Anda di halaman 1dari 42

HUBUNGAN SELF-DISCLOSURE TERHADAP SELF-ESTEEM PADA

REMAJA YANG MENGGUNAKAN SOSIAL MEDIA “INSTAGRAM”

Proposal Skripsi

Sebagai Bagian dari Persyaratan Memperoleh


Derajat Sarjana Psikologi

Sarah Adelia
170901204

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2020

i
HUBUNGAN SELF-DISCLOSURE TERHADAP SELF-ESTEEM PADA
REMAJA YANG MENGGUNAKAN SOSIAL MEDIA “INSTAGRAM”

Oleh
Sarah Adelia
170901204

Proposal Skripsi untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna


memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Psikologi dan
dipertahankan di depan sidang Dewan Penguji Proposal Skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Ar-Raniry
Pada tanggal, 07 September 2020

Tim Penguji

Nama lengkap dengan gelar (dosen pembimbing)


Ketua

Nama lengkap dengan gelar (penguji)


Anggota

Nama lengkap dengan gelar (penguji)


Anggota

Proposal skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi

Banda Aceh, ………………………………………....

Dekan,

Nama lengkap dengan gelar

ii
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, Sarah Adelia, dengan disaksikan oleh
tim penguji proposal skripsi, dengan ini menyatakan bahwa:
1. Proposal skripsi ini adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk
memperoleh derajat kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Sejauh pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis/diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
2. Proposal skripsi ini adalah hasil karya ilmiah yang saya tulis dengan
dibimbing oleh dosen dari Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry, dengan
demikian proposal skripsi ini merupakan karya intelektual UIN Ar-Raniry,
dan karenanya tidak akan saya publikasikan dalam bentuk apapun tanpa
seizin Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry.
Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya
bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.

Banda Aceh, September 2020


Yang menyatakan,

Sarah Adelia

iii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
segenap kekuatan dan kemampuan sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ini. Shalawat terhatur kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri
tauladan bagi ummatnya. Terima kasih yang berlimpah penulis ucapkan kepada
seluruh pihak yang membuat penulis menyelesaikan karya ini.
1. Kepada Ibu Dr. Salami, MA selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry
atas kebijakan-kebijakan yang diterapkan dalam memimpin Fakultas
Psikologi UIN Ar-Raniry.
2. Kepada Bapak Jasmadi Ali, S.Psi., MA., Psikolog selaku Kaprodi Fakultas
Psikologi UIN Ar-Raniry atas segala kemudahan yang diberikan pada penulis
selama menjalankan pendidikan di Fakultas Psikologi.
3. Kepada Ibu Fatmawati Fadli, S.Psi., B.Psych (Hons), M.Sc selaku dosen
pembimbing yang telah bersedia memberikan arahan, bimbingan, dukungan
dengan penuh kesabaran, pengertian dan keikhlasan dalam menyusun
karya ini.
4. Kepada Ibu (nama lengkap dengan gelar), Bapak (nama lengkap dengan
gelar) selaku dewan penguji yang telah memberikan banyak saran dan
bimbingan kepada penulis dalam proses penyelesaikan skripsi ini dari ujian
seminar proposal, seminar hasil hingga ujian skripsi.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry yang telah
memberikan bekal ilmu yang berharga.
6. Para staf pengelola Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry, para staf
perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Ar-raniry dan para staf perpustakaan
UIN Ar-Raniry atas bantuan dan kerjasama yang diberikan.
7. Dan lain-lain
8. Keluarga
9. Teman-teman Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry Angkatan 2017 lainnya
untuk bantuan dan perhatiannya.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan,
masukan dan dukungan do’a selama proses belajar dan penyusunan skripsi ini.

iv
Penulis berharap kekurangan dalam karya ini dapat diperbaiki dengan saran dan
kritik yang positif.

Wassalamualaikum Wr. Wb
Banda Aceh, 10 September 2020

Sarah Adelia

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x
ABSTRACT ................................................................................................. xi
ABSTRAK .................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................
B. Rumusan Permasalahan .............................................................
C. Tujuan dan Manfaat .....................................................................
D. Perbedaan Dengan Penelitian Sebelumnya ...............................
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Self Disclosure.............................................................................
1. Pengertian Self Disclosure........................................................
2. Aspek-Aspek Self Disclosure ..................................................
3. Karakteristik Self Disclosure .....................................................
4. Tingkat Self Disclosure ............................................................
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Disclosure .................
B. Self Esteem.................................................................................
1. Pengertian Self Esteem ............................................................
2. Aspek-Aspek Self Esteem ........................................................
3. Karakteristik Self-Esteem
..........................................................
4. Tingkat self Esteem ..................................................................
5. Komponen Self Esteem ...........................................................

C. Remaja .......................................................................................
1. Pengertian Remaja ..................................................................

2. Karakteristik Remaja ...............................................................

6
D. Pertanyaan penelitian/Hipotesis ................................................
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi dan Operasional variabel
B. Subjek Penelitian .........................................................................
C. Cara Pengumpulan Data .............................................................
D. Desain Penelitian .........................................................................
E. Cara Analisis Data .......................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
LAMPIRAN

7
HUBUNGAN SELF-DISCLOSURE TERHADAP SELF-ESTEEM PADA
REMAJA YANG MENGGUNAKAN SOSIAL MEDIA “INSTAGRAM”

Sarah Adelia1, dan Dosen pembimbing 2

Abstract

This study aims to determine how the relationship of self-disclosure to


self-esteem in adolescents who use social media. The hypothesis in this study is
the relationship of self-disclosure to self-esteem in adolescents who use social
media Instagram "
This study involved 60 subjects, namely adolescents with an age range
of 15-18 years. Data collection is done by using a scale of self-disclosure and
self-esteem scale compiled by researchers and the selection of subjects using
simple random sampling techniques.

Keywords: Self-Disclosure, Self-Esteem, adolescent


___________________________
1
Student of Bachelor Psychology, Faculty of Psychology, Ar-Raniry State Islamic University,
Banda Aceh
2
Lecturer of Bachelor Psychology, Faculty of Psychology, Ar-Raniry State Islamic University,
Banda Aceh

8
HUBUNGAN SELF-DISCLOSURE TERHADAP SELF-ESTEEM PADA
REMAJA YANG MENGGUNAKAN SOSIAL MEDIA “INSTAGRAM”

Sarah Adelia 1, dan Dosen Pembimbing 2

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan self-disclosure


terhadap self-esteem pada remaja yang menggunakan sosial media. Penelitian
ini melibatkan 60 subjek yaitu remaja dengan rentang usia 15-18 tahun. Alat ukur
dalam penelitian ini adalah skala self-disclouser (teori siapa) dan skala self-
esteem (teori siapa). Pemilihan subjek dengan menggunakan teknik simple
random sampling. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif
dengan pendekatan korelasional. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan ...

Kata kunci: self-disclosure, self-esteem, dan remaja


_______________________
1
Mahasiswa Sarjana Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry,
Banda Aceh
2
Dosen Program Sarjana Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry,
Banda Aceh

9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Self disclosure atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai

pengungkapan diri adalah mengungkapkan aspek intim dari diri sendiri kepada

orang lain (Myers, 2012). Derinteraksi dan berkomunikasi, pengungkapan diri

adalah suatu hal yang penting karena merupakan kemampuan yang harus

dimiliki seseorang untuk bisa bersosialisasi dengan orang lain di lingkungannya

(Yuniar & Nurwidawati, 2013). Menurut Grene, Derlega, dan Mathews (Choi &

Bazarova, 2014) Pengungkapan diri memainkan perannya dalam kehidupan

seseorang, dimana setiap individu pasti mengungkapkan dirinya, setidaknya

paling sedikit satu kali sehari, jika tidak mengungkapkan diri melalui media sosial

maka orang tersebut melakukan pengungkapan diri kepada orang lain (Choi &

Bazarova, 2014).

