Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Mochamad Saepudin
NIM : 1112070000055
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
HR. Bukhari
Persembahan:
v
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Juli 2019
C) Mochamad Saepudin
D) Pengaruh empati, regulasi emosi dan anonimitas terhadap civility di media
sosial
E) XIV + 79 halaman + lampiran
F) Dalam berinteraksi di media sosial, remaja diharapkan dapat menerapkan
civility. Bentuk perilaku civility di media sosial adalah berkomunikasi dengan
sopan dan rasa menghargai orang lain dalam berinteraksi di media sosial.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh empati, regulasi emosi dan
anonimitas terhadap civility di media sosial.
vi
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) July 2019
C) Mochamad Saepudin
D. The influence of empathy, emotional regulation and anonimity on civility in
social media.
E) XIV + 79 pages + attachments
F. In interacting on social media, adolescents are expected to be able to apply
civility. The form of civility behavior on social media is communicating politely
and respecting others in interacting on social media. This study aims to examine
the effect of empathy, emotional regulation and anonymity on civility on social
media.
This study used a quantitative approach with a total sample of 205 students using
Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah, South Tangerang. This
research using non-probability sampling techniques with convenience methods.
The author use a measuring instrument developed by Porath, Gerbasi and Schorch
(2015) to measure civility, Interpersonal Reactivity Index (IRI) created by Davis
(1980) to measure empathy, Emotional Regulation Questionaire for Children and
Adolescence (ERQ-CA) developed by Gullone & Taffe (2011) to measure
emotional regulation and the Attitutudes Toward Anonymity Questionaire
developed by Barlett (2015) to measure anonymity. To test the validity of the
measuring instrument using Confirmatory Factor Analysis (CFA) and Multiple
Regression Analysis techniques used to test the research hypothesis.
The results of this study indicate that there is an influence of empathy, emotion
regulation and anonymity on civility on social media with a variance proportion of
47.9% and there are three dimensions that have a significant effect on civility,
namely perspective taking, cognitive reappraisal and expressive suppression.
vii
KATA PENGANTAR.
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan penulis berbagai macam nikmat di antaranya nikmat iman dan
islam serta sehat wal afaiat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
dengan lancar dan tepat pada waktunya.
Pada penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak
yang telah membantu penulis baik secara materi, tenaga ataupun moril, maka dari
itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Dr. Zahrotun Nihayah M.Si, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Bapak Bambang Suryadi, Ph.D,
Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta dan jajaran yang telah memfasilitasi mahasiswa
dalam rangka menciptakan lulusan yang berkualitas.
2. Bapak Ikhwan Lutfi, M.Psi, dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing penulis, memberikan motivasi dan memberikan penulis banyak
masukkan selama menyelesaikan skripsi.
3. Bapak Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si, dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga saat ini dan selalu
memberikan motivasi dan saran kepada penulis.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Jakarta yang telah memberikan ilmu
yang berharga kepada penulis. Dan untuk seluruh staf Fakultas Psikologi UIN
Jakarta yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi penulis.
5. Kepada siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi responden pada penelitian
ini.
6. Kepada Ibu Ratu Amiratun S.Psi yang telah membantu proses perizinan dan
pelaksanaan pengambilan data penelitian di sekolah Madrasah Aliyah
Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah.
viii
7. Kepada kedua orangtua penulis, Mama Suriati dan Bapak Prayitno yang tanpa
henti memanjatkan doa di setiap ibadahnya, kasih sayang yang tulus, serta
memberikan segala dukungan dan pengorbanan untuk penulis. Terima kasih
sudah menjadi pendengar dan penasihat yang baik atas segala suka duka
penulis.
8. Kepada kakak-kakak penulis Mochamad Ikhwan, Winarti, Marlina, Marliya
dan adik tersayang Nur Annisa yang telah memberikan kasih sayang,
motivasi, nasihat dan segala kebahagiaan yang diberikan kepada penulis.
9. Untuk sahabat tersayang Safara Chaniago dan teman-teman penulis Hilwan,
Ade, Barley, Redo, Anshor yang telah memberikan bantuan dan dukungan
kepada penulis. Terima kasih atas segala kasih sayang, canda tawa, motivasi
serta pendampingan yang diberikan selama ini, pada momen kontenstasi
penulis dan momen yang lain dalam keadaan suka maupun duka.
10. Sahabat kelas B dan psikologi 2012 serta sahabat lainnya yang telah
memberikan semangat dan kebahagiaan. Terima kasih atas segala bantuan
psikologis dan motivasinya.
11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. terima kasih telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga segala bantuan, dukungan,
dan do’anya kepada saya, dibalas Allah dengan kebaikan yang berlimpah.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini terdapat banyak sekali
kekurangan dan kesalahan, oleh karenanya penulis mengharapkan dapat
disampaikan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan
penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri ataupun
orang lain, dan pihak yang berkepentingan.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
x
BAB 3 : METODE PENELITIAN .................................................................... 35
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .............................. 35
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ......................... 35
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ................................................................ 37
3.3.1 Alat ukur Civility ......................................................................... 37
3.3.2 Alat ukur Empati ......................................................................... 38
3.3.3 Alat ukur Regulasi Emosi ............................................................ 39
3.3.4 Alat ukur Anonimitas .................................................................. 39
3.4 Uji Validitas Konstruk ........................................................................... 40
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Skala Civility .......................................... 41
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Skala Perspective Taking ....................... 43
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Skala Fantasy ......................................... 44
3.4.4 Uji Validitas Konstruk Skala Emphatic Concern ....................... 45
3.4.5 Uji Validitas Konstruk Skala Personal Distress ......................... 46
3.4.6 Uji Validitas Konstruk Skala Cognitive Reappraisal ................. 47
3.4.7 Uji Validitas Konstruk Skala Expressive Suppression................ 48
3.4.8 Uji Validitas Konstruk Skala Anonimitas ................................... 49
3.5 Metode Analisis Data ............................................................................. 50
3.5 Prosedur Penelitian ................................................................................ 52
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skor untuk Pernyataan Favorable dan Unfavorable Skala Likert ................ 37
Tabel 3.2 Blueprint Skala Civility ......................................................................... 38
Tabel 3.3 Blueprint Skala Empati ......................................................................... 38
Tabel 3.4 Blueprint Skala Regulasi Emosi ........................................................... 39
Tabel 3.5 Blueprint Skala Anonimitas .................................................................. 39
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Konstruk Civility .................................................. 42
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Konstruk Perspective Taking ............................... 43
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Konstruk Fantasy ................................................. 44
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Konstruk Emphatic Concern................................ 45
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Konstruk Personal Distress ............................... 47
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Konstruk Cognitive Reappraisal ....................... 48
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Konstruk Expressive Suppression ...................... 49
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Konstruk Anonimitas ......................................... 50
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian..................................................... 55
Tabel 4.2 Media Sosial Yang Paling Aktif Digunakan Responden ...................... 56
Tabel 4.3 Waktu Yang Digunakan Responden ..................................................... 56
Tabel 4.4 Skor Variabel Penelitian ....................................................................... 58
Tabel 4.6 Kategorisasi Skor Variabel ................................................................... 58
Tabel 4.7 Tabel R-Square ..................................................................................... 61
Tabel 4.8 Tabel ANOVA ...................................................................................... 61
Tabel 4.9 Tabel Koefisien Regresi ........................................................................ 62
Tabel 5.0 Proporsi Varians Untuk Masing- Masing Independent Variabel ......... 65
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
Fenomena incivility di media sosial telah menjadi perhatian serius karena banyaknya
fenomena incivility di media sosial yang membawa dampak buruk pada remaja.
keharmonisan sosial atau perilaku yang mencerminkan rasa menghargai untuk tiap
kasar dan mengganggu yang menghasilkan distress bagi orang-orang yang terlibat,
baik psikologis maupun fisiologis yang jika dibiarkan akan berkembang menjadi
seperti karakter, agama, ras, kecerdasan dan kemampuan fisik atau mental. Clark,
Werth & Ahten, (2012) menyatakan bahwa bentuk dari perilaku incivility adalah
fenomena cyberbullying di media sosial, memposting rumor atau berita yang salah,
berkomentar kasar yang mengganggu orang lain, bergosip, menerbitkan materi yang
mencemarkan nama baik, menghina orang lain dan mengintimidasi orang lain.
Pew Research Center (PRC) tahun 2017 meneliti interaksi incivility di media
sosial pada masyarakat Amerika Serikat. Hasil menunjukkan bahwa 73% responden
melihat orang lain dilecehkan, 40% responden secara pribadi telah mengalaminya,
1
2
49% responden melihat orang lain berperilaku kejam, 60% responden melihat orang
lain di hina identitasnya , 53% telah melihat upaya untuk sengaja mempermalukan
seseorang dan 92% responden setuju bahwa interaksi di sosial media memungkinkan
seseorang menjadi lebih kasar dan agresif, dibanding dengan pengalaman offline
mereka (Duggan,2014).
incivility yang paling banyak digunakana adalah name- calling. Name calling
Memanggil orang lain dengan menggunakan kata- kata yang dikaitkan dengan atribut
identitas orang lain yang bertujuan untuk menghina atau memberikan stereotip
Emergency Children’s Fund (UNICEF, 2014) pada tahun 2014. Penelitian ini
Salah satu hasilnya adalah persentase yang relatif tinggi anak-anak dan remaja yang
responden menyadari risiko ditindas secara online, dan di antara mereka 13 % telah
menjadi korban selama tiga bulan sebelumnya, yang diterjemahkan ke dalam ribuan
anak-anak dan remaja. Yang dialami responden meliputi nama – panggilan (name-
calling) dan diremehkan karena pekerjaan orang tua mereka (misalnya petani atau
cognition. Hostile cognition adalah pemikiran yang kurang bersahabat kepada orang
lain. Satu komentar yang menunjukkan incivility akan memicu orang lain untuk
melakukan hal yang sama (Rosner, Winter & Kramer, 2016). Paparan komentar
incivility melalui internet dapat membuat tingkat incivility meningkat juga (Ferris,
2002).
