Anda di halaman 1dari 11

No.

Kode: DAR2/Profesional/810/5/2019

PENDALAMAN MATERI BIMBINGAN DAN KONSELING

MODUL 5 STRATEGI LAYANAN RESPONSIF

KEGIATAN BELAJAR 1
pendekatan konseling berorientasi psikoanalisis dan humanistik

Penulis
Edwindha Prafitra Nugraheni, S.Pd., M.Pd., Kons.

Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan 2019
a. Pendekatan Konseling Psikoanalisis
1) Latar Belakang
Pendekatan psikoanalisis dikembangkan Sigmund Freud (1856-1939). Freud adalah peletak
fondasi awal sistem psikoterapi yang mempengaruhi munculnya pendekatan-pendekatan
konseling dan psikoterapi di dunia. Psikoanalisis mulai diperkenalkan oleh Freud pada buku
pertamanya yaitu Interpretation of Dream pada tahun 1900. Freud mengemukakan
pandangannya bahwa struktur kejiwaan manusia sebagian besar terdiri dari alam ketidaksadaran.
Pengertian Psikoanalisis mencakup tiga aspek: (1) sebagai metode penelitian proses-proses
psikis; (2) sebagai suatu teknik untuk mengobati gangguan-gangguan psikis; (3) sebagai teori
kepribadian. Corey (2016) mengatakan bahwa Psikoanalisis merupakan teori pertama yang
muncul dalam psikologi khususnya yang berhubungan dengan gangguan kepribadian dan
perilaku neurotik. Psikoanalisis merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh dalam
mengubah pendapat tentang penyebab gangguan psikis (Bertens, 2006).

2) Konsep Dasar
a) Hakikat Manusia
Pandangan Freudian tentang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik,
mekanistik, dan reduksionistik (Corey 2016). Freud berpendapat bahwa perilaku manusia
ditentukan oleh kekuatan-kekuatan irrasional, motivasi dan peristiwa, dorongan biologis serta
dorongan insting dan peristiwa psikoseksual tertentu pada masa lima tahun pertama
kehidupannya.
Manusia berisi sistem energi (energi psikis) yang biasa disebut insting/libido/seks. Insting
adalah sumber energi psikis yang dibawa sejak lahir untuk mempertahankan hidup, yang
menjadi sumber insting yaitu kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Jenis insting dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
(1) Insting hidup (eros), fungsinya untuk melayani maksud individu untuk tetap hidup,
seperti insting makan, minum.
(2) Insting mati/destruktif (thanatos), di mana setiap orang tanpa disadari berkeinginan untuk
mati atau mencederai diri sendiri atau orang lain.
Manusia dideterminasi oleh kekuatan irasional, motif tidak sadar, kebutuhan serta
dorongan biologis/naluriah (dorongan agresif dan seksual). Tingkah laku manusia dalam
pandangan psikoanalisis juga dikendalikan oleh pengalaman-pengalaman masa lalu.

b) Struktur Kepribadian
Dalam teori psikoanalisis, kepribadian dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari
tiga unsur dan sistem, yakni Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan Superego (Das Uber Ich). Ketiga
sistem kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan membentuk totalitas dan tingkah laku
manusia.
(1)Id, komponen kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia yang
merupakan pusat insting yang bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure
principle) dan cenderung memenuhi kebutuhannya.
(2) Ego, berfungsi untuk menjembatani tuntutan Id dengan realitas di dunia luar dan idealnya
merepresentasikan alasan dan akal sehat. Ego berpikir secara logis dan realitas (reality
principle) untuk memformulasikan rencana tindakan demi pemuasan kebutuhan. Ego
adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik.
(3) Super ego, berfungsi sebagai wadah impuls Id, untuk menghimbau ego agar
menggantikan tujuan yang realistik dengan yang moralistik, serta memperjuangkan
kesempurnaan. Superego bagian moral dari kepribadian manusia, sebagai filter dari
sensor baik-buruk,
salah-benar yang dilakukan dorogan ego yang bersumber dari norma sosial dan kultur
masyarakat.

