Anda di halaman 1dari 115

PENGARUH MORAL DISENGAGEMENT DAN IKLIM

SEKOLAH TERHADAP PERILAKU BULLYING PADA


PELAJAR SMA DI JAKARTA

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh :

Yasmin Nadhifa
NIM : 1113070000072

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H /2018 M
PENGARIIH MORAL DISENGAGEMENTDAN U<T,I]\N
SEKOLAH TERIIADAP PERILAKU BULLYING PADA {

PELAJAR SMA DI JAKARTA

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Pemyeraten Memperoleh
Gelar Sariane Psikologi (S.Psi)

Oleh:
Yasmin Nadhifa
MM: 1113070fim072

Pembimbing
l

. r1

H
Dr. Risetienti Koboakine. M.Si
I\[DN.20150rc7 W

rAKUL'TAS PSIKOLOGI
UNTVERSITAS ISLAM I\Tf,GERI SYARIF IIIDAYATTJLLAII ffi
JAKARTA
14391112018 M

','.'
LEMBAR PENGESAHAN
(

Skripsi berjudul *PENGARUH MORAL DISENGAGEMENT DAI\[ IKLIM


SEKOLAH TERIIADAP PERILAKU BALLYING PADA PELAJAR SMA
DI JAKARTA" telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 31 Mei 2018.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
psikologi (S.Psi) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta",3l Mei 2018

Sidang Munaqasyah

Dekan/ Wakil Dekan/ I


Ketua Merangkap Anggota

WAnggota
Prof. Dr. Abdut M Dr. Abdul Rahman Shaleh. M.Si
NIP. 196806141 NrP. 19720823 199903 l 002

Anggota

Bahrtrl Hayat. Ph.I) Drs. Rachmat Mulvono. M.Si. Psikolog


NrP. 19590430 198603 I 016 NIP. 19650220199903 I 003

Dr. Risatianti Kolopakine. M.Si


NIDN. 20150167 02

ffi
LEMBAR PER}IYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (Sl) di Fakultas

Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai de,ngan ketentuan yang berlaku

3. Jika di kemudian hari terbuki bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, April2018

Yasmin Nadhifa
NIM: 1113070000072

lv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

”ALLAH MAKES IT POSSIBLE”

”DO NOT LOSE HOPE, NOR BE SAD.”

Persembahan:

Skripsi ini kupersembahkan untuk mamaku, papaku,


adikku, sahabat dan teman-temanku yang selalu
mendo’akan dan mendukungku♥

v
ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi
B) April 2018
C) Yasmin Nadhifa
D) Pengaruh Moral Disengagement dan Iklim Sekolah terhadap Perilaku Bullying
pada Pelajar SMA di Jakarta
E) XII + 100 halaman + lampiran
F) Bullying di sekolah merupakan suatu fenomena yang sudah ada sejak lama
dan suatu hal yang merusak tetapi hal ini sering terjadi khususnya di kalangan
remaja. Kasus ini telah lama terjadi di Indonesia dan mengalami peningkatan
di beberapa tahun belakangan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk
mencegah bullying terjadi mengingat dampak yang akan ditimbulkan baik
bagi pelaku maupun korban. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh
moral disengagement dan iklim sekolah terhadap perilaku bullying.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan total sampel yang


digunakan berjumlah 240 pelajar di SMAN 3 Jakarta. Dalam penelitian ini
menggunakan teknik non-probability sampling. Penulis menggunakan alat
ukur Olweus Bully/Victim Questionnaire (OBVQ) yang dikembangkan oleh
Gonçalves et al. (2016) untuk mengukur perilaku bullying, Moral
Disengagement Scale (MDS) yang dikembangkan oleh Hymel et al. (2005)
untuk mengukur moral disengagement dan Comprehensive School Climate
Invetory (CSCI) yang dikembangkan oleh NSCC (2015) untuk mengukur
iklim sekolah. Untuk menguji validitas alat ukur menggunakan teknik
Confirmatory Factor Analysis (CFA) dan Multiple Regression Analysis
digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga dimensi yang


berpengaruh signifikan terhadap perilaku bullying, yaitu cognitive
restructuring, blaming/dehumanizing the victim, dan safety yang mendukung.
Hasil uji hipotesis minor menguji empat dimensi dari variabel moral
disengagement dan diperoleh dua dimensi yang berpengaruh tidak signifikan
yaitu minimazing agency dan distortion of negative consequences. Kemudian
hasil uji hipotesis minor menguji empat dimensi dari variabel iklim sekolah
dan diperoleh tiga dimensi yang berpengaruh tidak signifikan, yaitu teaching
and learning, interpersonal relationship, dan institutional environment.
Penulis berharap implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikaji kembali dan
dikembangkan pada penelitian selanjutnya dengan menambahkan variabel-
variabel lainnya.
G) Bahan bacaan: 51; buku : 10 + jurnal 35 + internet: 6

vi
ABSTRACT

A) Faculty of Psychology
B) April 2018
C) Yasmin Nadhifa
D) The Effect of Moral Disengagement and School Climate on Bullying Behavior
among High School Students in Jakarta
E) XIII + 100 pages + appendix
F) Bullying in school is a phenomenon that has existed for a long time and a
destructive thing but this often happens especially among adolescent. Bullying
has long been happening in Indonesia and a few years ago. Therefore, efforts
are needed to prevent bullying from occurring given the impact that will be
generated for both the perpetrator and the victim.

This study aims to highlight the moral disengagement and school climate of
bullying behavior. This research uses quantitative approach with total sample
used amounted to 240 students in SMAN 3 Jakarta. In this research using non-
probability sampling technique. The author uses the Olweus Bully / Victim
Questionnaire (OBVQ) measuring instrument developed by Gonçalves et al.
(2016) to measure bullying behavior, Moral Disengagement Scale (MDS)
developed by Hymel et al. (2005) to measure the moral disengagement and
Comprehensive School Climate Invetory (CSCI) developed by the NSCC
(2015) to measure the school climate. To test the validity of measuring
instruments using Confirmatory Factor Analysis (CFA) and Multiple
Regression Analysis techniques used to test the research hypothesis.

The results of this study indicate that there are three dimensions that
significantly effect the behavior of bullying, there are cognitive restructuring,
blaming / dehumanizing the victim, and safety. The result of minor hypothesis
is four dimensions of the moral variables disengagement and obtained two
dimensions that have no significant effect there are minimazing agency and
distortion of negative consequences. Then the result of minor hypothesis is
four dimension of school climate variable and obtained three dimension which
have not significant effect, there are teaching and learning, interpersonal
relationship, and institutional environment. The authors hope the implications
of the results of this study can be reviewed and developed in subsequent
research by adding other variables
G) Reference: 51; books : 10 + journals : 35 + internets 6

vii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan penulis berbagai macam nikmat di antaranya nikmat iman dan
islam serta sehat wal afaiat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
dengan lancar dan tepat pada waktunya.

Pada penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak
yang telah membantu penulis baik secara materi, tenaga ataupun moril, maka dari
itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag, M. Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Bapak Dr. Abdul
Rahman Shaleh, M. Si, selaku Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta
jajarannya yang telah memfasilitasi mahasiswa dalam rangka menciptakan
lulusan yang berkualitas.
2. Ibu Dr. Risatianti Kolopaking, M.Si, Psi, selaku dosen pembimbing skripsi
dam dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis,
memberikan motivasi dan memberikan penulis banyak masukkan selama
menyelesaikan skripsi.
3. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Jakarta yang telah memberikan ilmu
yang berharga kepada penulis. Dan untuk seluruh staf Fakultas Psikologi UIN
Jakarta yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi penulis.
4. Kepada seluruh siswa-siswi SMAN 3 Jakarta yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk menjadi responden pada penelitian ini.
5. Kepada kedua orangtua penulis, Papa dan Mama yang tanpa henti
memanjatkan doa di setiap ibadahnya, kasih sayang yang tulus, serta
memberikan segala dukungan dan pengorbanan untuk penulis. Terima kasih
sudah menjadi pendengar dan penasihat yang baik atas segala suka duka yang
penulis lewati selama menyelesaikan skripsi ini.

viii
6. Kepada keluarga penulis Uqi, Kevan, Alif, dan Nenek yang telah memberikan
kasih sayang, motivasi agar penulis segera menyelesaikan skripsi ini, nasihat
dan segala kebahagiaan yang diberikan kepada penulis.
7. Untuk sahabat-sahabat tersayang semasa perkuliahan Muhammad Arafat,
Amelia Saraswati, Dian Sinurat, Dona Dwiyanti, Syifa Shafira, dan Adisristi
Anindyajati. Terima kasih atas segala kasih sayang, canda, tawa, motivasi
serta bantuan tiada henti yang diberikan selama ini dan selalu ada baik dalam
keadaan suka maupun duka.
8. Kepada teman-teman penulis Dinda, Abel, Widya, Gina, Raudah, Hanifah
Kak Iki, Kak Fei dan Kak Idek, yang telah memberikan bantuan dan dukungan
kepada penulis. Semoga kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT.
9. Sahabat-sahabat penulis Syifa Satria, Nadia Desrina, Nadia Zafira, dan
sahabat-sahabat penulis lainnya yang telah memberikan semangat dan
kebahagiaan. Terima kasih atas segala bantuan psikologis dan motivasinya.
10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. terima kasih telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga segala bantuan, dukungan,
dan do’anya kepada saya, dibalas Allah dengan kebaikan yang berlimpah.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini terdapat banyak sekali
kekurangan dan kesalahan, oleh karenanya penulis mengharapkan dapat
disampaikan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan
penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri ataupun
orang lain, dan pihak yang berkepentingan.

Jakarta, April 2018

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix
DAFTAR ISI...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiiv

BAB 1 : PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 9

BAB 2 : LANDASAN TEORI ............................................................................ 11


2.1 Perilaku Bullying ................................................................................... 11
2.1.1 Definisi Perilaku Bullying ........................................................... 12
2.1.2 Dimensi Perilaku Bullying ........................................................... 13
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Bullying ................. 14
2.1.4 Pengukuran Perilaku Bullying ..................................................... 16
2.2 Moral Disengagement ............................................................................ 17
2.2.1 Definisi Moral Disengagement ................................................... 17
2.2.2 Dimensi Moral Disengagement ................................................... 18
2.2.3 Pengukuran Moral Disengagement ............................................. 21
2.3 Iklim Sekolah ......................................................................................... 21
2.3.1 Definisi Iklim Sekolah................................................................ 21
2.3.2 Dimensi Iklim Sekolah ............................................................... 22
2.3.3 Pengukuran Iklim Sekolah ......................................................... 24
2.4 Kerangka Berpikir .................................................................................. 25
2.5 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 30

BAB 3 : METODE PENELITIAN .................................................................... 32


3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .............................. 32
3.2 Variabel Penelitian ................................................................................. 32

x
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ................................................................ 35
3.3.1 Alat Ukur Perilaku Bullying ........................................................ 35
3.3.2 Alat Ukur Moral Disengagement ................................................ 36
3.3.3 Alat Ukur Iklim Sekolah ............................................................. 37
3.4 Uji Validitas Konstruk ........................................................................... 38
3.4.1 Uji Validitas Perilaku Bullying.................................................... 41
3.4.2 Uji Validitas Cognitive Restructring ........................................... 42
3.4.3 Uji Validitas Minimazing Agency................................................ 43
3.4.4 Uji Validitas Distortion of Negative Consequences .................... 44
3.4.5 Uji Validitas Blaming/dehumanizing the Victim ......................... 45
3.4.6 Uji Validitas Safety ...................................................................... 46
3.4.7 Uji Validitas Teaching and Learning .......................................... 47
3.4.8 Uji Validitas Interpersonal Relationship .................................... 49
3.4.9 Uji Validitas Institutional Environment ...................................... 50
3.5 Metode Analisis Data ............................................................................ 51

BAB 4 : HASIL PENELITIAN .......................................................................... 54


4.1 Gambaran Subjek Penelitian .................................................................. 54
4.2 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ................................................. 55
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ................................................... 56
4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian ................................................................ 57
4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian ............................................ 57
4.4.2 Pengujian Proporsi Varians pada Setiap Variabel Independen ..... 62

BAB 5 : KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ......................................... 65


5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 65
5.2 Diskusi ................................................................................................... 65
5.3 Saran ...................................................................................................... 69
5.3.1 Saran Teoritis ................................................................................ 69
5.3.2 Saran Praktis ................................................................................. 70

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 72


LAMPIRAN.........................................................................................................77

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Proporsi Skala Penelitian ...................................................................... 35


Tabel 3.2 Blueprint Skala Perilaku Bullying ......................................................... 36
Tabel 3.3 Blueprint Skala Moral Disengagement ................................................. 37
Tabel 3.4 Blueprint Skala Iklim Sekolah .............................................................. 38
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Bullying ................................................................ 41
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Cognitive Restructuring ....................................... 43
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Minimazing Agency .............................................. 44
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Distortion of Negative Consequences .................. 45
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Blaming/dehumanizing the Victim ....................... 46
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Safety .................................................................. 47
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Teaching and Learning ...................................... 48
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Interpersonal Relationship................................. 49
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Institutional Environment .................................. 51
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ................................................................. 54
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ................................................ 56
Tabel 4.3 Pedoman Kategorisasi Skor .................................................................. 56
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian .................................................. 57
Tabel 4.5 Analisis Regeresi .................................................................................. 57
Tabel 4.6 Anova .................................................................................................... 58
Tabel 4.7 Koefisien Regresi .................................................................................. 59
Tabel 4.7 Proporsi Varians ................................................................................... 62

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi Kerangka Berpikir ..................................................................... 29

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ........................................................................ 77


Lampiran 2 Syntax Uji Validitas ........................................................................ 90
Lampiran 3 Output Spss Analisis Regresi Berganda .......................................... 97
Lampiran 4 Surat Penelitian................................................................................ 100

xiv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bullying di sekolah merupakan suatu fenomena yang sudah ada sejak lama dan

suatu hal yang merusak tetapi hal ini sering terjadi khususnya di kalangan remaja.

Menurut Olweus (1993) bullying merupakan perilaku agresif atau perilaku

merusak yang disengaja dan hal tersebut terjadi berulang-ulang sepanjang waktu

pada hubungan interpersonal yang memiliki kekuatan yang berbeda. Sedangkan

menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak bullying adalah kekerasan fisik dan

psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap

seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi dimana ada

hasrat untuk melukai atau manakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma /

depresi dan tidak berdaya (Kompasiana, 2010).

Kasus ini telah lama terjadi di Indonesia dan mengalami peningkatan di

beberapa tahun belakangan. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi di

sekolah saat ini sangat memprihatinkan bagi pendidik dan orang tua. Sekolah

yang seharusnya menjadi tempat bagi anak menimba ilmu serta membantu

membentuk karakter pribadi yang positif ternyata malah menjadi tempat tumbuh

suburnya praktek-praktek bullying, sehingga memberikan ketakutan bagi siswa

untuk memasukinya.

Menurut Edwards (2006) bullying paling sering terjadi pada masa-masa

Sekolah Menengah Atas (SMA), dikarenakan pada masa ini remaja memiliki

egosentrisme yang tinggi. Piaget mengemukakan bahwa egosentrisme remaja

1
2

ditandai dengan ciri-ciri bahwa remaja merasa segala sesuatu masih terpusat pada

dirinya, dari sinilah akan munculnya perilaku menyimpang. Perasaan remaja yang

meyakini bahwa segala sesuatu berpusat pada dirinya membuat para remaja

melakukan tindakan kekerasan seperti bullying (dalam Santrock, 2007).

Suatu laporan pada tahun 2013 menunjukkan bahwa bentuk bullying

tersebut sebagian besar berupa verbal, seperti: ucapan atau kata-kata yang

mencela, mengejek, atau memanggil teman dengan sebutan yang melecehkan,

yaitu sebanyak 38-41,7%. Sedang bentuk bullying urutan dua di sekolah adalah

fisik, berupa: menendang, memukul, dan menampar sebanyak 19.2-26,9%. Survei

lainnya pada sejumlah pelajar di kota-kota besar Indonesia menunjukkan bahwa

sebanyak 18,9-49% mengaku pernah menjadi korban bullying di sekolah berupa

verbal. Sedangkan bentuk fisik dijumpai sebanyak 15,2-35,6%. Sebagian besar

responden mengaku bahwa yang menjadi pelaku bullying di sekolah adalah

orangtua, pendidik dan teman mereka sendiri (Kompasiana, 2014). Pada tahun

2015, terdapat 79 kasus anak sebagai pelaku bullying. Sedangkan pada tahun 2014

terdapat 67 kasus bullying (KPAI, 2015)

Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang dirilis pada

15 Februari lalu menyatakan bahwa terdapat 1.844 kasus kekerasan terhadap anak

sejak pergantian tahun. Wakil Ketua KPAI Susanto mengatakan bahwa jumlah

yang menjadi korban dan teridentifikasi menurun dibanding tahun 2014 dan 2015,

namun jumlah anak sebagai pelaku kekerasan atau bullying menunjukkan

peningkatan. Ia menambahkan bahwa jenis kekerasan yang sering terjadi


3

kebanyakan memang merupakan kekerasan fisik, disusul dengan kekerasan verbal

dan cyber bullying (KPAI, 2016).

Contoh kasus yang terjadi di SMAN 3 Jakarta ketika seorang siswa

mendapatkan perlakuan bullying dari empat seniornya. Seusai pulang sekolah,

korban mendapatkan berbagai intimidasi seperti dimarahi, dimaki-maki hingga

disiram dengan air teh botol di luar lingkungan sekolah. Kejadian itu bermula

pada saat korban menghadiri acara ulang tahunnya di kawasan Sudirman. Saat itu

korban sedang diantar oleh orangtuanya dan peristiwa tersebut dilihat oleh para

senior mereka yang ikut diundang dalam acara ulang tahun tersebut (Okezone,

2016).

Selain itu, Retno Listyarti sebagai mantan Kepala Sekolah SMA Negeri 3

Jakarta, menceritakan jenis pemerasan kebanyakan dilakukan oleh murid kelas

XII terhadap murid kelas X. Misalnya, Retno menemukan ada siswi kelas XII

yang meminta dibelikan lipstik seharga Rp 400 ribu kepada adik kelasnya. Ada

juga pemalakan para senior dengan meminta dibelikan pulsa oleh juniornya.