Wrightsman (dalam Dayakisni dan Hudaniyah, 2006) menyebutkan

keterbukaan diri adalah suatu proses menghadirkan diri yang terwujud dalam

kegiatan membagi informasi, perasaan, dengan orang lain. Devito (2011)

menyatakan bahwa keterbukaan diri adalah jenis komunikasi dimana individu

mengungkapkan informasi tentang dirinya yang biasanya disembunyikan atau

tidak diceritakan kepada orang lain. Istilah keterbukaan diri mengacu pada

pengungkapan informasi secara sadar.

Morton (dalam Sears, Jonathan & Anne, 1985) mengungkapkan bahwa

pengungkapan diri atau keterbukaan diri adalah kegiatan membagi perasaan dan

informasi yang akrab dengan orang lain. Keterbukaan diri bersifat deskriptif dan

10
evaluatif. Keterbukaan diri deskriptif adalah kegiatan melukiskan berbagai fakta

mengenai diri individu yang belum diketahui oleh orang lain yang berada di

lingkungan sekitarnya. Keterbukaan diri evaluatif adalah kegiatan

mengungkapkan pendapat atau perasaan invidividu seperti mengungkapkan

perasaan mengenai orang- orang yang disukai ataupun tidak disukai.

Pengungkapan diri bisa dilakukan oleh siapa saja, mulai dari anak-anak,

remaja, sampai orang tua. Salah satu manfaat pengungkapan diri yaitu dapat

meningkatkan keamanan psikologis dalam berinteraksi (Wood, 2013),

maksudnya ketika seseorang melakukan pengungkapan diri maka orang tersebut

akan dapat memahami adanya perbedaan pendapat, dan juga dapat

menyampaikan pendapat tanpa membuat orang lain tersinggung atau marah.

Disisi lain pengungkapan diri juga menimbulkan resiko, salah satunya seperti

kemungkinan ditolak orang lain.

Ketika melakukan pengungkapan diri, biasanya seseorang akan memilih

orang yang dapat dipercaya agar tidak mengalami penolakan, karena tidak

menutup kemungkinan lawan bicara orang tersebut merasa tidak senang atau

tidak nyaman dengan apa yang diungkapkan (Wood, 2013).

Di era zaman yang serba instan dan cepat ini, kecanggihan teknologi

seperti adanya media sosial telah memfasilitasi manusia sebagai makhluk sosial

untuk berkomunikasi. Menurut Rogers dan Kincaid (Mailoor, Senduk, & Londa,

2017) komunikasi adalah proses pertukaran informasi, menyampaikan pikiran

atau perasaannya agar orang lain memberikan tanggapan, serta orang tersebut

dapat mengekspresikan keunikan yang ada didalam dirinya. Melalui media sosial

seseorang dapat melakukan pengungkapan diri kepada banyak orang sekaligus,

11
dan secara serentak diterima oleh para pengguna media sosial, tanpa harus

bertatap muka secara langsung.

Media sosial instagram adalah sebuah aplikasi berbagi foto dan video

yang memungkinkan pengguna mengabil foto, engabil video, menrapkan filter

digital dan membagikannya keberbagai layan jejaring sosial. Salah satu fasilitas

instagram yang dimiliki adalah update status. Fasilitas update status menjadi

sangat popular dikalangan banyak orang dikarenakan fasilitas ini digunakan

sebagai media mengekspresikan atau mengungkap diri pengguna jejaring sosial

ke publik atau pengguna media sosial lainnya. Hal ini merupakan salah satu tipe

komunikasi dimana informasi diri sendiri (self) yang biasanya disembunyikan dari

orang lain kini dikomunikasikan kepada orang lain (Rakhmat, 2005). Boyd dan

Heer (dalam ferdiana, 2016) mengemukakan bahwa keterbukaan diri dalam

jejaring sosial bermanfaat untuk menjadi sarana dalam mempresentasikan

identitas diri.

Hasil wawancara awal pada tanggal 30 september 2019 diperoleh

kesimpulan partisipan DR dam KL dalam melalakukan aktivitas membagikan

cerita kehidupannya di media sosial khusus di aplikasi instagram. Aktivitas

tersebut berupa pengungkapan rasa sedih, marah ataupun bahagia. Partisipan

melalukannya setiap hari sehingga menimbulkan komentar dari orang lain

terhadapnya. Seperti komentar positif dan negatif. Partisipan merasa bahagia

setelah orang lain mengetahui aktivitas apa saja yang dia lakukan.

“aku merasa membagi kegiatan ataupun peraasaan aku kepada orang


lain sudah menjadi aktivitas sehari-hari aku, karena aku lega setelah
saya mencurahkan semua isi hati dan pikiran saja baik itu rasa kecewa
ataupun bahagia”. (W1.30 September 2019).

“saya membuka media sosial sering banget, bisa dibilang hampir setiap 1
jam sekali. Media sosial khususnya instagram yang saya buka karena
disitu saya bisa meluapkan semua apa yang saya alami. Instagram itu

12
kan orang lain enggak tau yang mana saya, jadi saya enggak ada
ketakutan untuk orang lain tau muka saya, dari itu banyak orang yang
memperhatikan saya pada setiap unggahan saya. Saya merasa senang
jika orang lain tau tentang saya. Saya juga sering berkomentar tentang
orang lain. (W2. 12 november 2019)

Pengungkapan diri dapat dilakukan jika individu mau membuka daerah

tersembunyi dengan cara memberikan informasi yang bersifat pribadi dan

rahasia kepada orang lain. Kesediaan membuka diri tersebut berawal dari

adanya penilaian positif terhadap orang lain (Sari, dkk, 2006). Semakin

berkembangnya kemajuan teknologi yang ada maka penggunaan teknologi untuk

menengahi interaksi interpersonal memberikan kesempatan bagi individu dengan

harga diri rendah untuk melindungi diri dari umpan balik negatif.

Berdasarkan pemaparan di atas peneliti tertarik untuk meneliti tentang

hubungan hubungan self-disclosure terhadap self-esteem pada remaja yang

menggunakan sosial media “instagram”

B. Rumusan Masalah

Individu dengan masalah self-disclosure ketika pengungkapan diri melalui

media sosial akan berpengaruh terhadap harga diri yang bersifat positif dimana

individu akan merasa dihargai akan keberadaan nya atau bersifat negatif dengan

terjadi nya penolakan terhadap dirinya. Berdasarkan yang di atas, peneliti

mengajukan rumusan masalah mengenai: Bagaimana hubungan self-disclosure

terhadap self-esteem pada remaja yang menggunakan sosial media?

C. Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana hubungan self-

disclosure terhadap self-esteem pada remaja yang menggunakan sosial media.

13
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk menambah referensi wawasan

keilmuan, khususnya di bidang Psikologi apa?. Manfaat praktis dari penelitian ini

adalah mengetahui self disclosure yang berdampak terhadap penghargaan diri.

Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut

yang berkaitan dengan permasalahan yang sama.