Contoh Kasus Psikoanalisis:


Konseli merupakan seorang siswa yang phobia dengan kucing. Hal ini disebabkan masa
kecil konseli yang merasa takut dengan neneknya tapi tidak dapat disalurkan. Perasaan
takut ini kemudian dilampiaskan kepada kucing neneknya karena neneknya ketika di
rumah suka membawa kucing. Hal ini yang membuat konseli menjadi ketakutan dan
cemas ketika melihat kucing. Hal ini sangat mengganggu konseli karena di sekitar
rumahnya banyak tetangga yang memelihara kucing.
Analisis
 Alternatif bantuan untuk konseli adalah asosiasi bebas yaitu teknik pengungkapan
pengalaman masa lampau dan penghentian emosi berkaitan dengan situasi traumatik
pada masa lampau. Bertujuan agar konseli memperoleh pengetahuan dan evaluasi diri
sendiri. Kemudian dikombinasikan dengan latihan relaksasi dan menenangkan pikiran
saat melihat kucing. Dengan begitu, konseli akan tenang ketika melihat kucing.
 Tahap awal konseling adalah membangun hubungan baik kemudian memperjelas dan
mendefinisikan masalah sebenarnya yang dialami konseli. Pada tahap inti, konseli
diajak untuk meninjau pengalaman masa lalunya guna memahami apa yang menjadi
dasar dari masalah phobia terhadap kucing yang dialami konseli. Dalam hal ini
konseli diberikan kesempatan untuk mengungkapkan secara jelas dan jujur
pengalaman masa lalunya yang membuatnya menjadi takut dengan kucing.
Pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan inilah yang kemudian perlu
dihentikan agar tidak menjadi ketakutan untuk selamanya. Konseli diajak
mengevaluasi hal apa yang dapat diubah dari pengalaman masa lalunya untuk masa
sekarang, sehingga konseli mendapatkan pengetahuan dan pemahaman baru. Dalam
tahap ini, konseli dilatihkan teknik relaksasi dan desensitisasi sistematis untuk
mengurangi ketegangan dan kecemasannya ketika melihat kucing. Konseli diberi
penguatan agar mampu mengatasi masalahnya tersebut.
Gambar 1.1 Contoh Kasus Psikoanalisis

