Anda di halaman 1dari 116

PENGARUH EMPATI, REGULASI EMOSI DAN

ANONIMITAS TERHADAP CIVILITY DI MEDIA SOSIAL

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh:
Mochamad Saepudin
NIM : 1112070000055

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

” Barangsiapa yang beriman kepada

Allah dan Hari Akhir maka

hendaklah ia berkata baik atau diam”

HR. Bukhari

Persembahan:

Karya ini saya persembahkan untuk Mama, Bapak, Kakak-

kakak, Sahabat dan Teman-Temanku yang selalu memberi

semangat, dukungan, dan do’a yang tulus.

Terimakasih untuk semuanya

v
ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi
B) Juli 2019
C) Mochamad Saepudin
D) Pengaruh empati, regulasi emosi dan anonimitas terhadap civility di media
sosial
E) XIV + 79 halaman + lampiran
F) Dalam berinteraksi di media sosial, remaja diharapkan dapat menerapkan
civility. Bentuk perilaku civility di media sosial adalah berkomunikasi dengan
sopan dan rasa menghargai orang lain dalam berinteraksi di media sosial.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh empati, regulasi emosi dan
anonimitas terhadap civility di media sosial.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan total sampel yang


digunakan berjumlah 205 siswa Madrasah Pembangunan UIN Syarif
Hidayatullah, Tangerang Selatan. Dalam penelitian ini menggunakan teknik
non-probability sampling dengan metode convenience. Penulis menggunakan
alat ukur yang dikembangkan oleh Porath, Gerbasi dan Schorch (2015) untuk
mengukur civility, Interpersonal Reactivity Index (IRI) dibuat oleh Davis
(1980) untuk mengukur empati, Emotional Regulation Questionaire for
Children and Adolescence (ERQ-CA) yang dikembangkan oleh Gullone &
Taffe (2011) untuk mengukur regulasi emosi dan Attitutudes Toward
Anonimity Questionaire yang dikembangkan oleh Barlett (2015) untuk
mengukur anonimitas. Untuk menguji validitas alat ukur menggunakan teknik
Confirmatory Factor Analysis (CFA) dan Multiple Regression Analysis
digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh variabel empati,


regulasi emosi dan anonimitas terhadap civility di media sosial dengan
proporsi varians sebesar 47,9% dan terdapat tiga dimensi yang berpengaruh
signifikan terhadap civility, yaitu perspective taking, cognitive reappraisal dan
expressive suppression.

G) Bahan bacaan: 65; buku: 7 + jurnal: 51 + disertasi: 1 + skripsi: 3

vi
ABSTRACT

A) Faculty of Psychology
B) July 2019
C) Mochamad Saepudin
D. The influence of empathy, emotional regulation and anonimity on civility in
social media.
E) XIV + 79 pages + attachments
F. In interacting on social media, adolescents are expected to be able to apply
civility. The form of civility behavior on social media is communicating politely
and respecting others in interacting on social media. This study aims to examine
the effect of empathy, emotional regulation and anonymity on civility on social
media.

This study used a quantitative approach with a total sample of 205 students using
Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah, South Tangerang. This
research using non-probability sampling techniques with convenience methods.
The author use a measuring instrument developed by Porath, Gerbasi and Schorch
(2015) to measure civility, Interpersonal Reactivity Index (IRI) created by Davis
(1980) to measure empathy, Emotional Regulation Questionaire for Children and
Adolescence (ERQ-CA) developed by Gullone & Taffe (2011) to measure
emotional regulation and the Attitutudes Toward Anonymity Questionaire
developed by Barlett (2015) to measure anonymity. To test the validity of the
measuring instrument using Confirmatory Factor Analysis (CFA) and Multiple
Regression Analysis techniques used to test the research hypothesis.

The results of this study indicate that there is an influence of empathy, emotion
regulation and anonymity on civility on social media with a variance proportion of
47.9% and there are three dimensions that have a significant effect on civility,
namely perspective taking, cognitive reappraisal and expressive suppression.

G) Reading materials: 65; books: 7 + journals 51 + disertation: 1 + theses: 3

vii
KATA PENGANTAR.

Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan penulis berbagai macam nikmat di antaranya nikmat iman dan
islam serta sehat wal afaiat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
dengan lancar dan tepat pada waktunya.

Pada penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak
yang telah membantu penulis baik secara materi, tenaga ataupun moril, maka dari
itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Dr. Zahrotun Nihayah M.Si, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Bapak Bambang Suryadi, Ph.D,
Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta dan jajaran yang telah memfasilitasi mahasiswa
dalam rangka menciptakan lulusan yang berkualitas.
2. Bapak Ikhwan Lutfi, M.Psi, dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing penulis, memberikan motivasi dan memberikan penulis banyak
masukkan selama menyelesaikan skripsi.
3. Bapak Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si, dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga saat ini dan selalu
memberikan motivasi dan saran kepada penulis.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Jakarta yang telah memberikan ilmu
yang berharga kepada penulis. Dan untuk seluruh staf Fakultas Psikologi UIN
Jakarta yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi penulis.
5. Kepada siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi responden pada penelitian
ini.
6. Kepada Ibu Ratu Amiratun S.Psi yang telah membantu proses perizinan dan
pelaksanaan pengambilan data penelitian di sekolah Madrasah Aliyah
Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah.

viii
7. Kepada kedua orangtua penulis, Mama Suriati dan Bapak Prayitno yang tanpa
henti memanjatkan doa di setiap ibadahnya, kasih sayang yang tulus, serta
memberikan segala dukungan dan pengorbanan untuk penulis. Terima kasih
sudah menjadi pendengar dan penasihat yang baik atas segala suka duka
penulis.
8. Kepada kakak-kakak penulis Mochamad Ikhwan, Winarti, Marlina, Marliya
dan adik tersayang Nur Annisa yang telah memberikan kasih sayang,
motivasi, nasihat dan segala kebahagiaan yang diberikan kepada penulis.
9. Untuk sahabat tersayang Safara Chaniago dan teman-teman penulis Hilwan,
Ade, Barley, Redo, Anshor yang telah memberikan bantuan dan dukungan
kepada penulis. Terima kasih atas segala kasih sayang, canda tawa, motivasi
serta pendampingan yang diberikan selama ini, pada momen kontenstasi
penulis dan momen yang lain dalam keadaan suka maupun duka.
10. Sahabat kelas B dan psikologi 2012 serta sahabat lainnya yang telah
memberikan semangat dan kebahagiaan. Terima kasih atas segala bantuan
psikologis dan motivasinya.
11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. terima kasih telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga segala bantuan, dukungan,
dan do’anya kepada saya, dibalas Allah dengan kebaikan yang berlimpah.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini terdapat banyak sekali
kekurangan dan kesalahan, oleh karenanya penulis mengharapkan dapat
disampaikan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan
penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri ataupun
orang lain, dan pihak yang berkepentingan.

Jakarta, 19 Mei 2019

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
ABSTRACT ....................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii

BAB 1 : PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................... 9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 11
1.4 Sistematika Penulisan ............................................................................ 12

BAB 2 : LANDASAN TEORI ............................................................................ 14


2.1 Civility ................................................................................................... 14
2.1.1 Definisi Civility ........................................................................... 14
2.1.2 Dimensi Civility ........................................................................... 15
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi Civility ............................................ 16
2.1.4 Pengukuran Civility...................................................................... 17
2.2 Empati .................................................................................................... 19
2.2.1 Definisi Empati............................................................................ 19
2.2.2 Aspek Empati .............................................................................. 21
2.2.3 Pengukuran Empati ..................................................................... 22
2.3 Regulasi Emosi ...................................................................................... 20
2.3.1 Definisi Regulasi Emosi .............................................................. 20
2.3.2 Dimens Regulasi Emosi ............................................................. 25
2.3.3 Pengukuran Regulasi Emosi ....................................................... 25
2.4 Anonimitas ............................................................................................. 27
2.4.1 Definisi Anonimitas....................................................................27
2.4.2 Pengukuran Anonimitas ............................................................. 28
2.5 Kerangka Berpikir .................................................................................. 29
2.6 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 33

x
BAB 3 : METODE PENELITIAN .................................................................... 35
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .............................. 35
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ......................... 35
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ................................................................ 37
3.3.1 Alat ukur Civility ......................................................................... 37
3.3.2 Alat ukur Empati ......................................................................... 38
3.3.3 Alat ukur Regulasi Emosi ............................................................ 39
3.3.4 Alat ukur Anonimitas .................................................................. 39
3.4 Uji Validitas Konstruk ........................................................................... 40
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Skala Civility .......................................... 41
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Skala Perspective Taking ....................... 43
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Skala Fantasy ......................................... 44
3.4.4 Uji Validitas Konstruk Skala Emphatic Concern ....................... 45
3.4.5 Uji Validitas Konstruk Skala Personal Distress ......................... 46
3.4.6 Uji Validitas Konstruk Skala Cognitive Reappraisal ................. 47
3.4.7 Uji Validitas Konstruk Skala Expressive Suppression................ 48
3.4.8 Uji Validitas Konstruk Skala Anonimitas ................................... 49
3.5 Metode Analisis Data ............................................................................. 50
3.5 Prosedur Penelitian ................................................................................ 52

BAB 4 : HASIL PENELITIAN .......................................................................... 55


4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ...................................................... 55
4.2 Analisis Deskriptif ................................................................................. 57
4.3 Kategorisasi Variabel ............................................................................. 59
4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian ................................................................ 60
4.4.1 Pengujian Hipotesis ..................................................................... 60
4.4.2 Analisis Proporsi Varians Masing-masing Variabel ................... 65

BAB 5 : KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ......................................... 67


5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 67
5.2 Diskusi ................................................................................................... 67
5.3 Saran ...................................................................................................... 72
5.3.1 Saran Teoritis.................................................................................72
5.3.2 Saran Praktis..................................................................................72

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 74


LAMPIRAN......................................................................................................... 80

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skor untuk Pernyataan Favorable dan Unfavorable Skala Likert ................ 37
Tabel 3.2 Blueprint Skala Civility ......................................................................... 38
Tabel 3.3 Blueprint Skala Empati ......................................................................... 38
Tabel 3.4 Blueprint Skala Regulasi Emosi ........................................................... 39
Tabel 3.5 Blueprint Skala Anonimitas .................................................................. 39
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Konstruk Civility .................................................. 42
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Konstruk Perspective Taking ............................... 43
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Konstruk Fantasy ................................................. 44
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Konstruk Emphatic Concern................................ 45
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Konstruk Personal Distress ............................... 47
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Konstruk Cognitive Reappraisal ....................... 48
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Konstruk Expressive Suppression ...................... 49
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Konstruk Anonimitas ......................................... 50
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian..................................................... 55
Tabel 4.2 Media Sosial Yang Paling Aktif Digunakan Responden ...................... 56
Tabel 4.3 Waktu Yang Digunakan Responden ..................................................... 56
Tabel 4.4 Skor Variabel Penelitian ....................................................................... 58
Tabel 4.6 Kategorisasi Skor Variabel ................................................................... 58
Tabel 4.7 Tabel R-Square ..................................................................................... 61
Tabel 4.8 Tabel ANOVA ...................................................................................... 61
Tabel 4.9 Tabel Koefisien Regresi ........................................................................ 62
Tabel 5.0 Proporsi Varians Untuk Masing- Masing Independent Variabel ......... 65

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi Kerangka Berpikir............. .................................................. 32

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian ............................................................ 81


Lampiran 2 Blue Print ........................................................................................ 82
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian........................................................................ 84
Lampiran 4 Path Diagram .................................................................................. 93
Lampiran 5 Syntax Uji Validitas Validitas ......................................................... 99
Lampiran 6 Output Statistik ................................................................................ 101

xiv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Fenomena incivility di media sosial telah menjadi perhatian serius karena banyaknya

fenomena incivility di media sosial yang membawa dampak buruk pada remaja.

Civility merupakan perilaku yang mencerminkan kesopanan yang dapat menjaga

keharmonisan sosial atau perilaku yang mencerminkan rasa menghargai untuk tiap

individu (Wilkins et al 2010). Sedangkan, incivility diartikan sebagai perilaku yang

kasar dan mengganggu yang menghasilkan distress bagi orang-orang yang terlibat,

baik psikologis maupun fisiologis yang jika dibiarkan akan berkembang menjadi

situasi yang mengancam (Clark, 2009).

Kayany (1998) mengidentifikasi perilaku incivility di media sosial seperti

bersumpah (swearing), memanggil nama (calling names), mengejek (ridiculing) dan

melemparkan penghinaan terhadap orang lain berdasarkan atribut identitas mereka

seperti karakter, agama, ras, kecerdasan dan kemampuan fisik atau mental. Clark,

Werth & Ahten, (2012) menyatakan bahwa bentuk dari perilaku incivility adalah

fenomena cyberbullying di media sosial, memposting rumor atau berita yang salah,

berkomentar kasar yang mengganggu orang lain, bergosip, menerbitkan materi yang

mencemarkan nama baik, menghina orang lain dan mengintimidasi orang lain.

Pew Research Center (PRC) tahun 2017 meneliti interaksi incivility di media

sosial pada masyarakat Amerika Serikat. Hasil menunjukkan bahwa 73% responden

melihat orang lain dilecehkan, 40% responden secara pribadi telah mengalaminya,

1
2

49% responden melihat orang lain berperilaku kejam, 60% responden melihat orang

lain di hina identitasnya , 53% telah melihat upaya untuk sengaja mempermalukan

seseorang dan 92% responden setuju bahwa interaksi di sosial media memungkinkan

seseorang menjadi lebih kasar dan agresif, dibanding dengan pengalaman offline

mereka (Duggan,2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Song (2018) menemukan bahwa bentuk

incivility yang paling banyak digunakana adalah name- calling. Name calling

merupakan penggunaan julukan yang bermaksud untuk merendahkan pihak lain.

Memanggil orang lain dengan menggunakan kata- kata yang dikaitkan dengan atribut

identitas orang lain yang bertujuan untuk menghina atau memberikan stereotip

kepada orang lain di dunia maya (Song, 2018).

Fenomena incivility pada media sosial juga telah diteliti di Indonesia.

Kementrian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan United Nations

Emergency Children’s Fund (UNICEF, 2014) pada tahun 2014. Penelitian ini

berjudul “Digital Citizenship Safety among Children and Adolescents in Indonesia”.

Salah satu hasilnya adalah persentase yang relatif tinggi anak-anak dan remaja yang

menjadi korban dari penindasan di dunia maya atau cyberbullying. Hanya 42 %

responden menyadari risiko ditindas secara online, dan di antara mereka 13 % telah

menjadi korban selama tiga bulan sebelumnya, yang diterjemahkan ke dalam ribuan

anak-anak dan remaja. Yang dialami responden meliputi nama – panggilan (name-

calling) dan diremehkan karena pekerjaan orang tua mereka (misalnya petani atau

nelayan) atau penampilan fisik mereka.


3

Terkena paparan komentar incivility juga mengarah pada peningkatan hostile

cognition. Hostile cognition adalah pemikiran yang kurang bersahabat kepada orang

lain. Satu komentar yang menunjukkan incivility akan memicu orang lain untuk

melakukan hal yang sama (Rosner, Winter & Kramer, 2016). Paparan komentar

incivility melalui internet dapat membuat tingkat incivility meningkat juga (Ferris,

2002).

Incivility di media sosial juga berdampak pada psikologis remaja. Pengalaman

perilaku incivility pada korban, lebih kuat hubungannya dengan ketakutan, kecemasan

dan perilaku menghindar daripada pengalaman menjadi korban penculikan atau

penyerangan (Mayer dalam Wilkins et al., 2010. Akibat lain dari perlakuan incivility

adalah depresi, sedih dan frustasi (Rahayu, 2012) hingga mempunyai kecenderungan

untuk melakukan tindakan bunuh diri pada korban yang diakibatkan oleh harga diri

yang menurun dan merasa kesepian (Hinduja & Patchin, 2010). Sedangkan pada

pelaku atau individu yang melakukan perilaku incivility lebih mungkin untuk

menderita depresi, kecemasan atau masalah psikosomatis (Volk, Marini & Dane,

2016). Tindakan incivility dapat membuat siswa merasa tidak aman di sekolah, hal

tersebut dapat berakibat pada penurunan performa akademik siswa (Mayer dalam

Wilkins et al., 2010)

Melihat efek buruk yang dihasilkan dari incivility di dunia maya, maka

peneliti menilai penting untuk mengangkat topik mengenai civility. Peneliti ingin

meneliti civility di media sosial pada remaja. William Kay mengemukakan bahwa

salah satu tugas perkembangan pada fase remaja adalah dapat membangun
4

keterampilan komunikasi interpersonal dengan orang lain dan bergaul dengan teman

sebaya, baik individual maupun kelompok (dalam Jahja 2011). Hal tersebut membuat

berperilaku secara civility sangat penting pada fase perkembangan remaja.

Mayoritas aturan perilaku sopan bersifat universal, namun ada beberapa

perbedaan dalam konteks budaya yang berbeda. Perbedaan budaya Indonesia dan

Barat, salah satunya seperti perbedaan bahasa „halus‟ dan „kasar‟ di Indonesia, halus

menunjukan kontrol diri dan bertindak sopan dan melarang beberapa perilaku seperti

menunjukan emosi, kemarahan dan kritik negatif, sebaliknya kasar menunjukan

perilaku seseorang untuk berbuat secara kasar (Reisenger & Turner, 1997). Hal

tersebut berbeda dengan kebudayaan barat bahwa seseorang merasa bebas untuk

mengekspresikan emosi negatif mereka, dan perilaku informal mereka diterima secara

umum (Reisenger & Turner, 1997).