Belum lagi soal kekerasan finansial yang dilakukan oleh murid Kelas XII yang

meminta dibayari makanan di ruang koperasi kepada murid kelas X

(CNNIndoneisa, 2015).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan seorang siswa berinisal F di

SMA tersebut, ia mengungkapkan bahwa di sekolahnya memang terdapat

bullying. Perilaku bullying dilakukan senior terhadap juniornya dianggap seperti

budaya turun temurun dan ajang balas dendam bagi para senior untuk membuat

junior merasakan apa yang dirasakannya dulu. Hasil wawancara lainnya dengan
4

seorang siswi berinisial S di SMAN tersebut, ia mengatakan bahwa peraturan di

sekolahnya lumayan ketat. Tapi ada beberapa siswi mengenakan seragam yang

dikecilkan dan mewarnai rambut. Juga senior selalu ingin di hormati oleh

juniornya.

Selain wawancara yang peneliti lakukan dengan siswa-siswi, peneliti juga

melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah SMAN 3 Jakarta. Beliau

menyatakan bahwa memang di SMA tersebut terjadi bullying. Kebanyakan

dilakukan oleh senior terhadap juniornya. Jenis bullying yang dilakukan

bermacam-macam mulai dari mengejek, memeras, hingga melakukan tindakan

kekerasan. Beliau ingin menghapuskan bullying di sekolah tersebut dengan

membuat Tim Pencegahan dan Penanggulan Tawuran dan Bullying untuk

mencegah terjadinya bullying.

Meskipun bullying adalah suatu peristiwa yang sering terjadi di sekolah,

perilaku bullying memiliki dampak negatif di segala aspek kehidupan (fisik,

psikologis maupun sosial) individu, khususnya remaja. Dalam jangka pendek

bullying dapat menimbulkan perasaan tidak aman, takut pergi ke sekolah, merasa

terisolasi, perasaan harga diri yang rendah, depresi atau stres yang dapat berakhir

dengan bunuh diri. Dalam jangka panjang dapat menderita masalah gangguan

emosional dan perilaku (Prasetyo, 2011). Selain itu, studi terdahulu mengatakan

bahwa perilaku bullying memprediksi kriminalitas dan kenakalan di kemudian

hari dan berhubungan dengan kesulitan eksternalisasi dan internalisasi (Hymel et

al., 2005).
5

Karakteristik pelaku bullying adalah agresi mereka terhadap teman sebaya.

Tapi pelaku bullying sering agresif terhadap orang dewasa juga, baik guru

maupun orang tua. Umumnya, pelaku bullying memiliki sikap yang lebih positif

terhadap kekerasan dan menggunakan cara kekerasan daripada siswa pada

umumnya. Selanjutnya, mereka sering ditandai dengan impulsif dan kebutuhan

kuat untuk mendominasi orang lain. Mereka memiliki sedikit empati dengan

korban bullying (Olweus, 1997).

Tindakan bullying tersebut yang dilakukan remaja dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor-faktor

internal yang mempengaruhi perilaku bullying adalah moral disengagement

(Hymel et al., 2005) dan self-control (Li et al., 2014). Faktor-faktor eksternal yang

mempengaruhi perilaku bullying adalah iklim sekolah (Petrie, 2014), lingkungan

rumah yang tidak harmonis, tekanan teman sebaya (Lee & Wong, 2009), media

dan keluarga (Beane, 2008).

Faktor internal yang dapat mempengaruhi remaja melakukan bullying

adalah moral disengagement. Menurut Hymel et al. (2005), moral disengagement

adalah suatu proses sosial kognitif di mana seseorang mampu melakukan

perbuatan yang buruk kepada orang lain. Pada perkembangan moral, anak

memerlukan standar baik dan buruk kemudian standar tersebut mereka gunakan

dalam kehidupannya sebagai pedoman dan aturan bagi setiap tingkah lakunya.

Proses ini akan mencegah perilaku mereka yang tidak sesuai dengan standar

tersebut. Agresi dan bullying dikaitkan dengan beberapa jenis penalaran moral

karena membantu individu menghindari perasaan bersalah (Perren, et al., 2012).


6

Menurut Hymel et al. (2005) dimensi moral disengagement meliputi: cognitive

restructuring, minimazing agency, distortion of negative consequences dan

blaming/dehumanizing the victim.

Mekanisme moral disengagement dapat menghantarkan seseorang pada

tindakan agresi (Gini, 2005). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Turner (2008)

menemukan bahwa ada pengaruh signifikan moral disengagement dengan

perilaku bullying dan agresi. Penelitian yang dilakukan oleh Thornberg & Jungert

(2014) menjelaskan bahwa moral disengagement secara signifikan berhubungan

positif dengan bullying. Hasil peneltian Paciello et al. (2008) mengemukakan

bahwa remaja yang mempertahankan tingkat yang lebih tinggi dari moral

disengagement lebih cenderung menunjukkan tindakan agresif dan kekerasan.

Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi tindakan bullying salah

satunya adalah iklim sekolah. Iklim sekolah merupakan faktor yang sangat

penting dalam pemahaman tentang sikap dan keyakinan siswa bagi kekerasan dan

bullying. Menurut Cohen (2010) iklim sekolah merupakan pola pengalaman orang

tentang kehidupan sekolah dan mencerminkan norma, tujuan, nilai, hubungan

interpersonal, praktik belajar mengajar, dan struktur organisasi. Iklim sekolah

terdiri atas 4 dimensi yaitu safety, teaching and learning, interpersonal

relationship, dan institutional environment.

Iklim sekolah yang positif atau negatif berdampak pada frekuensi bullying

di sekolah. Banyak peneliti yakin bahwa iklim sekolah memiliki dampak langsung

pada sikap dan perilaku siswa, termasuk prevalensi bullying (Petrie, 2014). Siswa

juga cenderung melaporkan bullying jika mereka melihat iklim sekolah mereka
7

negatif (Swearer & Hymel, 2015). Hal ini didukung oleh penelitian terbaru yang

menunjukkan bahwa iklim sekolah yang positif berhubungan dengan

berkurangnya agresi dan kekerasan, berkurangnya perilaku bullying, dan

berkurangnya pelecehan seksual, tanpa memandang orientasi seksual (Thapa et

al., 2013). Dari hasil penelitian Lee dan Song (2012) juga menyebutkan bahwa

iklim sekolah yang positif signifikan berhubungan negatif dengan perilaku

bullying.

Dari uraian dan berdasarkan fenomena yang sudah dipaparkan di atas

membuat peneliti tertarik untuk meneliti tentang bullying yang dipengaruhi oleh

moral disengagement dan iklim sekolah khususnya pada pelaku bullying. Maka

dari itu tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Moral

Disengagement dan Iklim Sekolah terhadap Perilaku Bullying pada Pelajar

SMA di Jakarta”.

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi hanya mengenai pengaruh dari variabel prediktor, yaitu

moral disengagement dan iklim sekolah terhadap perilaku bullying pada pelajar

SMA di Jakarta. Adapun pengertian tentang konsep variabel yang digunakan,

yaitu:

1. Bullying merupakan perilaku agresif atau perilaku merusak yang disengaja dan

hal tersebut terjadi berulang-ulang sepanjang waktu pada hubungan

interpersonal yang memiliki kekuatan yang berbeda. Perilaku bullying terbagi


8

menjadi 3 dimensi, yaitu bullying verbal; bullying fisik; dan bullying non-

verbal/non-fisik (Olweus, 1993).

2. Moral Disengagement adalah suatu proses sosial kognitif di mana seseorang

mampu melakukan perbuatan yang buruk kepada orang lain. Dimensi moral

disengagement meliputi: cognitive restructuring; minimazing agency;

distortion of negative consequences; dan blaming/dehumanizing the victim

(Hymel et al., 2005).

3. Iklim Sekolah merupakan pola pengalaman orang tentang kehidupan sekolah

dan mencerminkan norma, tujuan, nilai, hubungan interpersonal, praktik

belajar mengajar, dan struktur organisasi. Iklim sekolah terdiri atas 4 dimensi

yaitu safety, teaching and learning, interpersonal relationship, dan

institutional environment (Cohen, 2010).

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pembatasan masalah di atas, maka berikut ini adalah rumusan

masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini:

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara moral disengagement (cognitive

restructuring, minimazing agency, distortion of negative consequences dan

blaming/dehumanizing the victim) dan iklim sekolah (safety, interpersonal

relationship, teaching and learning dan institutional environment) terhadap

perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta?

2. Seberapa besar pengaruh moral disengagement dan iklim sekolah terhadap

perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta?


9

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

1. Tujuan penelitian ini adalah mengukur pengaruh variabel moral disengagement

(cognitive restructuring; minimazing agency; distortion of negative consequences;

dan blaming/dehumanizing the victim) dan iklim sekolah (safety, teaching and

learning, interpersonal relationship, dan institutional environment) terhadap

perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.

2. Mengukur seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh masing-masing

variabel terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.

1.4.2 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat baik teoritis maupun praktisi yaitu

sebagai berikut:

1.4.2.1 Manfaat teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam

bidang keilmuan psikologi yang berkaitan dengan moral disengagement dan iklim

sekolah terhadap perilaku bullying.

1.4.2.2 Manfaat praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

institusi pendidikan dalam mengenali bentuk-bentuk bullying dari para pelaku

bullying di kalangan siswa-siswi di sekolah menengah atas dan faktor apa yang

mempengaruhinya sehingga dapat menurunkan tingkat perilaku bullying dan

meminimalisir korban-korban bullying lainnya. Dengan minimnya tindak perilaku

bullying kedepan diharapkan generasi remaja selajutnya menjadi faktor kemajuan


10

dalam berkembangnya keamanan bangsa dari tindak kekerasan bentuk lainnya

sehingga menjadi bangsa aman dan tentram.


BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Bullying

2.1.1 Definisi Perilaku Bullying

Bullying memiliki berbagai definisi yang beragam yang dikemukakan oleh

beberapa tokoh. Menurut Sullivan et al. (2004), bullying diartikan sebagai suatu

tindakan negatif dan agresif atau tindakan yang disengaja atau berulang yang

dilakukan oleh satu orang atau lebih terhadap orang lain, biasanya terjadi secara

berkala. Merupakan tindakan yang kejam dan berdasarkan ketidakseimbangan

kekuatan.

Sedangkan Dracic (2009) menjelaskan bullying adalah bentuk kekerasan

dan mewakili serangan yang bertujuan untuk menyebabkan kerugian atau

penderitaan dan ketidaknyamanan dari orang lain, atau korban bullying baik itu

penderitaan fisik atau emosional. Bullying berbeda dari kejadian waktu atau

pertengkaran anak-anak, karena perilaku ini ditandai dengan perilaku agresi jahat

yang disengaja dan dilakukan berulang dalam periode waktu tertentu dan adanya

ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban.

Menurut Olweus bullying merupakan perilaku agresif atau perilaku

merusak yang disengaja dan hal tersebut terjadi berulang-ulang sepanjang waktu

pada hubungan interpersonal yang memiliki kekuatan yang berbeda (Olweus,

1993). Storey et al. (2008) mendefinisikan bullying sebagai suatu bentuk

penyalahgunaan emosional atau fisik dengan tiga (3) karakteristik, meliputi;

Deliberated (disengaja), yaitu pelaku cenderung menyakiti seseorang, Repeated

11
12

(diulangi), pelaku melakukan perilaku bullying nya kepada korban yang sama

dan; Power Imbalance (ketidakseimbangan kekuatan), pelaku memilih korban

yang lebih lemah darinya.

Rigby (2007) mendefiniskan bullying adalah penindasan yang berulang,

baik psikologis maupun fisik untuk orang yang lemah oleh orang atau sekelompok

orang yang lebih kuat. Menurut Gladden et al. (dalam Pozolli et al., 2016),

mendefinisikan bullying sebagai perilaku agresif yang disengaja dan berulang

terhadap rekan yang menimbulkan kerugian atau menyebabkan penderitaan pada

remaja yang ditargetkan, termasuk fisik, psikologis, sosial, pendidikan atau yang

membahayakan.

Berdasarkan teori di atas, penulis menggunakan definisi perilaku bullying

oleh Olweus yang menjelaskan bahwa bullying adalah merupakan perilaku agresif

atau perilaku merusak yang disengaja dan hal tersebut terjadi berulang-ulang

sepanjang waktu pada hubungan interpersonal yang memiliki kekuatan yang

berbeda (Olweus, 1993).

Adapun dampak perilaku bullying, menurut Harris dan Petrie (2003)

dampak tersebut berpengaruh tidak hanya kepada korban (victim) saja juga kepada

pelaku (bully), dan saksi (bystander).

1. Victim, pengalaman karena ditindas memiliki efek jangka panjang yang dapat

mengakibatkan turunnya harga diri, jarang hadir di kelas, depresi, dan bunuh diri.

Tekanan emosional yang dimiliki anak akan mempengaruhi prestasi akademik

disekolahnya.
13

2. Bully, anak yang terindifikasi sebagai pelaku memiliki resiko putus sekolah,

kenakalan, terbawa hingga berkeluarga, dan memiliki resiko keturunan yang

menjadi pengganggu sehingga melanjutkan siklus bullying yang terjadi.

3. Bystander, sebagai anak yang mengamati anak lain yang diganggu dapat

menyebabkan konflik emosi dalam melihatnya seperti marah, sedih, takut, dan

ketidakpeduliannya.

Sullivan et al. (2004) menyebutkan bahwa perilaku bullying memiliki

dampak yang signifikan terhadap kehidupan individu seperti:

1. Gangguan psikologi (kegelisahan, cemas)

2. Menjadi penganiaya ketika usia dewasa

3. Menjadi agresif dan kadang-kadang bertindak kriminal

4. Korban merasakan stres, depresi, dendam, malu, merasa terancam

5. Menggunakan obat-obatan dan alkohol

6. Membenci lingkungan sosialnya

7. Merasa rendah diri dan tidak berharga

8. Keinginan untuk bunuh diri

2.1.2 Dimensi Perilaku Bullying

Olweus (1993) menjabarkan dimensi bullying sebagai berikut:

1. Bullying verbal, seperti: mengancam, mengejek, menggoda, dan memanggil

nama.

2. Bullying fisik, seperti: memukul, mendorong, menendang, menjepit, atau

menahan yang lain dengan kontak fisik.


14

3. Bullying non-verbal/non-fisik, seperti: membuat wajah atau isyarat kotor,

sengaja mengecualikan seseorang dari satu kelompok, atau menolak mematuhi

permintaan orang lain.

Sedangkan dimensi bullying menurut Storey et al. (2008) sebagai berikut:

1. Bullying fisik, seperti: menjambak, mendorong, memukul, menendang, dan

memukul.

2. Bullying verbal, seperti: berteriak, mengejek, memanggil nama, menghina, dan

mengancam.

3. Bullying secara tidak langsung, seperti: mengabaikan, mengecualikan,

menyebarkan gosip, berbohong, dan membuat orang lain menyakiti seseorang

2.1.3 Faktor-faktor yang memengaruhi Perilaku Bullying

Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, terdapat faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku bullying:

1. Moral Disengagement

Hasil penelitian Bandura, Barbaranelli, Capcara, dan Pastorelli (dalam Bartol &

Bartol, 2005) menemukan bahwa perilaku menyimpang biasanya menggunakan

beberapa teknik moral disengagement. Begitupun dengan hasil penelitian Hymel

et al. (2005) menyatakan bahwa moral disengagement memiliki peran yang sangat

potensial terhadap berkembangnya bullying.

2. Kontrol diri

Menurut penelitian Rosenbaum (dalam Ronen, Rahav, & Moldavsky, 2007)

menjelaskan pengendalian diri sebagai ketrampilan yang memungkinankan

manusia untuk bertindak atas tujuan mereka; untuk mengatasi kesulitan yang
15

berkaitan dengan pikiran, emosi, dan perilaku; untuk menunda gratifikasi; dan

untuk mengatasi kesulitan. Selain itu penelitian lain mengatakan bahwa kontrol

diri yang rendah juga sebagai mediator dalam memprediksi agresi dan kekerasan

(DeWall dalam Li et al., 2014).

3. Iklim sekolah

Dalam penelitian yang dilakukan Cohen (dalam Petrie, 2014) dikemukakan

bahwa, iklim sekolah umumnya mengacu pada kualitas dan karakter interaksi

sosial di sekolah yang dibentuk oleh norma-norma, nilai-nilai, aturan, struktur

organisasi, dan hubungan unik untuk pola setiap sekolah. Penelitian tersebut

menunjukkan bahwa iklim sekolah positif menjadi faktor protektif penurunan

perilaku resiko seperti penyalahan zat dan agresif (Apsy, Pusat untuk

Pengendaliann dan Pencegahan Penyakit (CDC), dalam Petrie, 2014).

4. Lingkungan rumah yang tidak harmonis

Sebagian besar anak-anak belajar perilaku dari imitasi dan modeling secara aktif

dari apa yang dilakukan maupun diucapkan oleh orang tua. Beberapa anak

mungkin mempelajari sikap dan perilaku positif dari orang tua mereka dan hal ini

cenderung membuat anak-anak prosisal dan tidak memperlihatkan perilaku

bullying (Lee & Wong, 2009).

5. Tekanan teman sebaya

Teman sebaya biasanya menjadi sumber yang mempengaruhi perilaku remaja.

Tolson dan Urberg (dalam Lee & Wong, 2009) memberikan data yang

menunjukkan bahwa perilaku sehat remaja lebih banyak dipengaruhi oleh teman

dan peraturan normatif teman sebayanya daripada keluarga dan lingkungan


16

sekolahnya. Hasil penelitian Lee & Wong (2009) juga menunjukkan bahwa

tekanan sebaya memiliki dampak secara langsung terhadap bullying.

6. Media

Beane (2008) menyebutkan bahwa media memiliki dampak yang cukup signifikan

bagi anak-anak saat ini. Beberapa penelitian mengidentifikasikan bahwa anak-

anak yang melihat banyak kekerasan di televisi, video, game, dan film lebih

sering menjadi agresif dan kurang empati terhadap yang lainnya. Dalam

kenyataannya, diantara penelitian yang meneliti kekerasan di televisi melihat

terdapat peningkatan pengukuran dari 3% menjadi 15% pada perilaku agresif

individu setelah melihat kekerasan di televisi (Beane, 2008).

7. Keluarga

Selain media, Beane (2008) juga menyebutkan bahwa orang tua juga memiliki

pengaruh terhadap perilaku agresif anak tersebut. Orang tua merupakan role

model pertama bagi anak-anak mereka. Tak jarang bahwa penyebab dari

munculnya perilaku bullying pada anak ialah datang dari orang tua. Terkadang

orang tua merasa bahwa mereka memiliki kendali atas anak-anak mereka,

sehingga sering kali mereka menggunakan kekerasan untuk membuat anak-anak

mematuhi mereka.