c) Asumsi Tingkah Laku Bermasalah


Dalam pandangan psikoanalisis, tingkah laku bermasalah terjadi ketika dinamika antara id,
ego dan super ego tidak seimbang; ego tidak bisa mengontrol id dan super ego ke dalam
kesadaran sehingga muncul kecemasan yang menyebabkan mekanisme pertahanan dirinya
tidak berfungsi secara efektif dan efisien. Menurut Freud, mekanisme pertahanan ego adalah
strategi psikologis yang dilakukan seseorang untuk berhadapan dengan kenyataan dan
mempertahankan citra diri. Orang dengan pribadi sehat biasa menggunakan berbagai
mekanisme pertahanan selama hidupnya. Mekanisme tersebut menjadi patologis apabila
penggunaannya secara terus menerus membuat seseorang berperilaku maladaptif sehingga
kesehatan fisik dan/atau mental orang itu turut terpengaruhi. Kegunaan mekanisme
pertahanan
ego adalah untuk melindungi pikiran/diri/ego dari kecemasan. Bentuk mekanisme pertahanan
ego dapat dijelaskan dalam tabel 1 berikut ini (Corey, 2016).
Tabel 1.1 Mekanisme Pertahanan Ego
Bentuk Pertahanan Penggunaan untuk Perilaku
(1) Represi Pikiran dan perasaan yang Salah satu proses Freudian yang paling
mengancam atau penting, itu adalah dasar dari banyak
menyakitkan ditekan dari pertahanan ego lainnya dan gangguan
kesadaran neurotik. Freud menjelaskan represi
sebagai pemindahan paksa sesuatu dari
kesadaran. Diasumsikan bahwa sebagian
besar peristiwa menyakitkan pada usia 5
atau 6 tahun pertama kehidupan dikubur,
namun peristiwa ini mempengaruhi
perilaku di kemudian hari.
(2) Denial “Menutup mata” terhadap Penyangkalan atas realitas adalah yang
keberadaan aspek realitas paling sederhana dari semua mekanisme
yang mengancam. pertahanan diri. Ini adalah cara
mengaburkan atau mendistorsi apa yang
dipikirkan, dirasakan, atau dipersepsi
individu dalam situasi yang traumatis.
Mekanisme ini mirip dengan represi,
namun umumnya beroperasi pada tingkat
prekondisi dan sadar
(3) Proyeksi Mengalihkan kepada Ini adalah mekanisme penipuan diri
orang lain keinginan dan sendiri. Impuls bernafsu, agresif, atau
impuls yang tidak dapat lainnya sering kali dimiliki oleh "orang-
diterima sendiri orang di luar sana, tetapi tidak oleh saya.
(4) Fiksasi menjadi “terpaku” pada Orang yang terus menerus mendapat
tahap perkembangan lebih kenikmatan dari memakan, merokok, atau
awal karena mengambil berbicara mungkin mengalami fiksasi
langkah selanjutnya bisa oral. Contohnya, seorang anak SD yang
menimbulkan kecemasan tidak ingin ditinggalkan orangtuanya saat
berada di sekolah.
(5) Regresi Kembali ke fase Dalam menghadapi stres berat atau
pengembangan tantangan ekstrem, individu mungkin
sebelumnya ketika ada berupaya mengatasi kecemasan mereka
sedikit tuntutan yang dengan tetap berpegang pada perilaku
lebih sulit. yang tidak dewasa dan tidak pantas.
Misalnya, anak-anak yang ketakutan di
sekolah dapat menikmati perilaku
kekanak-kanakan seperti menangis,
ketergantungan berlebihan, mengisap
jempol, bersembunyi, atau berpegangan
pada guru.
(6) Memproduksi alasan Rasionalisasi membantu menjustifikasi
Rasionalisasi "bagus" untuk perilaku tertentu, dan membantu
menjelaskan ego yang melunakkan “pukulan” yang terkait
hancur. dengan kekecewaan. Ketika orang tidak
mendapatkan posisi yang telah dia lamar
dalam pekerjaannya, dia memikirkan
alasan logis mengapa tidak berhasil, dan
kadang-kadang berusaha meyakinkan diri
sendiri bahwa ia sebenarnya tidak
menginginkan posisi itu.
(7) Sublimasi Mengalihkan energi Energi biasanya dialihkan ke saluran yang
seksual atau energy dapat diterima secara sosial dan kadang-
agresif ke saluran lain kadang bahkan mengagumkan. Misalnya,
impuls agresif dapat disalurkan ke
kegiatan atletik, sehingga orang tersebut
menemukan cara untuk mengekspresikan
perasaan agresif dan, sebagai bonus
tambahan, sering dipuji.
(8) Mengarahkan energi ke Pemindahan adalah cara mengatasi
Displacement objek atau orang lain kecemasan yang melibatkan pemakaian
ketika objek atau orang impuls dengan mengalihkan dari objek
asli tidak dapat diakses yang mengancam ke "target yang lebih
(karena berbagai sebab aman." Misalnya, lelaki yang lemah
atau posisi) lembut yang merasa terintimidasi oleh
bosnya pulang ke rumah dan melepaskan
kejengkelannya kepada anak-anaknya.
(9) Secara aktif Dengan mengembangkan sikap dan
Reaction mengekspresikan perilaku sadar yang secara diametris
formation dorongan yang bertentangan dengan keinginan yang
berlawanan dengan rasa mengganggu, orang tidak harus
hati yang sesungguhnya menghadapi kecemasan yang akan terjadi
ketika dihadapkan dengan jika mereka harus mengenali dimensi-
dorongan yang dimensi ini dari diri mereka sendiri.
mengancam. Individu dapat menyembunyikan
kebencian dengan muka cinta, bersikap
sangat baik ketika mereka memendam
reaksi negatif, atau menutupi kekejaman
dengan kebaikan berlebihan.
(10) Mengambil dan Bentuk-bentuk positif dari introyeksi
Introyeksi “menelan” nilai dan meliputi penggabungan nilai-nilai
standar orang lain. orangtua atau atribut-atribut dan nilai-nilai
konselor (dengan asumsi bahwa ini tidak
hanya diterima secara tidak kritis). Salah
satu contoh negatif adalah bahwa saat
anak dihukum ia cemas luar biasa dan
menerima nilai-nilai melalui identifikasi
dengan orangtua.
(11) Identifikasi dengan sebab- Identifikasi dapat meningkatkan harga diri
Identifikasi sebab, organisasi, atau dan melindungi seseorang dari perasaan
orang yang berhasil gagal. Ini adalah bagian dari proses
dengan harapan berhasil perkembangan di mana anak-anak belajar
pula perilaku peran gender, tetapi juga bisa
menjadi reaksi defensif ketika digunakan
oleh orang-orang yang pada dasarnya
merasa rendah diri.
(12) Menyembunyikan Mekanisme ini dapat memiliki nilai
Kompensasi kelemahan yang dirasakan penyesuaian langsung, dan itu juga bisa
atau mengembangkan merupakan upaya oleh orang tersebut
sifat positif tertentu untuk untuk mengatakan "Jangan melihat cara
menebus keterbatasannya. saya lebih rendah, tetapi lihatlah saya
dalam pencapaian prestasi saya."