Molaei (2014) yang meneliti mengenai tingkat civility di Indonesia pada

diskusi mengenai politik di facebook membedakan komentar civility dengan incivility.

Komentar civility umumnya berisi bahasa yang sopan atau menunjukan apresiasi dan

penghargaan atas komentar komentar orang lain, permintaan maaf dan menggunakan

istilah yang sesuai dalam melakukan percakapan. Contohnya adalah ketika responden

diminta untuk mengomentari suatu topik mengenai praktik korupsi di Indonesia,

responden mengatakan kurang amanah atau kurang jujur bukan langsung

mengatakan tidak benar atau tidak jujur dan penggunaan kata tolong, makasih dan

maaf seperti „maaf mas, tulisannya kurang jelas’. Sedangkan komentar yang

menunjukan incivility berisi komentar dengan kata- kata kasar yang tidak sopan dan
5

berisi penghinaan. Contohnya adalah „pengacara ingin bebas dari korupsi? ayolah,

anda pasti bermimpi‟,„singkatan JAKSA adalah Jamin Aman Kita Suap Aja’,’Hukum

Indonesia hukum Tai‟ komentar tersebut berisi kata yang tidak sopan dan

menyiratkan penghinaan yang termasuk dalam komentar incivility.

Santana (2014) memberikan indikator dalam mengkategorisasikan perilaku

yang mencerminkan civility pada dunia maya, seperti memberikan komentar atau

pesan yang sopan, berargumentasi berdasarkan logika, serta menghargai pendapat

atau komentar sesama pengguna internet. Civility sangat penting dalam kehidupan,

karena civility berfungsi untuk menjaga keharmonisan sosial dengan memperlihatkan

rasa respect atau menghormati orang lain (Wikins et al, 2010). Dalam konteks dunia

maya, civility dipahami sebagai interaksi yang positif yang dilandasi oleh rasa saling

menghargai (Clark, Werth & Ahten, 2012)

Selanjutnya peneliti ingin melihat faktor- faktor apa saja yang terkait terhadap

civility didalam media sosial. Delgado (2018) mengemukakan bahwa civility

melibatkan empati. Hal ini secara mendasar berakar pada kebutuhan manusia untuk

mendengarkan, yang mungkin terkadang mendengarkan seseorang yang tidak

sependapat dengan kita. Mereka mungkin memiliki pendapat dan prinsip yang

berbeda. Keanekaragaman dan kesetaraan berakar pada pengakuan bahwa semua

orang harus diperlakukan dengan hormat dari posisi apapun mereka berasal, disinilah

peran empati dalam membentuk civility (Delgado, 2018). Kahn dan Lawhorne (2003)

dalam penelitiannya menilai empati merupakan faktor yang penting untuk

membentuk civility. Terdapat pengaruh empati terhadap perilaku civility. Pengajaran


6

empati yang kurang kepada anak- anak di sekolah mempengaruhi mengenai

kemampuan menyelesaikan konflik dan pemecahan masalah sosial. Budaya civility

akan terbentuk jika sejak dini anak- anak disekolah diajarkan mengenai empati.

Penelitian tersebut juga didukung oleh Welsh (2009) yang menemukan bahwa

perkembangan empati pada seseorang berhubungan dengan civility. Empati

merupakan keterampilan sosial seperti memahami dan memberikan perhatian kepada

orang lain. Empati akan membentuk budaya civility di masyarakat, sehingga masalah

sosial seperti keterasingan, isolasi dan prasangka dapat teratasi.

Penelitian juga telah dilakukan oleh Ramli (2016). Penelitian ini ingin melihat

hubungan antara antara empati dengan civility pada remaja Jabodetabek. Jumlah

responden pada penelitian ini sebanyak 116 orang. Hasil penelitian ini adalah terdapat

hubungan yang signifikan dan positif antara empati dengan civility. Semakin tinggi

tingkat empati seseorang maka semakin tinggi pula tingkah laku civility muncul.

Faktor lain yang mempengaruhi civility adalah regulasi emosi. Kemampuan

regulasi emosi yang baik pada individu dapat membantu seseorang untuk dapat

mengontrol dirinya untuk tidak terlibat perilaku yang negatif terutama ketika

menghadapi masalah dan tekanan (Mawardah, 2014), perilaku yang muncul adalah

perilaku yang konstruktif, bukan destruktif (Syahadat, 2013). Ferris (2002)

menemukan bahwa kemampuan mengontrol emosi berhubungan dengan perilaku

civility. Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh regulasi emosi terhadap

civility. Penelitian kuantitatif yang dilakukan pada warga Amerika Serikat ini

menemukan bahwa individu yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosi


7

cenderung lebih sering melakukan tingkah laku civility. Kemampuan mengontrol

emosi negatif merupakan salah satu ciri dari seseorang yang dapat meregulasi

emosinya dengan baik (Ferris, 2002).

Penelitian juga dilakukan oleh Sukriananda (2016) yang meneliti hubungan

antara regulasi emosi dengan civility remaja di media sosial. Penelitian ini dilakukan

pada 278 remaja pengguna media sosial. Temuan penelitian ini membuktikan bahwa

terdapat hubungan positif dan signifikan antara regulasi emosi dengan civility di

konteks media sosial pada remaja. Dapat disimpulkan bahwa semakin meningkatnya

kemampuan regulasi emosi seseorang maka meningkat pula tingkah laku civility.

Selain regulasi emosi, anonimitas juga merupakan faktor yang berpengaruh

terhadap civility di media sosial. Perilaku incivility meningkat di dalam diskusi di

internet ketika identitas asli tidak ditampilkan atau dalam keadaan yang anonim

(Papacharissi, 2004). Santana (2014) dalam penelitiannya meneliti mengenai perilaku

berkomentar dalam surat kabar di dunia maya. Hasil dari penelitian ini adalah

keadaan anonim berpengaruh terhadap tingkat civility di dunia maya. Penelitian ini

menemukan 53 % dari komentar yang diposting secara anonim, berkomentar dengan

incivility, dibandingkan dengan 29 % komentar yang diposting secara tidak anonim.

Rowe (2014) membandingkan tingkat anonimitas yang dihubungkan dengan

tingkat civility pada media sosial facebook dan situs berita di website. Hasilnya

tingkat civility pada website lebih rendah dibandingkan facebook. Menurut penelitian

ini, tingkat anonimitas di website lebih tinggi daripada di facebook. Individu yang

menyembunyikan identitas asli mereka ketika berada di dunia maya atau kondisi
8

anonim cenderung untuk melakukan perilaku incivility. Rowe (2014) menyimpulkan

bahwa civility pada konteks media sosial berhubungan dengan tingkat anonimitas.

Penelitian juga dilakukan oleh Papacharissi (2004) yang ingin melihat

pengaruh dari anonimitas terhadap civility di dunia maya. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa anonimitas di dunia maya mendorong perilaku- perilaku

incivility, baik yang kadarnya ringan, seperti menggunakan kata- kata yang tidak

sopan maupun yang kadarnya berat seperti menyerang dan mengancam orang lain.

Civility dikaitkan dengan variabel lain seperti politeness, namun menurut

Papacharisi (2004) variabel tersebut adalah hal yang berbeda. Para peneliti telah

memperdebatkan penyebab hilangnya civility adalah hilangnya etika atau politeness.

Walaupun syarat seseorang dapat dikatakan berperilaku civility adalah berperilaku

secara sopan santun, namun tidak cukup hanya sopan santun. Untuk dapat berperilaku

secara civility seseorang harus mengakui bahwa orang lain berhak menyuarakan

pandangan terlepas dari perbedaan pendapat yang terjadi (Pye, 1999). Hal tersebut

sesuai dengan definisi civility oleh Anderson dan Pearson (1999) yang

mendefinisikan civility sebagai perilaku yang melibatkan kesopanan dan menghargai

orang lain.

Populasi pada penelitian ini adalah siswa Madrasah Aliyah Pembangunan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekolah ini dipilih karena didalam Madrasah Aliyah

adalah sekolah berbasis agama dimana siswa diajarkan mengenai Aqidah Akhlak

yaitu berperilaku baik dengan memperhatikan norma, moral dan etika yang sesuai
9

dengan topik civility pada penelitian ini. Pelajar di MA Pembangunan UIN Syarif

Hidayatullah berada pada rentang usia perkembangan remaja, dimana pada penelitian

ini masa perkembangan remaja menjadi fokus penelitian. Fenomena incivility juga

telah terjadi pada siswa MA Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah dimana peneliti

telah melakukan wawancara kepada guru Bimbingan Konseling, dimana guru

Bimbingan Konseling memantau media sosial para siswa, terkait dengan fenomena

incivility, di sekolah terdapat perilaku incivility di media sosial seperti mendapat

komentar yang kasar, bercanda yang bertujuan untuk menghina dan memanggil nama

dengan panggilan yang tidak baik atau name calling. Hal tersebut berdampak pada

hubungan sosial siswa disekolah seperti konflik dan perilaku menghindar dari

pertemanan, dimana hal tersebut dapat mengganggu performa akademik siswa

disekolah.

Dari berbagai uraian di atas, maka peneliti menggunakan judul “Pengaruh

Empati, Regulasi Emosi dan Anonimitas terhadap Civility di Media Sosial”

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis membatasi pembahasan tentang

penelitian ini pada pengaruh empati, regulasi emosi terhadap civility pada remaja

pengguna media sosial di Jabodetabek. Adapun variabel penelitian ini dapat

dijelaskan sebagai berikut :


10

1. Civility di media sosial adalah perilaku yang melibatkan kesopanan dan

menghargai orang lain di media sosial yang diukur melalui dua dimensi yaitu:

politeness dan respect (Anderson & Pearson,1999).

2. Empati dalam penelitian ini adalah kesadaran individu untuk dapat berpikir,

merasakan, dan mengerti keadaan orang lain dilihat dari perspektif orang tersebut,

sehingga individu tahu dan benar- benar dapat merasakan apa yang dirasakan dan

dipikirkan oleh orang tersebut. Diukur melalui empat dimensi, yaitu: perspective

taking, fantasy, emphatic concern, personal distress (Davis, 1980).

3. Regulasi emosi dalam penelitian ini adalah strategi yang dilakukan secara sadar

ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu

atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Diukur

melalui dua aspek, yaitu: cognitive reappraisal, expressive suppression (Gross

,2007).

4. Anonimitas dalam penelitian ini adalah kecenderungan seseorang untuk

memalsukan identias aslinya di dalam menggunakan internet (Barrlet et all,

2014).

1.2.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah yang

akan diteliti dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan empati, regulasi emosi dan anonimitas

terhadap civility?
11

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi perspective taking pada variabel

empati terhadap civility?

3. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi fantasy pada variabel empati

terhadap civility?

4. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi emphatic concern pada variabel

empati terhadap civility?

5. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi personal distress pada variabel

empati terhadap civility?

6. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi cognitive reappraisal pada

variabel regulasi emosi terhadap civility?

7. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi expressive suppression pada

variabel regulasi emosi terhadap civility?

8. Apakah ada pengaruh yang signifikan variabel anonimitas terhadap civility?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh empati, regulasi emosi

dan anonimitas terhadap civility di media sosial.

1.3.2 Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi

perkembangan dunia ilmu psikologi terutama yang berkaitan dengan pembahasan

tentang variabel civility, empati, regulasi emosi dan anonimitas.


12

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan saran untuk sekolah dan pendidik di

MA Pembangunan Syarif Hidayatullah Jakarta. Sekolah dan pendidik dapat

mengontrol dan membimbing siswa dalam menggunakan media sosial secara bijak

agar terhindar dari perilaku incivility yang akan berdampak pada kehidupan sosial

maupun akademis siswa, sehingga diharapkan siswa dapat menerapkan civility dalam

berkomunikasi di media sosial.

1.4 Sistematika Penulisan

BAB 1 : Pendahuluan

Berisi mengenai latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian

mengenai civility di media sosial, pertanyaan penelitian, tujuan dan

manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2 : Landasan Teori

Pada bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan

masalah yang akan diteliti secara sistematis, beserta hipotesis

penelitian.

BAB 3 : Metode Penelitian

Bab ini meliputi subyek penelitian, teknik pengambilan sampel,

definisi operasional, instrument penelitian, uji validitas konstruk dan

prosedur penelitian.
13

BAB 4 : Hasil Penelitian

Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai pengolahan data

secara statistik dengan menampilkan hasil penelitian dan analisis

terhadap data.

BAB 5 : Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Pada bab ini, penelitia akan merangkum keseluruhan isi penelitian

dan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat

diskusi dan saran.


BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Civility

2.1.1 Definisi civility

Civility didefinisikan sebagai tingkah laku yang melibatkan kesopanan dan

menghargai orang lain di media sosial (Anderson & Pearson, 1999). Civility adalah

perilaku dengan penuh hormat dan bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat

yangg demokratis (Whitman, 2000). Menurut Ferris (2002) civility sebagai

didefinisikan pertimbangan atau perhatian yang dilakukan oleh orang lain dalam

kaitannya dalam hubungan interpersonal

Wilkins et al (2010) memberikan definisi untuk civility sebagai perilaku yang

mencerminkan kesopanan yang dapat menjaga keharmonisan sosial atau perilaku yng

mencerminkan rasa respect untuk tiap individu. Menurut Soebiradj dan Berry (2011),

civility memfasilitasi diskusi yang demokratis, tetapi tidak mengorbankan konflik

atau ketidaksepakatan, kesopanan ditandai oleh pembicara yang menampilkan diri

mereka sebagai orang sopan, bahkan ketika memperlakukan mereka yang tidak setuju

dengan menghormati ide- ide mereka. Wrench (2013) mengatakan bahwa civility

adalah praktek komunikasi yang dibentuk oleh sikap hormat terhadap orang lain dan

setidaknya beberapa tingkat toleransi yang diwujudkan dalam perilaku terhadap

mereka, hormat dan toleransi itu nilai- nilai yang ditempatkan manusia pada

umumnya.

14
15

Clark, Werth & Anthen (2012) memberikan definisi civility sebagai interaksi

positif yang dilandasi oleh rasa saling menghargai (respect) di dunia maya. Civility

dipahami sebagai manifestasi yang lebih konkret dari toleransi dan rasa hormat,

kebajikan yang secara tradisional telah memungkinkan populasi yang beragam untuk

memperdebatkan perbedaan dan mencapai ruang diskusi yang terkoordinasi dan

damai di dunia maya (Dishon & Porath, 2018).

Caplan (2016) mendefinisikan civility sebagai kebajikan pribadi yang kita

perlihatkan ketika kita menunjukkan rasa hormat terhadap martabat orang lain dalam

cara kita berinteraksi secara langsung dengan mereka - seperti., di hadapan fisik

mereka, dalam persuasi dan tindakan bicara lainnya yang kita arahkan kepada

mereka.

Dari berbagai definisi yang dinyatakan oleh beberapa ahli di atas, peneliti

memilih definisi dari Anderson dan Pearson (1999) yaitu perilaku yang melibatkan

kesopanan dan menghargai orang lain di media sosial. Penggunaan teori Anderson

dan Pearson (1999) dikarenakan karena teori ini sesuai dengan civility yang

dibutuhkan penelitian ini.

2.1.2 Dimensi Civility

Berdasarkan definisi civility oleh Anderson dan Pearson (1999), civility dapat dibagi

menjadi dua dimensi, yaitu:

1.Politeness

Kesatuan etika atau manner yang sesuai dengan norma sosial. Individu yang sopan,

menyenangkan dan memiliki budi pekerti yang baik. Apabila individu tidak
16

mengikuti norma sosial maka individu tersebut akan disebut kasar atau menyimpang

dari norma sosial yang ada. Individu yang sopan di media sosial akan memperhatikan

gaya bahasa dalam memposting sesuatu atau berkomentar di media sosial, sehingga

terlihat bahwa individu tersebut memiliki budi pekerti yang baik.

2.Respect

Memperlakukan orang lain secara hormat, bermartabat dan penuh perhatian terhadap

orang lain dengan menghormati nilai- nilai dan identitas yang menjadi atribut

individu. Individu yang memiliki respek di media sosial akan berkomunikasi dengan

penuh hormat dan memperlakukan orang lain secara bermartabat yang

memperhatikan nilai- nilai maupun atribut identitas orang lain. Individu akan lebih

leluasa untuk membagikan pendapat dan nilai- nilai mereka di media sosial, karena

orang lain akan menghormati pendapat dan nilai- nilai mereka.

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi civility

Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi civility:

1. Empati

Khan dan Lawhorne (2003) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa semakin

berkembangnya kemampuan empati yang meliputi emosi, kognisi dan tingkah laku

pada diri individu, maka semakin tinggi tingkat civility individu tersebut.

2. Anonimitas

Rowe (2014) dalam penelitian eksperimen membandingkan incivility yang dilakukan

di setting facebook dan di setting website untuk melihat apakah terdapat pengaruh

terhadap incivility (negasi dari perilaku civility). Hasil dari penelitian tersebut
17

mengungkapkan bhawa tingkat incivility di website lebih tinggi daripada di

Facebook. Individu menyembunyikan identitas asli mereka ketika berada dalam dunia

maya.

3. Faktor Demografis

Penelitian yang dilakukan oleh Ferris (2002) menemukan bahwa usia dapat

mempengaruhi tingkat civility seseorang. Semakin tinggi usia akan semakin tinggi

kecenderungan perilaku yang mencerminkan civility akan muncul.

