Anda di halaman 1dari 15

GANGGUAN IDENTITAS GENDER, PARAFILIA DAN

DISFUNGSI SEKSUAL
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Psikologi Abnormal Yang Diampu Oleh:
Dina Nisrina M.Psi Psikolog.

Disusun Oleh:
Kelompok 6
Nama: Khalisa Putri Alifa NIM. 170102060777

Nama: Cahya Nurani NIM. 170102061172

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM
BANJARMASIN
2019

i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan segala syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Gangguan Identitas Gender, Parafilia dan Disfungsi
Seksual“.
Dalam kesempatan ini, penyusun makalah ini tidak lupa mengucapkan banyak
terimakasih atas dorongan dan pertimbangan yang telah diberikan oleh dosen mata
kuliah Psikologi Abnormal, Ibu Dina Nisrina M.Psi Psikolog.
Apabila dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi
bahasa maupun sistematis penulisan yang digunakan. Hal ini disebabkan karena
kemampuan dan pengetahuan penyusun yang masih terbatas.
Untuk itulah penyusun mengharapkan bimbingan dan arahan yang bermanfaat
agar dapat memperbaiki dan menyempurnakan dimasa yang akan datang. Penyusun
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin...

Banjarmasin, September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1. Latar Belakang.........................................................................................1
2. Rumusan Masalah....................................................................................1
3. Tujuan Penulisan......................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A. Gangguan Identitas Gender.....................................................................2
B. Gangguan Seksual...................................................................................3
C. Disfungsi Seksual....................................................................................7
BAB III PENUTUP.........................................................................................11
A. Simpulan.................................................................................................11
B. Saran........................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Dewasa ini terdapat berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari yang
sangat kompleks yang akibatnya dapat mempengaruhi psikis ataupun fisik. Dan
hubungan atau interaksi individu dengan individu yang lain terkadang terjadi
hubungan yang tidak harmonis serta menyebabkan perilaku yang berbeda atau
lazimnya disebut kelainan.
Manusia merupakan makhluk yang unik dan menarik untuk dipelajari seluk-
beluknya. Hal ini mencakup semua aspek yang membentuk pribadi individu, baik dari
segi individunya sendiri, ataupun kehidupan sosialnya. Permasalahan yang akan
diangkat dalam makalah ini adalah permasalahannya tentang “Gangguan Identitas
Gender, Parafilia dan Disfungsi Seksual”, yang mana akan mejelaskan secara
kompleks tentang hal-hal yang berkaitan dengan fenomena tersebut.
2. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Gangguan Identitas Gender?
2. Apa yang dimaksud dengan Gangguan Seksual?
3. Apa yang dimaksud dengan Disfungsi Seksual?
3. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Gangguan Identitas Gender
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Gangguan Seksual
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Disfungsi Seksual

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gangguan Identitas Gender
Identitas gender adalah keadaan psikologis yang mereflekasikan perasaan
dalam diri seseorang yang berkaitan dengan keberadaan diri sebagai laki-laki atau
perempuan. Identitas gander ini sangat berkaitan dengan budaya, berkenaan dengan
serangkaiaan sikap, pola perilaku dan atribut lain yang biasanya dihubungkan dengan
maskulinitas atau femininitas sedangkan peran gender adalah perilaku eksternal yang
merefleksikan perasaan dalam diri seseorang tentang identitasnya. Istilah-istilah ini
harus dibedakan dari orientasi seksual, yaitu kecendrungan respons-erotik seseorang
(missal: homoseksual atau heteroseksual),dan mempengaruhi pilihan obyek serta
kehidupan fantasinya (Kaplan, Sadock, & Grebb, 1994).
Gangguan identitas gender, biasanya dikenal juga dengan istilah
transeksualisme, memiliki karakteristik perasaan yang menetap dalam diri seseorang
tentang ketidaknyamanan memiliki jenis kelamin(biologis) mereka, dan peran gender
yang sesuai dengan jenis kelamin tersebut (Kaplan, Sadock, & Grebb, 1994). 1 Ini
adalah tentang bagaimana seseorang merasa bahwa ia adalah seorang pria atau
wanita. Identitas gender secara normal didasarkan pada anatomi gender. Namun pada
gangguan identitas gender terjadi konflik antara anatomi gender seseorang dengan
identitas gendernya.2
Sebagian besar penelitian retrospektrif tentang transeksual melaporkan adanya
masalah identitas gender pada masa anak-anak. Gangguan ini jauh lebih sering
ditemukan pada laki-laki (1 per 30.000 laki-laki) dibandingkan pada wanita (1 per
10.000 wanita).
1. Etiologi
 Sudut pandang biologis

1
Fitri Fausiah dan Julianti Widury. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. (Jakarta: UI-Press,
2005). hlm. 57-58.
2
Lailatul Fithriyah dan Mohammad Jauhar. Pengantar Psikologi Klinis. (Jakarta: Prestasi
Pusta Karya, 2014). hlm. 52.