3)Tujuan dan Proses Konseling


a)Tujuan Konseling
Tujuan konseling psikoanalisis adalah membentuk kembali struktur kepribadian konseli
dengan jalan membuat kesadaran yang tidak disadari di dalam diri konseli. Proses konseling
difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak.
Pengalaman-pengalaman masa lampau direkonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan
dengan sasaran merekonstruksi kepribadian (Corey, 2016). Selain itu, tujuan dari pelaksanaan
konseling psikoanalisis adalah:
a. Menjadikan ketidaksadaran menjadi sadar
b. Memperkuat fungsi ego, agar tingkah laku lebihdidasarkan pada pertimbangan rasional
bukan dari dorongan instink
c. Mengalihkan superego dari hukuman berdasarkan standard moral kepada standar yang
lebih manusiawi (Yusuf, 2016).
b) Peran dan Fungsi Konselor
(1) Peran dan Fungsi Konselor dalam Seting Konseling Individu
Peran konselor dalam pendekatan psikoanalisis adalah berusaha tidak dikenal konseli,
sedikit sekali memperlihatkan perasaaan dan pengalamannya, sehingga konseli dengan mudah
dapat memantulkan perasaannya untuk dijadikan bahan analisis. (a) konselor berperan anonim
(blank screen); (b) sebagai pendengar aktif; (c) sebagai analisator konflik. Fungsi: (a)
menciptakan hubungan keefektifan dalam hubungan personal; (b) mendorong terjadinya
pemindahan perasaan konseli (dari subyek masalah langsung ke konselor); (c) memperoleh
kendali atas tingkah laku yang implisit dan irasional; (d) berusaha membantu konseli dalam
mencapai kesadaran atas pengalaman-pengalaman yang ditekan ke alam bawah sadarnya.
Catatan untuk butir (a) bahwa saat ini, freudian mulai mengakui pentingnya komunikasi
langsung antara konselor dan konseli, tidak hanya di balik layar.
(2) Peran dan Fungsi Konselor dalam Seting Konseling Kelompok
Beberapa kelompok psikoanalitik berusaha menduplikasi keluarga asli dalam banyak hal.
Pemimpin kelompok berperan dalam pemahaman kepada keluarga seperti koneksi yang
timbul antar anggota dan konselor. Anggota kelompok sering mengalami kembali
pertentangan yang berasal dari konteks keluarga. Karena suasana keluarga seperti lapisan
pelindung, kelompok menyediakan kesempatan membangkitkan asosiasi untuk pengalaman
hidup keluarga dari asal dan sekarang (Rutan, Stone, & Shay, 2007).
Peranan pemimpin kelompok (guru BK) dalam pendekatan psikoanalis perlu disesuaikam
dengan karakteristik dan tahap perkembangan kelompok yang dipimpinnya. Pemimpin
kelompok psikoanalisis sebaiknya memiliki sikap objektif, hangat, anonim. Pemimpin
kelompok harus memberikan energi positif dan mengerti apa yang dirasakan anggota
kelompok, sehingga mereka merasa nyaman dan menggali kondisi psikologis anggota
kelompok.