D. Perbedaan Dengan Penelitian Sebelumnya

Ferdiana (2016) dalam penelitiannya berjudul “Self Esteem dan Self

Disclosure Pada Mahasiswa Psikologi Pengguna Blackberry Messenger”

Menyatakan hubungan self esteem dengan self disclosure pengguna jejaring

sosial blackberry messenger, didapatkan hasil yang positif dan signifikan. Hal ini

berarti semakin tinggi tingkat self-esteem individu maka semakin tinggi tingkat

self disclosurenya dan sebaliknya, semakin tinggi tingkat self-disclosure yang

dimiliki individu maka semakin tinggi juga tingkat self esteem individu tersebut.

Forest dan Wood (2012) mengenai “When Social Networking Is Not

Working: Individuals With Low Self-Esteem Recognize but Do Not Reap the

Benefits of Self-Disclosure on Facebook”, melibatkan sebanyak 177 pengguna

facebook dengan mempertimbangkan postingan pada wall update status.

Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan harga diri rendah lebih banyak

mengungkapkan hal-hal yang kurang positif dan lebih banyak mengungkap hal-

hal yang negatif dibanding dengan individu dengan harga diri tinggi. Individu

dengan harga diri rendah cenderung lebih banyak mengungkapkan kesedihan,

kemarahan, frustrasi, kecemasan, ketakutan, lekas marah, rasa kurang bahagia,

dan rasa kurangbersyukur dalam postingan mereka daripada individu dengan

harga diri tinggi.

14
Penelitian Novi dan Rian (2017) mengenai “Hubungan Antara, Self-

Esteem dengan Self-Disclosure pada Saat Chatting di Facebook”. Cara

berperilaku seseorang saat chatting pun tidak bisa lepas dari pengaruh self-

esteem orang itu sendiri. Seseorang yang memiliki self-esteem yang tinggi

akan mampu untuk menghargai dirinya sendiri tanpa harus tergantung pada

penilaian orang lain tentang sifat atau kepribadiannya baik itu positif maupun

negatif. oleh karena itu apabila orang berkomunikasi saat chatting, seseorang

yang memiliki self esteem akan cenderung mampu untuk menunjukkan self-

disclosure yang efektif dalam berkomunikasi yaitu: bersikap terbuka, mampu

berempati, bersikap positif dalam proses komunikasinya dan merasa setara

dengan pasangan komunikasinya. Sebaliknya self-esteem yang rendah

kurang dapat mengekspresikan dirinya dengan baik, takut gagal dalam

hubungan sosial.

Penelitian Ardi dan Mansion (2014) mengenai “How do Polish and

Indonesian disclose in Facebook?: Differences in Online Self-Disclosure, Need

for Popularity, Need to Belong and Self-Esteem” sebagai bagian dari

kebudayaan kolektif, menekankan pengelolaan ikatan sosial. sehingga membuka

informasi pribadi yang intim diyakini menjadi cara agar bisa diterima oleh

kelompokya (menjadi populer). Orang indonesia lebih tinggi kebutuhan untuk

populernya dibandingkan dengan orang Polandia. Kebudayaan kolektif memiliki

banyak norma untuk mengatur perilaku, namun anonimitas visual di facebook

membuat seseorang tidak perlu khawatir akan penilaian orang lain (Ardi, 2004).

Individu akan merasa bebas mengekpresikan dirinya dengan membuka diri lebih

banyak. Orang yang berasal dari kebudayaan individual tidak terlalu melihat

15
facebook sebagai sarana untuk mendapatkan pengakuan kelompok dengan

membuka diri

Perbedaan dengan sejumlah penelitian di atas adalah peneliti ingin

mengetahui “Hubungan Self-Disclosure Terhadap Self-Esteem pada Remaja

yang Menggunakan Sosial Media “Instagram” yang berpengaruh terhadap

penghargaan diri yang positif atau negatif.

16
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Self-Dislosure

1. Pengertian Self-Disclosure

Devito (2011) menyatakan bahwa keterbukaan diri adalah jenis

komunikasi dimana individu mengungkapkan informasi tentang dirinya yang

biasanya disembunyikan atau tidak diceritakan kepada orang lain. Lautenceau,

Sergin dan Flora (dalam Papalia dan Feldman, 2009) mendefinisikan

pengungkapan diri merupakan wadah untuk menekspresikan emosi nonverbal

secara signifikan, kompleks, dan komunikasi interpersonal yang sulit untuk

diaplikasikan. Hal ini dikarenakan adanya pengharapan dari individu yang

membagikan informasi untuk mendapatkan perhatian dan pemahaman yang baik

dari pendengarnya.selain itu, ada nya indikasi resiko yang akan dihadapi jika

melakukan pengungkapan diri seperti kesalhpahaman dan penolakan dari

oranglain.

Galvin, Dawn, dan Carma (2015) menambahkan pengungkapan diri

dianggap sebagai pengambilan resiko karena individu dengan sukarela

membagikan informasi tentang dirinya yang tidak diperoleh dari sumber lain

selain dari individu tersebut, sehingga memiliki resiko dapat dimanfaatkan oleh

orang lain untuk memperoleh keuntungan dengan penungkapan diri tersebut.

Oleh karena itu, pengungkapandiri menunjukkan akan kepercayaan dan afeksi

dari sebuah hubungan.

17
Galvan, Dawn, dan Carma (2015) menjelaskan kepercayaan dalam

pengunkapan diri ditandai dengan perasaan aman dan nyaman saat berbagi

dengan orang lain, dengan kata lain individu akan merasa aman dan nyaman

saat orang lain mengetahui kelemahan, kekurangan serta ketakutan diri sendiri

dan percaya bahwa orang tersebut akan memberikan respon baik.

Berdasarkan pemaparan di atas, self-disclosure adalah....

2. Aspek-Aspek Self-Disclosure

Devito (dalam Zuyina, 2010) membedakan self-disclosure terdiri dari 5

aspek, yaitu :

1. Amount (Ukuran)

Ukuran self disclosure dapat dilihat dari frekuensi seseorang melakukan

keterbukaan dirinya dan durasi pesan yang bersifaf self-disclosure, yakni

waktu yang diperlukan untuk menyatakan keterbukaan tersebut.

2. Valence (valensi)

Valensi self-dislosure adalah kualitas positif dan negatif. Seseorang dapat

mengungkapkan diri dengan baik dan menyenangkan (self-disclosure positif),

atau dengan tidak baik dan tidak menyenangkan (self-disclosure negatif).

Kualitas ini akan menimbulkan dampak berbeda, baik pada orang yang

mengungkapkan diri maupun pada pendengarnya,

3. Accuracy and Honesty (keceramatan dan kejujuran)

Kecermatan dan kejujuran dari self-disclosure akan dibatasi sejauh mana

individu mengenal dirinya sendiri. Self-dislosure juga akan berbeda tergantung

kejujurannya. Pengungkapan mengenai diri, seseorang dapat secara total

melakukan secara jujur, melebih-lebihkan, membuat detail-detail penting,

ataupun berbohong.

18
4. Intention (tujuan dan maksud)

Intention adalah Individu harus mengetahui tujuan dari keterbukaan yang

dilakukannya, pada saat keterbukaan diri dilakukan individu dapat mengontrol

diri secara benar, dan tidak membabi buta.

5. Intimancy (keintiman)

Keterbukaan diri dapat dilakukan untuk yangbersifat pribadi kepada orang

yang dipercaya.

3. Karakteristik Self-Disclosure

Menurut Devito (1997) karakteristik self-disclosure mempunyai beberapa

karakteristik umum antara lain :

1. Self-disclosure adalah suatu tipe komunikasi tentang informasi diri yang pada

umumnya tersimpan, yang dikomunikasikan kepada orang lain.