2
Penjelasan biologis munculnya gangguan identitas gander sangat berkaitan
dengan hormon dalam tubuh. Tubuh manusia menghasilkan hormon testosterone
yang mempengaruhi neuron otak, dan berkontribusi terhadap maskulinasi otak yang
terjadi pada area seperti hipotalamus dan sebaliknya dengan hormon feminim. Namun
hingga saat ini, pengaruh hormon terhadap munculnya gangguan masih menjadi
kontroversi (Kaplan, sadock,& grabb,1994; Davidson & neale, 2001)
 Sudut pandang psikososial.
Seorang anak akan mengembangkan identitas gendernya selaras dengan apa
yang diajarkan pada mereka selama masa pengasuhan. Menurut pendekatan
psikoanalisa, terbentuknya gangguan identitas gender dipengaruhi oleh interaksi
temperamen anak, kualitas, dan sikap orang tua. Namun hipotesis ini masih mendapat
tentangan hingga kini ( Davidson & neale, 2001)
2. Penanganan
a) Perubahan tubuh
b) Operasi penggantian jenis kelamin
c) Terapi hormon
d) Mengubah identitas gender.3

B. Gangguan seksual
A. Parafilia
Parafilia berasal dari kata “para” yang berarti penyimpangan pada apa yang
membuat orang tertarik (“philia”). Mengacu pada sekelompok gangguan yang
melibatkan objek yang tidak biasa atau aktivitas seksual yang tidak biasa (Davidson
& naele, 2001). Diantara kasus parafilia yang terkenal adalah pedofilia yang mana
10-20% dari semua anak pernah di ganngu pada usia 18 tahun.
Lebih dari 80% penderita parafilia memiliki onset sebelum usia 18 tahun yang
pada umumnya memuncak pada usia antara 15 dan 25 tahun lalu menurun pada pria
usia 50 tahun.4
3
Ibid. hlm. 59-61.
4
Kaplan dan Sadock, Sinopsis dan Psikiatri Ilmu Peengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis(terjemahan), (Jakarta: Binarupa Aksara, 1997). Hlm 156.

3
 Fetishism
Yaitu ketergantungan seseorang pada obyek yang tidak hidup untuk
memperoleh rangsangan seksual. Penderitanya kebanyakan adalah laki-laki, dan
memiliki dorongan seksual yang berulang dan mendalam terhadap obyek yang tidak
hidup, disebut fetishes (misalnya sepatu perempuan), dan munculnya fetish sangat
disukai atau bahkan dubutuhkan untuk terjadinya rangsangan seksual.
Onset pada fetishism ini umumnya terjadi pada laki-laki yang dimulai pada
masa remaja, walaupun pemujaan mungkin telah diderita pada masa anak-anak.
 Transvestic fetishism
Adalah gangguan di mana seorang laki-laki terangsang secara seksual dengan
menggunakan pakaian ataupun perlengkapan perempuan lainnya, meskipun ia
menyadari dirinya sendiri sebagai laki-laki.5
Onset pada transvetic fetishism dimulai pada masa anak-anak atau remaja
awal. Gejala klinis yang jelas lebih sering terlihat di sekitar masa pubertas atau
remaja.
 Pedofilia
Pedofilia berasal dari bahasa Yunani, phedo atau paidos artinya anak kecil
dan phile atau philos berarti dorongan yang kuat atau cinta. Oleh itu arti kata
pedofilia sebenarnya adalah cinta kepada anak-anak. Tapi pada perkembangan
berikutnya digunakan sebagai istilah untuk menerangkan salah satu kelainan
perkembangan psikoseksual, di mana individu memiliki hasrat erotis yang abnormal
terhadap anak-anak. Pedofilia merupakan gangguan psikoseksual, yang fantasi atau
tindakan seksualnya dengan anak-anak pra-pubertas untuk melunaskan gairah dan
kepuasan seksual.6
Onset pada pengidap pedofilia biasanya sekurang kurangnya berusia 16 tahun
dan sekurang kurangnya berusia lima tahun lebih tua dari pada korbannya tersebut.
 Inses

5
Ibid. hlm. 61-62.
6
Fathonah, “PARAFILIA: Nature atau Nurture? Tinjauan Teologis dan Psikologis” Al-A’raf
Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat. Vol. XIII, No. 2, Desember 2016, hlm. 290.