2.1.4 Pengukuran Perilaku Bullying

Dalam beberapa literatur yang peneliti baca, peneliti menemukan beberapa

instrumen untuk mengukur perilaku bullying, yaitu:


17

1. Olweus Bully/Victim Questionnaire (OBVQ) yang dikembangkan oleh

Gonçalves et al. (2016) berdasarkan teori Olweus. Alat ukur ini terdiri dari 46

item, yang setiap item menggambarkan perilaku yang berbeda.

2. Multidimensional Peer-Victimization Scale (MVP) dikembangkan oleh

Mynard dan Joseph (2000). Terdiri dari 45 item dengan empat subskala, yaitu:

penyerangan fisik, penyerangan verbal, manipulasi perilaku sosial dan

merusak barang miliki korban.

Untuk pengukuran bullying pada penelitian ini, peneliti menggunakan Olweus

Bully/Victim Questionnaire (OBVQ) yang dikembangkan oleh Gonçalves et al.

(2016). Peneliti menggunakan alat ukur ini karena alat ukur ini dapat digunakan

secara internasional dan juga memiliki reliabilitas yang baik yaitu 0.87 untuk

skala pelaku.

2.2 Moral Disengagement

2.2.1 Definisi Moral Disengagement

Moral disengagement pertama kali dikembangkan oleh Bandura. Bandura (2002)

mendefinisikan moral disengagement adalah ketidakmampuan seseorang dalam

mengontrol perilaku yang ia lakukan sehingga memungkinkannya untuk

melakukan perilaku yang tidak manusiawi. Menurut Caroli & Sagone (2014)

moral disengagement sebagai suatu proses sosial kognitif yang memungkinkan

individu untuk membenarkan perilaku tercela untuk menjaga self-image. Menurut

Thornberg dan Jungert (2014) moral disengagement adalah proses sosio-kognitif

yang memungkinkan orang untuk melepaskan diri dari standar moral tanpa

perasaan menyesal, bersalah atau menyalahkan diri sendiri.


18

Detert, Trevino, & Sweitzer (2008) mendefinisikan moral disengagement

sebagai suatu proses di mana individu membuat keputusan moral yang tidak etis

saat proses regulasi diri dinonaktifkan melalui penggunaan beberapa mekanisme

kognitif kolektif yang saling terkait. Selanjutnya, Hymel et al. (2005)

mengembangkan teori Bandura dengan mendefinisikan moral disengagement

sebagai suatu proses sosial kognitif di mana seseorang orang mampu melakukan

perbuatan yang buruk kepada orang lain. Secara umum, moral disengagement

dapat menjadi landasan seseorang dalam melakukan dalam melakukan perbuataan

yang tidak etis atau menyakiti orang lain.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi moral disengagement

yang dikembangkan oleh Hymel et al. (2005) yaitu suatu proses sosial kognitif di

mana seseorang mampu melakukan perbuatan yang buruk kepada orang lain.

2.2.2 Dimensi Moral Disengagement

Hymel et al. (2005) menjelaskan empat dimensi moral disengagement yang

mengacu pada teori Bandura, yaitu:

1. Cognitive Restructuring

Mengacu pada keyakinan dan anggapan yang berfungsi untuk membingkai

perilaku yang merugikan secara positif melalui yang pertama moral justification

atau pembenaran moral (menggambarkan perilaku sebagai bentuk dari tujuan

mulia). Moral justification adalah proses di mana seseorang berusaha

merasionalisasikan kekerasan yang dilakukannya terhadap orang lain dengan

membuat perilaku tersebut seperti dapat dibenarkan secara moral (Detert, Trevino,

& Sweitzer, 2008). Karena pada prosesnya, dalam benak seseorang menganggap
19

bahwa perilaku merusak yang dilakukannya bermanfaat bagi orang banyak yang

memiliki tujuan yang baik (Bandura, 2002). Kedua adalah euphemstic labeling

atau penghalusan bahasa (menggunakan bahaya yang membuat tindakan negatif

terdengar tidak terlalu negatif). Menggunakan bahasa yang umum secara moral

untuk membuat perbuatan yang patut dicela terlihat tidak kasar (Detert, Trevino,

& Sweitzer, 2008). Dan advantageous comparisons atau perbandingan yang

menguntungkan (membuat tindakan negatif menjadi terlihat tidak terlalu negatif

dengan membandingkan tindakan yang jauh lebih negatif). Menurut Bandura

(2002), perilaku kekerasan dengan membandingkan tingkat manfaat yang akan

didapatkan apabila individu melakukan kekerasan tersebut dan digunakan untuk

membuat kekerasan terlihat baik.

2. Minimazing Agency

Mengacu pada strategi kognitif yang menggantikan atau menyebar tanggungjawab

atas tindakan negatif dengan meminimalkan atau menutupi tanggung jawab

pribadi sendiri kepada otoritas yang lebih besar. Meliputi: displacement of

responsibility atau pemindahan tanggungjawab. Menurut Bandura (2002), anak

buah akan menolak untuk bertanggungjawab jika terdapat otoritas yang sah

(atasan) yang mengambil alih tanggungjawab terhadap efek yang diakibatkan oleh

perilaku merusak anak buahnya. Dan diffusion of responsiblity atau penyebaran

tanggungjawab. Terjadi ketika tidak ada anggota kelompok yang merasa

bertanggungjawab secara personal terhadap perilaku destruktif (merusak) yang

mereka lakukan bersama-sama dalam sebuah kelompok (Detert, Trevino, &

Sweitzer, 2008).
20

3. Distortion of Negative Consequences

Melibatkan strategi yang membantu untuk menjauhkan diri dari bahaya atau untuk

menekankan hasil positif daripada hasil negatif yang terkait dengan perilaku.

Meliputi: distorting the consequences atau mengabaikan konsekuensi. Distortion

of consequences yaitu meremehkan kemungkinan hasil perbuatan yang tercela

(Detert, Trevino, & Sweitzer, 2008). Hal ini terjadi akibat adanya pengabaian atau

distorsi terhadap hasil perilaku destruktif seseorang. Ketika seseorang melakukan

aktifitas yang menganggu atau merusak pihak lain ia menghindar untuk

menghadapi kerusakan yang ia akibatkan sendiri atau meminimalisir akibat

tersebut, apabila upaya untuk meminimalisir kerusakan tidak berhasil maka ia

akan menghilangkan bukti kerusakan tersebut (Bandura, 2002).

4. Blaming/Dehumanizing the Victim

Meliputi: dehumanization atau dehumanisasi dan attribution of blame atau

atribusi menyalahkan. Attribution of blame yaitu membebaskan diri dari tuduhan

dengan menempatkan kesalahan terhadap target perilaku kekerasan (Detert,

Trevino, & Sweitzer, 2008) serta menurut Bandura (2002), attribution of blame

adalah menimpakan kesalahan pada musuh atau keadaan merupakan salah satu

cara untuk membebaskan diri dari tuduhan. Dalam proses ini biasanya orang

menganggap dirinya sebagai korban yang dipaksa untuk melakukan tindakan

kekerasan. Dengan membenarkan perlaku tersebut tidak hanya membuat perilaku

merusak itu dimaklumi bahkan pelaku dapat menganggap dirinya tidak

melakukan kesalahan sama sekali atau menganggap dirinya melakukan hal yang

benar.
21

2.2.3 Pengukuran Moral Disengagement

Peneliti menemukan dua instrumen untuk mengukur moral disengagement, yaitu:

1. Moral disengagement scale yang disusun oleh Bandura (1996). Skala ini

terdiri dari 32 item dengan masing-masing delapan mekanisme diwakili oleh

empat item dari tiap subset.

2. Moral disengagement scale yang disusun oleh Hymel et al. (2005). Terdiri

dari 18 item yang mengukur empat dimensi meliputi: cognitive restructuring,

minimazing agency, distortion of negative consequences, dan

blaming/dehumanizing the victim.

Untuk pengukuran moral disengagement pada penelitian ini, peneliti

menggunakan skala pengukuran moral disengagement yang dikembangkan oleh

Hymel et al. (2005). Peneliti menggunakan alat ukur ini karena item-item yang

dalam alat ukur ini sesuai dengan karakteristik sampel penelitian dan fokus untuk

moral disengagement terhadap perilaku bullying.

2.3 Iklim Sekolah

2.3.1. Definisi Iklim Sekolah

Terdapat banyak definisi iklim sekolah menurut para ahli. Menurut Mitchell et al.

(2010) mendefinisikan iklim sekolah sebagai keyakinan bersama, nilai-nilai, dan

bentuk sikap interaksi antara para siswa, guru, dan administrator. Menurut Cohen

(2010) iklim sekolah merupakan pola pengalaman orang tentang kehidupan

sekolah dan mencerminkan norma, tujuan, nilai, hubungan interpersonal, praktik

belajar mengajar, dan struktur organisasi.


22

Hoy dan Miskel (2013) menyebutkan bahwa iklim sekolah adalah situasi,

suasana atau atmosfer, suatu karakteristik internal dalam suatu sekolah yang

membedakannya dengan sekolah lain dan mempengaruhi perilaku orang-orang di

dalamnya. Gage dan Larson (2014) menjelaskan iklim sekolah adalah sebuah

kualitas dan karakter dari lingkungan sosial sekolah yang merupakan kumpulan

dari terbentuknya norma, nilai, peran, dan struktur dari sebuah sekolah.

Feiberg dan Stein (dalam Macneil et al., 2009) berpendapat bahwa iklim

sekolah merupakan jantung dan jiwa sekolah dan esensi sekolah yang menarik

guru dan siswa untuk mencintai sekolah dan ingin menjadi bagian dari sekolah.

Menurut Anderson (dalam Klein et al., 2012), mendefinisikan iklim sekolah

umumnya mengacu pada kualitas dan karakter interaksi sosial sebagai sesuatu

yang dibentuk oleh norma-norma, nilai-nilai, aturan, struktur organisasi, dan

hubungan unik untuk pola setiap sekolah.

Berdasarkan teori di atas, penulis menggunakan definisi iklim sekolah oleh

Cohen (2010) yang menjelaskan bahwa iklim sekolah adalah pola pengalaman

orang tentang kehidupan sekolah dan mencerminkan norma, tujuan, nilai,

hubungan interpersonal, praktik belajar mengajar, dan struktur organisasi.

2.3.2 Dimensi Iklim Sekolah

Cohen (2010) mengembangkan dimensi iklim sekolah kedalam empat dimesni

yaitu:

1. Safety

Kebutuhan akan rasa aman secara sosial, emosional, intelektual, dan fisik adalah

kebutuhan dasar manusia (Maslow, dalam Thapa et al., 2012). Perasaan aman di
23

sekolah berdampak signifikan untuk meningkatkan belajar siswa dan

perkembangan sekolah yang sehat (Devine& Cohen, dalam Thapa et al., 2012). Di

sekolah tanpa norma, struktur, dan hubungan yang mendukung, siswa cenderung

mengalami kekerasan, peer victimization, dan tindakan disipliner hukuman,

disertai dengan tingkat ketidakhadiran yang tinggi dan prestasi akademik yang

menurun (Astor et al dalam Thapa et al., 2013). Bagaimana individu akan merasa

aman berada di sekolah dan menyikapi aturan yang ada di sekolah, serta

menanggapi tentang tindakan bullying yang terjadi di lingkungan sekolah.

2. Teaching and Learning

Belajar mengajar merupakan salah satu dimensi yang paling penting dari iklim

sekolah. Para pimpinan sekolah dan guru harus berusaha untuk mendefinisikan

norma, tujuan dan nilai-nilai yang membentuk lingkungan belajar mengajar.

Belajar mengajar ini tidak hanya tentang pimpinan sekolah dan guru tetapi juga

bagaimana siswa berkomunikasi dengan guru di sekolah. Menurut Thapa et al.

(2012), sebuah iklim sekolah yang positif mempromosikan pembelajaran

kooperatif, kohesi kelompok, saling menghormati dan saling percaya.

3. Interpersonal Relationship

Salah satu aspek terpenting dari hubungan di sekolah adalah bagaimana orang

saling terhubung dan merasakan satu sama lain. Menurut Thapa et al. (2012),

mengemukakan bahwa dari sudut pandang psikologis, hubungan yang dimaksud

tidak hanya merujuk pada hubungan terhadap orang lain tapi juga hubungan

dengan diri sendiri, bagaimana kita merasakan tentang dan mengurusi diri sendiri.
24

4. Institutional Environment

Struktur sekolah yaitu fasilitas yang dimiliki sekolah tersebut memadai dari mulai

keamanan, ruangan yang memadai, dan kegiatan kulikuler dan ekstrakurikuler.

Lingkungan sekolah seperti tata letak ruang kelas, jadwal kegiatan dan tindakan

antara siswa dan guru dapat mempengaruhi perilaku dan rasa aman siswa.

Gage dan Larson (2014) mengembangkan dimensi iklim sekolah menjadi tiga

dimensi yaitu:

1. School safety adalah kenyaman dari sekolah yang ditempati meliputi aspek fisik

dan material, dan peraturan atau norma-norma dari sekolah.

2. School relationship adalah interaksi, komunikasi, dan hubungan antara guru

dengan siswa, siswa dengan siswa lainnya, dan cara siswa memandang sikap guru

dan temannya.

3. School connectedness adalah hubungan yang terjalin antara siswa dengan

ruang lingkup sekolahnya yang terbentuk dari awal masuk hingga menjadi

anggota atau bagian dari sekolah.

2.3.3 Pengukuran Iklim Sekolah

Ada beberapa pengukuran iklim sekolah, diantaranya:

1. School Social Climate Scale (Hanif & Smith dalam Bayar, 2012) berisi tiga sub

skala dengan 33 item.

2. CSCI (Comprehensive School Climate Invetory) dibuat oleh Cohen dan NSCC

(2015) yang memuat 4 aspek dengan 10 subskala. Skala ini berjumlah 70 item

pernyataan dari empat dimensi, yang terdiri dari: safety, teaching and learning,

interpersonal relationship, dan institutional environment.


25

Peneliti menggunakan alat ukur yang dibuat oleh Cohen dan NSCC (2015)

yaitu CSCI dalam penelitian ini. Karena alat ukur tersebut secara empiris sudah

valid dan sudah banyak digunakan oleh peneliti. Juga karena keempat dimensi

mampu menggambarkan keseluruhan aspek-spek dari suatu sekolah.

2.4 Kerangka Berpikir

Bullying merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi di kalangan remaja.

Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari

satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh,

minat, pola perilaku, dan juga penuh masalah-masalah. Apabila tahap-tahap

tersebut tidak terlaksana dengan baik, maka akan menimbulkan bentuk kenakalan

remaja, salah satunya bullying. Bullying menimbulkan dampak negatif terhadap

fisik dan psikis bagi pelaku maupun korban. Hasil penelitian terdahulu

mengatakan bahwa perilaku bullying akan menimbulkan kriminalitas dan

kenakalan dikemudian hari.

Perilaku bullying yang dilakukan remaja dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Salah satu faktor internal

yang dapat mempengaruhi remaja melakukan bullying adalah moral

disengagement. Moral disengagement merupakan suatu proses sosial kognitif di

mana seseorang mampu melakukan perbuatan yang buruk kepada orang lain.

Dimensi moral disemgagement meliputi cognitive restructuring, minimazing

agency, distortion of negative consequences, dan blaming/ dehumanizing the

victim. Bullying merupakan contoh tindakan tidak bermoral karena niat menyakiti

seseorang secara berulang yang berada pada posisi lemah. Pada remaja, emosi
26

mereka masih belum berada pada tahap stabil sehingga mereka masih belum

mampu mengontrol perilaku-perilaku yang dapat menyakiti orang lain.

Cognitive restructuring adalah keyakinan dan anggapan bahwa perilaku

yang merugikan merupakan hal yang wajar. Remaja yang mengganggap bahwa

perilaku bullying adalah perilaku yang wajar dan bukanlah suatu kejahatan, maka

ia akan melakukan perbuatan tersebut tanpa merasa bersalah akan menyebabkan

perilaku bullying. Minimazing agency adalah melemparkan tanggungjawab atas

tindakan negatifnya dengan menutupi kepada otoritas yang lebih besar. Remaja

yang tidak ingin disalahkan dari tanggungjawab yang seharusnya, maka ia akan

melemparkan tanggung jawab atas perilaku yang dilakukannya kepada orang lain

akan menyebabkan perilaku bullying.

Distortion of negative consequences adalah strategi yang menjauhkan diri

dari bahaya atau menekankan hasil positif dari perilaku yang merugikan. Remaja

yang tidak memperdulikan konsekuensi atas apa yang telah ia lakukan akan

menyebabkan perilaku bullying. Blaming/dehumanizing the victim adalah

anggapan bahwa seseorang pantas menerima tindakan negatif. Remaja yang

menganggap bahwa seseorang pantas menerima tindakan yang merugikan dan

menyalahkan orang lain akan menyebabkan perilaku bullying.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa moral disengagement

berkorelasi positif dengan agresivitas secara umum terhadap orang lain

(Obermann, 2011). Hymel et al. (2005) dalam penelitianya menemukan bahwa

moral disengagement memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku

bullying, itu artinya semakin tinggi moral disengagement seseorang maka


27

semakin tinggi pula terjadinya perilaku bullying. Seseorang dengan moral

disengagement yang lebih tinggi menunjukkan lebih banyak agresi termasuk

perilaku bullying dan pro-bullying (Thornberg & Jungert, 2014). Sehingga dapat

diasumsikan bahwa moral disengagement memiliki pengaruh dalam terjadinya

perilaku bullying.

Selanjutnya, faktor eksternal yang dapat mempengaruhi remaja terlibat

dalam bullying adalah iklim sekolah. Iklim sekolah merupakan pola pengalaman

orang tentang kehidupan sekolah dan mencerminkan norma, tujuan, nilai,

hubungan interpersonal, praktik belajar mengajar, dan struktur organisasi.

Dimensi iklim sekolah meliputi safety, teaching and learning, interpersonal

relationship, dan institutional environment. Iklim sekolah dapat menjadi salah

satu penyebab remaja menjadi pelaku atau korban bullying. Iklim sekolah yang

tidak mendukung perilaku bullying akan menahan perilaku tersebut untuk terjadi.

Hubungan yang mendukung antara siswa dan guru, partisipasi siswa dalam

keputusan, dan aturan yang jelas mengenai kekerasan, secara signifikan terkait

dengan tingkat bullying yang lebih rendah (Biernbaum & Lotyczewski, 2015).

