psikolog
C. ANALISIS MASALAH
Berdasarkan film Horse Girl, Sarah yang merupakan tokoh utama dari film ini
diketahui memiliki kondisi abnormal, yaitu keadaan yang menyimpang atau tidak biasa
terjadi dari keadaan yang normal (Slamet & Markam, 2015). Permasalahan utama yang
muncul yaitu adanya gangguan pada kognitif dan tingkah laku Sarah. Jika dilihat dari
segi kognitif, sarah diketahui mengalami halusinasi yang merupakan gangguan jiwa
dimana pasien mengalami gangguan persepsi sensori, seperti munculnya sensasi palsu
berupa suara, rasa, penglihatan, penciuman, ataupun sentuhan Abdurakhman &
Maulana (2022). Jenis halusinasi yang dialami Sarah yaitu halusinasi pendengaran,
yang merupakan jenis halusinasi yang membuat klien mendengar hal-hal seperti
kebisingan yang kurang jelas hingga yang jelas, suara orang yang berbicara, hingga
bisikan untuk melakukan sesuatu yang dapat membahayakan. Hal ini terlihat ketika
Sarah mulai mendengar hal-hal yang tidak nyata seperti percakapan orang lain dimalam
hari dan suara ditelepon yang ia anggap datang dari masa depan dan tidak didengar oleh
orang lain.
Selain berhalusinasi, Sarah juga meyakini hal-hal yang sebenarnya tidak terjadi,
seperti ketika Sarah percaya bahwa dirinya adalah kloning dari neneknya, alien sedang
mengejarnya untuk dijadikan alat ukur, mimpi yang dialaminya adalah nyata, hingga ia
menganggap bahwa ternyata dirinya adalah neneknya. Berdasarkan ciri-ciri ini, dapat
diketahui bahwa Sarah mengalami delusi, yaitu gangguan pada isi pikiran yang ditandai
dengan adanya keyakinan palsu tentang dirinya yang tidak sesuai dengan kanyataan,
intelegensi, atau latar belakang kebudayaan seseorang (Nadzifah, 2016). Sarah tidak
dapat membedakan hal yang nyata dengan yang tidak nyata. Ia menganggap bahwa hal-
hal yang dialaminya, yang dilihat ataupun didengarkannya adalah hal yang benar-benar
terjadi dan merupakan fakta
Dengan adanya halusinasi dan delusi, menunjukkan bahwa proses kognitif
Sarah sudah terganggu. Sarah sulit membedakan antara kenyataan dengan pikiran pada
dirinya sendiri. Terganggunya proses kognitif ini, berakibat juga pada munculnya
perubahan pada perilaku dan sikap Sarah. Hal ini terlihat ketika Sarah mengajak Darren
untuk menggali kubur ibunya agar mendapatkan DNA dan membuktikan bahwa dirinya
merupakan kloning dari sang nenek, kemudian saat ia menyemprotkan wewangian
disetiap sudut dinding untuk mengusir makhluk jahat yang ingin menculiknya, atau
ketika Sarah keluar dari kamar mandi di tempat ia bekerja tanpa busana. Perilaku-
perilaku yang muncul pada Sarah ini sudah menunjukkan bahwa tingkah lakunya sudah
tidak normal lagi. Hal ini sesuai dengan aspek untuk menilai normal atau tidaknya
seseorang menurut Stren 1964 dalam Slamet & Markam, (2015) yaitu : kemampuan
berintegrasi, ada atau tidaknya simtom gangguan, tingkat kesadaran dan perkembangan
psikosesksual, serta determinan sosio kultural.
Dari riwayat keluarga, diketahui bahwa ada kemungkinan kondisi yang dialami
Sarah ini merupakan keturunan dari ibu dan neneknya (faktor genetik). Nenek Sarah
merupakan pengidap skizofrenia dan ibunya tumbuh di lingkungan dan situasi yang
traumatis, sehingga gangguan yang dialami Sarah berkemungkinan merupakan
keturunan dari keluarganya. Hal ini seseuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Zahnia & Sumekar (2016) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang berperan
terhadap timbulnya skizofrenia yaitu faktor genetik. Dari beberapa penjelasan ini dapat
diketahui bahwa tingkah laku Sarah sudah diklasifikasikan abnormal dan proses
kognitifnya terganggu karena sering mengalami halusinasi serta delusi, sehingga perlu
mendapatkan penanganan khusus dari profesional berupa pemberian intervensi klinis.
D. RANCANGAN INTERVENSI
Berdasarkan cerita sepanjang film, Sarah merupakan tokoh yang mengidap
penyakit skizofrenia. Diagnosis ini mampu diperkuat dari gejala yang dirasakan oleh
Sarah dimana ia telah merasakan gejala psikotik seperti berhalusinasi, delusi, dan
bersikap paranoid akan suatu kejadian. Selain itu gejala kognitif juga turut muncul
seperti kemunduran proses berpikir, kesulitan dalam memberikan fokus perhatian akan
suatu tindakan. Sehingga dari gejala yang muncul dapat dinyatakan bahwa Sarah
mengidap skizofrenia. Skizofrenia sendiri dapat diartikan sebagai bentuk dari gangguan
psikis yang ditandai dengan terpecahnya pikiran, perasaan, serta perilaku dari individu
dalam menjalankan aktivitasnya. Dimana perbedaan yang dimunculkan
bertolakbelakang dengan keinginan yang seharusnya (Prabowo, 2014).