2. Self-disclosure adalah informasi diri yang seseorang berikan merupakan

pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui oleh orang lain dengan

demikian harus dikomunikasikan.

3. Self-disclosure adalah informasi tentang diri sendiri yakni tentang pikiran,

perasaan dan sikap.

4. Self-disclosure dapat bersifat informasi secara khusus. Informasi secara

khusus adalah rahasia yang diungkapkan kepada orang lain secara pribadi

yang tidak semua orang ketahui.

5. Self-disclosure melibatkan sekurang-kurangnya seorang individu lain, oleh

karena itu keterbukaan diri merupakan informasi yang harus diterima dan

dimengerti oleh individu lain.

19
4. Tingkatan Self-Disclosure

Tingkatan self-disclosure menurut John Powell (dalam Dayakisni dan

Hudaniah, 2006) tingkatan-tingkatan self-disclosure dalam komunikasi yaitu:

a. Basa-basi: merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau

dangkal, walaupun terdapat keterbukaan diantara individu, tetapi tidak terjadi

hubungan antar pribadi. Masing-masing individu berkomunikasi basa-basi

hanya untuk kesopanan.

b. Membicarakan orang lain: yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah

tentang orang lain atau hal-hal yang diluar dirinya. Walaupun pada tingkat ini

isi komunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini individu tidak

mengungkapkan diri.

c. Menyatakan gagasan atau pendapat: sudah mulai dijalin hubungan yang erat.

Individu mulai mengungkapkan dirinya kepada individu lain, walaupun hanya

sebatas pendapat mengenai hal-hal tertentu saja.

d. Perasaan: setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang sama

tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat setiap

individu dapat berbeda-beda. Setiap hubungan yang menginginkan

pertemanan antar pribadi yang sungguh-sungguh, haruslah didasarkan atas

hubungan yang jujur, terbuka dan menyatakan perasaan-perasaan yang

mendalam.

Hubungan puncak: pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam,

individu yang menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan yang

dialami individu lainnya. Segala persahabatan yang mendalam dan sejati

haruslah berdasarkan pada pengungkapan diri dan kejujuran yang mutlak.

20
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Disclosure

Faktor yang mempengaruhi self-disclosure menurut Joseph A. Devito

(tahun) adalah sebagai berikut :

1. Efek Diadik

Self-disclosure itu bersifat timbal balik. Oleh karena itu, keterbukaan diri kita

yang ditanggapi dengan keterbukaan lawan komunikasi yang membuat

interaksi antara kita dan lawan komunikasi bisa berlangsung. Keterbukaan diri

kita mendorong lawan komunikasi kita dalam komunikasi atau interaksi di

antara dua orang untuk membuka diri juga. Inilah yang dinamakan efek diadik

tersebut.

2. Ukuran Khalayak

Self disclosure itu merupakan salah satu karakteristik komunikasi antar

pribadi. Oleh karena itu, self disclosure lebih besar kemungkinannya terjadi

dalam komunikasi dengan khalayak kecil, misalnya dalam komunikasi

antarpribadi atau komunikasi kelompok kecil. Alasannya sederhana saja. Jika

khalayak komunikasi itu besar jumlahnya maka kita akan sulit mengontrol dan

menerima umpan balik dari lawan komunikasi kita. Apabila khalayaknya kecil

saja maka kita bisa mengontrol situasi komunikasi dan bisa melihat umpan

balik itu. Apabila lawan komunikasi kita memberikan respons yang baik

terhadap self disclosure kita, dengan melakukan self disclosure juga maka

proses komunikasi yang menyingkapkan diri kita itu akan terus berlangsung.

3. Topik Bahasan

Pada awalnya orang akan selalu berbicara hal-hal yang umum saja. Makin

akrab maka akan makin mendalam topik pembicaraan kita. Tidak mungkin kita

21
berbicara soal-soal yang sangat pribadi, misalnya kehidupan seksual kita,

pada orang yang baru kita kenal. Kita akan lebih memilih topik percakapan

yang umum, seperti soal cuaca, politik secara umum, kondisi keuangan

negara atau kondisi sosial.

4. Valensi

Ini terkait dengan sifat positif atau negatif self-disclosure. Pada umumnya,

manusia cenderung lebih menyukai valensi positif atau self-disclosure positif

dibandingkan dengan self-disclosure negatif. Apalagi apabila lawan

komunikasi kita bukanlah orang yang kita akrabi betul. Namun, apabila lawan

komunikasi kita itu adalah orang yang sudah akrab maka self-disclosure

negatif bisa saja dilakukan.

5. Jenis Kelamin

Wanita lebih terbuka dibandingkan dengan pria. Bisa saja ungkapan tersebut

merupakan ungkapan stereotipikal. Namun, beberapa penelitian menunjukkan

ternyata wanita memang lebih terbuka dibandingkan dengan pria. Meski

bukan berarti pria juga tidak melakukan self-disclosure. Bedanya, apabila

wanita mengungkapkan dirinya pada orang yang dia sukai maka pria

mengungkapkan dirinya pada orang yang dipercayainya.

6. Ras, Nasionalitas, dan Usia

Ini juga bisa saja dipandang sebagai bentuk stereotip atas Ras, Nasionalitas,

dan usia. Namun, kenyataan menunjukkan memang ada ras-ras tertentu yang

lebih sering melakukan self-disclosure dibandingkan dengan ras lainnya.

Misalnya kulit putih Amerika lebih sering melakukan self disclosure

dibandingkan dengan orang Negro. Begitu juga dengan usia, self-disclosure

22
lebih banyak dilakukan oleh orang yang berusia antara 17-50 tahun

dibandingkan dengan orang yang lebih muda atau lebih tua.

7. Mitra dalam Hubungan

B. Self Esteem

1. Pengertian Self Esteem

Coopersmith (1967) menjelaskan bahwa self-esteem adalah evaluasi

yang dibuat individu mengenai sesuatu yang berkaitan dengan dirinya, yang

diekspresikan dalam suatu bentuk sikap setuju atau tidak setuju dan

menunjukkan bahwa individu tersebut meyakini dirinya sendiri sebagai individu

yang mampu, penting, dan berharga.

Kreitner dan kinicki (2000), harga diri adalah suatu keyakinan nilai diri

sendiri berdasarkan evaluasi diri secara keseluruhan. Orang dengan harga diri

yang tinggi memandang diri mereka sendiri berharga, mampu dan dapat

diterima. Orang dengan harga diri yang rendah memandang diri mereka sendiri

dalam pemahaman yang negatif. Mereka tidak merasa baik dengan diri mereka

sendiri dan dipenuhi dengan rasa sangsi akan dirinya sendiri. Frey dan Carlock

(dalam Simbolon, 2008) harga diri adalah penilaian yang mengacu pada

penilaian positif, negatif, netral dan ambigu yang merupakan bagian dari konsep

diri, tetapi bukan berarti cinta diri sendiri.

Santrock (1998) harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya

sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

mereka terhadap keberadaan dan keberartian dirinya. Dalam harga diri tercakup

evaluasi, penghargaan diri dan menghasilkan penilaian tinggi atau rendah

terhadap dirinya sendiri.

23
Burn (1993) harga diri adalah penilaian terhadap diri yang dipengaruhi

oleh karakteristik yang dimiliki orang lain dalam menjadi pembanding. Harga diri

merupakan penilaian diri yang dipengaruhi oleh sikap, interaksi, penghargaan

dan penerimaan orang lain terhadap individu.