Safety berkaitan dengan keamanan secara fisik maupun emosional dan

juga peraturan yang ada di suatu sekolah. Remaja yang tidak merasa aman secara

fisik dan emosi juga tidak adanya peraturan tentang kekerasan disekolah, akan

menyebabkan perilaku bullying. Teaching and learning berkaitan dengan metode

pengajaran yang bervariasi dan dukungan pembelajaran. Tidak adanya feedback

dari guru dan metode mengajar yang tidak bervariasi akan menyebabkan perilaku

bullying.
28

Interpersonal relationship berkaitan dengan interaksi, komunikasi,

hubungan dengan siswa dan guru dan saling meyikapi perbedaan. Komunikasi

yang buruk, interaksi sesama teman dan guru yang tidak baik, hubungan yang

tidak baik, serta tidak dapat menyikapi perbedaan individu akan menyebabkan

perilaku bullying. Institutional relationship berkaitan dengan rasa terhubung

dengan sekolah dan suasana sekolah. Suasana lingkungan yang buruk seperti

sekolah yang kotor dan fasilitas yang tidak memadai dan tak terawat membuat

siswa tidak nyaman dengan lingkungannya akan menyebabkan perilaku bullying.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa iklim sekolah yang positif

berkaitan dengan berkurangnya agresi dan kekerasan (Cohen, 2010). Iklim

sekolah positif akan menurunkan perilaku bullying di suatu sekolah begitupun

sebaliknya. Saarento et al. (dalam Låftman et al., 2016) menyebutkan bahwa

faktor peer contextual seperti hierarki status dan norma kelompok, dan hubungan

guru-siswa serta sikap tidak setuju guru terhadap bullying berhubungan dengan

frekuensi bullying. Selanjutnya, penelitian menunjukkan bahwa bullying lebih

sedikit terjadi di sekolah dengan kebijakan yang jelas dan adil untuk menangani

kekerasan, hubungan guru yang mendukung, partisipasi siswa dalam

pengambilan keputusan juga dalam merancang tindakan pencegahan untuk

memerangi kekerasan di sekolah (Khoury-Kassabri et al., 2004).

Moral disengagement dan iklim sekolah dijadikan elemen yang dapat

memprediksi remaja melakukan bullying khususnya pelaku. Moral disengagement

merupakan faktor internal dan iklim sekolah merupakan faktor eksternal. Dari

uraian di atas, kemudian disusun ringkasan untuk mendeskripsikan hubungan


29

antar variabel sesuai dengan judul penelitian. Alur pemikiran dari penelitian ini

diilustrasikan pada gambar 2.1 berikut:

Moral Disengagement
cognitive restructuring

minimazing agency

distortion of negative
consequences

blaming/dehumanizing
the victim

Perilaku
Bullying

Iklim sekolah
safety

teaching and learning

interpersonal
relationship

insitutional
environment

Gambar 2.1
Skema pengaruh moral disengagement dan iklim sekolah sekolah terhadap
perilaku bullying
30

2.5 Hipotesis penelitian

Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat pengaruh independen variabel yang

ditentukan terhadap dependen variabel. Independen variabel dalam penelitian ini

adalah moral disengagement (cognitive restructuring, minimazing agency,

distortion of negative consequences, dan blaming/dehumanizing the victim) dan

iklim sekolah (safety, teaching and learning, interpersonal relationship, dan

institutional environment). Sedangkan dependen variabelnya adalah bullying.

Karena penelitian ini diuji dengan analisis statistik, maka hipotesis yang

akan diuji adalah hipotesisi alternatif yang terdiri dari hipotesis mayor dan minor,

yaitu:

Hipotesis Mayor: Ada pengaruh dimensi moral disengaement (cognitive

restructuring, minimazing agency, distortion of negative connsequences, dan

blamimg or dehumanization the victim), dan dimensi iklim sekolah (safety,

teachin g and learning, interpersonal relationship, dan institutional environment)

terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.

Hipotesis Minor

Ha1: Ada pengaruh yang signifikan dimensi cognitive restructuring pada variabel

moral disengagement terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.

Ha2: Ada pengaruh yang signifikan dimensi minimazing agency pada variabel

moral disengagement terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.

Ha3: Ada pengaruh yang signifikan dimensi distortion of negative consequences

pada variabel moral disengagement terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA

di Jakarta.
31

Ha4: Ada pengaruh yang signifikan dimensi blaming/dehumanizing the victim

pada variabel moral disengagement terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA

di Jakarta.

Ha5: Ada pengaruh yang signifikan dimensi safety pada variabel iklim sekolah

terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.

Ha6: Ada pengaruh yang signifikan dimensi teaching and learning pada variabel

iklim sekolah terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.

Ha7: Ada pengaruh yang signifikan dimensi interpersonal relationship pada

variabel iklim sekolah terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.

Ha8: Ada pengaruh yang signifikan dimensi institutional environment pada

variabel iklim sekolah terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.

Tetapi pada penelitian ini hipotesis yang diuji yaitu hipotesis nihil (H 0), yaitu

“Tidak ada pengaruh yang signifikan moral disengagement dan iklim sekolah

terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.”


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah SMA di Jakarta. SMAN 3 Jakarta dipilih

secara purposive mewakili SMA di Jakarta. Dengan syarat-syarat terpilihnya

SMA tersebut:

1. Adanya kasus bullying berdasarkan kasus-kasus yang terjadi di sekolah tersebut

dari media massa dan wawancara yang peneliti lakukan dengan kepala sekolah,

guru dan siswa-siswi sekolah.

2. Mau bekerjasama untuk melakukan penelitian

Sampel penelitian adalah siswa SMAN 3 Jakarta dari kelas 10 hingga

kelas 12 dengan kriteria siswa aktif di SMAN 3 Jakarta, siswa laki-laki dan

perempuan, dan bersedia mejadi responden. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan dalam penelitian ini non-probability sampling dengan metode

accidental sampling. Sampel diambil secara aksidental dengan mengedepankan

kenyamanan dan kemudahan dalam mengakses pengambilan sampel. Sampel

yang diperoleh sebanyak 250 siswa dan 240 siswa yang memenuhi syarat.

3.2 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel terikat dan variabel

bebas.

Variabel-variabel penelitian yang akan diteliti yaitu:

1. Dependent variable (DV): Perilaku Bullying

32
33

2. Independent variabel (IV): Moral disengagement (moral disengagement yang

mengukur empat kategori cognitive restructuring, minimazing agency, distortion

of negative cosequences dan blaming/ dehumanizing the victim), dan iklim

sekolah (safety, teaching and learning, interpersonal relationship, dan

institutional environment).

Dalam mengukur variabel-variabel tersebut dibutuhkan definisi operasional agar

dapat memberikan informasi yang diperlukan untuk pengukuran. Adapun definisi

operasional yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bullying merupakan perilaku agresif atau perilaku merusak yang disengaja dan

hal tersebut terjadi berulang-ulang sepanjang waktu pada hubungan

interpersonal yang memiliki kekuatan yang. Perilaku bullying terbagi menjadi

3 dimensi, yaitu bullying verbal; bullying fisik; dan bullying non-verbal/non-

fisik (Olweus, 1993).

2. Moral Disengagement adalah suatu proses sosial kognitif di mana seseorang

mampu melakukan perbuatan yang buruk kepada orang lain. Dimensi moral

disengagement meliputi: cognitive restructuring; minimazing agency;

distortion of negative consequences; dan blaming/dehumanizing the victim

(Hymel et al., 2005). Yang akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Cognitive restructuring mengacu pada keyakinan dan anggapan yang

berfungsi untuk membingkai perilaku yang merugikan secara positif melalui

moral justification, euphemistic labeling, dan adventagous comparisons.


34

b. Minimazing agency mengacu pada strategi kognitif yang menggantikan atau

menyebar tanggungjawab atas tindakan negatif dengan menutupi

tanggungjawab pribadi terhadap otoritas yang lebih besar.

c. Distortion of negative consequences melibatkan strategi yang membantu

untuk menjauhkan diri dari bahaya atau untuk menekankan hasil positif

daripada hasil negatif yang terkait dengan perilaku.

d. Blaming/dehumanizing the victim meliputi dehumanization atau

dehumanisasi dan attribution of blame.

3. Iklim sekolah merupakan pola pengalaman orang tentang kehidupan sekolah

dan mencerminkan norma, tujuan, nilai, hubungan interpersonal, praktik

belajar mengajar, dan struktur organisasi. Iklim sekolah terdiri atas 4 dimensi

yaitu safety, teaching and learning, interpersonal relationship, dan

institutional environment (Cohen, 2010).

a. Safety berkaitan dengan keamanan secara fisik maupun emosional dan juga

peraturan yang ada di suatu sekolah.

b. Teaching and learning berkaitan dengan metode pengajaran dan yang

bervariasi dan dukungan pembelajaran.

c. Interpersonal relationship berkaitan dengan interaksi, komunikasi, hubungan

siswa dengan guru, dan saling menyikapi perbedaan.

d. Institutional environment berkaitan dengan rasa terhubung dengan sekolah

dan suasana sekolah.


35

3.3 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data berupa skala bullying, moral disengagement, dan

iklim sekolah. Untuk model skala, peneliti menggunakan model skala likert,

dimana variabel penelitian dijadikan sebagai titik tolak penyusunan item-item

instrumen. Jawaban dari setiap instrumen ini terdiri dari empat kategori jawaban,

yaitu “Sangat Sering” (SS), “Sering” (S), “Jarang” (J), “Tidak Pernah” (TP).

Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pemusatan (central

tendency) atau menghindari jumlah respon yang bersifat netral. Model ini terdiri

dari pernyataan yang mendukung aspek (favourable) dan pernyataan yang tidak

mendukung (unfavourable). Adapun penskoran dapat dilihat di tabel 3.1.

Tabel 3.1 Proporsi Nilai Skala


Pilihan Pernyataaan
Favourable Unfavourable
Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak Setuju 2 3
Sangat Tidak Setuju 1 4

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga alat

ukur, yaitu: alat ukur perilaku bullying, alat ukur moral disengagament dan alat

ukur iklim sekolah.

3.3.1 Perilaku Bullying

Instrumen pengumpulan data yang digunakan Olweus Bully/Victim Questionnaire

(OBVQ) yang dikembangkan oleh Gonçalves et al. (2016). Alat ukur ini

mengukur tiga dimensi meliputi: bullying verbal, bullying fisik, dan bullying non-

verbal/non-fisik.
36

Tanggapan untuk setiap item dari skala bullying tersebut dijumlahkan

untuk membuat skor keseluruhan dari bullying. Adapun blue print skala bullying

dijelaskan dalam tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.2. Blue print skala bullying

No Bentuk Indikator Item ∑

Menggoda, mencela, mengejek, menyebar


7, 8, 9, 11,
gosip, dan memanggil nama dengan
1. Bullying verbal 12, 13, 19, 8
julukan.
20

Memukul, mendorong, menendang,


1, 2, 4, 5, 6,
2. Bullying fisik menjepit, atau menahan yang lain dengan 8
14, 22
kontak fisik, dan merusak barang.

Membuat wajah atau isyarat kotor, 3, 10, 15,


Bullying non-verbal/non-
3. mengancam, sengaja mengecualikan 16, 17, 18, 8
fisik
seseorang dari satu kelompok, atau 21, 23
menolak mematuhi permintaan orang lain.

Total 23

3.3.2 Moral Disengagement

Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah skala Moral Disengagement

Scale (MDS) yang disusun oleh Hymel et al. (2005). Alat ukur ini mengukur

empat dimensi meliputi: cognitive restructuring, minimazing agency, distortion of

negative consequences, dan blaming/dehumanizing the victim.

Tanggapan untuk setiap item dari skala bullying tersebut dijumlahkan

untuk membuat skor keseluruhan dari moral disengagement. Adapun blue print

skala moral disengagement dijelaskan dalam tabel 3.3 berikut ini:


37

Tabel 3.3. Blue print skala moral disengagement


Item ∑
No Dimensi Indikator
Fav Unfav

Cognitive
1. Menganggap bullying adalah wajar 1, 3, 4, 5 2
restructuring 5

Melemparkan tanggung jawab terjadinya


Minimazing
2. bullying kepada orang lain/orang yang
agency 6, 7, 8 3
memeliki otoritas

Distortion of
3. negative Mengabaikan akibat dari perilaku bullying 9, 10, 11, 4
-
consequences 12

Blaming/
Menyalahkan korban dan menganggap 13, 14, 15,
4. dehumanizing the - 6
bullying terjadi karena mereka sendiri (korban) 16, 17, 18
victim

18
Total

3.3.3 Iklim sekolah

Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah Comprehensive School

Climate Inventory (CSCI) oleh NSCC (2015). Alat ukur mengukur empat dimensi

meliputi: safety, teaching and learning, interpersonal relationships, dan

institutional environment.

Tanggapan untuk setiap item dari skala bullying tersebut dijumlahkan

untuk membuat skor keseluruhan dari bullying. Adapun blueprint skala iklim

sekolah dijelaskan dalam tabel 3.4 berikut ini:


38

Tabel 3.4 Blue print skala Iklim sekolah


Item
No. Dimensi Indikator ∑
Fav Unfav
1, 2, 3, 4,
Terdapat aturan yang jelas tentang 5, 6, 8, 7, 9, 11,
1. Safety bullying, merasa aman dari ancaman 10, 15, 12, 13, 14, 20
fisik, dan merasa aman dari ejekkan, 16, 17, 18, 19
godaan, dan pengucilan 20

21, 22,
23, 24,
Praktik pengajaran yang suportif, 25, 26,
dukungan untuk pengambilan resiko 27, 28,
Teaching and dan berpikir mandiri, tantangan 29, 30,
2. - 19
Learning akademis, perhatian tiap individu, 31, 32,
dan dukungan untuk 33, 34,
mengembangkan pengetahuan 35, 36,
37, 38,
39

40, 41,
42, 43,
44, 45,
Saling menghargai perbedaan
46, 47,
Interpersonal individual, perhatian pribadi 17
3. 48, 49, -
Relationship terhadap masalah siswa, hubungan
50, 51,
yang mendukung dari teman sebaya
52, 53,
54, 55,
56

57, 58,
59, 60,
Berpartisipasi dalam dalam
61, 62,
Institutional kehidupan sekolah bagi siswa, guru,
4. 63, 64, 69 14
Environment dan keluarga, kebersihan, fasilitas
65, 66,
yang memadai.
67, 68,
70

Total 70

3.4 Uji Validitas Konstruk


Untuk menguji validitas konstruk setiap item maka peneliti melakukan uji

validitas menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis) dengan software

LISREL 8.7. yang bertujuan untuk mengetahui apakah setiap item pada variabel
39

valid dalam mengukur apa yang hendak diukur. Adapun logika CFA sebagai

berikut menurut Umar (dalam Alawiyah, 2015):

1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan

secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk

mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran

terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-

itemnya.

2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga tiap

subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subtes

bersifat unidimensional.

3. Dengan data yang tersedia, dapat diestimasi matriks korelasi antar item yang

seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini

disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris,

yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka

tentunya tidak ada perbedaan antara matriks ∑ dan matriks S, atau bisa juga

dinyatakan dengan ∑ - S = 0.

4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi

square. Jika hasil chi square tidak signifikan (p > 0,05), maka hipotesis nihil

tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat

diterima bahwa item ataupun sub tes instrument hanya mengukur satu faktor

saja.

5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau

tidak mengukur apa yang hendak di ukur, dengan menggunakan t-test. Jika
40

hasil t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sebaiknya item yang demikian di drop.

Dalam penelitian kali ini, peneliti menggunakan taraf kepercayaan 95%

sehingga item yang dikatakan signifikan adalah item yang memiliki t-value

lebih dari 1,96 (t > 1,96).

6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan

faktornya negatif, maka item tersebut harus di drop. Sebab hal ini tidak sesuai

dengan sifat item, yang bersifat positif (favorable).

Jika langkah-langkah diatas telah dilakukan, maka diperoleh item-item

yang valid untuk mengukur apa yang hendak diukur. Dalam penelitian ini, penulis

tidak menggunakan raw score/skor mentah (hasil menjumlahkan skor item). Item-

item inilah yang diolah untuk mendapatkan faktor skor pada tiap skala. Dengan

demikian perbedaan kemampuan masing-masing item dalam mengukur apa yang

hendak diukur ikut menentukan dalam menghitung faktor skor (True score). True

score inilah yang dianalisis dalam penelitian ini.

Untuk kemudahan didalam penafsiran hasil analisis maka penulis

mentransformasikan faktor skor yang diukur dalam skala baku (Z score) menjadi

T score yang memiliki mean = 50 dan standar deviasi (SD) = 10 sehingga tidak

ada responden yang mendapat skor negatif. Adapun rumus T (Umar, 2011) score

adalah:

T score = (10 x skor faktor) + 50


41

3.4.1 Uji Validitas Perilaku Bullying

Peneliti menguji apakah 23 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item

tersebut benar-benar hanya mengukur bullying. Dari hasil awal analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-

Square=1228.27, df=230, P-value=0.00000 dan RMSEA=0.135. Namun, setelah

dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran di beberapa

item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan

Chi-Square=172.57, df=144, P-value = 0.05240 dan RMSEA=0.029. Artinya

model satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor

saja yaitu bullying.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga

sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item bullying dapat dilihat pada tabel

3.5

Tabel 3.5
Muatan faktor item bullying
No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig
1 0.64 0.06 11.27 
2 0.48 0.06 8.15 
3 0.70 0.06 12.06 
4 0.56 0.06 9.51 
5 0.61 0.06 4.82 
6 0.31 0.06 9.92 
7 0.55 0.06 9.46 
8 0.67 0.06 11.29 
9 0.63 0.06 10.44 
10 0.51 0.06 8.54 
11 0.60 0.06 9.93 
12 0.69 0.05 12.63 
13 0.51 0.06 8.29 
42

No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig


14 0.86 0.05 15.77 
15 0.38 0.06 6.04 
16 0.47 0.06 8.18 
17 0.65 0.06 11.33 
18 0.20 0.07 2.90 
19 0.56 0.06 9.84 
20 0.60 0.06 9.66 
21 0.40 0.06 6.25 
22 0.68 0.06 11.59 
23 0.32 0.06 5.13 

Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan tabel 3.5 terlihat bahwa seluruh item yang mengukur bullying

signifikan, 23 item yang signifikan dengan t>1.96 dan bertanda positif. Artinya,

berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang di drop.

3.4.2 Uji Validitas Cognitive Restructuring

Peneliti menguji apakah 5 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item

tersebut benar-benar hanya mengukur cognitive restructuring. Dari hasil awal

analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan

Chi-Square=39.93, df=5, P-value=0.00000 dan RMSEA=0.171. Namun, setelah

dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran di beberapa

item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan

Chi-Square=3.38, df=3, P-value = 0.33709 dan RMSEA=0.023. Artinya model

satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja

yaitu cognitive restructuring.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga
43

sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item cognitive restructuring dapat

dilihat pada tabel 3.6

Tabel 3.6
Muatan faktor item cognitive restructuring
No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig
1 0.74 0.06 11.63 
2 0.37 0.07 5.13 
3 0.54 0.07 7.06 
4 0.78 0.06 12.42 
5 0.75 0.06 11.89 
Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan tabel 3.6 terlihat bahwa seluruh item yang mengukur cognitive

restructuring signifikan, 5 item yang signifikan dengan t>1.96 dan bertanda

positif. Artinya, berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang di drop.

