Anda di halaman 1dari 8

PSIKOLOGI KLINIS A

BEDAH KASUS FILM “HORSE GIRL”

Oleh Kelompok 7:
Niken Meilani Putri 2010321008
Fitri Hayati 2010321024
Maulida Quratu Ai’ny Siregar 2010322052

DOSEN PENGAMPU :
Nelia Afriyeni, M. A.
Dwi Puspa Sari, M. Psi., Psikolog

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2022
A. SINOPSIS KASUS
Sarah adalah seorang wanita pemalu dan introvert. Kesehariannya dia isi
dengan bekerja di toko kerajinan tangan, mengunjungi makam ibunya, dan melihat
mantan kudanya yang sekarang sudah dimiliki orang lain. Sedangkan di rumah, dia
hanya menonton serial TV bergenre kriminal supranatural sambil membuat kalung dan
gelang kecil. Di hari ulang tahunnya, dia tidak menemukan teman yang bisa diajak
merayakan bersama, tetapi teman kontrakannya kemudian membuat acara dadakan
untuknya di rumah dan mengundang teman dari pacarnya. Sarah kemudian menemukan
teman dan rasa cinta pada diri Darren yang juga sudah lama tidak pernah memiliki
hubungan dengan wanita sejak putus dari pacarnya.
Setelah malam itu, Sarah mulai dihantui oleh mimpi dan bayangan yang tidak
bisa dimengerti olehnya. Dia sering berjalan sambil tidur dan menggaruk dinding
rumah. Nikki, teman kontrakannya, meminta Sarah untuk memperbaiki dinding itu
sebelum ketahuan pemilik rumah. Darren datang untuk mengambil mobilnya dan
mengajak Sarah kencan. Semakin hari Sarah mengalami banyak kejadian aneh. Dia
mendengar suara orang berbicara padahal Nikki tidak berada di rumah, mobilnya hilang
di garasi dan ternyata ditemukan di tepi jalan, dia kemudian berada di depan telepon
umum di tengah malam dengan piyama terbalik, dan hidungnya juga sering mimisan.
Rekan kerjanya meminta dia untuk berobat ke dokter. Sarah mulai merasa jika dia
pernah mengalami penculikan oleh alien dan merupakan kloning dari neneknya yang
memang memiliki wajah yang sangat mirip dengan dirinya dan juga memiliki kebiasaan
yang mulai mengganggunya saat ini. Saat kencan, Sarah mengajak Darren melihat
seseorang dari jauh yang dia yakin adalah manusia kloning dan meminta menggali
makam ibunya untuk mendapat DNA.
Keesokan harinya, Sarah datang ke tempat kerjanya dengan telanjang setelah
keluar dari kamar mandi. Setelahnya dia dirujuk ke rumah sakit jiwa dan bertemu
dengan wanita yang pernah dia temui di dalam mimpi dan ternyata memiliki mimpi
yang sama. Mereka berdua yakin jika mereka adalah korban penculikan alien. Sarah
kemudian dinyatakan bebas setelah 72 jam pemeriksaan. Kemudian dia melakukan apa
yang menjadi kesimpulan menurutnya, yaitu memakai gaun milik neneknya, mencuri
mantan kuda kesayangannya, dan kemudian berjalan ke tanah lapang dimana disana dia
diangkat ke langit oleh UFO
B. GAMBARAN PERILAKU PADA TOKOH UTAMA
Sarah merupakan seorang wanita yang memiliki sedikit teman dan lebih nyaman
menghabiskan waktunya sendiri dengan menonton serial di televisi sambil membuat
kalung atau gelang dari benang wol. Permasalahan yang muncul pada tokoh utama film
ini bermula ketika Sarah sering mengalami mimisan secara tiba-tiba. Namun karena
ketidaktahuannya akan penanganan yang tepat, ia menjadi lambat untuk memeriksakan
diri ke dokter. Selain itu, Sarah juga mengalami gangguan tidur, dimana ia sering tidur
sambil berjalan (sleep walking) dan bermimpi hal yang berulang-ulang ditempat yang
sama. Sarah juga mulai melakukan sesuatu yang bahkan ia sendiri tidak sadar telah
melakukannya seperti menggaruk dinding rumah, meninggalkan mobil ditepi jalan, dan
berada didepan telepon umum pada tengah malam.
Sarah menganggap bahwa waktu berjalan dengan aneh dan tidak sesuai dengan
biasanya. Dimalam hari, Sarah juga sering mendengar suara orang bercerita padahal
tidak ada satu pun orang dirumah selain dirinya. Keadaan Sarah semakin memburuk
ketika ia mulai percaya bahwa dirinya adalah kloning dari neneknya dan akan diculik
oleh alien untuk dijadikan sebagai alat ukur. Sarah mencoba menceritakan hal yang
dialaminya kepada orang lain, seperti dokter THT tempat ia berobat, rekan kerjanya,
dan Darren yang merupakan orang yang disukainya. Tetapi tidak ada yang
mempercayainya dan malah menyuruhnya untuk mendapatkan bantuan dari
profesional. Mendengar hal tersebut, Sarah semakin cemas dan mengalami lebih
banyak hal-hal yang membuatnya semakin percaya bahwa hal yang dialaminya tersebut
adalah nyata. Sarah juga mengalami gangguan kecemasan dimana Sarah merasakan
bahwa setiap orang yang disekitarnya akan melukainya, Dimana kondisi Sarah yang
semakin lama semakin mengkhawatirkan dan akhirnya Sarah di bawa ke rumah sakit
jiwa untuk diberikan beberapa intervensi untuk mengobati gangguan mental Sarah agar
mendapatkan penanganan khusus. Di rumah sakit jiwa Sarah juga mengalami halusinasi
dimana Sarah keluar dari rumah sakit dan dia melakukan tindakan yang aneh.

