Anda di halaman 1dari 8

Mata Kuliah : Gerontologi

Dosen Pengampu : Dr. Dian Novita Siswanti, S. Psi., M. Si., M.Psi., Psikolog
Ismalandari Ismail, S. Psi., M. Psi., Psikolog

MATURE THOUGHT, WISDOM DAN

MORAL INTELEGENCES

Kelompok 1 Kelas A

Muhammad Iqbal F 1871042119


Nafisah Amalia Irwanto 19710410060
Satriani 200701501124
Delfira R. Masumparit 1871041027
Wa Ode Marwa Samsalwa 200701500073

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2022
A. Postformal Thought Pada Masa Dewasa
Kognisi dewasa selama masa dewasa, juga disebut pemikiran postformal,
memiliki pola pemikiran yang berbeda. Pemikir postformal dengan mudah
menggabungkan proses berpikir teoritis dan praktis yang abstrak. Keterampilan
pemecahan masalah sehari-hari (misalnya, menyelesaikan konflik) tetap stabil
atau meningkat seiring bertambahnya usia. Orang dewasa yang matang
mengintegrasikan informasi baru dengan menguraikan maknanya bagi
kehidupan mereka. Pemikiran pascaformal melampaui penjelasan Piaget tentang
kemampuan berpikir abstrak ke proses yang mencakup fleksibel, adaptif, dan
pemikiran individualistis. Ini menggabungkan intuisi dan logika. Pemikir
postformal beralih dari pemikiran terpolarisasi ke mengenali relativisme dalam
penilaian. Orang dewasa cenderung menerapkan pengalaman dalam proses
berpikir. Lebih kepada crystallized/ pragmatic intelligence yakni kemmapuan
seseorang untuk mengakumulasikan pengetahuan, fakta dan kemampuan dari
pengalaman hidup dibandingkan dengan fluid intelligence yakni kemmapuan
seseorang untuk bernalar dan berfikir secara fleksibel (Suaraya, 2016).
John Dewey mengistilahkan dengan reflective thinking. Cirinya adalah
aktif, persisten, dan penuh perhitungan dalam mengolah informasi, keyakinan
tertentu, fakta, yang kemudian membantu mereka dalam membangun sebuah
kesimpulan, mampu berhadapan dengan situasi konflik, biasanya berkembang
di usia 20 – 25 tahun. Postformal thought adalah kemampuan untuk berhadapan
dengan ketidakpastian, ketidakkonsistenan, kontradiksi, ketidaksempurnaan,
dan compromise.
Kriteria postformal thought:
a. Beralih antara masalah abstrak dan praktis
b. Mengenali berbagai penyebab dan solusi,
c. Menjadi pragmatis,
d. Waspada terhadap paradoks.