2. Aspek-Aspek Self-Esteem

Menurut Coopersmith (1967), terdapat empat aspek dalam harga diri,

yaitu:

1. Power (Kekuasaan).

Kemampuan untuk bisa mengatur dan mengontrol tingkah laku diri sendiri dan

orang lain. Hal ini ditandai dengan adanya penghargaan dan penerimaan dari

dari orang lain terhadap ide-idenya dan hak-hak individu tersebut.

2. Significance (Keberartian).

Significance atau keberartian adalah adanya kepedulian, perhatian, dan afeksi

yang diterima individu dari orang lain, hal tersebut merupakan penghargaan

dan minat dari orang lain dan pertanda penerimaan dan popularitasnya. Hal

ini ditandai dengan keramahan, ketertarikan dan disukai individu menyukai

dirinya.

3. Virtue (Kebajikan).

Ketaatan mengikuti kode moral, etika, dan prinsip-prinsip keagamaan yang

ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang dilarang dan

melakukan tingkah laku yang diperbolehkan oleh moral, etika, dan agama.

4. Competence (Kemampuan). Sukses memenuhi tuntutan prestasi yang

ditandai oleh keberhasilan individu dalam mengerjakan berbagai tugas atau

pekerjaan dengan baik dari level yang tinggi dan usia yang berbeda.

24
3. Karakteristik Self-Esteem

Menurut Coopersmith (1967), terdapat beberapa karakteristik individu

yang berhubungan dengan self esteem yaitu,

a. Physical attribute

Karakteristik ini berhubungan dengan kondisi fisik yang dimiliki oleh

seseorang. Bagaimana seorang individu memandang dan mengahrgai kondisi

fisik yang ada pada dirinya. Kondisi fisik yang dibahas di sini diantaranya

seperti, tinggi badan, berat badan, warna kulit, dan lain-lain.

b. General capacities, ability, and performance

Karakteristik ini berhubungan dengan kemampuan dan prestasi individu

secara umum. Apakah seorang individu menghargai prestasi dan kemampuan

dirinya atau tidak.

c. Affective state

Karakteristik ini berhubungan dengan kebahagiaan, kemampuan afeksi, dan

kepuasan terhadap diri sendiri. Individu dengan penilaian diri yang rendah

biasanya memiliki ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan diri, sedangkan

individu dengan penilaian diri yang tinggi memiliki kepercayaan diri yang

positif dan lebih ekspresif.

d. Self values

Karakteristik ini berhubungan dengan bagaimana seorang individu menilai

keberhargaan dirinya seseuai dengan nilai yang berlaku dan ideal self yang

dimilikinya.

4. Tingkat self Esteem

25
Menurut Coopersmith (1967), individu dengan self-esteem yang berbeda

hidup dalam dunia yang berbeda. Menurutnya, individu yang memiliki penilaian

yang rentan terhadap dirinya terhambat oleh tingkat kecemasannya yang tinggi,

rendang dalam pengungkapan perasaan, serta lebih sering terhambat oleh

gejala psikosomatis dan perasaan depresi.

Coopersmith (1967) mengulas karakteristik umum yang tampak pada

individu dengan berbagai tingkat self-esteem, yaitu sebagai berikut:

a.Tingkat self esteem tinggi

Individu yang memiliki self-esteem tinggi akan puas dengan karakter dan

kemampuan dirinya yang ditandai dengan self-evaluation yang positif sehingga

memiliki self-image yang positif, mampu menerima masukan dari lingkungannya,

dapat melakukan evaluasi secara positif serta memiliki self worth yang positif dan

mampu mengoptimalkan dan mengendalikan self worth yang dimilikinya

(Coopersmith, 1967).

Individu dengan self-esteem tinggi lebih independen dalam

mempengaruhi situasi, memiliki karakter yang konsisten dalam merespon

sesuatu. Gambaran dirinya akan menjelaskan bahwa dia adalah seorang yang

bernilai dan penting, mempunyai kemampuan yang sebaik individu lain

seusianya. Individu tersebut merasa bahwa dirinya dinilai sebagai seseorang

yang berharga dan dipertimbangkan oleh orang-orang terdekatnya (Coopersmith,

1967).

Mereka memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain

dikarenakan adanya pengakuan orang-orang terhadap cara pandang dan

pendapat yang ia miliki (Coopersmith, 1967). Selain itu, mereka juga percaya diri

dengan padangan dan keputusan yang mereka buat, sikap-sikap positif yang

26
dimiliki oleh individu dengan harga diri tinggi akan membimbing mereka pada

penerimaan pribadi dan kepercayaan terhadap reaksi dan konklusi yang mereka

buat, serta membuat mereka menimbulkan ide-ide baru (Coopersmith, 1967).

Ketika terlibat dalam sebuah diskusi mereka akan lebih senang untuk

berpartisipasi daripada hanya sekedar menjadi penyimak (Coopersmith, 1967).

Mereka memiliki kejujuran dalam berpendapat dan memiliki kemampuan dalam

mempertimbangkan isu-isu eksternal (Coopersmith 1967). Mereka juga bisa

mengelola tindakan sesuai dengan tuntutan lingkungan, memiliki pemahaman

yang baik tentang dirinya, dan sangat menyukai tantangan dan tugas-tugas baru

dan biasanya tidak merasa kecewa meskipun belum berhasil (Coopersmith,

1967). Selain itu sikap-sikap positif mengenai diri mereka sendiri juga akan

membuat mereka memiliki kemandirian sosial yang lebih baik (Coopersmith,

1967).

b. Tingkat self esteem sedang

Pada dasarnya individu memiliki kesamaan dengan individu yang memiliki

self-esteem yang tinggi dalam hal penerimaan diri. Mereka memiliki penerimaan

yang relatif baik, pertahanan yang baik, serta pemahaman dan penghargaan

yang sangat baik (Coopersmith, 1967). Namun, mereka kurang mampu

mengendalikan self-worth yang mereka miliki dari pandangan sosial sehingga

kurang konsisten dalam mempertahankan pandangannya. Selain itu mereka

ragu-ragu dengan penghargaan yang mereka miliki dan cenderung tidak yakin

terhadap kemampuan mereka dibanding yang lain (Coopersmith, 1967).

Mereka memiliki sejumlah pernyataan positif tentang diri mereka, tetapi

penilaian mereka mengenai kemampuan, keberartian, dan harapan lebih

27
moderat dibanding yang lain. Mereka tidak menilai diri mereka sebagai yang

paling baik, melainkan lebih baik.

c. Tingkat self-esteem rendah

Individu dengan self-esteem rendah adalah individu yang hilang kepercayaan

dirinya dan tidak mampu menilai kemampuan dan atribut-atribut dalam dirinya

(Coopersmith, 1967).

Individu yang memiliki self-esteem yang rendah menilai atribut-atribut

dalam dirinya secara negatif. Mereka mempunyai sikap yang negatif terhadap diri

mereka sendiri. Gambaran yang mereka buat cenderung memberi kesan depresi

dan pesimis. Mereka merasa bahwa mereka bukan orang penting dan pantas

disukai. Menurut mereka, mereka tidak bisa melakukan apapun yang mereka

ingin lakukan. Mereka tidak yakin dengan ide, kemampuan, dan pandangan

mereka sendiri. Mereka juga merasa lingkungan tidak memberikan perhatian

kepada apapun yang mereka lakukan (Coopersmith, 1967). Berkebalikan dengan

individu yang memiliki tingkat harga diri tinggi, individu ini memiliki self-

consciousness yang tinggi dan terlalu sibuk dengan masalah internal mereka.