C. ANALISIS MASALAH
Berdasarkan film Horse Girl, Sarah yang merupakan tokoh utama dari film ini
diketahui memiliki kondisi abnormal, yaitu keadaan yang menyimpang atau tidak biasa
terjadi dari keadaan yang normal (Slamet & Markam, 2015). Permasalahan utama yang
muncul yaitu adanya gangguan pada kognitif dan tingkah laku Sarah. Jika dilihat dari
segi kognitif, sarah diketahui mengalami halusinasi yang merupakan gangguan jiwa
dimana pasien mengalami gangguan persepsi sensori, seperti munculnya sensasi palsu
berupa suara, rasa, penglihatan, penciuman, ataupun sentuhan Abdurakhman &
Maulana (2022). Jenis halusinasi yang dialami Sarah yaitu halusinasi pendengaran,
yang merupakan jenis halusinasi yang membuat klien mendengar hal-hal seperti
kebisingan yang kurang jelas hingga yang jelas, suara orang yang berbicara, hingga
bisikan untuk melakukan sesuatu yang dapat membahayakan. Hal ini terlihat ketika
Sarah mulai mendengar hal-hal yang tidak nyata seperti percakapan orang lain dimalam
hari dan suara ditelepon yang ia anggap datang dari masa depan dan tidak didengar oleh
orang lain.
Selain berhalusinasi, Sarah juga meyakini hal-hal yang sebenarnya tidak terjadi,
seperti ketika Sarah percaya bahwa dirinya adalah kloning dari neneknya, alien sedang
mengejarnya untuk dijadikan alat ukur, mimpi yang dialaminya adalah nyata, hingga ia
menganggap bahwa ternyata dirinya adalah neneknya. Berdasarkan ciri-ciri ini, dapat
diketahui bahwa Sarah mengalami delusi, yaitu gangguan pada isi pikiran yang ditandai
dengan adanya keyakinan palsu tentang dirinya yang tidak sesuai dengan kanyataan,
intelegensi, atau latar belakang kebudayaan seseorang (Nadzifah, 2016). Sarah tidak
dapat membedakan hal yang nyata dengan yang tidak nyata. Ia menganggap bahwa hal-
hal yang dialaminya, yang dilihat ataupun didengarkannya adalah hal yang benar-benar
terjadi dan merupakan fakta
Dengan adanya halusinasi dan delusi, menunjukkan bahwa proses kognitif
Sarah sudah terganggu. Sarah sulit membedakan antara kenyataan dengan pikiran pada
dirinya sendiri. Terganggunya proses kognitif ini, berakibat juga pada munculnya
perubahan pada perilaku dan sikap Sarah. Hal ini terlihat ketika Sarah mengajak Darren
untuk menggali kubur ibunya agar mendapatkan DNA dan membuktikan bahwa dirinya
merupakan kloning dari sang nenek, kemudian saat ia menyemprotkan wewangian
disetiap sudut dinding untuk mengusir makhluk jahat yang ingin menculiknya, atau
ketika Sarah keluar dari kamar mandi di tempat ia bekerja tanpa busana. Perilaku-
perilaku yang muncul pada Sarah ini sudah menunjukkan bahwa tingkah lakunya sudah
tidak normal lagi. Hal ini sesuai dengan aspek untuk menilai normal atau tidaknya
seseorang menurut Stren 1964 dalam Slamet & Markam, (2015) yaitu : kemampuan
berintegrasi, ada atau tidaknya simtom gangguan, tingkat kesadaran dan perkembangan
psikosesksual, serta determinan sosio kultural.
Dari riwayat keluarga, diketahui bahwa ada kemungkinan kondisi yang dialami
Sarah ini merupakan keturunan dari ibu dan neneknya (faktor genetik). Nenek Sarah
merupakan pengidap skizofrenia dan ibunya tumbuh di lingkungan dan situasi yang
traumatis, sehingga gangguan yang dialami Sarah berkemungkinan merupakan
keturunan dari keluarganya. Hal ini seseuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Zahnia & Sumekar (2016) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang berperan
terhadap timbulnya skizofrenia yaitu faktor genetik. Dari beberapa penjelasan ini dapat
diketahui bahwa tingkah laku Sarah sudah diklasifikasikan abnormal dan proses
kognitifnya terganggu karena sering mengalami halusinasi serta delusi, sehingga perlu
mendapatkan penanganan khusus dari profesional berupa pemberian intervensi klinis.