4
Mengacu pada hubungan seksual antara keluarga dekat, dimana pernikahan
tidak diperbolehkan antara mereka. Biasanya adalah pada kakak dan adik, dan bentuk
lain yang umum dan dianggap lebih patologis adalah ayah dan anak perempuan.
Bukti menunjukkan struktur keluarga dimana inses terjadi adalah patriarkal yang
tidak biasa dan tradisional, terutama dengan memandang posisi perempuan yang lebih
rendah dari pada laki-laki (alexander &lupfer,1997).7
Hukum inses dalam fiqh jelas, yaitu hubungan seksual antara dua orang yang
diharamkan, karena nasab sepersusuan (alradla’ah), dan pernikahan (almushaharah).
Inses kadang dilakukan dengan sukarela di antara mereka, dan ada pula yang
dilakukan dengan paksaan (pemerkosaan). Perbuatan ini bisa dicontohkan seperti
hubungan seksual yang terjadi antara ayah atau ibu dengan anak kandung, anak tiri
atau anak sepersusuan dan sebagainya.8
 Voyeurism
Adalah referensi yang nyata untuk memperoleh kepuasan seksual dengan
melihat orang lain dalam keadaan tanpa busana atau sedang melakukan hubungan
seksual (kaplan & kreuger,1997).
Orang yang mengalami gangguan ini akan memperoleh kepuasan seksual
dengan melakukan mastrubasi, baik saat melihat kejadian maupun sesudahnya. Jarang
sekali pelaku yang melakukan kontak seksual dengan orang yang diobservasi.
Biasanya gangguan ini mulai muncul pada masa remaja.
Tindakan ini biasanya terjadi pada masa kanak-kanak dan paling sering terjadi
pada laki-laki.
 Eksibisionisme
Adalah preferensi yang jelas dan berulang untuk memperoleh kepuasan
seksual dengan mempertunjukkan alat kelamin pada orang lain yang tidak
menghendakinya, terkadang pada anak-anak. biasanya mulai pada remaja (murphy,
1997). Pada banyak kasus terdapat keinginan untuk mengagetkan atau
mempermalukan orang yang melihatnya. Onset pada eksibisionisme pada hampir
7
Fitri Fausiah dan Julianti Widury. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. (Jakarta: UI-Press,
2005). hlm. 62.
8
Fathonah, Op.Cit., 289.

5
100% kasus mereka yang melakukan hal ini adalah laki-laki yang memamerkan
dirinya kepada wanita.
 Frotteurism
Yaitu orientasi seksual dengan menyentuh orang yang tidak disangka-sangka.
Pelaku mungkin menggosokkan alat kelaminnya pada paha atau pantat seorang
perempuan, atau memegang payudara atau alat kelamin seseorang perempuan.
Gangguan biasanya sudah muncul pada masa remaja dan berkembang sejalan dengan
parafilia yang lain, dan biasanya terjadi pada tempat ramai seperti bus atau angkutan
umum lainnya.
 Sadisme dan masokisme seksual
Sadisme adalah kegemaran untuk memperoleh atau meningkatkan kepuasan seksual
dengan menimbulkan kesakitan atau penderitaan psikologis (misalnya
mempermalukan) pada orang lain. Sedangkan masokisme adalah kegemaran
seseorang untuk memperoleh atau meningkatkan kepuasan seksual dengan
menjadikan dirinya sebagai subyek untuk disakiti atau dipermalukan.9
1. Etiologi
 Sudut pandang psikodinamik
Parafilia dipandang sebagai reaksi defensif, melindungi ego dari ketakutan
dan ingatan yang direpres, dan merepresentasikan fiksasi pada tahapan pragenital
dalam perkembangan psikoseksual. Orang yang mengidap paraphilia dipandang
sebagai seseorang yang takut pada hubungan heteroseksual yang konvensional,
bahkan untuk hubungan yang tidak berkaitan dengan seks. Onset pada kasus ini
biasanya pada usia sebelum 18 tahun dan umumnya terjadi pada laki-laki
 Sudut pandang kognitif-behavioral
Pandangan kognitif-behavioral tentang paraphilia saat ini multidimensional,
dan menyatakan bahwa paraphilia adalah hasil dari berbagai faktor yang berpengaruh
pada individu. Sejarah masa kanak-kanak dari orang yang mengidap paraphilia

9
Fitri Fausiah dan Julianti Widury. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. (Jakarta: UI-Press,
2005). hlm. 62-64.