Kesadaran mengenai diri mereka sendiri yang tinggi, mengganggu mereka untuk

bisa terlibat dengan orang lain dan isu-isu yang ada dan menyebabkan mereka

menjadi keasyikan secara tidak wajar dengan kesulitan mereka sendiri

(Coopersmith, 1967).

Menurut Coopersmith (1967), mereka merasa terisolasi, tidak pantas

dicintai, tidak mampu mengekspresikan diri, dan tidak mampu mempertahankan

diri sendiri. Mereka merasa terlalu lemah untuk melakukan konfrontasi dan

melawan kelemahan mereka sendiri (Coopersmith, 1967). Individu dengan harga

28
diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga.

Mereka merasa tidak memiliki kekuatan (Coopersmith, 1967). Hal ini

menyebabkan ekspetasi mereka akan masa depan sangat rendah (Coopersmith,

1967).

5. Komponen Self Esteem

Menurut Coopersmith (1967), ada empat komponen yang menjadi

sumber dalam pembentukan Self Esteem individu. Keempat komponen ituadalah

keberhasilan (Successes), Nilai-nilai (value), Aspirasi-aspirasi (Aspirations), dan

pendekatan dalam merespon penurunan penilaian terhadap diri (Defences).

a. Successes

Kata “keberhasilan” memiliki makna yang berbeda-beda pada setiap

orang. Beberapa individu memaknakan keberhasilan dalam bentuk kepuasan

spiritual, dan individu lain menyimpulkan dalam bentuk popularitas. Pemaknaan

yang berbeda-beda terhadap keberhasilan ini disebabkan oleh faktor individu

dalam memandang kesuksesan dirinya dan juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi

budaya yang memberikan nilai pada bentuk-bentuk tertentu dari kesuksesan.

b. Nilai-Nilai (value)

Setiap individu berbeda dalam memberikan pemaknaan terhadap

keberhasilan yang ingin dicapai dalam beberapa area pengalaman dan

perbedaan-perbedaan ini merupakan fungsi dari nilai-nilai yang diinternalisasikan

dari orang tua dan figur-figur signifikan lainnya dalam hidup. Faktor-faktor seperti

penerimaan dan respek dari orang tua merupakan hal-hal yang dapat

memperkuat penerimaan nilai-nilai dari orang tua tersebut. Hal ini juga

mengungkapkan bahwa kondisi-kondisi yang mempengaruhi pembentukan Self

29
Esteem akan berpengaruh pula dalam pembentukan nilai-nilai yang realistis dan

stabil.

c. Aspirasi-aspirasi

Menurut Coopersmith (1967), penilaian diri (self judgement) meliputi

perbandingan antara performance dan kapasitas aktual dengan aspirasi dan

standar personalnya. Jika standar tersebut tercapai, khususnya dalam area

tingkah laku yang bernilai, maka individu akan menyimpulkan bahwa dirinya

adalah orang yang berharga.

Ada perbedaan esensial antara tujuan yang terikat secara sosial (public

goals) dan tujuan yang bersifat self significant yang ditetapkan individu. Individu-

individu yang berbeda tingkat Self Esteemnya tidak akan berbeda dalam public

goalnya, tetapi berbeda dalam personal ideals yang ditetapkan untuk dirinya

sendiri. Individu dengan Self Esteem tinggi menentukan tujuan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan individu dengan self-esteem yang lebih rendah. Self-

esteem tinggi berharap lebih pada dirinya sendiri, serta memelihara perasaan

keberhargaan diri dengan merealisasikan harapannya dari pada sekedar

mencapai standar yang ditentukannya. Hal ini memunculkan sikap diri (self

attitude) yang lebih baik sehingga mereka tidak diasosiasikan dengan standar

personal yang rendah dan menilai sukses karena mencapai standar tersebut.

Tetapi karena standar tinggi yang secara objektif dapat dicapainya, individu

dengan self-esteem tinggi menganggap lebih dekat aspirasi (harapannya)

dibandingkan dengan individu dengan self-esteem rendah yang menentukan

tujuan lebih rendah. Individu dengan self-esteem tinggi memiliki pengharapan

terhadap keberhasilan yang tinggi.

30
Pengharapan ini menunjukan suatu kepercayaan terhadap keadekuatan

dirinya, dan juga keyakinan bahwa ia memiliki kemampuan untuk menampilkan

segala macam cara yang dibutuhkan untuk berhasil. Keyakinan tersebut bersifat

memberi dukungan dan semangat pada individu untuk mempercayai bahwa

keberhasilan itu dapat dicapai. Penghargaan (self expectancy) akan keberhasilan

ini ditunjukkan melalui sikap asertif, self trust, dan keinginan kuat untuk

bereksplorasi.

Individu dengan self esteem rendah, meskipun memiliki keinginan sukses

seperti individu dengan self-esteem tinggi, tetapi dia tidak yakni kesuksesan

tersebut akan terjadi pada dirinya. Sikap pesimis itu merupakan ekspresi

antisipasi terhadap kegagalan, yang mana akan menurunkan motivasinya dan

mungkin memberikan konstribusi terhadap kegagalannya.

a. Defenses

Menurut Coopersmith (1967), beberapa pengalaman dapat merupakan

sumber evaluasi diri yang positif, namun ada pula yang menghasilkan penilaian

diri yang negatif. Kenyataan ini tidak akan mudah diamati dan diukur pada tipe

individu. Kenyataan ini merupakan bahan mentah yang digunakan dalam

membuat penilaian, interpretasi terhadapnya tidaklah senantiasa seragam.

Interpretasi akan bervariasi sesuai dengan karakteristik individu dalam mengatasi

distress dan situasi ambigu serta dengan tujuan dan harapan-harapannya.

Individu dengan self-esteem tinggi memiliki suatu bentuk mekanisme pertahanan

diri tertentu yang memberikan individu tersebut kepercayaan diri pada penilaian

dan kemampuan dirinya, serta meningkatkan perasaan mampu untuk

menghadapi situasi yang menyulitkan.

31
Coopersmith (1967) mengungkapkan bahwa proses penilaian diri muncul

dan penilaian subjektif terhadap keberhasilan, yang dipengaruhi oleh nilai yang

diletakkan pada berbagai area kapasitas dan tampilan, diukur dengan

membandingkan antara tujuan dan standar pribadi, dan disaring melalui

kemampuan untuk mempertahankan diri dalam menghadapi kegagalan. Melalui

proses tersebut akhirnya individu sampai pada penilaian tentang kemampuan,

keberartian, kesusesan, dan keberhargaan dirinya.

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Pengertian Remaja Remaja atau istilah lainnya adolescene berasal dari

kata adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah ini

mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional,

sosial dan fisik (Hurlock, 1997).

Menurut Piaget, masa remaja secara psikologis adalah usia di mana

individu menjadi berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Usia dimana anak

tidak lagi merasa di bawah tingkatan orang-orang yang lebih tua, melainkan

berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak

(dalam Hurlock, 1997).

Masa remaja juga dikenal sebagai periode yang mengkaji hubungan

antara mekanisme penyesuaian psikologis dengan kondisi-kondisi sosial yang

memfasilitasinya (mempengaruhinya), sehingga masa ini juga disebut sebagai

masa penuh dengan stres dan krisis bagi remaja.

Masa remaja merupakan masa penghubung atau masa peralihan antara

masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada masa remaja mengalami

32
perubahan besar mengenai fungsi rohaniah dan jasmaniah. Perubahan yang

sangat menonjol dalam periode ini adalah kesadaran yang mendalam mengenai

diri sendiri, dimana remaja mulai meyakini kemampuannya, potensi dan cita-

citanya sendiri. Dengan kesadaran tersebut remaja berusaha menemukan jalan

hidupnya dan mulai mencari nilai-nilai tertentu, seperti kebaikan, keluhuran,

kebijaksanaan, dan keindahan (Kartono, 1990).