D. RANCANGAN INTERVENSI
Berdasarkan cerita sepanjang film, Sarah merupakan tokoh yang mengidap
penyakit skizofrenia. Diagnosis ini mampu diperkuat dari gejala yang dirasakan oleh
Sarah dimana ia telah merasakan gejala psikotik seperti berhalusinasi, delusi, dan
bersikap paranoid akan suatu kejadian. Selain itu gejala kognitif juga turut muncul
seperti kemunduran proses berpikir, kesulitan dalam memberikan fokus perhatian akan
suatu tindakan. Sehingga dari gejala yang muncul dapat dinyatakan bahwa Sarah
mengidap skizofrenia. Skizofrenia sendiri dapat diartikan sebagai bentuk dari gangguan
psikis yang ditandai dengan terpecahnya pikiran, perasaan, serta perilaku dari individu
dalam menjalankan aktivitasnya. Dimana perbedaan yang dimunculkan
bertolakbelakang dengan keinginan yang seharusnya (Prabowo, 2014).
Bagi seseorang individu yang telah dinyatakan mengalami gangguan kejiwaan,
pemberian intervensi yang sesuai guna mengobati masalah akibat gangguan tersebut
sangat perlu dilakukan. Dalam proses pemberian intervensi psikologis, langkah awal
yang harus dilakukan adalah memembangun raport pada pertemuan awal. Hal ini
berguna agar nantinya ketika masuk pada langkah asesmen antara pasien dengan terapis
telah terbangun kepercayaan. Penjelasan ini bisa dilihat pada adegan ketika Sarah
berada di rumah sakit jiwa, dimana tercermin ketika Ethan sebagai terapis berusaha
membangun kepercayaan dengan Sarah. Kepercayaan yang terbentuk diharapkan
mampu membawa Sarah ketahapan yang lebih serius untuk menjalani pengobatan atau
terapinya dan nantinya proses yang dijalankan lebih mudah untuk dilakukan.
Dari kasus Sarah, kelompok memberikan rancangan intervensi menggunakan
metode seperti :
1. Cognitve-Behavior Therapy
Cognitve-Behavior Therapy Merupakan bagian dari terapi
psikososial yang fokus pada seberapa penting pikiran seorang indvidu
dalam menjalankan sesuatu serta bagaimana sikap yang muncul saat
sesuatu tersebut dijalankan. Dimana menekankan kepada cara kerja
kognitif, pendapat, kepercayaan, dan perilaku yang dilakukan. Cognitive
behavior therapy yang dilakukan dapat memberikan dampak
peningkatan kemampuan kognitif dan kemampuan perilaku adaptif
pasien skizofrenia secara bermakna (Kramer dkk, 2014). Diharapkan
dengan penggunaan metode Cognitive Behavior Therapy pasien lebih
bisa mengubah pola berpikir dan berperilaku secara lebih baik dari
sebelumnya.
Terapi ini sesuai digunakan pada tokoh Sarah karena melihat
cara bersikap dan berperilaku dari Sarah yang sudah tidak sesuai dengan
yang seharusnya. Dimana kejadian rasional dianggap irrasional dan
begitupun sebaliknya. Untuk itu pemilihan metode terapi ini akan
berusaha membuat perilaku dan sikap yang terganggu menjadi lebih
positif dari sebelumnya.
2. Psikoterapi Supportif
Psikoterapi Suportif Menjelaskan Terkait pengobatan yang akan
berpusat pada pengajaran dan pembelajaran kembali. Terapi dengan
metode ini dibentuk sesuai pendekatan psikoanalisa. psikoterapi suportif
berusaha agar pasien secara menyeluruh untuk mengungkap sumber
paling dasar dan terdalam dari permasalahan (Corsini&Wedding, 2011
dalam Fitriani, 2020). Dimana pasien skizofrenia akan diberi edukasi
tentang penyakitnya mulai dari gejala, dampak jangka pendek hingga
panjang serta usaha yang akan dilakukan untuk mengatasinya . mungkin
pada beberapa situasi pasien sudah tidak lagi memahami situasinya
untuk itu seorang terapis harus berusaha untuk tetap aktif dalam
memberikan pengajaran terhadap pasien.