3.4.3 Uji Validitas Minimizing Agency

Peneliti menguji apakah 3 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item

tersebut benar-benar hanya mengukur minimizing agency. Dari hasil awal analisis

CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata fit dengan Chi-

Square=0.00, df=0, P-value=1.00000 dan RMSEA=0.00. Artinya model satu

faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu

minimizing agency.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga

sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item minimizing agency dapat dilihat

pada tabel 3.7


44

Tabel 3.7
Muatan faktor item minimizing agency

No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig


1 0.73 0.07 10.12 
2 0.73 0.07 10.9 
3 0.60 0.07 8.64 
Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan tabel 3.7 terlihat bahwa seluruh item yang mengukur

minimazing agency signifikan, 3 item yang signifikan dengan t>1.96 dan

bertanda positif. Artinya, berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang di

drop.

3.4.4 Uji Validitas Distortion of Negative Consequences

Peneliti menguji apakah 4 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item

tersebut benar-benar hanya mengukur distortion of negative consequences. Dari

hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak

fit dengan Chi-Square=27.11, df=2, P-value=0.00000 dan RMSEA=0.229.

Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan

pengukuran di beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka

diperoleh model fit dengan Chi-Square=0.02, df=1, P-value = 0.89830 dan

RMSEA=0.000. Artinya model satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item

hanya mengukur satu faktor saja yaitu distortion of negative consequences.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga
45

sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item distortion of negative consequences

dapat dilihat pada tabel 3.8

Tabel 3.5.4
Muatan faktor item distortion of negative consequences

No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig


1 0.38 0.07 5.46 
2 0.67 0.06 10.43 
3 0.83 0.06 13.19 
4 0.76 0.06 11.99 
Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan tabel 3.8 terlihat bahwa seluruh item yang mengukur distortion

of negative consequences signifikan, 4 item yang signifikan dengan t>1.96 dan

bertanda positif. Artinya, berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang di

drop.

3.4.5 Uji Validitas Blaming/ Dehumanizing the Victim

Peneliti menguji apakah 5 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item

tersebut benar-benar hanya mengukur blaming/ dehumanizing the victim. Dari hasil

awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit

dengan Chi-Square=22.67, df=9, P-value=0.00699 dan RMSEA=0.080. Namun,

setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran di

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square=9.45, df=7, P-value = 0.22166 dan RMSEA=0.038. Artinya

model satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor

saja yaitu blaming/ dehumanizing the victim.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
46

muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga

sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item blaming/ dehumanizing the victim

dapat dilihat pada tabel 3.9

Tabel 3.9
Muatan faktor item blaming/dehumanizing the victim

No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig


1 0.31 0.07 4.24 
2 0.75 0.06 11.62 
3 0.66 0.07 10.06 
4 0.57 0.07 8.43 
5 0.41 0.07 5.63 
6 0.61 0.07 8.90 
Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan tabel 3.9 terlihat bahwa seluruh item yang mengukur blaming/

dehumanizing the victim signifikan, 5 item yang signifikan dengan t>1.96 dan

bertanda positif. Artinya, berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang di

drop.

3.4.6 Uji Validita Safety

Peneliti menguji apakah 20 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item

tersebut benar-benar hanya mengukur safety. Dari hasil awal analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-

Square=1512.01, df=170, P-value=0.00000 dan RMSEA=0.182. Namun, setelah

dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran di beberapa

item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan

Chi-Square=113.99, df=91, P-value = 0.058187 dan RMSEA=0.033. Artinya

model satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor

saja yaitu safety.


47

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga

sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item safety dapat dilihat pada tabel 3.10

Tabel 3.10
Muatan faktor item safety.

No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig


1 0.64 0.06 10.13 
2 0.68 0.06 11.04 
3 0.52 0.07 7.88 
4 0.79 0.06 13.62 
5 0.72 0.06 12.05 
6 0.63 0.06 10.08 
7 0.22 0.07 3.06 
8 0.24 0.07 3.53 
9 0.19 0.07 2.70 
10 0.32 0.07 4.72 
11 0.17 00.7 2.52 
12 0.37 0.07 5.24 
13 0.37 0.07 5.38 
14 0.35 0.07 5.05 
15 0.38 0.07 5.83 
16 0.40 0.07 5.97 
17 0.41 0.07 6.31 
18 0.23 0.07 3.41 
19 0.35 0.07 5.14 
20 -0.30 0.07 -4.33 X
Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan tabel 3.10 terlihat bahwa 20 item yang mengukur safety

signifikan, 19 item yang signifikan dengan t>1.96 dan bertanda positif. Artinya,

berdasarkan hasil pengujian ini ada 1 item yang di drop dengan t<1.96.

3.4.7 Uji Validitas Teaching and Learning

Peneliti menguji apakah 19 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item

tersebut benar-benar hanya mengukur teaching and learning. Dari hasil awal

analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
48

Chi-Square=1082.05, df=152, P-value=0.00000 dan RMSEA=0.160. Namun,

setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran di

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square=126.08, df=104, P-value = 0.06946 dan RMSEA=0.030.

Artinya model satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur

satu faktor saja yaitu teaching and learning.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga

sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item teaching and learning dapat dilihat

pada tabel 3.11

Tabel 3.11
Muatan faktor item teaching and learning

No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig


1 0.49 0.06 8.01 
2 0.54 0.06 8.90 
3 0.51 0.06 8.26 
4 0.55 0.06 9.22 
5 0.30 0.06 4.64 
6 0.53 0.06 8.60 
7 0.65 0.06 10.99 
8 0.61 0.06 10.20 
9 0.76 0.06 13.35 
10 0.63 0.06 10.56 
11 0.68 0.06 11.38 
12 0.78 0.06 14.05 
13 0.74 0.06 12.92 
14 0.74 0.06 13.30 
15 0.69 0.06 12.00 
16 0.78 0.06 13.99 
17 0.81 0.05 14.68 
18 0.67 0.06 11.69 
19 0.44 0.06 7.20 
Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)
49

Berdasarkan tabel 3.11 terlihat bahwa seluruh item yang mengukur teaching

and learning signifikan, 19 item yang signifikan dengan t>1.96 dan bertanda

positif. Artinya, berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang di drop.

3.4.8 Uji Validitas Interpersonal Relationship

Peneliti menguji apakah 17 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item

tersebut benar-benar hanya mengukur interpersonal relationship. Dari hasil awal

analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan

Chi-Square=1142.14, df=119, P-value=0.00000 dan RMSEA=0.190. Namun,

setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran di

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square=97.03, df=77, P-value = 0.06121 dan RMSEA=0.033. Artinya

model satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor

saja yaitu interpersonal relationship.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga

sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item interpersonal relationship dapat

dilihat pada tabel 3.12

Tabel 3.12
Muatan faktor item interpersonal relationship

No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig


1 0.51 0.06 8.03 
2 0.41 0.06 6.57 
3 0.73 0.06 12.92 
4 0.76 0.06 13.66 
5 0.78 0.05 14.22 
50

No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig


6 0.82 0.06 14.30 
7 0.47 0.06 7.71 
8 0.72 0.06 12.70 
9 0.78 0.06 14.19 
10 0.63 0.06 10.54 
11 0.80 0.06 14.43 
12 0.58 0.06 9.42 
13 0.42 0.07 6.34 
14 0.41 0.06 6.45 
15 0.52 0.06 8.44 
16 0.32 0.06 4.93 
17 0.45 0.06 7.32 
Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan tabel 3.12 terlihat bahwa 17 item yang mengukur interpersonal

relationship signifikan, 17 item yang signifikan dengan t>1.96 dan bertanda

positif. Artinya, berdasarkan hasil pengujian ini tidak ada item yang di drop.

3.4.9 Uji Validitas Institutional Environment

Peneliti menguji apakah 14 item yang bersifat unidimensional, artinya item-item

tersebut benar-benar hanya mengukur institutional environment. Dari hasil awal

analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan

Chi-Square=775.89, df=77, P-value=0.00000 dan RMSEA=0.195. Namun, setelah

dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran di beberapa

item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan

Chi-Square=54.58, df=91, P-value = 0.06196 dan RMSEA=0.039. Artinya model

satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja

yaitu institutional environment.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

muatan faktor, jika nilai t>1,96, maka item tersebut signifikan dan begitu juga
51

sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item institutional environment dapat

dilihat pada tabel 3.13

Tabel 3.13
Muatan faktor item institutional environment.
No. Item Koefisien Std. Error T-Value Sig
1 0.51 0.07 7.88 
2 0.54 0.07 8.17 
3 0.69 0.06 11.42 
4 0.63 0.06 10.08 
5 0.56 0.06 8.78 
6 0.54 0.07 8.04 
7 0.58 0.06 9.29 
8 0.76 0.06 12.60 
9 0.65 0.06 11.22 
10 0.55 0.06 9.55 
11 1.00 0.07 15.44 
12 0.60 0.06 10.57 
13 -0.09 0.05 -1.65 X
14 0.63 0.06 10.80 
Keterangan : V= signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan tabel 3.13 terlihat bahwa 14 item yang mengukur institutional

environment. signifikan, 13 item yang signifikan dengan t>1.96 dan bertanda

positif. Artinya, berdasarkan hasil pengujian ini ada 1 item yang di drop dengan

t<1.96.

3.5 Metode Analisis Data


Dalam rangka menguji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan metode analisis

regresi berganda yaitu suatu metode untuk menguji signifikan atau tidaknya

pengaruh dari sekumpulan variabel indipenden terhadap variabel dependen.

Adapun persamaan umum analisis regresi berganda ini yaitu:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 +e


Keterangan:
Y = bullying
a = koefisien
b = koefisien regresi untuk masing-masing X
52

X1 = cognitive restructuring
X2 = minimizing agency
X3 = distortion of negative consequences
X4 = blaming/dehumanizing the victim
X5 = safety
X6 = teaching and learning
X7 = interpersonal relationship
X8 = institutional environment
e = residu
Adapun data yang dianalisis dengan persamaan diatas adalah hasil dari

pengukuran yang sudah ditransformasi ke dalam true score. Dalam hal ini, true

score adalah faktor yang dihitung dengan menggunakan software SPSS dengan

menggunakan item yang valid. Tujuan dari true score adalah agar koefisien

regresi tidak mengalami atenuasi atau underestimated (koefisien regresi yang

terhitung lebih rendah dari yang seharusnya sehingga tidak signifikan).

Dalam analisis regresi berganda, besarnya proporsi varians resiliensi yang

dipengaruhi oleh bervariasinya seluruh IV bisa diukur dengan rumus R², dimana:

jumlah kuadrat regresi SSreg


R2 = =
jumlah kuadrat total SSy

Keterangan:

R² : koefisien determinan berganda

SS reg : jumlah kuadrat regresi

SS y : jumlah kuadrat dari variable y

Selanjutnya R² dapat diuji signifikan atau tidak dengan uji F (F test), adapun

rumus uji F adalah sebagai berikut:

𝑅2 /𝑘
𝐹=
(1 − 𝑅2 )/(𝑁 − 𝑘 − 1)
53

Dimana k adalah jumlah independent variabel dan N adalah jumlah sampel.

Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah variabel-variabel

independent yang diujikan memiki pengaruh yang signifikan atau tidak terhadap

dependent variabel.
BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Subjek Penelitian

Sampel dalam penelitian ini sebanyak 240 siswa-siswi kelas 10,11, dan 12 SMAN

3 Jakarta dengan karakteristik sampel yang diuraikan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1
Karakteristik Sampel (N= 240)
Karakteristik Sampel n (%)

Usia
13 – 15 tahun 63 (26.3)
16 – 18 tahun 177 (73.8)
Jenis Kelamin
Laki-laki 101 (42.1)
Perempuan 139 (57.9)
Status Orangtua
Menikah 201 (83.7)
Bercerai Menikah 25 (10.4)
Bercerai Meninggal 14 (5.9)
Tinggal dengan Orangtua
Ya 229 (95.4)
Tidak 11 (4.6)
Penghasilan Orangtua
<1.000.000 4 (1.7)
1.000.000 – 5.000.000 41 (17.1)
5.000.000 – 10.000.000 75 (31.3)
10.000 – 15.000.000 52 (21.7)
>15.000.000 68 (28.3)
Teman Kelompok
Tidak memiliki 15 (6.3)
1 – 3 orang 24 (10.0)
4 – 6 orang 68 (28.3)
>6 orang 133 (55.4)

Dari hasil persentase data yang ada pada tabel diatas, diketahui bahwa sebesar

73.8% yang menjadi responden penelitian berada pada rentang usia 16 – 18 tahun.

Begitu juga dengan jenis kelamin responden terbanyak adalah perempuan sebesar

57.9%. Status orangtua terbanyak adalah menikah sebesar 83.7%. Sebagian besar

responden 95.4% tinggal bersama orangtua mereka. Responden sebesar 31.3%

mempunyai rata-rata penghasilan orangtua sebesar 5.000.000 – 10.000.000.


54
55

Sebagian besar responden sebesar 55.4% memiliki teman kelompok lebih dari 6

orang.

4.2 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian

Sebelum dilakukan uji hipotesis, peneliti melakukan analisis deskriptif bertujuan

untuk menganalisis sejumlah data yang dikumpulkan dalam penelitian guna

memperoleh gambaran mengenai suatu variabel, dapat dilihat pada tabel 4.2

berikut.

Dari tabel 4.2 berikut dapat diketahui bahwa jumlah subjek penelitian

sebanyak 240 orang. Skor tertinggi berada pada bullying yaitu sebesar 92.93 dan

skor terendah berada pada dimensi institutional environement 12.70. Dependen

variable yaitu bullying memiliki skor terendah 36.06 dan skor tertinggi 92.93.

Variabel cognitive restructuring memiliki skor terendah 36.47 dan skor tertinggi

79.01. Variabel minimizing agency memiliki skor terendah 27.33 dan skor

tertinggi 66.79. Variabel distortion of negative consequences memiliki skor

terendah 34.99 dan skor tertinggi 74.08. Variabel blaming/dehumanizing the

victim memiliki skor terendah 30.09 dan skor tertinggi 69.71. Variabel safety

memiliki skor terendah 21.30 dan skor tertinggi 76.26. Variabel teaching and

learning memiliki skor 17.47 terendah dan skor tertinggi 75.29. Variabel

interpersonal relationship memiliki skor terendah 15.15 dan skor tertinggi 73.06.

Variabel institutional environment memiliki skor terendah 12.70 dan skor

tertinggi 70.72.
56

Tabel 4.2
Deskriptif Statistik Variabel Penelitian (N = 240)
Variabel Range Skor
Mean Std. Deviation
Minimum Maksimum
Bullying 36.06 92.93 49.9999 9.40944
Cognitive Restructuring 36.47 79.01 50.0007 8.94041
Minimazing Agency 27.33 66.79 50.0000 8.25874
Distortion of Negative 34.99 74.08
Consequences 50.0001 8.69334
Blaming/dehumanizing the 30.09 69.71
Victim 50.0000 8.51647
Safety 21.30 76.26 50.0002 9.13560
Teaching and Learning 17.47 75.29 50.0000 9.59682
Interpersonal Relationship 15.15 73.06 49.9997 9.52216
Institutional Environement 12.70 70.72 49.9993 9.31924

4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian

Kategori variabel bertujuan untuk menempatkan individu kedalam kelompok-

kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan

atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari rendah ke tinggi

yang akan penulis gunakan dalam kategorisasi variabel penelitian. Norma

kategorisasi skor dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3
Pedoman Kategorisasi Skor
Kategorisasi Norma
Rendah X < Mean – SD
Sedang Mean – SD ≤ X ≤ Mean + SD
Tinggi X > Mean + SD

Setelah norma kategorisasi tersebut didapatkan, selanjutnya akan

dijelaskan perolehan nilai persentase kategorisasi untuk variabel perilaku

bullying, cognitive restructuring, minimazing agency, distortion of negative

conseqeunces, blaming/dehumanizing the victim, safety, teaching and learning,

interpersonal relationship, dan institutional environement pada tabel 4.4 berikut:


57

Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel
Frekuensi (%)
Variabel
Rendah Sedang Tinggi
Bullying 28 (11.7%) 183 (76.3%) 29 (12.1%)
Cognitive Restructuring 46 (19.2%) 158 (65.8%) 36 (15.0%)
Minimazing Agency 18 (7.5%) 196 (81.7%) 26 (10.8%)
Distortion of Negative Consequences 37 (15.4%) 172 (71.7%) 31 (12.9%)
Blaming/dehumanizing the Victim 28 (11.7%) 183 (76.3%) 29 (12.1%)
Safety 30 (12.5%) 174 (72.5%) 36 (15.0%)
Teaching and Learning 33 (13.8%) 176 (73.3%) 31 (12.9%)
Interpersonal Relationship 24 (10.0%) 184 (76.7%) 33 (13.8%)
Institutional Environment 28 (11.7%) 179 (74.6%) 33 (13.8%)

Berdasarkan tabel 4.4, variabel perilaku bullying siswa cenderung tinggi.

Selanjutnya, cognitive retsructuring siswa cenderung rendah. Minimazing agency

cenderung tinggi. Distortion of negative conseqeuneces cenderung rendah.

Blaming/dehumanizing the victim cenderung tinggi. Safety cenderung tinggi.

Teaching and learning cenderung rendah. Interpersonal relationship cenderung

tinggi. Institutional environment cenderung tinggi.

4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian

4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian

Pada tahapan ini teknik yang digunakan dalam penelitian adalah analisis regresi

berganda menggunakan software SPSS 17.0. Dalam regresi ada tiga hal yang

perlu dilihat, yaitu melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen (%)

varians dependent variable (DV) yang dijelaskan oleh independent variable (IV).