6
menunjukan seringkali mereka merupakan korban peyiksaan fisik dan seksual dan
tumbuh dalam keluarga dimana hubungan orang tua terganggu. Pengalaman ini dapat
berkontribusi terhadap rendahnya tingkat keterampilan social, rendahnya kepercayaan
diri, kesepian, dan tidak adanya hubungan yang intim.
2. Penanganan
a) Pendekatan psikoanalitik
b) Pendekatan behavioral
c) Pendekatan kognitif
d) Pendekatan biologis
e) Terapi Obat

C. Gangguan disfungsi seksual


Secara umum gangguan disfungsi seksual dibagi menjadi 4 ketegori, yaitu;
gangguan hasrat seksual (sexual desire disorder), gangguan perangsang seksual
(sexual arousal disolder ), gangguan orgasme (orgasmic disolder) dan gangguan
rasa sakit seksual (sexual pain disolder). Adapun siklus respons pada manusia
secara tipikal indentik pada laki-laki dan perempuan, meliputi 4 fase yaitu:
1. Appetite
2. Excitement
3. Orgasme
4. Resolusi
a) Gangguan gairah seksual (sexual desire disorder)
Terdiri dari gangguan gairah seksual dengan karakter defisiensi atau tidak
adanya fantasi seksual dan keinginan untuk melakukan aktivitas seksual, serta sexual
aversion disorder yaitu rasa sakit terhadap dan penghindaran melakukan kontak
seksual dengan genital dengan perangsang.
Etiologinya agak sulit untuk diketahui. Diperkirakan hal ini berkaitan dengan
masalah dalam hubungan dengan partner. Selain itu kemungkinan lain adalah
masalah trauma seksual pada saat anak-anak, seperti pelecehan seksual atau

7
perkosaan dan ketakutan akan mendapat penyakit menular seksual (davison & neale,
2001).
Diperkirakan 20% populasi total menderita gangguan hasrat seksual hipoaktif,
dan lebih sering ditemukan pada wanita dibanding laki-laki. Dalam suatu kelompok
100 pasangan dengan perkawinan yang stabil, 8% melaporkan melakukan hubungan
seks kurang dari sekali dalam sebulan.
b) Gangguan perangsang seksual (sexual arousel disorder )
Dua sub kategori dari gangguan yang melibatkan kesulitan untuk memperoleh
dan mempertahankan gairah seksual-ini adalah female sexual arousel disorder
(diagnosis untuk perempuan yang secara parsisten mengalami lubrikasi vagina yang
tidak adekuat untuk memperoleh penyelesaian dan kenyamanan dalam intercourse)
dan male erectile disorder (diagnosis untuk pria yang mengalami kesulitan parasisten
dalam mencapai serta mempertahankan ereksi dalam penyelesaian aktivitas
seksual).10Akan tetapi, vaginismus akan muncul ketika aktivitas seksual tersebut
berubah menjadi sentuhan pada alat kelamin atau dilakukannya hubungan seksual
(Irianto, 2014).11
Onset pada penderita gangguan rangsangan seksual pada wanita ini dalam
penelitian terhadap pasangan menikah yang relatif bahagia, 33% wanita menjelaskan
adanya kesulitan dalam mempertahankan rangsangan seksual. Sedangkan onset pada
penderita gangguan rangsangan seksual pada laki-laki terjadi pada 10-20% untuk
semua laki-laki. Adapun gangguan rangsangan seksual pada laki-laki yang seumur
hidup jarang sekali terjadi hanya kira-kira 1% dari usia dibawah 35 tahun.
c) Gangguan orgasmik
Gangguan yang termasuk didalam kategori ini adalah gangguan orgasmik
pada perempuan (hambatan yang terjadi berulang atau parsisten pada orgasme, antara
lain muncul dalam penundaan orgasme, tidak adanya orgasme-mengacu pada

10
Fitri Fausiah dan Julianti Widury. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. (Jakarta: UI-Press,
2005). hlm. 64-68.
11
Dea Anyudhita, “Penggambaran Disfungsi Seksual Vaginismus Pada Tokoh Utama
Perempuan Dalam Film Honeymoon” Jurnal Penelitian Mahasiswi Unair.