Bagi seseorang individu yang telah dinyatakan mengalami gangguan kejiwaan,
pemberian intervensi yang sesuai guna mengobati masalah akibat gangguan tersebut
sangat perlu dilakukan. Dalam proses pemberian intervensi psikologis, langkah awal
yang harus dilakukan adalah memembangun raport pada pertemuan awal. Hal ini
berguna agar nantinya ketika masuk pada langkah asesmen antara pasien dengan terapis
telah terbangun kepercayaan. Penjelasan ini bisa dilihat pada adegan ketika Sarah
berada di rumah sakit jiwa, dimana tercermin ketika Ethan sebagai terapis berusaha
membangun kepercayaan dengan Sarah. Kepercayaan yang terbentuk diharapkan
mampu membawa Sarah ketahapan yang lebih serius untuk menjalani pengobatan atau
terapinya dan nantinya proses yang dijalankan lebih mudah untuk dilakukan.
Dari kasus Sarah, kelompok memberikan rancangan intervensi menggunakan
metode seperti :
1. Cognitve-Behavior Therapy
Cognitve-Behavior Therapy Merupakan bagian dari terapi
psikososial yang fokus pada seberapa penting pikiran seorang indvidu
dalam menjalankan sesuatu serta bagaimana sikap yang muncul saat
sesuatu tersebut dijalankan. Dimana menekankan kepada cara kerja
kognitif, pendapat, kepercayaan, dan perilaku yang dilakukan. Cognitive
behavior therapy yang dilakukan dapat memberikan dampak
peningkatan kemampuan kognitif dan kemampuan perilaku adaptif
pasien skizofrenia secara bermakna (Kramer dkk, 2014). Diharapkan
dengan penggunaan metode Cognitive Behavior Therapy pasien lebih
bisa mengubah pola berpikir dan berperilaku secara lebih baik dari
sebelumnya.
Terapi ini sesuai digunakan pada tokoh Sarah karena melihat
cara bersikap dan berperilaku dari Sarah yang sudah tidak sesuai dengan
yang seharusnya. Dimana kejadian rasional dianggap irrasional dan
begitupun sebaliknya. Untuk itu pemilihan metode terapi ini akan
berusaha membuat perilaku dan sikap yang terganggu menjadi lebih
positif dari sebelumnya.
2. Psikoterapi Supportif
Psikoterapi Suportif Menjelaskan Terkait pengobatan yang akan
berpusat pada pengajaran dan pembelajaran kembali. Terapi dengan
metode ini dibentuk sesuai pendekatan psikoanalisa. psikoterapi suportif
berusaha agar pasien secara menyeluruh untuk mengungkap sumber
paling dasar dan terdalam dari permasalahan (Corsini&Wedding, 2011
dalam Fitriani, 2020). Dimana pasien skizofrenia akan diberi edukasi
tentang penyakitnya mulai dari gejala, dampak jangka pendek hingga
panjang serta usaha yang akan dilakukan untuk mengatasinya . mungkin
pada beberapa situasi pasien sudah tidak lagi memahami situasinya
untuk itu seorang terapis harus berusaha untuk tetap aktif dalam
memberikan pengajaran terhadap pasien.
E. KESIMPULAN
Film horse girl tampil sebagai drama psikologis yang memaparkan mengenai
penyakit kejiwaan yang dialai oleh sarah yang dimana penyakit yang ia derita
merupakan turunan dari ibu dan neneknya, di mana digambarkan tekanan mental seperti
apa yang dialami oleh sarah sehingga mempengaruhi kepribadiannya di mana ia sering
mengalami kejadian aneh seperti berjalan sambal tidur, berhalusinasi, serta percaya
akan hal-hal yang ia halusinasikan.sehingga dapat kita simpulkan bahwa sarah memiliki
gangguan kognitif di mana ia sudah tidak mampu berintegrasi dengan dunia nyata,
adanya simtom gangguan, tingkat kesadaran dan perkembangan psikosesksual rendah,
serta adanya determinan sosio kultural.
Intervensi yang dapat dilakukan terhadap kasus sarah adalah CBT dan
psikoterapi supportif karena kedua intervensi ini lah yang cocok untuk gangguan
kognitif yang dialami oleh sarah. Dari film ini meggabarkan kepada penonton betapa
pentingnya kesadaran kita akan kesehatan mental. Mental yang sehat membantu
sesorang untuk mampu berfikir dengan baik sehingga pada akhirnya akan ada
keselarasan antara tubuh dan pikiran baik secara emosional, psikologis, cara berfikir,
merasakan, dan berperilaku. Jika kesehatan mental terganggu maka kualitas hidup juga
akan menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurakhman, R. N., & Maulana, M.A. (2022). Psikoreligius terhadap perubahan persepsi
sensorik pada pasien halusinasi pendengaran di RSUD Arjawinangun Kabupaten
Cirebon. Jurnal Education and development, 10(1), 251-253.
Fitriani, A. (2020). Psikoterapi suportif pada penderita skizofrenia hebefrenik. Proyeksi: Jurnal
Psikologi, 13(2), 123-133.
Kramer, G. P., Bernstein, D. A., & Phares, V. (2014). Introduction to Clinical Psychology (8th
Edition). USA: Pearson Education.
Nadzifah, U.Z. (2016). Gangguan delusi pada pengalamal wirid : Studi kasus pada pengalam
wirid di Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto (Doctoral dissertation,
Univeritas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).
Noviekayati, I. G. A. A. (2022). Efektivitas cognitive behavior therapy (cbt) dalam penanganan
pasien skizofrenia paranoid. Jurnal Studia Insania, 10(1), 45-52.
Slamet, S.I.S., & Markam, S. (2015). Psikologi Klinis. Jakarta : UI-Press.
Zahnia, S., & Sumekar, D.W. (2016). Kajian epidemiologis skizofrenia. Jurnal Majority, 5(4),
160-166.