B. Wisdom
Wisdom memiliki sifat yang unik, wisdom merupakan perkembangan
kognitif dan emosi pada tingkat yang lebih tinggi yang berasal dari pengalaman
panjang, kualitas pribadi, dan bisa dipelajari. Stenberg (1998) Hamilton, I. S.,
(2006) dalam menjelaskan bahwa wisdom adalah tentang menemukan
keseimbangan antara kekuatan yang saling bertentangan. Baltes dan Smith
(1990) juga mengatakan bahwa wisdom adalah penilaian kebijaksanaan tentang
masalah pada kehidupan nyata. Wisdom berdasarkan penelitian dapat dapat
dipengaruhi oleh kecerdasan, ciri-ciri kepriadian serta kepuasan hidup orang tua
(Hamilton, I. S., 2006).
1. Erikson mengidentifikasi kebijaksanaan sebagai kebajikan yang dicapai
orang dewasa yang menua selama tahap terakhir kehidupan. Kebijaksanaan
adalah refleksi dari makna kehidupan seseorang. Erikson menyebutkan
tahapan ini merupakan pergulatan integritas ego vs keputusasaan. Seiring
dengan mendekatnya para lansia menghadapi kematian, mereka
mengevaluasi apa yang telah mereka lakukan selama hidupnya. Proses ini
mereka berkonfrontasi dengan rasa putus asa puncak – perasaan bahwa
hidup bukan seperti yang diinginkan dahulu, namun sekarang waktu sudah
habis, dan tidak ada lagi kesempatan untuk mencoba gaya hidup alternatif
(Bertrand, 2019). Integrity vs despair adalah tahap perkembangan kedelapan
dan terakhir Erikson, yang dialami individu selama masa dewasa akhir.
Tahap ini melibatkan refleksi pada masa lalu dan mengumpulkan ulasan
positif atau menyimpulkan bahwa hidup seseorang belum dihabiskan
dengan baik. Melalui banyak rute yang berbeda, orang dewasa yang lebih
tua mungkin telah mengembangkan pandangan positif di setiap periode
sebelumnya.
2. Peneliti Clayton dan Meacham menggambarkan kebijaksanaan sebagai
kemampuan untuk mengenali dan menyeimbangkan kontradiksi. Inteligensi
vs wisdom: kemampuan untuk melihat paradoks, rekonsiliasi kontrakdiksi,
dan membuat serta menerima kompromi.
3. Labouvie-Vief mendefinisikan kebijaksanaan sebagai integrasi logo-
analitik objektif dan rasional, dan mitos-subjektif, pengalaman dan
emosional Integrasi ini merupakan tugas perkembangan utama dari masa
dewasa yang sehat Kebijaksanaan cukup luas untuk mencakup moral dan
etika. Fungsi mental yang mature merupakan dialog yang
berkesinambungan antara logos dan mythos. Mencapai masa puncaknya di
usia pertengahan. Wisdom juga dikaitkan dengan perkembangan spiritual
seseorang.
4. Baltes berusaha mempelajari kebijaksanaan meminta peserta untuk
"berpikir keras" tentang dilema kehidupan yang sulit. Diminta untuk
mendiskusikan masalah dan menawarkan nasihat. Baltes menggambarkan
empat karakteristik wisdom:
• Kebijaksanaan berkaitan dengan hal-hal penting atau sulit dalam hidup
dan kondisi manusia

• Kebijaksanaan benar-benar merupakan pengetahuan, penilaian, dan


nasihat yang “unggul”.

• Kebijaksanaan adalah pengetahuan dengan cakupan, kedalaman, dan


keseimbangan luar biasa yang dapat diterapkan pada situasi tertentu.

• Kebijaksanaan, ketika digunakan, dimaksudkan dengan baik dan


menggabungkan pikiran dan kebajikan (karakter).

Lima komponen untuk penilaian yang bijaksana

1. Pengetahuan faktual tentang masalah kehidupan: pengetahuan tentang sifat


manusia, hubungan interpersonal dan norma-norma sosial
2. Pengetahuan prosedural: melibatkan strategi untuk menangani masalah
hidup dan menimbang tujuan, metode penanganan konflik dan cara
memberikan nasihat
3. Rentang hidup kontekstualisme: pengetahuan tentang peran dan konteks
kehidupan yang berbeda dan bagaimana hal ini dapat berubah selama
rentang hidup
4. Pengakuan dan pengelolaan ketidakpastian: kesadaran bahwa pengetahuan
manusia terbatas, masa depan tidak dapat sepenuhnya diketahui sebelumnya
dan kehidupan tidak dapat diprediksi. pengakuan bahwa mungkin tidak ada
solusi sempurna
5. Relativisme mengenai solusi: pengakuan perbedaan individu dan budaya
dalam nilai dan prioritas hidup.

Mempelajari cara Kebijaksanaa

1. Berharap untuk berusaha memperoleh kebijaksanaan. Kemampuan untuk


penilaian yang baik dan tindakan yang bijaksana adalah kekuatan yang
diperoleh. Membuat penilaian yang bijaksana merupakan hasil dari usaha
dan pengalaman.
2. Terbuka terhadap pengalaman. Ini bisa menjadi faktor yang paling
berpengaruh dalam pengembangan kebijaksanaan. Petualang dan ingin
tahu, merenungkan dilema dan tantangan hidup.
3. Tetap sadar akan batas-batas pengetahuan dan intuisi manusia. Menoleransi
ambiguitas dan belajar menerima ketidakpastian hidup. Masalah dilihat
dengan berbagai cara.
4. Berusaha memahami masalah yang signifikan dari berbagai sudut pandang.
Membahas tantangan penting hidup dengan orang lain memungkinkan.
5. Kuasai kebijaksanaan dengan mempelajari teladannya. Pelajari karya-karya
klasik sastra dan filsafat dan renungkan kebijaksanaan kolektif zaman dan
penerapannya hingga saat ini. Temukan panutan.
6. Belajarlah untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mengetahui
kapan harus beradaptasi dan kapan harus memilih lingkungan baru.
7. Berusaha menguasai langkah-langkah pemecahan masalah yang efektif.
8. Seimbangkan minat Anda sendiri dengan minat orang lain. Tunjukkan
kehangatan dan kasih sayang dan kembangkan kecerdasan emosional Anda
sehingga Anda dapat memahami dan mengelola perasaan manusia.