Tabel R square, dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5
Analisis Regresi Moral Disengagement, Iklim Sekolah terhadap Perilaku
Bullying pada Pelajar SMA di Jakarta

Std. Error of the


Model R R Square Adjusted R Square Estimate
58

Std. Error of the


Model R R Square Adjusted R Square Estimate
1 .553a .306 .282 7.973
a. Predictors: (Constant), INST_E, BLAMINGDV, MINIMAZING_A, SAFETY,
COGNITIVER, INTERPERSONALR, DISTORTIONNC, TEACHINGAL

Dari tabel 4.5, dapat dilihat bahwa perolehan R-square sebesar .306 atau

30.6%. Artinya kontribusi perilaku bullying yang dapat dijelaskan moral

disengagement (cognitive restructuring, minimizing agency, distortion of negative

consequences, blaming/dehumanizing the victim) dan iklim sekolah (safety,

teaching and learning, interpersonal relationship, dan institutuional environment)

sebesar 30.6%, sedangkan 69.4% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar

penelitian ini.

Kedua, uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing

koefisien regresi. Peneliti melihat apakah seluruh independent variable

berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable. Adapun hasil uji F

dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6
Tabel ANOVA Pengaruh Keseluruhan Moral Disengagement, Iklim Sekolah
terhadap Perilaku Bullying pada Pelajar SMA di Jakarta
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 6477.744 8 809.718 12.739 .000 a
Residual 14682.713 231 63.562
Total 21160.457 239
a. Predictors: (Constant), INST_E, BLAMINGDV, MINIMAZING_A, COGNITIVER,
INTERPERSONALR, DISTORTIONNC, TEACHINGAL
b. Dependent Variable: BULLYING

Jika dilihat pada bagian kolom sig pada tabel 4.6 di atas, dapat diketahui nilai

(p < 0.05), maka hipotesis nihil mayor yang menyatakan tidak ada pengaruh yang

signifikan dari seluruh independent variable moral disengagement (cognitive

restructuring, minimizing agency, distortion of negative consequences,


59

blaming/dehumanizing the victim) dan iklim sekolah (safety, teaching and

learning, interpersonal relationship, dan institutuional environment) terhadap

perilaku bullying ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari variabel

moral disengagement (cognitive restructuring, minimizing agency, distortion of

negative consequences, blaming/dehumanizing the victim) dan iklim sekolah

(safety, teaching and learning, interpersonal relationship, dan institutuional

environment) terhadap perilaku bullying.

Ketiga, untuk melihat persamaan regresi yang digunakan untuk melihat

prediksi besaran tingkat perilaku bullying jika variabel independennya diketahui.

Peneliti melihat koefisien regresi setiap independent variable yang disajikan pada

tabel 4.7. Jika nilai t > 1.96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti

bahwa tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku bullying pada

pelajar SMA. Dapat dilihat juga apakah dari delapan independent variable (minor)

berpengaruh secara positif atau negatif dan signifikan terhadap dependent

variable.

Tabel 4.7
Tabel Koefisien Regresi Moral Disengagement, Iklim Sekolah terhadap
Perilaku Bullying pada Pelajar SMA di Jakarta
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta T Sig.
(Constant) 24.909 6.701 3.717 .000
COGNITIVER .328 .075 .312 4.403 .000
MINIMAZING_A .083 .064 .073 1.311 .191
DISTORTIONNC .075 .082 .069 0.908 .365
BLAMINGDV .184 .079 .167 2.346 .020
SAFETY -.163 .074 -.158 -2.185 .030
TEACHINGAL .119 .080 .122 1.491 .137
INTERPERSONALR -.129 .080 -.131 -1.616 .107
INST_E .003 .072 .003 0.048 .962
60

Berdasarkan tabel 4.7 di atas, dapat disimpulkan persamaan regresinya


sebagai berikut.
Bullying = 24.909 + 0.328 cognitive restructuring + 0.083 minimazing agency +
0.075 distortion of negative consequences + 0.184
blaming/dehumanizing the victim – 0.163 safety + 0.119 teaching and
learning – 0.129 interpersonal relationship + 0.003 institution
environment.

Untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan

dapat dilihat pada nilai sig pada kolom di atas, jika sig < 0.05 maka koefisien

regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap bullying dan sebaliknya.

Dari hasil di atas terdapat tiga variabel yang signifikan pengaruhnya terhadap

bullying, yaitu cognitive restructuring, blaming/dehumanizing the victim dan

safety sedangkan sisanya tidak signifikan. Hal ini menyatakan dari delapan

hipotesis minor terdapat tiga yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien

regresi yang diperoleh pada masing-masing independent variable (IV) adalah

sebagai berikut:

1. Nilai koefisien regresi sebesar 0.328 dengan nilai sig sebesar 0.000 (sig <

0.05), yang berarti bahwa H01 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang

signifikan dari cognitive restructuring terhadap perilaku bullying “ditolak”.

Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari cognitive restructuring terhadap

perilaku bullying. Koefisien bertanda positif artinya semakin tinggi cognitive

restructuring, maka semakin tinggi pula perilaku bullying.

2. Nilai koefisien regresi sebesar 0.83 dengan nilai sig sebesar 0.191 (sig > 0.05),

yang berarti bahwa H02 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan

dari minimazing agency terhadap perilaku bullying “diterima”. Dapat diartikan


61

bahwa minimazing agency tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

perilaku bullying.

3. Nilai koefisien regresi sebesar 0.075 dengan nilai sig sebesar 0.365 (sig >

0.05), yang berarti bahwa H03 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang

signifikan dari distortion of negative consequences terhadap perilaku bullying

“diterima”. Dapat diartikan bahwa distortion of negative conseqeunces tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku bullying.

4. Nilai koefisien regresi sebesar 0.184 dengan nilai sig sebesar 0.020 (sig <

0.05), yang berarti berarti bahwa H04 yang menyatakan tidak ada pengaruh

yang signifikan dari blaming/dehumanizing the victim terhadap perilaku

bullying “ditolak”. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari

blaming/dehumanizing the victim terhadap perilaku bullying. Koefisien

bertanda positif artinya semakin tinggi blaming/dehumanizing the victim,

maka semakin tinggi pula perilaku bullying.

5. Nilai koefisien regresi sebesar -0.163 dengan nilai sig sebesar 0.030 (sig <

0.05), yang berarti bahwa H05 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang

signifikan dari safety terhadap perilaku bullying “ditolak”. Artinya, ada

pengaruh yang signifikan dari safety terhadap perilaku bullying. Koefisien

bertanda negatif artinya semakin rendah safety, maka semakin tinggi perilaku

bullying.

6. Nilai koefisien regresi sebesar 0.163 dengan nilai sig sebesar 0.137 (sig >

0.05), yang berarti bahwa H06 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang

signifikan dari teaching and learning terhadap perilaku bullying “diterima”.


62

Dapat diartikan bahwa teaching and learning tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap perilaku bullying.

7. Nilai koefisien regresi sebesar -0.129 dengan nilai sig sebesar 0.107 (sig >

0.05), yang berarti bahwa H07 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang

signifikan dari interpersonal relationship terhadap perilaku bullying

“diterima”. Dapat diartikan bahwa interpersonal relationship tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku bullying.

8. Nilai koefisien regresi sebesar 0.003 dengan nilai sig sebesar 0.962 (sig >

0.05), yang berarti bahwa H08 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang

signifikan dari institutional environment terhadap perilaku bullying

“diterima”. Dapat diartikan bahwa institutional environment tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku bullying.

4.4.2 Pengujian Proporsi Varian Pada Setiap Variabel

Selanjutnya, dianalisa juga bagaimana penambahan proporsi varians dari tiap

independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV).

Tabel 4.8
Proporsi Varians Moral Disengagement, Iklim Sekolah terhadap Perilaku
Bullying pada Pelajar SMA di Jakarta
Std. Change Statistics
Error of R
R Adjusted the Square F Sig. F
Model R Square R Square Estimate Change Change df1 df2 Change
1 .484 .234 .231 8.253 .234 72.702 1 238 .000
2 .486 .236 .230 8.258 .002 .713 1 237 .399
3. .511 .261 .251 8.142 .024 7.793 1 236 .006
4. .526 .277 .264 8.070 .016 5.213 1 235 .023
5. .544 .296 .281 7.980 .019 6.309 1 234 .013
6. .545 .297 .279 7.988 .002 .578 1 233 .448
7. .553 .306 .285 7.955 .009 2.889 1 232 .091
8. .553 .306 .282 7.973 .000 .002 1 231 .962
63

Pada tabel 4.8 signifikansi bisa dilihat pada kolom pertama dari kanan,

bila sig < 0.05 berarti variabel tersebut signifikan. Sedangkan sumbangan varians

yang diberikan independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV) bisa

dilihat pada baris R Square Change. Besarnya proporsi varians pada perilaku

bullying pada remaja pada tabel 4.8.

Dari tabel di atas didapatkan informasi sebagai berikut:

1. Variabel cognitive restructuring memberikan sumbangan sebesar 23.4%

terhadap varians perilaku bullying. Sumbangan tersebut signifikan secara

statistik dengan F Change = 72.702 dan df2 = 238.

2. Variabel minimizing agency memberikan sumbangan sebesar 0.2% dalam

varians perilaku bullying. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik

dengan F Change= 0.713 dan df2= 237.

3. Variabel distortion of negative sequences memberikan sumbangan sebesar

2.4% terhadap varians perilaku bullying. Sumbangan tersebut signifikan

secara statistik dengan F Change= 7.793 dan df2= 236.

4. Variabel blaming/dehumanization the victim memberikan sumbangan sebesar

1.6% terhadap varians perilaku bullying. Sumbangan tersebut signifikan

secara statistik dengan F Change= 5.213 dan df2= 235.

5. Variabel safety memberikan sumbangan sebesar 1.9% terhadap varians

perilaku bullying. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F

Change= 6.309 dan df2= 234.


64

6. Variabel teaching and learning memberikan sumbangan sebesar 0.2%

terhadap perilaku bullying. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara

statistik dengan F Change= 7.988 dan df2= 233.

7. Variabel interpersonal relationship memberikan sumbangan sebesar 0.9%

terhadap varians perilaku bullying. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara

statistik dengan F Change= 2.889 dan df2= 232.

8. Variabel institutuional environment memberikan sumbangan sebesar 0.0%

terhadap varians perilaku bullying. Sumbangan tersebut tidak signifikan

secara statistik dengan F Change= .002 dan df2= 231.

Dari delapan independent variable (IV) tersebut yang memberikan

sumbangan atau pengaruh varians terbesar terhadap perilaku bullying adalah

variabel cognitive restructuring. Dilanjutkan dengan variabel distortion of

negative consequences, safety dan blaming/dehumanization the victim.


BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor dapat diketahui bahwa hipotesis nihil yang

menyatakan tidak ada pengaruh dari seluruh independent variable (IV) terhadap

dependent variable (DV) ditolak. Artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari

moral disengagement (cognitive restructuring, minimizing agency, distortion of

negative consequences, dan blaming/dehumanizing the victim) dan iklim sekolah

(safety, teaching and learning, interpersonal relationship, dan institutional

environment) terhadap perilaku bullying pada pelajar SMA di Jakarta.

Berdasarkan hasil uji hipotesis minor dari signifikansi masing-masing

koefisien regresi terhadap dependent variable (DV), terdapat tiga variabel yang

nilai koefisien regresinya signifikan, yaitu cognitive restructuring,

blaming/dehumanization the victim, dan safety. Selain itu, terdapat lima variabel

yang tidak signifikan, diantaranya ialah minimizing agency, distortion of negative

consequences, teaching and learning, interpersonal relationship, dan institutional

environment.

5.2 Diskusi

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan sebagian besar pelajar memiliki tingkat

perilaku bullying berada pada kategori rendah. Artinya, sebagian besar pelajar

tersebut kurang memperlihatkan perilaku bullying terhadap teman-temanya.

Namun, sebagian pelajar lainnya memiliki perilaku bullying dengan kategori yang

tinggi, dimana mereka memperlihatkan perilaku bullying seperti mengejek,

65
66

memanggil nama dengan julukan, memukul, mendorong, dan sengaja

mengucilkan seseorang dari satu kelompok. Sehingga diperlukan usaha untuk

menangani masalah perilaku bullying pada remaja ini.

Bullying mempunyai banyak faktor yang mempengaruhi, seperti tipe

kepribadian, konformitas, dan pola asuh orangtua,. Dalam penelitian ini variabel

yang akan diteliti adalah moral disengagement dan iklim sekolah. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat pengaruh variabel moral disengagement (cognitive

restructuring, minimizing agency, distortion of negative consequences, dan

blaming/dehumanization the victim) dan variabel iklim sekolah (safety, teaching

and learning, interpersonal relationship, dan institution environment) terhadap

perilaku bullying. Dari 8 variabel yang diujikan, terdapat 3 variabel yang

berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku bullying pada remaja SMA yaitu

cognitive restructuring, blaming/dehumanization the victim, dan safety.

Dimensi moral disengagement pada variabel cognitive restructuring

memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap perilaku bullying. Artinya,

semakin tinggi cognitive restructuring yaitu remaja yang memiliki keyakinan dan

anggapan bahwa perilaku yang merugikan (bullying) adalah hal yang wajar atau

biasa dan bukanlah suatu kejahatan, maka semakin tinggi perilaku bullying.

Remaja yang melakukan bullying terhadap orang lain kebanyakan mempunyai

keyakinan atau anggapan bahwa perilaku negatif tersebut sudah biasa terjadi.

Hymel et al. (2005) juga menambahkan remaja yang melakukan bullying terhadap

temannya cenderung melihat bahwa bullying sebagai perilaku yang dapat diterima

baik secara umum maupun dalam kelompoknya sendiri. Hal ini didukung oleh
67

penelitian Hymel et al. (2005) yang menemukan bahwa cognitive restructuring

berpengaruh positif secara signifikan terhadap perilaku bullying.

Dimensi blaming/dehumanization the victim dari variabel moral

disengagement juga berpengaruh positif secara signifikan terhadap perilaku

bullying.. Artinya, semakin tinggi blaming/dehumanization the victim yaitu

remaja yang menganggap bahwa seseorang pantas menerima tindakan yang

merugikan, atau menyalahkan korban, maka semakin tinggi perilaku bullying.

Remaja yang menjadi pelaku bullying melihat korban tersebut berbeda atau layak

diperlakukan seperti itu. Hymel et al. (2005) juga menemukan bahwa pelaku

bullying cenderung melihat adalah seseorng yang pantas diperlakukan demikian.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hymel et al. (2005) bahwa

blaming/dehumanization the victim berpengaruh positif secara signifikan terhadap

perilaku bullying.

Dimensi minimazing agency dan distortion of negative consequences, dari

variabel moral disengagement tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

perilaku bullying pada pelajar SMA. Namun, penelitian ini menemukan bahwa

sebagian besar remaja memiliki tingkat minimazing agency yang tinggi, yang

berarti remaja cenderung melimpahkan tanggungjawab atas dampak negatif

perilaku bullying ke pihak yang memiliki otoritas lebih, seperti guru. Dengan

demikian sebagian besar remaja melimpahkan tanggungjawab dampak bullying

kepada orang lain bukan kepada diri sendiri. Sebagian besar remaja memiliki

tingkat distortion of negative consequences yang tinggi, artinya mereka


68

menekankan hasil positif dari perilaku bullying daripada hasil negatif yang

ditimbulkan.

Dimensi safety dari iklim sekolah memberikan pengaruh negatif yang

signifikan terhadap perilaku bullying. Artinya, semakin rendah safety yaitu

persepsi yang rendah terhadap rasa aman secara fisik dan emosi yang dirasakan

oleh remaja di sekolah tersebut, maka semakin tinggi perilaku bullying. Maslow

(dalam Thapa et al., 2012) menyatakan bahwa merasa aman secara sosial,

emosional, intelektual dan fisik adalah kebutuhan dasar manusia. Perasaan aman

di sekolah cukup kuat untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan

perkembangan di sekolah (Devine& Cohen; dalam Thapa et al., 2012). Hal itu

didukung oleh Apsy et al. (dalam Petri, 2014) bahwa iklim sekolah positif

menjadi faktor protektif penurunan perilaku resiko seperti penyalahan zat dan

agresif. Cohen (2010) juga menunjukkan cara yang terbaik untuk mengatasi

masalah keamanan adalah dengan membangun komunitas sekolah yang kuat,

dengan menunjukan rasa hormat dan percaya dalam hubungan antara guru dan

siswa dengan orang tua, staf sekolah, dan masyarakat sekitar.

Dimensi teaching and learning, interpersonal relationship, dan

institutional environment dari variabel iklim sekolah tidak memberikan pengaruh

yang signifikan terhadap perilaku bullying pada remaja SMA. Namun, penelitian

ini menemukan bahwa sebagian besar remaja memiliki tingkat teaching and

learning yang tinggi, artinya bahwa remaja merasakan adanya dukungan dalam

proses belajar dan mengajar dari guru. Dengan demikian sebagian remaja

memiliki hubungan yang baik dengan guru dalam proses belajar dan mengajar. Di
69

lain sisi sebagian besar remaja memiliki tingkat interpersonal relationship yang

rendah berarti bahwa remaja kurang memiliki hubungan interpersonal antar siswa

maupun guru. Selanjutnya, sebagian besar remaja memiliki tingkat institutional

enviroment yang tinggi, berarti bahwa remaja merasakan keterikatan dengan

sekolahnya dan merasa nyaman dengan fasilitas yang ada.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya tiga variabel yang

signifikan mempengaruhi perilaku bullying pada pelajar SMA. Hal tersebut

menunjukkan adanya keterbatasan dari penelitian ini. Keterbatasan penelitian ini

yaitu dari alat ukur yang digunakan untuk variabel iklim sekolah. Alat ukur

tersebut terlalu umum dan tidak fokus untuk melihat pengaruh iklim sekolah

terhadap perilaku bullying. Sehingga hanya satu dimensi yang signifikan dari

variabel iklim sekolah.

5.3 Saran

Berdasarkan penulisan penelitian ini, penulis sadar bahwa masih terdapat banyak

kekurangan dan keterbatasan. Maka dari itu, penulis menguraikan saran menjadi

dua bagian, yaitu saran teoritis dan saran praktis yang dapat menjadi

pertimbangan sebagai penyempurnaan untuk melakukan penelitian lain dengan

dependent variable yang sama.

5.3.1 Saran Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran teoritis yang dapat

diajukan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya, yaitu:

1. Penelitian ini merupakan penelitian yang mengukur perilaku bullying. Alat

ukur untuk penelitian ini menunjukkan reliabilitas yang baik untuk SMA di
70

wilayah urban. Namun, dipenelitian berikutnya mungkin dapat dikaji

reliabilitasnya pada sampel yang berbeda, seperti SD dan SMP.

2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa moral disengagement dan iklim

sekolah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku bullying sebesar

30.6% sedangkan sekitar 69.4% dipengaruhi oleh variabel lainnya di luar

penelitian ini. Sehingga saran bagi penelitian selanjutnya, agar menambahkan

variabel lain yang memiliki pengaruh terhadap perilaku bullying seperti

konformitas, kontrol diri, self-esteem, peer influence, kepribadian, dan lain

sebagainya.