perilaku incivility pada korban, lebih kuat hubungannya dengan ketakutan, kecemasan
penyerangan (Mayer dalam Wilkins et al., 2010. Akibat lain dari perlakuan incivility
adalah depresi, sedih dan frustasi (Rahayu, 2012) hingga mempunyai kecenderungan
untuk melakukan tindakan bunuh diri pada korban yang diakibatkan oleh harga diri
yang menurun dan merasa kesepian (Hinduja & Patchin, 2010). Sedangkan pada
pelaku atau individu yang melakukan perilaku incivility lebih mungkin untuk
menderita depresi, kecemasan atau masalah psikosomatis (Volk, Marini & Dane,
2016). Tindakan incivility dapat membuat siswa merasa tidak aman di sekolah, hal
tersebut dapat berakibat pada penurunan performa akademik siswa (Mayer dalam
Melihat efek buruk yang dihasilkan dari incivility di dunia maya, maka
peneliti menilai penting untuk mengangkat topik mengenai civility. Peneliti ingin
meneliti civility di media sosial pada remaja. William Kay mengemukakan bahwa
salah satu tugas perkembangan pada fase remaja adalah dapat membangun
4
keterampilan komunikasi interpersonal dengan orang lain dan bergaul dengan teman
sebaya, baik individual maupun kelompok (dalam Jahja 2011). Hal tersebut membuat
perbedaan dalam konteks budaya yang berbeda. Perbedaan budaya Indonesia dan
Barat, salah satunya seperti perbedaan bahasa „halus‟ dan „kasar‟ di Indonesia, halus
menunjukan kontrol diri dan bertindak sopan dan melarang beberapa perilaku seperti
perilaku seseorang untuk berbuat secara kasar (Reisenger & Turner, 1997). Hal
tersebut berbeda dengan kebudayaan barat bahwa seseorang merasa bebas untuk
mengekspresikan emosi negatif mereka, dan perilaku informal mereka diterima secara
Komentar civility umumnya berisi bahasa yang sopan atau menunjukan apresiasi dan
penghargaan atas komentar komentar orang lain, permintaan maaf dan menggunakan
istilah yang sesuai dalam melakukan percakapan. Contohnya adalah ketika responden
mengatakan tidak benar atau tidak jujur dan penggunaan kata tolong, makasih dan
maaf seperti „maaf mas, tulisannya kurang jelas’. Sedangkan komentar yang
menunjukan incivility berisi komentar dengan kata- kata kasar yang tidak sopan dan
5
berisi penghinaan. Contohnya adalah „pengacara ingin bebas dari korupsi? ayolah,
anda pasti bermimpi‟,„singkatan JAKSA adalah Jamin Aman Kita Suap Aja’,’Hukum
Indonesia hukum Tai‟ komentar tersebut berisi kata yang tidak sopan dan
yang mencerminkan civility pada dunia maya, seperti memberikan komentar atau
atau komentar sesama pengguna internet. Civility sangat penting dalam kehidupan,
rasa respect atau menghormati orang lain (Wikins et al, 2010). Dalam konteks dunia
maya, civility dipahami sebagai interaksi yang positif yang dilandasi oleh rasa saling
Selanjutnya peneliti ingin melihat faktor- faktor apa saja yang terkait terhadap
melibatkan empati. Hal ini secara mendasar berakar pada kebutuhan manusia untuk
sependapat dengan kita. Mereka mungkin memiliki pendapat dan prinsip yang
orang harus diperlakukan dengan hormat dari posisi apapun mereka berasal, disinilah
peran empati dalam membentuk civility (Delgado, 2018). Kahn dan Lawhorne (2003)
akan terbentuk jika sejak dini anak- anak disekolah diajarkan mengenai empati.
Penelitian tersebut juga didukung oleh Welsh (2009) yang menemukan bahwa
orang lain. Empati akan membentuk budaya civility di masyarakat, sehingga masalah
Penelitian juga telah dilakukan oleh Ramli (2016). Penelitian ini ingin melihat
hubungan antara antara empati dengan civility pada remaja Jabodetabek. Jumlah
responden pada penelitian ini sebanyak 116 orang. Hasil penelitian ini adalah terdapat
hubungan yang signifikan dan positif antara empati dengan civility. Semakin tinggi
tingkat empati seseorang maka semakin tinggi pula tingkah laku civility muncul.
regulasi emosi yang baik pada individu dapat membantu seseorang untuk dapat
mengontrol dirinya untuk tidak terlibat perilaku yang negatif terutama ketika
menghadapi masalah dan tekanan (Mawardah, 2014), perilaku yang muncul adalah
civility. Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh regulasi emosi terhadap
civility. Penelitian kuantitatif yang dilakukan pada warga Amerika Serikat ini
emosi negatif merupakan salah satu ciri dari seseorang yang dapat meregulasi
antara regulasi emosi dengan civility remaja di media sosial. Penelitian ini dilakukan
pada 278 remaja pengguna media sosial. Temuan penelitian ini membuktikan bahwa
terdapat hubungan positif dan signifikan antara regulasi emosi dengan civility di
konteks media sosial pada remaja. Dapat disimpulkan bahwa semakin meningkatnya
kemampuan regulasi emosi seseorang maka meningkat pula tingkah laku civility.
internet ketika identitas asli tidak ditampilkan atau dalam keadaan yang anonim
berkomentar dalam surat kabar di dunia maya. Hasil dari penelitian ini adalah
keadaan anonim berpengaruh terhadap tingkat civility di dunia maya. Penelitian ini
tingkat civility pada media sosial facebook dan situs berita di website. Hasilnya
tingkat civility pada website lebih rendah dibandingkan facebook. Menurut penelitian
ini, tingkat anonimitas di website lebih tinggi daripada di facebook. Individu yang
menyembunyikan identitas asli mereka ketika berada di dunia maya atau kondisi
8
bahwa civility pada konteks media sosial berhubungan dengan tingkat anonimitas.
pengaruh dari anonimitas terhadap civility di dunia maya. Hasil penelitian ini
incivility, baik yang kadarnya ringan, seperti menggunakan kata- kata yang tidak
sopan maupun yang kadarnya berat seperti menyerang dan mengancam orang lain.
Papacharisi (2004) variabel tersebut adalah hal yang berbeda. Para peneliti telah
secara sopan santun, namun tidak cukup hanya sopan santun. Untuk dapat berperilaku
secara civility seseorang harus mengakui bahwa orang lain berhak menyuarakan
pandangan terlepas dari perbedaan pendapat yang terjadi (Pye, 1999). Hal tersebut
sesuai dengan definisi civility oleh Anderson dan Pearson (1999) yang
orang lain.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekolah ini dipilih karena didalam Madrasah Aliyah
adalah sekolah berbasis agama dimana siswa diajarkan mengenai Aqidah Akhlak
yaitu berperilaku baik dengan memperhatikan norma, moral dan etika yang sesuai
9
dengan topik civility pada penelitian ini. Pelajar di MA Pembangunan UIN Syarif
Hidayatullah berada pada rentang usia perkembangan remaja, dimana pada penelitian
ini masa perkembangan remaja menjadi fokus penelitian. Fenomena incivility juga
telah terjadi pada siswa MA Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah dimana peneliti
Bimbingan Konseling memantau media sosial para siswa, terkait dengan fenomena
komentar yang kasar, bercanda yang bertujuan untuk menghina dan memanggil nama
dengan panggilan yang tidak baik atau name calling. Hal tersebut berdampak pada
hubungan sosial siswa disekolah seperti konflik dan perilaku menghindar dari
disekolah.
penelitian ini pada pengaruh empati, regulasi emosi terhadap civility pada remaja
menghargai orang lain di media sosial yang diukur melalui dua dimensi yaitu:
2. Empati dalam penelitian ini adalah kesadaran individu untuk dapat berpikir,
merasakan, dan mengerti keadaan orang lain dilihat dari perspektif orang tersebut,
sehingga individu tahu dan benar- benar dapat merasakan apa yang dirasakan dan
dipikirkan oleh orang tersebut. Diukur melalui empat dimensi, yaitu: perspective
3. Regulasi emosi dalam penelitian ini adalah strategi yang dilakukan secara sadar
atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Diukur
,2007).
2014).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah yang
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan empati, regulasi emosi dan anonimitas
terhadap civility?
11
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi perspective taking pada variabel
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi fantasy pada variabel empati
terhadap civility?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi emphatic concern pada variabel
5. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi personal distress pada variabel
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh empati, regulasi emosi
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan saran untuk sekolah dan pendidik di
mengontrol dan membimbing siswa dalam menggunakan media sosial secara bijak
agar terhindar dari perilaku incivility yang akan berdampak pada kehidupan sosial
maupun akademis siswa, sehingga diharapkan siswa dapat menerapkan civility dalam
BAB 1 : Pendahuluan
Pada bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan
penelitian.
prosedur penelitian.
13
terhadap data.
dan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat
LANDASAN TEORI
2.1 Civility
menghargai orang lain di media sosial (Anderson & Pearson, 1999). Civility adalah
perilaku dengan penuh hormat dan bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat
didefinisikan pertimbangan atau perhatian yang dilakukan oleh orang lain dalam
mencerminkan kesopanan yang dapat menjaga keharmonisan sosial atau perilaku yng
mencerminkan rasa respect untuk tiap individu. Menurut Soebiradj dan Berry (2011),
mereka sebagai orang sopan, bahkan ketika memperlakukan mereka yang tidak setuju
dengan menghormati ide- ide mereka. Wrench (2013) mengatakan bahwa civility
adalah praktek komunikasi yang dibentuk oleh sikap hormat terhadap orang lain dan
mereka, hormat dan toleransi itu nilai- nilai yang ditempatkan manusia pada
umumnya.
14
15
Clark, Werth & Anthen (2012) memberikan definisi civility sebagai interaksi
positif yang dilandasi oleh rasa saling menghargai (respect) di dunia maya. Civility
dipahami sebagai manifestasi yang lebih konkret dari toleransi dan rasa hormat,
kebajikan yang secara tradisional telah memungkinkan populasi yang beragam untuk
perlihatkan ketika kita menunjukkan rasa hormat terhadap martabat orang lain dalam
cara kita berinteraksi secara langsung dengan mereka - seperti., di hadapan fisik
mereka, dalam persuasi dan tindakan bicara lainnya yang kita arahkan kepada
mereka.