4. Regulasi emosi

Ferris (2002) menemukan bahwa kendali emosi pada diri seseorang pada rasa marah,

berkorelasi positif dengan civility. Studi ini menunjukan semakin individu dapat

mengendalikan emosi diri pada saat dipicu oleh pengalaman yang membangkitkan

emosi negatif maka semakin civility individu tersebut.

2.1.4 Pengukuran civility

Ada beberapa alat ukur yang digunakan untuk mengukur civility, yaitu:

1. Skala Workplace Relational Civility (WRC) oleh Di Fabio dan Gori (2016). Alat

ukur ini untuk mengukur civility pada konteks organisasi, yang terdiri dari dua bagian

yaitu part A dan part B. Part A mengukur persepsi pola hubungan civility antara „saya

dengan orang lain‟, sedangkan part B mengukur persepsi pola hubungan civility

antara „orang lain ketika berkomunikasi dengan saya‟. Hal ini dinamakan dengan

“mirror” atau kebalikan, yang dapat mengurangi bias dalam proses penelitian. Civility

didalam alat ukur ini dipandang tidak hanya individu sebagai subjek dari perilaku

civility, namun dipandang secara relasional atau hubungan yang melibatkan orang
18

lain dalam sebuah pola komunikasi. Alat ukur ini terdiri dari tiga dimensi relational

decency (RD), relational culture (RCu) dan relational readiness (RR). Alat ukur ini

dapat di gunakan dalam konteks lainnya seperti dalam konteks pendidikan dan olah

raga.

2. Organizational Civility Scale (OCS) oleh Clark (2013). Alat ukur ini mengukur

civility pada konteks organisasi. Skala ini mengukur mengenai persepsi individu

tentang kesopanan, stress, coping, kepuasan kerja, dan solusi terhadap masalah

incivility di organisasi. Tujuh item pada OCS dijadikan sebagai prediktor

organizational civility, yaitu item yang mengacu pada rasa hormat (respect),

kolegialitas, kepuasan kerja, penilaian mengenai lingkungan pekerjaan, kesopanan

yang dinyatakan dalam pernyataan visi misi organisasi, strategi koping individu dan

frekuensi perilaku incivility.

3. Perceived Workplace Civility Climate Scale (PWCC) oleh Ottinot (2008). Skala ini

digunakan untuk mengukur tingkat civility yang dirasakan individu di tempat kerja.

Alat ukur ini menilai sejauh mana karyawan memandang pentingnya suatu organisasi

dalam mengelola dan mencegaj tindakan incivility dalam bentuk tindakan agresif

secara verbal di tempat kerja. Alat ukur ini terdiri dari tiga dimensi, yaitu intolerance,

response, and policies and procedures.

4. Civility Scale yang dikembangkan oleh Porath, Gerbasi dan Schorch (2015). Alat

ukur ini mengacu pada teori civility yang dikemukakan oleh Anderson dan Pearson

(1999), dimana civility dibentuk dari dua dimensi, yaitu politeness dan respect.
19

Peneliti menggunakan alat ukur civility yang dikemukakan oleh Porath,

Gerbasi dan Schorch (2015). Alat ukur ini berdasarkan teori civility oleh Anderson

dan Pearson (1999), dimana civility dapat dibagi menjadi dua dimensi, yaitu

politeness dan respect. Alat ukur ini masih tergolong baru dan tidak memiliki banyak

item, sehingga peneliti mengembangkan item menjadi 10 item dan memodifikasi alat

ukur agar sesuai dengan konteks media sosial.

2.2 Empati

2.2.1 Definisi empati

Davis (1980) mendefinisikan empati sebagai kesadaran individu untuk dapat

berpikir, merasakan, dan mengerti keadaan orang lain dilihat dari perspektif orang

tersebut, sehingga individu tahu dan benar- benar dapat merasakan apa yang

dirasakan dan dipikirkan oleh orang tersebut. Menurut Stein (dalam Davis, 1990)

empati adalah sepenuhnya keunikan dan perbedaan yang mencolok dari proses

hubungan intersubjektif yang didalamnya ditemukan tahapan yang bertingkat dan

memberikan kita sesuatu yang telah dilakukan, agak seperti realitas setelah kejadian.

Tiga tahapannya adalah simpati, perasaan belas kasihan, dan perubahan diri.

Kemudian Feldman (1985) menjelaskan perasaan empati diartikan sebagai

ikut mengalami dan merasakan emosi yang dirasakan orang lain. Sedangkan Baron &

Bayrne (2004) mendefinisikan empati sebagai kecenderungan untuk merespon

keadaan emosional orang lain dengan merasakan apa yang orang lain rasakan.

Eisenberg dan Fabes (1986) mengartikan empati sebagai perwakilan

emosional yang identik atau sangat mirip dengan orang lain. Jika kita merasakan
20

perasaan sedih ketika melihat orang lain yang sedih, maka itu adalah perasaan epati

(Clark, 1991). Contohnya seperti seseorang yang mendaoat kabar bahwa ayah dari

sahabat karibnya meninggal dunia, dia dapat juga merasakan kehilangan yang dialami

oleh sahabatnya itu.

Cohen dan Strayer (1996) memberikan definisi empati sebagai usaha untuk

memahami dan merasakan perasaan atau keadaan emosional orang lain ke dalam

dirinya sendiri. Hoffman (2000) menyatakan bahwa empati didefinisikan sebagai

respon afektif (perasaan) terhadap situasi orang lain dari pada situasi sendiri.

Batson (Dalam Hakansson, 2003) menjelaskan bahwa membatasi istilah

empati tidak hanya menunjukan orientasi terhadap perasaan orang lain pada

umumnya saja, tetapi sebagai perasaan belas kasih, kehangatan, perhatian dan

sejenisnya. Empati menurut Batson adalah merasakan emosi yang seolah- olah

dirasakan sendiri secara kongruen tetapi belum tentu identic dengan emosi orang lain.

Menurut Cotton (dalam Garton & Gringat, 2005) empati didefinisikan sebagai

kemampuan afektif dan kognitif, kemampuan afektif merujuk pada kemampuan untuk

berbagi dalam perasaan orang lain dan kemampuan kognitif untuk memahami

perasaan orang lain dalam perspektif dan berkomunikasi terhadap empati seseorang

serta perasaan dan pemahaman yang lain dengan cara lisan verbal dan nonverbal.

Sedangkan Spreng, McKinnon, Mar & Levine (2009) merupakan komponen dari

sosial kognitif pada satu kemampuan untuk mengerti dan merespon adaptif emosi

orang lain, berhasil dalam komunikasi emosional dan mendorong terjadinya perilaku

prososial.
21

Dari berbagai definisi yang dinyatakan oleh beberapa ahli di atas, peneliti

memilih untuk menggunakan definisi empati menurut Davis (1980) yaitu kesadaran

individu untuk dapat berpikir, merasakan, dan mengerti keadaan orang lain dilihat

dari perspektif orang tersebut, sehingga individu tahu dan benar- benar dapat

merasakan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang tersebut. Penggunaan teori

Davis (1980) dikarenakan karena teori ini menjabarkan aspek yang lengkap yang

sesuai dengan empati yang dibutuhkan penelitian ini.

2.2.2 Aspek empati

Menurut Davis (1980) empati terbagi menjadi empat aspek, yaitu :

1. Perspective taking, yaitu menempatkan diri sendiri kedalam posisi orang lain.

Individu mampu untuk mengambil sudut pandang orang lain dan memahami

pemikiran dan perasaan orang lain. Perspective taking secara psikologis dan

sosial sangat penting dalam menjaga keharmoniasan interaksi antar individu

2. Fantasy, yaitu kemampuan seseorang untuk mengubah diri mereka secara

imajinatif dalam mengalami perasaan dan tindakan dari karakter khayalan

dalam buku, film dan sandiwara yang dibaca atau ditonton.

3. Empathic concern, yaitu perasaan yang berorientasi kepada orang lain dan

perhatian terhadap kemalangan yang dialami orang lain.

4. Personal distress, yaitu reaksi pribadi terhadap penderitaan orang lain yang

diekspresikan dengan perasaan terkejut, takut, cemas, prihatin yang berlebihan

dan rasa tidak berdaya.


22

2.2.3 Pengukuran empati

Ada beberapa alat ukur yang digunakan untuk mengukur empati, yaitu:

1. Questionaire Measure of Emotional Empathy (Qmee) Alat ukur ini diciptakan oleh

Merhabian dan Epsten (1972). Alat ukur ini digunakan untuk mengukur empati pada

orang tua. Alat ukur ini terdiri dari 33 item yang merefleksikan reaksi mereka

terhadap perilaku- perilaku emosional orang lain dan situasi emosional yang beragam.

2. Interpersonal Reactivity Index (IRI) dibuat oleh Davis (1980) yang mengukur

empati yang terdiri dari empat subskala, yaitu: perspective talking, fantasy, emphatic

concern, personal distress. Alat ukur ini menggunakan model skala likert untuk

melihat kecenderungan respon.

3. Basic Empathy Scale, dibuat oleh Jelifffe dan Farrington (2006) untuk mengukur

empati yang berlandaskan teori dari Cohen dan Strayer (1996). Alat ukur ini terdapat

dua dimensi dalam empati, yaitu dimensi kognitif dan afektif. Alat ukur ini terdiri

dari 20 item. Jolliffe dan Fariington membuat alat ukur ini untuk populasi remaja.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen dari Interpersonal

Reactivity Index (IRI) oleh Davis (1980) untuk mengukur empati yang terdiri dari

empat aspek yaitu perspective taking, fantasy, empathic concern dan personal

distress. Peneliti memilih alat ukur ini karena pernah diujikan kepada sampel remaja

dan memiliki nilai alpha cronbach yang tinggi. Pada sampel remaja nilai alpha

cronbach sebesar 0.87 (Hawk et all, 2013).


23

2.2 Regulasi emosi

2.3.1 Definisi regulasi emosi

Menurut Gottman dan Katz (dalam Wilson, 1999) regulasi emosi meruipakan

kemampuan untuk mengalangi perilaku yang tidak tepat akibat kuatnya intensitas

emosi positif atau negatif yang dirasakan, dapat menenangkan diri dari pengarh

psikologis yang timbul akibat initeraksi yang kuat dari emosi, dapat memusatkan

perhatian kembali dan mengorganisir diri sendiri untuk mengatur perilaku yang tepat

untuk mencapai suatu tujuan.

Thompson (1990 dalam Eisenberg, Fabes, Reiser & Guthrie, 2000)

mengatakan bahwa regulsi emosi terdiri dari proses intrinsik dan ekstrinsik yang

bertanggung jawab untuk mengenal, memonitor, meengevaluasi dan membatasi

respon emosi khususnya intensitas dan bentuk reaksinya untuk mencapai suatu

tujuan. Walden dan Smith (dalam Eisenberg, Fabes, Reiser & Guthrie, 2000) juga

menjelaskan bahwa regulsi emosi merupakan proses menerima, mempertahankan dan

mengendalikan suatu kejadian, intensitas dan lamanya emosi dirasakan, proses

fisiologis yang berhubungan dengan emosi, ekspresi wajah serta perilaku yang dapat

diobservasi.

Menurut Balter (2003 dalam Silaen & Dewi 2015) regulasi emosi adalah

usaha untuk mengatur atau mengelola emosi atau bagaimana seseorang mengalami

dan mengungkapkan emosi yang dapat mempengaruhi perilaku individu untuk

mencapai tujuannya. Regulasi emosi yang tepat meliputi kemampuan untuk mengatur
24

perasaan, reaksi fisiologis dan kognisi yang berhubungan dengan emosi dan reaksi

yang berhubungan dengan emosi (Shaffer, 2005).

Menurut Cole, Martin dan Dennis (2004) regulasi emosi menekankan pada

bagaimana dan mengapa emosi itu sendiri mampu mengatur dan memfasilitasi

proses- proses psikologis, seperti memusatkan perhatian, pemecahan masalah,

dukungan sosial dan juga mengapa regulasi emosi memiliki pengaruh yang

merugikan, seperti mengganggu proses pemusatan perhatian, interfensi pada proses

pemecahan masalah serta mengganggu hubungan sosial antar individu (dalam

Eisenberg, 2004).

Seseorang dapat dikatakan memiliki kemampuan regulasi emosi yang baik

jika memiliki kendali yang cukup baik dari emosi yang muncul. Menurut Goleman

(2004) kemampuan regulasi emosi dapat dilihat dari lima kecakapan, yaitu dapat

mengendalikan diri, memiliki hubungan interpersonal yang baik, memiliki sikap hati-

hati, memiliki adaptibilitas (keluwesan dalam menghadapi perubahan dan tantangan),

toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan memiliki pandangan yang positif

terhadap diri dan lingkungannya.

Gross (2007) menyatakan bahwa regulasi emosi ialah strategi yang dilakukan

secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau

mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan

perilaku. Jadi seseorang mempunyai kemampuan regulasi emosi yang baik jika

seseorang dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi yang positif maupun

negatif.
25

Dari berbagai definisi yang dinyatakan oleh beberapa ahli di atas, peneliti

memilih untuk menggunakan definisi regulasi emosi menurut Gross (2007) yaitu

regulasi emosi ialah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk

mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon

emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku.

2.3.2 Dimensi regulasi emosi

Menurut Gross (2007), regulasi emosi memiliki dua aspek, yaitu:

1. Cognitive reappraisal

Cognitive reappraisal merupakan evaluasi subjektif individu atas situasi emosi yang

sedang dialaminya. Dalam prosesnya, individu mencoba untuk mengurangi emosi

negative aataupun emosi yang tidak diinginkannya dengan cara merubah sudut

pandang .

2. Expressive suppression

Expressive suppression merupakan tindakan sengaja yang dilakukan individu untuk

mengurangi perilaku emosi yang ekspresif ketika individu sudah dalam keadaan

emosional.

2.3.3 Pengukuran regulasi emosi

Ada beberapa alat ukur untuk mengukur regulasi emosi, yaitu:

1. Skala Emotional Regulation Questionaire (ERQ) oleh Gross & John (2002). Skala

ini terdiri dari 10 item mengungkapkan dua aspek regulasi emosi yaitu, cognitive

reappraisal dan expressive suppression (Gross & John 2002).


26

2. Skala Emotional Regulation Questionaire For Children and Adolescents (ERQ-

CA) oleh Gullone & Taffe (2012). Alat ukur ini memiliki 10 item untuk mengukur

strategi regulasi emosi yang terdiri dari 6 item mengukur cognitive reappraisal dan 4

item mengukur expressive suppression (Gross & John, dalam Gullone & Taffe 2011).

3. Skala Difficulties in Emotion Regulation Scale (DERS) oleh Gratz dan Roemer

(2004), ukuran komprehensif kesulitan dalam regulasi emosi berdasarkan

konseptualisasi regulasi emosi yang dijelaskan di atas. Alat ukur ini terdiri dari 36

item yang terdiri dari 6 dimensi yang mengukur kesulitan meregulasi emosi pada

umumnya, yaitu dimensi non- acceptance, goals, impulse, awareness, strategies dan

clarity.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur Emotional Regulation

Questionaire For Children and Adolescents (ERQ-CA) oleh Gullone & Taffe (2012).

Alat ukur ini dipilih karena sudah pernah diujikan kepada sampel remaja dan nilai

alpha cronbach tergolong tinggi. Alat ukur ini telah diujikan kepada sampel remaja

dengan nilai alpha cronbach sebesar 0.86 untuk cognitive reappraisal dan 0.79 untuk

expressive suppression (Gullone & Taffe, 2012), melihat dari nilai alpha cronbach,

reliabilitas alat ukur ini cukup tinggi. Alat ukur ini memiliki 10 item untuk mengukur

strategi regulasi emosi yang terdiri dari 6 item mengukur cognitive reappraisal dan 4

item mengukur expressive suppression.


27

2.4 Anonimitas

2.4.1 Definisi anonimitas

Pinsonneault dan Heppel (1997) mendefinisikan anonimitas sebagai

ketidakmampuan anggota kelompok untuk mengidentifikasikan asal pesan yang

mereka terima dan tujuan dari pesan yang mereka kirim. Secara umum, anonimitas

dapat didefinisikan sebagai keadaan tidak teridentifikasi atau tidak dikenal.

Anonimitas merupakan tidak ditampilkannya identitas seseorang ketika

berkomunikasi di dunia maya, sehingga pembuat konten di dunia maya tidak

diketahui identitasnya (Palme 2002 dalam Pavlíček 2005). Anonimitas dapat

diimplementasikan untuk membuat penerima pesan untuk dapat mengetahui penulis

sebenarnya dari sebuah pesan, penulis dapat menggunakan nama samaran yang dapat

dipergunaan dalam berbagai jenis komunikasi seperti akun e-mail yang berbeda- beda

(Pavlíček, 2005).

Hite, Voelker dan Robertson (2014) mendefinisikan anonimitas sebagai

individu merasa bahwa identitas pribadi mereka tidak diketahui oleh orang lain atau

bahwa mereka tidak dapat diidentifikasi sebagai individu. Barlett et all (2014)

mendefinisikan anonimitas sebagai kecenderungan seseorang untuk menyembunyikan

dan memalsukan identitas aslinya didalam menggunakan internet.

Menurut Hayne dan Rice (1997) ada dua jenis anonimitas yaitu technical

anonimity dan social anonimity. Technical anonimity merupakan informasi untuk

mengidentifikasi mengenai orang lain atau diri sendiri dihapus dari konten apapun
28

yang dapat dibagikan kepada orang lain. Social anonimity adalah ketika melihat orang

lain atau diri sendiri menjadi terdiferensiasi atau tidak dikenali oleh orang lain.