8
kegagalan seorang perempuan untuk memperoleh orgasme setelah melakukan
mastrubasi atau hubungan seksual) .
Beberapa hal dapat menjadi penyebabnya, antara lain kapasitas orgasme pada
perempuan yang tidak terberi, namun harus dipelajari. Selain itu penyebabnya
mungkin adalah perbedaan ambang batas antara laki-laki dan perempuan.
Subkategori lain adalah gangguan orgasmik pada pria. Yaitu kesulitan mencapai
ejakulasi selama melakukan hubungan seksual, atau bahkan tidak mampu sama sekali
untuk mencapai ejakulasi.
Dalam suatu penelitian 46% wanita mengeluh kesulitan mencapai orgasme.
Prevalensi sesungguhnya tidak diketahui, namun prevalensi keseluruhan gangguan
orgasmik wanita dari semua penyebab diperkirakan 30%.
d) Gangguan nyeri seksual (sexual pain disorder)
Terdapat 2 subkategori untuk gangguan ini, yaitu dyspareunia (diagnosis
ketika terdapat rasa nyeri yang parsisten atau berulang dalam melakukan hubungan
seksual). Rasa sakit mungkin mulai dirasakan saat penis memasuki vagina, atau justru
setelah penetrasi selesai. Namun diagnosis tidak dapat diberikan jika gangguan terjadi
karena kurangnya lubrikasi vagina. Kategori kedua adalah vaginismus, yaitu
kekakuan involunter dari dinding luar vagina, hingga membuat intercourse, tidak
mungkin dilakukan.
1. Etiologi
 Penyebab sekarang
Dua hal yang menyebabkan masalah adalah ketakutan akan peforma (fear of
performance) yaitu menjadi sangat memperhatikan pada bagaimana performa selama
melakukan hubungan seksual. Selanjutnya adalah peran sebagai pengamat (spectator
role), yaitu lebih menjadi observer daripada partisipan dalam melakukan pengalaman
seksual.
 Penyebab historis;
a) Trauma psikoseksual
b) Penghambatan homoseksual
c) Konseling yang tidak adekuat

9
d) Konsumsi alkohol yang berlebihan
e) Masalah biologis
f) Masalah sosiokultural
2. Penanganan
Banyak terapi yang bisa diberikan berkaitan dengan masalah gangguan
seksual, antara lain;
a) Pengurangan kecemasan
b) Pelatihan keterampilan dan komunikasi
c) Terapi pasangan
d) Terapi biologis
e) Pandangan psikodinamik
f) Prosedur medis dan fisik12

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan

12
Fitri Fausiah dan Julianti Widury. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. (Jakarta: UI-Press,
2005). hlm. 68-72.

10
Gangguan identitas gender, biasanya dikenal juga dengan istilah
transeksualisme, memiliki karakteristik perasaan yang menetap dalam diri seseorang
tentang ketidaknyamanan memiliki jenis kelamin(biologis) mereka, dan peran gender
yang sesuai dengan jenis kelamin tersebut. Penanganan yang dapat dilakukan yaitu:
Perubahan tubuh, Operasi penggantian jenis kelamin, Terapi hormondan Mengubah
identitas gender.
Parafilia berasal dari kata “para” yang berarti penyimpangan pada apa yang
membuat orang tertarik (“philia”). Mengacu pada sekelompok gangguan yang
melibatkan objek yang tidak biasa atau aktivitas seksual yang tidak biasa. Jenis-
jenisnya antara lain: Fetishism, Transvestic fetishism, Pedofilia, Inses, Voyeurism,
Eksibisionisme, Frotteurismdan Sadisme dan masokisme seksual.
Penanganan yang dapat dilakukan yaitu:
a) Pendekatan psikoanalitik
b) Pendekatan behavioral
c) Pendekatan kognitif
d) Pendekatan biologis
Secara umum gangguan disfungsi seksual dibagi menjadi 4 ketegori, yaitu;
gangguan hasrat seksual (sexual desire disorder), gangguan perangsang seksual
(sexual arousal disolder ), gangguan orgasme (orgasmic disolder) dan gangguan rasa
sakit seksual (sexual pain disolder).
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta
saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan karya-karya berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Anyudhita, Dea. Jurnal Penelitian Mahasiswi Unair. “Penggambaran Disfungsi
Seksual Vaginismus Pada Tokoh Utama Perempuan Dalam Film
Honeymoon”.

11
Fathonah. (2016). Al-A’raf Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat. “PARAFILIA:
Nature atau Nurture? Tinjauan Teologis dan Psikologis” 9 (2).

Fausiah, Fitri dan Julianti Widury. 2005. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa.
Jakarta: UI-Press.

Fithriyah, Lailatul dan Mohammad Jauhar. 2014. Pengantar Psikologi Klinis.


Jakarta: Prestasi Pusta Karya.

Kaplan, dan Sadock. (1997). Sinopsis dan Psikiatri Ilmu Peengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis(terjemahan), Jakarta: Binarupa Aksara.

12

Anda mungkin juga menyukai