Dari berbagai definisi yang dinyatakan oleh beberapa ahli di atas, peneliti
memilih definisi dari Anderson dan Pearson (1999) yaitu perilaku yang melibatkan
kesopanan dan menghargai orang lain di media sosial. Penggunaan teori Anderson
dan Pearson (1999) dikarenakan karena teori ini sesuai dengan civility yang
Berdasarkan definisi civility oleh Anderson dan Pearson (1999), civility dapat dibagi
1.Politeness
Kesatuan etika atau manner yang sesuai dengan norma sosial. Individu yang sopan,
menyenangkan dan memiliki budi pekerti yang baik. Apabila individu tidak
16
mengikuti norma sosial maka individu tersebut akan disebut kasar atau menyimpang
dari norma sosial yang ada. Individu yang sopan di media sosial akan memperhatikan
gaya bahasa dalam memposting sesuatu atau berkomentar di media sosial, sehingga
2.Respect
Memperlakukan orang lain secara hormat, bermartabat dan penuh perhatian terhadap
orang lain dengan menghormati nilai- nilai dan identitas yang menjadi atribut
individu. Individu yang memiliki respek di media sosial akan berkomunikasi dengan
memperhatikan nilai- nilai maupun atribut identitas orang lain. Individu akan lebih
leluasa untuk membagikan pendapat dan nilai- nilai mereka di media sosial, karena
1. Empati
berkembangnya kemampuan empati yang meliputi emosi, kognisi dan tingkah laku
pada diri individu, maka semakin tinggi tingkat civility individu tersebut.
2. Anonimitas
di setting facebook dan di setting website untuk melihat apakah terdapat pengaruh
terhadap incivility (negasi dari perilaku civility). Hasil dari penelitian tersebut
17
Facebook. Individu menyembunyikan identitas asli mereka ketika berada dalam dunia
maya.
3. Faktor Demografis
Penelitian yang dilakukan oleh Ferris (2002) menemukan bahwa usia dapat
mempengaruhi tingkat civility seseorang. Semakin tinggi usia akan semakin tinggi
4. Regulasi emosi
Ferris (2002) menemukan bahwa kendali emosi pada diri seseorang pada rasa marah,
berkorelasi positif dengan civility. Studi ini menunjukan semakin individu dapat
mengendalikan emosi diri pada saat dipicu oleh pengalaman yang membangkitkan
Ada beberapa alat ukur yang digunakan untuk mengukur civility, yaitu:
1. Skala Workplace Relational Civility (WRC) oleh Di Fabio dan Gori (2016). Alat
ukur ini untuk mengukur civility pada konteks organisasi, yang terdiri dari dua bagian
yaitu part A dan part B. Part A mengukur persepsi pola hubungan civility antara „saya
dengan orang lain‟, sedangkan part B mengukur persepsi pola hubungan civility
antara „orang lain ketika berkomunikasi dengan saya‟. Hal ini dinamakan dengan
“mirror” atau kebalikan, yang dapat mengurangi bias dalam proses penelitian. Civility
didalam alat ukur ini dipandang tidak hanya individu sebagai subjek dari perilaku
civility, namun dipandang secara relasional atau hubungan yang melibatkan orang
18
lain dalam sebuah pola komunikasi. Alat ukur ini terdiri dari tiga dimensi relational
decency (RD), relational culture (RCu) dan relational readiness (RR). Alat ukur ini
dapat di gunakan dalam konteks lainnya seperti dalam konteks pendidikan dan olah
raga.
2. Organizational Civility Scale (OCS) oleh Clark (2013). Alat ukur ini mengukur
civility pada konteks organisasi. Skala ini mengukur mengenai persepsi individu
tentang kesopanan, stress, coping, kepuasan kerja, dan solusi terhadap masalah
organizational civility, yaitu item yang mengacu pada rasa hormat (respect),
yang dinyatakan dalam pernyataan visi misi organisasi, strategi koping individu dan
3. Perceived Workplace Civility Climate Scale (PWCC) oleh Ottinot (2008). Skala ini
digunakan untuk mengukur tingkat civility yang dirasakan individu di tempat kerja.
Alat ukur ini menilai sejauh mana karyawan memandang pentingnya suatu organisasi
dalam mengelola dan mencegaj tindakan incivility dalam bentuk tindakan agresif
secara verbal di tempat kerja. Alat ukur ini terdiri dari tiga dimensi, yaitu intolerance,
4. Civility Scale yang dikembangkan oleh Porath, Gerbasi dan Schorch (2015). Alat
ukur ini mengacu pada teori civility yang dikemukakan oleh Anderson dan Pearson
(1999), dimana civility dibentuk dari dua dimensi, yaitu politeness dan respect.
19
Gerbasi dan Schorch (2015). Alat ukur ini berdasarkan teori civility oleh Anderson
dan Pearson (1999), dimana civility dapat dibagi menjadi dua dimensi, yaitu
politeness dan respect. Alat ukur ini masih tergolong baru dan tidak memiliki banyak
item, sehingga peneliti mengembangkan item menjadi 10 item dan memodifikasi alat
2.2 Empati
berpikir, merasakan, dan mengerti keadaan orang lain dilihat dari perspektif orang
tersebut, sehingga individu tahu dan benar- benar dapat merasakan apa yang
dirasakan dan dipikirkan oleh orang tersebut. Menurut Stein (dalam Davis, 1990)
empati adalah sepenuhnya keunikan dan perbedaan yang mencolok dari proses
memberikan kita sesuatu yang telah dilakukan, agak seperti realitas setelah kejadian.
Tiga tahapannya adalah simpati, perasaan belas kasihan, dan perubahan diri.
ikut mengalami dan merasakan emosi yang dirasakan orang lain. Sedangkan Baron &
keadaan emosional orang lain dengan merasakan apa yang orang lain rasakan.
emosional yang identik atau sangat mirip dengan orang lain. Jika kita merasakan
20
perasaan sedih ketika melihat orang lain yang sedih, maka itu adalah perasaan epati
(Clark, 1991). Contohnya seperti seseorang yang mendaoat kabar bahwa ayah dari
sahabat karibnya meninggal dunia, dia dapat juga merasakan kehilangan yang dialami
Cohen dan Strayer (1996) memberikan definisi empati sebagai usaha untuk
memahami dan merasakan perasaan atau keadaan emosional orang lain ke dalam
respon afektif (perasaan) terhadap situasi orang lain dari pada situasi sendiri.
empati tidak hanya menunjukan orientasi terhadap perasaan orang lain pada
umumnya saja, tetapi sebagai perasaan belas kasih, kehangatan, perhatian dan
sejenisnya. Empati menurut Batson adalah merasakan emosi yang seolah- olah
dirasakan sendiri secara kongruen tetapi belum tentu identic dengan emosi orang lain.
Menurut Cotton (dalam Garton & Gringat, 2005) empati didefinisikan sebagai
kemampuan afektif dan kognitif, kemampuan afektif merujuk pada kemampuan untuk
berbagi dalam perasaan orang lain dan kemampuan kognitif untuk memahami
perasaan orang lain dalam perspektif dan berkomunikasi terhadap empati seseorang
serta perasaan dan pemahaman yang lain dengan cara lisan verbal dan nonverbal.
Sedangkan Spreng, McKinnon, Mar & Levine (2009) merupakan komponen dari
sosial kognitif pada satu kemampuan untuk mengerti dan merespon adaptif emosi
orang lain, berhasil dalam komunikasi emosional dan mendorong terjadinya perilaku
prososial.
21
Dari berbagai definisi yang dinyatakan oleh beberapa ahli di atas, peneliti
memilih untuk menggunakan definisi empati menurut Davis (1980) yaitu kesadaran
individu untuk dapat berpikir, merasakan, dan mengerti keadaan orang lain dilihat
dari perspektif orang tersebut, sehingga individu tahu dan benar- benar dapat
merasakan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang tersebut. Penggunaan teori
Davis (1980) dikarenakan karena teori ini menjabarkan aspek yang lengkap yang
1. Perspective taking, yaitu menempatkan diri sendiri kedalam posisi orang lain.
Individu mampu untuk mengambil sudut pandang orang lain dan memahami
pemikiran dan perasaan orang lain. Perspective taking secara psikologis dan
3. Empathic concern, yaitu perasaan yang berorientasi kepada orang lain dan
4. Personal distress, yaitu reaksi pribadi terhadap penderitaan orang lain yang
Ada beberapa alat ukur yang digunakan untuk mengukur empati, yaitu:
1. Questionaire Measure of Emotional Empathy (Qmee) Alat ukur ini diciptakan oleh
Merhabian dan Epsten (1972). Alat ukur ini digunakan untuk mengukur empati pada
orang tua. Alat ukur ini terdiri dari 33 item yang merefleksikan reaksi mereka
terhadap perilaku- perilaku emosional orang lain dan situasi emosional yang beragam.
2. Interpersonal Reactivity Index (IRI) dibuat oleh Davis (1980) yang mengukur
empati yang terdiri dari empat subskala, yaitu: perspective talking, fantasy, emphatic
concern, personal distress. Alat ukur ini menggunakan model skala likert untuk
3. Basic Empathy Scale, dibuat oleh Jelifffe dan Farrington (2006) untuk mengukur
empati yang berlandaskan teori dari Cohen dan Strayer (1996). Alat ukur ini terdapat
dua dimensi dalam empati, yaitu dimensi kognitif dan afektif. Alat ukur ini terdiri
dari 20 item. Jolliffe dan Fariington membuat alat ukur ini untuk populasi remaja.
Reactivity Index (IRI) oleh Davis (1980) untuk mengukur empati yang terdiri dari
empat aspek yaitu perspective taking, fantasy, empathic concern dan personal
distress. Peneliti memilih alat ukur ini karena pernah diujikan kepada sampel remaja
dan memiliki nilai alpha cronbach yang tinggi. Pada sampel remaja nilai alpha
Menurut Gottman dan Katz (dalam Wilson, 1999) regulasi emosi meruipakan
kemampuan untuk mengalangi perilaku yang tidak tepat akibat kuatnya intensitas
emosi positif atau negatif yang dirasakan, dapat menenangkan diri dari pengarh
psikologis yang timbul akibat initeraksi yang kuat dari emosi, dapat memusatkan
perhatian kembali dan mengorganisir diri sendiri untuk mengatur perilaku yang tepat
mengatakan bahwa regulsi emosi terdiri dari proses intrinsik dan ekstrinsik yang
respon emosi khususnya intensitas dan bentuk reaksinya untuk mencapai suatu
tujuan. Walden dan Smith (dalam Eisenberg, Fabes, Reiser & Guthrie, 2000) juga
fisiologis yang berhubungan dengan emosi, ekspresi wajah serta perilaku yang dapat
diobservasi.