Menurut Licker (1992 dalam Hayne & Rice 1997) anonimitas adalah keadaan

individu didalam kondisi baik sebagai identitylessness atau source dissociation.

Identitylessness (tanpa identitas) adalah persepsi bahwa seseorang tidak memiliki

lokus yang dapat diidentifikasi dalam suatu pengaturan (orang lain tidak tahu saya

seorang peserta atau apa peran saya), sumber diasosiasi adalah perasaan bahwa orang

lain tidak dapat mengidentifikasi satu sebagai sumber pesan tertentu (orang lain tidak

tahu saya memasukan komentar ini) (Hayne & Rice 1997).

Dari berbagai definisi yang dinyatakan oleh beberapa ahli di atas, peneliti

memilih untuk menggunakan definisi anonimitas menurut Barlett et all (2014) yang

mendefinisikan anonimitas sebagai kecenderungan seseorang untuk menyembunyikan

dan memalsukan identitas aslinya dalam menggunakan media sosial.

2.4.2 Pengukuran anonimitas

Ada beberapa alat ukur untuk mengukur anonimitas, yaitu:

1. Perceived Anonimity (PA) oleh Hite, Volker dan Robertson (2014). Skala ini

merupakan self- report mengenai persepsi kondisi anonimitas seseorang dalam

berbagai situasi. Alat ukur ini terdiri dari 10 item. Anonimitas pada alat ukur ini

dipahami sebagai kondisi yang kontinum, dengan satu ekstrem tidak dapat diketahui

sama sekali dan ekstrem lain seseorang dapat dikenali identitasnya oleh orang lain.

Terdapat dua dimensi dalam alat ukur ini yaitu, technical anonymity dan social

anonymity.
29

2. Skala Anonimitas oleh Sari (2016). Alat ukur ini dikembangkan berdasarkan aspek

yang dikemukakan oleh Kabay (2013) yaitu, anonimitas terlacak, anonimitas yang

tidak terlacak, nama samaran yang terlacak dan nama samara yang tidak terlacak.

Skala ini terdiri dari 19 item.

3. Attitutudes Toward Anonimity Questionaire oleh Barlett (2015), alat ukur ini untuk

mengukur kecenderungan anonimitas yang dilakukan individu ketika berada pada

dunia maya. Alat ukur ini terdiri dari 5 item bersifat unidimensional atau item- item

yang ada pada alat ukur ini hanya mengukur satu hal, yaitu anonimitas.

Peneliti mengadaptasi alat ukur anonimitas yang dikembangkan oleh Barlett

(2015) yang bernama Attitudes toward Anonimity Questionaire. Peneliti

memodifikasi alat ukur ini sehingga dapat digunakan dalam konteks media sosial.

Alat ukur ini berjumlah 10 item yang mengukur kecenderungan individu untuk

menggunakan media sosial secara anonim. Peneliti memilih alat ukur ini karena

sesuai dengan populasi yang diteliti yaitu pelajar SMA, dimana pernyataan

anonimitas di dalam alat ukur ini mudah dipahami dan tidak ada istilah yang

memerlukan pengetahuan mengenai internet yang mendalam. Nilai alpha cronbach

pada alat ukur ini adalah sebesar 0.71 (Barlett, 2015), dapat dikatakan alat ukur ini

memiliki reliabilitas yang cukup tinggi.

3.5 Kerangka Berfikir

Berinteraksi di media sosial memiliki perbedaan dengan berinteraksi di dunia

nyata. Jika berinteraksi di dunia nyata, individu dapat saling menatap muka dan

mengenali bahasa non-verbal seperti gerak tubuh dan mimik muka sehingga lebih
30

dikenali secara personal, sedangkan bila berinteraksi di media sosial, individu lebih

sulit untuk mengenali bahasa non- verbal dan lebih sulit untuk dikenali secara

personal. Hal tersebut memungkinkan remaja untuk melakukan tindakan incivility di

media sosial, seperti berkomentar kasar dan tidak sopan, terlalu banyak memosting

informasi yang dapat mengganggu orang lain di media sosial, dan menyebarkan

informasi pribadi milik orang lain yang bertujuan untuk menjatuhkan orang tersebut.

Didalam berinteraksi di media sosial, remaja diharapkan dapat menerapkan

civility. Bentuk perilaku civility di media sosial adalah berkomunikasi yang

menerapkan kesopanan dan rasa menghargai (respect) orang lain dalam berinteraksi.

Bila hal ini diterapkan maka akan terciptanya keharmonisan sosial yang saling

menghargai dengan perbedaan- perbedaan yang ada. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi civility, yaitu empati, regulasi emosi dan anonimitas.

Khan and Lawhorne (2012) mengatakan empati merupakan faktor yang

penting untuk membentuk civility. Perkembangan dunia internet membuat individu

lebih banyak melakukan kegiatan atau lebih sibuk dengan smartphone dibandingkan

dengan dunia nyata. Sehingga rasa individualis akan muncul sehingga membuat

individu terkesan tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya, maka dari itu

kemampuan empati sangat penting. Jika tingkat empati seseorang cukup tinggi, maka

orang tersebut akan semakin peduli terhadap lingkungan disekitarnya dan menjadi

lebih sopan dalam berperilaku (Berenguer, 2007). Ketika individu dapat merasakan

apa yang orang lain rasakan, maka respon individu tersebut akan disesuaikan dengan
31

perasaan orang lain yaitu dengan berperilaku secara civility sehingga tidak terjadi

konflik antar satu sama lain (Earvin, 2016).

Faktor lain yang mempengaruhi civility adalah regulasi emosi. Individu yang

dapat mengontrol emosinya dengan baik akan berperilaku secara civility (Ferris,

2012). Didalam dunia maya, kesalahpahaman, kekerasan dan tingkah laku yang tidak

berkompromi cenderung lebih banyak terjadi pada interaksi dengan media internet,

dibandingkan interaksi tatap muka (Culnan & Markus, 1987). Kondisi tersebut

membuat individu dapat berhadapan dengan pengalaman emosi yang negatif di media

sosial. Ketidakmampuan regulasi emosi membuat individu cenderung tidak dapat

mengendalikan tingkah lakunya sehingga jika dipicu oleh pengalaman yang

menimbulkan emosi negatif, maka individu pun cenderung untuk lepas kendali

dengan melakukan tindakan incivility. Namun seseorang yang dapat meregulasi

emosinya dengan baik mengungkapkan bahwa regulasi emosi membantu seseorang

untuk mengubah pikiran negatif menjadi positif yang akan mempengaruhi emosi dan

perilakunya (Syahadat, 2013), sehingga yang muncul adalah perilaku yang

mencerminkan civility.

Selain itu anonimitas juga berpengaruh terhadap civility di media sosial

(Santana, 2014). Suler (2004) mencoba menggali lebih dalam proses psikologis dari

efek buruk anonimitas. Anonimitas telah memberi efek lepasnya kontrol perilaku

seseorang ketika berinteraksi di dunia internet, anonimitas memberi keleluasaan

seseorang dalam berperilaku yang membuat konsekuensi sosial terhadap seseorang

menjadi tidak langsung dan minim, hal ini memunculkan perilaku incivility di dunia
32

maya. Sehingga, kondisi anonim berpengaruh terhadap tingkat civility di media

sosial.

Penulis membuat suatu skema gambar yang dibuat untuk menggambarkan

bentuk arah pengaruh dari independet variable terhadap dependent variable. Skema

gambar ini berguna untuk memudahkan setiap pembaca memahami arah dan tujuan

dari penelitian ini. Skema ini menjelaskan bahwa tujuan dari penelitian ini menguji

dan mengetahui pengaruh empati, regulasi emosi dan anonimitas terhadap civility.

Berikut ini adalah gambaran skema tentang pengaruh dari seluruh independent

variable yaitu: perspective taking, fantasy, emphatic concern, personal distress,

cognitive reappraisal dan expressive suppression dan anonimitas terhadap dependent

variable yaitu civlity.

Gambar 2.1 Ilustrasi Kerangka Berfikir

Empati
Perspective taking
Fantasy
Emphatic concern
Civility
Personal Distress

Regulasi Emosi
Cognitive reappraisal
Expressive suppression

Anonimitas
33

2.6 Hipotesis Penelitian

2.6.1 Hipotesis mayor

Hipotesis mayor penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan empati

(perspective taking, fantasy, empathic concern, personal distress), regulasi emosi

(cognitive reappraisal, expressive suppression) dan anonimitas terhadap civility.

2.6.2 Hipotesis minor

Ha1 : Ada pengaruh yang signifikan empati (perspective taking, fantasy, empathic

concern, personal distress), regulasi emosi (cognitive reappraisal, expressive

suppression) dan anonimitas terhadap civility..

Ha2 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi perspective taking pada variabel

empati terhadap civility.

Ha3 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi fantasy pada variabel empati terhadap

civility.

Ha4 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi empathic concern pada variabel empati

terhadap civility.

Ha5 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi personal distress pada variabel empati

terhadap civility.

Ha6 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi cognitive reappraisal pada variabel

regulasi emosi terhadap civility.

Ha7 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi expressive suppression pada variabel

regulasi emosi terhadap civility.

Ha8 : Ada pengaruh yang signifikan variabel anonimitas terhadap civility.


34

Semua hipotesis dalam penelitian ini akan dijadikan hipotesis nol untuk diuji

secara statistik
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pelajar Madrasah Aliyah Pembangunan UIN

Syarif Hidayatullah di Tangerang Selatan. Sampel dalam penelitian ini sebanyak

205 responden yang terdiri dari kelas X, XI dan XII. Dalam penyebaran data,

peneliti dibantu oleh guru untuk menyebarkan data di kelas- kelas. Kuesioner

yang disebar sebanyak dua ratus lima puluh kuesioner namun hanya dua ratus

lima yang terisi. Responden terdiri dari 108 siswa laki- laki dan 97 siswa

perempuan. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik non

probability sampling dan metode convenience. Menggunakan metode convenience

dalam memilih sampel berdasarkan populasi yang mudah diakses untuk

memperoleh informasi.

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini terdapat dua macam variabel yaitu variabel bebas (independent

variable) dan variabel terikat (dependent variable) sebagai berikut:

Variabel terikat (dependent variable) adalah civility. Variabel bebas

(independent variable) yaitu empati, regulasi emosi dan anonimitas. Empati

memiliki empat dimensi, yakni; kognitif dan afe perspective taking, fantasy,

emphatic concern, personal distress, regulasi emosi memiliki dua dimensi, yakni

cognitive reappraisal dan expressive suppression, terakhir adalah variabel

anonimitas.

35
36

Setelah menentukan dependent variable dan independent variable selanjutnya

penulis menentukan definisi operasional dari tiap-tiap variabel yang diteliti.

Penjelasan definisi operasional adalah sebagai berikut:

1. Civility adalah perilaku yang melibatkan kesopanan dan menghargai orang

lain di media sosial.

2. Empati adalah kesadaran untuk dapat berpikir, merasakan, dan mengerti

keadaan orang lain dilihat dari perspektif orang tersebut, sehingga individu

tahu dan benar- benar dapat merasakan apa yang dirasakan dan dipikirkan

oleh orang tersebut, variable ini memiliki empat dimensi yaitu: perspective

taking, fantasy, emphatic concern dan personal distress. Perspective taking

adalah menempatkan diri sendiri kedalam posisi orang lain. Fantasy adalah

kemampuan seseorang untuk mengubah diri mereka secara imajinatif dalam

mengalami perasaan dan tindakan dari karakter khayalan dalam buku, film

dan sandiwara yang dibaca atau ditonton. Empathic concern adalah perasaan

yang berorientasi kepada orang lain dan perhatian terhadap kemalangan yang

dialami orang lain. Personal distress adalah reaksi pribadi terhadap

penderitaan orang lain yang diekspresikan dengan perasaan terkejut, takut,

cemas, prihatin yang berlebihan dan rasa tidak berdaya.

3. Regulasi emosi adalah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak

sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih

aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku yang terdiri

dari dua dimensi yaitu: cognitive reappraisal dan expressive suppression.

Cognitive reappraisal adalah evaluasi subjektif individu atas situasi emosi


37

yang sedang dialaminya. Expressive suppression merupakan tindakan

sengaja yang dilakukan individu untuk mengurangi perilaku emosi yang

ekspresif ketika individu sudah dalam keadaan emosional.

4. Anonimitas adalah kecenderungan seseorang untuk menyembunyikan dan

memalsukan identitas aslinya dalam menggunakan media sosial.

3.3 Instrumen Pengumpulan Data

Penulis menggunakan skala Likert sebagai alat pengumpulan data. Kuesioner

dengan skala model Likert ini menyajikan alternatif pilihan jawaban, yaitu sangat

sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Model

skala Likert ini terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif

(unfavorable). Perhitungan skor tiap-tiap pilihan jawaban adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1
Skor untuk Pernyataan Favorable dan Unfavorable Skala Likert
No Kategori Favorable Unfavorable
1. Sangat sesuai 4 1
2. Sesuai 3 2
3. Tidak sesuai 2 3
4. Sangat tidak sesuai 1 4

Penelitian ini menggunakan empat alat ukur, yaitu Civility Scale, Interpersonal

Reactivity Index (IRI), Emotional Regulation Questionaire for Children and

Adolescents (ERQ-CA) dan Attitudes toward Anonimity Questionaire. Penjelasan

dari empat alat ukur diatas sebagai berikut:

3.3.1 Alat ukur civility

Peneliti mengadaptasi alat ukur civility yang dikembangkan oleh Porath, Gerbasi

dan Schorch (2015). Alat ukur ini mengacu pada teori civility yang dikemukakan

oleh Anderson dan Pearson (1999). Peneliti memodifikasi alat ukur agar sesuai
38

dengan kondisi civility di media sosial. Alat ukur ini terdiri dari 10 item yang

mengukur civility dalam aktivitas individu di media sosial. Berikut blue print

pada tabel 3.2.

Tabel 3.2
Blue Print Skala Civility
No Variabel Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Civility Politeness Memperhatikan kesopanan dalam 1, 2, 5
berkomunnikasi di media sosial. 3, 4,
5*,
Respect Menghormati martabat orang lain
dalam berkomunikasi di media 6, 7, 5
sosial. 8, 9,
10

Total 10
Ket : *)Unfavorable

3.3.2 Alat ukur empati

Interpersonal Reactivity Index (IRI) dibuat oleh Davis (1980) yang terdiri dari 28

item yang mengukur empati. Alat ukur ini mengukur empat dimensi dari empati,

yaitu dimensi perspective taking, fantasy, emphatic concern dan personal distress.

Berikut blue print pada tabel 3.3.

Tabel 3.3
Blue Print Skala Basic Empathy Scale
No Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Perspective Berpikir dan merasakan 3*, 8, 11, 15* , 7
taking berdasarkan keadaan orang lain. 21, 25, 28
2. Fantasy Mengimajinasikan diri dalam 1, 5, 7*, 12*, 16, 7
situasi fiktif. 23, 26
3. Empathic Merasakan pengalaman orang 2, 4*, 9, 14*, 7
concern lain. 18*, 20, 22
4. Personal Merasakan perasaan cemas dari 6, 10, 13*, 17, 7
distress pengalaman negatif. 19*, 24, 27

Total 28
ket : *)Unfavorable
39

3.3.3 Alat ukur regulasi emosi

Skala Emotional Regulation Questionaire for Children and Adolescence (ERQ-

CA) oleh Gullone & Taffe (2011) yang memiliki 10 item yang mengungkapkan

strategi individu dalam meregulasi emosi. Alat ukur ini terdapat dari dua aspek

regulasi emosi yaitu, cognitive reappraisal dan expressive suppression. Berikut

blue print alat ukur pada tabel 3.4.

Tabel 3.4
Blue Print Skala Emotional Regulation Questionaire for Children and
Adolescence (ERQ-CA)
No Dimensi Indikator Item Jumlah

1 Cognitive Merubah sudut pandang atau  1, 2, 3, 4 , 6


reappraisal pemaknaan atas situasi emosi yang 5, 6
dialami.
2 Expressive Tindakan untuk mengurangi perilaku 7, 8, 9 4
suppression emosi yang dialami.

Total 10

3.3.4 Alat ukur anonimitas

Peneliti mengadaptasi skala Attitutudes Toward Anonimity Questionaire oleh

Barlett (2015). Skala ini mengukur mengenai kecenderungan anonimitas yang

dirasakan seseorang ketika berada di media sosial. Alat ukur ini terdiri dari 10

item. Berikut blue print alat ukur pada tabel 3.5.

Tabel 3.5
Blue Print Skala Anonimitas
No Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Anonimitas Menyembunyikan identitas atau 10
memalsukan identitas asli dalam
berkomunikasi di media sosial.

Total 10
ket : *)Unfavorable
40

3.4 Pengujian Validitas Konstruk

Untuk menguji validitas konstruk setiap item maka penulis melakukan uji

validitas menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis) dengan software

LISREL 8.7. yang bertujuan untuk mengetahui apakah setiap item pada variabel

valid dalam mengukur apa yang hendak diukur. Adapun langkah-langkah yang

dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Menguji apakah hanya satu faktor saya yang menyebabkan item-item saling

berkorelasi (hipotesis uni-dimensional item). Hipotesis ini diuji dengan Chi-

Square, untuk memutuskan apakah memang tidak ada perbedaan antara

matriks korelasi yang diperoleh dari data dengan matriks korelasi yang

dihitung menurut teori atau model. Jika hasil Chi-Square tidak signifikan

(p>0.05) berarti hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan

antara matriks korelasi yang diperoleh dari data dan model tidak ditolak yang

artinya item yang diuji mengukur satu faktor saja (uni-dimensional). Namun

jika nilai Chi-Square signifikan (p<0.05), maka diperlukan modifikasi

terhadap model dengan cara memperbolehkan kesalahan pengukuran pada

item-item saling berkorelasi tetapi dengan tetap menjaga bahwa item hanya

mengukur satu faktor (uni-dimensional). Jika sudah diperoleh model yang fit

(tetapi tetap uni-dimensional) maka dilakukan langkah selanjutnya.