2. Karakteristik Remaja

Selain konsep tentang remaja, batasan usia untuk remaja juga tidak

terlepas dari berbagai pandangan dan tokoh. Untuk masyarakat Indonesia,

individu yang dikatakan remaja ialah individu yang berusia 11-24 tahun dan

belum menikah. Status perkawinan sangat menentukan di Indonesia, karena arti

perkawinan masih sangat penting di masyarakat pada umumnya. Seorang yang

sudah menikah, pada usia berapa pun di anggap dan diperlakukan sebagai

orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat

dan keluarga (Sarwono, 2011). Meskipun rentang usia remaja dapat bervariasi

terkait dengan lingkungan, budaya dan historisnya, namun menurut salah satu

ahli perkembangan yakni Santrock menetapkan masa remaja dimulai sekitar usia

10 hingga 13 tahun dan berakhir pada sekitar usia 18 hingga 22 tahun.

Perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional yang dialami remaja

dapat berkisar mulai dari perkembangan fungsi seksual hingga proses berpikir

abstrak hingga kemandirian. Santrock (tahun) membedakan masa remaja

tersebut menjadi periode awal dan periode akhir. Masa remaja awal (early

adolescence) kurang lebih berlangsung di masa sekolah menengah pertama

atau sekolah menengah akhir dan pubertas besar terjadi pada masa ini. Masa

33
remaja akhir (late adolescence) kurang lebih terjadi pada pertengahan

dasawarsa yang kedua dari kehidupan. Minat, karir, pacaran dan eksplorasi

identitas sering kali lebih menonjol di masa remaja akhir dibandingkan di masa

remaja awal (Santrock, 2007). Berdasarkan perbedaan sudut pandang mengenai

rentang usia remaja yang ditetapkan oleh masyarakat Indonesia dengan

pandangan ahli 16 perkembangan yang disampaikan oleh Santrock di atas,

maka demi keperluan penelitian ini dapat disimpulkan untuk batas usia remaja

yakni, remaja merupakan individu yang tergolong dalam masa remaja akhir atau

yang berusia antara 18 hingga 22 tahun dan belum menikah.

D. Hipotesis

1. Adanya hubungan self-disclosure terhadap self-esteem pada remaja yang

menggunakan sosial media “instagram”.

2. Tidak adanya hubungan self-disclosure terhadap self-esteem pada remaja

yang menggunakan sosial media “instagram”.

34
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi dan operasional Variabel

1. Indentifikasi variabel penelitian

a. Variabel Independen

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengungkapan diri (Self-

Disclosure).

b. Variabel Dependen

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah harga diri (Self-Esteem).

2. Definisi operasioanl variabel

a. Self-Disclosure

Devito (2011) menyatakan bahwa keterbukaan diri adalah jenis

komunikasi dimana individu mengungkapkan informasi tentang dirinya yang

biasanya disembunyikan atau tidak diceritakan kepada orang lain. Aspek yang

dikemukan Devito yaitu amount (Ukuran), valence (valensi), accuracy and

honesty (keceramatan dan kejujuran), intention (tujuan dan maksud) dan

intimancy (keintiman). minimal dari 5 tokoh

b. Self-Esteem

Coopersmith (1967) menjelaskan bahwa self esteem adalah evaluasi

yangdibuat individu mengenai sesuatu yang berkaitan dengan dirinya, yang

diekspresikandalam suatu bentuk sikap setuju atau tidak setuju dan

menunjukkan bahwa individutersebut meyakini dirinya sendiri sebagai individu

yang mampu, penting, dan berharga. Menurut Coopersmith (1967), terdapat

35
empat aspek dalam harga diri, yaitu power (Kekuasaan), significance

(Keberartian), virtue (Kebajikan) dan competence (Kemampuan). minimal dari 5

tokoh

B. Subjek Penelitian

Populasi adalah sejumlah individu yang paling sedikit mempunyai satu

sifat yang sama yang ditetapkan peneliti untuk menjadi subjek penelitian dan

padanya akan dikenai generalisasi hasil penelitian. Dalam penelitian, ini tidak

diketahui jumlah populasi secara pasti sehingga peneliti menggunakan

karakteristik populasi dalam penelitian ini yaitu :

a. Remaja rentang usia15-18 tahun.

b. Memiliki account instagram

c. Menggunakan isntagram

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dikenai langsung oleh suatu

penelitian. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 60

remaja usia 15-18 tahun.

C. Metode pengumpulan data

1. Metode

Metode sampling yang digunakan adalah Probability Sampling dengan

teknik simple random sampling dimana pengambilan subjek dilakukan secara

acak.

2. Alat pengumpulan data

Teknik pengumpulan data bertujuan untuk menjawab rumusan masalah

penelitian dengan cara mengumpulkan data yang sesuai dengankonsep yang

36
ingin diukur (Noor, 2011). Penelitian ini penelitian menggunakan dua skala untuk

mengumpulkan data yaitu :

a. Skala Pengungkapan Diri ( Self-Disclosure)

Pengukuran pengungkapan diri dalam penelitiqn ini menggunakan skala

self-dislosure yang disusun oleh peneliti dengan mengacu pada aspek yang

dikemukakan oleh Devito (dalam Zuyina, 2010), yaitu amount (Ukuran), valence

(valensi), accuracy and honesty (keceramatan dan kejujuran), intention (tujuan

dan maksud) dan intimancy (keintiman).

Aspek-aspek skala self-disclosure dalam penelitian ini dijabarkan dalam

bentuk aitem-aitem yang terdiri dari pernyataan yang favourable dan pernyataan

yang unfavourable, disusun dalam bentuk pernyataan dimana alternatif jawaban

dari skala tersebut merupakan modifikasi skala Likert yang terdiri dari empat

pilihan yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak

Setuju (STS). Cara ini disebut dengan modifikasi skala likert, yaitu menyesuaikan

respon jawaban dan menghilangkan kategori jawaban yang di tengah, alasannya

adalah; Jawaban undecided (ragu-ragu) mempunyai arti ganda, bisa berarti

belum dapat memberi jawaban atau bersikap netral diri, dalam arti setuju tidak,

tidak setuju juga tidak.

b. Skala Harga Diri (Self-Esteem)

Skala self-esteem yang digunakan dalam mengukur self-esteem

dalampenelitian ini adalah skala yang disusun penulis berdasarkan teori yang

dikemukakan oleh Coopersmith (1967 yaitu, power (Kekuasaan), significance

(Keberartian), virtue (Kebajikan) dan competence (Kemampuan).

37
Aspek-aspek skala self-esteem dalam penelitian ini dijabarkan dalam

bentuk aitem-aitem yang terdiri dari pernyataan yang favourable dan pernyataan

yang unfavourable, disusun dalam bentuk pernyataan dimana alternatif jawaban

dari skala tersebut merupakan modifikasi skala Likert yang terdiri dari empat

pilihan yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak

Setuju (STS). Cara ini disebut dengan modifikasi skala likert, yaitu menyesuaikan

respon jawaban dan menghilangkan kategori jawaban yang di tengah, alasannya

adalah; Jawaban undecided (ragu-ragu) mempunyai arti ganda, bisa berarti

belum dapat memberi jawaban atau bersikap netral diri, dalam arti setuju tidak,

tidak setuju juga tidak.

D. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional yang bertujuan

meneliti sejauh mana hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain,

berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2009).

E. Cara Analisis Data

1. Uji Asumsi

Uji asusmsi merupakan salah satu syarat dalam penggunakan metode

korelasi untuk memperoleh kesimpulan yang benar berdasarkan data yangada.

Adapun uji asumsi yang dilakukan adalah sebgai berikut :

a. Uji Normalitas

Sunjoyo, Setiawan, Caralina, Magdelana, dan Kurniawan (2013) uji

normalitas adalah uji yang dilakukan untuk melihat apakah data penelitian

berasal dari polpulasi dengan normal atau tidak. Data yang dinyatakan

terdistribusi normal apabila memiliki nilai signifikan lebih besar dari alpha yaotu

38
0,05. Sebaliknya, apabila nilai signifikansi yangdiperoleh lebih kecil dari alpha

0,05, maka sebaran tersebut tidak terdistribusi normal. Pada penelitian ji

normalitas dilakukan dengan Kolmogrov-Sinirnov pada SPSS versi 16 for

windows.

b. Uji linearitas

Uji linear ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel terikat dan

variabel bebas mempunyai hubungan linear (Siregar, 2014). Jika hubungan

antara dua variabel tersebut menunjukkangarus lurus maka dapat dinyatakan

terdapat korelasi yang linear antara kedua variabel. Korelasi linear terjadi apabila

dua variabel mempunyai nilai signifikansi (p) kurang dari 0,05 (p<0,05).

Sebaliknya jika nilai signifikansi (p) lebh besar dari 0,05 (p>0,05) maka

hubungan antar kedua variabel dikatakan tidak linear (Azwar, 2009). Pada

penelitian ini uji linearitas dilakukan dengan menggunakan Test Of Lineariry

dalam SPSS versi 16 for windows.

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan negatif

antara pengungkapan diri dengan harga diri pada remaja yang menggunakan

instagram. Hubungan negatif terhadi jika peningkatan nilai pada suatu variabel

akan diikuti oleh penurunan nilai pada variabel lainnya, atau sebaliknya (Prasetyo

dan Miftahul, 2005). Pada penelitian ini untuk menguji hipotetsis menggunakan

teknik korelasi Pearson Product Moment dengan Program SPSS versi 16 for

windows.

39
Daftar Pustaka

Abdillah M.A.E. 2014. Hubungan Sensationa Seeking Dengan Self Esteem Pada
Cosplayer.Universitas Pendidikan Indonesia.

Ardi R., Mainson D.2014.How do Polish and Indonesian disclose in Facebook?:


Differences in online self-disclosure, need for popularity, need to belong
and self-esteem. Jurnal information komunikasi dan etnis sosial
Volume.12. Nomor 3. ini yang dimiringkan nama jurnal bukan judul jurnal

Azwar, Saifuddin.2009.Metode Penelitian. Yogyakarta:Pustaka Belajar

Burn, R.B. 1993. Konsep Diri: Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku.


Jakarta: Arcan.

Choi H.Y & Bazarova N.N.2014. Self‐Disclosure in Social Media: Extending the
Functional Approach to Disclosure Motivations and Characteristics on
Social Network Sites.Volume 64. Issue 4.

Coopersmith, Stanley.1967. The Antecedent of Self-esteem. San Francisco: W.H


Freeman and Company.

Dayakisni, T & Hudaniah. 2006. Psikologi Sosial. Malang: Universitas

Devito, Joseph A. 2011. Komunikasi Antar Manusia. Pamulang-Tangerang


Selatan: Karisma Publishing Group.

Ferdiana S.P, Damajanti K.D.2016.Self Esteem Dan Self Disclosure Pada


Mahasiswa Psikologi Pengguna Blackberry Messenger. Volume 7. Nomor
1. nama jurnalnya apa?

Galvin, K, Dawn. O., & Carma, L. 2005. Family Communication Choesion and
Change. USA: Pearson Education.

Hurlock,Elizabeth.1997. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kartini Kartono. 1990. Psikologi Perkembangan Anak. Bandung: CV. Mandar.

Kreitner, Robert  dan Kinicki, Angelo. 2000. Perilaku Organisasi. Jakarta:


Selemba Empat.Muhammadiyah Malang.

Mailoor A, Senduk j.j, Londa J.W. 2017. Pengaruh Penggunaan Media Sosial
Snapchat Terhadap Pengungkapan Diri Mahasiswa Jurusan Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sam Ratulangi.
Volume 4. Nomor 1. dimiringkan nama jurnalnya

Myers, David.G. 2012. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

40
Noo, Juliansyah.2001. metode penelitian: skripsi, tesis, disertasi dan karya
ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada media Group

Novi N.S,Rian D.2017. Hubungan Antara, Self Esteem dengan Self Disclosure
pada Saat Chatting di Facebook. Jurnal pendidikan. Volume 6. Nomor 1.

Papalia. D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development;


Perkembangan Manusia Edisi 10 Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.

Prasetyo & Miftahul, L.J,.2005. Metode Penelitian Kuantitatif; Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya

Santrock, J. W. 1998. Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.

Santrock, J. W. 2007. Perkembangan Anak. Jilid 1 Edisi kesebelas. Jakarta : PT.


Erlangga.

Sari,R.p., Rejeki, T & Mujab,A. 2006. Pengungkapan diri mahasiswa tahun


pertama universitas diponegoro ditinjau dari jenis kelamin dan harga diri.
Jurnal Psikologi universitas Diponegoro.

Sarwono. 2011. Psikologi Remaja.Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.

Sears. D.O, Jonathan L. F, Anne L.P.1985. Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga.

Simbolon, Maropen. 2008. Persepsi dan Kepribadian. Jurnal Ekonomi


Bisnis,Volume 2, Nomor 1. yang dimiringkan nama jurnal bukan judul jurnal

Sunjoyo, setiawan, R., Carolina, V., Magdalena, N., & Kurniawan, A.2013.
Aplikasi SPSS untuk Smart Riset: Program IBM SPSS 21.0. Bandung:
Alfabeta.

Wood, Julia T.2013. Komunikasi: Teori dan Praktik (Komunikasi dalam


Kehidupan Kita) Edisi 6. Jakarta: Salemba Humaika.

Yuniar, G.S & Nurwidawati, D. .2013. Hubungan antara Intensitas Penggunaan


Situs Jejaring Sosial Facebook dengan Pengungkapan Diri (Self
Disclosure) pada Siswa-Siswi Kelas VIII SMP Negeri 26 Surabaya.
Character, 02 (01). Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Semarang.

Zuyina L.L. 2010. Pengembangan Kepribadian Untuk Mahasiswa Kesehatan


Dan Umum. Yogyakarta :Nuha Medika.

41
Perbaikan 3:
1. Warna kuning: tata tulis masih belum benar

2. Warna merah: dilanjutkan tulisan sesuai keterangan.

3. Daftar isi ditulis isi dan halaman, begitu juga dengan proposal ditulis nomor.

4. D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya


-cari 3 penelitian lagi tentang variabel yang mau kamu teliti.

Perbaikan 2:

1. A. Latar Belakang
-Datanya masih kurang, ditambah lagi teorinya

2. BAB II KAJIAN PUSTAKA

-Teori Pengertian Self Disclosure masih kurang, ditambah lagi.

3. Daftar Pustaka
-Tulis sesuai abjad dan baris kedua masuk ke dalam dirapikan semuanya.

4. Kata pengantar, daftar isi, dan abstrak ditulis semua isinya.

42

Anda mungkin juga menyukai