Menurut Balter (2003 dalam Silaen & Dewi 2015) regulasi emosi adalah
usaha untuk mengatur atau mengelola emosi atau bagaimana seseorang mengalami
mencapai tujuannya. Regulasi emosi yang tepat meliputi kemampuan untuk mengatur
24
perasaan, reaksi fisiologis dan kognisi yang berhubungan dengan emosi dan reaksi
Menurut Cole, Martin dan Dennis (2004) regulasi emosi menekankan pada
bagaimana dan mengapa emosi itu sendiri mampu mengatur dan memfasilitasi
dukungan sosial dan juga mengapa regulasi emosi memiliki pengaruh yang
Eisenberg, 2004).
jika memiliki kendali yang cukup baik dari emosi yang muncul. Menurut Goleman
(2004) kemampuan regulasi emosi dapat dilihat dari lima kecakapan, yaitu dapat
mengendalikan diri, memiliki hubungan interpersonal yang baik, memiliki sikap hati-
toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan memiliki pandangan yang positif
Gross (2007) menyatakan bahwa regulasi emosi ialah strategi yang dilakukan
mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan
perilaku. Jadi seseorang mempunyai kemampuan regulasi emosi yang baik jika
negatif.
25
Dari berbagai definisi yang dinyatakan oleh beberapa ahli di atas, peneliti
memilih untuk menggunakan definisi regulasi emosi menurut Gross (2007) yaitu
regulasi emosi ialah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk
mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon
1. Cognitive reappraisal
Cognitive reappraisal merupakan evaluasi subjektif individu atas situasi emosi yang
negative aataupun emosi yang tidak diinginkannya dengan cara merubah sudut
pandang .
2. Expressive suppression
mengurangi perilaku emosi yang ekspresif ketika individu sudah dalam keadaan
emosional.
1. Skala Emotional Regulation Questionaire (ERQ) oleh Gross & John (2002). Skala
ini terdiri dari 10 item mengungkapkan dua aspek regulasi emosi yaitu, cognitive
CA) oleh Gullone & Taffe (2012). Alat ukur ini memiliki 10 item untuk mengukur
strategi regulasi emosi yang terdiri dari 6 item mengukur cognitive reappraisal dan 4
item mengukur expressive suppression (Gross & John, dalam Gullone & Taffe 2011).
3. Skala Difficulties in Emotion Regulation Scale (DERS) oleh Gratz dan Roemer
konseptualisasi regulasi emosi yang dijelaskan di atas. Alat ukur ini terdiri dari 36
item yang terdiri dari 6 dimensi yang mengukur kesulitan meregulasi emosi pada
umumnya, yaitu dimensi non- acceptance, goals, impulse, awareness, strategies dan
clarity.
Questionaire For Children and Adolescents (ERQ-CA) oleh Gullone & Taffe (2012).
Alat ukur ini dipilih karena sudah pernah diujikan kepada sampel remaja dan nilai
alpha cronbach tergolong tinggi. Alat ukur ini telah diujikan kepada sampel remaja
dengan nilai alpha cronbach sebesar 0.86 untuk cognitive reappraisal dan 0.79 untuk
expressive suppression (Gullone & Taffe, 2012), melihat dari nilai alpha cronbach,
reliabilitas alat ukur ini cukup tinggi. Alat ukur ini memiliki 10 item untuk mengukur
strategi regulasi emosi yang terdiri dari 6 item mengukur cognitive reappraisal dan 4
2.4 Anonimitas
mereka terima dan tujuan dari pesan yang mereka kirim. Secara umum, anonimitas
sebenarnya dari sebuah pesan, penulis dapat menggunakan nama samaran yang dapat
dipergunaan dalam berbagai jenis komunikasi seperti akun e-mail yang berbeda- beda
(Pavlíček, 2005).
individu merasa bahwa identitas pribadi mereka tidak diketahui oleh orang lain atau
bahwa mereka tidak dapat diidentifikasi sebagai individu. Barlett et all (2014)
Menurut Hayne dan Rice (1997) ada dua jenis anonimitas yaitu technical
mengidentifikasi mengenai orang lain atau diri sendiri dihapus dari konten apapun
28
yang dapat dibagikan kepada orang lain. Social anonimity adalah ketika melihat orang
lain atau diri sendiri menjadi terdiferensiasi atau tidak dikenali oleh orang lain.
Menurut Licker (1992 dalam Hayne & Rice 1997) anonimitas adalah keadaan
lokus yang dapat diidentifikasi dalam suatu pengaturan (orang lain tidak tahu saya
seorang peserta atau apa peran saya), sumber diasosiasi adalah perasaan bahwa orang
lain tidak dapat mengidentifikasi satu sebagai sumber pesan tertentu (orang lain tidak
Dari berbagai definisi yang dinyatakan oleh beberapa ahli di atas, peneliti
memilih untuk menggunakan definisi anonimitas menurut Barlett et all (2014) yang
1. Perceived Anonimity (PA) oleh Hite, Volker dan Robertson (2014). Skala ini
berbagai situasi. Alat ukur ini terdiri dari 10 item. Anonimitas pada alat ukur ini
dipahami sebagai kondisi yang kontinum, dengan satu ekstrem tidak dapat diketahui
sama sekali dan ekstrem lain seseorang dapat dikenali identitasnya oleh orang lain.
Terdapat dua dimensi dalam alat ukur ini yaitu, technical anonymity dan social
anonymity.
29
2. Skala Anonimitas oleh Sari (2016). Alat ukur ini dikembangkan berdasarkan aspek
yang dikemukakan oleh Kabay (2013) yaitu, anonimitas terlacak, anonimitas yang
tidak terlacak, nama samaran yang terlacak dan nama samara yang tidak terlacak.
3. Attitutudes Toward Anonimity Questionaire oleh Barlett (2015), alat ukur ini untuk
dunia maya. Alat ukur ini terdiri dari 5 item bersifat unidimensional atau item- item
yang ada pada alat ukur ini hanya mengukur satu hal, yaitu anonimitas.
memodifikasi alat ukur ini sehingga dapat digunakan dalam konteks media sosial.
Alat ukur ini berjumlah 10 item yang mengukur kecenderungan individu untuk
menggunakan media sosial secara anonim. Peneliti memilih alat ukur ini karena
sesuai dengan populasi yang diteliti yaitu pelajar SMA, dimana pernyataan
anonimitas di dalam alat ukur ini mudah dipahami dan tidak ada istilah yang
pada alat ukur ini adalah sebesar 0.71 (Barlett, 2015), dapat dikatakan alat ukur ini
nyata. Jika berinteraksi di dunia nyata, individu dapat saling menatap muka dan
mengenali bahasa non-verbal seperti gerak tubuh dan mimik muka sehingga lebih
30
dikenali secara personal, sedangkan bila berinteraksi di media sosial, individu lebih
sulit untuk mengenali bahasa non- verbal dan lebih sulit untuk dikenali secara
media sosial, seperti berkomentar kasar dan tidak sopan, terlalu banyak memosting
informasi yang dapat mengganggu orang lain di media sosial, dan menyebarkan
informasi pribadi milik orang lain yang bertujuan untuk menjatuhkan orang tersebut.
menerapkan kesopanan dan rasa menghargai (respect) orang lain dalam berinteraksi.
Bila hal ini diterapkan maka akan terciptanya keharmonisan sosial yang saling
menghargai dengan perbedaan- perbedaan yang ada. Ada beberapa faktor yang
lebih banyak melakukan kegiatan atau lebih sibuk dengan smartphone dibandingkan
dengan dunia nyata. Sehingga rasa individualis akan muncul sehingga membuat
individu terkesan tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya, maka dari itu
kemampuan empati sangat penting. Jika tingkat empati seseorang cukup tinggi, maka
orang tersebut akan semakin peduli terhadap lingkungan disekitarnya dan menjadi
lebih sopan dalam berperilaku (Berenguer, 2007). Ketika individu dapat merasakan
apa yang orang lain rasakan, maka respon individu tersebut akan disesuaikan dengan
31
perasaan orang lain yaitu dengan berperilaku secara civility sehingga tidak terjadi
Faktor lain yang mempengaruhi civility adalah regulasi emosi. Individu yang
dapat mengontrol emosinya dengan baik akan berperilaku secara civility (Ferris,
2012). Didalam dunia maya, kesalahpahaman, kekerasan dan tingkah laku yang tidak
berkompromi cenderung lebih banyak terjadi pada interaksi dengan media internet,
dibandingkan interaksi tatap muka (Culnan & Markus, 1987). Kondisi tersebut
membuat individu dapat berhadapan dengan pengalaman emosi yang negatif di media
menimbulkan emosi negatif, maka individu pun cenderung untuk lepas kendali
untuk mengubah pikiran negatif menjadi positif yang akan mempengaruhi emosi dan
mencerminkan civility.
(Santana, 2014). Suler (2004) mencoba menggali lebih dalam proses psikologis dari
efek buruk anonimitas. Anonimitas telah memberi efek lepasnya kontrol perilaku
menjadi tidak langsung dan minim, hal ini memunculkan perilaku incivility di dunia
32
sosial.
bentuk arah pengaruh dari independet variable terhadap dependent variable. Skema
gambar ini berguna untuk memudahkan setiap pembaca memahami arah dan tujuan
dari penelitian ini. Skema ini menjelaskan bahwa tujuan dari penelitian ini menguji
dan mengetahui pengaruh empati, regulasi emosi dan anonimitas terhadap civility.
Berikut ini adalah gambaran skema tentang pengaruh dari seluruh independent
Empati
Perspective taking
Fantasy
Emphatic concern
Civility
Personal Distress
Regulasi Emosi
Cognitive reappraisal
Expressive suppression
Anonimitas
33
Hipotesis mayor penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan empati
Ha1 : Ada pengaruh yang signifikan empati (perspective taking, fantasy, empathic
Ha2 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi perspective taking pada variabel
Ha3 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi fantasy pada variabel empati terhadap
civility.
Ha4 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi empathic concern pada variabel empati
terhadap civility.
Ha5 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi personal distress pada variabel empati
terhadap civility.
Ha6 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi cognitive reappraisal pada variabel
Ha7 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi expressive suppression pada variabel
Semua hipotesis dalam penelitian ini akan dijadikan hipotesis nol untuk diuji
secara statistik
BAB 3
METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah pelajar Madrasah Aliyah Pembangunan UIN
205 responden yang terdiri dari kelas X, XI dan XII. Dalam penyebaran data,
peneliti dibantu oleh guru untuk menyebarkan data di kelas- kelas. Kuesioner
yang disebar sebanyak dua ratus lima puluh kuesioner namun hanya dua ratus
lima yang terisi. Responden terdiri dari 108 siswa laki- laki dan 97 siswa
memperoleh informasi.