2. Menganalisis item mana yang menjadi sumber tidak fit. Terdapat beberapa

hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui item mana yang menjadi

sumber tidak fit, yaitu:


41

1) Menggunakan uji signifikansi terhadap koefisien muatan faktor dari

masing-masing item dengan menggunakan t-test. Jika nilai t yang

diperoleh pada sebuah item tidak signifikan (ǀt<1.96ǀ) maka item tersebut

akan di drop karena dianggap tidak signifikan sumbangannya terhadap

pengukuran yang sedang dilakukan.

2) Melihat arah dari koefisien muatan faktor (factor loading). Jika suatu item

memiliki muatan faktor negatif, maka item tersebut didrop karena tidak

sesuai dengan pengukuran (berarti semakin tinggi nilai pada item tersebut

semakin rendah nilai pada faktor yang diukur).

3) Sebagai kriteria tambahan (optional) dapat dilihat juga banyaknya korelasi

partial antara kesalahan pengukuran pada suatu item yang berkorelasi

dengan kesalahan pengukuran pada item lain. Jika pada suatu item terdapat

terlalu banyak korelasi seperti ini (misalnya lebih dari tiga), maka item

tersebut juga akan didrop. Alasannya karena item yang demikian selain

mengukur apa yang ingin diukur juga mengukur hal lain (multi-

dimensional item).

Jika langkah-langkah di atas telah dilakukan, maka diperoleh item-item

yang valid untuk mengukur apa yang ingin diukur.

3.4.1 Uji validitas konstruk civility

Penulis menguji apakah 10 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur civility. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model

satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi square = 214,55, Pvalue = 0,00000, dan

nilai RMSEA 0,159. Oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi terhadap
42

model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi

satu sama lainnya. Maka, diperoleh model fit dengan chi-square = 29,38, Pvalue

= 0,10526, dan nilai RMSEA 0,044.

Setelah didapat nilai Pvalue > 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan

satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu

civility. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.6 dibawah ini.

Tabel 3.6
Muatan faktor item civility

No Item Lambda Error T-Value Signifikan

1 0.59 0.07 8.45 V


2 0.75 0.07 11.42 V
3 0.60 0.07 9.24 V
4 0.25 0.07 3.54 V
5 0.74 0.06 11.88 V
6 0.80 0.06 13.35 V
7 0.68 0.07 10.48 V
8 0.43 0.07 6.51 V
9 0.54 0.07 8.25 V
10 0.60 0.07 8.74 V

Berdasarkan tabel 3.6 nilai t bagi koefisien muatan faktor semua item

signifikan karena t > 1,96 atau t < -1,96. Selanjutnya penulis melihat muatan

faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, tetapi diketahui

tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif. Artinya, seluruh item valid

untuk mengukur apa yang hendak diukur.


43

3.4.2 Uji validitas konstruk perspective taking

Penulis menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur perspective taking. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan

dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi square = 38,95 Pvalue =

0,00037, dan nilai RMSEA 0,093. Oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi

terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan

berkorelasi satu sama lainnya. Maka, diperoleh model fit dengan chi-square =

15,81, Pvalue=0,14845, dan nilai RMSEA 0,046.

Setelah didapat nilai Pvalue > 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan

satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu

perspective taking. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur

faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah

item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.7 dibawah ini.

Tabel 3.7
Muatan faktor item perspective taking
No Item Lambda Error Nilai t Signifikan
1 0.04 0.08 0.46 X
2 0.86 0.07 12.81 V
3 0.71 0.07 10.41 V
4 0.05 0.08 0.64 X
5 0.60 0.07 8.47 V
6 0.30 0.08 3.99 V
7 0.54 0.07 7.61 V
Berdasarkan tabel 3.7, nilai t bagi koefisien muatan faktor item 2, 3, 5, 6, 7

adalah signifikan karena t > 1.96. Dengan demikian secara keseluruhan item

nomor 1 dan 4 di drop karena memiliki nilai t < 1.96 ataupun bernilai negatif.
44

Artinya bobot nilai pada item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam

perhitungan factor score.

3.4.3 Uji validitas konstruk fantasy

Penulis menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur fantasy. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model

satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi square = 104,44 , Pvalue = 0,00000, dan

nilai RMSEA 0,178. Oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi terhadap

model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi

satu sama lainnya. Maka, diperoleh model fit dengan chi-square = 11,21 Pvalue =

0,26166, dan nilai RMSEA 0,035.

Setelah didapat nilai Pvalue > 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan

satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu

fantasy. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.8 dibawah ini:

Tabel 3.8
Muatan faktor item fantasy
No Item Lambda Error Nilai t Signifikan
1 0.67 0.07 9.16 V
2 0.63 0.07 8.61 V
3 0.26 0.08 3.10 V
4 0.43 0.08 5.46 V
5 0.56 0.08 7,33 V
6 0.35 0.08 4.35 V
7 0.64 0.07 8.74 V
45

Berdasarkan tabel 3.8 nilai t bagi koefisien muatan faktor semua item

signifikan karena t > 1,96 atau t < -1,96. Selanjutnya penulis melihat muatan

faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, tetapi diketahui

tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif. Artinya, seluruh item valid

untuk mengukur apa yang hendak diukur.

3.4.4 Uji validitas konstruk emphatic concern

Penulis menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur emphatic concern. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan

dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi square = 89,20, Pvalue =

0,00000, dan nilai RMSEA 0,162. Oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi

terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan

berkorelasi satu sama lainnya. Maka, diperoleh model fit dengan chi-square =

12,13 Pvalue = 0,20588, dan nilai RMSEA 0,041.

Tabel 3.9
Muatan faktor item emphatic concern
No Item Lambda Error Nilai t Signifikan
1 0.50 0.09 5.79 V
2 0.45 0.09 5.20 V
3 0.75 0.10 7.69 V
4 0.26 0.08 3.15 V
5 0.29 0.08 3.55 V
6 0.46 0.08 5.39 V
7 -0.05 0.12 -0.46 X
Setelah didapat nilai Pvalue > 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan

satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu

emphatic concern. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur

faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan


46

apakahitem tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan

melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.9 dibawah

ini.

Berdasarkan tabel 3.9, nilai t bagi koefisien muatan faktor item 1, 2, 3, 5, 6

adalah signifikan karena t > 1.96. Dengan demikian secara keseluruhan item

nomor 7 di drop karena memiliki nilai t < 1.96 ataupun bernilai negatif. Artinya

bobot nilai pada item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan factor

score.

3.4.5 Uji validitas konstruk personal distress

Penulis menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur sikap. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model

satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi square = 34,82, Pvalue = 0,00156, dan

nilai RMSEA 0,085. Oleh sebab itu,penulis melakukan modifikasi terhadap

model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi

satu sama lainnya. Maka, diperoleh model fit dengan chi-square = 16,90, Pvalue

= 0,15342, dan nilai RMSEA 0,045.

Setelah didapat nilai Pvalue > 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan

satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu

personal distress. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur

faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah

item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.10 dibawah ini:
47

Tabel 3.10
Muatan faktor personal distress
No Item Lambda Error Nilai t Signifikan
1 0.76 0.06 11.72 V
2 0.85 0.07 12.82 V
3 0.07 0.07 1.01 X
4 0.64 0.07 9.59 V
5 0.42 0.07 5.94 V
6 0.64 0.07 8.61 V
7 0.38 0.07 5.25 V
Berdasarkan tabel 3.10, nilai t bagi koefisien muatan faktor item 1, 2, 4, 5,

6, 7 adalah signifikan karena t > 1.96. Dengan demikian secara keseluruhan item

nomor 3 di drop karena memiliki nilai t < 1.96 ataupun bernilai negatif. Artinya

bobot nilai pada item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan factor

score.

3.4.6 Uji validitas konstruk cognitive reappraisal

Penulis menguji apakah 10 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur cognitive reappraisal. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan

dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi square = 50,99 Pvalue =

0,0000, dan nilai RMSEA 0,151. Oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi

terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan

berkorelasi satu sama lainnya. Maka, diperoleh model fit dengan chi-square =

10,57 Pvalue = 0,22739, dan nilai RMSEA 0,040.

Setelah didapat nilai Pvalue > 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan

satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu

cognitive reappraisal. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur

faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah
48

item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.11 dibawah ini:

Tabel 3.11
Muatan faktor cognitive reappraisal
No Item Lambda Error Nilai t Signifikan
1 0.31 0.08 3.98 V
2 0.59 0.07 8.17 V
3 0.62 0.07 8.80 V
4 0.68 0.07 9.69 V
5 0.76 0.07 11.15 V
6 0.56 0.07 7.82 V
Berdasarkan tabel 3.8 nilai t bagi koefisien muatan faktor semua item

signifikan karena t > 1,96 atau t < -1,96. Selanjutnya penulis melihat muatan

faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, tetapi diketahui

tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif. Artinya, seluruh item valid

untuk mengukur apa yang hendak diukur.

3.4.7 Uji validitas konstruk expressive suppression

Penulis menguji apakah 10 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur expressive suppression. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan

dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi square = 7,92, Pvalue =

0,01902, dan nilai RMSEA 0,121. Oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi

terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan

berkorelasi satu sama lainnya. Maka, diperoleh model fit dengan chi-square =

0,57, Pvalue = 0,45023, dan nilai RMSEA 0,000.


49

Tabel 3.12
Muatan faktor expressive suppression
No Item Lambda Error Nilai t Signifikan
1 0.57 0.07 13.84 V
2 0.39 0.08 12.67 V
3 0.80 0.08 15.84 V
4 0.53 0.08 12.97 V
Setelah didapat nilai Pvalue > 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan

satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu

expressive suppression. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan

apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan

melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor.

Berdasarkan tabel 3.12 nilai t bagi koefisien muatan faktor semua item

signifikan karena t > 1,96 atau t < -1,96. Selanjutnya penulis melihat muatan

faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, tetapi diketahui

tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif. Artinya, seluruh item valid

untuk mengukur apa yang hendak diukur.

3.4.8 Uji validitas konstruk anonimitas

Penulis menguji apakah 10 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur anonimitas. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan

model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi square = 214,97, Pvalue =

0,00000, dan nilai RMSEA 0,159. Oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi

terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan

berkorelasi satu sama lainnya. Maka, diperoleh model fit dengan chi-square =

35,50, Pvalue = 0,15577, dan nilai RMSEA 0,036.


50

Setelah didapat nilai Pvalue > 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan

satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu

anonimitas. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor

yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item

tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.13 dibawah ini

Tabel 3.13
Muatan faktor item anonimitas

No Item Lambda Error Nilai t Signifikan


1 0.46 0.07 6.73 V
2 0.68 0.06 10.57 V
3 0.63 0.06 9.82 V
4 0.51 0.07 7.64 V
5 0.88 0.06 15.84 V
6 0.95 0.05 17.89 V
7 0.76 0.06 12.66 V
8 0.72 0.06 11.76 V
9 0.50 0.07 7.19 V
10 0.62 0.06 9.76 V

Berdasarkan tabel 3.12 nilai t bagi koefisien muatan faktor semua item

signifikan karena t > 1,96 atau t < -1,96. Selanjutnya penulis melihat muatan

faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, tetapi diketahui

tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif. Artinya, seluruh item valid

untuk mengukur apa yang hendak diukur.

3.5 Metode Analisis Data

Dalam rangka menguji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan metode analisis

regresi berganda yaitu suatu metode untuk menguji signifikan atau tidaknya
51

pengaruh dari sekumpulan variabel indipenden terhadap variabel dependen.

Adapun persamaan umum analisis regresi berganda ini yaitu:

Keterangan:

Y = civility

a = koefisien

b = koefisien regresi untuk masing-masing X

X1 = perspective taking

X2 = fantasy

X3 = emphatic concern

X4 = personal distress

X5 = cognitive reappraisal

X6 = expressive suppression

X7 = anonimitas

e = residu

Adapun data yang dianalisis dengan persamaan diatas adalah hasil dari

pengukuran yang sudah ditransformasi ke dalam true score. Dalam hal ini, true

score adalah faktor yang dihitung dengan menggunakan software SPSS dengan

menggunakan item yang valid. Tujuan dari true score adalah agar koefisien

regresi tidak mengalami atenuasi atau underestimated (koefisien regresi yang

terhitung lebih rendah dari yang seharusnya sehingga tidak signifikan).

Dalam analisis regresi berganda, besarnya proporsi varians resiliensi yang

dipengaruhi oleh bervariasinya seluruh IV bisa diukur dengan rumus R, dimana:


52

Keterangan:

R : koefisien determinan berganda

SS reg : jumlah kuadrat regresi

SS y : jumlah kuadrat dari variable y

Selanjutnya R dapat diuji signifikan atau tidak dengan uji F (F test), adapun

rumus uji F adalah sebagai berikut:

Dimana k adalah jumlah independent variabel dan N adalah jumlah sampel.

Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah variabel-variabel

independent yang diujikan memiki pengaruh yang signifikan atau tidak terhadap

dependent variabel.

3.6 Prosedur Penelitian

Secara garis besar penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:

1. Peneliti menyusun proposal penelitian. Dalam proposal tersebut peneliti

menyusun perumusan masalah, menentukan variabel yang akan diteliti,

melakukan studi pustaka guna mendapatkan landasan teori yang tepat

mengenai variabel penelitian, dan mempersiapkan alat ukur yang akan

digunakan dalam penelitian. Setelah itu peneliti menentukan sampel

penelitian.

2. Setelah proposal diterima, peneliti menyusun, menyiapkan, dan memodifikasi

alat ukur yang digunakan.


53

3. Mengurus surat izin penelitian dari fakultas psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta untuk Kepala Sekolah Madrasah Pembangunan UIN

Syarif Hidayatullah.

4. Setelah Kepala Sekolah Madrasah Aliyah UIN Syarif Hidayatullah

mengizinkan, peneliti diminta untuk menyerahkan kuesioner beserta reward

yang akan diberikan kepada siswa yang telah berpartisipasi dalam pengisian

kuesioner.

5. Peneliti tidak diperbolehkan untuk mengambil data secara langsung dikelas-

kelas namun dibantu oleh guru- guru yang sedang mengajar.

6. Pengambilan data dilakukan selama satu minggu, terhitung sejak tanggal 15

Januari 2019 – 21 Januari 2019 yang disebar dikelas X, XI dan XI dengan

dibantu oleh para guru. Peneliti menyebar kuesioner sebanyak 250 namun

yang kembali hanya 205 dikarenakan penyebaran data di kelas XII tidak

diperbolehkan karena dikhawatirkan akan mengganggu kegiatan akademik

siswa yang akan menghadapi Ujian Nasional.

7. Setelah mendapatkan data, peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas

dengan menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis).

8. Pengolahan data:

a. peneliti memberikan kode dan melakukan skoring terhadap hasil skala

yang telah diisi oleh responden.

b. menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh, kemudian

membuat tabel data. Melakukan analisa data dengan menggunakan teknik

analisa regresi.
54

c. membuat kesimpulan dan laporan akhir penelitian.


BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebanyak 205 siswa yang terdiri

dari 108 siswa laki- laki dan 97 siswa perempuan di Madrasah Aliyah Pembangunan

UIN Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan. Teknik pengambilan sampel pada

penelitian ini adalah non probability sampling dan dengan metode convenience.

Berikut ini adalah tabel yang dapat menjelaskan karakteristik responden penelitian:

Tabel 4.1
Gambaran umum subjek penelitian
Variabel Kelas Laki- Laki Perempuan Jumlah
Kelas X 45 27 72
XI 44 49 93
XII 19 21 40
Total 108 97 205

Berdasakan tabel 4.1 responden laki-laki berjumlah 108 orang dan responden

perempuan berjumlah 97 orang. Dengan demikian, responden yang terdapat dalam

penelitian ini sebagian besar berjenis kelamin laki- laki. Responden dari kelas X

berjumlah 72 orang terdiri 45 laki- laki dan 27 perempuan, responden dari kelas XI

berjumlah 93 orang terdiri dari 44 laki- laki dan 49 perempuan, responden dari kelas

XII berjumlah 40 orang terdiri dari 19 laki- laki dan 21 perempuan.

55
56

Tabel 4.2
Media sosial yang paling aktif digunakan responden

Media sosial Jumlah Persentase

Whatsapp 47 23%
Instagram 64 31%
Line 58 28%
Youtube 36 18%
Total 205 100%

Berdasarkan tabel 4.2 media sosial yang paling aktif digunakan adalah instagram

yaitu sebanyak 64 responden (31%), line yaitu sebanyak 58 responden (28%),

whatsapp yaitu sebanyak 47 responden (23%), youtube yaitu sebanyak 36 responden

(18%).