E. KESIMPULAN
Film horse girl tampil sebagai drama psikologis yang memaparkan mengenai
penyakit kejiwaan yang dialai oleh sarah yang dimana penyakit yang ia derita
merupakan turunan dari ibu dan neneknya, di mana digambarkan tekanan mental seperti
apa yang dialami oleh sarah sehingga mempengaruhi kepribadiannya di mana ia sering
mengalami kejadian aneh seperti berjalan sambal tidur, berhalusinasi, serta percaya
akan hal-hal yang ia halusinasikan.sehingga dapat kita simpulkan bahwa sarah memiliki
gangguan kognitif di mana ia sudah tidak mampu berintegrasi dengan dunia nyata,
adanya simtom gangguan, tingkat kesadaran dan perkembangan psikosesksual rendah,
serta adanya determinan sosio kultural.
Intervensi yang dapat dilakukan terhadap kasus sarah adalah CBT dan
psikoterapi supportif karena kedua intervensi ini lah yang cocok untuk gangguan
kognitif yang dialami oleh sarah. Dari film ini meggabarkan kepada penonton betapa
pentingnya kesadaran kita akan kesehatan mental. Mental yang sehat membantu
sesorang untuk mampu berfikir dengan baik sehingga pada akhirnya akan ada
keselarasan antara tubuh dan pikiran baik secara emosional, psikologis, cara berfikir,
merasakan, dan berperilaku. Jika kesehatan mental terganggu maka kualitas hidup juga
akan menurun.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurakhman, R. N., & Maulana, M.A. (2022). Psikoreligius terhadap perubahan persepsi
sensorik pada pasien halusinasi pendengaran di RSUD Arjawinangun Kabupaten
Cirebon. Jurnal Education and development, 10(1), 251-253.
Fitriani, A. (2020). Psikoterapi suportif pada penderita skizofrenia hebefrenik. Proyeksi: Jurnal
Psikologi, 13(2), 123-133.
Kramer, G. P., Bernstein, D. A., & Phares, V. (2014). Introduction to Clinical Psychology (8th
Edition). USA: Pearson Education.
Nadzifah, U.Z. (2016). Gangguan delusi pada pengalamal wirid : Studi kasus pada pengalam
wirid di Desa Gemekan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto (Doctoral dissertation,
Univeritas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).
Noviekayati, I. G. A. A. (2022). Efektivitas cognitive behavior therapy (cbt) dalam penanganan
pasien skizofrenia paranoid. Jurnal Studia Insania, 10(1), 45-52.
Slamet, S.I.S., & Markam, S. (2015). Psikologi Klinis. Jakarta : UI-Press.
Zahnia, S., & Sumekar, D.W. (2016). Kajian epidemiologis skizofrenia. Jurnal Majority, 5(4),
160-166.

Anda mungkin juga menyukai