c)Pengalaman Konseli
Konseli dalam menjalani asosiasi bebas harus melaporkan perasaan-perasaan, pengalaman-
pengalaman, asosiasi-asosiasi, ingatan-ingatan dan fantasi-fantasinya melalui beberapa
tahapan pertemuan, konseli menjalani konseling secara intensif. Hubungan konseli dengan
konselor merupakan hal penting dalam proses transferensi yang menjadi inti pendekatan
psikoanalitik. Konseli harus mengalami transfernsi, karena melaluinya konseli bisa
mengungkap mimpi- mimpinya, resistensi-resistensinya. Konselor diharapkan agar relatif
objektif dalam menerima perasaan-perasaan yang kuat dari konseli. Sebagai hasil hubungan
terapeutik, konseli memperoleh pemahaman terhadap psikodinamika tak sadarnya karena
egonya berfungsi secara penuh.

d) Tahapan Konseling
Konseling psikoanalisis klasik sering kali melibatkan paling sedikit empat sesi per minggu
dimana setiap sesi berlangsung paling sedikit 45 menit. Perjalanan konseling psikoanalisis
bisa memakan waktu beberapa tahun (Arlow dalam Jones, 2011). Selama konseling, konseli
bergerak melalui tahap-tahap tertentu antara lain: mengembangkan hubungan dan analisis,
mengalami krisis treatment guna memperoleh pemahaman terhadap masa lampaunya yang
tidak disadari dalam mengembangkan resistansi untuk belajar lebih banyak tentang diri
sendiri, mengembangkan suatu hubungan transferensi dengan konselor, memperdalam
konseling, menangani resistansi dan masalah yang tersingkap dan mengakhiri konseling
(Corey, 2016). Ada empat tahap konseling psikoanalisis (Arlow dalam Nystul, 2011; Corey,
2016; Fall, 2004; Yusuf, 2016) yaitu:
(1) Tahap pembukaan (the opening phase)
Konselor membangun hubungan terapeutik dan memperoleh pemahaman tentang konflik
ketidaksadaran konseli. Konselor mempelajari dinamika psikologis konseli dan
menginterpretasi konflik kesadaran konseli. Tugas konselor adalah mengases (menaksir)
hakikat distress konseli. Menurut Freud, masalah yang dapat dibantu melalui
psikoanalisis adalah yang mengalami neurosis, bukan masalah ekstrim dalam hal
impulsif, narsistik yang berlebihan, ketidakjujuran, psikopat atau berbohong patologis.
(2) Pengembangan Transferensi (the development of transference)
Pengembangan dan analisis transferensi merupakan inti dalam konseling psikoanalisis.
Transferensi adalah perasaan konseli kepada konselor. Pada fase ini perasaan yang
sebenarnya dialami konseli mulai ditujukan kepada konselor, yang dianggap sebagai
orang yang telah menguasainya di masa lalunya (significant figure person). Contohnya,
konseli mungkin mentransfer perasaan benci kepada ayahnya ke arah konselor. Analisis
transferensi membantu konseli belajar menggunakan pemahaman untuk
mengembangkan hubungan yang tepat. Pada tahap ini konselor harus menjaga jangan
sampai terjadi kontratransferensi yaitu respon atau reaksi emosional (tidak rasional) yang
dilakukan konselor pada konseli karena konselor memiliki perasaan-perasaan yang tidak
terpecahkan.
(3) Bekerja melalui transferensi (working through)
Tahap ini merupakan proses analisis atau eksplorasi ketidaksadaran yang bersumber di
masa kecil. Tahap ini tercapai melalui pengulangan interpretasi dan eksplorasi bentuk-
bentuk resistensi yang menghasilkan perubahan perasaan sehingga konseli dapat
membuat pilihan baru. Tahap ini dapat tumpang tindih dengan tahap sebelumnya, hanya
saja transferensi terus berlangsung, dan konselor berusaha memahami tentang dinamika
kepribadian konselinya.
(4) Resolusi Transferensi (the resolution of transference)
Tujuan tahap ini adalah memecahkan perilaku neurosis konseli yang ditunjukkan kepada
konselor sepanjang hubungan konseling. Konselor mulai mengembangkan hubungan
yang dapat meningkatkan kemandirian konseli dan menghindari ketergantungan konseli
kepada konselornya. Ketika konselor dan konseli sepakat tentang capaian tujuan
konseling bagi konseli, transferensi telah terpecahkan, maka konseling dapat diakhiri.