C. Moral Intelligence
Kecerdasan (intelligence) pada lansia dibedakan atas dua bagian yakni Fluid
intelligence yakni kemampuan untuk menalar secara abstrak, dan crystallized
intelligence adalah akumulasi informasi dan keterampilan verbal individu.
1. Tahap Perkembangan Moral Menurut Kohlberg
Kohlberg menemukakan ada tiga tingkatan perkembangan moral, yaitu
prakonvensional, konvensional, dan postkonvensional.
- Prakonvensional
Pada tahap ini anak tidak memperhatikan internalisasi nilai-nilai moral,
moral dikendalikan oleh reward dan hukuman eksternal. Tahap ini
terbagi atas dua tahap:
1) tahap satu orientasihukuman dan ketaatan (punishment and
obedience orientation) : tahap penalaran moral didasarkan atas
hukuman. Anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut
mereka untuk taat.
2) Tahap dua individualisme dan tujuan (individualism and
purpose): tahap penalaran moral didasarkan atas imbalan dan
kepentingan sendiri.
- Konvensial
Pada tingkat ini internalisasi individual ialah menengah. Seseorang
menaati standar-standar internal tertentu, tetapi mereka tidak menaati
standar-standar orang lain.
1) Norma-norma interpersonal, seseorang menghargai kebenaran,
kepedulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan
pertimbangan moral.
2) Moralitas sistem sosial, pertimbangan-pertimbangan didasarkan
atas pemahaman aturan sosial, hukum-hukum dan kewajiban.
- Pascakonvensional
Pada tingkat ini moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak
didasarkan pada standar orang lain. seseorang mengenal tindakan-
tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian
memutuskan suatu kode moral pribadi.
1) Hak-hak masyarakat dengan hak individual. Seseorang
memahami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat
relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orangke orang
lain. seseorang menyadari bahwa hukum penting bagi
masyarakat, tetapi juga mengetahui bahwa hukum dapat diubah.
Seseorang percaya bahwa kebebasan lebih penting dari pada
hukum.
2) Prinsip-prinsip etis universal. Seseorang telah mengembangkan
suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang
universal. Bila menghadapi konflik antara hukum dan suara hati,
seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun keputusan itu
mungkin melibatkan resiko pribadi.
2. Perkembangan Moral Menurut Gibb’s
Gibb’s theory menyatakan bahwa yang terpenting dari moral
developement adalah moral reasoning. Perkembangan moral judgjment
adalah proses seumur hidup, tidak hanya menginternalisasi norma moral di
masyarakat. Social perspective jika dikombinasikan dengan perkembangan
kognitif akan meenghasilkan stage moral judgment yang terstandar.
3. Perkembangan Moral dan spiritual pada masa lansia
Menurut Heber (1987) pada masa ini walaupun membayangkan
kematian lansia banyak menggeluti spiritual sebagai isu yang menarik,
karena mereka melihat agama sebagai faktor yang mempengaruhi
kebahagiaan dan rasa berguna bagi orang lain. Orang yang agamanya baik
mempunyai kemungkinan melanjutkan kehidupanlebih baik. Bagi lansia
yang agamanya tidak baik menunjukkan tujuan hidup yang kurang , rasa
tidak berharga, rasa tidak dicintai, ketidakbebasan dan rasa takut akan
kematian. Perkembangan moral pada masa lansia cenderung ingin
dihormati dan pendapatnya selalu ingin dianggap benar.
DAFTAR PUSTAKA

Hamilton, I. S. (2006). The Psychology of Ageing An Introduction 4th Edition.


London and Philadepia: Jessica Kingsley Publisher.

Mokalu, V. R., dan Boangmanalu, C. V. J. (2021). Teori Psikososial Erik Erikson:


Implikasinya Bagi Pendidikan Agama Kristen Di Sekolah. Jurnal Ilmiah Ilmu
Pendidikan, 12(2), 180-192.

Suaraya, L. M. K. S., dkk. (2016). Bahan Ajar Psikologi Gerontologi. Program


Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai