, Psikolog
Novita Maulidya Djalal, S.Psi., M.Psi., Psikolog
KELOMPOK 4
FAKULTAS PSIKOLOGI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan sebuah karunia dari Tuhan yang diberikan kepada setiap
orang tua. Tuhan memberikan sebuah karunia tanpa ada maksud yang buruk
tetap mensyukuri itu. Anak adalah seseorang yang belum mencapai masa
pubertas atau orang yang belum dewasa. Namun, ada beberapa anak yang
adalah anak berbakat. Anak berbakat dapat juga disebut dengan gifted.
Anak berbakat (gifted) adalah anak yang memiliki IQ 140 atau lebih, serta
memiliki potensi pada bidang kemampuan umum, akademik dan banyak lagi
Kondisi emosi anak berbakat tentunya beda dengan anak normal lainnya,
memilkiki tingkat kekhwatiran sekolah yang rendah, nilai konsep diri yang
tinggi, dan menampilkan motivasi intrinsik dan otonomi yang tinggi. Namun,
ada pula sisi negatif kondisi emosi pada anak berkebutuhan khusus, seperti
mudah tersinggung dan egois. Anak berbakat memiliki kendala dalam kondisi
sosialnya, seperti sulit menyesuaikan diri, menyembunyikan masalah yang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
berbakat
D. Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Emosi
Berikut ini beberapa definisi emosi para tokoh psikologi. Grasha &
merupakan sebuah label afeksi yang identik dengan pola-pola respon yang
muncul sebagai reaksi atas berbagai stimulus internal maupun eksternal yang
Tokoh psikologi lainnya ada Atwater (Dewi & Djalal, 2017:55) yang
sensasi internal yang diekspresikan ke arah tingkah laku. Goleman (Dewi &
pikiran yang khas yang merujuk pada keadaan biologis, psikologis, dan
Meski demikian, perlu dipahami bahwa emosi merupakan suatu konsep yang
sangat majemuk, sehingga tidak ada satupun definisi yang dapat diterima
secara universal. Bahkan, studi terkait emosi, bayak pula dilakukan oleh
berbagai pakar selain bidang studi psikologi (Sarwono, 2014:124). Namun,
2. Kecerdasan Emosi
mengelola emosi pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
yang diwariskan secara turun temurun yang diajarkan oleh orangtua atau
leluhur.
Kedua, faktor yang berasal dari ligkungan keluarga/dampak dari pola asuh
sangat berpengaruh bagi pembetukan kecerdasan emosi anak (Dewi & Djalal,
a. Kecenderungan positif
yang jauh lebih tua darinya, (4) memiliki tingkat kekhawatiran sekolah yang
rendah, (5) nilai konsep diri yang tinggi, (6) menampilkan motivasi intrinsic
dan otonomi yang tinggi, terutama dalam hal membaca, berfikir, dan
negative anak berbakat adalah mudah tersinggug, sikap egois, dan kesulitan
perkembangan emosi yang pesat pula. Menurut French dan Gearheart (Dewi
memiliki masalah sosial dan kesulitan emosional yang lebih banyak daripada
siswa berbakat yang memiliki tingkat IQ pada rentang 130-150. Adapun anak
dengan IQ 180 atau lebih, cenderung merasa diri mereka terisolasi dari teman-
teman sebaya dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik saat dewasa
(Hallahan & Kauffman, dalam Dewi & Djalal, 2017:59). Beberapa penelitian
juga menunjukkan bahwa siswa yang sangat berbakat dalam bidang akademis
mengalami kesulitan sosial dan emosional dua kali lebih banyak dari pada
siswa yang tidak berbakat (Winner, dalam Dewi & Djalal 2017:59).
Dari segi coping emosional (terikut segi sosial didalamnya) pada anak
pahami.