3. Untuk penelitian yang selanjutnya disarankan untuk mengkaji lebih dalam pada

variabel yang tidak signifikan dalam penelitian ini, antara lain variabel moral

disengagement (minimazing agency dan distortion of negative consequences)

dan iklim sekolah (teaching and learning, interpersonal relationship, dan

institutional environment).

5.3.2 Saran Praktis

Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran praktis yang dapat

diajukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan berkenaan dengan hasil

penelitian, yaitu:

1. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa cognitive restructuring berpengaruh

secara signifikan terhadap perilaku bullying. Maka disarankan kepada pihak

sekolah perlu melakukan sosialisasi dan penanaman nilai-nilai bahwa bullying

bukanlah perilaku yang baik agar fenomena bullying ini tidak menjadi suatu
71

tradisi yang berkepanjangan. Dan juga untuk mengubah persepsi remaja

tentang bullying.

2. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa blaming/dehumanizing the victim

berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku bullying. Maka disarankan

kepada pihak sekolah agar menanamkan kepedulian, empati dan sikap

tenggang rasa sesama siswa untuk mengurangi perilaku bullying.

3. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa safety berpengaruh secara signifikan

terhadap perilaku bullying. Maka disarankan kepada pihak sekolah agar

membuat peraturan yang lebih jelas tentang bullying dan lebih tegas dalam

menanggapi bullying dengan memberikan punishment yang sesuai. Serta

melibatkan instansi terkait seperti kepolisian agar pelaku bullying tidak

mengulangi perilakunya tersebut

4. Sekolah diharapkan memberikan solusi untuk mengurangi tingkat bullying di

sekolah dengan cara memberikan pengawasan yang lebih ketat pada saat

OSPEK berlangsung agar kegiatan tersebut berjalan dengan baik.

5. Siswa diharapkan untuk selalu mematuhi peraturan yang berlaku di sekolah

dan juga bagi siswa yang mengetahui adanya tindakan bullying diharapkan

dapat mencegah dan menghentikan tindakan tersebut dengan cara melaporkan

tindakan tersebut kepada pihak sekolah.


DAFTAR PUSTAKA

Alawiyah, T. (2015). Uji validitas konstruk pada instrument big five intentory
dengan metode confirmatory factor analysis. Jurnal Pengukuran Psikologi
dan Pendidikan Indonesia, 4(3), 215-230.

Bandura, A. (2002). Selective Moral Disengagement in the Exercise of Moral


Agency. Journal of Moral Education, Vol. 31, No. 2, 2002.

Bartol, C., & Bartol, A. (2005). Criminal behavior a psychososial approach, 7th
ed. New Jersey: Upper Saddle River.

Bayar, Y., & Ucanok, Z. (2012). School social climate and generalized peer
perception in traditional and cyberbullying status. Educational Sciences:
Theory & Practice, 12(4), 2352-2358.

Beane, A. L. (2008). Protect your child from bullying (expert advice to help you
recognize, prevent, and stop bullying before your child gets hurt). USA:
Josse Bass.

Biernbaum, M. A., & Lotyczewski, B. S. (2015). Bullying and school climate:


associations and group differences. Bullying and School Climate, 1-39.

Caroli, M. E., & Sagone, E. (2014). Mechanisms of moral disengagement: an


analysis from early adolescence to youth. Social and Behavioral Sciences
140, 312-317.

CNNINDONESIA. (2015, Mei 25). Cerita Retno soal Tradisi Bullying Finansial
di SMAN 3. Dipetik Februari 09, 2017, dari
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150525060521-20-55383/cerita-
retno-soal-tradisi-bullying-finansial-di-sman-3/

Cohen, J. (2010). School climate research summary. School Climate Brief, 1(1),
1-16Cohen, J. (2010). School Climate Research Summary. School Climate
Brief Vol. 1 No. 1.

Detert, J. R., Trevino, L. K., & Sweitzer, V. L. (2008). Moral disengagement in


ethical decision making: A study of antecedents and outcomes. Journal of
Applied Psychology, 93(2), 374-391.

Dracic, S. (2009). Bullying and peer victimization. Public Health Institute of


Canton Saravejo, 21(4), 216-218.

72
73

Edwards, D.C. (2006). Ketika anak sulit diatur: panduan bagi orangtua untuk
mengubah masalah perilaku anak. Kaifa: Bandung

Gage, N. A., & Larson, A. (2014). School climate and bullying victimization: A
latent class growth model analysis. School Psychology Quarterly, 29(3),
256–271.

Gini, G. (2005). Social cognition and moral cognition in bullying:What’s wrong?


Aggressive Behavior, 1-41.

Gonçalves, F. G., Heldt, E., Peixoto, B. N., & Rodrigues, G. A. (2016). Construct
validity and reliability of Olweus Bully/Victim Questionnaire – Brazilian
version. Psicologia: Reflexão e Crítica, 1-8.

Harris, S., & Petrie, G. F. (2003). Bullying: the bullies, the victims, the
bystanders. Lanham, Maryland, and Oxford: The Scarecrow Press.

Hoy, W. K., & Miskel, C. G. (2013). Educational administration : theory,


research, and practice. New York: McGraw-Hill.

Hymel, S., Henderson, N. R., & Bonanno, R. A. (2005). Moral disengagement: A


framework for understanding bullying among adolescents. Journal of
Social Sciences, 8,1-11.

Khoury-Kassabri, M., Benbenishty, R., Astor, R. A., & Zeira, A. (2004). The
contributions of community, family, and school variables to student
victimization. American Journal of Community Psychology, Vol. 34, 187-
204.

Klein, J., Cornell, D., & Konold, T. (2012). Relationships between bullying
school climate and student risk behaviors. 1-42.

Kompasiana. (2010, Juli 15). Apa Itu Bullying?. Dipetik November 09, 2016, dari
https://www.kompasiana.com/endy080595/apa-itu-
bullying_550003fc813311eb18fa6fec

Kompasiana. (2014, Juni 26). Tindakan Bullying di Sekolah Sebagai Bentuk


Kekerasan dalam Sistem Pendidikan. Dipetik November 08, 2016, dari
http://www.kompasiana.com/isanoor/tindakan-bullying-di-sekolah-
sebagai-bentuk-kekerasan-dalam-sistem-
pendidikan_54f6d7a5a333118b548b4ab8

KPAI. (2015, Desember 30). KPAI: Pelaku Kekerasan dan "Bullying" di Sekolah
Tahun 2015 Meningkat. Dipetik November 08, 2016, dari
74

http://megapolitan.kompas.com/read/2015/12/30/16480051/KPAI.Pelaku.
Kekerasan.dan.Bullying.di.Sekolah.Tahun.2015.Meningkat

KPAI. (2016, Maret 12). KPAI Luncurkan Kampanye Antikekerasan pada Anak.
Dipetik November 28, 2016, dari http://www.kpai.go.id/berita/kpai-
luncurkan-kampanye-antikekerasan-pada-anak/

Låftman, S. B., Östberg, V., & Modin, B. (2016). School climate and exposure to
bullying: a multilevel study. School Effectiveness and School
Improvement.

Lee, S. S.-t., & Wong, D. S.-w. (2009). School, parents, and peer factors in
relation to Hong kong students' bullying. International journal of
Adolescence and Youth, 15, 217-233.

Lee, C. & Song, J. (2012). Functions of parental involvement and effects of


school climate on bullying behaviors among south Korean middle school
students, 23, 2437-2464.

Li, Y., Teng, Z., & Liu, Y. (2014). Online gaming, internet addiction, and
aggression in chinese male students: The mediating role of low self-
control. International Journal of Psychological Studies, 6 (2), 89-
97.Macneil, A. J., Prater, D. L., & Busch, S. (2009). The effects of school
culture and climate on student achievment. Journal of Leadership in
Education, 73-84.

Macneil, A. J., Prater, D. L., & Busch, S. (2009). The effects of school culture and
climate on student achievment. Journal of Leadership in Education, 73-84.

Mitchell, M. M., B. C., & Leaf, P. J. (2010). Student and teacher perceptions of
school climate: A multilevel exploration of patterns of discrepancy.
Journal of School Health, 80 (6), 271-279.

Mynard, H., & Joseph, S. (2000). Development of the multidimensional peer-


victimization scale. Aggressive Behavior, 26, 169–178.

NSCC. (2015). The Comprehensive School Climate Inventory. 1-147.

Obermann, M. L. (2011). Moral disengagement in self-reported and peer-


nominated school bullying. Aggressive Behavior, 37, 133–144.

Okezone. (2016, Mei 03). Aksi Bullying Terjadi di SMAN 3 Jakarta. Dipetik
November 08, 2016, dari
75

http://news.okezone.com/read/2016/05/03/338/1378936/aksi-bullying-
terjadi-di-sman-3-jakarta

Olweus, D. (1993). Bullying at School: What We Know and What We Can Do.
USA: Blackwell Publishing.

Olweus, D. (1997). Bully/victimproblems in school: Facts and intervention.


European Journal of Psychology of Education, 495-510.

Paciello M., Fida, R., Tramontano, C., Lupinetti, C., & Capcara, G. (2008).
Stability and change of moral disengagement and its impact on aggression
and violence in late adolescene. Child Development, 79 (5), 1288-1309.

Perren, S., Helfenfinger, E. G., Malti, T., & Hymel, S. (2012). Moral reasoning
and emotion attributions of adolescent bullies, victims, and bully-victims .
British Journal of Developmental Psychology, 511-530.

Petrie, K. (2014). The relationship between school climate and student bullying.
TEACH Journal of Christian Education, 8 (7), 26-34.

Pozolli, Tiziana., Gini, Gianluca., & Robert, T. (2016). Bullying and defending
behavior: The role of explicit and implicit moral cognition. Society for the
Study of School Psychology, 67-81.

Prasetyo, A. B. (2011). Bullying di sekolah dan dampaknya bagi masa depan


anak. Jurnal Pendidikan Islam, 4 (1), 19-26.

Rigby, K. (2007). Bullying in Schools: and what to do about it. Australia: ACER
Press.

Ronen, T., Rahav, G., & Moldavsky, A. (2007). Aggressive behavior among
Israeli elementary school students and associated emotional/behavior
problem and self control. School Psychology Quartelly, 407-431.

Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Anak. Jilid 1 Edisi kesebelas. Jakarta:


Erlangga.

Storey, K., Slaby, R., Adler, M., Minnoti, J., & Katz, R. (2008). Eyes on bullying:
what can you do? Waltham: Educational Development Center.

Sullivan, K., Cleary, M., & Sullivan, G. (2004). Bullying in Secondary School.
California: Corwin press.

Swearer, S. M., & Hymel, S. (2015). Understanding the psychology of bullying.


American Psychologist. 70 (4), 344-353.
76

Thapa, A., Cohen, J., D’Allesandro. (2012). School climate research summary.
School Climate Brief, 10, 13-47.

Thornberg, R., & Jungert, T. (2014). School bullying and the mechanisms of
moral disengagement. Aggressive Behavior, 40, 99–108.

Turner, R. (2008). Moral Disengagement as a predictor of bullying and


aggression: are there gender differences?

Usman, I. (2013). Perilaku bullying ditinjau dari peran kelompok teman sebaya
dan iklim sekolah pada siswa SMA di kota Gorontalo.
77

LAMPIRAN 1

KUESIONER PENELITIAN

Assalamu’alaikum, wa rahmatullahi wa barakatuh.

Selamat pagi/siang/sore,

Saya Yasmin Nadhifa, mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam


Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang pada saat ini sedang melakukan
penelitian dalam rangka penyelesain tugas akhir sebagai persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Psikologi.

Oleh karena itu, saya mohon berkenan bantuan Anda untuk berpartisipasi
sebagai responden dalam penelitian ini. Bentuk partisipasi yang saya harapkan
adalah dengan kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner ini yang terdiri dari
beberapa pernyataan (terlampir). TIDAK ADA JAWABAN BENAR DAN
SALAH, maka bebas menentukan jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda.
Setiap informasi yang diberikan akan dijaga KERAHASIAANNYA dan hanya
digunakan untuk kebutuhan penelitian saja.

Atas bantuan dan kesediaan Anda untuk menjadi responden dalam


penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Salam Hormat,

Peneliti
78

INFORMED CONSENT

Saya menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan


oleh saudari Yasmin Nadhifa, dan data ini dijamin kerahasiaannya serta hanya
digunakan untuk penelitian semata.

Jakarta, ……………………….2018

Partisipan

_____________________________

(TTD)
79

DATA RESPONDEN

Inisial : ….………...…………………………………………

Usia : ………....……………………………………………

Jenis Kelamin : ............………………………………………………

Kelas/Jurusan : …………...…………………………………………

Status orang tua :  Menikah

 Bercerai hidup

 Bercerai meninggal

Apakah Anda tinggal bersama orang tua? :  Ya  Tidak

Rata-rata penghasilan orang tua per bulan :

 < 1.000.000

 1.000 – 5.000.000

 5.000.000 – 10.000.000

 10.000.000 – 15.000.000

 >15.000.000

Apakah Anda memiliki teman kelompok? :  Ya  Tidak

→ Jika Ya, pilih salah satu :  1-3 orang

 4-5 orang

 > 6 orang

*Berikan tanda () pada kotak disebelah kiri pilihan yang sesuai dengan keadaan
diri Anda
80

PETUNJUK PENGISIAN

Kuesioner ini berisi pernyataan yang tidak ada jawaban benar atau salah. Sebelum
mengisi pernyataan tersebut, baca dan pahami terlebih dahulu, kemudian berikan
tanda checklist () pada salah satu dari keempat kolom disamping kanan
pernyataan.
Adapun pilihan kolom disamping pernyataan sebagai berikut:

SS : Sangat Setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Contoh:
Jika jawaban anda Setuju menggambarkan diri anda

No. Pernyataan STS TS S SS

1. Saya mudah berteman dengan orang lain 

Pernyataan diatas menunjukkan bahwa:


Saya Setuju dengan pernyataan “Saya mudah berteman dengan orang lain”
81

BAGIAN I

Petunjuk
Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk memilih
apakah pernyataan tersebut menggambarkan diri anda, dengan cara memberi
tanda checklist () pada salah satu kolom pilihan jawaban yang tersedia, Tidak
pernah, Jarang, Sering, Sangat Sering.

Tidak Sangat
No. Pernyataan Jarang Sering
pernah Sering

1. Saya memukul, menendang, atau


mendorong seseorang

Saya menjambak seseorang atau


2.
mecakarnya

3. Saya mengancam seseorang

Saya meminta uang atau barang


4.
seseorang secara paksa

Saya mengambil uang atau barang


5.
orang lain

Saya merusak barang milik orang


6.
lain

7. Saya meneriaki seseorang

Saya mengejek seseorang karena


8.
warna kulit atau ras/suku mereka

Saya mengejek seseorang karena


9.
ciri-ciri fisiknya

Saya mengejek seseorang karena


10.
gaya mereka berperilaku

Saya mengejek seseorang karena


11.
logat mereka

Saya menertawakan seseorang agar


12.
dia malu

13. Saya memanggil orang lain dengan


82

julukan yang tidak mereka sukai

Saya menyudutkan atau mendorong


14.
seseorang ke dinding

Saya memgikuti seseorang di


15.
sekolah ataupun di luar sekolah

16. Saya menggoda teman lawan jenis

Saya tidak memperbolehkan


17. seseorang bergabung dengan
teman-teman sekelas

Saya tidak peduli dengan


18. seseorang, jika tidak suka dengan
orang tersebut.

Saya menuduh seseorang


19. mengambil barang milik teman
sekelas

Saya mengejek seseorang atau


20.
keluarganya

Saya menghasut teman sekelas


21.
tidak menyukai seseorang

Saya memaksa seseorang untuk


22. memukul / menyinggung teman
sekelas yang lain

Saya menggunakan social media


23. untuk menyakiti / menyinggung
teman kelas

BAGIAN II

Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk memilih
apakah pernyataan tersebut menggambarkan diri anda, dengan cara memberi
tanda checklist () pada salah satu kolom pilihan jawaban yang tersedia, Sangat
Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), Sangat Setuju (SS).

No. Pernyataan STS TS S SS

1. Bullying hanyalah salah satu bagian perilaku


83

normal bagi remaja.

2. Bullying adalah suatu kejahatan

Tidak masalah bergabung untuk melakukan


3. bullying dengan orang lain ketika ada teman
yang kamu benci sedang di bully

Terkadang tidak masalah untuk melakukan


4.
bullying kepada orang lain

Dalam kelompokku, bullying tidak menjadi


5.
masalah

Para guru beserta pengurus sekolah seharusnya


6. bertanggungjawab untuk melindungi siswa-
siswanya dari bullying

Ketika saya melihat siswa lain sedang


7. mengalami bullying, tidak ada yang dapat saya
lakukan untuk menghentikannya

Adalah kewajiban saya untuk menghalangi atau


8.
melakukan suatu hal ketika melihat bullying

Bullying membuat saya mengerti pentingnya


9.
untuk berkelompok

Merasakan bullying membantu siswa lebih


10.
tangguh

Beberapa siswa perlu dibully hanya untuk diberi


11.
pelajaran.

Bullying mampu menjadi salah satu cara untuk


12.
menyelesaikan masalah

Siswa-siswa yang mengalami bullying karena


13.
mereka berbeda dengan orang lain

Beberapa siswa yang mengalami bullying


14.
karena mereka pantas mendapatkannya

Siswa yang mengalami bullying karena mereka


15.
juga menyakiti orang lain

Tidak masalah untuk menetapkan seseorang


16.
sebagai pecundang
84

Jika siswa tidak mudah menangis atau mudah


17. memberi, mereka tidak akan mengalami
bullying terlalu banyak

Sebagian besar siswa yang dibully akibat ulah


18.
mereka sendiri.

BAGIAN III

Petunjuk

Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Saudara diminta untuk memilih
apakah pernyataan tersebut menggambarkan diri saudara, dengan cara memberi
tanda checklist () pada salah satu kolom pilihan jawaban yang tersedia, (Sangat
Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), Sangat Setuju (SS).

No. Pernyataan STS TS S SS

Di sekolah saya, ada peraturan yang jelas untuk


1. tidak menyakiti orang lain (misalnya memukul,
mendorong, menyandung, dll.).

Para guru dan pengurus sekolah di sekolah saya


secara adil memastikan bahwa semua siswa
2.
mengikuti peraturan untuk tidak menyakiti
orang lain secara fisik

Para guru dan pengurus sekolah di sekolah saya


akan menghentikan siswa jika melihat mereka
3.
saling menyakiti (misalnya, mendorong,
menampar, saling memukul, dsb.).