Penelitian ini terdapat dua macam variabel yaitu variabel bebas (independent
memiliki empat dimensi, yakni; kognitif dan afe perspective taking, fantasy,
emphatic concern, personal distress, regulasi emosi memiliki dua dimensi, yakni
anonimitas.
35
36
keadaan orang lain dilihat dari perspektif orang tersebut, sehingga individu
tahu dan benar- benar dapat merasakan apa yang dirasakan dan dipikirkan
oleh orang tersebut, variable ini memiliki empat dimensi yaitu: perspective
adalah menempatkan diri sendiri kedalam posisi orang lain. Fantasy adalah
mengalami perasaan dan tindakan dari karakter khayalan dalam buku, film
dan sandiwara yang dibaca atau ditonton. Empathic concern adalah perasaan
yang berorientasi kepada orang lain dan perhatian terhadap kemalangan yang
3. Regulasi emosi adalah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak
aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku yang terdiri
dengan skala model Likert ini menyajikan alternatif pilihan jawaban, yaitu sangat
sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Model
skala Likert ini terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif
Tabel 3.1
Skor untuk Pernyataan Favorable dan Unfavorable Skala Likert
No Kategori Favorable Unfavorable
1. Sangat sesuai 4 1
2. Sesuai 3 2
3. Tidak sesuai 2 3
4. Sangat tidak sesuai 1 4
Penelitian ini menggunakan empat alat ukur, yaitu Civility Scale, Interpersonal
Peneliti mengadaptasi alat ukur civility yang dikembangkan oleh Porath, Gerbasi
dan Schorch (2015). Alat ukur ini mengacu pada teori civility yang dikemukakan
oleh Anderson dan Pearson (1999). Peneliti memodifikasi alat ukur agar sesuai
38
dengan kondisi civility di media sosial. Alat ukur ini terdiri dari 10 item yang
mengukur civility dalam aktivitas individu di media sosial. Berikut blue print
Tabel 3.2
Blue Print Skala Civility
No Variabel Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Civility Politeness Memperhatikan kesopanan dalam 1, 2, 5
berkomunnikasi di media sosial. 3, 4,
5*,
Respect Menghormati martabat orang lain
dalam berkomunikasi di media 6, 7, 5
sosial. 8, 9,
10
Total 10
Ket : *)Unfavorable
Interpersonal Reactivity Index (IRI) dibuat oleh Davis (1980) yang terdiri dari 28
item yang mengukur empati. Alat ukur ini mengukur empat dimensi dari empati,
yaitu dimensi perspective taking, fantasy, emphatic concern dan personal distress.
Tabel 3.3
Blue Print Skala Basic Empathy Scale
No Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Perspective Berpikir dan merasakan 3*, 8, 11, 15* , 7
taking berdasarkan keadaan orang lain. 21, 25, 28
2. Fantasy Mengimajinasikan diri dalam 1, 5, 7*, 12*, 16, 7
situasi fiktif. 23, 26
3. Empathic Merasakan pengalaman orang 2, 4*, 9, 14*, 7
concern lain. 18*, 20, 22
4. Personal Merasakan perasaan cemas dari 6, 10, 13*, 17, 7
distress pengalaman negatif. 19*, 24, 27
Total 28
ket : *)Unfavorable
39
CA) oleh Gullone & Taffe (2011) yang memiliki 10 item yang mengungkapkan
strategi individu dalam meregulasi emosi. Alat ukur ini terdapat dari dua aspek
Tabel 3.4
Blue Print Skala Emotional Regulation Questionaire for Children and
Adolescence (ERQ-CA)
No Dimensi Indikator Item Jumlah
Total 10
dirasakan seseorang ketika berada di media sosial. Alat ukur ini terdiri dari 10
Tabel 3.5
Blue Print Skala Anonimitas
No Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Anonimitas Menyembunyikan identitas atau 10
memalsukan identitas asli dalam
berkomunikasi di media sosial.
Total 10
ket : *)Unfavorable
40
Untuk menguji validitas konstruk setiap item maka penulis melakukan uji
LISREL 8.7. yang bertujuan untuk mengetahui apakah setiap item pada variabel
valid dalam mengukur apa yang hendak diukur. Adapun langkah-langkah yang
1. Menguji apakah hanya satu faktor saya yang menyebabkan item-item saling
matriks korelasi yang diperoleh dari data dengan matriks korelasi yang
dihitung menurut teori atau model. Jika hasil Chi-Square tidak signifikan
(p>0.05) berarti hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan
antara matriks korelasi yang diperoleh dari data dan model tidak ditolak yang
artinya item yang diuji mengukur satu faktor saja (uni-dimensional). Namun
item-item saling berkorelasi tetapi dengan tetap menjaga bahwa item hanya
mengukur satu faktor (uni-dimensional). Jika sudah diperoleh model yang fit
2. Menganalisis item mana yang menjadi sumber tidak fit. Terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui item mana yang menjadi
diperoleh pada sebuah item tidak signifikan (ǀt<1.96ǀ) maka item tersebut
2) Melihat arah dari koefisien muatan faktor (factor loading). Jika suatu item
memiliki muatan faktor negatif, maka item tersebut didrop karena tidak
sesuai dengan pengukuran (berarti semakin tinggi nilai pada item tersebut
dengan kesalahan pengukuran pada item lain. Jika pada suatu item terdapat
terlalu banyak korelasi seperti ini (misalnya lebih dari tiga), maka item
tersebut juga akan didrop. Alasannya karena item yang demikian selain
mengukur apa yang ingin diukur juga mengukur hal lain (multi-
dimensional item).
Penulis menguji apakah 10 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur civility. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model
satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi square = 214,55, Pvalue = 0,00000, dan
nilai RMSEA 0,159. Oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi terhadap
42
satu sama lainnya. Maka, diperoleh model fit dengan chi-square = 29,38, Pvalue
Setelah didapat nilai Pvalue > 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan
satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu
civility. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
Tabel 3.6
Muatan faktor item civility
Berdasarkan tabel 3.6 nilai t bagi koefisien muatan faktor semua item
signifikan karena t > 1,96 atau t < -1,96. Selanjutnya penulis melihat muatan
faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, tetapi diketahui
tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif. Artinya, seluruh item valid
Penulis menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur perspective taking. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi square = 38,95 Pvalue =
0,00037, dan nilai RMSEA 0,093. Oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi
berkorelasi satu sama lainnya. Maka, diperoleh model fit dengan chi-square =
Setelah didapat nilai Pvalue > 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan
satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu
faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.7 dibawah ini.
Tabel 3.7
Muatan faktor item perspective taking
No Item Lambda Error Nilai t Signifikan
1 0.04 0.08 0.46 X
2 0.86 0.07 12.81 V
3 0.71 0.07 10.41 V
4 0.05 0.08 0.64 X
5 0.60 0.07 8.47 V
6 0.30 0.08 3.99 V
7 0.54 0.07 7.61 V
Berdasarkan tabel 3.7, nilai t bagi koefisien muatan faktor item 2, 3, 5, 6, 7
adalah signifikan karena t > 1.96. Dengan demikian secara keseluruhan item
nomor 1 dan 4 di drop karena memiliki nilai t < 1.96 ataupun bernilai negatif.
44
Artinya bobot nilai pada item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam
Penulis menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur fantasy. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model
satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi square = 104,44 , Pvalue = 0,00000, dan
nilai RMSEA 0,178. Oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi terhadap
satu sama lainnya. Maka, diperoleh model fit dengan chi-square = 11,21 Pvalue =
Setelah didapat nilai Pvalue > 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan
satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu
fantasy. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
Tabel 3.8
Muatan faktor item fantasy
No Item Lambda Error Nilai t Signifikan
1 0.67 0.07 9.16 V
2 0.63 0.07 8.61 V
3 0.26 0.08 3.10 V
4 0.43 0.08 5.46 V
5 0.56 0.08 7,33 V
6 0.35 0.08 4.35 V
7 0.64 0.07 8.74 V
45
Berdasarkan tabel 3.8 nilai t bagi koefisien muatan faktor semua item
signifikan karena t > 1,96 atau t < -1,96. Selanjutnya penulis melihat muatan
faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, tetapi diketahui
tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif. Artinya, seluruh item valid
Penulis menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur emphatic concern. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi square = 89,20, Pvalue =
0,00000, dan nilai RMSEA 0,162. Oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi
berkorelasi satu sama lainnya. Maka, diperoleh model fit dengan chi-square =
Tabel 3.9
Muatan faktor item emphatic concern
No Item Lambda Error Nilai t Signifikan
1 0.50 0.09 5.79 V
2 0.45 0.09 5.20 V
3 0.75 0.10 7.69 V
4 0.26 0.08 3.15 V
5 0.29 0.08 3.55 V
6 0.46 0.08 5.39 V
7 -0.05 0.12 -0.46 X
Setelah didapat nilai Pvalue > 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan
satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu
melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.9 dibawah
ini.
adalah signifikan karena t > 1.96. Dengan demikian secara keseluruhan item
nomor 7 di drop karena memiliki nilai t < 1.96 ataupun bernilai negatif. Artinya
bobot nilai pada item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan factor
score.
Penulis menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur sikap. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model
satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi square = 34,82, Pvalue = 0,00156, dan
satu sama lainnya. Maka, diperoleh model fit dengan chi-square = 16,90, Pvalue
Setelah didapat nilai Pvalue > 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan
satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu
faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.10 dibawah ini:
47
Tabel 3.10
Muatan faktor personal distress
No Item Lambda Error Nilai t Signifikan
1 0.76 0.06 11.72 V
2 0.85 0.07 12.82 V
3 0.07 0.07 1.01 X
4 0.64 0.07 9.59 V
5 0.42 0.07 5.94 V
6 0.64 0.07 8.61 V
7 0.38 0.07 5.25 V
Berdasarkan tabel 3.10, nilai t bagi koefisien muatan faktor item 1, 2, 4, 5,
6, 7 adalah signifikan karena t > 1.96. Dengan demikian secara keseluruhan item
nomor 3 di drop karena memiliki nilai t < 1.96 ataupun bernilai negatif. Artinya
bobot nilai pada item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan factor
score.
Penulis menguji apakah 10 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur cognitive reappraisal. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi square = 50,99 Pvalue =
0,0000, dan nilai RMSEA 0,151. Oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi
berkorelasi satu sama lainnya. Maka, diperoleh model fit dengan chi-square =
Setelah didapat nilai Pvalue > 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan
satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu
faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah
48
item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.11 dibawah ini:
Tabel 3.11
Muatan faktor cognitive reappraisal
No Item Lambda Error Nilai t Signifikan
1 0.31 0.08 3.98 V
2 0.59 0.07 8.17 V
3 0.62 0.07 8.80 V
4 0.68 0.07 9.69 V
5 0.76 0.07 11.15 V
6 0.56 0.07 7.82 V
Berdasarkan tabel 3.8 nilai t bagi koefisien muatan faktor semua item
signifikan karena t > 1,96 atau t < -1,96. Selanjutnya penulis melihat muatan
faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, tetapi diketahui
tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif. Artinya, seluruh item valid
Penulis menguji apakah 10 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur expressive suppression. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi square = 7,92, Pvalue =
0,01902, dan nilai RMSEA 0,121. Oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi
berkorelasi satu sama lainnya. Maka, diperoleh model fit dengan chi-square =
Tabel 3.12
Muatan faktor expressive suppression
No Item Lambda Error Nilai t Signifikan
1 0.57 0.07 13.84 V
2 0.39 0.08 12.67 V
3 0.80 0.08 15.84 V
4 0.53 0.08 12.97 V
Setelah didapat nilai Pvalue > 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan
satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu
mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan
Berdasarkan tabel 3.12 nilai t bagi koefisien muatan faktor semua item
signifikan karena t > 1,96 atau t < -1,96. Selanjutnya penulis melihat muatan
faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, tetapi diketahui
tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif. Artinya, seluruh item valid
Penulis menguji apakah 10 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur anonimitas. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi square = 214,97, Pvalue =
0,00000, dan nilai RMSEA 0,159. Oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi
berkorelasi satu sama lainnya. Maka, diperoleh model fit dengan chi-square =
Setelah didapat nilai Pvalue > 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan
satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu
yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item
tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.13 dibawah ini
Tabel 3.13
Muatan faktor item anonimitas
Berdasarkan tabel 3.12 nilai t bagi koefisien muatan faktor semua item
signifikan karena t > 1,96 atau t < -1,96. Selanjutnya penulis melihat muatan
faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, tetapi diketahui
tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif. Artinya, seluruh item valid
regresi berganda yaitu suatu metode untuk menguji signifikan atau tidaknya
51
Keterangan:
Y = civility
a = koefisien
X1 = perspective taking
X2 = fantasy
X3 = emphatic concern
X4 = personal distress
X5 = cognitive reappraisal
X6 = expressive suppression
X7 = anonimitas
e = residu
Adapun data yang dianalisis dengan persamaan diatas adalah hasil dari
pengukuran yang sudah ditransformasi ke dalam true score. Dalam hal ini, true
score adalah faktor yang dihitung dengan menggunakan software SPSS dengan
menggunakan item yang valid. Tujuan dari true score adalah agar koefisien
Keterangan:
Selanjutnya R dapat diuji signifikan atau tidak dengan uji F (F test), adapun
Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah variabel-variabel
independent yang diujikan memiki pengaruh yang signifikan atau tidak terhadap
dependent variabel.
Secara garis besar penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:
penelitian.
Syarif Hidayatullah.
yang akan diberikan kepada siswa yang telah berpartisipasi dalam pengisian
kuesioner.
dibantu oleh para guru. Peneliti menyebar kuesioner sebanyak 250 namun
yang kembali hanya 205 dikarenakan penyebaran data di kelas XII tidak
8. Pengolahan data:
analisa regresi.
54
HASIL PENELITIAN
Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebanyak 205 siswa yang terdiri
dari 108 siswa laki- laki dan 97 siswa perempuan di Madrasah Aliyah Pembangunan
penelitian ini adalah non probability sampling dan dengan metode convenience.
Berikut ini adalah tabel yang dapat menjelaskan karakteristik responden penelitian:
Tabel 4.1
Gambaran umum subjek penelitian
Variabel Kelas Laki- Laki Perempuan Jumlah
Kelas X 45 27 72
XI 44 49 93
XII 19 21 40
Total 108 97 205
Berdasakan tabel 4.1 responden laki-laki berjumlah 108 orang dan responden
penelitian ini sebagian besar berjenis kelamin laki- laki. Responden dari kelas X
berjumlah 72 orang terdiri 45 laki- laki dan 27 perempuan, responden dari kelas XI
berjumlah 93 orang terdiri dari 44 laki- laki dan 49 perempuan, responden dari kelas
55
56
Tabel 4.2
Media sosial yang paling aktif digunakan responden
Whatsapp 47 23%
Instagram 64 31%
Line 58 28%
Youtube 36 18%
Total 205 100%
Berdasarkan tabel 4.2 media sosial yang paling aktif digunakan adalah instagram
(18%).
Tabel 4.3
Waktu yang digunakan responden
Pada penelitian ini, skor yang digunakan dalam analisis statistik adalah skor yang
dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran yang merupakan
hasil proses konversi raw score, skor ini disebut true score. Proses ini dilakukan
variabel-variabel yang diteliti. Dengan demikian, raw score pada setiap variabel
harus diletakan pada skala yang sama. Untuk memperoleh deskripsi statistik, dihitung
item-item yang valid dan positif, sehingga didapatkan faktor skor. Jadi, penghitungan
skor faktor ini tidak menunjukan item-item variabel seperti pada umumnya, tetapi
dihitung true score pada tiap skala. Skor faktor yang dianalisis adalah skor faktor
Setelah didapatkan skor faktor yang telah dirubah menjadi true score, nilai
baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi. Hal tersebut
berlaku juga untuk semua variabel pada penelitan ini. Skor tersebut disajikan dalam
Tabel 4.4
Skor variabel penelitian
Std.
Variabel N Min Max Mean
Deviation
Civility 205 9,97 62,17 50,00 8,99759
Perspective Taking 205 15,64 63,30 50,00 8,66676
Fantasy 205 23,75 68,04 50,00 8,02639
Empathic Concern 205 21,93 65,21 50,00 7,98587
Personal Distress 205 25,75 66,80 50,00 8,83360
Cognitive Reappraisal 205 11,11 67,62 50,00 8,58671
Expressive Suppression 205 29,50 63,55 50,00 9,29002
Anonimitas 205 30,73 69,29 50,00 9,53596
Valid N (listwise) 205
Berdasarkan data pada tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa nilai minimum
dari variabel civility adalah 9,97, nilai maksimum 62,17, mean 50,00, dan standar
deviasi 8,99759. Perspective taking memiliki nilai minimum 15,64, nilai maksimum
63,30, mean 50,00, dan standar deviasi 8,66676. Fantasy memiliki nilai minimum
23,75, nilai maksimum 68,04, mean 50,00, dan standar deviasi 8,02639. Emphatic
Concern memiliki nilai minimum 21,93, nilai maksimum 65,21, mean 50,00, serta
standar deviai 7,98587. Personal Distress memiliki nilai minimum 25,75, nilai
maksimum 66,80, mean 50,00, serta standar deviasi 8,83360. Cognitive Reappraisal
memiliki nilai minimum 11,11, nilai maksimum 67,62, mean 50,00, serta standar
maksimum 63,55, mean 50,00, serta standar deviasi 9,29002. Anonimitas memiliki
nilai minimum 30,73, nilai maksimum 69,29, mean 50,00, serta standar deviasi
9,53596.
59
Penulis membuat kategorisasi data penelitian menggunakan standar deviasi dan mean
dibuat menjadi tiga bagian, yaitu: Rendah dan Tinggi. Kategori dibuat menjadi dua
bagian karena bertujuan untuk melihat distribusi data yang lebih merata. Dalam hal
Tabel 4.5
Rumus kategorisasi
Kategorisasi Rumus
Rendah X<M
Tinggi X>M
Nilai tersebut menjadi batas peneliti untuk menentukan kategorisasi rendah
dan tinggi dari masing-masing variabel penelitian. Gambaran kategori skor variabel
berdasarkan tinggi dan rendahnya variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan
Tabel 4.6
Kategorisasi skor variabel
Frekuensi Persentase
Variabel
Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Civility 84 121 41% 59%
Perspective Taking 106 99 52% 48%
Fantasy 111 94 54% 46%
Emphatic Concern 95 110 46% 54%
Personal Distress 99 106 48% 52%
Cognitive Reappraisal 109 96 53% 47%
Expressive Suppression 107 98 52% 48%
Anonimitas 110 95 54% 46%
60
Berdasarkan tabel 4.4, dapat diketahui bahwa dari 205 responden, terlihat
pada variabel civility memilliki skor rendah sebesar 41% dan 59% skor tinggi. Pada
variabel perspective taking memiliki skor rendah sebesar 52% dan 48% skor tinggi.
Pada variabel fantasy memiliki skor rendah sebesar 52% dan 48% skor tinggi. Pada
variabel emphatic concern memiliki skor rendah sebesar 46% dan 54% skor tinggi.
Pada variabel personal distress memiliki skor rendah 48% dan 52% skor tinggi. Pada
variabel cognitive reappraisal memiliki skor rendah sebesar 53% dan 47% skor
tinggi. Pada variabel expressive suppression skor rendah sebesar 52% dan 48% skor
tinggi. Pada variabel anonimitas memiliki skor rendah sebesar 54% dan 46% skor
tinggi.
menggunakan multiple regression. Data yang dianalisis yaitu true score yang
diperoleh dari hasil analisis faktor. Pada tahapan ini penulis menguji hipotesis dengan
teknik analisis regresi berganda dengan menggunakan software SPSS 25.0. Dalam
analisis regresi, terdapat tiga hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R-square untuk
mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh
square untuk mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable yang
Tabel 4.7
Tabel R-square
Std. Error
Adjusted R
Model R R Square of the
Square
Estimate
a
1 .692 .479 .461 6.60698
a. Predictors: (Constant), Perspective Taking, Fantasy, Emphatic Concern,
Personal Distress, Cognitive Reappraisal, Expressive Suppression, Anonimitas
Berdasarkan data pada tabel 4.5 diketahui bahwa perolehan R2 sebesar 0,479
atau 47,9%. Artinya, proporsi varians dari civility dijelaskan oleh perspective taking,
suppression dan anonimitas dalam penelitian ini adalah sebesar 47,9%. Sedangan
52,1% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Langkah kedua,
Tabel 4.8
Tabel ANOVA
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig
Regression 7915.652 7 1130.807 25.905 .000b
Residual 8599.493 197 43.652
Total 16515.146 204
a. Predictors: (Constant), Perspective Taking, Fantasy, Emphatic Concern,
Personal Distress, Cognitive Reappraisal, Expressive Suppression,
Anonimitas
b. Dependent Variable: Civility
62
Jika melihat kolom signifikansi (p < 0.05), maka hipotesis nihil yang
terhadap civility ditolak. Maka hipotesis alternatif diterima, yaitu ada pengaruh yang
Jika p < 0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan, berarti independent variable
Tabel 4.9
Koefisien regresi
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Std.
B Beta
Model Error T Sig.
1 (Constant) 32.539 6.464 5.034 .000
Perspective Taking .402 .066 .387 6.127 .000
Fantasy .132 .070 .123 1.888 .061
Emphatic Concern .020 .076 .018 .262 .749
Personal Distress .006 .059 .006 .102 .919
Cognitive Reappraisal .133 .065 .127 2.055 .041
Expressive
-.307 .054 -.317 -5.655 .000
Suppression
Anonimitas -.037 .049 -.040 -.758 .449
a. Dependent Variable: Civility
suppression yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh
0.000 (sig < 0.05), yang berarti bahwa hipotesis nihil yang menyatakan bahwa
tidak ada pengaruh yang signifikan dari perspective taking terhadap civility
2. Nilai koefisien regresi fantasy sebesar 0.132 dengan signifikansi 0.061 (sig >
0.05), yang berarti bahwa hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak ada
0,794 (sig > 0.05), yang berarti bahwa hipotesis nihil yang menyatakan bahwa
tidak ada pengaruh yang signifikan dari emphatic concern terhadap civility
civility.
64
0,919 (sig > 0.05), yang berarti bahwa hipotesis nihil yang menyatakan bahwa
tidak ada pengaruh yang signifikan dari personal distress terhadap civility
civility.
signifikansi 0,041 (sig < 0.05), yang berarti bahwa hipotesis nihil yang
tingkat civility.
signifikansi 0,000 (sig < 0.05), yang berarti bahwa hipotesis nihil yang
(sig > 0.05), yang berarti bahwa hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak
masing independent variable terhadap civility. Maka dari itu, peneliti melakukan
analisis regresi berganda dengan cara menambahkan satu independent variable setiap
melakukan regresi. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut:
Tabel 5.0
Proporsi varians untuk masing-masing independent variable
Change Statistics
Model R Square R Square
F Change df 1 df 2 Sig. F Change
Change
1 .335 .338 103.549 1 203 .000
2 .360 .023 7.129 1 202 .008
3 .366 .005 1.710 1 201 .192
4 .368 .002 .575 1 200 .449
5 .395 .027 8.909 1 199 .003
6 .478 .083 31.506 1 198 .000
7 .479 .002 .575 1 197 .449
Predictors: (Constant), Perspective Taking, Fantasy, Emphatic Concern,
Personal Distress, Cognitive Reappraisal, Expressive Suppression, Anonimitas
Berdasarkan data dari tabel 4.8 dapat disampaikan informasi sebagai berikut:
varians civility.
66
civility.
varians civility.
varians civility.
civility.
BAB 5
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka kesimpulan yang dapat ditarik
dari penelitian ini adalah “terdapat pengaruh yang signifikan variabel empati
Hasil uji hipotesis minor diperoleh tiga independent variable yang berpengaruh
5.2 Diskusi
memiliki empat dimensi yaitu: perspective taking, fantasy, emphatic concern dan
67
68
Hasil penelitian ini mendapatkan satu dimensi variabel empati yang memiliki
pengaruh signifikan dan positif terhadap civility, yaitu dimensi perspective taking.
semakin tinggi perspective taking yang dimiliki siswa maka semakin tinggi juga
perilaku civility yang dilakukan siswa di media sosial. Hasil yang diperoleh dalam
penilitan ini sejalan dengan penelilitan yang dilakukan oleh Stephen, Heaphy dan
yang berpengaruh signifikan dan positif terhadap civility. Ketika individu dapat
merasakan apa yang orang lain rasakan, maka respon individu tersebut akan
disesuaikan dengan perasaan orang lain yaitu dengan berperilaku secara civility
sehingga tidak terjadi konflik antar satu sama lain (Earvin, 2016). Hasil penelitian
ini juga sejalan dengan hasil wawancara yang diperoleh penulis. Narasumber
memahami pikiran dan perasaan orang lain yang membaca postingan tersebut. Hal
yang dipertimbangkan adalah apakah orang lain akan terganggu dengan bahasa
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Raboteg (1997) bahwa tidak
69
ada hubungan antara fantasy dengan perilaku moral seperti civility. Pada alat ukur
film dan novel, sedangkan tidak semua responden menyukai menonton film dan
membaca novel.
Personal distress dikaitkan dengan empati negatif atau reaksi pribadi terhadap
penderitaan orang lain yang diekspresikan dengan perasaan terkejut, takut, cemas
pada civility (Ferris, 2002). Regulasi emosi memiliki dua dimensi yaitu: cognitive
penelitian ini mendapatkan kedua dimensi dari variabel regulasi emosi memiliki
signifikan yang artinya semakin tinggi cognitive reappraisal maka semakin tinggi
pikiran negatif menjadi positif akan mempengaruhi emosi dan perilaku seseorang,
muncul adalah bentuk perilaku yang konstruktif, bukan destruktif. Hasil penelitian
ini juga sejalan dengan hasil wawancara yang diperoleh penulis. Narasumber
maka narasumber akan mencoba memaklumi orang tersebut dan mencoba untuk
mengambil hikmah dari kejadian tersebut. Dari hal itu,maka emosi negatif dari
media sosial.
semakin rendah civility. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh
Roberton, Daffern dan Bucks (2012) yang menemukan bahwa strategi expressive
terhadap agresi atau tindakan incivility karena penggunaan strategi ini secara
karena usaha keras yang dilakukan seseorang dalam menekan ekspresi emosi
(Gross, 2002). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil wawancara yang
untuk tidak mengekspresikan emosinya di media sosial, akan sulit untuk terus
menahan emosinya, karena interaksi di media sosial tidak bertatap muka secara
langsung dan media sosial menyediakan fasilitas untuk update status, sehingga
seseorang akan mudah untuk meluapkan emosinya melalui update status atau
membangkitkan emosinya.
71
secara negative terhadap civility, jadi semakin rendah anonimitas maka akan
semakin tinggi civility. Namun ada hal lain yang menunjukkan jika alasan
dengan komunikasi yang incivil atau rendahnya civility, dipandang sebagai hak
informasi yang sifatnya rahasia dan seseorang dapat lebih mengeksresikan ide dan
pendapat tanpa takut mengenai pelecehan, ancaman atau pembalasan tanpa berniat
Kelebihan dalam penelitian ini adalah penggunaan ketiga faktor yang diteliti
variabel yang sering diteliti dalam civility di media sosial. Selain itu, penelitian
peneliti tidak dapat mengontrol selama proses dan lama waktu yang dibutuhkan
secara langsung di kelas tetapi harus dibantu oleh guru yang mengambil data di
masing- masing kelas sehingga peneliti tidak dapat mengontrol selama proses
pengambilan data.
72
5.3 Saran
1. Masih sedikit penelitian mengenai civility termasuk variabel empati (Khan dan
meneliti lebih lanjut variabel pengaruh empati, regulasi emosi dan anonimitas
komprehensif.
2. Pada penelitian ini ditemukan bahwa proporsi varians dari civility yang dapat
52.1% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Penulis
lebih lanjut dari hasil penelitian variabel yang berpengaruh signifikan terhadap
suppression.
Penulis memberikan saran seluruh untuk variabel yang signifikan yaitu perpective
sosial dengan menginap dalam beberapa waktu di daerah yang tertinggal. Hal
pada siswa.
berpikir positif dapat mengurangi emosi negatif ataupun emosi yang tidak
3. Terkait dengan expressive suppression, pada media sosial siswa akan lebih
emosi dapat meluap di media sosial karena tidak bertatap muka langsung. Hal ini
positif, dengan mengikuti hobi maka akan membuat emosi tersalurkan dengan
positif.
DAFTAR PUSTAKA
Andersson, L. M., & Pearson, C. M. (1999). Tit for tat? The spiraling effect of
incivility in the workplace. Academy of management review, 24(3), 452-471.
Barlett, Christoper. P., Gentile, Douglas. A., Chew Chelsea. (2014). Predicting
cyberbullying from anonymity. Journal of American Psychological
Association. 2(1), 60-134.
Clark, C.M. (2009). Faculty field guide for promoting student civility. Nurse
Educator, 34(5), 194-197
Clark, C.M., Ahten, S. M, & Werth, L. (2012). Cyber-bullying and incivility in the
online learning environment: Part Two—Promoting student success in the
virtual classroom. Nurse Educator, 37(5), 192–197.
Clark, C. M., Landrum, R. E., & Nguyen, D. T. (2013). Development and description
of the organizational civility scale (OCS). Journal of Theory Construction &
Testing, 17(1).
Cole, P. M., Martin, S. E., & Dennis, T. A. (2004). Emotion regulation as a scientific
construct: Methodological challenges and directions for child development
research. Child Development, 75(2), 317–333.
74
75
Davis, C.M. (1990). What is empathy, and can empathy be taught. Physical Therapy.
Journal of the American Physical Therapy Association. 70, 707- 711.
Di Fabio, A., & Gori, A. (2016). Assessing workplace relational civility (WRC) with
a new multidimensional ―mirror‖ measure. Frontiers in psychology, 7, 890.
Dishon, G., & Ben-Porath, S. (2018). Don’t@ me: rethinking digital civility online
and in school. Learning, Media and Technology, 43(4), 434-450.
Eisenberg, N., Fabes, R. A., Guthrie, I. K., & Reiser, M. (2000). Dispositional
emotionality and regulation : Their role in predicting quality of social
functioning. Journal of Personality and Social Psychology, 78, 136-157.
Garton, A.F., & Gringart, E. (2005). The development of a scale to measure empathy
in 8- and 9-year old children. Australian Journal of Education and
Developmental Psychology, 5, 17-25.
Gullone, E., & Taffe, J. (2012). The emotion regulation questionnaire for children
and adolescents (ERQ–CA): A psychometric evaluation. Psychological
assessment, 24(2), 409.
Hayne, S. C., & Rice, R. E. (1997). Attribution accuracy when using anonymity in
group support systems. International Journal of Human-Computer
Studies, 47(3), 429-452.
Hinduja, S., & Patchin, J. W. Bullying, cyberbullying and suicide. Archives of suicide
research, 14(3), 206-221
Hite, D. M., Voelker, T., & Robertson, A. (2014). Measuring perceived anonymity:
The development of a context independent instrument. Journal of Methods and
Measurement in the Social Sciences, 5(1), 22-39.
Jolliffe, D., & Farrington, D. P. (2006). Examining the relationship between low
empathy and bullying. Journal of Aggressive Behavior, 32(6), 540–550.
Kahn, W. J., & Lawhorne, C. V. (2003). Empathy: The critical factor in conflict-
resolution and a culture of civility. Welsh
Mawardah, M., & Adiyanti, M. G. (2014). Regulasi emosi dan kelompok teman
sebaya pelaku cyberbullying. Jurnal psikologi, 41(1), 60-73.
Porath, C. L., Gerbasi, A., & Schorch, S. L. (2015). The effects of civility on advice,
leadership, and performance. Journal of Applied Psychology, 100(5), 1527.
Pye, L. (1999). Civility, social capital, and civil society: Three powerful concepts for
explaining Asia. Journal of Interdisciplinary History, 29(4), 763–782.
Roberton, T., Daffern, M., Bucks, R. S. (2012). Emotion regulation and aggression.
Aggression and Violent Behavior, 17(1), 72-82. doi:
10.1016/j.avb.2011.09.006.
78
Rowe, J. (2014). Student use of social media: when should the university
intervene?. Journal of Higher Education Policy and Management, 36(3), 241-
256.
Silaen, A. C., & Dewi, K. S. (2015). Hubungan antara regulasi emosi dengan
asertivitas (Studi korelasi pada siswa di SMA Negeri
Semarang). Jurnal Empati, 4(2), 175-181.
Suler, J. (2004). The online disinhibition effect. Cyberpsychology & behavior, 7(3),
321-326.
Sobieraj, S., & Berry, J. M. (2011). From incivility to outrage: Political discourse in
blogs, talk radio, and cable news. Political Communication, 28(1), 19-41.
Song, Y., & Wu, Y. (2018). Tracking the viral spread of incivility on social
networking sites: The case of cursing in online discussions of Hong Kong–
Mainland China conflict. Communication and the Public, 3(1), 46-61.
Spreng, R. N., McKinnon, M. C., Mar, R. A., & Levine, B. (2009). The Toronto
Empathy Questionnaire: Scale development and initial validation of a factor-
analytic solution to multiple empathy measures. Journal of personality
assessment, 91(1), 62-71
Stephens, J. P., Heaphy, E., & Dutton, J. E. (2012). High quality connections. The
Oxford handbook of positive organizational scholarship, 385-399.
Wilkins, K., Caldarella, P., Crook-Lyon, R., & Young, K. R. (2010). Implications of
civility for children and adolescents: A review of the literature. Online
Submission, 33, 37-45.
80
81
Total 10
Ket : *)Unfavorable
Total 28
ket : *)Unfavorable
Blue Print Skala Emotional Regulation Questionaire for Children and Adolescence (ERQ-
CA)
No Dimensi Indikator Item Jumlah
1 Cognitive Merubah sudut pandang 1, 2, 3, 4 ,
atau 6
reappraisal pemaknaan atas situasi emosi yang 5, 6
dialami.
Total 10
ket : *)Unfavorable
84
KUESIONER
PROGRAM SARJANA
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERISTAS ISLAM NEGRI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1. Sebutkan akun media sosial pribadi yang anda miliki: (Boleh lebih dari satu)
a. Youtube d. Whatsapp
b. Facebook f. Line
c. Twitter g. LinkedIn
d. Instagram h. Lainnya (Sebutkan…………………….)
2. Akun media sosial manakah yang paling aktif anda gunakan sekarang?
………………………………..
3. Seberapa sering Anda menggunakan media sosial:
4. Aktifitas apa saja yang biasanya Anda lakukan di media sosial yang Anda
miliki? (Boleh lebih dari satu)
a. Membuat status atau memposting sesuatu di timeline.
b. Membaca status atau postingan orang lain di timeline.
c. Memberikan komentar di media sosial.
Petunjuk Pengisian
Berikut terdapat butir-butir pernyataan, baca dan pahami setiap butir pernyataan.
Anda diminta mengemukakan apakah pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang
Anda pikirkan dengan cara menyilang (X) salah satu dari empat pilihan yang
tersedia, pada bagian kanan dari masing-masing pernyataan.
Jika jawaban Anda, Anda Sangat Setuju, silanglah pada bagian SS
Jika jawaban Anda, Anda Setuju, silanglah pada bagian S
Jika jawaban Anda, Anda Tidak Setuju, silanglah pada bagian TS
86
Jika jawaban Anda, Anda Sangat Tidak Setuju, silanglah pada bagian STS
Contoh:
No Pernyataan SS S TS ST
S
1 Saya selalu menggunakan bahasa yang sopan di X
media sosial.
Skala 1
No Pernyataan Jawaban
SS S TS ST
S
1 Saya selalu menggunakan bahasa yang sopan di
media sosial.
2 Saya selalu menahan diri untuk memposting sesuatu
yang sifatnya pribadi di media sosial dengan
intensitas yang sering, sehingga tidak mengganggu
orang lain.
3 Ketika saya sedang marah dengan orang lain, saya
tidak pernah melampiaskan dengan mempostingnya
di media sosial.
4 Saya sering menggunakan bahasa yang kasar ketika
bercanda dengan teman di media sosial.
5 Saya memiliki batasan tersendiri didalam
memposting sesuatu di media sosial sehingga saya
87
Skala 2
No Pernyataan Jawaban
SS S TS ST
S
1 Ketika saya ingin merasakan kesenangan, saya
memikirkan hal yang berbeda
2 Ketika saya ingin merasakan kesedihan, saya
memikirkan hal yang berbeda.
3 Ketika saya merasa gelisah tentang sesuatu, saya
melakukan sesuatu yang membantu saya untuk tetap
tenang.
4 Ketika saya ingin merasakan kesenangan, saya
88
Skala 3
No Pernyataan Jawaban
SS S TS STS
1 Saya membayangkan tentang hal- hal yang mungkin
terjadi pada diri saya.
2 Saya sering merasa prihatin terhadap orang- orang
yang kurang beruntung.
3 Saya merasa sulit untuk melihat suatu permasalahan
dari sudut pandang orang lain.
89
Skala 4
No Pernyataan Jawaban
SS S TS STS
1 Mengirim pesan lebih mudah menggunakan media
sosial karena saya tidak bertatap muka dengan
orang lain.
2 Saya merasa nyaman mengirim pesan kepada
siapapun di media sosial walaupun saya tidak
mengenal mereka.
3 Saya merasa nyaman bergabung sebuah group di
media sosial walaupun saya tidak mengenali
anggotanya.
4 Saya cenderung tidak berkomentar di media sosial
jika nama saya dapat diketahui identitas aslinya.
5 Saya suka menggunakan nama samaran untuk akun
media sosial saya.
6 Saya lebih suka melakukan aktivitas di media sosial
tanpa diketahui identitas asli saya.
7 Saya dapat berkomentar dengan lebih bebas apabila
saya tidak mencantumkan identitas asli saya di
media sosial.
92
Model Summary
Std. Error Change Statistics
Mod R Adjusted R of the R Square F Sig. F
el R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .692 .479 .461 6.60698 .479 25.905 7 197 .000
a. Predictors: (Constant), ANONIMITAS, FANTASI, EXPRESSIVE_SUPPRESSION,
COGNITIVE_REAPPRAISAL, PERSONAL_DISTRESS, PERSPECTIVE_TAKING,
EMPHATIC_CONCERN
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
b
1 Regression 7915.652 7 1130.807 25.905 .000
Residual 8599.493 197 43.652
Total 16515.146 204
a. Dependent Variable: CIVILITY
b. Predictors: (Constant), ANONIMITAS, FANTASI, EXPRESSIVE_SUPPRESSION,
COGNITIVE_REAPPRAISAL, PERSONAL_DISTRESS, PERSPECTIVE_TAKING,
EMPHATIC_CONCERN
KOEFISIEN REGRESI
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 32.539 6.464 5.034 .000
PERSPECTIVE_TAKING .402 .066 .387 6.127 .000
FANTASI .132 .070 .123 1.888 .061
EMPHATIC_CONCERN .020 .076 .018 .262 .794
PERSONAL_DISTRESS .006 .059 .006 .102 .919
COGNITIVE_REAPPRAIS .133 .065 .127 2.055 .041
AL
EXPRESSIVE_SUPPRES -.307 .054 -.317 -5.655 .000
SION
ANONIMITAS -.037 .049 -.040 -.758 .449
a. Dependent Variable: CIVILITY
102
PROPORSI VARIAN
Model Summary
Change Statistics
R Adjusted R Std. Error of R Square F Sig. F
Model R Square Square the Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .581 .338 .335 7.33992 .338 103.549 1 203 .000
b
2 .600 .360 .354 7.23156 .023 7.129 1 202 .008
c
3 .605 .366 .356 7.21888 .005 1.710 1 201 .192
d
4 .606 .368 .355 7.22652 .002 .575 1 200 .449
e
5 .628 .395 .379 7.08773 .027 8.909 1 199 .003
f
6 .691 .478 .462 6.59988 .083 31.506 1 198 .000
g
7 .692 .479 .461 6.60698 .002 .575 1 197 .449
a. Predictors: (Constant), PERSPECTIVE_TAKING
b. Predictors: (Constant), PERSPECTIVE_TAKING, FANTASI
c. Predictors: (Constant), PERSPECTIVE_TAKING, FANTASI, EMPHATIC_CONCERN
d. Predictors: (Constant), PERSPECTIVE_TAKING, FANTASI, EMPHATIC_CONCERN, PERSONAL_DISTRESS
e. Predictors: (Constant), PERSPECTIVE_TAKING, FANTASI, EMPHATIC_CONCERN, PERSONAL_DISTRESS,
COGNITIVE_REAPPRAISAL
f. Predictors: (Constant), PERSPECTIVE_TAKING, FANTASI, EMPHATIC_CONCERN, PERSONAL_DISTRESS,
COGNITIVE_REAPPRAISAL, EXPRESSIVE_SUPPRESSION
g. Predictors: (Constant), PERSPECTIVE_TAKING, FANTASI, EMPHATIC_CONCERN, PERSONAL_DISTRESS,
COGNITIVE_REAPPRAISAL, EXPRESSIVE_SUPPRESSION, ANONIMITAS