e)Teknik Konseling
(1) Asosiasi Bebas
Teknik pokok konseling psikoanalisa adalah asosiasi bebas. Konselor memerintahkan
konseli untuk menjernihkan pikiranya dari pemikiran sehari-hari dan sebanyak mungkin
untuk mengatakan apa yang muncul dalam kesadarannya. Konseli mengemukakan segala
sesuatu melalui perasaan atau pemikiran dengan melaporkan secepatnya tanpa sensor.
(2) Penafsiran
Adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisis mimpi,
analisis resistensi dan analisis transferensi. Prosedurnya terdiri atas penetapan analisis,
penjelasan, dan mengajarkan konseli tentang makna perilaku dimanifestasikan dalam
mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran
adalah membiarkan ego untuk mencerna materi baru dan mempercepat proses
menyadarkan hal-hal yang tersembunyi.
(3) Analisis Mimpi
Adalah prosedur penting untuk mengungkap ketidaksadaran dan memberi pemahaman
kepada konseli terhadap berbagai hal yang terkait dengan masalah yang tidak
terpecahkan. Mimpi hadir dalam bentuk simbol yang berakar dari keinginan, ketakutan
dan konflik yang direpres. Selama tidur, kesadaran berkurang dan perasaan yang direpres
muncul ke permukaan.
(4) Analisis Resistensi
Adalah melakukan analisis terhadap sikap resisten konseli. Resistansi dapat berbentuk
tingkah laku yang tidak memiliki komitmen pada pertemuan konseling, tidak menepati
janji, menolak mengingat mimpi, menghalangi pikiran saat asosiasi bebas, dan bentuk
lainnya.
(5) Analisis Transferensi
Transferensi terjadi ketika konseli memandang konselor seperti orang lain. Dalam
konseling, terkadang konseli mentransfer perasaan tentang orang yang penting baginya
pada masa lalu kepada konselor. Dalam Teknik ini, konselor mendorong transferensi ini
dan menginterpretasikan perasaan positif dan negatif yang diekspresikan. Pelepasan ini
bersifat terapeutik, karena dilakukan melalui katarsis emosional.
(6) Analisis Kepribadian (Case Historis)
Teknik ini dilakukan dengan melihat dinamika dari dorongan primitive (libido) terhadap
ego dan bagaimana superego menahan dorongan tersebut. Teknik ini bertujuan melihat
fase perkembangan dorongan seksual apakah berjalan wajar, adakah hambatan dan kapan
mulai terjadi hambatan.
(7) Hipnotis
Hipnotis bertujuan mengeksplorasi dan memahami faktor ketidaksadaran
(unconsciousness) yang menjadi penyebab masalah. Konseli diajak melakukan katarsis
dengan memverbalisasikan konflik yang telah ditekan kea lam ketidaksadaran. Hipnotis
telah banyak ditinggalkan karena hasil tidak bertahan lama karena setelah sadar,
penyebab masih tetap ada dan mengganggu (Thompson, et al. 2004). Cara ini
dipengaruhi oleh Joseph Breur dalam membantu katarsis. Dalam praktik selanjutnya,
Freud mengandalkan teknik relaksasi.

Anda mungkin juga menyukai