mendalam, sehingga sangat sensitif pada perbedaan kecil yang tidak dirasakan
oleh kebanyakan individu, (2) memiliki keterikatan pada tujuan yang tinggi,
permasalahan yang ada, (3) sensitifitas yang tinggi secara moral dan
emosional, (4) perfeksionis, (5) dan kemampuan yang tinggi pada satu aspek
pada setiap individu terjadi ketika terdapat suatu tuntutan yang harus dipenuhi,
atau pada saat ada kesulitan, konflik, atau frustasi yang menuntut
penyelesaian. Kondisi tersebut menjadi dasar terjadinya penyesuan pada
lain dan dengan kelompoknya yang dilihat dari kemampuan individu dalam
frustasi, konflik, dan stress yang dihasilkan akan menimbulkan emosi negatif
stress dengan baik, maka hal tersebut tidaklah terjadi, melainkan perilaku
mental yang sehat menjadi hasil akhir. Berdasarkan faktor tersebut, Schneider
pemenuhan, yaitu (1) motivasi, frustasi,, atau konflik, (2) kemunculan respon
frustasi dapat diminimalisir dengan cara yang diterima secara pribadi, sosial,
dan moral. Faktor yang menjadi pertimbangan lainnya adalah nilai ekonomi
dalam artian individu tidak menghabiskan energi sampai pada titik yang
membahayakan kepribadian, perilaku dan kesehatan mental. Kesehatan mental
dan ekspresi kepribadian yang utuh sendiri, akan dicapai ketika pemenuhan
bahwa anak berbakat ada yang memiliki kesulitan dalam penyesuaian social
dan ada pula yang memiliki penyesuaian social yang baik. Semakin tinggi
tingkat intelegensi anak berbakat, maka semakin besar pula kesulitan menjalin
peyesuaian social yang kurang optimal. Hal tersebut penting untuk diingat.
Leta Holligworth menunjukkan bahwa anak dengan IQ 180 atau lebih merasa
terisolasi dari teman sebayanya dan tidak dapat menyesuaikan diri (Dewi &
Djalal, 2017:63).
a. Kecenderungan Positif
psikologis yang lebih baik diantara teman-temanya (Dewi & Djalal, 2017:64).
anak berbakat memiliki minat yang cukup luas dan beragam serta
b. Kecenderungan Negatif
kesepian dan terisolasi, menilai diri mereka terhambat dalam relasi teman
sebaya, mereasa kurang diterima orang lain, dan mengalami kesulitan dalam
kerampilan social (Lovecky dalam Dewi & Djalal, 2017:65). Winner (Dewi &
diri ini, seringkali dialami oleh anak dengan IQ 180 ke atas (Holllingworth
anak berbakat untuk bergaul dengan anak yang jauh lebih tua darinya (Hawadi
tidak hanya berbeda secara intelektualitas, namun juga berbeda dalam aspek
kesenjangan antara anak berbakat dan teman sebaya. Belum lagi hambatan
dalam relasi social dan perasaan terisolir dari teman otoritas, membuat mereka
Pengalaman negative lain yang dialami oleh anak berbakat selama sekolah
adalah tantangan akademik dan relasi dengan teman sebaya (Dewi & Djalal,
pula tekanan social yang dialami dan berdampak besar pada penurunan
prestasi (Gross dalam Dewi & Djalal, 2017:65). Mereka cenderung “ngotot”,
memutuskan perasaan mereka dengan kuat, sehingga apa yang mereka anggap
utuk melihat pandangan orang lain (Mudrock-Smith dalam Dewi & Djalal,
excellence versus intimacy. Kondisi tersebut juga berimbas pada aspek social
anak, dimana dilema tersebut tampak jika anak berfokus pada keunggulan
(Gross dalam Dewi & Djalal, 2017:66). Demikianlah kondisi sosial anak
berbakat.
beberapa hal yang penting dilakukan untuk mengatasi permasalahan sosial dan
optimal.
(2) Memberikan program yang tepat bagi siswa berbakat pada kelas regular
potensi anak berbakat secara utuh, baik dari aspek intelektual, social,
komunitas.
potensi anak berbakat dapat berkembang dengan baik Mulyawati & Hawadi
dalam Dewi & Djalal, 2017:66). Scott (Dewi & Djalal, 2017:61) menyarakan
bakat yang dimiliki oleh anak berbakat, maka semakin besar kebutuhan social
BAB III
A. KESIMPULAN
khusus dilihat dari kondisi emosi dan sosialnya. Kondisi emosi anak berbakat
berbakat juga sangat pesat, sehingga mereka mudah tersinggung, sikap egois
penyesuaian sosial dan adapula yang tidak. Semakin bagus inteligensi anak
berbakat, maka semakin sulit untuk menjalin penyesuain sosial mereka. Dalam
dan terisolasi serta menganggap diri mereka cenderung introvert. Kondisi ini
terjadi karena anak berbakat cenderung bergaul dengan anak yang jauh lebih
tua darinya.
Adapun solusi untuk masalah sosial dan emosi pada anak berbakat salah
B. SARAN
mendukung berkembangnya potensi anak berbakat secara utuh, baik dari aspek
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, E. M., & Djalal, N. M. (2017). Psikologi Anak Berbakat. Makassar: Badan
Penerbit UNM
Pelajar.