Di sekolah saya, ada aturan yang jelas tidak


4. memberi julukan, menggoda, dan mengejek
orang lain.

Para guru dan pengurus sekolah ini secara adil


memastikan bahwa semua siswa mengikuti
5.
peraturan untuk tidak menghina, menggoda, dan
mengejek.

Para guru dan pengurus sekolah menghentikan


6. siswa jika mereka melihat siswa menghina,
menggoda, dan mengejek.

7. Saya melihat siswa lain tersakiti di sekolah lebih


85

dari satu kali oleh siswa lain (misalnya,


didorong, ditampar, dipukul, atau dipukuli).

Saya merasa aman di halaman sekolah atau di


8.
daerah sekitar sekolah.

Saya disakiti secara fisik di sekolah lebih dari


9. sekali oleh siswa lain (misalnya, didorong,
ditampar, dipukul atau dipukuli).

Saya merasa aman secara fisik di semua area


10.
gedung sekolah.

Ada tempat di sekolah dimana saya tidak


11.
merasa aman secara fisik.

Banyak siswa di sekolah saya memperlakukan


12.
siswa lain dengan buruk.

Saya dihina, digoda, diejek lebih dari sekali di


13.
sekolah ini.

Ada banyak siswa di sekolah saya yang sering


14.
diejek oleh siswa lain.

Banyak siswa di sekolah saya peka terhadap


15.
perasaan siswa lain.

Siswa di sekolah saya akan mencoba untuk


16. menghentikan siswa yang menghina atau
mengejek siswa lain.

Sangat sedikit siswa yang menghina atau


17.
mengejek siswa lain.

Ada kelompok siswa di sekolah yang


membedakan orang lain dan membuat mereka
18.
merasa buruk karena tidak menjadi bagian dari
kelompok tersebut.

Saya melihat siswa lain dihina, digoda,


19. dianiaya, lebih dari sekali oleh siswa lain di
sekolah ini.

Sebagian besar siswa di sekolah saya mencoba


20. memperlakukan siswa dengan keinginan mereka
(siswa lain).

21. Para guru mendorong saya untuk mencoba ide


86

baru (berpikir mandiri).

Para guru memberi pujian ketika saya


22.
melakukan pekerjaan dengan baik.

Jika saya merasa bingung dengan sesuatu di


23. kelas, saya merasa nyaman untuk
mengatakannya.

Guru memberi saya kesempatan untuk


menunjukkan kepada mereka apa yang saya
24.
ketahui dan dapat dilakukan dengan berbagai
cara (misalnya makalah, presentasi, proyek, tes).

Di sekolah, saya merasa tertantang untuk


25.
melakukan sesuatu lebih dari yang saya kira.

Para guru memberi saya feedback yang berguna


26.
tentang pekerjaan saya.

Para guru mendorong kami untuk melihat


27. kesalahan sebagai bagian alami dari proses
belajar.

Para guru menunjukkan kepada saya bagaimana


28.
belajar dari kesalahan.

Para guru membantu untuk mengetahui


29.
bagaimana saya belajar dengan sebaik-baiknya.

Para guru memberi saya perhatian individu pada


30.
tugas sekolah.

Di sekolah, kami membicarakan bagaimana cara


31.
untuk membantu mengendalikan emosi.

Di sekolah, kami belajar bagaimana cara


32. memecahkan perselisihan sehingga setiap orang
bisa puas dengan hasilnya.

Di sekolah saya, kami membahas tentang


33. bagaimana tindakan kita akan berpengaruh
terhadap orang lain.

Di sekolah, kami membahas tentang bagaimana


34.
cara menjadi orang yang baik.

Di sekolah, kami membahas tentang hal yang


35.
benar dan hal yang salah.
87

Di sekolah, kami belajar bagaimana bekerja


dengan cepat dan tenang sehingga kami bisa
36.
menyelesaikan pekerjaan kami dan masih dapat
melakukan hal-hal lain yang kami nikmati.

Di sekolah, kami membahas tentang mengapa


37. penting untuk memahami perasaan sendiri dan
orang lain.

Di sekolah, kami bekerja untuk mendengarkan


38. orang lain sehingga kami benar-benar mengerti
apa yang ingin mereka katakan.

Saya merasa lebih baik bekerja dengan orang


39. lain karena saya sudah mendapatkan
pelajarannya di sekolah saya.

Siswa di sekolah saya menghormati perbedaan


40. pada siswa lain (misalnya jenis kelamin, ras,
kultur, dll).

Siswa di sekolah saya menghormati perbedaan


41. pada orang dewasa (misalnya, jenis kelamin,
ras, kultur, dll).

Para guru dan pengurus di sekolah saya


42. menghormati perbedaan pada siswa (misalnya,
jenis kelamin, ras, kultur, dll).

Para guru dan pengurus di sekolah saya


43. menghormati perbedaan satu sama lain
(misalnya jenis kelamin, ras, kultur, dll).

Para guru dan pengurus sekolah yang bekerja di


44. sekolah saya memperlakukan siswa dengan
hormat.

Para guru dan pengurus di sekolah saya tampak


45.
akrab.

Para guru dan pengurus di sekolah saya


46.
mengharapkan semua siswa untuk sukses.

Para guru dan pengurus yang bekerja di sekolah


47.
saya saling menghormati satu sama lain.

Para guru dan pengurus di sekolah saya


48.
tampaknya saling percaya.
88

Jika siswa perlu berbicara dengan guru di


49. sekolah tentang masalah, ada seseorang yang
mereka percayai untuk diajak bicara.

Para guru dan pengurus di sekolah saya


50.
mendengarkan apa yang siswa katakan.

Para guru dan pengurus di sekolah saya


51.
mengenali setiap siswanya.

Setiap siswa memiliki teman yang akan


52. membantu mereka jika mereka memiliki
pertanyaan tentang pekerjaan rumah.

Setiap siswa memiliki teman yang mereka


53. percaya dan dapat diajak bicara saat mereka
memiliki masalah.

Setiap siswa bekerja dengan baik dengan siswa


54. lain di kelas meskipun mereka tidak berada
dalam kelompok pertemanan yang sama.

Setiap siswa mempunyai teman untuk makan


55.
siang bersama.

Setiap siswa mencoba membuat siswa baru


56.
merasa diterima di sekolah.

Sekolah saya mencoba mengajak siswa untuk


57.
bergabung mengikuti kegiatan sekolah.

Sekolah saya mencoba membuat keluarga saya


58.
menjadi bagian dari acara sekolah.

59. Saya merasa menjadi bagian di sekolah saya.

60. Saya menyukai sekolah saya.

Sekolah saya mencoba untuk memberi tahu


61. keluarga saya tentang apa yang sedang terjadi di
sekolah.

Saya merasa senang tentang apa saja yang saya


62.
lakukan di sekolah.

Keluarga saya merasa nyaman berbicara dengan


63.
guru saya.

64. Keluarga saya merasa diterima di sekolah saya


89

65. Bangunan sekolah saya bersih.

Sekolah saya memiliki komputer dan perangkat


66. elektronik terkini lainnya yang tersedia bagi
siswa.

Sekolah saya memiliki daya tarik (dirancang


67.
dengan baik, dihias dengan baik, dll.).

Kami memiliki cukup ruang dan peralatan untuk


68.
kegiatan ekstra kulikuler.

Kami membutuhkan persediaan alat tulis lebih


69.
di sekolah (misalnya, buku, kertas, pensil, dll.).

Bangunan sekolah saya dijaga dalam kondisi


70. baik (misalnya, bila ada sesuatu
rusak, akan diperbaiki).

Harap periksa kembali seluruh jawaban Anda. Pastikan tidak ada halaman
ataupun nomor yang terlewat.

Terima kasih
90

LAMPIRAN 2

SYNTAX DAN PATH DIAGRAM

1. BULLYING

UJI VALIDITAS BLY


DA NI=23 NO=240 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8
ITEM9 ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14
ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18
ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22
ITEM23
PM SY FI=BLY.COR
MO NX=23 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
BLY
FR TD 23 21 TD 2 1 TD 18 4 TD
18 14 TD 20 14 TD 14 6 TD 9 8
TD 12 11 TD 22 4 TD 20 15 TD 17
13 TD 14 3 TD 21 14 TD 14 9 TD
17 5 TD 7 6 TD 22 21 TD 16 13 TD
20 13 TD 22 8 TD 23 22 TD 23 4
FR TD 22 15 TD 22 1 TD 22 19 TD
21 13 TD 17 15 TD 14 8 TD 15 11
TD 23 10 TD 11 10 TD 14 11 TD
23 13 TD 10 9 TD 21 5 TD 10 1 TD
10 4 TD 18 17 TD 12 5 TD 4 2 TD
18 2 TD 23 15 TD 19 13 TD 9 3
FR TD 21 6 TD 6 4 TD 21 20 TD
23 11 TD 21 9 TD 23 5 TD 20 3 TD
20 18 TD 16 12 TD 12 1 TD 13 12
TD 14 5 TD 6 5 TD 21 17 TD 13 7
TD 21 18 TD 23 18 TD 17 7 TD 23
17 TD 22 3 TD 19 4 TD 19 1 TD 4 3
FR TD 3 2 TD 8 2 TD 13 6 TD 22
13 TD 19 15 TD 17 16 TD 11 3 TD
11 5 TD 23 20 TD 22 20 TD 17 10
TD 20 10 TD 20 1 TD 18 5 TD 4 1
TD 20 11 TD 13 8 TD 13 3 TD 15 9
PD
OU TV SS MI AD=OFF
91

2. COGNITIVE RESTRUCTURING

UJI VALIDITAS CR
DA NI=5 NO=240 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
ITEM5
PM SY FI=CR.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR
TD=SY
LK
CR
FR TD 4 3 TD 2 1
PD
OU TV SS MI

3. MINIMAZING
AGENCY

UJI VALIDITAS MA
DA NI=3 NO=240
MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3
PM SY FI=MA.COR
MO NX=3 NK=1 LX=FR
LK
MA4
PD
OU TV MI SS
92

4. DISTORTION OF
NEGATIVE CONSEQUENCES

UJI VALIDITAS DNC


DA NI=4 NO=240 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
PM SY FI=DNC.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR
TD=SY
LK
DNC
FR TD 2 1
PD
OU TV SS MI

5. BLAMING OR
DEHUMANIZING THE
VICTIM

UJI VALIDITAS BDV


DA NI=6 NO=240 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
ITEM5 ITEM6
PM SY FI=BDV.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR
TD=SY
LK
BDV
FR TD 6 1 TD 6 5
PD
OU TV SS MI
93

6. SAFETY

UJI VALIDITAS SFT


DA NI=20 NO=240 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3
ITEM4 ITEM5 ITEM6
ITEM7 ITEM8 ITEM9
ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13
ITEM14 ITEM15 ITEM16
ITEM17 ITEM18 ITEM19
ITEM20
PM SY FI=SFT.COR
MO NX=20 NK=1 LX=FR
TD=SY
LK
SFT
FR TD 10 8 TD 14 12 TD 19
7 TD 13 9 TD 11 10 TD 17
16 TD 16 15 TD 20 19 TD
10 1 TD 16 6 TD 6 5 TD 6 3
TD 9 1 TD 11 8 TD 20 12
TD 14 1 TD 12 1 TD 20 7
TD 18 14FR TD 19 12 TD
19 14 TD 20 14 TD 20 1 TD
19 1 TD 9 7 TD 11 9 TD 17
9 TD 12 8 TD 14 7 TD 12 7
TD 7 1 TD 14 4 TD 10 3 TD
8 3 TD 17 3 TD 18 11 TD 12
4 TD 19 18FR TD 20 16 TD
20 10 TD 20 18 TD 15 13
TD 20 15 TD 3 2 TD 12 11
TD 17 6 TD 3 1 TD 2 1 TD
10 2 TD 15 6 TD 18 16 TD
18 17 TD 7 3 TD 13 5 TD 13 6 TD 12 3
TD 19 3 FR TD 20 2 TD 16 3
TD 10 9 TD 19 5 TD 8 5 TD 14 11 TD 18 2
TD 20 8 TD 15 7 TD 15 9 TD 7 2 TD 13 10
TD 13 8 TD 13 11 TD 20 6 TD 17 1 TD 19 17
TD 17 14 TD 17 7 FR TD 17 12 TD 20 17 TD 16 1
PD
OU TV SS MI
94

7. TEACHING AND LEARNING

UJI VALIDITAS TAL


DA NI=19 NO=240 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8
ITEM9 ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14
ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18
ITEM19
PM SY FI=TAL.COR
MO NX=19 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
TAL
FR TD 8 7 TD 14 13 TD 12 11 TD 17
13 TD 4 2 TD 5 4 TD 15 14 TD 18 17
TD 19 18 TD 2 1 TD 13 9 TD 9 8 TD
10 9 TD 11 8 TD 15 13 TD 14 5 TD
14 8 TD 13 7 TD 17 7 TD 15 4
FR TD 4 3 TD 5 3 TD 3 2 TD 12 9
TD 11 10 TD 18 13 TD 11 1 TD 11 3
TD 6 4 TD 8 2 TD 19 6 TD 11 9 TD
17 8 TD 17 3 TD 17 9 TD 17 10 TD
10 4 TD 4 1 TD 18 2 TD 7 6 TD 8 6
FR TD 18 6 TD 16 15 TD 16 11 TD
17 15 TD 8 4 TD 12 7 TD 16 7
PD
OU TV SS MI
95

8. INTERPERSONAL RELATIONSHIP

UJI VALIDITAS IR
DA NI=17 NO=240 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8
ITEM9 ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14
ITEM15 ITEM16 ITEM17
PM SY FI=IR.COR
MO NX=17 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
IR
FR TD 4 3 TD 2 1 TD 16 14 TD 12
11 TD 17 16 TD 16 3 TD 15 4 TD
14 13 TD 13 9 TD 17 14 TD 15 13
TD 4 2 TD 16 8 TD 15 5 TD 8 7
TD 9 8 TD 11 10 TD 16 13
FR TD 6 1 TD 12 10 TD 9 2 TD 12
2 TD 11 1 TD 9 3 TD 6 4 TD 13 3
TD 16 15 TD 15 14 TD 17 15 TD 17
3 TD 11 6 TD 9 7 TD 3 2 TD 15 6
TD 6 3 TD 13 6 TD 14 6
FR TD 13 1 TD 12 6 TD 11 8 TD 14
12 TD 12 4
PD
OU TV SS MI
96

9. INSTITUTIONAL ENVIRONMENT

UJI VALIDITAS IE
DA NI=14 NO=240 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8
ITEM9 ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14
PM SY FI=IE.COR
MO NX=14 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
IE
FR TD 4 3 TD 8 7 TD 11 1 TD 5 2
TD 6 4 TD 14 2 TD 7 1 TD 8 6 TD
12 8 TD 13 8 TD 12 10 TD 14 3 TD
9 4 TD 14 9 TD 11 8 TD 11 7 TD
11 3 TD 11 5 TD 11 2 TD 7 5 TD 14
8 TD 5 1 TD 2 1
FR TD 6 2 TD 5 4 TD 10 6 TD 11 6
TD 11 4 TD 14 12 TD 12 9 TD 10 1
TD 6 1 TD 9 2 TD 4 2 TD 13 5 TD
13 6 TD 10 9
PD
OU TV SS MI AD=OFF
97

LAMPIRAN 3

TABEL SPSS

Tabel R-Square

Model Summary

Change Statistics

R Adjusted R Std. Error of R Square F Sig. F


Model R Square Square the Estimate Change Change df1 df2 Change

1 .553a .306 .282 7.973 .306 12.739 8 231 .000

a. Predictors: (Constant), INST_E, BLAMINGDV, MINIMAZING_A, SAFETY, COGNITIVER,


INTERPERSONALR, DISTORTIONNC, TEACHINGAL

Tabel ANOVA

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 6477.744 8 809.718 12.739 .000a

Residual 14682.713 231 63.562

Total 21160.457 239

a. Predictors: (Constant), INST_E, BLAMINGDV, MINIMAZING_A, SAFETY, COGNITIVER,


INTERPERSONALR, DISTORTIONNC, TEACHINGAL

b. Dependent Variable: BULLYING


98

Tabel Koefisien Regresi

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 24.909 6.701 3.717 .000

COGNITIVER .328 .075 .312 4.403 .000

MINIMAZING_A .083 .064 .073 1.311 .191

DISTORTIONNC .075 .082 .069 .908 .365

BLAMINGDV .184 .079 .167 2.346 .020

SAFETY -.163 .074 -.158 -2.185 .030

TEACHINGAL .119 .080 .122 1.491 .137

INTERPERSONALR -.129 .080 -.131 -1.616 .107

INST_E .003 .072 .003 .048 .962

a. Dependent Variable: BULLYING


99

Tabel Proporsi Varians

Model Summary

Change Statistics

Adjusted R Std. Error of R Square F Sig. F


Model R R Square Square the Estimate Change Change df1 df2 Change

1 .484a .234 .231 8.253 .234 72.702 1 238 .000

2 .486b .236 .230 8.258 .002 .713 1 237 .399

3 .511c .261 .251 8.142 .024 7.793 1 236 .006

4 .526d .277 .264 8.070 .016 5.213 1 235 .023

5 .544e .296 .281 7.980 .019 6.309 1 234 .013

6 .545f .297 .279 7.988 .002 .578 1 233 .448


g
7 .553 .306 .285 7.955 .009 2.889 1 232 .091

8 .553h .306 .282 7.973 .000 .002 1 231 .962

a. Predictors: (Constant), COGNITIVER

b. Predictors: (Constant), COGNITIVER, MINIMAZING_A

c. Predictors: (Constant), COGNITIVER, MINIMAZING_A, DISTORTIONNC

d. Predictors: (Constant), COGNITIVER, MINIMAZING_A, DISTORTIONNC, BLAMINGDV

e. Predictors: (Constant), COGNITIVER, MINIMAZING_A, DISTORTIONNC, BLAMINGDV, SAFETY

f. Predictors: (Constant), COGNITIVER, MINIMAZING_A, DISTORTIONNC, BLAMINGDV, SAFETY,


TEACHINGAL

g. Predictors: (Constant), COGNITIVER, MINIMAZING_A, DISTORTIONNC, BLAMINGDV, SAFETY,


TEACHINGAL, INTERPERSONALR

h. Predictors: (Constant), COGNITIVER, MINIMAZING_A, DISTORTIONNC, BLAMINGDV, SAFETY,


TEACHINGAL, INTERPERSONALR, INST_E
100

LAMPIRAN 4

SURAT PENELITIAN
101

Anda mungkin juga menyukai