Tabel 4.3
Waktu yang digunakan responden

Waktu (per hari) Jumlah Persentase

1-3 jam/hari 70 34%


4-6 jam/hari 63 31%
6-9 jam/hari 43 21%
>9 jam/hari 29 14%
Total 205 100%

Berdasarkan tabel 4.3 sebanyak 70 responden menghabiskan waktu online dalam

menggunakan media sosial 1-3 jam/hari, 63 responden menghabiskan waktu online

dalam menggunakan media sosial 4-6 jam/hari, 43 responden menghabiskan waktu


57

online dalam menggunakan media social 6-9 jam/hari, 29 responden menghabiskan

waktu online dalam menggunakan media sosial lebih dari 9 jam/hari.

4.2 Analisis Deskriptif

Pada penelitian ini, skor yang digunakan dalam analisis statistik adalah skor yang

dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran yang merupakan

hasil proses konversi raw score, skor ini disebut true score. Proses ini dilakukan

untuk memudahkan dalam melakukan perbandingan antara skor hasil penelitian

variabel-variabel yang diteliti. Dengan demikian, raw score pada setiap variabel

harus diletakan pada skala yang sama. Untuk memperoleh deskripsi statistik, dihitung

item-item yang valid dan positif, sehingga didapatkan faktor skor. Jadi, penghitungan

skor faktor ini tidak menunjukan item-item variabel seperti pada umumnya, tetapi

dihitung true score pada tiap skala. Skor faktor yang dianalisis adalah skor faktor

yang bermuatan positif dan signifikan.

T-Score= (skor faktor x 10) + 50

Setelah didapatkan skor faktor yang telah dirubah menjadi true score, nilai

baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi. Hal tersebut

berlaku juga untuk semua variabel pada penelitan ini. Skor tersebut disajikan dalam

tabel 4.2 berikut ini:


58

Tabel 4.4
Skor variabel penelitian
Std.
Variabel N Min Max Mean
Deviation
Civility 205 9,97 62,17 50,00 8,99759
Perspective Taking 205 15,64 63,30 50,00 8,66676
Fantasy 205 23,75 68,04 50,00 8,02639
Empathic Concern 205 21,93 65,21 50,00 7,98587
Personal Distress 205 25,75 66,80 50,00 8,83360
Cognitive Reappraisal 205 11,11 67,62 50,00 8,58671
Expressive Suppression 205 29,50 63,55 50,00 9,29002
Anonimitas 205 30,73 69,29 50,00 9,53596
Valid N (listwise) 205

Berdasarkan data pada tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa nilai minimum

dari variabel civility adalah 9,97, nilai maksimum 62,17, mean 50,00, dan standar

deviasi 8,99759. Perspective taking memiliki nilai minimum 15,64, nilai maksimum

63,30, mean 50,00, dan standar deviasi 8,66676. Fantasy memiliki nilai minimum

23,75, nilai maksimum 68,04, mean 50,00, dan standar deviasi 8,02639. Emphatic

Concern memiliki nilai minimum 21,93, nilai maksimum 65,21, mean 50,00, serta

standar deviai 7,98587. Personal Distress memiliki nilai minimum 25,75, nilai

maksimum 66,80, mean 50,00, serta standar deviasi 8,83360. Cognitive Reappraisal

memiliki nilai minimum 11,11, nilai maksimum 67,62, mean 50,00, serta standar

deviasi 8,58671. Expressive Suppression memiliki nilai minimum 29,50, nilai

maksimum 63,55, mean 50,00, serta standar deviasi 9,29002. Anonimitas memiliki

nilai minimum 30,73, nilai maksimum 69,29, mean 50,00, serta standar deviasi

9,53596.
59

4.3 Kategorisasi variabel

Penulis membuat kategorisasi data penelitian menggunakan standar deviasi dan mean

dari t-score setelah melakukan deskripsi dari masing-masing variabel. Kategorisasi

dibuat menjadi tiga bagian, yaitu: Rendah dan Tinggi. Kategori dibuat menjadi dua

bagian karena bertujuan untuk melihat distribusi data yang lebih merata. Dalam hal

ini ditetapkan norma sebagai berikut:

Tabel 4.5
Rumus kategorisasi
Kategorisasi Rumus
Rendah X<M
Tinggi X>M
Nilai tersebut menjadi batas peneliti untuk menentukan kategorisasi rendah

dan tinggi dari masing-masing variabel penelitian. Gambaran kategori skor variabel

berdasarkan tinggi dan rendahnya variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan

disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.6
Kategorisasi skor variabel
Frekuensi Persentase
Variabel
Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Civility 84 121 41% 59%
Perspective Taking 106 99 52% 48%
Fantasy 111 94 54% 46%
Emphatic Concern 95 110 46% 54%
Personal Distress 99 106 48% 52%
Cognitive Reappraisal 109 96 53% 47%
Expressive Suppression 107 98 52% 48%
Anonimitas 110 95 54% 46%
60

Berdasarkan tabel 4.4, dapat diketahui bahwa dari 205 responden, terlihat

pada variabel civility memilliki skor rendah sebesar 41% dan 59% skor tinggi. Pada

variabel perspective taking memiliki skor rendah sebesar 52% dan 48% skor tinggi.

Pada variabel fantasy memiliki skor rendah sebesar 52% dan 48% skor tinggi. Pada

variabel emphatic concern memiliki skor rendah sebesar 46% dan 54% skor tinggi.

Pada variabel personal distress memiliki skor rendah 48% dan 52% skor tinggi. Pada

variabel cognitive reappraisal memiliki skor rendah sebesar 53% dan 47% skor

tinggi. Pada variabel expressive suppression skor rendah sebesar 52% dan 48% skor

tinggi. Pada variabel anonimitas memiliki skor rendah sebesar 54% dan 46% skor

tinggi.

4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian

4.4.1 Pengujian Hipotesis

Selanjutnya, uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh masing-masing independent

variable terhadap dependent variable dalam penelitian ini, analisisnya dengan

menggunakan multiple regression. Data yang dianalisis yaitu true score yang

diperoleh dari hasil analisis faktor. Pada tahapan ini penulis menguji hipotesis dengan

teknik analisis regresi berganda dengan menggunakan software SPSS 25.0. Dalam

analisis regresi, terdapat tiga hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R-square untuk

mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh

independent variable, kedua apakah secara keseluruhan independent variable

berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable, ketiga melihat signifikan

atau tidaknya koefisien regresi dari independent variable. Pengujian hipotesis


61

dilakukan dengan beberapa tahapan. Langkah pertama penulis melihat besaran R-

square untuk mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable yang

dijelaskan oleh independent variable. Lihat tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.7
Tabel R-square
Std. Error
Adjusted R
Model R R Square of the
Square
Estimate
a
1 .692 .479 .461 6.60698
a. Predictors: (Constant), Perspective Taking, Fantasy, Emphatic Concern,
Personal Distress, Cognitive Reappraisal, Expressive Suppression, Anonimitas

Berdasarkan data pada tabel 4.5 diketahui bahwa perolehan R2 sebesar 0,479

atau 47,9%. Artinya, proporsi varians dari civility dijelaskan oleh perspective taking,

fantasy, emphatic concern, personal distress, cognitive reappraisal, expressive

suppression dan anonimitas dalam penelitian ini adalah sebesar 47,9%. Sedangan

52,1% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Langkah kedua,

peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent variable terhadap civility.

Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.8
Tabel ANOVA
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig
Regression 7915.652 7 1130.807 25.905 .000b
Residual 8599.493 197 43.652
Total 16515.146 204
a. Predictors: (Constant), Perspective Taking, Fantasy, Emphatic Concern,
Personal Distress, Cognitive Reappraisal, Expressive Suppression,
Anonimitas
b. Dependent Variable: Civility
62

Jika melihat kolom signifikansi (p < 0.05), maka hipotesis nihil yang

menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh independent variable

terhadap civility ditolak. Maka hipotesis alternatif diterima, yaitu ada pengaruh yang

signifikan variabel perspective taking, fantasy, emphatic concern, personal distress,

cognitive reappraisal, expressive suppression dan anonimitas terhadap civility.

Langkah ketiga adalah melihat koefisien regresi tiap independent variable.

Jika p < 0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan, berarti independent variable

tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap civility. Adapun penyajian

ditampilkan pada tabel 4.7 berikut:

Tabel 4.9
Koefisien regresi
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Std.
B Beta
Model Error T Sig.
1 (Constant) 32.539 6.464 5.034 .000
Perspective Taking .402 .066 .387 6.127 .000
Fantasy .132 .070 .123 1.888 .061
Emphatic Concern .020 .076 .018 .262 .749
Personal Distress .006 .059 .006 .102 .919
Cognitive Reappraisal .133 .065 .127 2.055 .041
Expressive
-.307 .054 -.317 -5.655 .000
Suppression
Anonimitas -.037 .049 -.040 -.758 .449
a. Dependent Variable: Civility

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui persamaan regresi sebagai berikut:

civility = 32.539 + 0,402 perspective taking + 0,132 fantasy + 0,020 emphatic


63

concern + 0,006 personal distress + 0,133 cognitive reappraisal - 0,307 expressive

suppression - 0,037 anonimitas.

Dari persamaan regresi tersebut, dapat dijelaskan bahwa dari tujuh

independent variable, hanya perspective taking, cognitive reappraisal dan expressive

suppression yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh

dari masing-masing IV adalah sebagai berikut:

1. Nilai koefisien regresi perspective taking sebesar 0,402 dengan signifikansi

0.000 (sig < 0.05), yang berarti bahwa hipotesis nihil yang menyatakan bahwa

tidak ada pengaruh yang signifikan dari perspective taking terhadap civility

‘ditolak’. Dengan demikian, perspective taking berpengaruh signifikan

terhadap civility. Arah positif menunjukan semakin tinggi perspective taking,

maka semakin tinggi tingkat civility. Sebaliknya, semakin rendah perspective

taking, maka semakin rendah tingkat civility.

2. Nilai koefisien regresi fantasy sebesar 0.132 dengan signifikansi 0.061 (sig >

0.05), yang berarti bahwa hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak ada

pengaruh yang signifikan dari fantasy terhadap civility ‘diterima’. Artinya

fantasy tidak berpengaruh signifikan terhadap civility.

3. Nilai koefisien regresi emphatic concern sebesar 0,020 dengan signifikansi

0,794 (sig > 0.05), yang berarti bahwa hipotesis nihil yang menyatakan bahwa

tidak ada pengaruh yang signifikan dari emphatic concern terhadap civility

‘diterima’. Artinya emphatic concern tidak berpengaruh signifikan terhadap

civility.
64

4. Nilai koefisien regresi personal distress sebesar 0,006 dengan signifikansi

0,919 (sig > 0.05), yang berarti bahwa hipotesis nihil yang menyatakan bahwa

tidak ada pengaruh yang signifikan dari personal distress terhadap civility

‘diterima’. Artinya personal distress tidak berpengaruh signifikan terhadap

civility.

5. Nilai koefisien regresi cognitive reappraisal sebesar 0,133 dengan

signifikansi 0,041 (sig < 0.05), yang berarti bahwa hipotesis nihil yang

menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari cognitive

reappraisal terhadap civility ‘ditolak’. Dengan demikian, cognitive

reappraisal berpengaruh signifikan terhadap civility. Arah positif menunjukan

semakin tinggi cognitive reappraisal, maka semakin tinggi tingkat civility.

Sebaliknya, semakin rendah cognitive reappraisal, maka semakin rendah

tingkat civility.

6. Nilai koefisien regresi expressive suppression sebesar -0,307 dengan

signifikansi 0,000 (sig < 0.05), yang berarti bahwa hipotesis nihil yang

menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari expressive

suppression terhadap civility ‘ditolak’. Dengan demikian, expressive

suppression berpengaruh signifikan terhadap civility. Arah negatif

menunjukan semakin tinggi expressive suppression, maka semakin rendah

tingkat civility. Sebaliknya, semakin rendah expressive suppression, maka

semakin tinggi tingkat civility.


65

7. Nilai koefisien regresi anonimitas sebesar -0,037 dengan signifikansi 0,449

(sig > 0.05), yang berarti bahwa hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak

ada pengaruh yang signifikan dari anonimitas terhadap civility ‘diterima’.

Artinya anonimitas tidak berpengaruh signifikan terhadap civility.

4.4.2 Analisis Proporsi Varians

Selanjutnya peneliti ingin mengetahui sumbangan proporsi varians dari masing-

masing independent variable terhadap civility. Maka dari itu, peneliti melakukan

analisis regresi berganda dengan cara menambahkan satu independent variable setiap

melakukan regresi. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut:

Tabel 5.0
Proporsi varians untuk masing-masing independent variable
Change Statistics
Model R Square R Square
F Change df 1 df 2 Sig. F Change
Change
1 .335 .338 103.549 1 203 .000
2 .360 .023 7.129 1 202 .008
3 .366 .005 1.710 1 201 .192
4 .368 .002 .575 1 200 .449
5 .395 .027 8.909 1 199 .003
6 .478 .083 31.506 1 198 .000
7 .479 .002 .575 1 197 .449
Predictors: (Constant), Perspective Taking, Fantasy, Emphatic Concern,
Personal Distress, Cognitive Reappraisal, Expressive Suppression, Anonimitas

Berdasarkan data dari tabel 4.8 dapat disampaikan informasi sebagai berikut:

1. Variabel perspective taking memberikan sumbangan sebesar 33,8% terhadap

varians civility.
66

2. Variabel fantasy memberikan sumbangan sebesar 2,3% terhadap varians

civility.

3. Variabel emphatic concern memberikan sumbangan sebesar 0,5% terhadap

varians civility.

4. Variabel personal distress memberikan sumbangan sebesar 0,2% terhadap

varians civility.

5. Variabel cognitive reappraisal memberikan sumbangan sebesar 2,7%

terhadap varians civility.

6. Variabel expressive suppression memberikan sumbangan sebesar 8,3 %

terhadap varians civility.

7. Variabel anonimitas memberikan sumbangan sebesar 0,2% terhadap varians

civility.
BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka kesimpulan yang dapat ditarik

dari penelitian ini adalah “terdapat pengaruh yang signifikan variabel empati

(perspective taking, fantasy, emphatic concern, personal distress), regulasi emosi

(cognitive reappraisal, expressive suppression) dan anonimitas terhadap civility

pada siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hasil uji hipotesis minor diperoleh tiga independent variable yang berpengaruh

signifikan terhadap civility, yaitu perspective taking, cognitive reappraisal dan

expressive suppression. Sedangkan, empat independent variable lain yang tidak

mempengaruhi signifikan yaitu: fantasy, emphatic concern, personal distress dan

anonimitas. Total sumbangan pengaruh seluruh Independent variable terhadap

civility sebanyak 47,9 persen.

5.2 Diskusi

Penulis akan mendiskusikan mengenai seluruh independent variable yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu: empati (perspective taking, fantasy,

emphatic concern, personal distress), regulasi emosi (cognitive reappraisal,

expressive suppression) dan anonimitas terhadap dependent variable yaitu civility

siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Empati menjadi prediktor munculnya civility. Empati merupakan faktor

penting untuk mempertahankan civility (Khan dan Lawhorne., 2008). Empati

memiliki empat dimensi yaitu: perspective taking, fantasy, emphatic concern dan

67
68

personal distress yang secara keseluruhan digunakan sebagai variabel prediktor.

Hasil penelitian ini mendapatkan satu dimensi variabel empati yang memiliki

pengaruh signifikan dan positif terhadap civility, yaitu dimensi perspective taking.

Sementara, dimensi fantasy, emphatic concern dan personal distress tidak

berpengaruh signifikan terhadap civility.

Variabel perspective taking memiliki pengaruh yang signifikan dan

menghasilkan koefisien secara positif terhadap civility di media sosial. Artinya

semakin tinggi perspective taking yang dimiliki siswa maka semakin tinggi juga

perilaku civility yang dilakukan siswa di media sosial. Hasil yang diperoleh dalam

penilitan ini sejalan dengan penelilitan yang dilakukan oleh Stephen, Heaphy dan

Dutton (2011) yang menyatakan bahwa perspective taking merupakan prediktor

yang berpengaruh signifikan dan positif terhadap civility. Ketika individu dapat

merasakan apa yang orang lain rasakan, maka respon individu tersebut akan

disesuaikan dengan perasaan orang lain yaitu dengan berperilaku secara civility

sehingga tidak terjadi konflik antar satu sama lain (Earvin, 2016). Hasil penelitian

ini juga sejalan dengan hasil wawancara yang diperoleh penulis. Narasumber

mengatakan dalam memposting sesuatu di media sosial, seseorang harus mampu

memahami pikiran dan perasaan orang lain yang membaca postingan tersebut. Hal

yang dipertimbangkan adalah apakah orang lain akan terganggu dengan bahasa

yang digunakan atau membuat tersinggung orang lain. Sehingga narasumber

berusaha untuk berkomunikasi secara civility dalam berinteraksi di media sosial.

Variabel fantasy tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap civility.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Raboteg (1997) bahwa tidak
69

ada hubungan antara fantasy dengan perilaku moral seperti civility. Pada alat ukur

fantasy responden diminta untuk membayangkan mengenai karakter tokoh pada

film dan novel, sedangkan tidak semua responden menyukai menonton film dan

membaca novel.

Variabel personal distress tidak signifikan berpengaruh terhadap civility.

Personal distress dikaitkan dengan empati negatif atau reaksi pribadi terhadap

penderitaan orang lain yang diekspresikan dengan perasaan terkejut, takut, cemas

yang berlebihan dan rasa tidak berdaya (Davis, 1980).

Kemampuan akan mengontrol emosi atau regulasi emosi berhubungan

pada civility (Ferris, 2002). Regulasi emosi memiliki dua dimensi yaitu: cognitive

reappraisal dan expressive suppression (Gross dan John 2003). Secara

keseluruhan dimensi tersebut digunakan sebagai variabel prediktor. Hasil

penelitian ini mendapatkan kedua dimensi dari variabel regulasi emosi memiliki

pengaruh signifikan terhadap civility.

Pada variabel cognitive reappraisal berpengaruh secara positif dan

signifikan yang artinya semakin tinggi cognitive reappraisal maka semakin tinggi

civility. Syahadat (2013) mengungkapkan bahwa kemampuan untuk mengubah

pikiran negatif menjadi positif akan mempengaruhi emosi dan perilaku seseorang,

contoh ketika seseorang mengubah pikirannya terhadap suatu stimulus negatif,

kemudian mengatur dan menurunkan emosi negatifnya maka perilaku yang

muncul adalah bentuk perilaku yang konstruktif, bukan destruktif. Hasil penelitian

ini juga sejalan dengan hasil wawancara yang diperoleh penulis. Narasumber

mengatakan jika mengalami stimulus yang menggugah emosi di media sosial,


70

maka narasumber akan mencoba memaklumi orang tersebut dan mencoba untuk

mengambil hikmah dari kejadian tersebut. Dari hal itu,maka emosi negatif dari

narasumber akan berkurang sehingga narasumber akan berperilaku civility di

media sosial.

Pada variabel expressive suppression berpengaruh secara negatif dan

signifikan terhadap civility. Artinya, semakin tinggi expressive suppression maka

semakin rendah civility. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh

Roberton, Daffern dan Bucks (2012) yang menemukan bahwa strategi expressive

suppression yang berlebihan justru dapat mengakibat seseorang lebih rentan

terhadap agresi atau tindakan incivility karena penggunaan strategi ini secara

berlebihan dapat meningkatkan tingkat emosi negatif yang individu alami..

Strategi expressive suppression diharapkan dapat mengurangi ekspresi emosi, tapi

pada kenyataannya akan terjadi kegagalan dalam menurunkan pengalaman

emosional dan bahkan akan meningkatkan respon fisiologis dalam individu

karena usaha keras yang dilakukan seseorang dalam menekan ekspresi emosi

(Gross, 2002). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil wawancara yang

diperoleh penulis. Narasumber mengatakan bahwa seseorang ketika mencoba

untuk tidak mengekspresikan emosinya di media sosial, akan sulit untuk terus

menahan emosinya, karena interaksi di media sosial tidak bertatap muka secara

langsung dan media sosial menyediakan fasilitas untuk update status, sehingga

seseorang akan mudah untuk meluapkan emosinya melalui update status atau

meluapkan emosinya kepada seseorang yang menstimuli narasumber untuk

membangkitkan emosinya.
71

Variabel anonimitas menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap ciivlity. Hasil di dalam penelitian ini berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Santana (2013) dimana anonimitas berpengaruh

secara negative terhadap civility, jadi semakin rendah anonimitas maka akan

semakin tinggi civility. Namun ada hal lain yang menunjukkan jika alasan

pengguna media sosial menggunakan akun anonim tidak selalu berhubungan

dengan komunikasi yang incivil atau rendahnya civility, dipandang sebagai hak

atas privasi seseorang. Seseorang dapat merasa aman ketika menyampaikan

informasi yang sifatnya rahasia dan seseorang dapat lebih mengeksresikan ide dan

pendapat tanpa takut mengenai pelecehan, ancaman atau pembalasan tanpa berniat

untuk melakukan komunikasi yang incivil (Sari, 2016).

Kelebihan dalam penelitian ini adalah penggunaan ketiga faktor yang diteliti

secara bersama-sama sehingga dapat mengetahui faktor yang signifikan dari

variabel yang sering diteliti dalam civility di media sosial. Selain itu, penelitian

yang meneliti tentang civility masih jarang dilakukan di Indonesia.

Kekurangan dalam penelitian ini adalah pada proses pengambilan data

peneliti tidak dapat mengontrol selama proses dan lama waktu yang dibutuhkan

untuk pengambilan data. Peneliti tidak diperbolehkan untuk mengambil data

secara langsung di kelas tetapi harus dibantu oleh guru yang mengambil data di

masing- masing kelas sehingga peneliti tidak dapat mengontrol selama proses

pengambilan data.
72

5.3 Saran

5.3.1 Saran teoritis

1. Masih sedikit penelitian mengenai civility termasuk variabel empati (Khan dan

Lawhorne, 2003), regulasi emosi (Ferris, 2002) dan anonimitas (Santana,

2013) sebagai prediktor civility. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat

meneliti lebih lanjut variabel pengaruh empati, regulasi emosi dan anonimitas

terhadap civility di media sosial dengan jurnal- jurnal teraktual dan

komprehensif.

2. Pada penelitian ini ditemukan bahwa proporsi varians dari civility yang dapat

dijelaskan oleh semua independent variabel adalah sebesar 47.9%, sedangkan

52.1% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Penulis

menyarankan untuk penelitian selanjutnya untuk meneliti dan menganalisis

lebih lanjut dari hasil penelitian variabel yang berpengaruh signifikan terhadap

civility, yaitu perspective taking, cognitive reappraisal dan expressive

suppression.

5.3.2 Saran praktis

Penulis memberikan saran seluruh untuk variabel yang signifikan yaitu perpective

taking, cognitive reappraisal, expressive suppression.

1. Terkait dengan perspective taking, penulis menyarankan sekolah untuk

memberikan pengajaran mengenai empati, siswa dapat melakukan kegiatan yang

dapat mengasah kemampuan perspective taking seperti melakukan kegiatan bakti

sosial dengan menginap dalam beberapa waktu di daerah yang tertinggal. Hal

tersebut dapat menumbuhkan kemampuan perspective taking, siswa dapat


73

memahami bagaimana kebiasaan maupun dapat merasakan yang dirasakan orang-

orang yang tinggal di daerah tertinggal, diharapkan akan menumbuhkan empati

pada siswa.

2. Terkait variabel cognitive reappraisal. Penulis menyarankan sekolah

memberikan pelatihan bagaimana dapat berpikir positif dalam memandang

masalah. Merubah sudut pandang dalam memandang masalah dengan cara

berpikir positif dapat mengurangi emosi negatif ataupun emosi yang tidak

diinginkan. Sehingga siswa akan dapat mengontrol emosi maupun perilakunya

agar dapat selalu berperilaku secara civility.

3. Terkait dengan expressive suppression, pada media sosial siswa akan lebih

sulit untuk menggunakan strategi expressive suppression. Pada kenyataannya

emosi dapat meluap di media sosial karena tidak bertatap muka langsung. Hal ini

dapat menjadi perhatian mengenai bagaimana menyalurkan emosi tanpa perlu

memendam emosi negatif tersebut. Penyaluran emosi tersebut dapat dilakukan

seperti dengan mengikuti kegiatan ekstrakulikuler yang merupakan kegiatan

positif, dengan mengikuti hobi maka akan membuat emosi tersalurkan dengan

positif.
DAFTAR PUSTAKA

Andersson, L. M., & Pearson, C. M. (1999). Tit for tat? The spiraling effect of
incivility in the workplace. Academy of management review, 24(3), 452-471.

A. Baron, R., & Byrne, D. (2004). Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga.

Barlett, C. P. (2015). Anonymously hurting others online: The effect of anonymity on


cyberbullying frequency. Psychology of Popular Media Culture, 4(2), 70.

Barlett, Christoper. P., Gentile, Douglas. A., Chew Chelsea. (2014). Predicting
cyberbullying from anonymity. Journal of American Psychological
Association. 2(1), 60-134.

Berenguer, J. (2007). The effect of empathy in proenvironmental attitudes and


behaviors. Environment and Behavior, 39(2), 269-283.

Clark, B. D. (1991). Empathic transactions in the deconfusion of child ego states.


Transactional Analysis Journal, 21, 92-98.

Clark, C.M. (2009). Faculty field guide for promoting student civility. Nurse
Educator, 34(5), 194-197

Clark, C.M., Ahten, S. M, & Werth, L. (2012). Cyber-bullying and incivility in the
online learning environment: Part Two—Promoting student success in the
virtual classroom. Nurse Educator, 37(5), 192–197.

Clark, C. M., Landrum, R. E., & Nguyen, D. T. (2013). Development and description
of the organizational civility scale (OCS). Journal of Theory Construction &
Testing, 17(1).

Cohen, D., & Strayer, J. (1996). Empathy in conduct-disordered and comparison


youth. Developmental Psychology, 32, 988–998.

Cole, P. M., Martin, S. E., & Dennis, T. A. (2004). Emotion regulation as a scientific
construct: Methodological challenges and directions for child development
research. Child Development, 75(2), 317–333.

Culnan, M. J., & Markus, M. L. (1987). Information technologies. Jablin, FM;


Putnam, LL; Roberts, KH & Porter, LW (eds.): Handbook of Organizational
Communication: An Interdisciplinary Perspective.

74
75

Davis, M.H. (1980). A multidimentional approach to individual differences in


empathy. JSAS Catalog of Selected Document in Psychology, 10, 85.

Davis, C.M. (1990). What is empathy, and can empathy be taught. Physical Therapy.
Journal of the American Physical Therapy Association. 70, 707- 711.

Di Fabio, A., & Gori, A. (2016). Assessing workplace relational civility (WRC) with
a new multidimensional ―mirror‖ measure. Frontiers in psychology, 7, 890.

Dishon, G., & Ben-Porath, S. (2018). Don’t@ me: rethinking digital civility online
and in school. Learning, Media and Technology, 43(4), 434-450.

Duggan, M. (2014). Online harassment. Pew Research Center.

Eisenberg, N., Fabes, R. A., Guthrie, I. K., & Reiser, M. (2000). Dispositional
emotionality and regulation : Their role in predicting quality of social
functioning. Journal of Personality and Social Psychology, 78, 136-157.

Feldman, R. S. (1985). Social psychology: Theories, research, and applications.


McGraw-Hill.

Ferriss, A. L. (2002). Studying and measuring civility: A framework, trends, and


scale. Sociological Inquiry, 72(3), 376-392.

Garton, A.F., & Gringart, E. (2005). The development of a scale to measure empathy
in 8- and 9-year old children. Australian Journal of Education and
Developmental Psychology, 5, 17-25.

Gross, J.J. (2007). Handbook of emotion regulation. NY: Guilford Publication.

Gross, J. J. (2002). Emotion regulation: Affective, cognitive, and social


consequences. Psychophysiology, 39(3), 281–291.
doi:10.1017.S0048577201393198

Goleman, Daniel. (2004). Kecerdasan Emosional: Mengapa EI Lebih Penting


Daripada IQ, Terjemahan oleh T. Hermaya. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Gratz, K. L., & Roemer, L. (2004). Multidimensional assessment of emotion


regulation and dysregulation: Development, factor structure, and initial
validation of the difficulties in emotion regulation scale. Journal of
psychopathology and behavioral assessment, 26(1), 41-54.
76

Gullone, E., & Taffe, J. (2012). The emotion regulation questionnaire for children
and adolescents (ERQ–CA): A psychometric evaluation. Psychological
assessment, 24(2), 409.

Hakansson, Jakob. 2003. Exploring the phenomenom of emphatyhy. Department of


Psychology: Stockholm University.

Hayne, S. C., & Rice, R. E. (1997). Attribution accuracy when using anonymity in
group support systems. International Journal of Human-Computer
Studies, 47(3), 429-452.

Hinduja, S., & Patchin, J. W. Bullying, cyberbullying and suicide. Archives of suicide
research, 14(3), 206-221

Hite, D. M., Voelker, T., & Robertson, A. (2014). Measuring perceived anonymity:
The development of a context independent instrument. Journal of Methods and
Measurement in the Social Sciences, 5(1), 22-39.

Hoffman, M. L. (2000). Empathy and moral development: Implications for Caring


and Justice. Newyork: Cambridge University Press.

Jahja, Y. (2011). Psikologi perkembangan. Kencana.

Jolliffe, D., & Farrington, D. P. (2006). Examining the relationship between low
empathy and bullying. Journal of Aggressive Behavior, 32(6), 540–550.

Kahn, W. J., & Lawhorne, C. V. (2003). Empathy: The critical factor in conflict-
resolution and a culture of civility. Welsh

Kayany, J. M. (1998). Contexts of uninhibited online behavior: Flaming in social


newsgroups on usenet. Journal of the American Society for Information
Science, 49, 1135–1141. doi:10.1002/ (SICI)1097-4571(1998)49:123.0.CO;2-
W

Mawardah, M., & Adiyanti, M. G. (2014). Regulasi emosi dan kelompok teman
sebaya pelaku cyberbullying. Jurnal psikologi, 41(1), 60-73.

Mehrabian, A., & Epstein, N. A. (1972). Measure of emotional empathy. Journal of


Personality, 40, 525-543.
77

Molaei, H. (2014). The prospect of civility in Indonesians’ online polarized political


discussions. Asian Journal of Communication, 24(5), 490–
504.doi:10.1080/01292986.2014.917116

Ottinot, R. C. (2008). The development and validation of the perceived workplace


civility climate scale.

Papacharissi, Z. (2004). Democracy online: Civility, politeness, and the democratic


potential of online political discussion groups. New media & society, 6(2), 259-
283.

Pavlíček, A. (2005). Anonymity on the internet and its influence on the


communication process. Institute of Communication Studies and Journalism,
Charles University.

Pinsonneault, A., & Heppel, N. (1997). Anonymity in group support systems


research: A new conceptualization, measure, and contingency framework.
Journal of Management Information Systems, 14, 89-108.

Porath, C. L., Gerbasi, A., & Schorch, S. L. (2015). The effects of civility on advice,
leadership, and performance. Journal of Applied Psychology, 100(5), 1527.

Pye, L. (1999). Civility, social capital, and civil society: Three powerful concepts for
explaining Asia. Journal of Interdisciplinary History, 29(4), 763–782.

Rahayu. F. S. (2012). Cyberbullying sebagai dampak negatif pengguna teknologi


informasi. Journal of Information Systems, 8(1).

Raboteg-Šarić, Z. (1997). The role of empathy and moral reasoning in adolescent


prosocial behaviour. Društvena istraživanja: časopis za opća društvena pitanja,
6(4-5), 493-512.

Ramli, M. E. P. (2016). Hubungan antara empati dengan civility dalam bentuk


perilaku sopan pada remaja jabodetabek. Skripsi: Universitas Indonesia

Reisinger, Y., & Turner, L. (1997). Cross-cultural differences in tourism: Indonesian


tourists in Australia. Tourism Management, 18(3), 139–147.
doi:10.1016/S0261-5177(96)00115-X

Roberton, T., Daffern, M., Bucks, R. S. (2012). Emotion regulation and aggression.
Aggression and Violent Behavior, 17(1), 72-82. doi:
10.1016/j.avb.2011.09.006.
78

Rowe, J. (2014). Student use of social media: when should the university
intervene?. Journal of Higher Education Policy and Management, 36(3), 241-
256.

Santana, A. D. (2014). Virtuous or vitriolic: The effect of anonymity on civility in


online newspaper reader comment boards. Journalism Practice, 8(1), 18-33.

Sari, R. N. (2016). Kecerdasan emosi, anonimitas dan cyberbullying (bully dunia


maya). Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 5(01).

Schaefer, L. (1995). Reinventing civility. NAMTA Journal, 20(1), 138-47.

Silaen, A. C., & Dewi, K. S. (2015). Hubungan antara regulasi emosi dengan
asertivitas (Studi korelasi pada siswa di SMA Negeri
Semarang). Jurnal Empati, 4(2), 175-181.

Sukriananda, R. R. (2016). Hubungan regulasi emosi dengan civility di konteks


media sosial pada remaja. Skripsi: Universitas Indonesia

Suler, J. (2004). The online disinhibition effect. Cyberpsychology & behavior, 7(3),
321-326.

Sobieraj, S., & Berry, J. M. (2011). From incivility to outrage: Political discourse in
blogs, talk radio, and cable news. Political Communication, 28(1), 19-41.

Song, Y., & Wu, Y. (2018). Tracking the viral spread of incivility on social
networking sites: The case of cursing in online discussions of Hong Kong–
Mainland China conflict. Communication and the Public, 3(1), 46-61.

Spreng, R. N., McKinnon, M. C., Mar, R. A., & Levine, B. (2009). The Toronto
Empathy Questionnaire: Scale development and initial validation of a factor-
analytic solution to multiple empathy measures. Journal of personality
assessment, 91(1), 62-71

Stephens, J. P., Heaphy, E., & Dutton, J. E. (2012). High quality connections. The
Oxford handbook of positive organizational scholarship, 385-399.

Syahadat, Y. M. (2013). Pelatihan regulasi emosi untuk menurunkan perilaku agresif


pada anak. Humanitas: Jurnal Psikologi Indonesia, 10(1), 19-36.
79

UNICEF. (2014). Digital citizenship safety among children and adolescent in


Indonesia. (Online). Diakses pada 6 Desember 2018.
http://www.unicef.org/indonesia.

Welsh, S. (2009). Socializing civility: Empathy in the contemporary citizenship


education project (Doctoral dissertation, Carleton University Ottawa).

Wilkins, K., Caldarella, P., Crook-Lyon, R., & Young, K. R. (2010). Implications of
civility for children and adolescents: A review of the literature. Online
Submission, 33, 37-45.

Wilson, J. W. (1999). Emotion related regulation : An emerging construct.


Developmental Psychology, 35, 214 – 222.

Whitman, J. Q. (2000). Enforcing civility and respect, Faculty Scholarship Series


Paper 646.
LAMPIRAN

80
81

LAMPIRAN 1 – SURAT KETERANGAN PENELITIAN


82

LAMPIRAN 2 – Blue Print

Blue Print Skala Civility


No Variabel Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Civility Politeness Memperhatikan kesopanan dalam 1, 2, 5
berkomunnikasi di media sosial. 3, 4,
5*,
Menghormati martabat orang lain
Respect dalam berkomunikasi di media 6, 7, 5
sosial. 8, 9,
10

Total 10
Ket : *)Unfavorable

Blue Print Skala Basic Empathy Scale


No Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Perspective Berpikir dan merasakan 3*, 8, 11, 15* , 7
taking berdasarkan keadaan orang lain. 21, 25, 28

2. Fantasy Mengimajinasikan diri dalam 1, 5, 7*, 12*, 16, 7


situasi fiktif. 23, 26

3. Empathic Merasakan pengalaman orang 2, 4*, 9, 14*, 7


concern lain. 18*, 20, 22

4. Personal Merasakan perasaan cemas dari 6, 10, 13*, 17, 7


distress pengalaman negative. 19*, 24, 27

Total 28
ket : *)Unfavorable

Blue Print Skala Emotional Regulation Questionaire for Children and Adolescence (ERQ-
CA)
No Dimensi Indikator Item Jumlah
1 Cognitive Merubah sudut pandang  1, 2, 3, 4 ,
atau 6
reappraisal pemaknaan atas situasi emosi yang 5, 6
dialami.

2 Expressive Tindakan untuk mengurangi perilaku  7, 4


suppression emosi yang dialami. 8,
9
Total 10
83

Blue Print Skala Anonimitas


No Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Anonimitas Menyembunyikan identitas atau memalsukan 10
identitas asli dalam berkomunikasi di media
sosial.

Total 10
ket : *)Unfavorable
84

LAMPIRAN 3 – KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER
PROGRAM SARJANA
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERISTAS ISLAM NEGRI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Assalamu’alaikum Wr. Wb / Salam Sejahtera


Saya Mochamad Saepudin, Mahasiswa Program Strata 1 (S1) Fakultas
Psikologi Jakarta yang saat ini sedang melakukan penelitian dalam rangka
penyelesaian tugas akhir. Oleh karena itu, Saya mengharapkan Saudara untuk
menjadi responden dalam penelitian ini.
Saudara dapat mengisi kuesioner ini dengan mengikuti petunjuk pengisian
yang telah diberikan. TIDAK ADA JAWABAN SALAH dalam kuesioner ini.
Adapun informasi yang Saudara berikan dalam penelitian ini akan dijaga
KERAHASIAANNYA dan digunakan hanya untuk kepentingan penelitian. Atas
perhatian Saudara, Saya ucapkan terima kasih.

DATA RESPONDEN (WAJIB DIISI)


Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Kelas :

Tanda Tangan dan Nama jelas


85

Silahkan jawab pertanyaan berikut dengan jawaban yang paling sesuai


dengan diri anda!

1. Sebutkan akun media sosial pribadi yang anda miliki: (Boleh lebih dari satu)

a. Youtube d. Whatsapp
b. Facebook f. Line
c. Twitter g. LinkedIn
d. Instagram h. Lainnya (Sebutkan…………………….)

2. Akun media sosial manakah yang paling aktif anda gunakan sekarang?
………………………………..
3. Seberapa sering Anda menggunakan media sosial:

a. 1-3 jam/hari b. 6-9 jam/hari


c. 4-6 jam/hari d. >9 jam/hari

4. Aktifitas apa saja yang biasanya Anda lakukan di media sosial yang Anda
miliki? (Boleh lebih dari satu)
a. Membuat status atau memposting sesuatu di timeline.
b. Membaca status atau postingan orang lain di timeline.
c. Memberikan komentar di media sosial.

Petunjuk Pengisian
Berikut terdapat butir-butir pernyataan, baca dan pahami setiap butir pernyataan.
Anda diminta mengemukakan apakah pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang
Anda pikirkan dengan cara menyilang (X) salah satu dari empat pilihan yang
tersedia, pada bagian kanan dari masing-masing pernyataan.
Jika jawaban Anda, Anda Sangat Setuju, silanglah pada bagian SS
Jika jawaban Anda, Anda Setuju, silanglah pada bagian S
Jika jawaban Anda, Anda Tidak Setuju, silanglah pada bagian TS
86

Jika jawaban Anda, Anda Sangat Tidak Setuju, silanglah pada bagian STS
Contoh:

No Pernyataan SS S TS ST
S
1 Saya selalu menggunakan bahasa yang sopan di X
media sosial.

Skala 1
No Pernyataan Jawaban
SS S TS ST
S
1 Saya selalu menggunakan bahasa yang sopan di
media sosial.
2 Saya selalu menahan diri untuk memposting sesuatu
yang sifatnya pribadi di media sosial dengan
intensitas yang sering, sehingga tidak mengganggu
orang lain.
3 Ketika saya sedang marah dengan orang lain, saya
tidak pernah melampiaskan dengan mempostingnya
di media sosial.
4 Saya sering menggunakan bahasa yang kasar ketika
bercanda dengan teman di media sosial.
5 Saya memiliki batasan tersendiri didalam
memposting sesuatu di media sosial sehingga saya
87

akan memposting sesuatu dengan hati- hati.


6 Saya menghindari bercanda yang menyinggung
SARA (Suku, Agama dan Ras) orang lain di media
sosial.
7 Saya tidak pernah memaksakan pendapat saya
ketika saya berdiskusi di media sosial.
8 Saya berpendapat bahwa menghina orang lain di
media sosial merupakan hal yang tercela sehingga
saya tidak melakukannya.
9 Saya sering meremehkan karya yang dibuat orang
lain di media sosial.
10 Saya menjaga informasi pribadi milik orang lain
dengan tidak menyebarkannya di media sosial.

Skala 2
No Pernyataan Jawaban
SS S TS ST
S
1 Ketika saya ingin merasakan kesenangan, saya
memikirkan hal yang berbeda
2 Ketika saya ingin merasakan kesedihan, saya
memikirkan hal yang berbeda.
3 Ketika saya merasa gelisah tentang sesuatu, saya
melakukan sesuatu yang membantu saya untuk tetap
tenang.
4 Ketika saya ingin merasakan kesenangan, saya
88

mengubah cara pikir saya tentang situasi yang saya


alami.
5 Saya mengontrol perasaan saya tentang sesuatu hal
dengan mengubah hal yang saya pikirkan tentang
perasaan tersebut.
6 Ketika saya ingin merasakan kesedihan, saya
mengubah cara pikir saya tentang situasi yang saya
alami.
7 Ketika saya sedang merasa senang, saya berusaha
untuk tidak mengekspresikannya.
8 Ketika saya dalam perasaan yang sedih, saya
berusaha untuk tidak mengekspresikannya.
9 Saya mengontrol perasaan saya dengan tidak
mengekspresikannya.
10 Saya menyimpan perasaan yang saya rasakan
sendri.

Skala 3
No Pernyataan Jawaban
SS S TS STS
1 Saya membayangkan tentang hal- hal yang mungkin
terjadi pada diri saya.
2 Saya sering merasa prihatin terhadap orang- orang
yang kurang beruntung.
3 Saya merasa sulit untuk melihat suatu permasalahan
dari sudut pandang orang lain.
89

4 Kadang- kadang saya tidak merasa prihatin terhadap


orang lain ketika mereka mengalami masalah..
5 Saya sangat terlibat dengan perasaan yang dirasakan
oleh tokoh dalam novel yang saya baca.
6 Dalam situasi darurat, saya mudah merasa gelisah.
7 Saya mencoba untuk bersikap objektif terhadap film
yang saya tonton dengan tidak merasakan perasaan
yang mendalam.
8 Jika terjadi perselisihan, saya mencoba untuk
memahami sudut pandang orang lain sebelum saya
membuat keputusan.
9 Ketika saya melihat orang lain dimanfaatkan, saya
merasa ingin melindunginya.
10 Saya kadang- kadang merasa tidak berdaya ketika
berada di tengah- tengah situasi yang sangat
emosional.
11 Kadang- kadang saya mencoba memahami teman
saya melalui sudut pandang teman saya.
12 Saya jarang merasa sangat terlibat dengan buku atau
film yang bagus.
13 Ketika saya melihat seseorang terluka, saya
cenderung untuk tetap tenang.
14 Saya merasa tidak terganggu terhadap kemalangan
orang lain.
15 Jika saya yakin akan sesuatu, saya tidak
mendengarkan pendapat orang lain.
90

16 Setelah bermain atau menonton film, saya merasa


seolah- olah menjadi bagian dari karakter yang saya
tonton.
17 Berada dalam situasi emosional membuat saya
takut.
18 Ketika saya melihat seseorang diperlakukan tidak
adil, kadang- kadang saya tidak merasa kasihan
terhadap mereka.
19 Saya biasanya cukup efektif dalam menangani
keadaan darurat.
20 Saya sering tersentuh terhadap hal- hal yang saya
lihat.
21 Saya mencoba untuk melihat permasalahan dari
berbagai sudut pandang.
22 Saya akan menggambarkan diri saya sebagai orang
yang baik dan berhati lembut.
23 Ketika saya menonton film yang bagus, saya dapat
mudah menempatkan diri pada karakter yang baik.
24 Saya cenderung kehilangan kontrol selama keadaan
darurat.
25 Ketika saya sedang marah pada seseorang, saya
mencoba berdiam diri untuk sementara waktu.
26 Ketika saya membaca sebuah cerita atau novel yang
menarik, saya membayangkan dan merasakan
bagaimana jika peristiwa dalam cerita itu terjadi
27 Ketika saya melihat seseorang membutuhkan
91

pertolongan dalam keadaan darurat, saya ikut


merasa sedih.
28 Sebelum mengkritik orang lain, saya mencoba
membayangkan jika saya berasa di posisi mereka.

Skala 4
No Pernyataan Jawaban
SS S TS STS
1 Mengirim pesan lebih mudah menggunakan media
sosial karena saya tidak bertatap muka dengan
orang lain.
2 Saya merasa nyaman mengirim pesan kepada
siapapun di media sosial walaupun saya tidak
mengenal mereka.
3 Saya merasa nyaman bergabung sebuah group di
media sosial walaupun saya tidak mengenali
anggotanya.
4 Saya cenderung tidak berkomentar di media sosial
jika nama saya dapat diketahui identitas aslinya.
5 Saya suka menggunakan nama samaran untuk akun
media sosial saya.
6 Saya lebih suka melakukan aktivitas di media sosial
tanpa diketahui identitas asli saya.
7 Saya dapat berkomentar dengan lebih bebas apabila
saya tidak mencantumkan identitas asli saya di
media sosial.
92

8 Saya lebih nyaman tidak mencantumkan identitas


asli saya ketika berkomunikasi dengan orang yang
tidak saya kenal di media sosial.
9 Saya merasa tidak bertanggung jawab terhadap
komentar saya apabila saya tidak mencantumkan
identitas asli saya di media sosial.
10 Menurut saya, mencantumkan identitas asli saya di
media sosial membuat privasi saya tidak aman.
93

LAMPIRAN 4 – PATH DIAGRAM


Path Diagram Civility
94

Path Diagram Perspective Taking

Path Diagram Fantasy


95

Path Diagram Emphatic Concern

Path Diagram Personal Distress


96

Path Diagram Cognitive Reappraisal

Path Diagram Expressive Suppression


97

Path Diagram Anonimitas


98

LAMPIRAN 5 – SYNTAX Uji Validitas


1. Sytax Uji Validitas Civility

UJI VALIDITAS KONSTRUK CIVILITY


DA NI =10 NO=218 MA=PM
LA
C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10
PM SY FI=C.COR
MO NX=10 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
CIVILITY
FR TD 9 4 TD 4 1 TD 7 4 TD 3 2 TD 10 5 TD 9 2 TD 10 1 TD 7 1 TD 5 1 TD 10 2 TD 7 6 TD 9
6 TD 10 9 TD 7 2
PD
OU SS TV MI

2. Sytax Uji Validitas Perspective Taking


UJI VALIDITAS KONSTRUK PERSPECTIVE TAKING
DA NI =7 NO=218 MA=PM
LA
C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7
PM SY FI=PT.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
PER.TAK
FR TD 7 6 TD 7 4 TD 4 2
PD
OU SS TV MI
3. Sytax Uji Validitas Fantasy
UJI VALIDITAS KONSTRUK FANTASY
DA NI =7 NO=218 MA=PM
LA
C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7
PM SY FI=FA.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
FA
FR TD 6 5 TD 3 2 TD 3 1
PD
OU SS TV MI
99

4. Sytax Uji Validitas Emphatic Concern


UJI VALIDITAS KONSTRUK EMPHATIC CONCERN
DA NI =7 NO=218 MA=PM
LA
C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7
PM SY FI=EC.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
EC
FR TD 5 4 TD 6 2 TD 7 4 TD 7 6 TD 7 3
PD
OU SS TV MI

5. Sytax Uji Validitas Personal Distress


UJI VALIDITAS KONSTRUK PERSONAL DISTRESS
DA NI =7 NO=218 MA=PM
LA
C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7
PM SY FI=PD.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
PER.DIS
FR TD 6 2 TD 7 3 TD 7 5
PD
OU SS TV MI
6. Sytax Uji Validitas Cognitive Reappraisal
UJI VALIDITAS KONSTRUK COGNITIVE REAPRAISAL
DA NI =6 NO=218 MA=PM
LA
C1 C2 C3 C4 C5 C6
PM SY FI=CR.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
CO.REAP
FR TD 2 1
PD
OU SS TV MI
100

7. Sytax Uji Validitas Expressive Suppression


UJI VALIDITAS KONSTRUK SUPRESSION
DA NI =4 NO=218 MA=PM
LA
C1 C2 C3 C4
PM SY FI=S.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
SUP
FR TD 4 2
PD
OU SS TV MI
8. Sytax Uji Validitas Anonimitas
UJI VALIDITAS KONSTRUK ANONIMITAS
DA NI =10 NO=218 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10
PM SY FI=AN.COR
MO NX=10 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
ANON
FR TD 3 2 TD 10 8 TD 2 1 TD 6 2 TD 10 6 TD 8 3
PD
OU SS TV MI
101

LAMPIRAN 6– OUTPUT STATISTIK


REGRESI

Model Summary
Std. Error Change Statistics
Mod R Adjusted R of the R Square F Sig. F
el R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .692 .479 .461 6.60698 .479 25.905 7 197 .000
a. Predictors: (Constant), ANONIMITAS, FANTASI, EXPRESSIVE_SUPPRESSION,
COGNITIVE_REAPPRAISAL, PERSONAL_DISTRESS, PERSPECTIVE_TAKING,
EMPHATIC_CONCERN

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
b
1 Regression 7915.652 7 1130.807 25.905 .000
Residual 8599.493 197 43.652
Total 16515.146 204
a. Dependent Variable: CIVILITY
b. Predictors: (Constant), ANONIMITAS, FANTASI, EXPRESSIVE_SUPPRESSION,
COGNITIVE_REAPPRAISAL, PERSONAL_DISTRESS, PERSPECTIVE_TAKING,
EMPHATIC_CONCERN

KOEFISIEN REGRESI
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 32.539 6.464 5.034 .000
PERSPECTIVE_TAKING .402 .066 .387 6.127 .000
FANTASI .132 .070 .123 1.888 .061
EMPHATIC_CONCERN .020 .076 .018 .262 .794
PERSONAL_DISTRESS .006 .059 .006 .102 .919
COGNITIVE_REAPPRAIS .133 .065 .127 2.055 .041
AL
EXPRESSIVE_SUPPRES -.307 .054 -.317 -5.655 .000
SION
ANONIMITAS -.037 .049 -.040 -.758 .449
a. Dependent Variable: CIVILITY
102

PROPORSI VARIAN

Model Summary
Change Statistics
R Adjusted R Std. Error of R Square F Sig. F
Model R Square Square the Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .581 .338 .335 7.33992 .338 103.549 1 203 .000
b
2 .600 .360 .354 7.23156 .023 7.129 1 202 .008
c
3 .605 .366 .356 7.21888 .005 1.710 1 201 .192
d
4 .606 .368 .355 7.22652 .002 .575 1 200 .449
e
5 .628 .395 .379 7.08773 .027 8.909 1 199 .003
f
6 .691 .478 .462 6.59988 .083 31.506 1 198 .000
g
7 .692 .479 .461 6.60698 .002 .575 1 197 .449
a. Predictors: (Constant), PERSPECTIVE_TAKING
b. Predictors: (Constant), PERSPECTIVE_TAKING, FANTASI
c. Predictors: (Constant), PERSPECTIVE_TAKING, FANTASI, EMPHATIC_CONCERN
d. Predictors: (Constant), PERSPECTIVE_TAKING, FANTASI, EMPHATIC_CONCERN, PERSONAL_DISTRESS
e. Predictors: (Constant), PERSPECTIVE_TAKING, FANTASI, EMPHATIC_CONCERN, PERSONAL_DISTRESS,
COGNITIVE_REAPPRAISAL
f. Predictors: (Constant), PERSPECTIVE_TAKING, FANTASI, EMPHATIC_CONCERN, PERSONAL_DISTRESS,
COGNITIVE_REAPPRAISAL, EXPRESSIVE_SUPPRESSION
g. Predictors: (Constant), PERSPECTIVE_TAKING, FANTASI, EMPHATIC_CONCERN, PERSONAL_DISTRESS,
COGNITIVE_REAPPRAISAL, EXPRESSIVE_SUPPRESSION, ANONIMITAS

Anda mungkin juga menyukai